Anda di halaman 1dari 14

ALASAN MASIH DIPERLUKANNYA PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI

Saat ini mungkin ideologi bangsa indonesia telah luntur, mengapa demikian??? Mungkin
adanya beberapa faktor yang membuat para warga indonesia telah melupakan PANCASILA.
Contohnya disini adalah melemahnya persatuan di dalam masyarakat dan kurangnya
kepercayaan rakyat kepada pemerintah sehingga banyak rakyat yang menentang aturan
pemerintah sehingga menimbulkan suatu masalah yang berujung perang saudara.

Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah


implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2)
yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Di tingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi Pendidikan Kewarganegaraan


digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan
sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian).

Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain:

a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen
terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.

b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai
tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.

c. agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikaN
konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal.

d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM,
dan demokrasi.

e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan
kebijakan publik.

f. agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).

Ke depan, guna menguatkan pancasila sebagai vision of state, paling tidak ada dua persoalan
yang penting menjadi agenda bersama. Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-
nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-
hari. Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke dalam hal-
hal yang sifatnya dapat diimplementasikan. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua Pancasila harus
diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh, aparat penegak
hukum harus tegas dan tanpa kompromi menindak pelaku kejahatan, termasuk koruptor. Tanpa
penegakan hukum yang tegas, Pancasila hanya rangkaian kata-kata tanpa makna dan nilai serta
tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal
(masyarakat). Pada tataran pendidikan formal, perlu revitalisasi mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan (dulu pendidikan moral pancasila) di sekolah. Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan selama ini dianggap banyak kalangan “gagal” sebagai media penanaman
nilai-nilai Pancasila. Pembelajaranpendidikan kewarganegaraan sekadar menyampaikan
sejumlah pengetahuan (ranah kognitif), sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih
kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran pendidikan kewargs negaraan cenderung
menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas yang
tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari.

Pentingnya Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Bagi Mahasiswa

Menurut saya, mata kuliah Pendidikan pancasila memiliki peran yang penting dan berguna
untuk mahasiswa dan mahasiswi di Perguruan Tinggi. Pendidikan Pancasila atau
Kewarganegaraan haruslah kita pelajari dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
kita dapat mengetahui dan mengerti tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara
Indonesia. Bersama pendidkan agama dan Kewarganegaraan, pendidikan Pancasila berperan
penting dalam pembentukan moral, adab, prilaku dan kepribadian yang sehat dan berjiwa
Nasionalisme.
Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara bagi bangsa Indonesia. Sebab itu seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan segabagai tolak ukur
baik buruk dan benar salahnya sikap, perubahan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia.

Contoh-contoh pentingnya Mata Kuliah Pendidikan Pancasila saat di Perguruan Tinggi:

1. Melalui pendidikan Pancasila, mahasiswa diharapkan mempu memahami, menganalisis,


dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

2. Melalui pendidikan Pancasila, mahasiswa dapat berpartisipasi dalam upaya mencegah


dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.

3. Melalui pendidikan Pancasila, mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki


pandangan yang benar terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.

4. Melalui pendidikan Pancasila, mahasiswa berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan
kenegaraan, HAM, dan demokrasi.
Pentingnya Pendidikan Pancasila

Bagi Perguruan Tinggi

Dalam pengertian pancasila ini adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara
resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 serta tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam sejarah eksistensi pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai
dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik
legitimasi ideologi negara Pancasila. Dalam kedudukan pancasila tidak lagi diletakkan sebagai
dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa Negara Indonesia, melainkan direduksi dari
manipulasi dan dibatasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.

Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000


tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi Dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, kurikulum pendidikan tinggi antara lain terdiri atas kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK). MPK ini adalah kelompok dari bahan kajian dan pelajaran
untuk mengembangkan potensi manusia di indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan dapat mengenal tentang berbudi pekerti luhur, berkepribadian
mantap dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Kelompok MPK pada kurikulum ini wajib diberikan pada setiap program studi adalah
pendidikan Pancasila, pendidikan Agama dan pendidikan kewarganegaraan. Mencantumkan
mata kuliah pendidikan pancasila ini memang dapat dibenarkan berdasarkan PP NO.19/2005
ayat (1) bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan untuk setiap program studi.

Penjelasan Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa dalam mengembangkan kerangka dasar dan
struktur kurikulum, perguruan tinggi melibatkan asosiasi profesi, instansi pemerintah terkait,
dan kelompok ahli yang relevan. Sepanjang empat mata kuliah menurut ketentuan Pasal 9 ayat
(2) sudah terpenuhi, maka berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) perguruan tinggi boleh dan
sah untuk mencantumkan mata kuliah Pendidikan Pancasila.

Dalam tujuan pendidikan ini dapat diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual dan
penuh tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi
masing-masing. Sebagai mahasiswa perlu meningkatkan kompetensi pendidikan Pancasila
karena dari seperangkat tindakan intelektual yang penuh tanggung jawab sebagai seorang
warga negara dalam memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai pancasila. Sifat
intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak,
sedangkan sifat penuh tanggung jawab dapat diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan yang
dilihat dari segi aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.

Pendidikan pancasila ini bertujuan agar peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan sikap dan perilaku yang memiliki kemampuan untuk
mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya dan dapat memiliki
kemampuan untuk mengenali masalah hidup kesejahtraan serta cara-cara pemecahannya.
Untuk mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni ini dapat memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya
bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

Kurikulum pendidikan ini mulai dari pendidikan dasar dan menengah sampai dengan
pendidikan tinggi disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ). Untuk pengertian
kompetensi ini adalah perpaduan antara nilai-nilai yang dijunjung tinggi yang menentukan
sikap dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi yang ada yang
terwujud dalam pola pikir serta pola prilaku untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengertian KBK yaitu kurikulum yang disusun berdasarkan atas kebutuhan untuk mencapai
standar kompetensi. Standar kompetensi ini yaitu pernyataan tentang kompetensi yang harus
dimiliki oleh mahasiswa untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu sesuai dengan unjuk kerja
yang dipersyaratkan dalam suatu mata kuliah. Kompetensi dasar adalah kompetensi minimal
yang dapat dilakukan atau ditampilkan oleh mahasiswa disertai dengan indikator
pencapaiannya.

Adapun dari standar kompetensi mata kuliah adalah berkepribadian dan berperilaku dari dasar
pancasila. Ini berarti standar kompetensi lulusan mata kuliah dengan lulusan pancasila adalah
bahwa semua mahasiswa berkepribadian dan berperilaku pancasila setelah melalui proses dan
tahapan pembentukan watak yaitu menerima, merespon, menilai, mengorganisasi, dan
karakterisasi. Kompetensi dasar Pendidikan Pancasila disertai dengan indikator pencapaiannya
dan materi sajiannya diuraikan dalam masing-masing bab.

ABK (Asesmen Berbasis Kompetensi ) adalah berbagai prosedur yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja seseorang yang hasilnya akan digunakan
untuk evaluasi ( Anonim, 2004 : 9 ). Menurut pendapat saya informasi tersebut diperoleh dari
data yang berasal dari pengukuran dan non pengukuran. Pengukuran ini diproses untuk
memperoleh deskripasi numeric atau kuantitatif tentang tingkatan karakteristik yang dimiliki
oleh peserta didik dengan menggunakan instrument tes dan non tes.

Tes adalah alat ukur satu set pertanyaan yang seragam untuk mengukur sampel tingkah laku
dan jawaban yang diberikan, yang dapat dikategorikan menjadi benar atau salah. Non tes juga
merupakan alat ukur untuk mengukur sampel tingkah laku tetapi tidak dapat dikategorikan
benar atau salah, melainkan kategori positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, atau suka dan
tidak suka. Jadi kalau pengukuran menghasilkan data kuantitatif, sedangkan non pengukuran
menghasilkan data kualitatif.

Pada tingkat perguruan tinggi ini mahasiswa perlu dituntut untuk dapat bertindak secara
bertanggung jawab. Mereka tidak hanya bertindak atas dasar peraturan perundangan yang ada,
melainkan menyadari bahwa tindakan yang dipilihnya memang merupakan tindakan yang
bernilai. Berkaitan dengan pengamalan pancasila, mereka bertindak sesuai dengan pancasila
bukan hanya karena ditunjukkan bahwa pancasila itu baik.

Mereka berharap telah mencerna dengan akalnya serta berkeyakinan bahwa pancasila sungguh
bernilai bagi dirinya serta seharusnya layak diamalkan. Mereka diharap dapat memahami dan
menghayati bahwa Pancasila sungguh-sungguh bernilai, dan akhirnya mendorong dirinya
untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Perguruan tinggi memiliki orientasi ideal yang harus terus di pupuk dan dikembangkan yaitu
membentuk kadar yang dibutuhkan oleh negara dan masyarakat bagi tercapainya tujuan umum
bangsa Indonesia yang hendak mencapai terciptanya suatu masyarakat yang berdiri atas satu
corak kepribadian, yaitu kepribadian Indonesia, sebagai jaminan untuk membangun kultur dan
menjaga nilai ideologi bangsa. Untuk tujuan dari diatas tersebut berarti mendidik masyarakat
(civitas akademika) yang memiliki keseimbangan intelektual yang nasionalis (rasa memiliki
terhadap tanah air), moralis dan spiritual.
Alasan dan Tujuan Mempelajari Pancasila

Oleh: Suprapto Estede

Ada beberapa alasan mengapa Pancasila harus dipelajari oleh setiap anak bangsa Indonesia.
Beberapa alasan itu antara lain:

1. Pancasila adalah perjanjian luhur yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia untuk
dijadikan sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, falsafah hidup bangsa dan dasar negara
Republik Indonesia. Sebagai jiwa bangsa, Pancasila melekat pada eksistensi bangsa Indonesia.

2. Sebagai falsafah hidup bangsa, Pancasila bukan hanya untuk dimiliki, apalagi sekedar
dijadikan pusaka. Nilai-nilai luhur Pancasila harus dapat dihayati dan terwujud dalam perilaku
nyata setiap anak bangsa dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa.

3. Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi dasar pedoman dalam kehidupan bernegara, baik
bagi pemerintah (dalam arti luas) maupun bagi setiap dan segenap warganegara Indonesia. Jadi,
warganegara yang baik adalah warganegara yang mentaati segala peraturan yang didasarkan
kepada nilai-nilai Pancasila, yang tidak menyimpang apalagi bertentangan dengan Pancasila.

4. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang pluralistik, yang ber-bhinneka tunggal
ika. Dalam perjalanan sejarah dan gerak kehidupan bangsa Indonesia telah terbukti bahwa
Pancasila cocok sebagai falsafah pemersatu bangsa. Sangat disadari bahwa bangsa majemuk
itu sangat potensial untuk bertumbuhnya benih konflik dan dis-integrasi, sehingga sangat
diperlukan adanya falsafah pemersatu yang bisa diterima oleh segenap komponen
kemajemukan bangsa.

5. Ilmu dan pemahaman yang baik dan benar tentang Pancasila perlu dipelajari oleh setiap anak
bangsa untuk dapat mewarisi dan menjaga kelestariannya. Setiap generasi penerus harus
mampu mewarisi ilmu dan pemahaman itu dari generasi pendahulunya.

Dengan demikian, maka dapat pula dijelaskan bahwa yang menjadi tujuan setiap anak bangsa
Indonesia ini mempelajari Pancasila adalah:

1. Untuk mengenal Pancasila

Tujuan pada tahapan dan tingkatan terendah adalah dimulai dari mengenal apa itu Pancasila.
Pada tingkatan ini setidak-tidaknya setiap anak bangsa sudah mulai mengetahui bahwa
Pancasila itu ada, dan Pancasila itu bukan nama bagi makanan atau nama orang atau nama
binatang purba atau nama lainnya, melainkan Pancasila adalah nama bagi falsafah atau
pandangan hidup bangsa dan dasar negara kita, Indonesia.

2. Untuk memahami Pancasila

Pada tahapan berikutnya, mempelajari Pancasila adalah untuk memahaminya secara benar dan
sedalam-dalamnya. Sampai seberapa dalam pemahamannya tentu berbeda-beda pada masing-
masing anak bangsa, tergantung banyak faktor penyebabnya. Tetapi yang pasti, setiap
pemahaman yang terjadi akan melahirkan satu dari dua kemungkinan kesimpulan.

Pertama, kesimpulan yang positif, yang menilai bahwa Pancasila itu baik, cocok dan karena itu
diperlukan. Kesimpulan ini membawa kepada proses penerimaan yang positif pula, yaitu
menerima Pancasila secara ikhlas, tegas, dan penuh kesadaran.

Kedua, kesimpulan yang negatif, yang menilai bahwa Pancasila itu tidak ada manfaatnya, tidak
cocok dan karena itu tidak diperlukan. Kesimpulan ini berpotensi membawa kepada proses
penolakan atau penerimaan yang negatif, yaitu menerima Pancasila karena terpaksa, ragu-ragu,
atau sekedar sebuah siasat atau strategi. Misal, dalam sejarah bangsa tercatat, partai komunis
yang semula nampaknya menerima Pancasila kemudian terbukti bahwa penerimaannya itu
tidaklah ikhlas, bahkan kemudian mencoba mengganti Pancasila dengan ideologi lain, yaitu
komunisme.

Dan untuk dapat meningkat kepada tahapan berikutnya, maka syaratnya, penerimaannya itu
haruslah penerimaan yang positif.

3. Untuk menghayati Pancasila

Menghayati atau menjiwai adalah memasukkan kedalam jiwa. Dengan penerimaan yang positif
akan memungkinkan terjadinya proses internalisasi, proses mendarah-dagingkan nilai-nilai
luhur Pancasila kedalam diri pribadi masing-masing individu anak bangsa, sehingga akan
mewarnai kepribadian dan sikap perilakunya.

4. Untuk mengamalkan Pancasila

Nilai-nilai luhur Pancasila itu tentu sia-sia dan tidak ada manfaatnya jika tidak diamalkan. Pada
tahapan ini tujuan mempelajari Pancasila tidak hanya berhenti pada sekedar memahami, tetapi
bagaimana nilai-nilai yang sudah difahami secara benar dan dihayati dengan keikhlasan itu
dapat terwujud secara nyata dalam bentuk amal atau perbuatan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Untuk melestarikan Pancasila

Jika Pancasila sudah mampu diamalkan dan merasakan manfaat darinya, maka akan tumbuh
kesadaran untuk menjaga agar Pancasila itu dapat terus dilestarikan, terus dapat dimiliki,
dihayati, dan diamalkan.

Proses pelestarian ini bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan menjaga agar Pancasila
tidak dirongrong, tidak diselewengkan, bahkan agar Pancasila tidak diganti dengan ideologi
lain. Kedua, dengan mewariskan nilai-nilai luhur Pancasila itu kepada generasi muda penerus
estafeta kehidupan bangsa, utamanya melalui proses pendidikan, baik pendidikan informal,
formal, maupun pendidikan non-formal.

Dasar dan Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Tujuan Pendidikan Pancasila – dapat dipahami dengan menelaah dasar-dasar pendidikan


pancasila sebagai bagian yang tidak terpisah dalam konsep pendukung capaian dalam
penyelenggaraan pendidikan pancasila di perguruan tinggi. Dasar-dasar yang dimaksud yakni
dasar filosofis, sosiologis, dan dasar yuridis yang akan diuraikan dalam artikel ini.
Sebagaimana dikemukakan oleh sejumlah pengamat bahwa gerakan untuk merevitalisasi
Pancasila saat ini semakin menunjukkan gejala yang menggembirakan. Forum-forum ilmiah di
berbagai tempat telah diselenggarakan baik oleh masyarakat umum maupun kalangan
akademisi. Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa
yang salah satunya adalah Pancasila. Memang ada perdebatan tentang istilah pilar tersebut,
karena selama ini dipahami bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun semangat untuk
menumbuhkembangkan lagi Pancasila perlu disambut dengan baik.

Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
belum lama disahkan, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan kurikulum
nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Pancasila,
Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia. Menindaklanjuti undang undang tersebut,
Dikti juga menawarkan berbagai hibah pembelajaran untuk keempat mata kuliah tersebut.

Pancasila adalah dasar filsafah negara indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945. Oleh karena itu setiap warga negara Indonesia harus mempelajari, mendalami,
menghayati, dan mengamalkan dalam segala bidang kehidupan. Pancasila merupakan warisan
luar biasa dari pendiri bangsa yang mengacu kepada nilai-nilai luhur. Nilai nilai luhur yang
menjadi panutan hidup tersebut telah hilang otoritasnya, sehingga manusia menjadi bingung.
Kebingungan tersebut dapat menimbulkan krisis baik itu krisis moneter yang berdampak pada
bidang politik, sekaligus krisis moral pada sikap perilaku manusia.

Baca Pula: Pengertian dan Landasan Pendidikan Pancasila

Dalam upaya merespon kondisi tersebut, pemerintah perlu mengantisipasi agar tidak menuju
kearah keadaan yang lebih memprihatinkan. Salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah,
dalam menjaga nilai-nilai panutan dalam berbangsa dan bernegara secara lebih efektif yaitu
melalui bidang pendidikan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan pancasila yang akan diuraikan
dalam artikel ini sasarannya adalah bagi para mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi.

Adapun dasar-dasar pendidikan pancasila tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dasar Filosofis
Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam oleh
pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar pada
faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu; sementara
komunisme berakar pada faham sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan
kepentingan masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan
sistem kenegaraan yang berbeda. Faham individualisme melahirkan negara -negara kapitalis
yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku
dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal.
Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan tujuan
untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga pemilik kapital.
Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh
dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-
tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar
(philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai
yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai penjaga keseimbangan (margin
of appreciation) antara dua ideologi dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila
hak-hak individu dan masyarakat diakui secara proporsional.
2. Dasar Sosiologis
Bangsa Indonesia yan g penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan
fungsional) yang ada dalam mas yarakat Ind onesia. Kenyataan objektif ini menjadikan
Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai
instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau
kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras,
etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa diterima
sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan
atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang
dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’
kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang
terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari
Kesaktian Pancasila.

Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis m embutuhkan ideologi pemersatu Pancasila.
Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga
keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat
proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat
disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.

3. Dasar Yuridis

Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang berlaku
adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan Presiden RI
Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
yang disahkan/di tetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18
Agustus 1945. Sila -sila Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks
politis-yuridis sebagai Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum
yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.

Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, digunakan sebagai
dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pasal 39 ayat (2) menyebutkan, bahwa isi kurikulum
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) Pendidikan Pancasila, (b)
Pendidikan Agama, (c) Pendidikan Kewarganegaraan. Didalam operasionalnya, ketiga mata
kuliah wajib dari kurikulum tersebut, dijadikan bagian dari kurikulum berlaku secara nasional.

Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1999, Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 1990 menetapkan status pendidikan Pancasila dalam
kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat
nasional. Silabus pendidikan pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999, telah banyak
mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlaku dalam
masyarakat, bangsa, dan negara yang berlangsung cepat, serta kebutuhan untuk mengantisipasi
tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat disertai dengan pola kehidupan
mengglobal. Perubahan dari silabus pancasila adalah dengan keluarnya keputusan Direktur
Jendral Pendidikan Tinggi, Nomor: 265/Dikti/Kep/2000 tentang penyempurnaan kurikulum
inti mata kuliah pengembangan kepribadian pendidikan pancasila pada perguruan tinggi
Indonesia. Dalam kepurusan ini dinyatakan, bahwa mata kuliah pendidikan pancasila yang
mencakup unsur filsafat pancasila, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) pada susunan
kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah pendidikan pancasila adalah mata
kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi untuk program
diploma/politeknik dan program sarjana. Pendidikan pancasila dirancang dengan maksud
untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pancasila sebagai filsafat atau tata
nilai bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional dengan segala implikasinya.

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/UU/2000 tentang


Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan penilaian hasil belajar mahasiswa,
telah ditetapkan bahwa pendidikan agama, pendidikan pancasila, dan kepribadian yang wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi. Oleh karena itu, untuk melaksanakan
ketentuan di atas, maka Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas mengeluarkan Surat
Keputusan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di perguruan tinggi. Berdasarkan UU No.
20/2003 tentang sistem pendidikan, maka, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi mengeluarkan
surat keputusan No. 43/Dikti/Kep./2006 tentang kampus-kampus pelaksanaan kelompok mata
kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi, SK ini adalah penyempurnaan dari SK
yang lalu.

Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat tercipta


wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji, menganalisis,
dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam perspektif nilai-
nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk mewujudkan
tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan rangkaian
konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan
Undang -Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tujuan
penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penjabaran secara spesifik sehubungan dengan tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila


di Perguruan Tinggi adalah untuk:
Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi
nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada
mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai
persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan,


kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat
madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu
berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai