Mengingat
: a.
b.
c.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Beban Mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
permanen termasuk dinding-dinding, pemisah/sekat, kolom, lantai, atap,
penyelesaian/finishing dan mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung.
(7)
Beban Hidup adalah beban yang dianggap atau terjadi akibat penghunian
atau penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban-beban pada
lantai, beban pada atap selain beban angin dan beban yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah seperti mesin dan peralatan yang tidak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung
tersebut sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai atau
atap.
(8)
Beban Runtuh atau Ultimate Load untuk Tanah atau Fondasi adalah beban
maksimum yang dapat dipikul tanah atau fondasi pada saat terjadi keruntuhan
geser pada tanah.
(9)
Beban Izin untuk Tanah atau Fondasi adalah beban yang dapat dipikul fondasi
secara aman, yang besarnya sama dengan Beban Runtuh dibagi dengan
Faktor Keamanan.
(10) Beban khusus adalah beban yang bekerja pada struktur bangunan yang lain
dari beban gravitasi, beban gempa, beban tekanan tanah (aktif, pasif; statik
dan dinamik; interaktif), dan beban angin.
(11) Besmen adalah ruangan yang merupakan bagian dari suatu bangunan baik
sebagian maupun seluruhnya berada di bawah permukaan tanah.
(12) Blow In adalah kejadian terdesaknya tanah dasar galian ke atas akibat
tekanan air ke atas pada dasar galian tanah.
(13) Capacity Design Untuk Struktur Bawah adalah perencanaan dimana sistem
struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari sistem struktur atas tetapi
tidak perlu lebih kuat daripada yang diperlukan untuk gempa maksimum.
(14) Daya Dukung Ultimate untuk Tanah atau Fondasi adalah nilai tegangan ratarata maksimum yang menyebabkan terjadinya keruntuhan geser pada tanah
yang mendukung fondasi.
(15) Daya Dukung Izin untuk Tanah atau Fondasi adalah daya dukung ultimate
dibagi dengan Angka Keamanan.
(16) Dewatering adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengeringkan suatu lokasi
struktur bawah bangunan, dengan cara melakukan penurunan elevasi dan
pengendalian muka air tanah.
(17) Diafraghma adalah suatu bagian struktur gedung yang berupa sekat (seperti
pelat lantai atau pelat atap) atau suatu rangka yang berfungsi membagikan
beban geser tingkat kepada unsur penahan gempa pada tingkat tersebut.
(18) Earthquake Dirextion X yang selanjutnya di singkat Eqx adalah gaya gempa
dengan arah sumbu x pada bangunan.
(19) Earthquake Dirextion Y yang selanjutnya di singkat Eqy adalah gaya gempa
dengan arah sumbu y pada bangunan.
(20) Free-head adalah bagian kepala tiang fondasi yang bebas.
(21) Geoteknik adalah bagian bidang ilmu teknik sipil yang mempelajari sifat-sifat
teknis dari tanah (mekanika tanah, dinamika tanah) dan batuan (mekanika
batuan), termasuk di dalamnya antara lain penyelidikan tanah, perencanaan
pekerjaan tanah, perencanaan fondasi, dewatering, monitoring kondisi
lapangan, serta pelaksanaan pekerjaan tanah dan fondasi.
(22) Heave adalah kejadian terdesaknya tanah dasar galian akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja pada dasar galian tanah.
(23) Izin Uji Beban adalah izin yang diberikan untuk melakukan uji beban terhadap
fondasi bangunan dan / atau struktur bangunan yang diperlukan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(24) IP Fondasi adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pelaksanaan
fondasi, galian tanah dan dewatering untuk besmen, struktur penahan tanah
dan perkuatannya, tidak termasuk poer dan tie beam, setelah semua
persyaratan perencanaan fondasi, analisis geoteknik serta uji beban fondasi
telah dipenuhi.
(25) IP Struktur Menyeluruh adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
membangun, baik sebagian mulai dari poer dan tie beam, besmen dan struktur
di atasnya maupun keseluruhan mulai dari fondasi sampai lantai/struktur atap,
setelah semua persyaratan perencanaan struktur dipenuhi.
(26) Izin Pelaku Teknis Bangunan yang selanjutnya disingkat IPTB adalah Izin
bekerja yang diberikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta kepada tenaga ahli
yang menguasai bidang pekerjaan dan keahlian serta menguasai ketentuan
tentang penyelenggaraan bangunan di Daerah Provinsi DKI Jakarta.
(27) Laporan Hasil Penyelidikan tanah adalah hasil penyelidikan tanah di lapangan
maupun di laboratorium yang telah dirangkum dan disajikan secara sistematis
disertai rekomendasi geoteknik oleh ahli yang memiliki IPTB bidang Geoteknik,
yang diperlukan untuk perencanaan geoteknik.
(28) Permohonan Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat PIMB
adalah permohonan untuk memperoleh izin untuk kegiatan membangun.
(29) Portal atau Rangka adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian
struktur yang saling berhubungan dan berfungsi menahan beban sebagai
suatu kesatuan lengkap yang berdiri sendiri dengan atau tanpa dibantu oleh
diafraghma horisontal atau sistem ikatan lantai.
(30) Perencana Struktur Bangunan adalah seorang atau sekelompok ahli dalam
bidang Struktur Bangunan dan Geoteknik yang memiliki Izin Pelaku Teknis
Bangunan (IPTB).
(31) Perencanaan struktur bangunan adalah penerapan cara-cara perhitungan dan
atau percobaan yang rasional sesuai prinsip-prinsip mekanika struktur yang
lazim berlaku untuk struktur atas, maupun prinsip-prinsip geoteknik yang lazim
berlaku untuk struktur bawah.
(32) Penyelidikan tanah adalah pengujian tanah di lapangan dan di laboratorium
untuk keperluan perencanaan fondasi dan analisis geoteknik bangunan.
(33) Reduction Live Load yang selanjutnya disingkat LLr adalah beban hidup yang
telah dikalikan dengan faktor reduksi.
(34) Safety Factor yang selanjutnya di singkat SF adalah nilai angka keamanan
rencana.
(35) Selfweight yang selanjutnya disingkat SW adalah beban akibat berat sendiri
bangunan.
(36) SNI adalah Standar Nasional Indonesia.
(37) Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terdiri dari struktur
besmen dan fondasi, struktur penahan tanah termasuk poer, rakit dan balok
pengikat.
(38) Struktur Atas adalah bagian dari struktur bangunan mulai lantai dasar dan
struktur di atasnya.
(39) Struktur Khusus adalah struktur dengan elemen khusus, antara lain beton
pratekan, besmen dengan kedalaman lebih dari dua lapis, struktur baja dengan
bentang besar, struktur dengan bentuk/jenis struktur yang tak lazim, dan
struktur yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan sekitarnya.
(40) Struktur Sekunder adalah unsur-unsur seperti dinding pemisah, panel atau
penyekat yang tidak diperlukan bagi ketahanan gedung secara keseluruhan
tetapi dapat mengalami tegangan-tegangan akibat beban yang bekerja
langsung padanya atau akibat dari perubahan bentuk dari unsur-unsur primer.
(41) Superimposed Dead Load yang selanjutnya disingkat SIDL beban mati diluar
berat sendiri bangunan.
(42) Tim Penasehat Konstruksi Bangunan yang selanjutnya disingkat TPKB adalah
tim yang merupakan bagian dari Tim Penasehat Teknis Arsitektur Perkotaan
dan Bangunan (BPTAPB) dan bertugas untuk meneliti rencana struktur dan
geoteknik bangunan dan memberi saran berdasarkan hasil penelitian rencana
struktur dan geoteknik bangunan kepada Dinas guna memproses Izin
Pendahuluan fondasi (IP fondasi), Izin Pendahuluan Struktur Menyeluruh (IP
Struktur Menyeluruh) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(43) Up Lift adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah.
(44) Up N adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah pada kondisi muka air
normal.
(45) Up B adalah gaya angkat yang terjadi akibat air tanah pada kondisi muka air
banjir.
BAB II
MATERI GEOTEKNIK DAN PERENCANAAN STRUKTUR
Bagian kesatu
Materi Umum
Pasal 2
(1) Materi perencanaan struktur sebagai persyaratan mengajukan Permohonan Izin
Mendirikan Bangunan (PIMB) sekurang-kurangnya harus meliputi :
a. Materi Struktur Bawah / Pondasi
b. Materi Struktur Atas
c.
(2)
Pasal 4
Kelengkapan Data Perencanaan Struktur Bawah
Perencanaan struktur bawah bangunan harus disertai data penyelidikan tanah
dengan analisis geoteknik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a.
b.
c.
(1) Laporan Penyelidikan Tanah dan analisis parameter tanah yang menjadi dasar
perencanaan struktur bawah/fondasi harus ditandatangani oleh ahli geoteknik
yang memiliki IPTB bidang geoteknik.
(2) Perencanaan bangunan gedung harus memperhatikan hasil penyelidikan tanah
sehingga dapat ditetapkan jenis fondasi yang paling tepat dan aman untuk
struktur bangunan tersebut.
Pasal 6
(1) Penyelidikan tanah harus dilakukan sesuai dengan rencana bangunan gedung
yang akan didirikan sehingga dapat ditetapkan jumlah dan kedalaman titik
bor,jenis tes, jumlah tes lapangan dan tes laboratorium untuk keperluan
perencanaan fondasi, galian, dan struktur bawah.
(2) Penyelidikan Tanah di lapangan harus dilaksanakan sampai dengan kedalaman
lapisan tanah yang akan terpengaruh oleh pelaksanaan struktur dan/atau
fondasi.
(3) Jumlah titik bor-dalam minimal harus memenuhi syarat berikut ini:
a. Minimum dilakukan 3 (tiga) titik bor-dalam.
b. Untuk luas tapak bangunan lebih besar dari 2500m2 minimum dilakukan 5
(lima) titik bor-dalam yang ditempatkan pada keempat sudut dan tengahtengah rencana bangunan.
(4) Kedalaman masing-masing titik bor-dalam minimal harus memenuhi syarat
berikut ini:
a. Harus mencapai kedalaman dimana pertambahan tegangan pada lapisan
tanah kurang dari 10% dari tegangan efektif lapangan, atau
b. Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar telapak fondasi, atau
c. Harus mencapai kedalaman 1.5 x lebar menara bangunan, atau
d. Harus mencapai kedalaman fondasi tiang ditambah minimal 6m.
e. Kedalaman yang menentukan adalah kedalaman terbesar dari ayat (3) a-d di
atas, akan tetapi tidak perlu lebih dalam dari 120m.
Pasal 7
(1) Pengujian di laboratorium harus mencakup pengujian CU triaxial apabila
dilakukan penggalian hingga kedalaman 2 (dua) lapis besmen atau lebih.
Pelaporan hasil pengujian CU triaxial harus menampilkan hasil B-Chek dan
pengukuran tekanan air pori.
(2) Apabila pengambilan contoh tanah tak terganggu tak memungkinkan atau tidak
dimungkinkan maka dapat dilakukan pengujian lapangan yang sesuai.
(3) Untuk setiap site yang tergolong Jenis Tanah Khusus menurut SNI tentang
gempa yang berlaku (site dengan kondisi tanah pasir lepas jenuh yang
berpotensi mengalami likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka
harus dilakukan tes seismic downhole atau tes seismik sejenis.
(4) Tes seismik downhole atau tes seismik sejenis ini harus dilakukan sampai
kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan
informasi profil kecepatan rambat gelombang geser (Vs).
(5) Tes seismik yang dimaksudkan pada ayat (5) di atas harus dilakukan minimum
pada 2 (dua) titik pengujian yang berbeda, dengan kedalaman minimum masingmasing titik 30 meter.
Pasal 8
Apabila diperlukan, penyelidikan tanah harus mencakup pengujian pemompaan air
tanah (pumping-test) pada lokasi bangunan.
Pasal 9
Pengujian pemompaan air tanah sebagaimana dimaksud pada pasal 8 harus
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
(1)
Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk
jenis struktur bawah dan dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik yang
memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan.
(2)
Jenis dan detail pengujian pemompaan air tanah harus sesuai
dengan kebutuhan untuk struktur bawah.
(3)
Pengujian harus dapat memberikan rekomendasi untuk sistem
pekerjaan pengeringan air (dewatering) yang mencakup sifat aquifer,
permeabilitas, transmisivitas, radius pengaruh, prakiraan debit dan head loss
untuk kondisi di lokasi bangunan.
Pasal 10
Profil dan analisis parameter tanah
Profil dan analisis parameter tanah yang disampaikan dalam laporan penyelidikan
tanah paling tidak harus meliputi :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Perencanaan
galian besmen dalam, harus dianalisis secara terinci
mengenai keamanan galiannya apabila dijumpai salah satu atau lebih kondisi
sebagai berikut :
a Terdapat bangunan di sekitar zona tekanan aktif tanah
b Kondisi tanah adalah lempung lunak dan/atau loose uncemented sand
c Kondisi pelaksanaan pembangunan yang menggunakan open-cut dan/atau
ground-anchored wall
d Bila dilakukan penurunan muka air tanah lebih dari 3.00 m
(2)
Untuk analisa perhitungan keamanan galian, tes tanah harus dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a Mencakup Tes triaksial CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran
tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan
total dan tegangan efektif.
10
(4)
Kurang
Sementara
Tetap
Cukup
Sementara
Tetap
1.30
1.50
1.25
1.30
1.50
2.00
1.30
1.50
Batas ijin deformasi lateral dinding penahan galian ditentukan oleh (yang
tercapai terlebih dahulu): (a) deformasi lateral yang telah mengganggu gedung
atau infrastruktur sekitar dan (b) batas maksimum yang ditetapkan di dalam
Tabel 2 berikut (TAMBAHAN).
Tabel 2. Batas Maximum Deformasi Lateral Dinding
Batas maksimum deformasi
lateral pada dinding
Dimana,
x = jarak dari batas galian,
H = Kedalaman galian,
w = defleksi dinding
Batas ijin maksimum
deformasi (w/H)
Zone 2
(1 x/H 2
0.5%
0.7%
Zone 3
(x/H > 2)
Ground
Ground
Type A
Type B
0.7%
1.0%
(5) Analisis struktur dinding penahan tanah dengan anggapan keadaan ekses
tekanan air pori terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang mungkin
timbul harus meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
11
12
Item
Stabilitas (Umum)
(Global slope
stability)
Bottom Heave
pada level galian
fondasi
Bottom Heave
pada tahap
penggalian
fondasi
Piping
Kondisi Sementara
Kondisi Tetap
1.30
1.50
1.50
2.00
1.50
1.50
1.50
2.00
Keterangan
Parameter Tanah
diperoleh melalui
persyaratan yang
ditentukan oleh Ahli
Geoteknik
13
Load
Faktor
untuk
Proof
Test
Tendon
Ground/
Grout
Interface
Grout/tendon
atau grout/
encapsulation
interface
1.40
2.00
2.00
1.10
1.60
2.50*
2.50
1.25
Kategori Angkur
(12) Sistem fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak boleh mengganggu
stabilitas dan deformasi tanah di lokasi bangunan dan sekitarnya, baik selama
masa pelaksanaan pembangunan maupun selama masa layanan.
(13) Dampak dari sistem fondasi yang mencakup pekerjaan penggalian, pekerjaan
penahan tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang,
pemasangan dinding penahan tanah beserta angkur dan elemen penahan
lateral terkait, dan pekerjaan pengeringan air, serta semua elemen yang
tercakup dalam sistem fundasi harus dapat dibatasi sehingga tidak
mengakibatkan kegagalan ataupun deformasi di luar batas yang diijinkan pada
fasilitas bangunan di sekitar lokasi.
(14) Beban stabilitas galian dan penahan lateral harus ditinjau terhadap beban yang
berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman
galian.
(15) Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tanah lateral, pemboran
tiang, serta pekerjaan pengeringan air tanah (dewatering) tidak boleh
mengakibatkan terjadinya beban yang melampaui kapasitas semula atau
deformasi di luar batas toleransi fasilitas yang ada di sekitar lokasi.
(16) Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bor atau
tiang beton bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban
tarik yang mungkin akan timbul akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat
berkurangnya tegangan vertikal efektif.
(17) Apabila dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya,
maka beban tambahan akibat galian tersebut harus ditambahkan dalam analisis
sistem fondasi terhadap beban lateral.
14
15
Pasal 14
Perizinan Dewatering
(1) Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan dewatering harus mendapatkan izin
dari Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Pelaksanaan dewatering harus dilaporkan secara berkala sekurang-kurangnya
sekali dalam satu bulan kepada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Bagian Ketiga
Perencanaan Fondasi
Pasal 15
(1) Analisis Perencanaan fondasi yang harus dilakukan sekurang-kurangnya
meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Analisis detail kelompok tiang terhadap kombinasi beban axial, lateral, dan
momen dengan kombinasi statik dan dinamik.
Penetapan konstanta pegas aksial sistem fondasi rencana.
g.
Tekanan tanah lateral, statik maupun seismik, serta akibat pekerjaan galian
dan timbunan.
h.
i.
j.
Analisis untuk tanah yang mempunyai sifat khusus, seperti tanah lunak (Su
< 25 kPa, PI >20, wn 40%), tanah ekpansif, tanah urugan tinggi.
k.
b.
16
c.
fondasi
harus
SW
1
0,9
0,9
SIDL
1
-
LLr
1
-
Eqx
-
Eqy
-
Up N
1
-
Up B
1
SF
2,5
2,5
1,25
SW
1
1
1
1
0,9
0,9
SIDL
1
1
1
1
0,9
0,9
LLr
1
1
1
1
-
Eqx
1
0,3
1
0,3
1
0,3
Eqy
0,3
1
0,3
1
0,3
1
Up N
1
1
1
1
Up B
-
Pijin aksial tiang boleh diambil 1.5 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan
statik
Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 6.25mm
Tabel 6. Kombinasi pembebanan kondisi gempa maksimum
No SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1
1
1
1xf
2
1
1
1
1xf
3
0,9
0,9
1xf
1
4
0,9
0,9
1xf
1
Pijin aksial tiang boleh diambil 2 x P ijin aksial tiang untuk kondisi pembebanan statik
Untuk daya dukung lateral tiang, diambil batas deformasi lateral 13 mm
Tabel 7. Kombinasi pembebanan kondisi gravitasi untuk penulangan tiang
No
SW
SIDL
LLr
Eqx
Eqy
Up N
Up B
1
1,4
1,4
2
1,4
1,4
1,4
3
1,4
1,4
1,05
4
1,2
1,2
1,6
5
1,2
1,2
1,6
1,2
6
1,2
1,2
1,6
1,05
7
0,9
1,4
8
0,9
1,05
Tabel 8. Kombinasi pembebanan kondisi gempa nominal untuk penulangan tiang
17
No
1
2
3
4
5
6
SW
1,2
1,2
1,2
1,2
0,9
0,9
SIDL
1,2
1,2
1,2
1,2
0,9
0,9
LLr
1
1
1
1
-
Eqx
1
0,3
1
0,3
1
0,3
Eqy
0,3
1
0,3
1
0,3
1
Up N
1
1
1
1
Up B
-
D1)
L+Lr
Wx8)
Wy8)
Fa
No. Comb
SNI / ASCE
1
2
3
1
11a)
11a)
1
-
1
-
0.75
2,3,4
1
5
D1)
L+Lr
EQx
EQy
Fa
1-4
1+0.14SDS
0.635)
5-8
1+0.14SDS
9-12
1+0.105
SDS
1+0.105
0.75
0.189
0.4725
0.1418
0.1895)
0.63
No. Comb
SNI / ASCE
5
0.1418
0.4725
13-16
0.75
18
17204b)
21244b)
SDS
0.6
0.6
0.63
0.189
0.6
0.189
0.63
0.6
D1)
L+Lr
EQx
EQy
Fa
1-4
1+0.14SDS
0.63 0
5-8
9-12
1+0.14SDS
1+0.105SDS
0.75
5
6
13-16
1+0.105SDS
0.75
17-20
0.6
0.189 0
0.4725
0
0.1418
0
0.63 0
0.6
21-24
0.6
0.189 0
0.189
0
0.63 0
0.1418
0
0.4725
0
0.189
0
0.63 0
No. Comb
SNI /
ASCE
5
0.6
Catatan:
1. D = SW (Self Weight) + SIDL (Superimposed Dead Load)
1a. Khusus pada kombinasi dengan beban uplift, besarnya beban D yang
diperhitungkan hanya berasal dari berat sendiri struktur SW (Self
Weight). D = SW (Berat sendiri struktur / Self Weight).
2. Pijin boleh dikalikan dengan faktor 1.3 karena beban yang terjadi merupakan
transient load (beban sementara)
3. Khusus untuk gempa dengan overstrength factor (0), pada Tabel C,
redundancy factor, = 1.0 (karena kombinasi beban yang digunakan adalah
dengan menggunakan faktor kuat-lebih : SNI 1726:2012 pasal 7.3.4.1; ASCE
7-10 Sect. 12.3.4.1).
4. SNI1726:2012 pasal 7.4.2.2; ASCE 7-10 Sect 12.4.2.2 : Pengaruh beban
gempa vertikal (Ev = 0.2 SDS D) boleh dijinkan = 0 bila :
a. SDS < 0.125
b. Pada kombinasi beban 8 (no. comb. SNI / ASCE), persamaan E=E h-Ev
(pengaruh gempa pada kondisi tarik) dalam menentukan kebutuhan pada
muka-kontak tanah-struktur di fondasi
5. SNI1726:2012 pasal 7.13.4; ASCE 7-10 Sect. 12.13.4 : Pengaruh
penggulingan di muka-kontak tanah-fondasi diijinkan untuk direduksi dengan
10 persen untuk fondasi struktur yang didesain sesuai dengan persyaratan
analisis ragam (modal response spectrum analysis).
6. SNI1726:2012 pasal 7.4.3.3; ASCE 7-10 Sect. 12.4.3.3 : Apabila digunakan
Allowable Stress Design (ASD) untuk gempa dengan overstrength factor, maka
Pijin boleh dikalikan dengan faktor 1.2.
7. SNI 1726:2012 pasal 4.2.3; ASCE 7-10 Sect 2.4.1 : Bila beban tanah H bekerja
pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan sbb:
a. Bila beban H memperkuat pengaruh variabel beban utama, maka tambahkan
1.0 H pada beban kombinasi
19
b.
c.
d.
e.
c.
d.
e.
f.
20
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar
dan atau dinding geser.
j.
(5) Penggunaan sistem fondasi yang merupakan gabungan antara fondasi tiang dan
fondasi rakit diperkenankan dengan memperhatikan beberapa kondisi sebagai
berikut :
a Tiang fondasi yang digunakan bersifat tiang friksi (friction pile)
b Sekurang-kurangnya 75 % beban yang bekerja pada fondasi harus bisa
ditahan oleh daya dukung izin salah satu sistem dari sistem gabungan tadi
baik oleh fondasi tiang atau oleh Fondasi rakit.
c Dalam analisis rakit bertiang, dalam hal kepentingan fondasi tiang, beban
yang dipikulkan pada rakit harus dihitung dengan seksama dan tidak boleh
lebih besar dari 25% dari beban total yang ada, kecuali dapat didukung atau
dibuktikan dengan suatu analisis detail interaksi tanah-tiang-rakit yang
rasional.
d Distribusi gaya-gaya yang masuk ke sistem fondasi tiang dan fondasi rakit
harus dilakukan dengan metoda numerik yang rasional.
21
Pada penggunaan tiang fondasi yang tidak berfungsi sebagai fondasi tiang
permanen, maka Perencana harus bisa menunjukkan bahwa pada saat tiang
tidak dibutuhkan, tiang tersebut harus sudah gagal terlebih dahulu.
f Penurunan bangunan yang menggunakan sistem fondasi tiang-rakit tidak
boleh lebih dari 15 cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa
struktur bangunan mampu mendukung penurunan maksimum yang terjadi
dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan. Besaran ini bisa
dilampaui apabila dapat dibuktikan tidak akan terjadi hal-hal negatif pada
bangunan tersebut sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya.
g Apabila dianggap perlu, pada penggunaan sistem fondasi tiang-rakit,
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta bisa meminta untuk dilakukan
pelaksanaan instrumentasi pada sistem fondasi ini untuk mengamati perilaku
sistem tersebut.
(6) Untuk Perencanaan fondasi tiang-rakit, harus dilakukan analisis detail
menggunakan metoda numerik yang rasional guna mendapatkan distribusi
gaya-gaya yang masuk ke fondasi tiang dan fondasi rakit.
(7) Tiang Bor yang Dilaksanakan dengan Sistem Wash-boring tidak diizinkan.
Pasal 17
Daya Dukung, Kapasitas dan Faktor Keamanan fondasi
(1)
(2)
Penentuan Faktor Keamanan (FK) untuk Daya Dukung Tiang fondasi harus
sesuai dengan tabel 10 dan harus memenuhi deformasi yang diizinkan.
(3)
c.
Dimensi tiang.
d.
Konfigurasi tiang.
22
e.
f.
Panjang tiang.
g.
23
Tarik
Teoritis atau
empiris yang
sudah diverifikasi
dengan
loading test
static
1.
2.50
2.50
2.
1.67
1.67
Teoritis atau
empiris yang
sudah diverifikasi
dengan
uji PDA(**)
1.
3.00
3.00
2.
2.00
2.00
(*)
Banjir rencana yang perlu diperhitungkan adalah banjir periode ulang 50 tahunan
(**) PDA = Pile Driving Analyzer
Pasal 18
Perencanaan sistem fondasi dan besmen harus memperhitungkan gaya uplift
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1)
(2)
(3)
(4)
(1) Perencana
24
Pasal 20
Subgrade Modulus
(1) Penggunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau
pressuremeter-test atau dari analisis penurunan (immediate dan konsolidasi)
harus dilakukan dengan penyesuaian berdasarkan pertimbangan dimensi
konstruksi fondasi, kondisi lapisan tanah, dan beban yang bekerja.
(2) Proses analisis harus dilakukan dengan proses iterasi hingga tercapai
konvergensi subgrade modulus yang digunakan dengan subgrade modulus dari
deformasi yang didapat.
Pasal 21
Perhitungan Sistem fondasi dan Konstanta Pegas Tanah
(1) Perencanaan detail, tie-beam, pile-cap, large pile-cap, rakit/tiang-rakit, dan lantai
besmen harus memperhitungkan konstanta pegas tanah
(2) Konstanta pegas harus memperhitungkan baik total maupun beda settlement
(immediate dan konsolidasi) yang telah dihitung dari kondisi lapisan-lapisan
tanah dan sistem fondasi.
(3) Perencanaan harus memperhitungkan distribusi nilai konstanta pegas pada
areal large pile-cap atau rakit sebagai konsekuensi dari adanya beda settlement
tersebut. Dengan demikian untuk suatu sistem large pile-cap atau rakit, dishingeffect termodelkan secara representatif.
(4) Perhitungan detail struktur large pile-cap, atau rakit yang menggunakan pegas
sebagai reaksi tanah atau sistem tanah-fondasi tiang, maka proses iterasi untuk
memenuhi kompatibilitas distribusi penurunan didapatkan dari hasil perhitungan
penurunan dan perhitungan struktur dengan pegas-pegas serta dapat
dimodelkan dengan bantuan software untuk mendapatkan hasil tingkat akurasi
yang lebih baik.
Pasal 22
Hubungan Pile dengan Pile-Cap
(1)Perencanaan harus dapat menunjukkan perilaku dan kekuatan hubungan pile
dengan pile-cap mempunyai daktilitas yang baik, dimana pada kondisi beban
lateral nominal gempa dikalikan f2 (sesuai ketentuan yang berlaku)
(2)Gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan Pile dengan Pile-Cap harus
mampu ditahan oleh tulangan terpasang.
Pasal 23
Kombinasi Tipe Fondasi pada Suatu Kolom
Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal
untuk mendukung suatu kolom tidak diperbolehkan kecuali bisa dibuktikan dengan
teori yang bisa dipertanggung jawabkan serta didukung data-data dan metode test
yang sesuai.
25
Pasal 24
Perencanaan Besmen
(1) Perencanaan besmen sekurang-kurangnya harus mencakup hal-hal sebagai
berikut :
a.
b.
c.
d.
Analisis dan Perencanaan pile-cap, tie-beam, atau rakit (raft) dan lantai
besmen berdasarkan informasi deformasi atau konstanta pegas tanah atau
sistem fondasi.
e.
(2) Tekanan tanah Statik pada dinding besmen sebagaimana tercantum pada ayat 1
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
26
dalam analisis struktur atas. Khusus untuk beban gempa struktur atas yang
dikerjakan pada strutur basemen mengacu ke Pasal 45 butir (11)
g.
Tekanan air pada dinding dan dasar besmen harus ditetapkan
berdasarkan tinggi muka air maksimum yang mungkin terjadi selama masa
layanan bangunan.
h.
Dalam
menetapkan
tinggi
muka
air
maksimum,
harus
dipertimbangkan adanya air permukaan dari aliran air hujan dan banjir, jenis
lapisan tanah, serta kondisi bangunan serta pelaksanaan bangunan.
i.
Apabila tidak dapat ditunjukkan dengan data yang akurat dan analisis
yang lengkap, maka muka air tanah harus diletakkan pada elevasi banjir di
lokasi proyek, dengan catatan elevasi tersebut tidak boleh lebih rendah dari
permukaan tanah sebelum bangunan ini dibuat.
Pasal 25
Analisis Tanah Khusus
(1)
(2)
Apabila dalam lapisan tanah 30 meter paling atas terdapat lapisan pasir
urai jenuh, maka harus ada analisis potensi likuifaksi serta sistem fondasi harus
diperitungkan terhadap beban liquifaksi dan sebaran lateral (lateral spread).
Pasal 26
Analisis Detail Elemen-elemen Sistem Fondasi
(1) Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan terhadap gaya gravitasi, gempa, angin, dan beban
khusus baik dari struktur atas, maupun terhadap tekanan tanah, beban air banjir,
dan beban lain yang dilimpahkan pada sistem fondasi tersebut dan hasil analisis
harus menunjukkan bahwa daya dukung kapasitas masih mencukupi serta
deformasi tanah tidak melampaui batas yang diizinkan.
(2) Apabila letak elemen sistem fondasi cukup dekat (jarak horisontal masih satu
order of magnitude dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi
tersebut harus diperhitungkan dalam analisis, dengan mencakup pengaruh nonlinearitas serta pengaruh non-elastik.
(3) Detail dimensi elemen dan sistem fondasi, termasuk struktur penahan tanah
lateral, harus dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang lazim dalam
praktek.
(4) Sambungan antara elemen tiang fondasi dan pelat, balok, dan kepala tiang,
harus memenuhi persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja
pada sambungan tersebut dan harus mampu menahan beban gempa kuat serta
memenuhi persyaratan daktilitas.
(5) Tiang atau pelat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan
memperhitungkan faktor korosi.
27
(6) Detail penulangan fondasi tiang harus memenuhi persyaratan dalam aturan
tentang konstuksi beton, serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan
distribusi beban kerja sepanjang dinding tiang.
Pasal 27
Perhitungan dengan Program Komputer
(1) Apabila analisis geoteknik untuk perencanaan fondasi, sistem penahan galian,
dinding besmen, ataupun interaksi tanah-struktur menggunakan program
komputer, maka harus ada penjelasan mengenai program yang digunakan,
meliputi asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan, parameterparameter tanah yang digunakan.
(2) Input dan output komputer harus disertakan dalam pengajuan ijin dan diberikan
penjelasan lengkap mengenai hasil perhitungan komputer tersebut yang
dijadikan sebagai dasar untuk Perencanaan.
Pasal 28
Gambar-gambar Perencanaan Fondasi/Struktur Bawah
Gambar-gambar Perencanaan fondasi/struktur bawah sekurang-kurangnya harus
meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
28
(3) Prosedur dan interpretasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan
standar ASTM edisi terakhir.
(4) Hasil uji pembebanan harus dibuat dan ditandatangani oleh tenaga ahli yang
meliliki IPTB Geoteknik serta dievaluasi oleh perencana struktur.
(5) Besarnya beban pada uji pembebanan minimal 200% dari beban rencana
Pasal 30
Uji Pembebanan pada Fondasi Tiang
(1)
(2)
(3)
Untuk tiang yang ditekan (pressed pile) kriteria yang ditentukan harus
sama dengan kriteria untuk tiang bor.
Uji pembebanan aksial harus dilaksanakan untuk semua jenis fondasi sebagai
berikut, kecuali Perencanaan fondasi dengan S.F. min = 4:
N 1000; Ntest = 1,0 % * N
N 3000; Ntest = 0,8 % * N
N 6000; Ntest = 0,5 % * N
N 8000; Ntest = 0,4 % * N
dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40% test dilakukan pada tahap konstruksi
dan 60% bisa pada sebelum tahap konstruksi.
(4)
(5)
(6)
(7)
Besar beban percobaan pada pelaksanan uji pembebanan tiang yang bersifat
used pile (used pile = tiang yang akan menjadi bagian dari fondasi bangunan)
adalah 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban gravitasi untuk
uji beban aksial, dan 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban
lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana.
Batasan deformasi uji pembebanan pada 200% pembebanan rencana
sebagai berikut:
a.
25 mm utk tiang dengan diameter max 80 cm.
b.
4% diameter utk tiang > 80 cm.
Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dari
pembebanan 200% tidak boleh melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam
ketentuan teknis yang berlaku.
Pada kondisi khusus, seperti tiang bor diameter besar dengan panjang > 30
m, di mana penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan
FK yang tinggi atau ada provisi penurunan tambahan, maka harus
melaksanakan instrumented pile test.
29
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Deformasi lateral maksimum pada kepala tiang pada pelaksanaan test (kondisi
free-head) harus memenuhi besaran-besaran :
30
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
a.
10 mm pada beban 100% beban rencana.
b.
25 mm pada beban 200% beban rencana
Apabila pada kondisi beban 200% beban rencana ternyata deformasi yang
disyaratkan tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan penyesuaian dengan
menggunakan kurva beban-defleksi sesuai syarat-syarat batas yang
ditetapkan, sehingga deformasi pada beban rencana dan faktor keamanan
minimum yang ada masih memenuhi syarat.
Pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari batasan di atas pada kondisi
gempa kuat atau beban kapasitas struktur atas diizinkan dengan catatan tidak
terjadi plastifikasi pada fondasi tiang.
Apabila jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dari 4 tiang
percobaan, maka maksimal 2 dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk
percobaan beban horisontal.
Uji pembebanan lateral harus dilaksanakan pada kepala tiang yang
direncanakan (cut-off level).
Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya diizinkan untuk dipakai
sebagai pembanding dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada pasal
29 ayat 2 dengan jumlah maksimal 25% dari yang disyaratkan.
Pasal 34
(1) Apabila dalam perencanaan struktur terdapat gaya aksial tarik pada fondasi
31
Bagian kelima
Perencanaan Struktur Atas
Pasal 37
Data Laporan Perencanaan Struktur Atas
Kelengkapan laporan perhitungan struktur yang disampaikan harus meliputi :
(1)
Ukuran dan tinggi bangunan, jumlah lapis bangunan dan jumlah
lapis besmen.
(2)
(3)
Penggunaan bangunan
(4)
(5)
(6)
2.
3.
4.
Kelas Situs
5.
6.
7.
(7)
8.
9.
(a) Kecepatan angin desain ultimate, Vult, (3-second gust), m/detik atau
kecepatan angin desain nominal, Vads
(b) Katagori resiko
(c) Wind exposure
(d) Koefisien tekanan internal yang digunakan
(e) Components dan cladding. Tekanan angin desain dalam kN/m2 yang
digunakan untuk desain material komponen luar dan cladding
(8)
(9)
(10)
Mutu material
(11)
(12)
(13)
Penjelasan mengenai
bangunan dan kelas situs
jenis
tanah
lapisan
tanah
dibawah
32
(14)
(15)
(1)
(2)
(3)
(4)
(1) Kelengkapan perencanaan struktur atas harus memuat analisis perhitungan dan
gambar-gambar denah struktur (structural layout) yang memuat penjelasan jarakjarak, dimensi elemen struktur, jenis material dan sumbu-sumbu bangunan.
(2) Apabila material struktur menggunakan struktur baja, maka harus disertai
penjelasan mengenai tipe struktur, sambungan, dan asumsi titik-titik hubungan
antar batang-batang.
(3) Perencanaan struktur atas harus menjelaskan secara umum mengenai sistem
fondasi yang akan digunakan.
Pasal 40
Pembebanan
(1) Perencanaan struktur atas harus mangacu pada peraturan pembebanan yang
berlaku.
(2) Kombinasi pembebanan harus dihitung dan ditinjau menurut ketentuan yang
berlaku.
(3) Jenis pembebanan vertikal dan pengambilan reduksi beban hidup yang
digunakan pada setiap lantai untuk analisis portal balok, kolom dan fondasi,
serta kondisi gempa harus dijelaskan secara rinci.
(4) Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan fungsi bangunan sesuai
dengan kondisi yang kemungkinan akan terjadi.
(5) Pembebanan untuk pengaruh gempa agar mengacu kepada ketentuan teknis
yang berlaku
(6) Apabila diperlukan, perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan
pengaruh angin sesuai ketentuan yang berlaku.
(7) Perencanaan struktur harus memperhitungkan beban tekanan tanah dan tekanan
air yang bisa mempengaruhi besar gaya-gaya dalam, termasuk pada saat terjadi
gempa.
33
Pasal 41
Material dan Penampang
(1) Data-data perencanaan struktur beton harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Mutu beton dan batas-batas bila ada yang berbeda mutunya
b. Mutu baja tulangan untuk tiap elemen struktur beton
c. Ketentuan tentang penampang retak yang digunakan pada perhitungan
struktur (note: dipindah ke Pasal 42 ayat (3))
d. Asumsi bentuk penampang balok yang digunakan pada perhitungan,
(2) Data-data perencanaan struktur baja harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
Mutu material batang-batang (elemen/member)
b.
Jenis dan mutu alat penyambung.
(3) Data-data perencanaan struktur kayu harus meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
Kelas kuat dan kelas awet kayu yang dipakai
b.
Mutu dan jenis alat penyambung yang dipakai
c.
Tipe dan jenis detail sambungan yang diterapkan
Pasal 42
Pemodelan Struktur
(1) Elastisitas modulus beton pada pemodelan struktur dan analisis struktur baik
statik maupun dinamik, harus diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Untuk pelat lantai searah atau dua arah dengan balok, maka kekakuan balok
harus dihitung sebagai balok T atau L,
(3) Properti kekakuan elemen beton harus memperhitungkan pengaruh penampang
retak.
(4) Untuk sistim rangka baja pemikul momen, kontribusi deformasi daerah panel
pertemuan kolom-balok harus diperhitungkan.
(5) Model harus menyertakan kekakuan dan kekuatan elemen yang signifikan,
seperti ramp dan lain-lain.
Pasal 43
Perhitungan dengan Program Komputer
Perhitungan struktur dengan bantuan komputer harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
(1)
Apabila perhitungan struktur menggunakan program komputer
yang belum dikenal secara umum, ataupun program yang dikembangkan
sendiri, maka harus disampaikan penjelasan tentang program tersebut baik
mengenai prinsip yang dipakai, kriteria penggunaan, batasan-batasan,
pembuktian dengan program yang bisa dikatakan sudah baku seperti ETABS,
SAP, SAFE, GT-STRUDL, SANS, dll.
(2)
digunakan
dalam
34
(3)
(4)
Tampak 3-D dari struktur utama dan denah/plan/lay out tiap lantai
serta beberapa elevasi yang penting keluaran program komputer agar
dilampirkan; juga beberapa data utama dalam bentuk print out agar
disampaikan, meliputi penampang elemen-elemen struktur.
(5)
(6)
(7)
(8)
(1) Besar beban yang dipergunakan dalam perencanaan pengaruh beban gravitasi
ditentukan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung SNI 1726 Beban minimum untuk perancangan struktur gedung dan
bagunan lainnya yang berlaku.
(2) Jenis pembebanan akibat pengaruh gravitasi dan pengambilan reduksi beban
hidup yang digunakan pada setiap lantai untuk analisis dan desain portal balok,
kolom dan fondasi, serta kondisi gempa harus dijelaskan secara rinci.
Pasal 45
Perhitungan Pengaruh Gempa
(1) Perencanaan pengaruh gempa pada struktur bangunan harus mengacu pada
Peraturan Gempa SNI 1726 Tata cara perencanaan ketahan gempa untuk
struktur bangunan gedung dan non gedung yang berlaku.
(2) Ketentuan-ketentuan pokok dalam penentuan besar gaya gempa berdasarkan
prosedur statik equivalen dalam dua arah utama bangunan yang meliputi:
a. Faktor keutamaan dan katagori resiko struktur bangunan
b. Parameter percepatan gempa
(i). Parameter percepatan gempa terpetakan
(ii). Koefisien situs
(iii). Parameter spektrum respons
(iv). Parameter percepatan spektral desain, dan spektral desain
c. Penentuan KDS (Kategori Desain Seismik)
35
g. kombinasi respons geser dasar tidak boleh kurang dari 85% geser dasar
static (dipindah ke 7(h))
h. penentuan parameter sistim struktur, mencakup faktor modifikasi respons, R,
faktor kuat lebih sistim, 0, dan koefisien amplifikasi defleksi, Cd, berdasarkan
tabel 9 SNI 1726 yang berlaku
i.
j.
36
j.
k.
Massa bangunan.
Eksentrisitas rencana pada beban lateral.Momen torsi bawaan, momen torsi
tak terduga dan pembesaran torsi tak terduga (bila ada)
Nilai faktor redundansi.
Efek gempa vertikal
Kontrol waktu getar fundamental
Modal mass participation untuk seluruh mode yang ditinjau dimana nilainya
harus lebih besar dari 85 % massa total.
Kontrol hasil analisis dinamik, kombinasi respons geser dasar tidak boleh
kurang dari 85% geser dasar statik yang dihitung sesuai butir 2 diatas
Grafik gaya geser tingkat pada hasil analisis statik dan analisis dinamik
serta
gaya geser tingkat nominal desain yang digunakan pada
perencanaan.
Kontrol simpangan antar tingkat pada kondisi layan dan kondisi ultimate
Kontrol nilai R parameter sistim struktur (R, 0, dan Cd) bila diperlukan
(8) Apabila bangunan memiliki denah yang tidak beraturan atau tidak orthogonal,
maka perencana harus melakukan analisis pengaruh gaya gempa dengan
perhitungan 3-Dimensi.
(9) Pengaruh gaya gempa pada bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
harus dilakukan perhitungan pengaruh gempa dengan berbagai arah gaya
gempa (diputar-putar) tanpa perlu meninjau gabungan pengaruh gempa 100 %
pada arah yang ditinjau bersamaan dengan 30 % dari arah tegak lurusnya
dengan tetap memperhitungkan exentrisitas tambahan.
(10) Pengaruh gempa pada bangunan tinggi harus memperhatikan struktur sekunder
dan/atau elemen non-struktur lain yang bisa membahayakan pengguna
bangunan dan lingkungan sekitarnya.
(11) Apabila struktur atas yang fleksibel diatas struktur basemen yang kaku
memenuhi persyaratan sesuai Pasal 7.2.3.2 butir a dan b, maka struktur atas
dapat dianalisis terpisah dengan taraf penjepitan lateral di ground floor dengan
menggunakan nilai R dan yang sesuai. Sedangkan basemen yang kaku
dianalisis terpisah sebagai struktur 3/D dengan nilai R dan yang sesuai. Reaksi
beban gempa dari struktur atas dikerjakan ke struktur basemen diperbesar
dengan rasio (R/)atas/(R/)basemen. Rasio ini tidak boleh kurang dari 1,50.
Pasal 46
37
Beban Angin
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
Mutu beton dan baja tulangan yang digunakan agar dijelaskan, termasuk bila
terjadi perubahan-perubahannya.
(3)
Penggunaan mutu baja tulangan untuk tulangan pokok dibatasi sampai kelas
mutu baja dengan tegangan leleh 400 420 MPa khususnya pada penggunaan
untuk elemen-elemen yang bisa mengalami pelelehan pada saat terjadi gempa,
sesuai ketentuan teknis yang berlaku.
(4)
(5)
(6)
(7)
38
(8)
Untuk bangunan dengan panjang lebih dari 120 meter harus diperhitungkan
terhadap pengaruh temperatur
Pasal 48
Struktur dengan Beton Pratekan
(1)
(2)
f.
g.
h.
0.9Md + 1.0Ms E;
(i) 1.Md +1.6Ml + 1.0Ms;
(ii) (1.2+0.20SDS)Md+(MQEX0.3MQEY)+Ml+Ms;
(iii) (1.2+0.20SDS)Md+(0.3MQEXMQEY)+Ml+Ms;
(iv) (0.9-0.20SDS)Md+(MQEX0.3MQEY)+Ms;
(v) (0.9-0.20SDS)Md +(0.3MQEXMQEY)+Ms,
dimana Ms adalah momen sekunder akibat gaya pratekan
Pengaruh pratekan pada kolom-kolom ataupun elemen struktur vertikal
lainnya harus diperhitungkan, termasuk pengaruh dari pentahapan pratekan
(stage of prestressing).
Apabila digunakan lantai beton pracetak pratekan pada bangunan tinggi
maka harus dipasang tulangan jangkar pada masing-masing tumpuannya
untuk memindahkan gaya geser diaphragm dan harus ada topping
(pengecoran beton) dengan tulangan negatif di atasnya.
Dan hal-hal khusus lain yang diperlukan.
Pasal 49
Struktur Baja
(1) Perencanaan struktur baja harus mengacu pada ketentuan teknis yang berlaku.
(2) Apabila dalam ketentuan teknis yang berlaku di Indonesia belum mengatur halhal tertentu dalam perencanaan struktur baja maka diizinkan menggunakan
peraturan dari negara lain dengan menyampaikan salinan peraturan yang
dimaksud.
39
g. Dibuat diatas kertas A1 dalam cetak biru dengan dilipat menjadi seukuran
folio, kwarto, atau A4.
h. Dipertanggungjawabkan
pemegang SIPTB.
dan
ditandatangani
oleh
perencana
struktur
(2) Gambar detail yang bersifat umum seperti sambungan struktur baja tipikal,
pertemuan struktur baja dan beton, dan detail khusus yang bisa berpengaruh
pada keamanan struktur harus disertakan.
(3) Untuk melengkapi dokumen perencanaan, khususnya gambar rencana, maka
hal-hal berikut ini harus dimasukkan dalam dokumen gambar, sebagai bagian
dari gambar standar:
a. Dekripsi dari proyek, tinggi bangunan, penggunaan bangunan;
b. Diskripsi tentang sistim struktur yang digunakkan: sistim fondasi, sistim lantai
bangunan pada struktur bawah (basemen) dan struktur atas, sistim penahan
lateral;
c. Material struktur yang digunakan;
40
d. Kriteria desain struktur: Beban hidup, faktor redusi beban hidup untuk balok,
kolom dan fondasi, Beban mati tambahan (partisi dan finising, M/E), beban
enveloped bangunan, Beban seismik (Parameter percepatan terpetakan,
Faktor jenis tanah, parameter desain spectral (spectral desain), Beban angin
(Kecepatan angin dasar, kondisi eksposure, dll);
e. Denah beban setiap lantai.
Pasal 52
Percobaan Beban pada Bagian Struktur
(1) Percobaan Uji pembebanan pada bagian struktur diperlukan apabila:
a. Adanya keragu-raguan terhadap kebenaran asumsi-asumsi yang diambil
b. Tidak dapat dihitung dengan tepat, karena menggunakan sistem baru yang
belum lazim dipakai dan tidak dapat dibuktikan dengan perhitungan.
c. Terjadi hal-hal yang kurang memenuhi syarat saat dilaksanakan dan
diperkirakan bisa membahayakan, atau diragukan kekuatan ataupun
kekakuannya.
(2) Prosedur percobaan beban pada bagian struktur tersebut di atas harus terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari Dinas sebelum pelaksanaannya dimulai, dan
hasil pelaksanaannya harus dilaporkan kepada Dinas.
41
Bagian Keenam
Perencanaan Struktur Sekunder
Pasal 53
(1) Yang termasuk dalam struktur sekunder antara lain:
a. Kulit bangunan seperti clading dan panel pracetak
b. Parapet / dinding pengaman pada bangunan parkir dan ramp
c. Railing void dan hand railing.
d. Perletakan ornamen-ornamen yang memerlukan dukungan struktur yang
spesifik.
e. Dan elemen nonstruktural lain yang dinilai perlu.
(2) Khusus untuk perencanaan struktur sekunder sesuai ayat (1) butir a, d, dan e
harus dilaporkan secara terpisah oleh perencana struktur sekunder tersebut.
(3) Struktur sekunder berupa dinding pengaman (parapet) penahan beban
kendaraan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pembebanan ditetapkan sebagai beban terpusat sebesar 2700 Kg yang
bekerja pada titik pusat tumbukan pada ketinggian 46 cm dari permukaan
lantai pada elemen dengan luas minimum penyebaran beban 30 x 30 cm2.
b. Faktor beban yang ditetapkan sebesar 1.6
c. Apabila menggunakan struktur beton bertulang, ketebalan dinding minimum
15 cm.
d. Apabila menggunakan angkur pada struktur baja, maka kekuatan angkur
yang terpasang harus memiliki kekuatan 1.2 kali lebih kuat dari kekuatan
nominal
e. Diwajibkan membuat car stopper minimal setinggi 15 cm dengan jarak antar
car stopper minimal dapat menahan 2 (dua) roda kendaraan
f. Untuk dinding penahan kendaraan truk dan bus harus ditinjau khusus.
(4) Struktur sekunder berupa handrail direncanakan dengan mengambil beban kerja
terbesar yang akan terjadi antara beban terpusat sebesar 90 Kg pada puncak
handrail atau beban merata sebesar 75 kg/m pada sembarang arah serta harus
ditinjau sekurang-kurangnya pada 2 (dua) arah salib sumbu.
42
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal .....................................2015
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA