MIKROBIOLOGI VETERINER 1
1.2 Prinsip
1.3.1 Alat
1. Pipet tetes
2. Mikroskop
3. Kertas penghisap
1.3.2 Bahan
1. Spesimen pus A dan B
2. H2O2 3%
3. Plasma darah
4. Media BAP
5. Media MSA
Preparat bakteri
Hasil
Hasil
1.4.3 uji koagulase (slide)
Object glass
Hasil
MSA
Hasil
1.4.5 Uji optochin dan Bacitracine
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
1.
Pewarnaan gram
2.
Uji katalase
4.
Media MSA
2.2 Pembahasan
Menurut Nurhidayati dkk (2015), prosedur pewarnaan gram dilakukan dengan menetesi
specimen dengan larutan kristal ungu dan didiamkan selama 1 menit. Kemudian, specimen di
cuci menggunakan aquades, lalu di keringkan. Selanjutnya, specimen ditetesi dengan larutan
iodium dan dibiarkan selama 2 menit, lalu di cuci dengan aquades. Setelah itu, specimen
ditetesi kembali dengan larutan etanol 95% selama 30 detik lalu di cuci kembali dengan
aquades. Selanjutnya, specimen dikeringkan dan ditetesi dengan larutan safranin dan
didiamkan selama 30 detik. Kemudian specimen di cuci kembalu menggunakan aquades dan
diamati menggunakan mikroskop.
Berdasarkan praktikum dan literatur, prosedur yang dilakukan berbeda, karena saat
praktikum tidak menggunakan ose saat memberikan bakteri pada gelas objek.
Sedangkan menurut Dewi (2013), uji koagulase dilakukan dengan meneteskan aquades /
NACL Fisiologis steril dan diletakkan pada object glass. Kemudian di suspensikan dengan
bakteri yang akan di uji. Setelah itu, ditambahkan tetesan plasma pada object glass dan sedikit
di goyangkan.
Menurut Astari (2021), isolat bakteri endofit dan bakteri uji sebelum dilakukan
pengujian, dilakukan peremajaan terlebih dahulu. Peremajaan ini bertujuan untuk
memperbarui biakan bakteri yang telah lama disimpan dilemari pendingin untuk mendapatkan
bakteri yang aktif. Peremajaan bakteri uji dilakukan pada media MSA (Mannitol salt agar).
Pada praktikum prosedur uji OPtochin yang digunakan yaitu menggoreskan bakteri atau
koloni murni ke atas media. Setelah itu, di letakkan optochin ditengah-tengah inokukasi.
Kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C. Sedangakan menurut Saputro (2013),
prosedur yang dilakukan dalam uji optochin yaitu koloni murni yang ada pada media darah
diambil dan digoreskan pada media. Kemudian optochin diletakkan di tengah-tengah
inokulasi. Selanjutnya media di inkubasikan dengan suhu 370C selama 24 jam dalam 5%
CO2. Setelah itu, diamati zona hambatnya. Berdasarkan praktikum dan literatur, prosedur
yang dilakukan sudah sama.
Pada praktikum prosedur uji Bacitracine yang digunakan yaitu dengan menanamkan
isolat bakteri pada bacitracine test. Kemudian diinkubasi, lalu diamati zona hambat yang ada
pada sekitar bakteri. Sedangkan menurut Suardana (2016), prosedur yang digunakan adalah
menanam bakteri pada media agar darah. Kemudian, ditempatkan bacitracine disk pada media
dan dibiakkan pada incubator selama 24 jam dengan suhu 36-370C, lalu diamati zona hambat
yang terbentuk.
Menurut Suardana (2016), Pada tahapan ini, isolat asal swab mukosa hidung dan
tonsil dari babi ditanam di media nutrien agar miring dipindahkan ke media agar darah
dengan menggunakan öse steril yang disebar dengan menggoreskannya pada permukaan
agar. Biakan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam untuk melihat
kemampuan bakteri menyebabkan lisis pada sel darah merah.
(Dok pribadi)
Menurut Nurhidayati dkk (2015), indikasi pewarnaannya yaitu bakteri gram positif
akan berwarna violet dan bakteri gram negatif akan berwarna merah. Dicatat dan difoto
bentuk dari sel bakteri tersebut apakah bulat (coccus), batang (basil), maupun bergelombang
(spiral).
Suardana (2016)
Sehingga dapat disimpulkan antara praktikum dan literatur telah sama, yakni bakteri
streptococcus bakteri gram positif sehingga berwarna violet, dan pada mikroskop terlihat
berbaris atau berjajar.
(Dok pribadi)
Menurut Dewi (2013) Reaksi koagulase positif sangat penting untuk membedakan S.
aureus dengan spesies staphylococcus yang lain. 9 isolat menunjukkan hasil yang positif
ditandai dengan adanya perubahan warna media setelah penambahan reagen. Acetyl-methyl-
carbinol adalah salah satu hasil produk pemecahan dextrose oleh enzim bakteri. Beberapa
organisme yang memfermentasi dextrose memproduksi substansi tersebut, sedangkan yang
lain tidak. Cara tersebut adalah salah satu cara untuk men-diferensiasi organisme.
Staphylococcus aureus menunjukkan hasil yang positif. Hasil yang positif akan merubah
warna kuning menjadi merah muda
(Dewi, 2013)
Sehingga dapat disimpulkan, adanya perbedaan hasil antara praktikum dan literatur,
pada praktikum hasil ditandai denga nada tidaknya gumpalan. Sedangkan pada literatur
ditandai dengan perubahan warna yang terjadi.
(Dok pribadi)
Menurut Saputro (2013), hasil uji optochin dengan mengamati zona inhibisi yang
terbentuk, bila zona inhibisi memiliki diameter >14 mm menunjukkan positif S. pneumoniae.
Sedangkan menurut Suardana (2016), pada uji Bacitracine, isolat menunjukan adanya zona
hambat disekitar area kertas uji basitrasin dan menjurus pada identifikasi Streptococcus
pyogenes, sedangkan untuk isolat lainnya tidak menunjukan zona hambat di sekitar kertas uji
basitrasin dan diidentifikasi sebagai Streptococcus β-hemolitik non-pyogenes.
Sehingga dapat disimpulkan, tidak bisa dibandingkan hasil antara praktikum dan
literatur karena hasil praktikum didapatkan gagal karena bacitrone dan optochin disc
bergeser.
3.1 Kesimpulan
Dalam mengidentifikasi bakteri coccus gram positif dapat dilakukan beberapa
perlakuan dan uji. Perlakuan pertama yaitu pewarnaan gram untuk mengetahui jenis bakteri
gram positif atau negative. Kemudian, uji katalase dilakukan untuk mengetahui perbedaan
jenis bakteri Streptococcus atau Staphylococcus. Selanjutnya uji kolagulase dilakukan untuk
mengetahui adanya enzim koagulase pada bakteri Streptococcus. Kemudian uji pada MSA
dilakukan untuk mengetahui pathogenesis bakteri Staphylococcus. Uji optochin dilakukan
untuk membedakan Streptococcus pneumonia dengan Streptococcus alpha hemalitik.
Kemudian, uji bacitrocine dilakukan untuk membedakan Streptococcus beta hemolitik dengan
non grup A bakteri S. pyogenes.
3.2 Saran
Saran untuk praktikum kedepannya diharapkan tidak salah pemberian intruksi, dan adanya
kejelasan jawaban terkait kapan dapat dilaksanakan Analisa hasil uji, selebihnya telah baik,
terimakasih kak.
DAFTAR PUSTAKA
Astari, S.,Rialita, A., Mahyarudin. 2021. Aktivitas Antibakteri Isolat Bakteri Endofit
Tanaman Kunyit (Curcuma longa L.) Terhadap Pertumbuann Staphylococcus aureus.
Jurnal Fitofarmaka Indonesia. 8(2): 9-16
Dewi, A. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus terhadap
Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Etawa Penderita Mastitis di
Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner. 31(2) 20-37
Khairunnisa, M., Helmi, T., Darmawi, Dewi, M.,Hamzah, A. 2018. Isolasi dan Identifikasi
Staphylococcus aureus Pada Ambing Kambing Peranakan Etawa. JIMVET. 2(4):
538-545
Nurhidayati, S., Faturrahman, Ghazali, M. 2015. DEteksi Bakteri Patogen yang Berasosiasi
dengan Kappaphycus alvarezii (Doty) Bergejala Penyakit Ice-Ice. Jurnal Sains
Teknologi dan Lingkungan. 1(2): 36-45
Toelle, N., Lenda, V. 2014. Identifikasi dan Karakteristik Staphylococcus sp. Dan
Streptococcus sp. Dari Infeksi Ovarium Pada Ayam Petelur Komersial. Jurnal Ilmu
Ternak. 1(7): 32-37
LAMPIRAN ACC
LAMPIRAN