Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum


Perencanaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebelum
dilaksanakannya suatu proyek. Perencanaan gedung bertingkat ataupun
konstruksi lainya harus dipikirkan dengan matang karena menyangkut
investasi dana yang jumlahnya yang banyak. Perencanaan bangunan rumah
maupun gedung perlu memperhatikan kriteria–kriteria perencanaan, agar
aman dan nyaman untuk di huni maupun indah dipandang. Kriteria
perencanaan konstruksi bangunan antara lain teknis, ekonomis, fungsional,
estetika, ketentuan standar.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang tata cara dan langkah–langkah
perhitungan struktur mulai dari struktur mulai dari struktur atas yang
meliputi plat, balok, kolom tangga sampai dengan perhitungan struktur
bawah yang terdiri sloof dan pondasi. Studi pustaka dimaksudkan agar dapat
memperoleh hasil perencanaan yang optimal dan akurat. agar sesuai kriteria
perencanaan maka perhitungan strukutur di sesuaikan dengan syarat–syarat
dasar perencanaan suatu gedung bertingkat yang berlaku di indonesia
sehingga diharapkan hasil yang akan diperoleh nantinya tidak akan
menimbulkan kegagalan struktur.
2.2. Ruang Lingkup Perencanaan
Ruang lingkup perencanaan meliputi beberapa tahapan-tahapan, yaitu tahap
persiapan, tahap studi kelayakan, tahap desain bangunan, tahap perhitungan,
tahap perhitungan struktur dan tahap perhitungan biaya.
2.2.1. Perencanaan Konstruksi
Perencanaan merupakan perhitungan setelah dilakukan analisa
struktur. Lingkup perencanaan pada beton konvensional meliputi
pemilihan dimensi elemen dan perhitungan tulangan yang di perlukan
agar penampang elemen mempunyai kekuatan yang cukup untuk
memikul beban-beban pada kondisi layak (service load) dan kondisi
batas (ultimate load). Struktur dirancang dengan konsep kolom kuat
balok lemah (strong coloum weak beam), dimana sendi plastis
direncanakan terjadi di balok untuk meratakan energi gempa yang
masuk.
Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan
yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain
struktur perlu dicari kedekatan antara jenis struktur dengan masalah
masalah seperti arsitektural, efisiensi, serviceability, kemudahan
pelaksanaan dan juga biaya yang diperlukan. Adapun faktor yang
menentukan dalam pemilihan jenis struktur adalah sebagai berikut:
1. Aspek arsitektural
Pengolahan perencanaan denah, gambar tampak, gambar potongan
dan perspektif, interior, eksterior dan estetika.
2. Aspek fungsional
Perencanaan struktur yang baik sangat memperhatikan fungsi
daripada bangunan tersebut. Dalam kaitannya dengan penggunaan
ruang, aspek fungsional sangat mempengaruhi besarnya dimensi
bangunan yang direncanakan.
3. Kekuatan dan kestabilan struktur
Kekuatan dan kestabilan struktur mempunyai kaitan yang erat
dengan kemampuan struktur untuk menerima beban-beban yang
bekerja, baik beban vertical maupun beban lateral dan kestabilan
struktur baik arah vertical maupun lateral.
4. Faktor ekonomi dan kemudahan pelaksanaan
Struktur harus mampu mendukung beban rancang secara aman
tanpa kelebihan tegangan ataupun deformasi yang dalam batas
yang diizinkan. Pembangunan dan pemeliharaan konstuksi tersebut
diharapkan dapat diselenggarakan dengan biaya seefisien mungkin,
namun masih memungkinkan terjaminnya tingkat keamanan dan
kenyamanan.
5. Aspek lingkungan
Aspek lingkungan merupakan salah satu aspek yang ikut
menentukan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek.
Dengan adanya suatu proyek diharapkan akan memperbaiki kondisi
lingkungan dan kemasyarakatan. Sebagai contoh dalam
perencanaan lokasi dan denah haruslah mempertimbangkan kondisi
lingkungan sekitar, baik dampak negatif maupun dampak positif.
Sedangkan pemilihan jenis pondasi (sub structure) yang digunakan
menurut (Suryono, 1984) didasarkan pada beberapa pertimbangan
yaitu :
1. Keadaan tanah pondasi
Jenis tanah, daya dukung tanah, kedalaman tanah keras dan
beberapa hal yang menyangkut keadaan tanah erat dengan jenis
pondasi yang dipilih.
2. Batasan-batasan akibat konstruksi diatasnya
Keadaan stuktur atasa sangat mempengaruhi pemilihan jenis
pondasi, hal ini meliputi kondisi beban (besar beban, arah beban
dan penyebaran beban) dan sifat dinamis bangunan diatasnya (statis
tertentu dan tak tentu, kekakuan dan sebagainya).
3. Batasan-batasan di lingkungan sekelilingnya
Hal ini menyangkut lokasi proyek, pekerjaan pondasi tidak boleh
mengganggu atau membahayakan lingkungan sekitar.
4. Waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan
Suatu proyek pembangunan akan sangat memperhatikan aspek
waktu dan biaya pelaksanaan pekerjaan, karena hal ini sangat erat
hubungannya dengan tujuan pencapaian kondisi ekonomis dalam
pembangunan.
2.2.2. Dasar-Dasar Perhitungan dan Perencanaan
Dalam perencanaan struktur Gedung D Kampus IV Universitas
Muhammadiyah Bengkulu Kota Bengkulu pedoman yang digunakan
sebagai acuan adalah :
1. Pedoman Perencanaan Pembangunan Untuk Rumah dan Gedung
SNI 1727-1989-F. Digunakan dalam penentuan beban yang
diizinkan dalam sebuah perencanaan gedung, dan memuat
ketentuan-ketentuan beban yang diizinkan dalam perhitungan
konstruksi bangunan.
2. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung,
SNI 03-2847-2002 oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia
(BSNI). Digunakan sebagai pedoman perencanaan perhitungan
struktur beton untuk bangunan gedung.
Selanjutnya suatu struktur bangunan gedung harus direncanakan
kekuatannya terhadap beban- beban yang bekerja pada struktur
tersebut, beban-beban tersebut antara lain :
1. Beban mati
Beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala unsure tambahan, penyelesaian-
penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
Tabel 2.1 Berat Sendiri Komponen Gedung
No Komponen Bangunan Keterangan
1 Adukan per cm tebal :
Dari semen 21 kg/m²
Dari kapur, semen merah atau reas 17 kg/m²
2 Aspal termasuk bahan-bahan mineral 14 kg/m²
penambah, per cm tebal
3 Dinding pasangan batu merah :
Satu batu 450 kg/m²
Setengah batu 250 kg/m²
Berlubang :
Tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m²
Tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m²
Tanpa lubang :
Tebal dinding 15 cm 300 kg/m²
Tebal dinding 10 cm 200 kg/m²
5 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-
rusuknya, tanpa penggantung langit langit
atau pengaku), terdiri dari :
Semen asbes (eternity dan bahan 11 kg/m²
lain sejenis) dengan tebal
maksimum 4 mm 10 kg/m²
Kaca, dengan tebal 3-5 mm
6 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, 7 kg/m²
tanpalangit-langitdenganbentang
maksimum 5 m dan untuk beban hidup
maksimum 200 kg/m²
7 Penggantung langit-langit (dari kayu), 50 kg/m²
dengan bentang maksimum 5 m dan jarak
s.k.s minimum 0,80 m
8 Penutup atap genting dengan reng dan 50 kg/m²
usuk/kaso per m² budang atap
9 Penutup atap sirap dengan reng dan 40 kg/m²
usuk/kaso per m² bidang atap
10 Penutup atap seng gelombang (BJLS-25) 10 kg/m²
tanpa goreng
11 Penutup lantai dari uin semen Portland, 24 kg/m²
teraso dan beton, tanpa adukan, per cm
tebal
12 Semen asbes gelombang ( tebal 5 cm ) 11 kg/m²
(Sumber: SNI-03-2847-2002, 41)
2. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian
atau penggunaan suatu gedung, dan kedalamannya termasuk beban-
beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan adanya
perubahan dalam pembebanan lantai atau atap tersebut. Khusus
pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal
dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh
(energi kinetic) butiran air.

Tabel 2.2 Beban Hidup Pada Lantai Gedung


Belum diberesin

3. Beban angin
Beban angin adalah beban yang berkerja pada struktur akibat
tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat
bergantung dari lokasi dan ketinggian dari struktur. Besarnya
tekanan tiup harus diambil minimum sebesak 25 kg/m², kecuali
untuk bangunan-bangunan berikut:
a. Tekanan Positif (tiup) di tepi laut hingga 5 km dari pantai harus
di ambil minimum 40 kg/m².
b. Untuk bangunan di daerah lain yang kemungkinan tekanan
anginnya lebih dari 40 kg/m², harus diambil sebesar ρ = V²/16
(kg/m²), dengan V adalah kecepatan angin dalam m/s.
(Perencanaan pembebanan untuk Rumah dan Gedung, 1987).

2.3. Perhitungan Strukutur


2.3.1. Perencanaan Plat Atap
Plat atap merupakan plat yang hampir sama dengan plat lantai, hanya
saja perbedaanya terletak pada ketebalan plat dan beban–beban yang
dipikul oleh pelat,struktur ini termasuk struktur yang tidak terlindungi
sehingga memiliki ketebalan selimut beton yang lebih besar
dibandingkan struktur plat lantai.
Beban–beban yang bekerja pada pelat atap,yaitu :
1. Beban hidup (WD) :
a. Berat sendiri pelat atap
b. Berat pengantung plafon dan plafon
2. Beban hidup (WL)
a. Beban manusia, diambil 100 kg/m2
b. Beban akibat hujan, diperkirakan 10 cm ( ppurg,1983)

2.3.2. Perencanaan Plat Lantai


Plat beton bertulang dalam suatu struktur dipakai pada lantai, pada
plat ruang ditumpu balok pada keempat sisinya terbagi dua
berdasarkan geometrinya antara lain :
1. Pelat satu arah (One Way Slab)
2. Pelat dua arah (Two Way Slab)
Syarat-syarat dalam perencanaan pelat beton sebagai berikut :
a. Tebal minimum untuk pelat satu arah (SNI-03-2847-2002)
Tebal minimum untuk pelat satu arah ditentukan (lihat dalam
Tabel 2.2)
Tabel 2.3 Tebal minimum balok non pra tekan atau pelat satu arah
lendutan tidak dihitung.
Tebal Minimum ( h )
Komponen Dua Kedua
Satu ujung
struktur tumpuan ujunng kantilever
menerus
sederhana menerus
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan
dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan
rusak oleh lendutan yang besar
Plat masif
ln/20 1n/24 1n/28 1n/10
satu arah
Balok atau
plat rusuk 1n/16 1n/18,5 1n/21 1n/8
satu arah
(Sumber: SNI-03-2847-2002)
Catatan :
1). Panjang bentang alam dalam mm
2).Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk
komponen struktur dengan beton normal (wc =
2400kg/m3)dan tulangan BJTD 40. Untuk kondisi lain, nilai
diatas harus dimodifikasi sebagai berikut:
a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis diantara
3 3
1500 kg/m sampai 2000 kg/m , nilai tadi harus dikalikan
dengan (1,65-0,0003 wc) tetapi tidak kurang dari 1,09
3
dimana wc adalah berat jenis dalam kg/m .
b) Untuk fy selain 400 MPa, nilainya harus dikalikan
dengan ( 0,4 + fy/700 ). (SNI-03-2847-2002 pasal 11.5,
hal 63)
b Untuk pelat dua arah yaitu dalam segala hal tebal minimum
pelat tidak boleh kurang dari harga berikut :
1. Untuk αm < 2,0 yaitu 120mm
2. Untuk αm > 2,0 yaitu 90mm
c. Spasi tulangan (SK SNI-03-2847-2002)
1. Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama,
tidak boleh kurang dari db ataupun 25 mm.
2. Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau
lebih, tulangan pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas
tulangan di bawahnya dengan spasi bersih antar lapisan tidak
boleh kurang dari 25 mm.
3. Pada komponen struktur tekan yang diberi tulangan spiral
atau sengkang pengikat, jarak bersih antar tulangan
longitudinal tidak boleh kurang dari 1,5db ataupun 40 mm 40
dari 278.
4. Pembatasan jarak bersih antar batang tulangan ini juga
berlaku untuk jarak bersih antara suatu sambungan lewatan
dengan sambungan lewatan lainnya atau dengan batang
tulangan yang berdekatan.
5. Pada dinding dan pelat lantai yang bukan berupa konstruksi
pelat rusuk, tulangan lentur utama harus berjarak tidak lebih
dari tiga kali tebal dinding atau pelat lantai, ataupun 500 mm.
6. Bundel tulangan:
a) Kumpulan dari tulangan sejajar yang diikat dalam satu
bundel sehingga bekerja dalam satu kesatuan tidak boleh
terdiri lebih dari empat tulangan per bundel.
b) Bundel tulangan harus dilingkupi oleh sengkang atau
sengkang pengikat.
c) Pada balok, tulangan yang lebih besar dari D-36 tidak
boleh dibundel.
d) Masing-masing batang tulangan yang terdapat dalam satu
bundel tulangan yang berakhir dalam bentang komponen
struktur lentur harus diakhiri pada titik-titik yang
berlainan, paling sedikit dengan jarak 40 db secara
berselang.
e) Jika pembatasan jarak dan selimut beton minimum
didasarkan pada diameter tulangan db, maka satu unit
bundel tulangan harus diperhitungkan sebagai tulangan
tunggal dengan diameter yang didapat dari luas ekuivalen
penampang gabungan.
d. Selimut beton pada tulangan harus memenuhi ketentuan dan
standar (SNI-03-2847-2002)
Tabel 2.4 Tebal selimut beton minimum untuk beton bertulang
Tebal
selimut
beton
minimum
(mm)
a) Beton yang dicor langsung diatas tanah dan selalu
75
berhubugan dengan tanah
b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau
cuaca :
1) Batang D-19 atau D-56 50
2) Batang D-16 atau jaring kawat polos P16 atau
kawat ulir D16 yang lebih kecil 40
c) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan
cuaca atau beton yang tidak langsung
berhubungan dengan tanah :
3) Pelat, Dinding, Pelat rusuk
Batang D-44 dan D-56 40
Batang D-36 dan batang yang lebih kecil 20
4) Balok, Kolom
Tulangan utama, pengikat, sengkang,
lilitan spiral 40
5) Komponen struktur cangkang, pelat lipat :
Batang D-19 yang lebih besar 20
Batang D-16, jarring kawat polos P16
atau ulir D16 dan yang lebih kecil 15
(Sumber: SNI-03-2847-2002, 41)

Anda mungkin juga menyukai