Anda di halaman 1dari 77

IDENTIFIKASI BAKTERI YANG DIISOLASI DARI USAP (SWAB)

TENGGOROK PENDERITA RADANG TENGGOROKAN

Hanafi1*, Septilina Melati Sirait1, Yeni Dwiyanti A.2, Rr. Bella Ayunda W.N1
1
Politeknik AKA Bogor
Jl. Pangeran Sogiri No 283, Bogor, Indonesia
2
PT Biofarma (Persero)
Jl. Pasteur No. 28, Bandung, Indonesia

ABSTRAK
Radang tenggorokan sering kali disebabkan oleh bakteri. Pemeriksaan diawali dengan pengambilan
sampel melalui usap (swab) tenggorok dari seorang penderita radang tenggorokan kemudian dilakukan
identifikasi bakteri terhadapnya. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi makroskopis, mikroskopis,
uji biokimia dan uji tambahan sehingga diketahui spesies dari bakteri-bakteri penyebab radang tenggorok.
Hasil identifikasi bakteri dalam penelitian ini yaitu Staphylococcus aureus dan Enterobacter agglomerans

Kata kunci : tenggorok, bakteri, identifikasi, usap

ABSTRACT
Strep throat is often caused by bacteria. This research began with sampling through swab (swab) throat of
someone with strep throat and then to identify the bacteria. Identification was conducted on the identification
of macroscopic, microscopic, biochemical tests and additional tests then the species of bacteria caused strep
throat can be known. The results of bacterial identification in this study are Staphylococcus aureus and
Enterobacter agglomerans

Key words: throat, bacteria, identification, swab

memerlukan fakta yang dapat memperkuat


PENDAHULUAN
diagnosisnya. Selain melalui diagnosis
Radang tenggorokan merupakan
klinis, pemeriksaan laboratorium merupakan
respon tubuh terhadap masuknya bahan
pemeriksaan penunjang dokter untuk
asing pada tenggorokan, salah satunya
membuktikan diagnosisnya.
adalah bakteri. Radang tenggorokan
Pemeriksaan laboratorium bakteri
ditunjukkan dengan diagnosis klinis seperti
penyebab radang tenggorokan dilakukan
amandel memerah dan membesar, adanya
untuk memperkuat diagnosis klinis.
nanah di dalam lipatan amandel, sakit saat
Pemeriksaan diawali dengan pengambilan
menelan dan demam tinggi. Kondisi tubuh
sampel melalui usap (swab) tenggorok dari
pasien yang berbeda-beda memerlukan
seorang pasien yang menunjukkan gejala-
penanganan medis yang berbeda pula.
gejala terkena penyakit radang tenggorokan
Dalam menangani pasien, dokter
kemudian dilakukan identifikasi bakteri
* Korespodensi.Tel: +62-85262614676
E-mail: hou.line_ocre@yahoo.com terhadapnya ( Issenberg dan D‟amato, 1985).

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 1


Identifikasi bakteri merupakan Bahan-bahan yang digunakan
suatu proses pemeriksaan yang memerlukan meliputi : bahan uji, bahan kimia dan
informasi mengenai morfologi bakteri baik media. Bahan uji yang digunakan adalah
warna dan bentuk sel bakteri melalui usap (swab) tenggorok penderita radang
identifikasi mikroskopis dengan pewarnaan tenggorokan di poliklinik PT Bio Farma
Gram ataupun penampakan koloni bakteri (Persero).
secara makroskopis untuk mengetahui Bahan kimia yang digunakan antara
genus dari bakteri. Informasi biokimia juga lain alkohol 70%, natrium klorida 0,85%,
diperlukan untuk mengetahui spesies dari kristal gentian violet oksalat, lugol, etanol
bakteri (Volk dan Wheeler,1993). 96%, safranin 0,25%, minyak imersi,
Identifikasi bakteri yang dilakukan kalium hidroksida 40%, α-naftol, Kovack‟s,
meliputi identifikasi bakteri gram positif merah metil dan air suling.
dan bakteri gram negatif. Identifikasi bakteri Media yang digunakan antara lain
Gram positif dilakukan melalui identifikasi Amies transport medium, agar-agar darah,
makroskopis, identifikasi mikroskopis, uji MacConcey agar, Mueller Hilton agar,
biokimia dan uji tambahan. Identifikasi media cair glukosa, laktosa, mannit,
bakteri Gram negatif dilakukan melalui maltosa, sakarosa, indole broth/tryptone
identifikasi makroskopis, identifikasi broth , agar-agar miring urea, methyl
mikroskopis dan uji biokimia. Identifikasi redbroth, Voges Proskauer broth,, agar-
makroskopis dilakukan melalui isolasi agar miring Simmons Sitrat, agar-agar
bakteri pada media yang sesuai sedangkan tegak semisolid, agar-agar miring Triple
identifikasi mikroskopis dilakukan melalui Sugar Iron Agar (TSIA) dan plasma darah
pewarnaan Gram. Tujuan dari percobaan normal.
ini adalah untuk mengidentifikasi bakteri-
Peralatan
bakteri gram positif dan bakteri gram Alat-alat yang sudah disterilkan
negatif penyebab radang tenggorokan pada meliputi : mikroskop trinokuler, inkubator,
seorang penderita radang tenggorokan laminar air flow, kaca objek, ose, jarum
melalui teknik usap (swab). tusuk, pinset, cawan petri, tabung reaksi,
rak tabung reaksi, bunsen, jarum suntik,
labu semprot, kertas saring dan swab.

Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE
Preparasi Sampel
Bahan

2 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Batang swab steril diusapkan di sekitar minyak imersi kemudian dilihat di bawah
lubang tenggorokan melalui rongga mulut mikroskop dengan perbesaran 1000 kali
pasien. Hasil usap tenggorok kemudian dan diamati warna dan bentuk bakteri.
dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril c. Uji biokimia Staphylococcus
berisi Amies Transport Medium. Koloni berwarna kuning keemasan
pada media agar-agar darah diambil
Identifikasi Bakteri Gram Positif
a.Identifikasi makroskopis dengan ose kemudian diinokulasikan pada

Sampel usap (swab) tenggorok media agar-agar darah baru. Media agar-

dioleskan pada media agar-agar darah agar darah yang telah diinokulasikan bakteri

kemudian diisolasi dengan menggunakan diinkubasi dengan posisi terbalik pada

ose steril. Media diinkubasi dengan posisi suhu 35-37°C selama 24 jam sehingga

terbalik pada suhu 35-37°C selama 24 jam. didapatkan biakan murni pada media agar-

Setelah diinkubasi, diamati warna dan agar darah. Setelah diinkubasi, dilakukan :

diameter koloni terpisah. - Uji fermentasi karbohidrat


Biakan murni pada media agar-agar
b. Identifikasi mikroskopis
darah diambil dengan jarum tusuk steril
Koloni berwarna kuning keemasan
dan ditanamkan pada glucose broth,
pada media agar-agar darah diambil
mannitol broth, maltose broth dan sucrose
sebanyak satu ose kemudian dioleskan di
broth kemudian media diinkubasi pada
atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
suhu 35-37°C selama 24 jam.
natrium klorida 0,85% dan difiksasi
- Uji Voges Proskauer
sehingga dihasilkan preparat. Preparat
Biakan murni pada media agar-agar
ditetesi dengan larutan kristal gentian
darah diambil dengan jarum tusuk steril
violet oksalat selama satu menit, kemudian
dan ditanamkan pada Voges Proskauer
dicuci dengan air suling. Setelah dicuci
broth kemudian media diinkubasi pada
dengan air suling, preparat ditetesi dengan
suhu 35-37°C selama 24 jam. Setelah
lugol selama satu menit dan dicuci secara
diinkubasi, pada media Voges Proskauer
berturut-turut dengan air suling, etanol
broth ditambahkan dengan 4 tetes kalium
96% selama tiga puluh detik dan air suling.
hidroksida 40% selanjutnya dikocok lalu
Langkah selanjutnya adalah preparat ditetesi
ditambahkan dengan 2 tetes α-naftol dan
dengan safranin 0,25% selama tiga puluh
didiamkan selama lima sampai lima belas
detik kemudian dicuci dengan air suling
menit.
dan dikeringkan di udara. Preparat yang
- Uji tambahan Staphylococcus
telah kering selanjutnya ditetesi dengan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 3


c. Uji pigmen ose kemudian dioleskan di atas kaca objek
Biakan murni pada media agar-agar yang telah ditetesi dengan natrium klorida
darah dikerok menggunakan swab. 0,85% dan difiksasi sehingga dihasilkan
d. Uji hemolisis pada agar-agar darah preparat. Preparat ditetesi dengan larutan
Hemolisis pada agar-agar darah kristal gentian violet oksalat selama satu
dapat dilihat dari hasil biakan murni pada menit, kemudian dicuci dengan air suling.
agar-agar darah yang berumur satu malam Setelah dicuci dengan air suling, preparat
pada 35-37°C atau hasil biakan dua malam ditetesi dengan lugol selama satu menit
pada suhu kamar. Selanjutnya diperiksa dan dicuci secara berturut-turut dengan air
reaksi di sekeliling biakan. suling, etanol 96% selama 30 detik dan air
e. Uji koagulasi suling. Langkah selanjutnya adalah preparat
Gelas objek ditetesi dengan plasma ditetesi dengan safranin 0,25% selama 30
darah normal sebanyak satu tetes dan satu detik kemudian dicuci dengan air suling
tetes natrium klorida 0,85% di samping dan dikeringkan di udara. Preparat yang
tetesan plasma darah normal. Biakan murni telah kering selanjutnya ditetesi dengan
pada agar-agar darah diambil dengan ose minyak imersi kemudian dilihat di bawah
kemudian disuspensikan pada natrium mikroskop dengan perbesaran 1000 kali
klorida 0,85% dan pada plasma darah dan diamati warna dan bentuk bakteri.
normal. Selanjutnya, gelas objek digoyang
c. Uji biokimia Enterobacter
selama satu menit.
Pada dasarnya identifikasi bakteri
Identifikasi Bakteri Gram Negatif Gram negatif batang dilakukan melalui uji
a. Identifikasi makroskopis biokimia. Uji biokimia yang dilakukan
Sampel usap (swab) tenggorok meliputi :
dioleskan pada media agar-agar darah dan
- Uji motilitas
media MacConkey agar kemudian
Koloni merah muda pada media
diisolasi dengan menggunakan ose steril.
MacConkey agar diambil dengan jarum
Media diinkubasi dengan posisi terbalik
tusuk steril kemudian diinokulasikan pada
pada suhu 35-37°C selama 24 jam. Setelah
agar-agar tegak semisolid dan diinkubasi
diinkubasi, diamati warna dan diameter
pada suhu 35-37°C selama 24 jam.
koloni terpisah.
- Uji fermentasi karbohidrat
b. Identifikasi mikroskopis
Koloni merah muda pada media
Koloni berwarna merah muda pada
MacConkey agar diambil dengan jarum
MacConkey agar diambil sebanyak satu

4 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


tusuk steril kemudian diinokulasikan pada tusuk steril kemudian diinokulasikan pada
media glucose broth, lactose broth, media Voges proskauer broth lalu diinkubasi
mannitol broth, maltose broth dan sucrose pada suhu 35-37°C selama 24 jam. Biakan
broth lalu diinkubasi pada suhu 35-37°C pada Voges Proskauer broth yang telah
selama 24 jam. diinkubasi selanjutnya ditetesi dengan
kalium hidroksida 40% sebanyak 0,2 mL
- Uji indol
Koloni merah muda pada media kemudian ditambahkan α-naftol sebanyak

MacConkey agar diambil dengan jarum 0,6 mL dan dikocok kuat. Selanjutnya

tusuk steril kemudian diinokulasikan pada biakan didiamkan lima hingga lima belas

media indol broth lalu diinkubasi pada menit.

suhu 35-37°C selama 24 jam. Biakan pada - Uji urea


indol broth yang telah diinkubasi ditetesi Koloni merah muda pada media
dengan pereaksi Kovack‟s sebanyak 0,5 mL. MacConkey agar diambil dengan jarum
tusuk steril kemudian diinokulasikan
- Uji H2S
Koloni merah muda pada media secara zig zag pada media agar-agar miring

MacConkey agar diambil dengan jarum urea lalu diinkubasi pada suhu 35-37°C

tusuk steril kemudian diinokulasikan selama 24 jam.

secara zig zag pada media miring TSIA - Uji Simmon Sitrat
lalu diinkubasi pada suhu 35-37°C selama Koloni merah muda pada media
24 jam. MacConkey agar diambil dengan jarum
tusuk steril kemudian diinokulasikan
- Uji merah metil
Koloni merah muda pada media secara zig zag pada media agar-agar miring

MacConkey agar diambil dengan jarum Simmon Sitrat lalu diinkubasi pada suhu

tusuk steril kemudian diinokulasikan pada 35- 37°C selama 24 jam.

media methyl red broth lalu diinkubasi HASIL DAN PEMBAHASAN


pada suhu 35-37°C selama 24 jam. Biakan
a. Identifikasi Makroskopis
pada methyl red broth yang telah Berdasarkan hasil identifikasi
diinkubasi ditetesi dengan pereaksi merah makroskopis, terdapat dua koloni yaitu
metil sebanyak 0,2 mL. koloni berwarna kuning keemasan
- Uji Voges Proskauer berdiameter 1 mm dan koloni abu-abu
Koloni merah muda pada media berdiameter 2 mm. Menurut Jawetz et al.
MacConkey agar diambil dengan jarum (1982) koloni kuning keemasan merupakan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 5


koloni spesifik untuk spesies Staphylococcus berwarna ungu karena bakteri tetap
aureus, sehingga dilakukan uji tambahan mempertahankan zat warna pertama yakni
untuk genus Staphylococcus untuk kristal gentian violet oksalat meskipun
memperjelas spesies Staphylococcus. telah diberi alkohol sebagai decolourizing
agent.

c. Uji Biokimia Staphylococcus


Berdasarkan Tabel 1, hasil uji
biokimia Staphylococcus menunjukkan,
bakteri Gram positif Staphylococcus yang
Gambar 1. Hasil identifikasi makroskopis diidentifikasi mampu memfermentasi
media agar-agar darah
glukosa, mannit, maltosa dan sakarosa.
Menurut Songer dan Post (2005)
Kemampuan untuk memfermentasi
koloni abu-abu pada media agar-agar darah
karbohidrat menghasilkan asam ditandai
merupakan koloni untuk bakteri Gram
dengan perubahan warna indikator asam
negatif Enterobacteriaceae khususnya
fuhsinpada media. Perubahan warna dari
Klebsiella, Enterobacter dan Citrobacter.
warna merah muda menjadi merah.
b. Identifikasi Mikroskopis
Tabel 1. Hasil uji biokimia
Identifikasi mikroskopis ini
Uji Pengamatan
dilakukan melalui pewarnaan Gram pada Glukosa tan+
bakteri murni genus Staphylococcus pada Mannit +
Maltosa +
media agar-agar darah. Sakarosa +
Voges +
Proskauer
Pada uji Voges Proskauer, hasil uji
Voges Proskauer positif untuk bakteri
Staphylococcus. Bakteri ini mampu
memfermentasi karbohidrat dengan produksi
Gambar 2. Hasil identifikasi mikroskopis asetilmetilkarbinol. Menurut Sunatmo (2007)

Berdasarkan Gambar 2, dari biakan beberapa jenis bakteri dapat menghasilkan

murni pada media agar-agar darah dapat senyawa asetilmetilkarbinol sebagai hasil dari
metabolisme karbohidrat yang ditandai
teridentifikasi adanya bakteri Gram positif
kokus. Menurut Waluyo (2008), bakteri dengan warna merah pada media setelah

Gram positif ditandai dengan bakteri yang penambahan pereaksi.

6 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


d. Uji Tambahan Staphylococcus jernih disertai endapan putih menandakan
- Uji pigmen penggumpalan fibrin pada permukaan
Pada media agar-agar darah, bakteri bakteri yang diidentifikasi. Larutan
genus Staphylococcus yang diidentifikasi natrium klorida 0,85% yang bertindak
memiliki pigmen kuning keemasan. sebagai kontrol, terlihat larutan homogen
Jawetz et al. (1982) menyatakan bahwa berwarna putih. Hasil uji koagulasi
warna koloni kuning keemasan merupakan memperkuat dugaan karena hanya
pigmen spesifik untuk Staphylococcus Staphylococcus aureus yang memiliki uji
aureus. Pigmen kuning keemasan berasal koagulasi positif pada genus
dari karotenoid. Staphylococcus. Menurut Kloos dan

- Uji Hemolisis Jorgensen (1985), Staphylococcus aureus

Berdasarkan Gambar 3 dapat merupakan bakteri patogen yang terdapat


dilihat bahwa adanya zona jernih pada pada manusia dan hewan karena dapat

daerah sekitar pertumbuhan bakteri pada menghasilkan enzim koagulase. Jawetz et

media agar-agar darah yang dapat al. (1982) menyatakan bahwa koagulasi

melisiskan sel darah merah. Menurut dapat mengendapkan fibrin pada

Jawetz et al. (1982) hemolisis terjadi permukaan Staphylococcus sehingga

karena Staphylococcus menghasilkan bakteri tersebut terlindung terhadap sel

hemolisin yakni suatu enzim yang dapat fagosit. Setelah dibandingkan dengan

melisiskan sel darah merah. standar perusahaan yaitu Manual of


Clinical Microbiology, bakteri yang
diidentifikasi sesuai dengan spesies
Staphylococcus aureus.

Identifikasi Bakteri Gram Negatif


a. Identifikasi Makroskopis
Menurut Songer dan Post (2005)
koloni abu-abu pada media agar-agar darah
Gambar 3. Hasil uji hemolisis pada media merupakan koloni untuk Enterobacteriaceae
agar-agar darah khususnya Klebsiella, Enterobacter dan
Citrobacter.

- Uji koagulasi Untuk memperjelas genus dari

Pada plasma darah normal yang koloni berwarna abu-abu pada media agar-

telah disuspensikan bakteri terlihat larutan agar darah maka dilakukan pengamatan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 7


koloni pada media MacConkey agar. Pada formasi tersebar. Menurut Jawetz et al.
media MacConkey agar, terdapat koloni (1982) radang tenggorokan dapat
terpisah berwarna merah muda yang disebabkan oleh bakteri Gram positif
menunjukkan adanya bakteri genus kokus, Gram positif batang, Gram negatif
Enterobacter. Hal ini sesuai dengan kokus dan Gram negatif batang.
Statens Serum Institute (1993) yang
c. Uji Biokimia Enterobacter
mengatakan bahwa media MacConkey Berdasarkan Tabel 2, hasil uji
agar merupakan media diferensial untuk biokimia Enterobacter untuk uji fermentasi
Enterobacteriaceae. Warna koloni merah karbohidrat (glukosa, mannit, laktosa, maltosa,
muda menunjukkan bahwa bakteri sakarosa), uji indol, uji H2S, uji urea dan uji
golongan ini mampu memfermentasi Simmon Sitrat tidak dapat membedakan
laktosa dan menghasilkan asam yang spesies bakteri yang diidentifikasi dengan
ditandai dengan perubahan warna indikator spesies Enterobacter lainnya. Namun
neutral red menjadi merah. melalui uji motilitas, uji merah metil dan
b. Identifikasi Mikroskopis uji Voges Proskauer, bakteri yang
Identifikasi mikroskopis ini diidentifikasi dapat diketahui secara pasti
dilakukan melalui pewarnaan Gram pada spesiesnya.
bakteri murni genus Enterobacter pada Uji motilitas digunakan untuk
media MacConkey agar. mengetahui pergerakan bakteri. Pada uji
motilitas, bakteri yang diidentifikasi tidak
menunjukkan pergerakan yang ditandai
dengan bakteri hanya tumbuh di sepanjang
daerah tusukan sehingga dikatakan uji
motilitas negatif. Setelah dibandingkan
dengan standar, bakteri Enterobacter yang
Gambar 4. Hasil identifikasi mikroskopis
bakteri gram negatif diidentifikasi sesuai dengan bakteri

Berdasarkan gambar, dari biakan Enterobacter agglomerans karena spesies

murni pada media MacConkey agar dapat Enterobacter yang lain memiliki uji

teridentifikasi adanya bakteri Gram negatif motilitas positif.

batang. Bakteri Gram negatif batang Pada uji merah metil, biakan media

ditunjukkan dengan adanya bakteri methyl red broth yang telah diinkubasi

berbentuk batang berwarna merah dengan membentuk warna merah setelah


penambahan indikator merah metil.

8 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Menurut Sunatmo (2008) perubahan warna diidentifikasi sesuai dengan spesies
indikator dari kuning menjadi merah Enterobacter agglomerans karena hanya
menunjukkan bakteri membentuk asam spesies Enterobacter agglomerans yang
kuat setelah metabolisme glukosa. Setelah memiliki uji positif terhadap uji merah
dibandingkan standar, bakteri yang metil.

Tabel 2. Hasil uji biokimia Enterobacter


Hasil uji
Standar Identifikasi Enterobacter
Uji Biokimia Bakteri yang
E. E. E. E. E.
diidentifikasi
aerogenes cloacae agglomerans gergoviae sakazakii
Motilitas - + + +/- + +
Glukosa +g +g +g +/+ g +g +g
Mannit +g +g +g +g +g +g
Laktosa +g +g +g -/+ g -/+ g +g
Maltosa +g +g +g +g +g +g
Sakarosa +g +g +g +g +g +g
Indol - - - +/- - +/-
H2S - - - - - -
Merah metal + - - +/- - -
Voges - + + +/- + +
Proskauer
Urea - - +/- +/- + -
Simmon Sitrat + + + +/- + +

Pada uji Voges Proskauer, bakteri perusahaan yaitu Manual Clinical of


memiliki hasil uji Voges Proskauer negatif Microbiology, bakteri yang diidentifikasi juga
yang ditandai dengan tidak terbentuknya sesuai dengan spesies Enterobacter
warna merah setelah penambahan kalium agglomerans karena hanya spesies
hidroksida 40% dan α-naphtol. Sehingga Enterobacter agglomerans yang memiliki
dapat dikatakan bahwa bakteri tidak uji negatif terhadap uji Voges Proskauer.
menghasilkan asetilmetilkarbinol yang
KESIMPULAN
merupakan hasil metabolisme karbohidrat.
Berdasarkan hasil identifikasi
Menurut Sunatmo (2008) beberapa bakteri
bakteri yang diisolasi dari usap (swab)
menghasilkan asetil metil karbinol sebagai
tenggorok seorang penderita radang
hasil dari metabolisme karbohidrat yang
tenggorokan, teridentifikasi bakteri
ditandai dengan warna merah setelah
penyebab radang tenggorok pada pasien
penambahan dengan pereaksi. Setelah
bersangkutan adalah Staphylococcus
dibandingkan dengan acuan standar
aureus dan Enterobacter agglomerans.

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 9


DAFTAR PUSTAKA

Issenberg, H. D. dan R. F. D‟amato. (1985).


Indigenous and Pathogenic
Microorganisms of Humans. Di
dalam : Edwin H. Lannette, Editor.
Manual of Clinical Microbiology.
American Society for
Microbiology : Washington D.C.
Jawetz, E., J. L. Melnick & E. A. Adelberg.
(1982). Review of Medical
Microbiology. Terjemahan Gerard
Bonang. EGC Penerbit Buku
Kedokteran : Jakarta.
Kloos,W.E. dan J. H. Jorgensen. (1985).
Staphylococci. Di dalam : Edwin H.
Lannette, Editor. Manual of
Clinical Microbiology. American
Society for Microbiology:
Washington D.C.
Songer, J.G. dan K.W. Post, (2005).
Veterinary Microbiology Bacterial
and Fungal Agents of Animal
Disease. Elsevies Saunders :
Missouri.
Statens Serum Institutte. (1993). Handbook
of Culture Media. Statens Serum
Instittute : Copenhagen.
Sunatmo, T. I. (2007). Eksperimen
Mikrobiologi dan Laboratorium.
Ardy Regency : Jakarta.
Volk, W. A. dan M. F. Wheeler. (1993).
Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima
Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Waluyo, L. 2008. Teknik Metode Dasar
dalam Mikrobiologi. UMM Press. :
Malang.

10 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


PENGARUH ION BESI (II) DAN BESI (III) PADA EKSTRAKSI KOBALT
DENGAN PENGOMPLEKS DITIZON

Cheppy Asnadi* dan Sutjipto Sutawidjaja


Politeknik AKA Bogor.
Jalan Pangeran Sogiri No.283 Tanah Baru Bogor, Indonesia

ABSTRAK
Ektraksi cair-cair adalah metode untuk pemisahan logam menggunakan khelat. Kobalt dapat dipisahkan
dengan ditizon sebagai pengkhelat . Ekstraksi kobalt –ditizon maksimum pada pH 9. Gangguan ion besi (II)
dan besi (III) telah dipelajari dengan penambahan ke dalam contoh dengan variasi konsentrasi. Gangguan
besi (II) fluktuatif dan gangguan besi (III) pada ekstraksi ini menghasilkan absorbansi pada penambahan 4
ppm besi (III).

Kata kunci: gangguan, kobalt, ditizon

ABSTRACT
Liquid-liquid extraction is a method for separation metal ion using chelat. Cobalt ions can be separated
by using ditizon as chelating agent. Extraction of cobalt-ditizon was optimum at pH 9 . Influence of iron (II)
and iron (III) have been studied by addition to sample with variety of metal ion concentration. The influence
of the present iron (II) in the extraction cobalt-ditizon are fluctuative. The influence of iron (III) provide
optimum absorbance increase in addition of 4 ppm iron (III).

Key words: interference, cobalt, ditizon

PENDAHULUAN Banyak ion logam yang dapat dipisahkan


dengan ekstraksi khelat seperti kobalt
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu
dengan pembentukan khelat menggunakan
teknik pemisahan yang bersifat sederhana,
ditizon. Reaksi khelat dengan ion logam
bersih, cepat dan mudah. Pemisahan
membentuk molekul tidak larut dalam air,
dilakukan dengan menggunakan corong
tapi larut dalam pelarut organik seperti
pisah. Prinsip dari metode ini adalah
kloroform dan karbon tetra klorida (Day
berdasarkan hukum Nernst yaitu suatu zat
dan Underwood, 1991).
dapat dipisahkan dengan menggunakan
Ion kobalt yang telah dipisahkan
dua pelarut yang memiliki sifat kepolaran
dengan ekstraksi pelarut, pada tahap
yang berbeda, sehingga analit akan
berikutnya melibatkan penetapan secara
terdistribusi diantara dua pelarut tersebut
kuantitatif terhadap kobalt yang telah
(Basset et al., 1991).
terpisah tersebut. Metode analisis dapat
Ion logam dapat dipisahkan dengan
dikembangkan pada penetapan kobalt-
pembentukan senyawa kompleks (khelat).
ditizon seperti spektrofotometri UV-Vis.
* cheppy.asnadi@gmail.com

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 11


Beberapa spektrofotometri dengan dan mudah larut dalam larutan amonia
chelating agent untuk penentuan kobalt encer (Basset et al., 1991). Kesempurnaan
dalam jumlah kecil menggunakan β- hasil ekstraksi sangat dipengaruhi oleh pH
nitroso-α-naphtol membentuk kompleks dan efek matrik terutama gangguan ion
kobalt yang berwarna pink (Ombaka dan logam dalam sampel. Kobalt dapat
Gichumbi, 2011). Ekstraksi fasa padat juga terekstrak baik pada pH basa. Ekstraksi
dikembangkan untuk pemisahan dan kobalt dengan ditizon dilakukan pada
prakonsentrasi dengan pengukuran variasi pH 6 sampai 9. Ekstraksi kobalt
menggunakan spektrofotometri serapan optimum pada pH 9 dengan kurva linier
atom (Ghaedi et al., 2007). Ekstraksi pada konsentrasi nikel 0,25 sampai 1,25
kobalt (II) dapat dilakukan secara simultan ppm (Asnadi et al., 2014). Pada penelitian
dengan nikel (II) dengan menggunakan ini akan dipelajari pengaruh efek matriks
ekstraktan thio-organophospinic cyanex dengan gangguan ion besi(II) dan besi (III)
301. Ekstraksi ini dipengaruhi oleh pH, pada ekstraksi kobalt-ditizon, sehingga
temperatur, konsentrasi ekstraktan dan hasil penentuan menggambarkan kondisi
perbandingan rasio pelarut organik sebenarnya dari keberadaaan kobalt dalam
(Tsakiridis dan Agatzini, 2004). sampel.
Ekstraksi ion kobalt (II) dapat juga
BAHAN DAN METODE
menggunakan larutan xylene dialkyl-
Bahan
phosporic (D2EHPA), phosponic, phospinic
Kobalt nitrat, kloroform, buffer pH
acids (Preston, 1982), cyanex 923 dan 272
10, ferri nitrat, ferro nitrat, air suling.
(Reddy and Priya, 2006), 2-pyrroaldehyde-
4-phenyl-3-thiosemi cabazone (Khuhawar Peralatan

and Lanjwani, 2001). Selain teknik Spektrofotometer UV-Vis, Corong

ekstraksi pemisahan ion kobalt dapat pemisah, labu ukur 100 mL, labu ukur 1 L,

dilakukan dengan pertukaran ion piala gelas, pipet volume, buret, gelas ukur

menggunakan zeolit (Zola et al., 2012). 50 mL, botol semprot, neraca analitik, dan

Penentuan kadar kobalt dengan kertas pH.

menggunakan berbagai metode analisis, Metode Penelitian


kobalt hasil ekstraksi harus benar-benar Penelitian terdiri atas tiga tahap
terekstrak secara sempurna. Ditizon yaitu tahap persiapan, tahap ekstraksi dan
difeniltiokarbazon tidak dapat larut dalam tahap pengukuran. Pada tahap persiapan
air dan dalam asam-asam mineral encer, dilakukan pembuatan larutan contoh dan

12 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


pembuatan larutan standar. Tahap ekstraksi kira 5 menit dan didiamkan hingga
dilakukan ekstraksi dengan pengompleks terbentuk dua lapisan. Lapisan kloroform
ditizon dalam kloroform. Ekstraksi dipisahkan dan ukur absorbannya dengan
dilakukan terhadap contoh, larutan standar spektrofotometer pada panjang gelombang
dan sampel yang mengandung matriks besi 540 nm dengan kloroform sebagai blanko.
dan kobalt. Tahap pengukuran dilakukan
Ekstraksi Kobalt yang Mengandung
secara spektrofotometri UV-Vis. Matriks Ion Besi (II)
Dipipet masing-masing 10 mL
Persiapan Sampel dan Deret Standar
kobalt 1 ppm kedalam 5 buah labu kocok.
Deret Standar dibuat dengan
Kemudian ditambahkan standar besi (II)
membuat standar kobalt dengan
hingga konsentrasi masing-masing 0,1: 0,2:
konsentrasi 0,25 ; 0,5 ; 0,75 ; 1 ; dan 1,25
0,3: 0,4 dan 0,5 ppm. Fe (II) ditambahkan
ppm dalam labu takar 50 mL sedangkan
ke masing-masing corong pemisah
larutan contoh dibuat larutan kobalt 1 ppm
berturut-turut 15 mL larutan buffer pH 9,
dengan cara mengencerkan larutan standar
larutan ditizon 10 mL dalam kloroform.
kobalt 10 ppm sepuluh kali
Kemudian dikocok dengan kuat kira-kira 5
Ekstraksi Larutan Standar
menit dan didiamkan hingga terbentuk dua
Kedalam 5 corong pemisah
lapisan. Lapisan kloroform dipisahkan dan
masukkan masing-masing 10 mL larutan
ukur absorbannya dengan spektrofotometer
standar kobalt 1 ppm. Kemudian
pada panjang gelombang 540 nm dengan
ditambahkan 15 mL buffer pH 9
kloroform sebagai blanko.
(0,0001M) dalam kloroform, lalu dikocok
hingga terbentuk dua lapisan. Setelah Ekstraksi Kobalt yang Mengandung
Matriks Ion Besi (III)
dipisahkan lapisan kloroform diukur
Dipipet masing-masing 10 mL
absorbannya.
kobalt 1 ppm kedalam 5 buah labu kocok.
Ekstraksi Sampel Kobalt Kemudian ditambahkan standar besi (III)
Dipipet masing-masing 10 mL hingga konsentrasi masing-masing 0,1:
standar kobalt 1 ppm ke 5 buah corong 0,2: 0,3: 0,4 dan 0,5 ppm. Fe (II)
pemisah, kemudian ditambahkan ke masing- ditambahkan ke masing-masing corong
masing corong pemisah berturut-turut 15 pemisah berturut-turut 15 mL larutan
mL larutan buffer pH 9 dan 10 mL larutan buffer pH 9, larutan ditizon 10 mL dalam
ditizon dalam kloroform. Kemudian kloroform. Kemudian dikocok dengan kuat
corong pemisah dikocok dengan kuat kira- kira-kira 5 menit dan didiamkan hingga

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 13


terbentuk dua lapisan. Lapisan kloroform Ektraksi Kobalt 1 ppm dengan Ditizon
dipisahkan dan ukur absorbannya dengan Hasil ektraksi kobalt 1 ppm
spektrofotometer pada panjang gelombang dengan pengkompleks ditizon pada pH 9
540 nm dengan kloroform sebagai blanko. dengan ektraktant kloroform. ditampilkan
pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ektraksi Standar Kobalt dengan Ditizon 0.425


0.42
Hasil ektraksi kobalt dengan 0.415

Absorbansi
pengkompleks ditizon pada pH 9 dengan 0.41
0.405
ektraktant kloroform. ditampilkan pada 0.4
0.395
Gambar 1. 0.39
0.385
0.450 y = 0.4336x - 0.0102 0 2 4 6
0.400 Ulangan
R² = 0.9951
0.350
0.300 Gambar 2. Grafik absorbansi kobalt 1 ppm
Absorbansi

0.250
0.200 Hasil pembacaan absorbansi
0.150 standar kobalt 1 ppm setelah diektraksi
0.100
dengan larutan buffer pH 9 dan ektraknya
0.050
0.000 setelah dipisahkan ditambahkan 10 mL
-0.050 0.00 0.50 1.00 1.50 larutan ditizon dalam kloroform tidak
ppm Kobalt
terlalu jauh perbedaannya yaitu antara
Gambar 1. Grafik hubungan antara konsentrasi
dengan absorbansi 0,3856-0,4157. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa perlakuan ektraksi dengan larutan
Pada Gambar 1 terlihat bahwa
buffer pH 9 masih dapat memberikan hasil
dengan kenaikan konsentrasi kobalt maka
yang baik.
terjadi kenaikan absorbansi. Larutan
kobalt dibuat dengan konsentrasi 0,20; Pengaruh Penambahan Fe (II) pada
Ektraksi Kobalt
0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,2 yang masing-
Pengaruh adanya ion besi (II) pada
masing dikomplekskan dengan pereaksi
ekstraksi kobalt dilakukan dengan
ditizon dalam kloroform. Dari kurva uji
membuat sampel kobalt 1 ppm diekstraksi
linieritas diperoleh nilai R2 0,995 dan nilai
dengan ditizon pada fasa kloroform
korelasinya ® sebesar 0,991.
memberikan absorban yang berfluktuatif.
Pada penambahan Fe (II) 0,1 ppm

14 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


absorbansi kobalt 1 ppm 0,414 kemudian 0.35
dengan penambahan 0,2 ppm Fe (II) turun 0.3
menjadi 0,390. Setelah ditambah Fe (II)
0.25
0,3 ppm absorbansinya naik lagi menjadi

Absorbansi
0.2
0.418 lalu turun lagi menjadi 0,388 dengan
0.15
penambahan 0,4 dan terakhir naik lagi
0.1
dengan penambahan 0,5 ppm Fe(II) ppm
0.05
menjadi 0,419. Dari kurva tersebut terlihat
bahwa dalam penentuan kobalt dengan 0
0 0.2 0.4 0.6
ekstraksi menggunakan ditizon terjadi ppm Fe (III)
gangguan oleh ion Fe (II).
Gambar 4. Grafik pengaruh besi (III)
0.3
terhadap absorbansi kobalt 1
0.25 ppm
0.2
Absorbansi

Dari Gambar 4 terlihat bahwa


0.15
bsorbansi kobalt turun pada penambahan
0.1
Fe (III) 0.2 ppm, kemudian turun lagi pada
0.05
penambahan 0,3 ppm, namun pada
0
0 0.2 0.4 0.6 penambahan 0,4 dan 0,5 ppm naik kembali.
ppm Fe (II)
KESIMPULAN

Gambar 3. Grafik pengaruh besi (II) Berdasarkan percobaan yang


terhadap absorbansi kobalt 1 dilakukan dapat disimpulkan sebagai
ppm
berikut :
Pengaruh Penambahan Fe (III) pada 1. Ektraksi kobalt dengan ditizon
Ekstraksi Kobalt
memberikan kuva linearitas sebesar
Pengaruh adanya ion Fe (III) pada
0,991.
ekstraksi kobalt dengan ditizon dilakukan
2. Pengaruh adanya ion besi (II) pada
dengan membuat sampel kobalt 1 ppm
ekstraksi kobalt dengan ditizon pada
diekstraksi dengan ditizon pada fasa
fasa kloroform memberikan absorban
kloroform. Hasil percobaan dapat dilihat
yang berfluktuatif .
pada Gambar 4.
3. Pengaruh adanya ion Fe (III) pada
ekstraksi kobalt dengan ditizon pada
fasa kloroform memberikan kenaikan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 15


absorban pada penambahan besi (III) Phosponic and Phosponic Acid
Systems, Hydrometallurgy,
0,4 dan 0,5 ppm.
volume 9, Issue 2, pages 115 –
133.
DAFTAR PUSTAKA
Reddy B.R & Priya D.N., 2006, Chloride
Asnadi, C., Maimulyanti, A., Prihadi, A.R., Leaching and Solvent Extraction
Pengaruh pH pada Pemisahan Ion of Cadmium, Cobalt and Nickel
Kobalt (II) menggunakan from Spent Nickel-Cadmium,
pengomplek ditizon dengan Batteries using Cyanex 923 and
metode ekstraksi cair-cair, 2014, 272. Journal of Power Sources,
Warta Akab, no 32,pages 19-25 volume 161, issue 2, pp 1428-
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., 1434.
Mendham, J., Vogel‟s texbook of Tsakiridis P.E & Agatzini S.L, 2004,
Quantitative Inorganik Analysis Simultaneous Solvent Extraction
Including Elementary Instrumeltal of Cobalt and Nickel in the
Analysis, Longman Group UK Presence of Manganese and
Limited, London, 163-187. Magnesium from Sulfate Solution
Day and Underwood, 1991. Quantitative by Cyanex 301, Hydrometallurgy,
Analysis, Fourth edition, Practice vol 72, issues 3-4, pp 269-278.
Hall International. New Jersey. Zola A.S, Barros M.A.S, Sousa-Aquiar E.F,
Ghaedi M, Ahmadi F, Soylak M, 2007, Arroyo P.A, 2012, Determination
Preconcentration and Separation of the Maximum Retention of
of Nickel, Copper and Cobalt Cobalt by Ion Exchange in Zeolits.
Using Solid Phase Extraction and Braz. J. Chem. Eng. Vol 26 No. 2.
Their Determination in Some Real
Samples. Journal of Hazardous
Materials, Volume 147, issues 1-2,
pages 226-231.
Khuhawar M.Y., Lanjwani S.N., 2001,
Solvent Extraction and HPLC
Determination of Copper, Iron,
Nickel and Mercury in Water and
Fishes as 2 –Pyrroaldehyde-4-
phenyl-3-thiosemi Carbazone as
Derivatising Reagent, Jour. Chem.
Soc. Pak, Vol 23, No 3, pp 157-
162.
Ombaka O & Gichumbi J.M, 2011,
Spectrophotometric
Determination of Cobalt (II) in
Low Concentration using
Hydroxytriazene as Selective
Chelating Agents, African Journal
of Pure Applied`Chemistry Vol 5
(15), pp 495-502.
Preston J.S, 1982, Solven Extraction of
Cobalt and Nickel by
Organophosphorus Acid,
Comparison of Phosporic,

16 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


SINTESIS NANOKOMPOSIT Ag/ALGINAT/LIGAN BERBASIS TIOL
DAN APLIKASINYA DALAM SISTEM EMULSI
MINYAK DALAM AIR (O/W)

Foliatini*
Politeknik AKA Bogor, Jl. P. Sogiri 283 Bogor, Indonesia

ABSTRAK
Nanokomposit Ag/alginat/MUA/dodekanatiol telah berhasil disintesis dengan cara memodifikasi
nanopartikel Ag/alginat dengan senyawa tiol (asam merkaptoundekanoat/MUA dan dodekanatiol).
Nanokomposit tersebut memiliki hidrofobisitas yang sedang dan dapat diaplikasikan ke dalam sistem emulsi
O/W. Karakterisasi nanokomposit maupun sistem emulsi dilakukan dengan metode spektrofotometri Uv-
Visible, turbidimetri, serta pengujian ukuran partikel. Volume nanokomposit, rasio volume nanopartikel:
pemodifikasi, dan pH sangat berperan terhadap kemampuan emulsifikasi nanokomposit tersebut.
Meningkatnya volume nanokomposit maupun pemodifikasi dapat meningkatkan kemampuan emulsifikasi
hingga batas tertentu. Emulsifikasi dapat berjalan secara efektif pada pH sedang (2 <pH < 8).

Kata kunci: Ag/alginate/MUA/dodekanetiol, nanokomposit, asam merkaptoundekanoat, dodekanetiol,


emulsifier

ABSTRACT
Ag/alginate/MUA/dodecanethiol nanocomposite was successfully synthesized by modification of
Ag/alginate nanoparticles using thiol-based compounds (mercaptoundecanoid acid/MUA and dodecanethiol).
The nanocomposites possesed moderate hydrophobicity and was capable to be applied as an emulsifier to
O/W emulsion system. The nanocomposites characterization was conducted by UV-Visible spectrophotometry,
turbidimetry, and particle size analysis. The volume of nanocomposites, volume ratio of nanoparticles :
modifier, and pH have high influence on the emulsification capability of the nanocomposites. The increase of
both nanocomposite and modifier volume were capable to increase of emulsification capability until a certain
value. Emulsification was effective at moderate pH (2 <pH < 8).

Key words: Ag/alginate/MUA/dodecanethiol, nanocomposite, mercaptoundecanoid acid, dodecanethiol,


emulsifier

PENDAHULUAN emulsi distabilkan oleh zat yang

Sistem emulsi merupakan salah dinamakan dengan surfaktan, yang


memiliki gugus polar dan nonpolar dalam
satu sistem koloid yang banyak
struktur kimianya. Namun surfaktan
diaplikasikan dalam berbagai bidang,
memiliki kelemahan yaitu bahwa interaksi
seperti biomedis, farmasi, industri cat, tinta,
antara molekul surfaktan dengan fasa
maupun untuk polimerisasi (Bernardi et al.,
minyak dan fasa air dalam sistem emulsi
2011, Li et al., 2011, Reis et al., 2006,
bersifat reversible dan kemampuan
Rhim et al., 2006). Pada umumnya sistem
reversible tersebut berpengaruh terhadap

* Korespodensi.Tel: +62-8567653523
stabilitasnya.
E-mail: foliantini@gmail.com

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 17


Berbeda dengan surfaktan, sistem dapat mengenkapsulasi obat atau molekul
emulsi yang distabilkan oleh partikel dapat biologis seperti insulin, obat lipofilik atau
berinteraksi secara irreversible pada biomolekul yang besar melalui teknik
antarmuka sehingga memiliki stabilitas emulsifikasi/pembentukan gel internal
yang lebih tinggi (Aveyard et al., 2003). (Suksamran et al., 2009). Berdasarkan fungsi
Sistem emulsi semacam ini dinamakan yang dimiliki, pemanfaatan alginat sebagai
dengan emulsi Pickering. Berbagai jenis pemodifikasi nanopartikel Ag diharapkan
material telah diaplikasikan sebagai dapat menghasilkan nanokomposit yang
penstabil emulsi Pickering, misalnya silika potensial sebagai agen pembawa (vehicle)
dan berbagai jenis clay, misalnya untuk biomolekul hidrofobik dalam skala
montmorillonit. Nanopartikel seperti Fe3O4 yang lebih luas.
(Lan et al., 2007) dan Au (Kubowicz, 2010, Untuk mendesain material komposit
Larson-Smith dan Pozzo, 2012) yang nanopartikel dengan karakteristik sebagai
dimodifikasi dengan ligan dan polimer penstabil emulsi yang diharapkan, maka
juga dilaporkan dapat bersifat sebagai harus dilakukan proses pengontrolan
partikel penstabil. hidrofobisitas nanokomposit. Untuk
Nanopartikel Ag memiliki karakteristik mendapatkan kemampuan hidrofobisitas
optis yang menarik dan memiliki sifat yang sesuai, maka nanopartikel Ag dapat
antimikrob yang superior, sehingga dihidrofobisasi dengan suatu senyawaan
nanopartikel Ag dapat diaplikasikan dalam yang memiliki gugus alkil yang panjang
bidang farmasi dan biomedis. Supaya dan kemampuan interaksi yang kuat
nanokomposit berbasis Ag yang dihasilkan dengan Ag, misalnya alkiltiol.
tidak bersifat toksik, maka dalam Tujuan penelitian ini adalah
sintesisnya tidak digunakan zat kimia yang mempelajari aplikasi nanokomposit Ag/
toksik seperti NaBH4, namun digunakan alginat/alkiltiol sebagai penstabil emulsi
bahan alam yang dapat berperan sebagai Pickering, dan berbagai faktor yang
pereduksi, misalnya polisakarida. berpengaruh terhadap kinerja nanokomposit
Alginat merupakan polisakarida tersebut.
alam yang terdapat dalam rumput laut dan
BAHAN DAN METODE
mengandung blok monomer guluronat
Bahan
yang dapat mengalami ikatan silang
Bahan yang digunakan adalah Ag
melalui interaksi elektrostatik dengan
(p.a, Merck), natrium alginat (Himedia),
kation logam (d‟Ayala et al., 2008). Alginat

18 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


dodekanatiol dan MUA (Sigma-Aldrich), homogen dan reaksi pembentukan
akua regia, toluena, fasa minyak nanokomposit berjalan dengan sempurna.
(kloroform), NaOH, HCl dan akuabides. Campuran nanokomposit Ag/
alginat/tiol, fasa minyak (kloroform), dan
Peralatan
Alat yang digunakan adalah air dengan rasio tertentu diaduk dengan

Particle Size Analyzer (Malvern Zetasizer, pengaduk magnetik selama beberapa menit,

ZEN-1600), Spektrofotometer UV-Visible dihomogenkan dengan vortex mixer, dan

double beam (UV-1700, Shimadzu), disimpan pada temperatur 25C. pH sistem

Spektrometer Fourier-Transform Infra Red emulsi divariasikan dengan penambahan

(IR-Prestige-21 Shimadzu), oven gelombang HCl atau NaOH. Variabel bebas yang

mikro, tensiometer, turbidimeter, vortex dipelajari adalah jenis pemodifikasi untuk

mixer dan sentrifus. nanokomposit, volume nanokomposit,


rasio Ag/alginat : senyawa tiol, dan pH.
Metode Penelitian
Sintesis nanokomposit Ag/alginat/MUA/ Karakterisasi nanokomposit Ag/alginat/
dodekanatiol dan preparasi emulsi MUA/dodekanatiol dan sistem emulsi
Sebanyak 1 mL larutan AgNO3 Nanokomposit Ag/alginat/MUA/
0,01 M dimasukkan ke dalam gelas piala, dodekanatiol dikarakterisasi dengan
ditambahkan 5 mL alginat dengan konsentrasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis
0,15% b/v dan diencerkan dengan air (pada panjang gelombang 200-1100 nm),
sehingga didapatkan larutan sebanyak 20 Particle Size Analyzer (PSA), dan
mL. Setelah dikocok, larutan dimasukkan tensiometer. Sistem emulsi yang distabilkan
ke dalam oven gelombang mikro dengan oleh nanokomposit dikarakterisasi dengan
daya 400 W. Setelah diiradiasi selama 2 spektrofotometri UV-Vis (pada panjang
menit, gelas piala dikeluarkan dan gelombang 200-1100 nm), turbidimetri dan
didinginkan sampai temperatur kamar, PSA.
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan HASIL DAN PEMBAHASAN
tertentu selama beberapa menit.
Pengaruh modifikasi dengan senyawa
Koloid nanologam Ag/alginat pada berbasis tiol
kondisi optimum ditambahkan sejumlah Ag/alginat yang dihasilkan bersifat
larutan MUA dan dodekanatiol dalam sangat hidrofilik karena banyak mengandung
volume dan rasio tertentu. Pengocokan muatan negatif pada gugus karboksilat
dilakukan hingga campuran menjadi anionik alginat, oleh karena itu perlu
dilakukan juga modifikasi terhadap

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 19


Ag/alginat untuk mengatur tingkat dihasilkan dapat diaplikasikan sebagai
hidrofobisitas sistem nanokomposit tersebut, penstabil emulsi.
sebelum diaplikasikan sebagai penstabil
100
emulsi. Dalam penelitian ini modifikasi
dilakukan dengan meng-gunakan senyawa

%T
80

tiol.
60
Pengujian konsentrasi dodekanatiol
menunjukkan bahwa pada konsentrasi
40
3500 3000 2500
dodekanatiol yang tinggi, tingkat bilangan gelombang (cm-1)
hidrofobisitas Ag/alginat sangat tinggi, 100
sehingga afinitas nanokomposit tersebut
dalam fasa minyak sangat besar. Hal ini 80

%T
diperlihatkan oleh berpindahnya partikel
60
Ag/alginat dari fasa air menuju fasa
minyak (dalam hal ini yaitu kloroform), 40

sehingga lapisan bawah menjadi berwarna 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200
bilangan gelombang (cm-1)
kecokelatan (Gambar 1).
100

80
%T

60
Gambar 1. Ag/alginat/dodekanatiol dengan
konsentrasi dodekanatiol 50%,
20%, 10%, 5%, dari kiri ke 40
1200 1000 800 600
kanan bilangan gelombang (cm-1)

Penambahan MUA diharapkan Gambar 2. Spektrum FTIR untuk


Ag/alginat/MUA/dodekanatio
dapat memperbaiki karakter hidrofobisitas/
l (orange), Ag/alginat (hijau),
hidrofilisitas Ag/alginat, sehingga nanokomposit MUA (pink), dan
dodekanatiol (biru)
yang dihasilkan dapat diaplikasikan ke
dalam sistem emulsi. Penambahan MUA Spektrum FTIR nanokomposit Ag/
dan dodekanatiol sekaligus diharapkan alginat/MUA/dodekanatiol (Gambar 2)
dapat mengubah karakter nanopartikel menunjukkan terjadinya pelebaran puncak
Ag/alginat sehingga nanokomposit yang dan peningkatan intensitas dibandingkan
dengan spektrum Ag/alginat, yaitu pada

20 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


bilangan gelombang yang karakteristik dibandingkan dengan MUA dan
untuk –OH dari –COOH– (sekitar 3300 dodekanatiol puncak tersebut mengalami
-1
cm ). Hal ini mengindikasikan melimpahnya pergeseran pada spektrum nanokomposit.
gugus karboksilat dalam sistem disebabkan Tekukan (bending) C-S-H dalam MUA
adanya tambahan dari MUA. Jika dan dodekanatiol yang diperlihatkan oleh
dibandingkan dengan senyawa MUA dan daerah sekitar 720 cm-1, mengalami
dodekanatiol murni, puncak pada daerah pergeseran dalam spektrum nanokomposit
2850-3000 cm-1 dalam spektrum yaitu menjadi sekitar 760 cm-1.
nanokomposit bergeser sedikit ke arah
Variasi rasio volume Ag : MUA : tiol
nilai yang lebih rendah. Pergeseran Untuk mendapatkan karakteristik
tersebut merupakan indikasi adanya yang diharapkan, dicari rasio volume
kristalinitas yang lebih tinggi dari senyawa Ag/alginat: MUA: dodekanatiol yang
tiol pada permukaan nanokomposit (Ang optimum dari beberapa variasi yang diuji
dan Chin, 2004, Sandhyarani, 2000). yaitu sebagaimana yang dituliskan dalam
Puncak untuk ikatan S-H pada Tabel 1 berikut. Volume MUA dan
-1
daerah di sekitar 2500-2550 cm tidak dodekanatiol diatur supaya relatif lebih
terlihat dalam spektrum nanokomposit, hal kecil dibandingkan dengan volume
ini menunjukkan bahwa terjadi deprotonasi Ag/alginat karena baik MUA maupun
dan sulfur mengikat Ag secara kovalen dodekanatiol dapat berpengaruh secara
membentuk ikatan Ag-S (Amoli et al., signifikan terhadap karakteristik
2012). Puncak karbonil pada MUA yaitu hidrofobisitas nanokomposit berbasis
-1
pada daerah sekitar 1700 cm bergeser ke Ag/alginat bahkan dalam jumlah sedikit.
arah bilangan gelombang yang lebih
Tabel 1. Rasio antara Ag/alginat : MUA :
rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya dodekanatiol yang diuji dalam
distorsi spasial yang dihasilkan oleh percobaan
lapisan ligan dengan densitas yang tinggi. Dodeka
Ag/alginat MUA
Kode -natiol
Puncak tersebut mengalami tumpang- (mL) (mL)
(mL)
tindih dengan puncak karbonil dari alginat 1 10 1 1
2 10 1 2
pada bilangan gelombang antara 1600- 3 10 1 3
1650 cm-1. Spektra MUA, dodekanatiol 4 10 2 1
5 10 2 2
dan nanokomposit memperlihatkan puncak 6 10 2 3
pada 1400-1500 cm-1 yang disebabkan 7 10 3 1
8 10 3 2
oleh vibrasi wagging S-CH2. Jika 9 10 3 3

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 21


Kenampakan koloid nanokomposit Ag/alginat yang belum dimodifikasi
pada berbagai rasio menunjukkan dengan senyawa tiol memiliki tegangan
karakteristik optis yang berbeda secara muka yang cukup besar sehingga tidak
signifikan dibandingkan dengan Ag/alginat sesuai untuk diaplikasikan secara langsung
tanpa modifikasi. Nanopartikel Ag/alginat ke dalam sistem emulsi. Modifikasi dengan
sebelum dimodifikasi terlihat berwarna dodekanatiol menghasilkan penurunan
kuning jernih agak kecokelatan, namun tegangan muka yang lebih besar
setelah dimodifikasi menjadi semakin dibandingkan dengan modifikasi dengan
terlihat cokelat. Warna cokelat tersebut MUA. Hal ini menjelaskan nilai tegangan
tidak berubah menjadi kuning lagi muka pada rasio 10 : 1 : 2 yang merupakan
meskipun dibiarkan selama beberapa hari. nilai paling rendah dibandingkan dengan
Hal ini menunjukkan bahwa reaksi nilai pada rasio lainnya (Tabel 2).
pengikatan senyawa tiol tidak berlangsung Tabel 2. Tegangan muka Ag/alginat/
secara reversibel. MUA/dodekanatiol pada berbagai
rasio volume
Di antara berbagai rasio yang diuji,
rasio yang menggunakan volume Rasio Tegangan muka (mNm)
Ag/alginat 51,90
dodekanatiol sebanyak 3 mL (yaitu rasio
10 : 1 : 1 28,38
10:1:3, 10:2:3, 10:3:3) relatif kurang stabil.
10 : 1 : 2 19,32
Hal ini diperlihatkan oleh perubahan warna
10 : 2 : 1 28,49
yang cukup jelas dalam waktu
10 : 2 : 2 27,91
penyimpanan selama 1 hari, yaitu dari
warna kuning kecokelatan terang menjadi
Pengujian dengan spektrofotometri
lebih tipis. Ketidakstabilan tersebut dapat
UV-Vis dilakukan untuk melihat adanya
disebabkan oleh reaksi kompetisi antara
interaksi yang terbentuk antara Ag/alginat
alginat dengan dodekanatiol yang
dengan senyawa tiol sebagai pemodifikasi.
menyebabkan terlepasnya alginat dari Ag0.
Pergeseran panjang gelombang maupun
Sebelum terikat dengan dodekanatiol,
penurunan/kenaikan absorbansi yang
dapat dimungkinkan sebagian dari Ag0
signifikan menunjukkan bahwa Ag/alginat
teroksidasi kembali menjadi Ag+ karena
tidak hanya bercampur dengan senyawa
0
kecenderungan oksidasi Ag dalam ukuran
tiol (MUA dan dodekanatiol) namun
nano lebih besar dibandingkan dalam skala
membentuk interaksi yang efektif.
bulk.
Gambar 3 menunjukkan bahwa
terjadi pergeseran puncak spektra yang

22 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


signifikan setelah Ag/alginat dimodifikasi Rasio 10:3:1 dan 10:3:2 menghasilkan
dengan senyawaan tiol. Pergeseran pergeseran panjang gelombang yang cukup
tersebut juga diikuti dengan penurunan besar dibandingkan dengan rasio yang lain.
absorbansi, dan terbentuknya puncak baru Meskipun pergeseran panjang gelombang
pada panjang gelombang daerah UV yaitu dapat menjadi indikasi bahwa terjadi
260 nm, yang menunjukkan spesi hasil interaksi antara nanopartikel dan senyawa
interaksi antara Ag/alginat, MUA, dan pemodifikasi namun variabel tersebut
dodekanatiol. bukan merupakan satu-satunya penentu
untuk menetapkan rasio optimum yang
2
akan digunakan pada tahap berikutnya.
Untuk dapat memastikan karakteristik
absorbansi

nanokomposit pada setiap rasio, maka


1
nanokomposit pada berbagai rasio tersebut
harus diuji ke dalam sistem emulsi yang
0 sebenarnya. Kemampuan emulsifikasi
200 300 400 500 600 700 800
panjang gelombang (nm) maupun kestabilan juga menjadi
pertimbangan utama dalam memilih rasio
Gambar 3. Spektrum Ag/alginat (merah)
dan Ag/alginat termodifikasi yang optimum.
tiol pada berbagai rasio
volume

Tabel 3. Panjang gelombang puncak SPR nanokomposit Ag/alginat/MUA/ dodekanatiol serta


ukuran partikel dan distribusinya (dinyatakan sebagai % volume) pada berbagai
rasio
Rasio Panjang gelombang (nm) Ukuran partikel (nm) % volume
Ag/alginat 403 3,564 99,4
10 : 1 : 1 413 11,33 99,0
10 : 1 : 2 409,5 9,797 94,5
10 : 2 : 1 411,5 18,36 95,9
10 : 2 : 2 410,5 12,91 95,2
10 : 3 : 1 414 12,32 98,0
10 : 3 : 2 415 8,157 99,0

Pergeseran panjang gelombang juga partikel. Ukuran partikel yang relatif besar
mengindikasikan terbentuknya partikel menguntungkan dalam stabilisasi emulsi,
berukuran besar / agregat, dan hal ini harus karena meningkatkan energi detachment,
dikonfirmasi dengan pengujian ukuran namun di sisi lain mempersulit penataan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 23


yang efektif pada permukaan tetesan
0.8

panjang gelombang (nm)


minyak. Hasil pengujian ukuran partikel
420
0.6

absorbansi
(Tabel 3) menunjukkan bahwa kenaikan
ukuran partikel setelah modifikasi dengan 0.4
410
senyawa tiol tidak terlalu besar. Hal ini
0.2
menunjukkan bahwa nanokomposit
400 0
cenderung tidak mengalami agregasi. 5 10 15 20
volume nanokomposit (mL)
Aplikasi nanokomposit dalam sistem
emulsi O/W Gambar 5. Hubungan panjang gelombang
Variasi volume nanokomposit dan absorbansi dengan volume
nanokomposit
Karena nanokomposit berperan
sebagai penstabil emulsi, maka jumlah Spektra SPR untuk nanokomposit

nanokomposit sangat berkaitan dengan Ag/alginat/MUA/dodekanatiol pada berbagai

efektivitas pembentukan emulsi. Semakin variasi volume menunjukkan bahwa tidak

tinggi konsentrasi nanokomposit yang hanya absorbansi yang meningkat dengan

digunakan, semakin tinggi pula meningkatnya volume nanokomposit,

kemampuan emulsifikasi. namun panjang gelombang juga


mengalami pergeseran ke arah nilai yang
lebih besar (Gambar 5). Hal ini
menunjukkan kenaikan volume tidak
hanya berpengaruh terhadap kuantitas
Gambar 4. Kenampakan emulsi pada nanokomposit dalam sistem emulsi namun
berbagai volume nanokomposit
(5mL-20 mL, dari kiri ke juga mempengaruhi interaksi yang terjadi
kanan), kiri = rasio 10:2:1, dalam sistem emulsi tersebut dan densitas
kanan = rasio 10:2:2
nanokomposit pada permukaan tetesan
Gambar 4 memperlihatkan bahwa minyak. Pergeseran panjang gelombang ke
meningkatnya volume nanokomposit arah nilai yang lebih besar menunjukkan
mengakibatkan kenaikan turbiditas, namun makin rapatnya penataan nanokomposit
pada rasio 10:2:2 kenaikan tersebut lebih tersebut pada permukaan tetesan minyak
besar dibandingkan pada rasio 10:2:1. (Larson-Smith dan Pozzo, 2012). Dengan
demikian penataan yang lebih rapat
tersebut menguntungkan karena dapat
meningkatkan kemampuan emulsifikasi.

24 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


baru tersebut menunjukkan adanya kluster
100
perak dalam sistem. Penelitian lain yang
lebar puncak (nm) 600
80
dilakukan oleh Tang et al. (2011) menjelaskan
ukuran partikel/

% volume
400 60
bahwa puncak pada 348 nm yang terdapat
40
200
dalam spektrum nanokomposit Ag-
20
dodekanatiol merupakan kompleks
0 5 10 15 20 0 [Agm(SC12H25)n].
volume nanokomposit (mL)
1
Gambar 6. Hubungan antara ukuran 0.8 5-15 mL
partikel dengan volume
0.6

absorbansi
nanokomposit
0.4
Jika dilihat dari ukuran partikel,
0.2
semakin banyak volume nanokomposit
0
maka ukuran partikel cenderung meningkat 200 400 600 800
(Gambar 6). Ukuran partikel yang terbaca panjang gelombang (nm)

tersebut dapat dimungkinkan merupakan Gambar 7. Spektra nanokomposit dalam


sistem emulsi pada variasi
ukuran droplet emulsi yang melibatkan volume nanokomposit
tetesan minyak yang terselimuti oleh
Kestabilan sistem emulsi yang
nanokomposit. Meningkatnya ukuran
makin meningkat dengan meningkatnya
partikel yang terbaca oleh PSA dapat
volume nanokomposit dalam eksperimen
disebabkan oleh meningkatnya lapisan
ini merupakan akibat dari semakin banyak
nanokomposit pada permukaan tetesan
dan rapatnya nanokomposit yang melapisi
minyak. Di sisi lain terdapat juga
permukaan tetesan minyak. Dengan
kemungkinan terbentuknya kluster
demikian meskipun terbentuk kluster perak
nanokomposit yang diperlihatkan oleh
maupun kompleks perak-tiol, peningkatan
puncak pada 340 nm. Pada volume
ukuran yang disebabkan oleh penataan
nanokomposit yang semakin besar, puncak
nanokomposit yang rapat di sekeliling
tersebut semakin terlihat jelas (Gambar 7).
tetesan emulsi lebih dominan.
Dell‟Erba et al. (2010) dan Amoli et al.
Variasi rasio volume Ag : MUA :
(2012) pernah melaporkan adanya puncak
dodekanatiol
yang mirip namun pada daerah 342 nm
Gambar 8 memperlihatkan bahwa
dalam spektrum nanokomposit Ag/MUA.
dengan meningkatnya volume senyawa tiol
Menurut penelitian yang dilakukan, puncak
pemodifikasi terjadi kecenderungan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 25


meningkatnya turbiditas. Hal ini dapat nanokomposit menata diri membentuk
disebabkan oleh semakin banyaknya penataan rapat di sekeliling permukaan
jumlah nanopartikel Ag/alginat yang tetesan minyak.
termodifikasi sehingga hidrofobisitasnya
430 30

panjang gelombang (nm)


semakin meningkat. Meningkatnya
420

gelombang (nm)
hidrofobisitas hingga kadar tertentu dapat

selisih panjang
20
meningkatkan kemampuan emulsifikasi. 410

Dengan demikian dapat diduga bahwa 400


10
meningkatnya volume senyawa tiol dapat 390
meningkatkan kemampuan emulsifikasi. 380 0
1 2 3 4 5 6

500
Gambar 9. Spektra SPR nanokomposit Ag/
turbiditas (NTU)

alginat/MUA/dodekanatiol
400 dalam sistem emulsi kloroform
dalam air pada berbagai rasio
300
Berdasarkan Gambar 9 terlihat
200 bahwa dengan meningkatnya volume

1 2 3 4 5 6 senyawa tiol pemodifikasi, pergeseran


panjang gelombang tersebut semakin besar.
Gambar 8. Turbiditas emulsi yang distabilkan Karena hasil pengujian TEM menunjukkan
oleh nanokomposit pada
berbagai rasio volume bahwa tidak terbentuk agregat dalam
jumlah yang signifikan, maka pergeseran
Hasil pengujian spektrofotometri
panjang gelombang yang semakin besar
UV-Vis menunjukkan bahwa pergeseran
cenderung diakibatkan oleh interaksi antar
panjang gelombang puncak SPR dapat
nanokomposit dan minyak (fasa organik).
terjadi setelah nanokomposit membentuk
Hasil pengujian ukuran partikel
sistem emulsi minyak dalam air,
dengan PSA memperlihatkan ukuran
bergantung pada rasio yang digunakan.
partikel yang semakin besar dengan
Selain rasio 10 : 1 : 1, semua rasio
meningkatnya volume senyawa tiol sampai
memperlihatkan adanya pergeseran
nilai tertentu (Gambar 10). Hal ini sesuai
panjang gelombang yang signifikan.
dengan data turbiditas yang telah dibahas
Pergeseran tersebut dapat disebabkan oleh
sebelumnya.
dua hal, yaitu interaksi antar nanokomposit
membentuk agregat, sehingga ukuran
partikel meningkat secara signifikan, atau,

26 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


nanokomposit dapat menjadi lebih atau
300 110
lebar puncak (nm) kurang dominan dibandingkan dengan
ukuran partikel /

interaksi antara nanopartikel sebagai


200

% jumlah
100 penstabil dengan tetesan minyak yang
distabilkan.
100
Untuk nanokomposit yang
90 mengandung gugus karboksilat, pada pH
1 2 3 4 5 6
tinggi karakteristik hidrofilisitas meningkat
Gambar 10. Hubungan antara ukuran partikel
sistem emulsi dengan rasio volume karena nanokomposit cenderung bermuatan
Ag:MUA:dodekanatiol negatif (yaitu dari gugus COO-). Pada nilai
Berdasarkan hal tersebut, dapat pH tertentu didapatkan sifat amfifilisitas

diasumsikan bahwa pada volume senyawa yang sesuai untuk stabilisasi emulsi.
pemodifikasi yang kecil, emulsifikasi Namun pH yang terlalu tinggi
belum berjalan dengan efektif. Pembuktian mengakibatkan berkurangnya tolakan
untuk hal ini dapat dilihat dari distribusi elektrostatik antar nanokomposit sehingga

ukuran partikel dilihat dari persen volume kestabilan emulsi menurun. Dengan
yang memperlihatkan adanya partikel demikian pengaturan pH merupakan hal
berukuran kecil (yaitu nanokomposit) pada yang sangat krusial karena menentukan
rasio 10 : 1 : 1. Hal ini menunjukkan kestabilan emulsi. Hal ini sesuai dengan

bahwa sebagian nanokomposit tersebut literatur yang menjelaskan bahwa pH dapat


belum tertata secara rapat dalam mengontrol sifat amfifilisitas nanopartikel,
permukaan tetesan minyak, dan masih yang merupakan sifat yang berperan dalam
berada dalam keadaan terpisah, sehingga penstabilan emulsi (Li et al., 2011).

terukur oleh PSA sebagai partikel Pada pH 2, gugus karboksilat


berukuran kecil. cenderung terprotonasi dan berada sebagai
–COOH, sehingga ikatan hidrogen antar
Variasi pH
gugus –COOH dalam nanokomposit
pH dapat mempengaruhi interaksi
berbasis Ag/alginat semakin berlimpah.
yang terjadi dalam sistem emulsi yang
Hal ini menyebabkan jarak antar partikel
distabilkan oleh nanokomposit karena
yang semakin dekat, dan membentuk
densitas muatan dapat berubah dengan
agregat. Jika diaplikasikan ke dalam sistem
berubahnya pH. Akibatnya tolakan
emulsi hal ini mengakibatkan sulitnya
maupun tarikan elektrostatik dapat
tetesan minyak untuk masuk ke dalam
mengalami perubahan dan interaksi antar

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 27


celah antar nanokomposit sehingga tetesan kekeruhan disebabkan oleh terbentuknya
minyak akan cenderung terpisah dan padatan AgOH maupun Ag2O.
emulsi yang stabil tidak akan terbentuk. Karena tolakan elektrostatik
cenderung menurun pada pH tinggi, maka
dapat diduga bahwa sebagian dari
nanokomposit akan membentuk agregat.
Gambar 11. Emulsi kloroform dalam air Pembentukan agregat dapat dikonfirmasi
yang distabilkan oleh nanokomposit pada dengan menggunakan PSA (Gambar 13).
pH 2-12 (dari kiri ke kanan)
Agregat tersebut dapat menurunkan
Hasil percobaan memperlihatkan
kemampuan emulsifikasi maupun kestabilan
karakteristik emulsifikasi yang berbeda
nanokomposit.
pada pH yang berbeda (Gambar 11). Pada
Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan
pH 2, pembentukan emulsi relatif kurang
meningkatnya pH dari 2 hingga 8, ukuran
efektif, yang ditunjukkan oleh memisahnya
partikel menurun, dan kemudian
fasa nanokomposit di bagian atas. Hal ini
meningkat lagi secara signifikan pada pH
mengakibatkan warna koloid berubah
di atas 8. Homogenitas ukuran (dinyatakan
menjadi lebih jernih.
sebagai persen volume) juga mengalami
penurunan pada kenaikan pH dari 2 hingga
300
6 dan kemudian meningkat lagi mencapai
turbiditas (NTU)

89-100% pada pH yang sangat basa (8-12).


200 Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
beberapa jenis ukuran partikel pada
100 rentang pH 2-6, atau ukuran partikel tidak
5 10
pH seragam.

1500
Gambar 12. Hubungan turbiditas dengan 100
lebar puncak (nm)

pH emulsi
ukuran partikel /

80
1000
% volume

Hasil pengukuran turbidimetri 60


menunjukkan peningkatan turbiditas 500 40
dengan meningkatnya pH (Gambar 12). 20
02
Hal ini dapat disebabkan oleh 4 6 8 10 12 0
pH
meningkatnya efektivitas pembentukan
emulsi, namun pada pH 12 bisa juga Gambar 13. Hubungan antara ukuran partikel
sistem emulsi dengan pH

28 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Pada pH 2, ukuran partikel yang minyak, namun pembentukan agregat yang
cukup kecil yang menandakan cukup besar menyebabkan nanokomposit
nanokomposit bebas masih terlihat. Pada tidak dapat melapisi tetesan minyak secara
pH 4 nanokomposit bebas sudah tidak efektif. Dengan demikian emulsi pada pH
terdapat dalam sistem emulsi namun 12 yang mengandung agregat dan droplet
agregat berukuran besar mulai terbentuk. emulsi dalam ukuran yang cukup besar
Agregat tersebut juga terlihat pada pH memiliki kecenderungan untuk tidak stabil
yang lebih tinggi. Pada pH 8 dan yang atau mudah mengalami pemisahan fasa.
lebih tinggi, pembentukan emulsi relatif
480 60

panjang gelombang (nm)


cukup efektif, karena ukuran partikel yang

delta lamda (nm)


50
460
berada dalam rentang ukuran nano/mikroemulsi,
40
dan dengan % volume yang cukup tinggi. 440
30
Spektra SPR nanokomposit Ag/ 420
20
alginat/MUA/dodekanatiol dalam sistem 400 10
2 4 6 8 10 12
emulsi kloroform dalam air (Gambar 14) pH

menunjukkan bahwa pada pH 2, spektra


Gambar 14. Atas : Spektra nanokomposit
SPR sangat melebar dan panjang pada berbagai pH. Bawah:
gelombang puncak SPR bergeser ke arah Hubungan antara panjang gelombang
dan selisihnya dengan pH sistem
nilai yang lebih besar. Pergeseran panjang emulsi
gelombang tersebut sangat besar, hingga
Berdasarkan data yang diperoleh,
mencapai hampir 50 nm. Pada pH yang
dalam rentang pH yang dipelajari, pH yang
lebih tinggi, pergeseran panjang
relatif dapat menghasilkan kemampuan
gelombang relatif lebih kecil. Pergeseran
emulsifikasi dan kestabilan yang cukup
tersebut merupakan indikasi terbentuknya
tinggi adalah pH 8-10. pH yang sangat
agregat, sesuai dengan data ukuran partikel.
rendah maupun sangat tinggi tidak sesuai
Pada pH 10 dan 12, pembentukan kluster
untuk pembentukan emulsi yang efektif
nanopartikel Ag dan/atau kompleks Ag-tiol
dan stabil.
terlihat dari adanya puncak pada daerah
KESIMPULAN
340 nm.
Meskipun pembentukan kluster Berdasarkan percobaan yang
hingga ukuran tertentu dapat dilakukan, dapat ditarik beberapa
menguntungkan dalam proses adsorpsi kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
nanokomposit pada permukaan tetesan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 29


Nanopartikel Ag/alginat dapat
Dell‟Erba, I., C. Hoppe and R. Williams,
dihidrofobisasi dengan penambahan
Langmuir, 2010, 26, 2042
dodekanatiol dan MUA pada rasio volume
Kubowicz, S., Daillant, J., Dubois, M.,
tertentu dan nanokomposit yang dihasilkan Delsanti, M., Verbavatz, J.M.,
dapat menstabilkan emulsi O/W. Möhwald, H., 2010, Mixed-
monolayer-protected gold nano-
Kemampuan emulsifikasi nanokomposit particles for emulsion stabilization,
Ag/alginat/MUA/dodekanatiol dipengaruhi Langmuir, 2, 26 (3), 1642-1648
Lan, Q., Liu, C., Yang, F., Liu, S., Xu, J.,
oleh konsentrasi nanokomposit, rasio Sun, D., 2007, Journal of Colloid
nanopartikel Ag : tiol, dan pH. and Interface Science, 310, 260
Larson-Smith, K., Pozzo, D.C., 2012,
DAFTAR PUSTAKA Pickering Emulsions Stabilized by
Nanoparticle Surfactants, Langmuir,
Amoli, B.M., Sarang Gumfekar, Anming 28, 11714-11724
Hu, Y. Norman Zhou and Boxin Li, T., Huarong Liu, Lai Zeng, Weifeng
Zhao, 2012, Thiocarboxylate Miao, Ying Wu, 2011, Study of
functionalization of silver emulsion polymerization stabilized
nanoparticles: effect of chain length by amphiphilic polymer
on the electrical conductivity of nanoparticles, Colloid Polym. Sci.,
nanoparticles and their polymer 289, 1543–1551
composites, J. Mater. Chem., 22, Reis, C.P., R.J. Neufeld, A.J. Ribiero,
20048-20056 F.Veiga, 2006, Design of Insulin-
Ang, T.S.A.W.T.P., W.S. Chin, 2004, loaded alginate nanoparticle :
Three-Dimensional Self-Assembled influence of the calcium ion on
Monolayer (3D SAM) of n- polymer gel matrix properties,
Alkanethiols on Copper CI&CEQ, 12 (1) 47-52
Nanoclusters, J. Phys. Chem. B, Rhim, J.-W., Lee, J.-H., Hong, S.-I., 2006,
108 (30) 11001-11010 Water resistance and mechanical
Aveyard, R., Binks, B.P., Clint, J.H., 2003, properties of biopolymer (alginate
Emulsions stabilised solely by and soy protein) coated
colloidal particles, Adv. Colloid paperboards, Food Science and
Interface Sci., 100, 503-546 Technology, 39 (7) 806-813
Bernardi, D.S., Tatiana, A.P., Naira, R.M., Sandhyarani, T.P.N., 2000, Crystalline
Josiane, B., Gisely, S.V., Gustavo, Solids of Alloy Clusters., Chem.
C.O., Pedro, A.R., 2011, Formation Mater., 12(6) 1755-1761
and stability of oil-in-water Suksamran, T., Opanasopit, P., Rojanarata,
nanoemulsions containing rice bran T., Ngawhirunpat, T.,
oil : in vitro and in vivo Ruktanonchai, U., Supaphol, P.,
assessments, Journal of 2009, Biodegradable alginate
Nanobiotechnology, 9, 44 micro-particles developed by
d‟Ayala, Gomez, G., Malinconico, M., electro-hydrodynamic spraying
Laurienzo, P., 2008, Marine techniques for oral delivery of
Derived Polysaccharides for protein, Journal of
Biomedical Applications: Chemical Microencapsulation, 26 (7): 563–
Modification Approaches, 570
Molecules, 13, 2069-2106

30 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Tang, A., Shengchun Qu, Yanbing Hou,
FengTeng, Yongsheng Wang,
Zhanguo Wang, 2011, One-pot
synthesis, optical property and self-
assembly of monodisperse silver
nanospheres, Journal of Solid State
Chemistry, 184, 1956–1962

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 31


STUDI REAKSI EUGENOL DENGAN ASAM TRIKLOROASETAT

Candra Irawan*
Politeknik AKA Bogor.
Jalan Pangeran Sogiri No.283 Tanah Baru Bogor, Indonesia

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai reaksi eugenol dengan asam trikloroasetat dalam pelarut kloroform
dengan pengadukan selama 4 hari pada suhu kamar. Setelah rekristalisasi dalam etanol, didapatkan cairan
kental coklat.
Pemeriksaan dengan kromatograf gas-spektrometer massa menghasilkan ester dari asam trikloroasetat
(BM=179) dan polieugenol (BM-558).

Kata kunci : eugenol, asam trikloroasetat, kromatograf gas-spektrometer massa

ABSTRACT
Research on reactions of eugenol with trichloroacetic acid in chloroform medium have been conducted.
The mixture was stirred at room temperature for 4 days. Crystallization from ethanol gave brown oil as ayield
from the reaction of eugenol
Examination of Gas Chromatography-Mass Spectrometer and Infra Red spectrum of the product of
eugenol with trichloroacetic acid indicated the mixture of ester of trichloroacetic (M.W = 179) and
polyeugenol (M.W = 589).

Key words: eugenol, trichloroacetic acid, gas chromatography-mass spectrometer

PENDAHULUAN
eugenol. Irawan, C. (2015) telah
Eugenol merupakan komponen
melakukan penelitian tentang studi reaksi
utama minyak cengkeh (Guenther, 1950).
eugenol dengan alumunium klorida
Senyawa ini mempunyai beberapa gugus
menghasilkan campuran senyawa
fungsional, yaitu hidroksil, alil, dan eter
polieugenol, 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)
sehingga dimungkinkan untuk diubah
propana, dan senyawa 1-(4-hidroksi-3-
menjadi senyawa turunannya yang
metoksifenil)-2-kloro propan. Pada
mempunyai manfaat dan nilai ekonomis
penelitian ini dilakukan reaksi terhadap
yang lebih tinggi.
eugenol menggunakan asam trikloro asetat,
Ikatan rangkap dua pada gugus alil
sehingga dihasilkan turunan arilindan yang
senyawa eugenol dapat mengalami reaksi
diduga berperan penting sebagai zat aktif
adisi antara lain dengan halogen, hidrogen,
anti tumor (Al-Farhan et al., 1992).
dan hidrasi menghasilkan senyawa turunan

* Korespodensi.Tel: +62-2518650351
E-mail: Cha_chand1977@yahoo.com

32 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Penelitian ini bertujuan untuk pH 7, kemudian dikeringkan dengan
mempelajari reaksi antara eugenol dengan Na2SO4 anhidrat, didekantasi dan
menggunakan asam trikloro asetat. dimasukkan ke labu evaporator melalui
Prosedur yang diperoleh dapat digunakan penyaringan.
dalam diversifikasi produk hasil olahan Kloroform diuapkan dengan
dari minyak daun cengkeh. evaporator. Distilat yang diperoleh
dianalisis dengan spektrofotometer infra
BAHAN DAN METODE
merah dan kromatograf gas spektrofotometer
Bahan
massa.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eugenol murni, HASIL DAN PEMBAHASAN

CCl3 COOH p.a, CHCl3, larutan NaHCO3 Reaksi eugenol dengan asam trikloro
jenuh, Na2SO4 anhidrat, dan akuades. asetat menghasilkan larutan berwarna

Peralatan merah. Cairan tersebut dianalisis dengan

Alat yang digunakan dalam spektrofotometer infra merah dan

penelitian adalah spektrofotometer infra kromatograf gas spektrofotometer massa.

merah merk Shimadzu FTIR-8201 PC, Gugus fungsional yang terdapat dalam

kromatograf gas spektrofotometer massa hasil reaksi disajikan dalam spektrum infra

QP-5000, neraca analitik, erlenmeyer, merah seperti terlihat pada Gambar 1.

pengaduk magnet, evaporator merk Buchi,


dan penyaring Buchner.

Metode Penelitian
Reaksi Eugenol dengan Asam Trikloro
Asetat
Sebanyak 2 g eugenol dimasukkan
ke erlenmyer yang berisi 3,3 g asam
trikloro asetat dalam 24 mL kloroform
yang telah dilengkapi pengaduk magnet.
Gambar 1. Spektrum infra merah hasil
Larutan disimpan selama 4 hari pada suhu reaksi eugenol dengan asam
kamar sambil diaduk terus menerus. trikloro asetat
Hasil reaksi ditambahkan larutan Gambar 1 menunjukkan informasi
NaHCO3 jenuh sampai tidak terbentuk gas, sebagai berikut: serapan lebar dan kuat
kemudian dicuci dengan akuades sampai pada 3523,7 cm-1 merupakan serapan khas

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 33


gugus hidroksil (-OH). Terdapatnya pita Berdasarkan kromatogram pada
serapan pada daerah sekitar 1637,5 cm-1 Gambar 2 terdapat 3 puncak dengan
yang merupakan rentangan C=C dan puncak tertinggi pada 10,74 menit. Hasil
serapan pada 995,2 cm-1 yang reaksi eugenol dengan asam trikloroasetat
menunjukkan karakter gugus vinil ditunjukkan pada waktu retensi 3,02 menit
menandakan masih adanya ikatan rangkap dengan kadar 22,88% dan waktu retensi
yang belum mengalami reaksi adisi. 16,94% dengan kadar 1,1%.
Adanya tiga serapan tersebut
mengidikasikan bahwa masih terdapat
eugenol yang belum bereaksi. Pita serapan
pada 1612,4 cm-1 dan 1514,0 cm-1 serta
pita-pita kuat di bawah 900 cm-1
menunjukkan adanya gugus aromatik. Pita
serapan pada 3000-2800 cm-1 merupakan
rentangan –C-H (sp3) yang menunjukkan
adanya gugus alkil. Adanya pita serapan
yang sangat kuat pada 1763,8 cm-1
menunjukkan adanya gugus karbonil.
Analisis lebih lanjut menggunakan
kromatograf gas spektrofotometer massa
untuk mengetahui berat molekul senyawa
yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar Gambar 3. Spektrum massa senyawa Hasil
reaksi eugenol dengan asam
2 hingga 5. trikloro asetat, waktu retensi
10,74 Menit

Pada Gambar 3 terlihat spektrum


massa dengan m/z = 164 sebagai ion
molekuler. Puncak ini menunjukkan berat
molekul 164 g/mol dan pola fragamentasi
yang sesuai dengan molekul eugenol.

Gambar 2. Kromatogram senyawa hasil


reaksi eugenol dengan asam
trikloro asetat

34 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Pada Gambar 5 terlihat spektrum
massa dengan m/z = 558 sebagai ion
molekuler. Fragmentasi m/z = 163 sebagai
puncak dasar. Fragmentasi lebih lanjut
menghasilkan limpahan yang relatif kecil.
Spektrum massa ini diperkirakan sebagai
spektrum senyawa polieugenol.
Gambar 4. Spektrum massa senyawa hasil
reaksi eugenol dengan asam KESIMPULAN
trikloro asetat, waktu retensi
3,02 Menit Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa
Pada Gambar 4 terlihat spektrum
reaksi eugenol dengan asam trikloroasetat
massa mempunyai m/z = 189 sebagai ion
menghasilkan campuran ester dari asam
molekuler dan m/z = 117 sebagai puncak
trikloroasetat dan senyawa polieugenol.
dasar. Fragmen m/z = 161 dihasilkan
melalui lepasnya gugus –CH2-CH3. DAFTAR PUSTAKA
Fragmen m/z = 145 dihasilkan dihasilkan Al-Farhan, E., P.M. Keehn, and
dengan lepasnya oksigen (M-16) dan R.Stevenson. (1992). Dimerization
of Isoeugenol, Isoeugenyl Methyl
fragmen m/z = 161, sedangkan puncak Ether and Isoeugenyl Acetate.
dasar dihasilkan melalui lepasnya C=O J.Chem. Research, 36, 100-101.
Irawan, C. (2015). Studi Reaksi Eugenol
(M-28) dari fragmentasi m/z = 145. dengan Alumunium Klorida
Spektrum ini diperkirakan sebagai (AlCl3). Warta AKAB, 1(33), 15-
19.
senyawa ester turunan asama trikloroasetat. Guenther, E.S. 1950. The Essential Oil:
Individual Essential Oil of the
Plant Families, Vol IV. New
York: Van Nostramd Company Inc.

Gambar 5. Spektrum massa senyawa hasil


reaksi eugenol dengan asam
trikloro asetat, waktu retensi
16,94 menit

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 35


UJI AKTIVITAS ANTIMIKROB EKSTRAK BIJI PEPAYA
(CARICA PAPAYA LINN.)

Wittri Djasmasari* dan Arief Fuad


Politeknik AKA Bogor
Jalan Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru, Bogor, Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi aktivitas antimikrob dari senyawa bioaktif yang terkandung
dalam ekstrak etanol biji pepaya. Sampel biji pepaya diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut
etanol, selanjutnya hasil ekstrak dipekatkan untuk digunakan sebagai contoh uji. Uji aktivitas antimikrob
(antibakteri dan antijamur) dengan metode Difusi Agar-agar, yaitu berdasarkan difusi senyawa bioaktif pada
lapisan media agar-agar yang telah mengandung mikrob dalam cawan petri. Mikrob akan dihambat
pertumbuhannya oleh difusi senyawa bioaktif, sehingga akan terlihat zona hambatan setelah masa inkubasi.
Zona hambatan tersebut dapat diukur dan dibandingkan dengan standar. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ekstrak etanol biji pepaya memiliki aktivitas antmikrob yang sangat kuat terhadap bakteri B. subtilis
dan memiliki aktivitas antimikrob rendah terhadap E. coli, tetapi tidak memiliki aktivitas antimikrob terhadap
jamur A. niger

Kata kunci : ekstrak etanol biji pepaya, aktivitas antimikrob, metode difusi agar-agar

ABSTRACT
This research aims to determine the potential antimicrobial activity of bioactive compounds contained in
the ethanol extract of papaya seeds . Papaya seed samples were extracted by maceration with ethanol , then
the extract was concentrated to be used as a test sample . Test of antimicrobial (antibacterial and antifungal)
activity using agar diffusion method , which is based on the diffusion of bioactive compounds in the layer agar
medium containing microbes already in a petri dish . Microbial growth will be inhibited by the diffusion of
bioactive compounds , so it will be visible zone of inhibition after the incubation period . The inhibition zone
can be measured and compared with the standard . The results showed that ethanol extracts of papaya seeds
have very strong antibacterial activity against B. subtilis and have low antibacterial activity against E. coli ,
but lacks antifungal activity against fungi A. niger

Key words: ethanol extract of papaya seeds, antimicrobial activity, agar diffusion method

PENDAHULUAN daerah dataran dan daerah pegunungan


(sampai 1000 m dpl) (Epetani.pertanian.go.id,
Pepaya merupakan tanaman buah
2014). Buah pepaya mengandung enzim
berupa herba dari famili Caricaceae yg
papain dan serat yang dapat membantu
berasal dari Amerika Tengah & Hindia
mengatasi masalah lambung dan gangguan
Barat. Tanaman pepaya banyak ditanam di
pencernaan seperti susah buang air besar
daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-
dan efektif untuk mencegah wasir. Tidak
daerah basah & kering atau di daerah-
hanya daging buah pepaya, ternyata bijinya
pun berkhasiat bagi kesehatan.
* Korespodensi.Tel: +62--2518650351
E-mail: wittridjasmasari@kemenperin.go.id

36 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Biji pepaya diketahui mengandung BAHAN DAN METODE
71,60 % asam oleat; 15,13 % asam
Bahan
palmitat;7,68 % asam linoleat; 3,60% asam Bahan yang digunakan meliputi:
stearat, dan asam-asam lemak lain dalam biji pepaya yang diperoleh dari buah
jumlah relatif sedikit atau terbatas. Tak pepaya Bangkok yang dibeli di
hanya mengandung asam-asam lemak, biji supermarket di kota Bogor, media PDA
pepaya juga diketahui mengandung (potato dextrose agar) dan NA (nutrient
senyawa kimia lain seperti golongan fenol, agar), etanol 96%, antibiotik ampisilin dan
alkaloid, dan saponin. Biji pepaya juga ketokonazol, dan akuades. Mikrob uji
mempunyai aktivitas farmakologi daya yang digunakan adalah bakteri E. coli, B.
antiseptik terhadap bakteri penyebab diare, subtilis, dan jamur A. niger .
yaitu Escherichia coli dan Vibrio cholera
Peralatan
(Warisno, 2003). Hasil penelitian menunjukkan
Alat yang digunakan meliputi:
bahwa ekstrak n-heksana biji pepaya dapat
laminar air flow Nuve LN 090, otoklaf
menghambat pertumbuhan E.coli dan S.
Nuve OT 40L , timbangan teknis,
aureus pada konsentrasi 1000 ppm
timbangan analitik, vacum rotary
(Sukadana et al., 2008). Fraksi heksan dan
evaporator Heidolph, pemanas listrik,
fraksi metanol ekstrak biji pepaya muda
oven, penangas air, vortex, pipet Mohr,
juga diketahui dapat menurunkan sel
pipet mikro dan tipnya, tabung reaksi ,
spermatogonia A mencit jantan (Satriyasa
cawan petri, labu Erlenmeyer dan alat-alat
& Pangkahila, 2010).
gelas lainnya.
Agar potensi biji pepaya sebagai
obat dan sumber bahan aktif biologis dapat Metode Penelitian

diketahui, maka perlu dilakukan penelitian Penelitian dilakukan dalam dua

daya aktivitas antimikrob dari ekstrak tahap: tahap pertama dilakukan pembuatan

etanol biji pepaya. Hal itu sekaligus sampel ekstrak kasar biji pepaya dan tahap

sebagai langkah untuk meningkatkan daya kedua dilakukan pengujian sampel. Pada

guna biji pepaya yang banyak dibuang tahap pertama, senyawa bioaktif

sebagai limbah. diekstraksi dengan cara maserasi dengan


pelarut etanol, selanjutnya hasil ekstrak
dipekatkan untuk digunakan sebagai
contoh uji. Pada tahap kedua, uji aktivitas
antimikrob dengan metode difusi agar-agar

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 37


berdasarkan difusi senyawa bioaktif pada media nutrient broth (NB) dan nutrient
lapisan media agar-agar yang telah agar (NA), sedangkan untuk uji antijamur
mengandung mikrob dalam cawan petri. digunakan media potato dextrose broth
Mikrob akan dihambat pertumbuhannya (PDB) dan potato dextrose agar (PDA).
oleh difusi senyawa bioaktif, sehingga Mikrob uji yang digunakan adalah
akan terlihat zona hambatan berupa Escherichia coli dan Bacillus subtilis
lingkaran setelah masa inkubasi. Daerah untuk uji antibakteri dan Aspergillus niger
hambatan tersebut dapat diukur dan untuk uji antijamur. Pada penentuan daya
dibandingkan dengan standar. antibakteri digunakan ampisilin sebagai
standar dan pada uji antijamur digunakan
Pembuatan Ekstrak Kasar Biji Pepaya
Biji pepaya Bangkok yang ketokonazol sebagai standar

berwarna hitam dicuci dengan air sampai Sebanyak 0,5 mL biakan mikrob

bersih, ditiriskan, dikeringkan di udara uji dipipetkan secara aseptik ke dalam

terbuka atau diangin-anginkan agar cawan petri steril. Kemudian dituangkan

terhindar dari pengaruh cahaya matahari media NA/PDA cair (suhu 45 oC-50oC),

langsung, kemudian dikeringkan dalam dihomogenkan dan dibiarkan hingga

lemari pengering pada temperatur ± 40oC, membeku. Setelah itu kertas cakram

dan dihaluskan atau diserbukkan. berdiameter kurang lebih 6 mm yang telah

Sebanyak 500 g serbuk sampel dicelupkan ke dalam ekstrak contoh uji

dimaserasi dengan pelarut etanol selama diletakkan di atas permukaan media

24 jam, kemudian dipisahkan. Sisa serbuk NA/PDA secara aseptik. Sebagai

(residu) dimaserasi kembali dengan pelarut pembanding (standar) digunakan antibiotik

etanol sampai jernih. Maserat yang Ampisilin (uji antibakteri) dan ketokonazol

diperoleh diuapkan dengan alat rotary (uji antijamur). Selanjurnya dinkubasikan

evaporator pada temperatur tidak lebih pada suhu 37oC selama 24 jam (untuk

dari 40oC hingga diperoleh ekstrak kental bakteri) dan pada suhu 30 oC selama 3 x 24

(Samuelsson, 1999). jam (untuk jamur). Setelah itu diamati


keberadaan daerah hambatan pada media
Uji Aktivitas Antimikrob dengan
Metode Difusi Agar-agar Cakram tersebut dan diukur zona hambatnya bila

Pada penelitian ini uji antimikrob ada.

yang dilakukan adalah uji antibakteri dan HASIL DAN PEMBAHASAN


anti jamur. dengan metode difusi agar-agar Rendemen yang diperoleh dari

cakram. Untuk uji antibakteri digunakan hasil ekstraksi biji pepaya dengan pelarut

38 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


etanol adalah sebesar 12,67% terhadap Tabel 1 menunjukkan bahwa pada
berat kering (sampel kering yang diperoleh uji antibakteri, terdapat perbedaan ukuran
sebanyak 200 g dan filtrat hasil ekstraksi zona hambat yang terbentuk, baik pada
sebanyak 25,33 g). Hasil ekstraksi tersebut bakteri uji maupun standar, yaitu zona
digunakan untuk uji antibakteri dan hambat pada B.subtilis lebih besar daripada
antijamur. Perendaman dan filtrat hasil zona hambat E.coli. Hal itu menunjukkan
ekstrak biji pepaya dapat dilihat pada ekstrak etanol biji pepaya memiliki
Gambar 1. aktivitas antimikrob yang lebih tinggi
terhadap B.subtilis daripada E.coli.

(a) (b)
Gambar 2. Hasil penentuan daya antimikrob
Gambar 1. Perendaman (a) dan filtrat hasil ekstrak etanol biji pepaya
ekstraksi (b) dengan cara difusi cakram B.
subtilis (uji antibakteri)
Potensi Antimikrob Ekstrak Etanol Biji
Pepaya
Hasil uji antimikrob ekstrak etanol
biji pepaya dengan cara difusi cakram
dapat dilihat pada Tabel 1, Gambar 2 dan 3.

Tabel 1. Hasil uji antimikrob ekstrak


etanol biji pepaya Gambar 3. Hasil penentuan daya antimikrob
Ukuran Zona Hambat (mm) ekstrak etanol biji pepaya
Uji Antibakteri Uji dengan cara difusi cakram A.
Bahan Antijamur niger (uji antijamur)
Uji B.subtilis E. coli A. niger
Ekstrak Tabel 1 juga menunjukkan bahwa
etanol 29 2 0 ukuran zona hambat B.subtilis (29 mm)
biji
pepaya lebih besar dari standar (14 mm),
Standar* 14 3 6 sedangkan zona hambat E.coli (2 mm)

*Ampisilin untuk uji antibakteri dan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada
ketokonazol untuk uji antijamur zona hambat standar dengan standar (3
mm). Berdasarkan pengelompokkan ukuran

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 39


zona hambat dan aktivitas antibiotik KESIMPULAN
menurut Lee dan Hwang (2002), ekstrak Berdasarkan hasil penelitian dapat
etanol biji pepaya memiliki aktivitas disimpulkan bahwa :
antimikrob yang tergolong kuat pada 1. Ekstrak etanol biji pepaya memiliki
B.subtilis dan aktivitas yang tergolong aktivitas antmikrob yang kuat
lemah pada E.coli. terhadap bakteri B. subtilis dan
memiliki aktivitas antimikrob
lemah terhadap E. coli
2. Ekstrak etanol biji pepaya tidak
memiliki aktivitas antimikrob
terhadap jamur A. niger
(a) (b)
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 4. Hasil penentuan daya antimikrob
ekstrak etanol biji pepaya Epetani.pertanian.go.id. 2014. Budidaya
dengan cara difusi cakram: (a) Pepaya. www.epetani.pertanian.go.id
sampel ekstrak biji pepaya dan Lee, J. Y. & B. K. Hwang. 2002. Diversity
(b) standar antibiotik ketokonazol. of Antifungal Actinomycetes in
Various Vegetative Soils of Korea.
Pada uji antijamur, ekstrak etanol http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Samuelsson, G. 1999. Drugs Natural
biji pepaya tidak memiliki aktivitas Origin .Fourth Revised Edition.
antimikrob pada A.niger (Gambar 4). Swedish Pharmaceutical Press.
Swedia.
Semua hasil tersebut menunjukkan bahwa Satriyasa, B. K. & , W. .I Pangkahila. 2010
ekstrak etanol biji pepaya memiliki Fraksi Heksan dan Fraksi Metanol
Ekstrak Biji Pepaya Muda
aktivitas antimikrob terhadap B.subtilis Menghambat Spermatogonia
dan E.coli, tetapi tidak memiliki aktivitas Mencit (Mus musculus) Jantan.
Jurnal Veteriner: 36-40.
antimikrob terhadap A. niger. Menurut Sukadana,I. M., S. R. Santi & N. K.
Warisno (2003), biji pepaya memiliki daya Juliarti. 2008. Aktivitas
Antibakteri Senyawa Golongan
antiseptik terhadap bakteri penyebab diare, Triterpenoid dari Biji Pepaya
yaitu Escherichia coli dan Vibrio cholera . (Carica papaya L.) Jurnal
Kimia2 : 15-18.
Hasil penelitian Sukadana et al. ( 2008 ) Warisno, 2003, Budidaya Pepaya,
menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana biji Kanisius, Yogyakarta
pepaya dapat menghambat pertumbuhan
E.coli dan S. aureus pada konsentrasi 1000
ppm.

40 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


PERBEDAAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS
STUDI KASUS TERHADAP 10 PARTISIPAN

Nunung Widijantie*
Politeknik AKA Bogor
Jalan Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru, Bogor, Indonesia

ABSTRAK
Beberapa peneliti telah mempelajari bidang language learning differences dimana mereka menguraikan
studi pada beberapa bidang, seperti psikologi, kecerdasan, empiris, lingkungan, dan faktor lainnya.
Penelitian ini menganalisis hasil tingkatan pembelajaran berkomunikasi dalam bahasa Inggris pada 10
mahasiswa yang tidak pernah punya pengalaman hidup di lingkungan berbahasa Inggris. Mereka berada di
kelas yang sama dan mulai belajar bahasa Inggris pada tingkat yang sama. Namun, mereka memiliki hasil
yang berbeda dalam kemampuan bahasa Inggris sebagai bahasa asing mereka. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk menganalisis perbedaan tesebut yang terjadi pada peserta dalam kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Hal ini akan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi peserta
dalam memperoleh kemampuan bahasa Inggris dan bidang pembelajaran bahasa yang membuat para peserta
memiliki kemampuan yang berbeda. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data untuk mengukur
kemampuan berbahasa Inggris para peserta adalah program berkomunikasi dengan menyediakan beberapa
pertanyaan yang berfokus pada Budaya Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemahiran
pesertadalam berkomuikasi dalam bahasa Inggris disebabkan oleh: (1) Intelijen, (2) Stimulasi, (3) Motivasi,
dan (4) Fosilisasi.

Kata kunci: pembelajaran, perbedaan , perolehan, faktor

ABSTRACT
Some researchers have studied the field of language learning differences in which they elaborate the
study on several fields, such as psychological, intelligent, empirical, environmental, and other factors. This
study analyzes the different results of English speaking learning on 10 college students who have never got
experience living in English speaking environment. They are at the same class and started to learn English at
the same level. However, they have different result in acquiring English as their foreign language. The
purpose of this descriptive study is to analyze the different proficiency level that occurs on the participants in
acquiring speaking in English. It will be related to the factors which influence the participants in acquiring
English and the areas of language learning that make the participants have different proficiency result. The
method which was used for collecting data to measure the participants‟ English proficiency was in speaking
program by providing several questions focusing on Indonesian Culture. The factors that influence the
participants to have different English Speaking Proficiency level are caused by: (1) Intelligence, (2)
Stimulation, (3) Motivation, and (4) Fossilization.

Key words : learning, difference, acquire, factor

PENDAHULUAN seperti: faktor psikologi, inteligen, lingkungan,


dan lainnya. Menurut Johnson (2001)
Telah banyak dilakukan penelitian
inteligen merupakan faktor utama yang
terhadap pencapaian hasil pembelajaran
Bahasa Inggris yang difokuskan pada mempengaruhi keberhasilan seseorang
untuk dapat menguasai Bahasa Inggris
beberapa faktor yang mempengaruhinya,
sebagai bahasa kedua (Foreign Language).
* Korespodensi.Tel: +62--2518650351
E-mail: nunung_widijantie@yahoo.com

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 41


“Intelligence was considered an important kelas (acquisition), (2) kemampuan menguasai
factor for FL learning. It was believed that morfem secara alami, (3) kemampuan untuk
a certain degree of intelligence was useful, memonitor hasil pembelajaran, (4)
if not essential, for success. This was a kemampuan untuk menginterpretasikan
reason why learning foreign languages input, (5) kemampuan untuk menyaring
was often left until university level, so that mana yang benar dari pola bahasa yang
only intelligent would take it on. It was telah dipelajari.
also a common belief that FL learning Birdsong (1999) menunjukkan faktor
actually helped to develop the intelligence”. lain yang dapat mempengaruhi seseorang
Sedangkan linguist yang lain, yaitu untuk menguasai Bahasa Inggris sebagai
Krashen (1985) mengajukan teori dalam bahasa kedua. “The facts of adult second
lima hipotesis, yaitu “(1) The acquisition- language acquisition contrast sharply with
learning distinction. Learning and those of first language acquisition. All
acquisition are separate processes; (2) The normal children can acquire first language
natural order hypotheses. There is a successfully, while adults vary widely in
natural order or morpheme acquisition their ultimate ability in the language”.
that applies to FL acquisition; (3) The “Further explains that individuals
monitor hypotheses. Acquisition is more who have been in the onset of puberty often
important than learning. The main role of produce particular L2 vowels and
learning is a secondary one: to monitor consonants inaccurately. This difficulty contributes
what we say and write in the FL; (4) The to what is perceived as foreign accent”.
input hypothesis. The most important thing Menurut Birdsong (1999), usia dapat
to provide acquirers with is mempengaruhi seseorang untuk menguasai
comprehensible input; (5) The affective bahasa asing. Seorang anak akan
filter hypothesis. Learners need the right menunjukkan hasil penguasaan bahasa
affect for acquisition to take place”. asing yang berbeda dengan mereka yang
Menurut Krashen ada lima faktor sudah mencapai masa usia pubertas.
yang dapat mempengaruhi seseorang untuk Hal tersebut sebelumnya pernah
menguasai Bahasa Inggris, yaitu (1) faktor diungkapkan oleh Long (1990) “L2 is
bagaimana seseorang dapat menguasai usually spoken without accent if learning
Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, begins at the age of 6, with a foreign
apakah melalui proses pembelajaran di accent if learning begins after the age of
kelas (learning) atau pembelajaran di luar 12, and with variable success between the

42 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


ages of 6 and 12”. Han (2004), juga bangku SMP dan tidak pernah
mengungkapkan hal yang sama dalam mendapatkan kursus Bahasa Inggris. Jadi
hipotesisnya, bahwa anak yang berusia mereka berada pada tingkat pembelajaran
lima tahun dapat menguasai bahasa ibunya yang sama, namun menunjukkan hasil
dengan baik. Individu dewasa yang dalam keberhasilan penguasaan bahasa yang
proses mempelajari bahasa asing sebagai berbeda. Hasil analisis digunakan untuk
bahasa kedua, juga melalui proses yang dapat menjawab pertanyaan penelitian,
sama seperti anak kecil yang baru belajar yaitu:
bahasa ibunya (L1). “ By the age of five 1. Berapa jarak perbedaan penguasaan
every normal child can obtain a full English speaking pada 10 partisipan?
knowledge of the grammar of the first 2. Faktor apakah yang mempengaruhi 10
language. This phenomenon is often partisipan tersebut untuk dapat
contrasted with the hopeless failure menguasai Bahasa Inggris sebagai
encountered by adults in acquiring a Bahasa kedua (Foreign Language)?
second language (L2)”. Metode yang digunakan untuk
Penelitian ini difokuskan pada pengambilan data adalah speaking
analisis perbedaan penguasaan Bahasa program. Selain itu perlu digunakan
Inggris sebagai Bahasa Kedua (L2) instrumen lain berupa questionnaire untuk
dihubungkan dengan faktor-faktor yang dapat mengetahui latar belakang partisipan
dapat mempengaruhi individu untuk dapat ketika pertama kali mempelajari dan
menguasai Bahasa Inggris tersebut. menggunakan Bahasa Inggris. Questionnaire
Dengan kata lain, faktor apakah yang meliputi pertanyaan tentang bagaimana
mempengaruhi keberhasilan seseorang mereka mempelajari Bahasa Inggris
untuk dapat menguasai Bahasa Inggris pertama kali dan metode yang digunakan
sebagai bahasa kedua (L2). untuk mempertahankan kemampuan
METODE PENELITIAN menggunakan Bahasa Inggris.
Pengambilan data speaking
Penelitian ini menganalisis
dilakukan dengan memberikan beberapa
perbedaan penguasaan speaking dalam
pertanyaan yang berhubungan dengan
Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (L2)
Indonesian culture. Contoh pertanyaan:
terhadap 10 mahasiswa yang belum pernah
What do you think about Indonesian
tinggal di luar negeri. Mereka sama-sama
culture? What is the most interesting thing
mempelajari Bahasa Inggris sejak duduk di
of Indonesian culture? How do you

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 43


introduce Indonesian culture to other 2. Constant errors showing control of
countries? Can you tell me your regional very few major patterns and frequently
culture? Analisis data lebih ditekankan preventing communication.
kepada pronunciation (accent), grammar, 3. Frequent errors showing some major
vocabulary, fluency, dan comprehension. patterns uncontrolled and causing
Data dievaluasi dengan cara mengoreksi occasional irritation and
mana yang benar dan salah. Selanjutnya misunderstanding.
Hasil analisis data dikonversikan dalam 4. Occasional errors showing imperfect
angka yang merupakan skor atau nilai yang control of some patterns but no
diperoleh partisipan dengan berdasarkan weakness that causes
standard “Proficiency Description for misunderstanding.
Speaking” sebagai berikut: 5. Few errors, with no patterns of failure.
6. No more than two errors during the
Accent
1. Pronunciation frequently unintelligible. interview

2. Frequent gross errors and a very heavy Vocabulary


accent make understanding difficult, 1. Vocabulary inadequate for even the
require frequent repetition. simple conversation.
3. “Foreign accent” requires 2. Vocabulary limited to basic personal
concentrated listening, and and survival areas (time, food,
mispronunciation lead to occasional transportation, family, etc).
misunderstanding and apparent errors 3. Choice of words sometimes inaccurate,
in grammar or vocabulary. limitations of vocabulary prevent
4. Marked “foreign accent” and discussion of some common
occasional mispronunciation which do professional and social topics.
not interfere with understanding. 4. Professional vocabulary adequate to
5. No conspicuous mispronunciations, but discuss special interests; general
would not be taken for a native speaker. vocabulary permits discussion of any
6. Native pronunciation, with no trace of non-technical subject with some
“foreign accent”. circumlocutions.
5. Professional vocabulary broad and
Grammar
1. Grammar almost entirely inaccurate precise; general vocabulary adequate

except in stock phrases. to cope with complex practical


problems and varied social situations.

44 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


6. Vocabulary apparently as accurate and dialogue, but requires occasional
extensive as that of an educated native repetition or rephrasing.
speaker. 5. Understands everything in normal
educated conversation except for very
Fluency
1. Speech is so halting and fragmentary colloquial or low-frequency items, or

that conversation is virtually exceptionally rapid or slurred speech.

impossible. 6. Understands everything in both formal

2. Speech is very slow and uneven except and colloquial speech to be expected of

for short or routine sentences. an educated native speaker.

3. Speech is frequently hesitant and jerky;


sentences may be left uncompleted. WEIGHTING TABLE
1 2 3 4 5 6 Total
4. Speech is occasionally hesitant, with
Accent 0 1 2 2 3 4
some unevenness caused by rephrasing
Grammar 6 12 18 24 30 36
and grouping for words.
Vocab 4 8 12 16 20 24
5. Speech is effortless and smooth, but
Fluency 2 4 6 8 10 12
perceptively non-native in speech and
Comprehension 4 8 12 15 19 23
evenness.
Total
6. Speech on all professional and general
*The total of the weighted scores is then looked up
topics as effortless and smooth as a
in the following table, which converts it into a
native speaker‟s. rating on a scale 0-4+.
CONVERSION TABLE
Comprehension
Score Rating
1. Understands too little for the simplest
type of conversation. 16 – 25 0+ (E)
2. Understands only slow, very simple 26 – 32 1 (D)

speech on common social and touristic 33 – 42 1+ (D+)


43 – 52 2 (C)
topics; requires constant repetition and
53 – 62 2+ (C+)
rephrasing.
63 – 72 3 (B)
3. Understands careful, somewhat 73 – 82 3+ (B+)
simplified speech when engaged in a 83 – 92 4 (A)

dialogue, but may require considerable 93 - 99 4+ (A+)

repetition and rephrasing. Sumber: Hughes (2003)

4. Understands quite well normal


educated speech when engaged in a

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 45


HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan analisis diperoleh data pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Data Speaking


Participant Accent Gram Vocab Fluency Comp Total
A 2 24 20 8 15 69 B
B 3 24 20 10 19 76 B+
C 2 18 12 6 12 50 C
D 2 18 16 8 15 59 C+
E 3 30 20 10 19 82 A
F 2 24 16 8 15 65 B
G 1 12 8 4 8 33 D+
H 2 18 12 4 12 48 C
I 2 12 8 4 8 34 D+
J 2 18 16 6 12 54 C+

Diperoleh data bahwa partisipan E dengan lancar dan tidak ada masalah pada
dengan total nilai 82, mendapat nilai paling vocabulary dan pemilihan kata (word
bagus dibandingkan kesembilan partisipan choice).
lainnya. Pronunciation ada pada level 5 Sebaliknya partisipan G mendapat
menunjukkan bahwa penguasaan nilai yang paling rendah, yaitu 33. Analisis
pronunciation cukup bagus dan tidak data menunjukkan Pronunciation ada pada
banyak mispronunciation. level 2, yang berarti banyak terjadi
Grammar dan vocabulary ada pada mispronunciation sehingga cukup sulit
level 5 menunjukkan bahwa tidak banyak untuk menyampaikan penjelasan dalam
kesalahan pada grammar, terutama Bahasa Inggris. Demikian pula dengan
penggunaan present tense, modal auxiliary, penguasaan grammar, vocabulary, fluency
dan pembentukan kalimat passif. dan comprehension ada pada level 2.
Fluency dan comprehension juga pada Kesalahan penggunaan grammar
level 5, menunjukkan penguasaan materi sering terjadi atau masih belum memahami
pada conversation sangat bagus sehingga penggunaan grammar secara tepat, dan
dapat menjelaskan dalam Bahasa Inggris tidak menguasai vocabulary dengan baik.
Hal tersebut mempengaruhi penguasaan

46 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


kelancaran berbahasa (fluency) dan digunakan untuk mempertahankan
pemahaman materi yang sedang kemampuan mereka dalam menggunakan
didiskusikan (comprehension). Bahasa Inggris.
Selanjutnya analisis data pada tabel Hasil analisis questionnaire
1 menunjukkan partisipan I hampir sama menunjukkan bahwa partisipan E yang
penguasaannya dengan partisipan G. Tidak mendapatkan nilai tertinggi mempunyai
jauh berbeda, hanya beda 1 skor. metode pembelajaran Bahasa Inggris yang
Selanjutnya partisipan H dan C ada pada bervariatif. Walaupun belum pernah
huruf mutu C, dan berturut-turut partisian tinggal di luar negeri, namun partisipan E
D dan J ada pada huruf mutu C+. mendapat cukup input vocabulary dan
Sedangkan partisipan A dan F mendapat pronunciation dari video berbahasa Inggris
huruf mutu B. yang dapat diakses di YouTube. Program
Partisipan B mendapatkan huruf berbahasa Inggris yang memberikan
mutu B+, dengan nilai 76, menunjukkan kontribusi kepada partisipan E adalah
bahwa penguasaan Bahasa Inggris cukup Listening Program, TED Education Talk,
bagus. Pronunciation ada pada level yang Music Program, Oprah Winfrey Talk Show,
sama dengan partisipan E, yaitu level 5. dan beberapa program penunjang lainnya.
Penguasaan grammar ada pada level 4, Dalam kasus pembelajaran ini,
menunjukkan bahwa masih ada sedikit partisipan E menggabungkan 2 metode
kesalahan namun tidak berdampak besar pembelajaran yaitu: learning dan
pada arti kalimat secara keseluruhan. acquisition. Sebagaimana yang diungkapkan
Selanjutnya penguasaan vocabulary, tingkat oleh Krashen (1985) bahwa learning dan
fluency dan comprehension ada pada level acquisition adalah 2 proses pembelajaran
5. yang berbeda. Learning adalah pembelajaran
Questionnaire adalah salah satu di kelas dan acquisition adalah penguasaan
instrumen yang digunakan pada penelitian bahasa asing yang diperoleh dari
ini. Tujuan dari questionnaire ini adalah lingkungan. Misalnya dengan tinggal
untuk dapat mengetahui latar belakang dalam English speaking environment atau
partisipan ketika pertama kali mempelajari tinggal di luar negeri.
dan menggunakan Bahasa Inggris. Partisipan E belum pernah tinggal
Questionnaire meliputi pertanyaan tentang di luar negeri, namun mendapatkan cukup
bagaimana mereka mempelajari Bahasa input berbahasa dengan mengakses
Inggris pertama kali dan metode yang program berbahasa Inggris, kemudian

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 47


melakukan imitate, yaitu menirukan was considered an important factor for FL
pengucapannya (accent) sehingga dapat learning. It was believed that a certain
menguasai dengan baik. degree of intelligence was useful, if not
Sebaliknya partisipan G yang essential, for success. This was a reason
mendapatkan nilai terendah yaitu 33, why learning foreign languages was often
dalam questionnaire mengungkapkan ada left until university level, so that only
rasa tidak suka terhadap mata kuliah intelligent would take it on. It was also a
Bahasa Inggris. Menurutnya Bahasa common belief that FL learning actually
Inggris sangat sulit untuk dimengerti. helped to develop the intelligence”.
Tidak ada motivasi untuk dapat menguasai Berdasarkan studi kasus dari
Bahasa Inggris dengan baik. Menghafalkan penelitian ini diperoleh data bahwa semua
rumus grammar terlalu sulit karena sering partisipan mempunyai intelligen yang
lupa demikian pula dengan penguasaan bagus karena mereka tercatat sebagai
vocabulary menjadi sangat sulit. Ini adalah mahasiswa analisis kimia yang masih aktif.
beberapa faktor yang memberikan dampak Mereka mempunyai kemampuan untuk
negatif kepada partisipan G untuk dapat menganalisis bahan kimia. Namun dalam
menguasai Bahasa Inggris dengan baik. bidang Bahasa Inggris kemampuan mereka
Sedangkan partisipan B mendapat untuk memahami kalimat-kalimat yang
huruf mutu B+. Hasil questionnaire diucapkan dalam Bahasa Inggris sangat
mengungkapkan bahwa partisipan B berbeda. Ada beberapa partisipan yang
mendapatkan banyak input berupa mengerti dengan cepat maksud kalimat
vocabulary dari permainan game dalam tersebut, namun ada juga sebagian yang
Bahasa Inggris. harus diulang sampai 2 atau 3 kali.
Beberapa faktor lainnya yang 2. Stimulation
mempengaruh partisipan dalam menguasai Stimulasi adalah suatu rangsangan
Bahasa Inggris dengan baik adalah: untuk menggunakan Bahasa Inggris yang
1. Intelligence diperoleh dalam proses menguasai Bahasa
Sebagaimana yang diungkapkan Inggris sebagai foreign language. Stimulasi
oleh Johnson (2001:117), Inteligen akan lebih banyak diperoleh apabila ada
merupakan faktor utama yang mempengaruhi koneksi dengan lingkungan (links with
keberhasilan seseorang untuk dapat social practice). Inilah yang disebut input
menguasai Bahasa Inggris sebagai bahasa hypothesis yang diungkapkan oleh Stephen
kedua (Foreign Language). “Intelligence Krashen (1985).

48 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Semakin seseorang mendapatkan defined by three main components: desire
comprehensible input, yaitu input tersebut to achieve goal, effort extended in this
dapat dimengerti dan diinterpretasikan direction, and satisfaction with the task”.
dengan benar, maka grammar akan Jadi motivasi adalah dorongan
terbentuk dengan sendirinya. Karena keinginan dari diri individu untuk
individu tersebut tidak hanya mempelajari mencapai target, diiringi dengan usaha
input tersebut tetapi juga mempelajari pada untuk dapat mencapai target tersebut dan
konteks dan situasi bagaimana input rasa suka untuk melakukan berbagai
tersebut digunakan. aktifitas dan kegiatan untuk mencapai
Apabila seseorang sering mendapatkan target yang diinginkan.
comprehensible input, maka akan ada Hal tersebut tampak pada usaha
rangsangan untuk menggunakan input dan kegiatan yang dilakukan oleh
tersebut dalam conversation. Studi kasus partisipan B dan E untuk dapat menguasai
yang terjadi pada partisipan B dan E, accent atau pronunciation dengan baik,
menunjukkan bahwa kedua partisipan yaitu dengan cara mengunggah program
tersebut mendapatkan cukup comprehensible dalam Bahasa Inggris dari YouTube.
input. Walaupun mereka belum pernah Selanjutnya berusaha untuk mencoba
tinggal di luar negeri, namun mereka menirukan (imitate) dan menggunakan
memperoleh comprehensible input dari kata-kata tersebut dalam conversation.
video yang mereka lihat. Selanjutnya 4. Fossilization
mereka menirukan (imitate) accent atau Fossilization adalah faktor negatif,
pengucapan kata-kata yang mereka peroleh yaitu suatu istilah yang digunakan pada
dan selanjutnya mereka gunakan dalam konteks dimana seseorang mengalami
conversation. kesulitan untuk menguasai Bahasa Inggris.
3. Motivation Misalnya sering melakukan mispronunciation,
Menurut Gardner & MacIntyre sering terjadi kesalahan penggunaan
(1993) tentang motivation adalah sebagai grammar, bahkan ketika individu tersebut
berikut: “the motivated individual is one telah mengetahui kesalahannya namun
who wants to achieve a particular goal, tetap melakukan kesalahan yang sama.
devotes considerable effort to achieve this Sebagaimana yang diungkapkan
goal and experiences satisfaction in the oleh Mitchell dan Florence (2004), “The
activities, associated with achieving this term fossilization is commonly used to
goal. So, motivation is a complex construct, describe this phenomenon (incomplete

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 49


success), when a learner‟s second language untuk dapat menguasai Bahasa Inggris
system seems to „freeze‟, or become stuck, dengan baik.
at some more or less deviant stage”. Walaupun demikian hasil analisis
Hampir semua partisipan yang data menunjukkan bahwa tidak semua
mendapat total nilai D dan C mengalami partisipan mempunyai motivasi yang sama
fossilization. Ketika mereka harus untuk mempelajari Bahasa Inggris dan
menggunakan modal auxiliary, mereka sebagian tidak mendapatkan stimulus yang
menambahkan „to‟ setelah „will‟. Contoh cukup sehingga menunjukkan hasil yang
pada kalimat yang seharusnya: “We must berbeda dalam penguasaan Bahasa Inggris.
introduce Indonesian culture to other Selain itu ada faktor negatif, yaitu
countries” diungkapkan dengan grammar fossilization yang ada pada beberapa
yang salah sehingga menjadi: “We must to partisipan sehingga mempengaruhi kemampuan
introduce Indonesian culture to other mereka untuk dapat menguasai Bahasa
countries” Kesalahan yang sama sering Inggris dengan baik.
terjadi walaupun telah dijelaskan rumus Pronunciation akan terbentuk
yang benar untuk membuat kalimat dengan setelah melalui proses pembelajaran.
menggunakan modal auxiliary. Demikian Penguasaan pronunciation tanpa proses
pula dengan pronunciation, masih sering pembelajaran dan praktik tidak mungkin
terjadi mispronunciation untuk beberapa dapat terbentuk dengan baik. Seharusnya
academic words seperti determine, ada kontrol untuk mengetahui benar
examine, culture, dan purpose, tidaknya accent atau pronunciation yang
diucapkan. Misalnya dengan melihat
KESIMPULAN
program Bahasa Inggris atau talk show
Berdasarkan analisis data dan hasil
dalam Bahasa Inggris yang pada saat ini
questionnaire disimpulkan bahwa 10
dapat dengan mudah diunggah melalui
partisipan dalam penelitian ini mempelajari
internet. Kemudian mencoba menirukan
Bahasa Inggris sejak mereka duduk di
beberapa kata yang didengar, dan
bangku SMP dan tidak pernah mendapatkan
menggunakan kata-kata yang baru
kursus Bahasa Inggris, namun mereka
diperoleh tersebut dalam speaking atau
menunjukkan hasil yang berbeda dalam
conversation, sehingga kata-kata tersebut
menguasai Bahasa Inggris. Intelligence,
tidak mudah menguap dari memori apabila
stimulation, dan motivation adalah faktor-
sering digunakan.
faktor positif yang mempengaruhi mereka

50 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


DAFTAR PUSTAKA

Birdsong, D. 1999. Second Language Johnson, Keith. 2001. An Introduction to


Acquisition and the Critical Period Foreign Language Learning and
Hypothesis. Lawrence Erlbaum Teaching. Pearson Education
Associates, Publishers, London. Limited.
Gardner, R.C. & MacIntyre, P.D. 1993. A Krashen, S. 1985. The Input Hypothesis:
Student‟s Contributions to Second Issues and Implication.
Language Learning. Part II: Harlow:Longman.
Affective Variables. Language Long, H.M. 1990. Maturational
Teaching 26, 1-11 Constraints on Language
Han, ZhaoHong. 2004. Fossilization in Development. Studies in Second
Adult: Second Language Language Acquisition 12, 251-258.
Acquisition. Multilingual Matters, http://journals.cambridge.org/action
England. /displayAbstract?fromPage=online.
Hughes, A. 2003. Testing for Language Mitchell, R. & Florence, M. (2004).
Teachers. Second Edition. Second Language Learning
Cambridge University Press. Theories. Second Edition. Oxford
University Press Inc., New York.

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 51


PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT
DAN PENGARUH PROSES AERASI DALAM EFEKTIVITAS
PENURUNAN KADAR KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIA (KOK),
AMONIA, DAN KEBUTUHAN OKSIGEN TOTAL (KOT)
PADA LIMBAH CAIR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Endang Sri Lestari1, Achmad Nandang Roziafanto1, Efrizal Tanjung2


1
Politeknik AKA Bogor
Jl. Pangeran Sogiri No. 283, Bogor
2
PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI)
Jl. Raya Narogong, Desa Nambo, Cileungsi, Bogor

ABSTRAK
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tidak dapat begitu saja dibuang ke lingkungan, tetapi
memerlukan pengolahan baik secara fisika, kimia, maupun biologi, sehingga menjadikannya tidak berbahaya
atau berkurang daya racunnya. Pada pengolahan limbah secara kimia, penambahan koagulan yang tepat
berfungsi untuk mendestabilisasi partikel koloid, sehingga pembentukan agregat yang lebih berat dapat
mempersingkat waktu pengendapan. Sementara pada pengolahan biologi, bahan-bahan organik dalam
limbah cair akan menurun seiring peningkatan waktu aerasi apabila dilakukan pada perbandingan rasio
limbah dengan lumpur aktif yang tepat pula. Penelitian bertujuan menentukan dosis optimum koagulan
dalam proses koagulasi-flokulasi dan menentukan rasio efektif pengolahan limbah melalui proses aerasi
terhadap efektifitas penurunan kadar amonia, kebutuhan oksigen kimia (KOK), karbon organik total (KOT)
dan Total Padatan Terlarut (TPT). Hasilnya menunjukkan, bahwa dosis optimum koagulan aluminium sulfat
adalah sebesar 3,0 gram untuk setiap 500mL, sedangkan pada aerasi, rasio efektif limbah dan lumpur aktif
adalah 1:5 selama 5 hari.

Kata kunci : limbah B3, alumunium sulfat, aerasi, KOK, KOT, TPT

ABSTRACT
Hazardous and toxic waste (B3 waste) can not simply be dumped into the environment, but requires
processing both in physics, chemistry or biology, making it harmless or decrease its toxic power. In the
processing of chemical waste, adding appropriate coagulant serves to destabilize the colloidal particles, thus
forming aggregates heavier can shorten the settling time. While the biological treatment, organic materials in
the wastewater will decrease over time increase the aeration if done in comparison with the ratio of waste
activated sludge is right anyway. The research aims to determine the optimum dose of coagulant in the
process of coagulation-flocculation and determine the ratio of effective wastewater treatment through
aeration process of the effectiveness of reduced levels of ammonia, chemical oxygen demand (COD), total
organic carbon (TOC) and Total Suspended Solid (TSS). The result showed that the optimum dose of
coagulant is aluminum sulfate at 3.0 grams per 500ml, while the aeration, the effective ratio of sewage and
activated sludge is 1: 5 for 5 days.

Key words: hazard and toxic waste,alumunium sulphat,aeration, COD, TOC, TSS

* Korespodensi Tel: +62-81314097893


E-mail: lestarirahadian@ymail.com

52 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


dengan air baku sehingga membentuk
PENDAHULUAN
campuran yang homogen. Dengan koagulasi,
Menurut PP No. 101 Tahun 2014,
partikel-partikel koloid akan saling
dijelaskan pengertian mengenai Bahan
menarik dan menggumpal membentuk flok.
Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
Partikel-partikel koloid yang terbentuk
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau
umumnya terlalu sulit untuk dihilangkan
komponen lain yang karena sifat,
jika hanya dengan pengendapan secara
konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
gravitasi. Apabila koloid-koloid tersebut
langsung maupun tidak langsung, dapat
distabilkan dengan cara agregasi atau
mencemarkan dan/atau merusak
koagulasi menjadi partikel yang lebih
lingkungan hidup, dan/atau
besar maka koloid-koloid tersebut dapat
membahayakan lingkungan hidup,
dihilangkan dengan cepat.
kesehatan, serta kelangsungan hidup
Flokulasi adalah suatu mekanisme
manusia dan makhluk hidup lain.
dari flok kecil yang sudah terbentuk dalam
Sementara itu limbah bahan berbahaya dan
proses koagulasi tadi membentuk flok
beracun yang selanjutnya disebut limbah
yang lebih besar untuk bisa mengendap.
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau
Proses flokulasi dalam pengolahan air
kegiatan yang mengandung B3.
bertujuan untuk mempercepat proses
Limbah yang masuk dalam kategori
penggabungan flok-flok yang telah
limbah B3 harus dilakukan pengelolaan
dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-
secara khusus yang biasanya diserahkan ke
partikel flok yang telah distabilkan
pihak pengelola limbah B3 yang akan
selanjutnya saling bertumbukan serta
melakukan analisis kuantitatif untuk
melakukan proses tarik-menarik dan
menentukan teknik pengelolaan limbah B3
membentuk flok yang ukurannya makin
yang tepat agar limbah distabilkan atau
lama makin besar serta mudah mengendap.
dihilangkan dari sifat-sifat bahayanya. Sisa
Secara umum proses sedimentasi
dari pengelolaan tersebut harus ditimbun di
diartikan sebagai proses pengendapan
lokasi landfill limbah B3 yang mempunyai
karena adanya gaya gravitasi. Partikel yang
desain khusus, sehingga tidak akan
mempunyai berat jenis lebih besar
menimbulkan bahaya bagi lingkungan
daripada berat jenis air akan mengendap ke
sekitarnya (Setiyono, 2005).
bawah dan yang lebih kecil akan melayang
Koagulasi adalah suatu proses
atau mengapung. Secara lebih terperinci
pencampuran bahan kimia (koagulan)
sedimentasi merupakan proses pengendapan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 53


flok yang telah terbentuk pada proses menjadi lebih kecil, sehingga dapat lolos
flokulasi (Margaretha et al., 2012). dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi
Koagulasi dan flokulasi dapat yang mempunyai kerapatan lebih kecil
dilakukan melalui beberapa tahapan proses akan mengalir ke dasar kolam dan merusak
sebagai berikut: timbunan lumpur yang sudah terendap dari
1. Penambahan koagulan atau flokulan proses sedimentasi.
disertai pengadukan dengan kecepatan c. Konsentrasi Koagulan
tinggi dalam waktu yang singkat. Konsentrasi koagulan sangat
2. Destabilisasi dari sistem koloid. berpengaruh terhadap tumbukan partikel,
3. Penggumpalan partikel yang telah sehingga penambahan koagulan harus
mengalami destabilisasi sehingga sesuai dengan kebutuhan untuk
terbentuk mikro flok. membentuk flok-flok. Jika konsentrasi
4. Penggumpalan lanjutan untuk menghasilkan koagulan kurang mengakibatkan tumbukan
makro flok yang dapat diendapkan, antar partikel berkurang sehingga
disaring, atau diapungkan (Siregar, mempersulit pembentukan flok. Begitu
2005). juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan
terlalu banyak maka flok tidak terbentuk
Menurut Yuliastri (2010), dalam
dengan baik dan dapat menimbulkan
pengolahan air, untuk mencapai proses
kekeruhan kembali.
koagulasi-flokulasi yang optimum diperlukan
d. Pengadukan
pengaturan semua kondisi yang berkaitan
Pengadukan yang baik diperlukan
dan mempengaruhi proses tersebut.
untuk memperoleh koagulasi dan flokulasi
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara
yang optimum. Pengadukan terlalu lamban
lain:
mengakibatkan waktu pertumbuhan menjadi
a. pH
lama, sedangkan jika terlalu cepat
Suatu proses koagulasi dapat
mengakibatkan flok-flok yang terbentuk
berlangsung secara sempurna jika pH yang
pecah kembali.
digunakan berada pada jarak tertentu
Koagulan adalah bahan kimia yang
sesuai dengan pH optimum koagulan dan
dibutuhkan air untuk membantu proses
flokulan yang digunakan.
pengendapan partikel-partikel kecil yang
b. Suhu
tak dapat mengendap dengan sendirinya.
Proses koagulasi dapat berkurang
pada suhu rendah karena peningkatan Koagulan sintetik adalah garam logam
yang bereaksi dengan air yang bersifat
viskositas dan perubahan struktural agregat

54 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


alkali (basa) untuk menghasilkan flok BAHAN DAN METODE
logam hidroksida yang tidak larut.
Bahan
Pengendapan yang baik adalah Bahan yang digunakan terdiri dari
terbentuknya flok-flok yang menghasilkan bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang
padatan yang dapat turun. Koagulan digunakan yaitu limbah cair dari kolam
sintetik yang sering digunakan untuk ekualisasi (EQ) dan lumpur aktif dari
pengolahan air adalah aluminium sulfat. kolam sequenzing batch reactor (SBR),
Menurut Sugiharto (1987), aerasi sedangkan bahan kimia yang digunakan
adalah satu pengolahan air dengan cara yaitu aluminium sulfat, kalsium hidroksida,
penambahan oksigen ke dalam air. poliakrilamida, larutan buffer (asam borat/
Penambahan oksigen dilakukan sebagai kalium klorida/ natrium hidroksida) pH 10,
salah satu usaha pengambilan zat larutan buffer (asam sitrat/ natrium
pencemar yang terkandung di dalam air, hidroksida/ hidrogen klorida) pH 4, larutan
sehingga konsentrasi zat pencemar akan buffer (kalium dihidrogen fosfat/ dinatrium
hilang atau bahkan dapat dihilangkan sama hidrogen fosfat) pH 7, natrium hidroksida,
sekali. kalium dikromat, asam sulfat, perak sulfat
Percobaan ini bertujuan menentukan dan kalium hidrogen phtalat.
dosis optimum koagulan dalam proses
Peralatan
koagulasi-flokulasi dan menentukan rasio
Peralatan yang digunakan pada
efektif pengolahan limbah melalui proses
percobaan antara lain TOC analyzer,
aerasi terhadap efektifitas penurunan kadar
spektrofotometer HACH DR 2800,
amonia, kebutuhan oksigen kimia (KOK),
ammonia ISE, pH meter Mettler Toledo
karbon organik total (KOT) dan total
MA235, konduktometer Mettler Toledo
padatan terlarut (TPT). Hasilnya kemudian
Seven Easy, turbidimeter HACH 2100Q,
dibandingkan dengan Keputusan Bupati
neraca analitik Mettler Toledo, reaktor
Bogor No. 638.31/021/P/00036/BPT/2012
KOK, mikro pipet, magnetic stirer, dan
tentang Izin Pembuangan Air Limbah
alat gelas lainnya.
kepada PT Prasadha Pamunah Limbah
Industri (PPLI) di Desa Nambo Kecamatan Metode Penelitian

Klapanunggal, Cileungsi, Bogor. Penelitian Pendahuluan


Sampel limbah cair dimasukkan ke
4 buah gelas piala masing masing
sebanyak 500 mL. Gelas piala ditempatkan

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 55


sedemikian rupa pada alat Jar-Test dan Tabel 1. Variasi rasio EQ : SBR
tangkai pengaduk di atur agar berada tepat Sampel EQ (mL) SBR (mL)
di tengah. Alat dinyalakan pada kecepatan 1:3 500 1500
putaran 120 rpm. Sampel ditambahkan 1:4 400 1600
kogulan aluminium sulfat dengan variasi 1:5 500 2500
dosis yang berbeda yaitu 2,0 g; 2,5 g; 3,0
Pengujian Utama
g; dan 3,5 g. Selanjutnya ditambahkan
Pengukuran Kekeruhan
kalsium hidroksida sebanyak 1,5 g. Setelah
Kekeruhan diukur menggunakan
mulai terbentuk flok-flok kecil, ditambahkan
turbidimeter. Nilai kekeruhan dibaca dan
flokulan poliakrilamida 0,01 g.
dicatat dengan satuan NTU (Nephelometrik
Pengadukan dilakukan pada 120
Turbidity Unit).
rpm selama 1 menit. Setelah semua bahan
kimia ditambahkan, kecepatan pengadukan Pengukuran pH

diatur pada 50 rpm selama 10 menit untuk Sebelum digunakan, pH meter

menjaga mikro flok yang terbentuk tidak dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH

hancur. Campuran dibiarkan beberapa saat 4 dan 7. Sampel sebanyak ± 25 mL dimasukkan

tanpa pengadukan untuk membiarkan flok ke gelas piala. Elektroda dibilas dengan

mengendap. Hasil yang diperoleh dipisahkan menggunakan akuades dan dilap hingga

dari endapan untuk diperiksa pH, kering lalu dicelupkan pada sampel yang

kekeruhan, amonia, TPT, KOK, dan KOT. akan dicek. Nilai pH yang tertera pada alat
dicatat.
Percobaan Utama
Berdasarkan percobaan utama akan Pengukuran Amonia

didapatkan dosis optimum. Sampel limbah Sebelum digunakan, larutan

olahan dari hasil koagulasi-flokulasi dikalibrasi menggunakan larutan standar

selanjutnya dicampurkan dengan lumpur 1000 mg, 100 mg, 10 mg, 1 mg, dan 0,1

aktif ke dalam gelas piala berukuran 3 liter. mg NH3-N/L dengan melakukan

Rasio penambahan limbah dan lumpur pengenceran dari larutan baku NH3-N.

aktif yang digunakan dapat dilihat pada Kalibrasi dilakukan dengan cara elektroda

Tabel 1. Kemudian sejumlah udara dicelupkan ke dalam larutan standar lalu

dialirkan ke dalam gelas piala melalui tombol kalibrasi pada alat ditekan. Sampel

aerator pump. Proses aerasi dilakukan sebanyak ± 25 mL dimasukkan ke gelas

selama 9 hari dengan dilakukan analisa piala dan elektroda dicelupkan ke dalam

pH, amonia, TPT, KOK, dan KOT. larutan yang akan diukur. Selanjutnya

56 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


ditambahkan 3 tetes NaOH 4 N untuk Pengukuran Karbon Organik Total
(KOT)
menaikkan pH dan diaduk dengan
Organic carbon stock solution
menggunakan magnetic stirer. Tombol
disiapkan dengan melarutkan 2,1254 g
read ditekan dan pastikan elektroda tetap
kalium hidrogen ftalat dalam 1000 mL
berada dalam larutan sampai diperoleh
akuades. Kalibrasi dilakukan dengan
pembacaan yang stabil.
mengukur larutan standar pada konsentrasi
Pengukuran Total Padatan Terlarut
tertentu menggunakan TOC analyzer.
(TPT)
Setelah didapat kurva kalibrasi, dilakukan
Sebelum digunakan konduktometer
pengukuran sampel.
dikalibrasi dengan cara elektroda dicelupkan
ke larutan 1413 μmhos/cm lalu tombol HASIL DAN PEMBAHASAN
kalibrasi pada alat ditekan kemudian Sampel limbah cair yang digunakan
elektroda dibilas dengan akuades. Sampel berasal dari kolam EQ yang berisi
sebanyak ± 25 mL dimasukkan ke gelas campuran limbah cair dari berbagai
piala. Elektroda dibilas dengan menggunakan industri yang akan mengalami proses
akuades dan dilap hingga kering kemudian ekualisasi untuk menghomogenkan konsentrasi
dicelupkan pada sampel yang akan dicek. limbah tersebut. Sementara sampel lumpur
Nilai yang tertera pada alat dicatat. aktif yang digunakan berasal dari kolam
Pengukuran Kebutuhan Oksigen Kimia SBR dan identifikasi mikroba dibatasi
(KOK)
pada jenis mikroba yang diindikasikan
Contoh uji sebanyak 2,5 mL
sebagai pengurai amonia cair. Data
dimasukkan ke tabung reaksi khusus KOK
karakteristik awal limbah cair EQ dan
yang telah berisi 1,5 mL larutan kalium
lumpur aktif SBR dapat dilihat pada Tabel
dikromat-merkuri sulfat dan 3,5 mL
2.
larutan perak sulfat-asam sulfat. Tabung
Tabel 2. Karakteristik awal limbah cair EQ
ditutup lalu dikocok hingga homogen dan dan lumpur aktif SBR
dimasukkan kedalam reaktor KOK. Parameter Satuan EQ SBR BML
pH - 7,97 7,97 6-9
Kemudian destruksi selama 2 jam pada
Kekeruhan NTU 457 * **
temperatur 150°C, lalu ukur dengan TPT mg/L 7360 4550 2000
spektrofotometer pada panjang gelombang Amonia mg/L 187,5 5,08 1
KOK mg/L 7900 273 100
620 nm. Sebelum melakukan pengukuran KOT mg/L 2698 90 **
contoh, dilakukan pengukuran blangko Keterangan:
* tidak diukur
dengan cara kerja yang sama. ** tidak tercantum dalam BML (Keputusan
Bupati Bogor No.638.31/021/P/00036/BPT/2012

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 57


tentang Izin Pembuangan Air Limbah Kepada piala 1 merupakan penambahan koagulan
PT Prasadha Pamunah Limbah Industri di
Desa Nambo Kecamatan Klapanunggal) paling sedikit yaitu 2,0 g, akibatnya
kekeruhan yang terjadi paling tinggi. Hal
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat
ini dikarenakan gugus aluminat tidak dapat
bahwa karekteristik awal sampel memiliki
terbentuk dengan sempurna sehingga
konsentrasi tinggi dari masing-masing
mempersulit pembentukan flok. Pengukuran
parameter yang diukur, sehingga perlu
parameter uji terhadap hasil Jar-Test dapat
dilakukan pengolahan yang tepat agar
dilihat pada Tabel 3.
dapat menurunkan konsentrasi tersebut.
Tabel 3. Pengukuran parameter uji terhadap
Pengukuran kekeruhan hanya dilakukan hasil Jar-Test
pada limbah cair EQ untuk mengetahui Penambahan Koagulan
Parameter
penurunan padatan yang terjadi saat 2g 2,5 g 3g 3,5g
pH 8,28 7,9 7,46 6,97
dilakukan proses koagulasi flokulasi. Kekeruhan 10,8 3,76 2,62 2,85
(mg/L)
TPT 6197 5896 5550 5644
Penelitian Pendahuluan
(mg/L)
Amonia 137 119 113 122
Pada penelitian pendahuluan, pH (mg/L)
KOK 5800 4700 3900 4800
contoh tidak dikondisikan agar (mg/L)
KOT 1754 1518 1357 1401
( mg/L)
memberikan gambaran hasil dengan Dosis optimum koagulan
penambahan zat kimia seminimal mungkin. aluminium sulfat dianggap optimal apabila
Hasil pengendapan setelah proses air olahan mempunyai kualitas terbaik
koagulasi-flokulasi dapat dilihat pada yaitu air dengan nilai terendah pada Tabel
Gambar 3. 3. Efektivitas penambahan koagulan dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Efektivitas pengolahan pada variasi


penambahan koagulan

Parameter Efektivitas Pengolahan (%)


2g 2,5 g 3g 3,5g
Kekeruhan 97,63 99,17 99,42 99,37
TPT
(mg/L) 15,80 19,89 24,59 23,32
(mg/L)
Amonia 26,93 36,53 39,37 34,93
Gambar 3. Hasil pengendapan setelah proses (mg/L)
KOK 26,58 40,51 50,63 39,24
koagulasi-flokulasi (mg/L)
KOT 34,99 43,73 49,70 48,07
( mg/L)
Berdasarkan Gambar 3 dapat Berdasarkan Tabel 4, efektivitas
terlihat, bahwa berbagai variasi penambahan pengolahan yang tinggi hanya diperoleh
koagulan yang diberikan akan menghasilkan untuk parameter kekeruhan. Sementara
kekeruhan yang berbeda pula. Pada gelas dari parameter lainnya, efektivitas

58 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


pengolahan tidak ada yang mencapai 50 % diperlukan penambahan oksigen melalui
dan hasil pengukuran yang didapat di atas aerasi.
ambang baku mutu. Variasi dosis koagulan Nilai pH harian selama proses
yang berbeda akan memberikan perubahan aerasi dipantau agar tetap stabil untuk
terhadap setiap parameter yang diuji. menjaga bakteri yang berperan dalam
proses nitrifikasi berada pada kondisi
Penentuan Dosis Optimum
Secara keseluruhan, dosis optimum optimumnya. pH optimum pertumbuhan

koagulan yang perlu ditambahkan dalam bakteri nitrifikasi antara 7,5-8,5 dan pada

proses koagulasi-flokulasi berada pada pH di bawah 6 pertumbuhan terhambat.

kisaran 3,0 g aluminium sulfat. Meskipun Hasil pengamatan proses aerasi

dosis ini merupakan kondisi optimum, yang dilakukan selama 9 hari dapat dilihat

tetapi hasil pengukuran yang didapat masih pada Tabel 5 sampai 7.

di atas ambang baku mutu. Oleh karena Tabel 5. Hasil pengamatan proses aerasi pada
rasio 1:3
itu, perlu dilakukan proses pengolahan
Hari Parameter Uji
tambahan untuk dapat menurunkan kadar ke pH TPT Amonia KOK KOT
tersebut. (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
0 7,99 5240 23,65 )
990 254,35
Penelitian Utama 1 8,14 5400 22,25 860 248,15
Penelitian utama dilakukan dengan 2 8,28 5260 13,65 620 129,7
3 8,26 5220 11,1 450 99,75
cara mengalirkan sejumlah udara ke dalam 4 8,29 5310 5,325 160 51,75
air limbah yang telah dicampur lumpur 5 8,09 5540 3,832 77 19,88
6 8,01 5520 1,772 60 18,82
aktif. Penelitian skala laboraturium ini 7 8,13 5590 0,82 53 17,24
merupakan gambaran di lapangan ketika 8 8,19 5820 0,6275 50 16,89
9 8,28 6070 0,13 29 9,273
dilakukan proses aerasi pada kolam SBR.
Pada Tabel 5 dapat dilihat, bahwa
Dengan tersedianya oksigen yang
aerasi tidak dapat menurunkan kadar TPT.
mencukupi selama proses biologi, maka
Pada hari ketujuh, kadar ammonia dapat
bakteri pada kolam SBR dapat bekerja
dibawah ambang baku mutu yaitu 1 mg/L
dengan optimal.
dengan hasil pengukuran sebesar 0,82
Senyawa amonia dalam air dapat
mg/L. Pada haari kelima kadar KOK dapat
diolah secara mikrobiologis oleh bakteri
dibawah ambang baku mutu yaitu 100
autotropik dan heterotropik melalui proses
mg/L dengan hsil pengukuran sebesar 77
nitrifikasi hingga membentuk nitrit dan
mg/L. Sementara untuk kadar KOT tidak
nitrat. Proses nitrifikasi ini berlangsung
disebutkan berapa ambang batas baku
dalam kondisi aerobik, sehingga

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 59


mutu nya. Dalam hal ini, analisis KOT KOT pada rasio 1:5 terjadi lebih cepat.
hanya berfungsi sebagai proses kontrol Kadar amonia berada di bawah ambang
karena memiliki beberapa keunggulan baku mutu pada hari ke-6 yaitu 0,873
dibanding KOK, diantaranya waktu mg/L dan kadar KOK pada hari ke-5 yaitu
analisis yang lebih singkat. 64 mg/L.

Tabel 7. Hasil pengamatan proses aerasi


Tabel 6. Hasil pengamatan proses aerasi pada
pada rasio 1:5
rasio 1:4
Hari Parameter Uji
Hari Parameter Uji ke pH TPT Amonia KOK KOT
ke pH TPT Amonia KOK KOT (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) 0 8,0 5190 18,35 860 226,9
0 7,99 5240 23,65 990 254,35 1 8,13 5190 9,395 390 109,95
1 8,14 5400 22,25 860 248,15 2 8,29 5050 6,6 250 81,97
2 8,28 5260 13,65 620 129,7 3 8,29 4990 4,275 240 80,38
3 8,26 5220 11,1 450 99,75 4 8,38 5060 2,095 100 40,65
4 8,29 5310 5,325 160 51,75 5 8,17 5260 1,291 64 17,14
5 8,09 5540 3,832 77 19,88
6 8,14 5210 0,873 51 16,96
6 8,01 5520 1,772 60 18,82
7 8,2 5330 0,735 46 15,55
7 8,13 5590 0,82 53 17,24
8 8,19 5400 0,5225 43 14,66
8 8,19 5820 0,6275 50 16,89
9 8,28 6070 0,13 29 9,273 9 8,2 5670 0,1535 25 8,058
Semakin banyak lumpur aktif yang
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa dicampurkan dengan limbah dalam proses
proses aerasi tidak berpengaruh terhadap aerasi, maka semakin kecil jumlah
penurunan kadar TPT, tetapi dapat substrat organik yang terkandung dalam
menurunkan kadar amonia, KOK, dan aliran limbah cair, sehingga beban organik
KOT dengan kecepatan penurunan yang yang harus diuraikan oleh mikroba aerob
lebih baik dibandingkan menggunakan juga semakin kecil. Hal ini dapat terlihat
rasio 1:3. Hal ini ditunjukkan dengan pada efektivitas pengolahan limbah cair
penurunan kadar amonia dan KOK yang dengan rasio 1:5 yang ditampilkan dalam
dapat mecapai di bawah ambang baku Tabel 8.
mutu pada hari kelima yaitu 0,832 mg/L Berdasarkan Tabel 8, efektivitas
dan 68 mg/L. pengolahan hanya dapat mencapai kisaran
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa 50% pada hari pertama sehingga hasil
poses aerasi tetap tidak berpengaruh pengukuran belum dapat berada di bawah
terhadap penurunan kadar TPT meskipun ambang baku mutu. Efektivitas tertinggi
telah dilakukan berbagai variasi rasio, pada hari pertama adalah dari pengolahan
tetapi penurunan kadar amonia, KOK dan KOK yaitu sebesar 54,65%, tetapi setelah

60 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


hari kelima efektivitas pengolahan dapat KESIMPULAN
mencapai di atas 90% sehingga hasil Dari hasil Jar-Test, didapatkan
pengukuran dapat memenuhi ambang dosis optimum koagulan aluminium sulfat
baku mutu. Ketiga parameter memiliki yang perlu ditambahkan dalam proses
efektivitas pada kisaran 92%. koagulasi-flokulasi adalah sebesar 3,0 g
Tabel 8. Efektivitas Pengolahan Proses untuk setiap 500 mL limbah. Dari
Aerasi pada rasio 1:5
percobaan aerasi, pengolahan efektif
Hari ke Efektivitas Pengolahan (%)
Amonia KOK KOT menggunakan rasio 1:5 (limbah : lumpur
1 48,80 54,65 51,54 aktif) selama minimal 5 hari. Oleh karena
2 64,03 70,93 63,87
itu, kualitas air limbah yang telah diolah
3 76,70 72,09 64,57
4 88,58 89,53 82,08 apabila ditinjau dari parameter amonia,
5 92,96 92,56 92,45 KOK, dan KOT telah memenuhi Keputusan
6 95,24 94,07 92,53
7 95,99 94,65 93,15 Bupati Bogor No. 638.31/021/P/00036/BPT/2012,
8 97,15 95,00 93,54 sedangkan yang tidak memenuhi adalah
9 99,16 97,09 96,45
parameter TPT.
Semakin lama waktu yang
digunakan dalam proses aerasi
menyebabkan proses degradasi biologis DAFTAR PUSTAKA

aerob berlangsung semakin baik, sehingga Margaretha, Rizka M,, Syaiful dan
Subroto. 2012. Pengaruh Kualitas
efektivitas pengolahan amonia, KOK dan
Air Baku Terhadap Dosis dan
KOT juga meningkat. Peningkatan Biaya Koagulan Aluminium
Sulfatdan Poly Aluminium
efektivitas pengolahan ini dapat terlihat
Chloride. Jurnal Teknik Kimia
jelas dalam grafik yang disajikan pada 18:21-30.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.
Gambar 4.
2014. PP No. 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Jakarta
Setiyono. 2005. Potensi Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) di
Wilayah DKI Jakarta dan Strategi
Pengelolaannya. JAI 1:304-317.
Siregar, S. A. 2005. Instalasi Pengolahan
Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan
Air Limbah. Universitas Indonesia
Gambar 4. Grafik Efektivitas Pengolahan Prees. Jakarta
pada Rasio 1:5

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 61


Yuliastri, I. R. 2010. Penggunaan Serbuk
Biji Kelor (Moringa oleifera)
Sebagai Koagulan dan Flokulan
dalam Perbaikan Kualitas Air
Limbah dan Air Tanah. Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta

62 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENILAIAN
MAHASISWA TERHADAP DOSEN DI POLITEKNIK AKA BOGOR

Tita Rosita dan Rachmawati Dwi Estuningsih


Politeknik AKA Bogor
Jl. Pangeran Sogiri No.283 Bogor

ABSTRAK
Terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan kinerja dosen yaitu materi perkuliahan (MP),
penyampaian materi (PM), pengelolaan kelas (PK) dan evaluasi pengajaran (EP). Untuk mengetahui
faktor/peubah yang paling berpengaruh terhadap penilaian dosen, maka dilakukan penelitian dengan
menggunakan analisis diskriminan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
data hasil kuisioner penilaian mahasiswa AKA Bogor terhadap dosen yang mengajar pada semester gasal
tahun akademik 2011/2012 sampai semester gasal tahun akademik 2014/2015. Data diperoleh dari bagian
Sitem Penjaminan Mutu (SPM) Politeknik AKA Bogor. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa dari beberapa peubah penjelas yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap penilaian mahasiswa
terhadap dosen, terdapat satu faktor/peubah penjelas yang berpengaruh nyata yaitu penyampaian materi
(PM). Fungsi diskriminan yang diperoleh memberikan keakuratan 93,6%, sehingga model ini dapat
digunakan untuk memprediksi seseorang termasuk kategori puas atau tidak puas.

Kata kunci : kinerja dosen, analisis diskriminan, keakuratan

ABSTRACT
There are several factors related to the lecturers performance such as lecture material, (MP), material
delivery (PM), classroom management (PK) and teaching evaluation (EP). To determine the factors/variables
that most influence the assessment of lecturers, the research is conducted by using discriminant analysis. The
data used in this research is secondary data which is derived from student assessment questionnaire at
Polytechnic of AKA Bogor against the lecturers who teach in the odd semester of academic year 2011/2012
until the odd semester of academic year 2014/2015. Data is obtained from the Quality Assurance Management
(SPM) Polytechnic of AKA Bogor. Based on the results and discussion can be concluded that from some
explanatory variables that are expected to affect the assessment of students to lecturers, there is one
factor/explanatory variable which was significant, namely the material delivery (PM). Discriminant function
which is obtained provides 93,6% accuracy, so that these models can be used to predict a person categorized
satisfied or not satisfied.

Key words: the lecturers performance, discriminant analysis, accuracy

bidang kimia analisis dan terapannya.


PENDAHULUAN
Keberhasilan mahasiswa sangat
Politeknik AKA Bogor merupakan
tergantung pada faktor internal dan
salah satu perguruan tinggi negeri di bawah
eksternal mahasiswa. Faktor internal
Kementerian Perindustrian. Politeknik AKA
merupakan faktor yang bersumber dari diri
Bogor mempunyai tugas pokok menghasilkan
mahasiswa itu sendiri, seperti minat,
tenaga kerja profesional dan kompeten di
kesiapan, usaha, semangat dan motivasi.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal
* Korespodensi.Tel: +62--2518650351
E-mail: titazaekhan@gmail.com dari luar diri mahasiswa, seperti

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 63


lingkungan sosial, lingkungan keluarga, oleh dosen-dosen yang profesional dan
lingkungan kampus termasuk di dalamnya dapat diandalkan. Oleh karena itu kinerja
dosen yang mengajar. yang positif dan berkualitas merupakan
Kualitas institusi pendidikan sangat komponen penting dalam meningkatkan
dipengaruhi oleh masukan bagi sistem kualitas akademik dosen, kinerja
pendidikan diantaranya adalah mahasiswa, perguruan tinggi secara keseluruhan serta
dosen dan sarana prasarana pendukung kepuasan mahasiswa.
proses belajar mengajar. Ketiga faktor Pelayanan jasa pendidikan di
tersebut saling tergantung dan perguruan tinggi tidak terlepas dari
mempengaruhi satu sama lain dalam keluhan mahasiswa terutama tentang dosen
menciptakan proses belajar mengajar yang mengajar. Untuk menindaklanjuti keluhan
berhasil. mahasiswa tersebut perlu dilakukan
Salah satu faktor penyebab penelitian tentang kepuasan mahasiswa
rendahnya mutu pendidikan adalah kondisi terutama berkaitan dengan proses belajar
pengajar yaitu kualifikasinya tidak layak mengajar oleh dosen sehingga dapat
dan mengajar tidak sesuai bidang dijadikan dasar evaluasi diri dan mampu
keahliannya. Tantangan yang terkait meningkatkan kinerja lembaga khususnya
dengan mutu pendidik mencakup dosen.
tantangan pribadi, kompetensi pribadi Dalam penelitian ini akan dianalisis
maupun keterampilan pendidik dalam faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
melaksanakan tugasnya. Kinerja dosen penilaian dosen oleh mahasiswa pada
diukur berdasarkan beban kerja dosen yang proses belajar mengajar. Faktor yang
sepadan dengan 12 satuan kredit semester dianalisis adalah materi perkuliahan (MP),
(SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 SKS. penyampaian materi (PM), pengelolaan
Kemampuan dosen mengajar kelas (PK) dan evaluasi pengajaran (EP).
merupakan dimensi paling utama untuk Hasil penilaian terhadap dosen dibedakan
dilakukan monitoring. Penilaian ini dapat menjadi dua kategori yaitu tidak puas
dilakukan oleh dosen sendiri, pimpinan (Y=0) dan puas (Y=1). Metode analisis
lembaga pendidikan maupun oleh peserta yang digunakan adalah analisis
didik melalui persepsinya. diskriminan.
Dosen merupaan kunci utama dalam Analisis diskriminan adalah metode
meningkatkan mutu pendidikan sehingga untuk mencari dasar pengelompokkan
untuk mewujudkannya harus didukung individu berdasarkan lebih dari satu

64 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


peubah bebas. Analisis Diskriminan METODE PENELITIAN
dipakai untuk menjawab pertanyaan
Data dan Sumber Data
bagaimana individu dapat dimasukkan ke Data yang digunakan dalam
dalam kelompok berdasarkan beberapa penelitian ini adalah data sekunder yaitu
peubah (Thatam, 1998). data hasil kuesioner penilaian mahasiswa
Banyak penelitian yang membahas AKA Bogor terhadap dosen yang mengajar
tentang kepuasan mahasiswa terhadap pada semester gasal tahun akademik
kinerja dosen dengan metode yang berbeda 2011/2012 sampai semester gasal tahun
diantaranya Rahmawati (2012) membahas akademik 2014/2015. Data diperoleh dari
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi bagian Sitem Penjaminan Mutu (SPM)
kepuasan mahasiswa dengan menggunakan Politeknik AKA Bogor.
analisis deskriptif. Selain itu Husnayetti Peubah-peubah yang digunakan
(2012) membahas tingkat kepuasan adalah faktor yang diperkirakan
mahasiswa dan proses belajar mengajar di berpengaruh terhadap keberhasilan belajar
perguruan tinggi X dengan menggunakan mahasiswa yang berkaitan dengan kegiatan
teknik Importance Performance Analysis belajar mengajar di kelas oleh dosen.
(IPA). Peubah yang digunakan terdiri atas materi
Penelitian dengan menggunakan perkuliahan (MP), penyampaian materi
metode analisis diskriminan juga sudah (PM), pengelolaan kelas (PK) dan evaluasi
banyak digunakan dalam berbagai bidang pengajaran (EP). Pada penelitian ini,
ilmu diantaranya Cahyawati dkk (2011) penilaian terhadap dosen dikelompokkan
menggunakan analisis diskriminan dalam menjadi dua bagian yaitu tidak puas (Y=0)
melakukan fungsi pengelompokkan anak jika rataan nilai kurang dari atau sama
putus sekolah pendidikan dasar. Penelitian dengan 70 dan puas (Y=1) jika rataan nilai
lainnya dilakukan oleh Ardiyanto (2007) lebih besar dari 70.
tentang analisis status perusahaan
Metode Analisis Data
menggunakan analisis diskriminan fisher
1. Melakukan analisis deskriptif terhadap
dan neural networks. Penelitian ini
peubah bebas.
bertujuan membuat model/fungsi untuk
2. Menghitung nilai rata-rata, standar
menentukan faktor-faktor yang
deviasi, nilai varians, kovarians,
berpengaruh terhadap kinerja dosen
matriks varians-kovarians dan matriks
dengan menggunakan analisis diskriminan.
varians kovarians.

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 65


3. Menghitung nilai homogenitas matriks
94.0
varians-kovarians dalam kelompok. 92.0 91.9
90.0

Perkuliahan
Nilai Materi
4. Menghitung nilai uji F dan Wilk‟s 88.0
86.4 85.8 86.4
86.0 85.2
84.0 85.2
Lambda, untuk melihat perbedaan 82.0
80.0 81.9
peubah bebas pada setiap kelompok. 78.0
76.0
5. Menguji semua peubah, untuk 1 2 3 4 5 6 7

mengetahui pengaruh semua peubah Semester

penjelas. Gambar 1. Rata-rata nilai materi perkuliahan


6. Mencari nilai signifikansi dari fungsi Berdasarkan Gambar 1, penilaian
diskriminan dengan nilai uji F dan mahasiswa terhadap materi perkuliahan
Wilk‟s Lambda. selama tujuh semester berada pada rentang
7. Membuat suatu fungsi diskriminan 81,9-91,9. Penilaian terendah terjadi pada
dari peubah penjelas yang bisa semester kelima dan penilaian tertinggi
membedakan kelompok peubah terikat terjadi pada semester kedua. Terdapat
(membedakan suatu objek masuk pada penurunan nilai dari semester dua sampai
grup I atau grup II). semester lima. Hal ini bisa disebabkan oleh
8. Menentukan klasifikasi terhadap objek, beberapa hal diantaranya masih terdapat
termasuk pada grup I atau grup II. beberapa dosen yang terkadang lupa
9. Menguji ketepatan klasifikasi fungsi menyampaikan kontrak perkuliahan, tidak
diskriminan memberikan informasi mengenai buku teks
HASIL DAN PEMBAHASAN atau rujukan yang digunakan, dosen
kurang dalam membuat persiapan materi
Statistika Deskriptif Peubah Penjelas
dan memberikan tugas yang tidak relevan
Hasil analisis deskriptif peubah
dengan materi perkuliahan.
penjelas disajikan sebagai berikut:
Selain dari faktor dosen,
Materi Perkuliahan
mahasiswa yang menilai terkadang tidak
Rata-rata penilaian mahasiswa
memperhatikan atau lupa bahwa dosen
terhadap materi perkuliahan selama tujuh
sudah memberikan materi perkuliahan
semester dapat dilihat pada Gambar 1.
dengan baik sehingga menilai dosen tidak
sesuai dengan sebenarnya. Penilaian
mahasiswa terhadap materi perkuliahan
masih termasuk kategori puas (rata-rata di
atas 70).

66 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Penyampaian Materi materi tersebut, maka penilaian yang
Rata-rata penilaian penyampaian diberikan pun rendah. Penilaian mahasiswa
materi selama tujuh semester dapat dilihat terhadap penyampaian materi perkuliahan
pada Gambar 2. masih termasuk kategori puas (rata-rata di
90.0 atas 70).
Nilai Penyaampaian

88.0 88.2
86.0 Pengelolaan Kelas
83.8
84.0 84.2
83.4 83.3 Rata-rata penilaian pengelolaan
Materi

82.0 82.3
80.0
78.0 78.8 kelas selama tujuh semester dapat dilihat
76.0
74.0 pada Gambar 3.
1 2 3 4 5 6 7
Semester 92.0

Nilai Pengelolaan
90.0 89.8
Gambar 2. Rata-rata nilai penyampaian materi 88.0
86.0 85.2 85.6
86.5

Kelas
84.0 83.9
Berdasarkan Gambar 2, penilaian 82.0
84.3

80.0
mahasiswa terhadap penyampaian materi 78.0 79.4
76.0
perkuliahan selama tujuh semester berada 74.0
1 2 3 4 5 6 7
pada rentang 78,8–88,2. Penilaian terendah
Semester
terjadi pada semester kelima dan penilaian
Gambar 3. Rata-rata nilai pengelolaan kelas
tertinggi terjadi pada semester kedua.
Berdasarkan Gambar 3, penilaian
Terdapat penurunan nilai dari semester dua
mahasiswa terhadap pengelolaan kelas
sampai semester lima. Hal ini bisa
selama tujuh semester berada pada rentang
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
79,4–89,8. Penilaian terendah terjadi pada
kurangnya kesinambungan materi yang
semester kelima dan penilaian tertinggi
diberikan oleh dosen dalam tim
terjadi pada semester kedua. Terdapat
dikarenakan dalam satu mata kuliah bisa
penurunan nilai dari semester dua sampai
terdapat beberapa dosen yang mengajar.
semester lima. Hal ini bisa disebabkan oleh
Alasan lainnya adalah masih
beberapa hal diantaranya diantaranya
terdapat dosen yang kurang mampu
perkuliahan dilakukan tidak tepat waktu,
menyampaikan materi kuliah secara
terkadang dosen juga lupa memberi
sistematik serta contoh soal yang diberikan
informasi kepada mahasiswa jika tidak ada
kurang jelas. Selain dari faktor dosen,
perkuliahan atau terjadi perubahan jadwal,
mahasiswa yang menilai terkadang tidak
masih terdapat beberapa dosen yang belum
memperhatikan atau lupa bahwa dosen
menggunakan fasilitas pendukung seperti
sudah menyampaikan perkuliahan dengan
LCD, Video Player dan lain-lain sehingga
baik tetapi mahsiswa tidak paham terhadap

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 67


perkuliahan tampak monoton dan lain Uji Asumsi Analisis Diskriminan
sebagainya. Penilaian mahasiswa terhadap Uji Kesamaan Matriks Ragam Peragam
Antar Kelompok
pengelolaan kelas masih termasuk kategori
Untuk menguji asumsi kesamaan
puas (rata-rata di atas 70).
matriks ragam peragam antar kelompok
Evaluasi Pengajaran puas dan tidak puas digunakan statistik uji
Rata-rata penilaian evaluasi
Box‟s M. Hasil analisis dengan
pengajaran selama tujuh semester dapat
menggunakan uji Box‟s M adalah sebagai
dilihat pada Gambar 4.
berikut :
85.0
81.5 82.7 Tabel 1. Hasil uji kesamaan matriks ragam
Nilai Evaluasi

80.0 peragam
Pengajaran

77.0 77.9
78.0
75.0
Box's M 3,251
70.0 70.8 71.0
Approx. 3,108
65.0
df1 1
60.0 F
1 2 3 4 5 6 7 df2 1320,498
Semester Sig. 0,078
Gambar 4. Rata-rata nilai pengelolaan kelas
Berdasarkan Tabel 1, diperoleh
Berdasarkan Gambar 4, penilaian bahwa pada tingkat kepercayaan 95%,
mahasiswa terhadap pengelolaan kelas kelompok dengan kategori puas dan
selama tujuh semester berada pada rentang kelompok dengan kategori tidak puas
70,8-82,7. Penilaian terendah terjadi pada memiliki matriks ragam peragam yang
semester ketiga dan penilaian tertinggi tidak berbeda nyata. Hal ini diperlihatkan
terjadi pada semester ketujuh. Terdapat dari nilai signifikansi sebesar 0,078 yang
penurunan nilai dari semester dua ke lebih besar dari α=0,05. Asumsi kesamaan
semester tiga dan dari semester empat ke matriks ragam peragam terpenuhi.
semester lima. Hal ini bisa disebabkan oleh
Perbedaan Rata-rata Antar Kelompok
beberapa hal diantaranya masih terdapat
Uji asumsi perbedaan rata-rata
beberapa dosen yang tidak membahas hasil
antar kelompok menggunakan uji Wilk‟s
tugas, kuis dan ujian serta tidak
Lambda. Hasil uji asumsi perbedaan rata-
membagikan hasil tersebut kepada
rata antar kelompok adalah sebagai
mahasiswa. Penilaian mahasiswa terhadap
berikut :
evaluasi pengajaran masih termasuk
kategori puas (rata-rata di atas 70).

68 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Tabel 2. Hasil uji perbedaan rata-rata antar Tabel 3. Hasil uji perbedaan rata-rata antar
kelompok dengan Wilk‟s Lambda kelompok dengan Test of Equality
Test of Wilk‟s db Sig. of Group Means
Function(s) Lambda Wilk‟s
1 0,755 1 0,000 Peubah Sig.
Lambda
MP 0,789 0,000
Berdasarkan Tabel 2, diperoleh
PM 0,755 0,000
nilai signifikansi yaitu 0,000 lebih kecil PK 0,784 0,000
dari α=0,05, sehingga dapat dikatakan EP 0,885 0,000
bahwa terdapat perbedaan rata-rata antar Berdasarkan Tabel 3, diperoleh
kelompok kategori tidak puas dan puas. nilai signifikansi untuk semua peubah
Asumsi perbedaan rata-rata antar lebih kecil dari α=0,05, maka keempat
kelompok terpenuhi. peubah memberikan perbedaan pada
Perbedaan rata-rata antar kelompok pengambilan keputusan termasuk kelompok
juga dapat dilihat dari hasil tabel Test of puas atau tidak puas.
Equality of Group Means mengenai
perbedaan signifikan antar kelompok pada
setiap peubah penjelas.
Hasil Analisis Diskriminan
Analsis Diskriminan dengan Metode Stepwise
Hasil analisis diskriminan dengan menggunakan metode stepwise disajikan pada Tabel
4 berikut :
Tabel 4. Analisis diskriminan dengan metode stepwise
Wilks' Lambda
Tahapan Peubah Nilai F
Statistik db1 db2 db3
Statistik db1 db2 Sig.
1 PM 0,755 1 1 231,000 74,838 1 231,000 0,000

Berdasarkan Tabel 4, peubah yang Berdasarkan analisis diskriminan


paling berpengaruh pada pembentukan metode stepwise, peubah penyampaian
model diskriminan adalah peubah materi (PM) merupakan peubah yang
penyampaian materi (PM). Karena nilai sangat menentukan seseorang/mahasiswa
signifikansi 0,000 lebih kecil dari α=0,05, menyatakan puas atau tidak puas. Seorang
maka peubah penyampaian materi masing- mahasiswa akan merasa puas jika dalam
masing kelompok memiliki perbedaan menyampaikan materi, dosen
yang signifikan. menyampaikan materi kuliah sesuai

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 69


dengan kontrak, dosen menyampaikan kategori tertentu diperoleh dengan cara
materi kuliah secara sistematik dan jelas, membandingkan nilai skor diskriminan (Y)
terdapat kesinambungan materi yang dengan -1,449. Jika Y lebih besar dari -
diberikan dosen dalam tim, dosen dapat 1,449 maka termasuk kategori puas dan
menjawab pertanyaan mahasiswa secara sebaliknya jika Y lebih kecil -1,449 maka
komprehensif serta contoh dan aplikasi termasuk kategori tidak puas.
materi diberikan dengan jelas. Ketepatan Fungsi Diskriminan
Untuk menentukan ketepatan
Fungsi Diskriminan
Sesuai dengan hasil analisis fungsi diskriminan yang diperoleh, dapat

diskriminan dengan menggunakan metode dilihat dengan menggunakan tabel

stepwise diperoleh bahwa hanya ada satu klasifikasi antara data asal dan prediksi

peubah yang berpengaruh dalam fungsi diskriminan. Berikut adalah tabel

pembentukan fungsi diskriminan yaitu klasifikasi antara data asal dan prediksi :

peubah penyampaian materi (PM). Fungsi Tabel 6. Klasifikasi antara data asal dan
prediksi
diskriminan yang diperoleh yaitu :
Y = -15,041 + 0,181 PM Prediksi
KEPUASAN Tidak Total
Model diskriminan ini akan digunakan Puas
Puas
untuk menghasilkan skor diskriminan yang Tidak Puas 8 0 8
Jumlah
berfungsi untuk memprediksi Puas 15 210 225
Asal
pengklasifikasian suatu objek/responden Tidak Puas 100,0 0,0 100,0
Persentase
Puas 6,7 93,3 100,0
ke dalam kelompok. Untuk menentukan
93,6% sudah terklasifikasi dengan tepat
seseorang/responden masuk kategori puas
atau tidak puas, maka harus menghitung Tabel 6 menggambarkan tabulasi
skor diskriminan dan membandingkannya silang antara model awal dengan
dengan cutting score yang diperoleh dari pengklasifikasian model diskriminan. Dari
tabel berikut : tabel dapat dilihat terdapat 15 responden
Tabel 5. Fungsi sentroid kanonikal yang salah klasifikasi, yaitu 15 responden

Kepuasan Fungsi yang awalnya masuk kelompok puas


Tidak Puas -3,006 kemudian diprediksi masuk kelompok
Puas 0,107
tidak puas oleh fungsi diskriminan. Secara
Berdasarkan Tabel 5, diperoleh keseluruhan model diskriminan yang
cutting score sebesar -1,449. Sehingga terbentuk mempunyai tingkat validasi yang
untuk mengelompokkan sesorang masuk cukup tinggi yaitu 93,6%.

70 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil percobaan yang
Ardiyanto, R. 2007. Analisis status
dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari perusahaan menggunakan analisis
diskriminan fisher dan neural
beberapa peubah penjelas yang networks. Skripsi. Universitas Bina
diperkirakan berpengaruh terhadap Nusantara. Jakarta.
Cahyawati, D., Oki D., Wella B.S. 2011.
penilaian mahasiswa terhadap dosen,
Aplikasi analisis diskriminan dalam
terdapat satu faktor/peubah penjelas yang menentukan fungsi
pengelompokkan anak putus
berpengaruh nyata yaitu penyampaian sekolah pendidikan dasar.
materi (PM). Fungsi diskriminan yang Prosiding konferensi nasional sains
dan aplikasinya.
diperoleh memberikan keakuratan 93,6%,
Husnayetti. 2012. Tingkat kepuasan
sehingga model ini dapat digunakan untuk mahasiswa dan proses belajar
mengajar di perguruan tinggi X.
memprediksi seseorang termasuk kategori Jurnal Liquidity Vol. 1 No. 2 Juli-
puas atau tidak puas. Desember 2012. Jakarta.
Rahmawati, D. 2013. Analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi
kepuasan mahasiswa. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Thatam. 1998. Multivariate data analysis.
Prentice Hall. New Jersey.

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 71


UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA LINN.)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

Wittri Djasmasari, Arief Fuad, Ahmad Zakaria


Politeknik AKA Bogor
Jalan Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru, Bogor, Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas dari ekstrak etanol biji pepaya menggunakan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan pelarut
etanol. Uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach yang berumur 48
jam. Efek toksik ekstrak ditentukan dengan menghitung nilai LC50. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak etanol biji pepaya bersifat sangat toksik, dengan nilai LC50 sebesar 2,27 ppm..

Kata kunci : ekstrak etanol biji pepaya, uji toksisitas, metode BSLT

ABSTRACT
The research to determine the toxicity of the ethanol extract of papaya seeds has been done using Brine
Shrimp Lethality Test ( BSLT). Extracts prepared by maceration using ethanol. Toxicity
was conducted for prawn larva Artemia salina Leach of 48 hours age. Toxic effects of the extract was
determined by the value of LC50 . The results showed that the ethanol extract of papaya seeds are highly toxic
, with LC50 values of 2.27 ppm.

Key words : ethanol extract of papaya seeds , toxicity tests , the BSLT method

sesuai untuk hewan uji adalah brine shrimp


PENDAHULUAN
(udang laut) (Meyer et al., 1982).
Pepaya (Carica papaya L.)
Salah satu metode awal untuk uji
merupakan tanaman perdu yang bisa
toksisitas adalah Brine Shrimp Lethality
tumbuh hingga 3 meter. Selain daging
Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu
buah pepaya, ternyata bijinya pun
metode yang banyak digunakan untuk
berkhasiat bagi kesehatan (Alamtani.com,
pencarian senyawa antikanker baru yang
2014).
berasal dari tanaman. Metode BSLT telah
Senyawa bioaktif hampir selalu
terbukti memiliki korelasi dengan aktivitas
toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu,
antikanker. Selain itu, metode ini juga
daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap
mudah dikerjakan, murah, cepat, dan
organisme hewan dapat digunakan untuk
cukup akurat (Meyer et al., 1982).
menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai
Hasil penelitian Satriyasa dan
bioaktivitas. Salah satu organisme yang
Pangkahila (2010) menunjukkan bahwa
* Korespodensi.Tel: +62--2518650351
E-mail: wittridjasmasari@kemenperin.go.id fraksi heksana dan fraksi metanol ekstrak

72 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


biji pepaya muda dapat menurunkan sel reaksi, labu Erlenmeyer dan alat-alat gelas
spermatogonia A mencit jantan. Selain itu lainnya.
serbuk biji pepaya juga diketahui
Metode Penelitian
mempunyai daya bunuh terhadap A. Penelitian dilakukan dalam dua
aegypti pada LC50 selama 24 jam (Utomo tahap: pembuatan sampel ekstrak kasar biji
et al., 2010). pepaya dan pengujian toksisitas ekstrak
Untuk menggali dan meningkatkan etanol biji pepaya. Senyawa bioaktif
potensi biji pepaya sebagai obat dan diekstraksi dengan cara maserasi dengan
sumber bahan aktif biologis perlu pelarut etanol, selanjutnya hasil ekstrak
dilakukan penelitian untuk mengetahui dipekatkan untuk digunakan sebagai
toksistas dari ekstrak etanol biji pepaya. contoh uji. Pengujian toksisitas ekstrak
Hal itu sekaligus sebagai langkah untuk etanol biji pepaya dalam penelitian ini
meningkatkan daya guna biji pepaya yang digunakan metode BSLT (Brine Shrimp
banyak dibuang sebagai limbah. Lethality Test), dengan menggunakan larva
BAHAN DAN METODE udang (Artemia salina Leach).

Bahan Pembuatan Ekstrak Kasar Biji Pepaya


Bahan yang digunakan meliputi : Sampel yang diteliti adalah biji
Biji pepaya yang diperoleh dari buah pepaya Bangkok yang berwarna hitam.
pepaya Bangkok yang dibeli di supermarket Biji tersebut diperoleh dari buah pepaya
di kota Bogor. Bahan kimia yang Bangkok yang dibeli di pasar swalayan di
digunakan adalah etanol 96%, NaCl dan kota Bogor. Biji pepaya dicuci dengan air
akuades. Selain itu juga digunakan larva sampai bersih, ditiriskan, dikeringkan di
udang (Artemia salina) sebagai hewan uji udara terbuka (diangin-anginkan) terhindar
pada uji toksisitas dengan metode BSLT. dari pengaruh cahaya matahari langsung,
kemudian dikeringkan dalam lemari
Peralatan
pengering pada temperatur ± 40oC,
Alat yang digunakan meliputi:
kemudian dihaluskan/dibuat serbuk.
timbangan teknis, timbangan analitik,
Sebanyak 500 g serbuk sampel
vacum rotary evaporator, vibrator,
dimaserasi dengan pelarut etanol selama
pemanas listrik, oven, bejana untuk
24 jam, kemudian dipisahkan, sisa serbuk
penetasan telur udang, lampu dan vial
(residu) dimaserasi kembali dengan pelarut
untuk BSLT, penangas air, vortex, pipet
etanol sampai jernih. Maserat yang
Mohr, pipet mikro dan tipnya, tabung
diperoleh diuapkan dengan alat rotary

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 73


evaporator pada temperatur tidak lebih ppm. Akumulasi angka mati dihitung
dari 400C hingga diperoleh ekstrak kental sampai konsentrasi 1000 ppm.
(Samuelsson, 1999). Perhitungan akumulasi hidup tiap
konsentrasi dilakukan dengan cara berikut:
Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Sebanyak 100 μL air laut atau akumulasi hidup untuk konsentrasi 1000

larutan NaCl 1,5% yang mengandung ppm = angka hidup pada konsentrasi 1000

larva udang sebanyak 10-12 ekor dipipet, ppm, akumulasi hidup untuk konsentrasi

kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. 500 ppm = angka hidup pada konsentrasi

Ditambahkan larutan sampel yang akan 1000 ppm + angka hidup pada konsentrasi

diuji masing-masing sebanyak 100 μL, 500 ppm, akumulasi hidup untuk

dengan konsentrasi 10, 100, dan 1000 ppm. konsentrasi 200 ppm = angka hidup pada

Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali konsentrasi 1000 ppm + angka hidup pada

pengulangan (triplikat). Larutan diaduk konsentrasi 500 ppm + angka hidup

sampai homogen. Untuk kontrol dilakukan padakonsentrasi 200 ppm. Akumulasi

tanpa penambahan sampel. Larutan angka hidup dihitung sampai konsentrasi

dibiarkan selama 24 jam, kemudian 10 ppm. Selanjutnya dihitung mortalitas

dihitung jumlah larva yang mati dan masih dengan cara: akumulasi mati dibagi

hidup dari tiap tabung. Angka mati jumlah akumulasi hidup dan mati (total)

dihitung dengan menjumlahkan larva yang dikali 100%. Grafik dibuat dengan log

mati dalam setiap konsentrasi (3 ulangan). konsentrasi sebagai sumbu x terhadap

Angka hidup dihitung dengan menjumlahkan mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50

larva yang hidup dalam setiap konsentrasi merupakan konsentrasi zat menyebabkan

(3 ulangan).Perhitungan akumulasi mati kematian 50% yang diperoleh dengan

tiap konsentrasi dilakukan dengan cara memakai persamaan regresi linier y = a +

berikut: akumulasi mati untuk konsentrasi bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik

10 ppm = angka mati pada konsentrasi bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ekstrak

tersebut, akumulasi mati untuk konsentrasi dan < 30 ppm untuk suatu senyawa.

100 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 HASIL DAN PEMBAHASAN


ppm + angka mati pada konsentrasi 100
Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
ppm, akumulasi mati untuk konsentrasi
Hasil uji toksisitas ekstrak etanol
200 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 biji pepaya dengan metode BSLT dapat
ppm + angka mati pada konsentrasi 100 dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
ppm + angka mati pada konsentrasi 200

74 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


Tabel 1. Hasil uji toksistas ekstrak etanol
biji pepaya dengan metode BSLT
Ulangan Konsentrasi Larva Larva Mortalitas LC50
(ppm) Hidup Mati (%)

1 10 10 0 0
100 7 3 25 2,31
1000 2 8 84,6

2 10 9 1 5,3
100 6 4 35,7 2,26
1000 3 7 80
Gambar 1. Hubungan konsentrasi dengan
mortalitas larva udang (Artemia
3 10 10 0 0 salina Leach) pada uji toksistas
100 6 4 33,3 2,24 ekstrak etanol biji pepaya
1000 2 8 85,7
Hasil penelitian Satriyasa &
Rata-rata LC50 2,27
Pangkahila (2010) menunjukkan bahwa
Tabel 1 menunjukkan bahwa fraksi heksan dan fraksi metanol ekstrak
ekstrak etanol biji pepaya memiliki rata- biji pepaya muda dapat menurunkan sel
rata nilai LC50 sebesar 2,27 ppm. Nilai spermatogonia A mencit jantan. Selain itu
tersebut menunjukkan konsentrasi ekstrak serbuk biji pepaya juga diketahui
etanol biji pepaya yang menyebabkan mempunyai daya bunuh terhadap A.
kematian 50%, yangdiperoleh dengan aegypti pada LC50 selama 24 jam (Utomo
memakai persamaan regresi linier Y = et al., 2010).
40,83X - 42,83 ( Gambar 1). Menurut KESIMPULAN
Meyer et al. (1982), suatu ekstrak dianggap Berdasarkan hasil uji toksisitas
toksik apabila memiliki nilai LC50 <1000 ekstrak etanol biji pepaya dengan metode
ppm, sedangkan untuk senyawa murni BSLT dapat disimpulkan bahwa ekstrak
dikatakan toksik apabila LC50 nya <200 etenol biji pepaya tergolong sangat toksik
ppm. Berdasarkan pernyatan tersebut, dengan nilai LC50 sebesar 2,27 ppm.
maka ekstrak etanol biji pepaya tergolong
DAFTAR PUSTAKA
toksik.
Alamtani.com. 2014. Panduan Teknis
Budidaya Pepaya. www.alamtani.com.
Meyer, B. N., N.R. Ferrigni, J.E. Putman,
L.B. Jacobsen, D.E. Nichol &
J.L.Melaughlin. 1982. Brine
Shrimp: A Vonvenient General
Bioassay for AvtivePlant

WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 75


Constituents. Planta Medica 45:31-
34.
Satriyasa, B. K. & , W. .I Pangkahila. 2010
Fraksi Heksan dan Fraksi Metanol
Ekstrak Biji Pepaya Muda
Menghambat Spermatogonia
Mencit (Mus musculus) Jantan.
Jurnal Veteriner: 36-40.
Utomo, M. 2010. Daya Bunuh Bahan
Nabati Serbuk Biji Pepaya terhadap
Kematian Larva Aedes aegypti
Isolat Laboratorium B2P2VRP
Saltiga. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang.

76 WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015


WARTA AKAB No.34 DESEMBER 2015 77

Anda mungkin juga menyukai