Anda di halaman 1dari 30

1.

3 Rumusan Masalah
Pada terowongan, permasalahan keamanan lubang bukaan dari ambrukan baik
dari atap atau dinding adalah prioritas utama. Untuk itu diperlukan rancangan
stabilitas yang akurat yang menunjang keselamatan pengguna terowongan. Maka
dari itu penulis ingin meneliti tenteng kestabilan terowongan jalan di Desa
Sibaganding. Oleh sebab itu timbul beberapa pertanyaan yang ingin diketahui
jawabannya seperti:
1. Berapa nilai kualitas massa batuan pada terowongan tersebut?
2.bentuk runtuhan apa yang terjadi diatap dan didinding?
3. Apakah terowongan tersebut perlu dilakukan penyanggaan?
4. Berapa nilai kestabilan terowogan ( nilai FK dan total displacement) sebelum
dan sesudah dilakukan penyanggan?

1.4 Metodologi Penelitian

Metode pengerjaan yang kami lakukan adalah sebagai berikut: pertama

pengukuran tunnel axis, lalu mengukur panjang, lebar dari lubang bukaan,

kemudian mengukur tinggi atap lubang bukaan kemudian melakukan pengukuran

strike dan dip yang dilihat dari struktur atau kekar yang melewati tali pembatas,

kemudian dilakukan pembobotan nilai berdasarkan material dalam terowongan.

Klasifikasi massa batuan menggunakan Q-System, adapun hal-hal yang perlu


diketahui adalah sebagai berikut :

- Jn (Jumlah pasangan kekar)

- Ja (Tingkat Alterasi)

- Jw (Aliran Air Tanah)

- SRF (Kondisi Tekanan)

- RQD

- Jr (Kekerasan Diskontinuitas)

1-1
Dari semua pengukuran yang dilakukan tersebut maka pembobotan yang didapat
dimasukkan ke dalam persamaan :

Hasil dari persamaan tersebut di hubungkan dengan klasifikasi Q-System dan


akan mendapatkan Faktor Keamanan dari terowongan tersebut.

Struktur geologi

Tengangan

Lipatan

Sesar
Sifat fisik
Kekar

Sifat mekanik
Patahan
Ketidakstabilan
terowongan

Sangat lapuk Mengalir


Menetes
Sedikit lapuk Lembab
Lapuk sempurna
Basah Kering
Lapuk sedang
Tidak lapuk
Air tanah
pelapukan

2-1
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian adalah untuk menilai hasil
klasifikasi kedua sistem terhadap stabilitas terowongan dan memberikan
sumbangan pikiran atau menambah informasi bagi perkembangan imu rekayasa
pertambangan.

3-1
2. TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian di dua tempat yaitu :

- untuk analisa terowongan dilakukan didaerah sibaganding 5 km dari

parapat dan ditempuh selama 20 menit dari parapat dengan menggunakan

sepeda motor maupun kendaran roda empat.

Kondisi daerah penyelidikan Penduduk terdiri dari suku Batak Toba dan

Simalungun

(mayoritas) serta suku lainnya suku Jawa, Minang, Melayu, Aceh, Karo dan Nias.

Bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Toba dan

Bahasa Indonesia.. Penduduk tersebut mempunyai Kesenian Khas Toba dan

4-1
Simalungun dan Kesenian yang paling diminati masyarakat adalah seni tari dan

seni suara.. Jumlah Penduduk menurut Agama pada tahun 2008: Kristen Protestan

: 9.707 orang, Katolik : 2.882 orang, Islam : 1.689 orang, Buddha : 46 orang.

Daerah ini secara umum terletak pada 0,2° 69’ LU dan 98° 92’ BT dengan batas -

batas

sebagai berikut :

_ Sebelah Utara : Kecamatan Dolok Panribuan

_ Sebelah Barat : Kabupaten Samosir

_ Sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir

_ Sebelah Timur : Kecamatan Hatonduhan

2.2 Kondisi Geologi Parapat

Pada daerah danau toba banyak terdapat batuan sedimen terutama batugamping
yang merupakan hasil rombakan dari evaporasi air laut.

Pada terowongan tersebut, terowongan dibentuk dari batugamping, batugamping


mendapatkan lipatan, sehingga terjadilah seperti sekarang ini.

2.3 Geologi Umum Sumatra Utara


Pulau Sumatra merupakan pulau keenam terbesar didunia. Secara ekpresi
fisiografis pulau ini memiliki orientasi berarah baratlaut – tenggara. Luas area dari
pulau ini ± 435.000 km², dengan panjang terhitung 1.650 km dari Banda Aceh
bagian utara hingga tanjungkarang bagian selatan. Lebar yang terhitung sekitar
100 – 200 km dibagian utara dan 350 km dibagian selatan. Penggunungan Barisan
yang berada sepanjang bagian barat membangi pantai barat dan timur pulau
Sumatra. Lereng yang berarah Samudra Hindia umumnya curam sehingga
menyebabkan bagian barat biasanya berupa penggunungan dengan pengeculian 2
embyment pada Sumatra utara yang memiliki lebar 20 km. dimana bagian timur
pada pulau ini di tutupi formasi tersier dan dataran rendah alluvial (Darman dan
Sidi, 2000)

5-1
2.4 Struktur Geologi Sumatra Utara

Struktur geologi adalah segala unsur dari bentuk arsitektur kulit bumi / gamabaran
geometri (bentuk dan hubungan) yang diakbatkan gejala – gejala gaya endogen.
Secara umum terdapat unsur – unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang
perlapisan, Lipatan, Patahan, dan kekar atau join. Adapun struktur geolgi
penyusun Sumatra utara, ialah Batuan yang dominan di Cekungan Sumatra Utara
terdiri dari :
 Batu pasir
 Batu gamping atau dolomit

Daerah ini merupakan bagian dari Lempeng Sunda yang meliputi suatu jalur
sempit yang terbentang dari Medan sampai ke Banda Aceh. Di sebelah barat jalur
ini jelas dibatasi oleh singkapan – singkapan Pra – Tersier. Dapat di katakan
bawah yang dikenal sebagai lempung hitam dan batupasir bermika, mungkin
merupakan pengendapan non-marin. Transgresi baru dimulai dengan batupasir
Belumai. Yang tertindih oleh Formasi Telaga. Formasi regesi diwakili oleh
Formasi Seureula yang merupakan lapisan reservoir utama. Daerah ini juga terdiri
dari cekungan yang dikendalikan oleh patahan batuan dasar. Semua cekungan
tersbut adalah pendalam paseh (paseh deep). Disini juga letak daerah terangkat
blok Arun. Yang dibatasi oleh patahan yang menjurus ke utara-selatan. Pola
struktur di Sumatra di kontrol oleh aktifitas tumbukan menyorong antara lempeng
Eurasia dengan Lempeng Hindia-Australia. Sehigga pola struktur yang terbentuk
didominasi oleh sesar mendatar dekstral. Sesuai dengan posisi jalur tumbukan
lempengnya, maka arah dari jalur sesar mendatarnya berarah baratlaut-tenggara.
Sesr –sesar tua yang sudah terbentuk pada batuan dasar mengalami reaktifitasi
menjadi sesar –sesar normal dibawah pengaruh sistem tengasan trasntensional .
Tektonik inilah yang menghasilkan sejumlah cekungan sedimen tersier diwilayah
tersebut. Selanjutnya pada akhir tersier mengalami pengaktifan kembali dibawah
pengaruh tektonik transpresional. Tektonik yang terhakir inilah yang
menyebabkan seluruh batuan sedimen terlipat tersesarkan dengan kuat. Serta di
ikuti dengan aktivitas magmatis/volkanis. Seluruh aktivitas tektonik ini

6-1
menghasilkan jalur tinggian yang dikenal sebagai Penggunungan Barisan. dan
potensi tambang di Sumatra Utara yang merupakan daerah yang paling kaya
minyak dan gas bumi. Basin Sumatra Utara terletak di kaki timur laut bukit
barisan. Basin ini dikenal sebagai daerah minyak dan gas bumi di Sumatra Utara
antara lain Rantau.

2.5 Geomorfologi Sumatra utara


Shcurman menggambarkan bagian paleogene kedalam pnggunungan Batak
Lands, membentuk rangkaian penggunungan pre-tersier sampai timur laut.

 Pilo-pliocene
Sesudah penggangkatan Intra Miosen pada zone umum nya tidak
terbentuk eendapan marine. Selama akhir Neogen, rangkaian
penggunungan barisan membentuk rangkaian gunung api antara basin
indiogosinklinal Sumatra Timur dan Sumatra Hindia.
 Pilo-pleistosen Diatropisme
Pada akhir Neogen rangkaian penggunungan barisan mengalami gerakan
disertai dwengan blok faulting dan erupsi poxymal magma asam (gantik).
Pada waktu yang sama lembah Sumatra Timur diisi dengan akumulasi
sedimen yang sangat besar, kemudian ditekan dan dilipat.
 Barisan Zone Semangko
Satu dari banyak kenampakan yang menarik dari Bukit Barisan adalah rift
zone longitudinal yang memanjang dari teluk Semangko Selatan sampai
lembah Aceh Selatan. Zone graben pada puncak geantiklinal barisan
dihasilkan dari tekanan,berhubungan dengan lengkungan atas.

Penggunungan sebelah barat graben tengah terdiri dari batuan massif yang
berumur kuarter dan sejumlah formasi vulkanik muda paelozoik dan cristalin
schist. Batak culmination di Bukit Barisan Sumatra Utara dekat dengan Sungai
Wampu dan Sungai Barumuadi Bukit Barisan terdapat kulminasi berbentuk khas
disebut Batak Timor.

7-1
Danau Toba dari geolgi nya termasuk vulkano tektonik. Kenampakan morfologi
Toba lebih mudah dari lembah Asahan. Lembah Asahan merupakan aliran tuff dan
memotong dekat porsea oleh kawah Toba. Pusat patahan blok Toba, setelah runtuh
Kawah Toba mengalami patahan. Kemeringan terus menerus sepanjang waktu
juga dikelilingi blok. Ketinggian maksimum Danau Toba lebar 500 m dan tinggi
1400 m(air danau toba). Volume kawah sekitar 1000-2000 cb/km³ dan terisi oleh
piroklastik. Depresi Toba telah ada sebelum ledakan. Daerah sekeliling Toba
merupakan lereng curam. Aliran ignimbetrstes pada Pre-Tersier dan Batuan
Neogen menurun kesalatan dengan lereng danau yang terjal antara 1600 m.

2.6 Statigarafi Sumatra Utara

Secara fisiografis, daerah Langkat merupakan bagian dari cekungan Sumatra


Utara bagian Selatan. Cekungan Sumatra Utara dibatasi penggunungan Bukit
Barisan dibagian Barat, Paparan Malaka di bagian Timur, Lengkungan Asahan di
bagian selatan, Laut Adaman di bagian Utara. Penampang yang berarah baratdaya
–timur laut yang memperlihatkan bagaimana pengaruh subduksi yang mengontrol
tatanan tektonik setting dari cekungan Sumatra Utara. Cekungan Sumatra Utara
merupakan backarc basin yang memiliki orientasi baratlaut-tenggara, mengikuti
sistem cekungan Neogen. Cekungan ini terbentuk akibat Tumbukan Lempeng
India-Australia dengan Lempeng Eurasia. Cekungan Sumatra Utara terdiri dari
bebarapa subcekungan, yaitu :
 Subcekungan Aceh di bagian utara.
 Subcekungan Aru di bagian tengah.
 Subcekungan Langkat di bagian tenggara.
Pembentukan statigarafi pada Cekugan Sumatra Utara dimulai sejak proses
sedimentasi pada kala tersier. Cekungan Sumatra Utara secara litostatigrafi
tersusun atas 8 unit litostatigrafi yaitu :
 Batuan Dasar
 Formasi Tampur (Eosen Akhir)
 Formasi Parapat (Oligosen Awal)
 Formasi Bampo (Oligosen Awal-Oligosen Akhir)
 Formasi Bruksah (Oligosen Awal- Oligosen Akhir)

8-1
 Formasi Belumai (Miosen Awal)
 Formasi Bahong (Miosen Tengah)
 Formasi Keutapang (Miosen Akhir)
 Formasi Seurela (Pliosen Awal)
 Formasi Julurayeu (Pliosen Akhir)

III. DASAR TEORI

3.1. Pengertian Dan Defenisi Terowongan

Terowongan adalah sebuah tembusan di bawah permukaan tanah atau gunung.


Terowongan umumnya tertutup di seluruh sisi kecuali di kedua ujungnya yang
terbuka pada lingkungan luar. Beberapa ahli teknik sipil mendefinisikan
terowongan sebagai sebuah tembusan di bawah permukaan yang memiliki
panjang minimal 0.1 mil, dan yang lebih pendek dari itu lebih pantas
disebut underpass. Secara umum istilah terowongan didefenisikan sebagai lubang
bukaan yang dibuat dengan dua lubang bukaan yang saling berhubungan langsung
atau dengan kata lain bawah kedua lubang bukaan tersebut harus menembus
bagian kerak bumi yakni ;

- Perbukitan, sebagai media transportasi, drainase, penambangan dan lain-lain,

9-1
- Penggalian bawah tanah sebagai media transportasi, drainase, penambangan
dan lain sebagainya.

Rintangan mungkin berupa gunung, sungai, laut, penduduk yang rapat, atau
daerah industri (lalu lintas dan lain-lain). Terowongan dibuat di bawah
gunung, sungai, laut, penduduk yang rapat atau daerah industri dan gedung-
gedung dan jalan raya. Maksud dibuatnya terowongan tersebut adalah untuk
jalan kereta api dan jalan mobil, pejalan kaki atau lalu lintas air untuk
mengalirkan air, menghasilkan tenaga listrik, saluran gas, saluran pembuangan,
tempat penambangan atau untuk kepentingan transportasi lokal di dalam
suatu daerah industri atau pabrik. Berdasarkan kegunaannya terowongan
dapat dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu :
1. Terowongan lalu lintas (Traffic Tunnel)
- Terowongan kereta api
- Terowongan jalan raya
- Terowongan pejalan kaki
- Terowongan navigasi
- Terowongan transportasi dibawah kota
- Terowongan transportasi ditambang bawah tanah
2. Terowongan Angkutan.
- Terowongan stasiun pembangkit listrik tenaga air
- Terowongan penyediaan air
- Terowongan untuk saluran air kotor
- Terowongan yang digunakan untuk kepentingan umum.
- Terowongan untuk angkutan di dalam daerah industri pabrik
Terowongan yang akan dibicarakan disini adalah merupakan struktur bawah
tanah (underground structure) sehingga untuk memenuhi tujuannya maka
terowongan tersebut harus dibuat dengan metoda khusus tanpa mengganggu
permukaan tanah. Disamping itu terowongan juga dapat dibuat dengan penggalian
terbuka jika letaknya tidak begitu jauh dari permukaan tanah. Sesudah konstruksi
terowongan selesai maka ditimbun lagi dengan tanah hasil galian sebelumnya,
metode ini dikenal dengan istilah cut and cover.

10-
1
3.2 Terowongan untuk Jalan

Dengan pengertian terowongan di atas, maka terowongan dapat berguna sebagai ;

1. Media lalu lintas ; untuk kereta api, jalan raya, pejalan kaki dan transportasi
tambang bawah tanah,

2. Media angkutan ; angkutan air untuk pembangkit tenaga listrik (PLTA),


penyediaan air, saluran air kotor.

Terowongan jalan raya dapat diklasifikasikan kedalam tiga macam kelompok :


- Terowongan yang dibangun untuk kendaraan bermotor karena pesatnya
pertambahan lalu lintas jalan raya bersamaan dengan berkembangnya industri
kendaraan bermotor.
- Terowongan interkoneksi, melewati daerah berbukit didalam kota, berbeda
dalam dimensi dengan kelompok pertama. Terowongan ini biasanya merupakan
lanjutan dari jalan raya (jalan arteri) dan mempunyai bentuk penampang
yang tinggi untuk mendapatkan peranginan alam.
- Terowongan yang melewati bawah sungai, didaerah perkotaan. Terowongan
ini dibangun untuk menggantikan jembatan disungai yang lalu lintas
kapalnya padat karena seringnya jembatan tersebut diangkat pada saat kapal
lewat yang mengakibatkan lalu lintas terhenti.

3.3 Klasifikasi Sistem RMR dan Q

3.3.1 Rock Mass Rating (RMR)

Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang


disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating
(RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami
penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga
Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan
untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini,
klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi

11-
1
tahun 1989 (Bieniawski, 1989). 6 Parameter yang digunakan dalam klasifikasi
massa batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:

1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh.

2. Rock Quality Designatian (RQD).

3. Spasi bidang dikontinyu.

4. Kondisi bidang diskontinyu.

5. Kondisi air tanah.

6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.

Pada penggunaan sistim klasifikasi ini, massa batuan dibagi kedalam daerah
struktural yang memiliki kesamaan sifat berdasarkan 6 parameter di atas dan
klasifikasi massa batuan untuk setiap daerah tersebut dibuat terpisah. Batas dari
daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan perubahan
struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan
jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng, dan pondasi.

3.3.2 Q-system

Q-system diperkenalkan oleh Barton et al pada tahun 1974. Nilai Q


didefinisikan sebagai:

Dimana:

RQD adalah Rock Quality Designation

- Jn adalah jumlah set kekar

- Jr adalah nilai kekasaran kekar

- Ja adalah nilai alterasi kekar

- Jw adalah faktor air tanah

12-
1
- SRF adalah faktor berkurangnya tegangan

• RQD/Jn merepresentasikan struktur massa batuan

• Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara


bidang kekar stsu material pengisi

• Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja

• Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang


dibutuhkan untuk terowongan

3.4 Penyanggaan dan Jenisnya

Suatu alternatif pada pendekatan teoritik untuk penyanggaan batuan adalah


memanfaatkan pengalaman sebelumnya, sebagai suatu dasar untuk
memperkirakan penyanggaan yang diperlukan untuk penggalian bawah tanah.
Pendekatan ini terus berkembang tanpa arah yang jelas sebelum munculnya
penggunaan klasifikasi batuan.

Pada bagian ini diberikan prinsip-prinsip dari klasifikasi massa batuan. Sebagian
dari klasifikasi ini adalah suatu pekerjaan deskripsi murni dan klasifikasi ini patut
dihargai dengan mendefenisikan beberapa parameter yahng tampak mampu
mendefenisikan secara benar massa batuan. Kemudian akan digunakan untuk
pemilihan jenis penyangga yang akan digunakan untuk lubang bukaan atau
terowongan.

Untuk pemilihan jenis penyanggaan yang akan digunakan, ada hal yang sangat
mendasar dan perlu untuk diperhitungkan ialah perhitungan tinggi beban yang
akan disangga. K. Terzaghi (1946) menyatakan bahwa sejumlah batuan atau
tanah tinggi beban (Hp) menyerupai suatu topi di atas terowongan
(lihat Gambar 9.6).

13-
1
W
H Bi
c d

Hp

Ht

a b
B

Gambar 9.6. Daerah yang tidak stabil menurut Terzaghi

Dari Gambar 9.6 kemudian dibuat pengklasifikasian muatan batuan terhadap


kondisi batuan dan tinggi muatan batuan (Tabel 9.1 dan Tabel 9.2). Kemudian
untuk rekomendasi kebutuhan penyanggaan seperti penyangga baja, baut batuan
dan beton diberikan oleh Deere dkk (Tabel 9.3.). Perubahan konsep rekomendasi
penyanggaan yang berdasarkan kualitas massa batuan dan RQD ini terus
berkembang hingga muncul klasifikasi massa batuan oleh para ahli seperti RMR
yang telah dibahas pada modul sebelumnya (modul 6).

Tinggi beban (ht) dan tekanan batuan terhadap penyangga (P) ditentukan
berdasarkan rumus yang diusulkan oleh Unal (1983) dengan memakai nilai RMR
dari klasifikasi Geomekanika sebagai berikut.

 RMR
Ht = 100 B

100

Keterangan :
Ht = tinggi beban batuan (m)
RMR = Rock Mass Rating (bobot nilai batuan)
B = lebar lubang bukaan atau lebar terowongan

14-
1
Dari persamaan diatas terlihat bahwa tinggi beban (ht) merupakan fungsi dari
lebar bukaan dan bobot nilai batuan. Tekanan batuan yang diterima penyangga
tergantung pada tinggi beban dan bobot isi batuannya.

Tabel 9.1. Klasifikasi muatan batuan (Terzaghi, 1946)


TINGGI MUATAN
KONDIS BATUAN CATATAN
BATUAN, Hp (m)
Lapisan ringan saja, walaupun ada
1. Keras dan kompak 0
hanya terjadi spalling ringan.
Lapisan ringan terutama untuk
2. Perlapisan keras atau skistosa 0 – 0,50 B
perlindungan dari jatuhan blok.
Masif, diskontinuitas yang
3. 0 – 0,25 B Perubahan tak menentu dari beban.
sedang jumlahnya.
Terbagi-bagi dalam blok dalam
4. jumlah yang sedang dengan 0,25 B – 0,35 (B + Ht) Tidak ada tekanan lateral
rekahan yang cukup banyak
Sangat terbagi dalam blok-blok
5. dengan rekahan yang banyak 0,35 B – 1,10 (B + Ht) Sedikit atau tidak ada tekanan lateral
dan berkembang
Tekanan lateral yang amat besar.
Terpecah keseluruhan tetapi
6. 1,10 (B + Ht) Akibat dari hilangnya kekuatan yang
masih bersatu secara kimia
disebabkan oleh infiltrasi.
Batuan yang berperan dalam Tekanan lateral yang besar,
7. pemampatan pada kondisi (1,10 – 2,10) (B + Ht) penyangga besi baja sirkuler (rib)
kedalaman yang sedang direkomendasikan.
Batuan yang berperan dalam
8. pemampatan pada kondisi (2,10 – 4,50 ) (B + Ht)
kedalaman yang besar
Penyangga besi baja sirkuler (rib)
diperlukan. Dalam keadaan ektrim
Batuan yang mengembang Sampai 90 m tidak
9. gunakan perhitungan tekanan
(swelling rock) tergantung dari (B + Ht)
keruntuhan penyanggaan (yielding
support)

Tabel 9.2. Klasifikasi tinggi muatan batuan (Hp) pada kedalaman lebih dari 1,5

15-
1
(B + Ht)
TINGGI MUATAN
KONDIS BATUAN RQD CATATAN
BATUAN, Hp (ft)
Lapisan ringan saja,
1. Keras dan kompak 95 - 100 0 walaupun ada hanya terjadi
spalling ringan.
Lapisan ringan terutama
Perlapisan keras atau
2. 90 – 99 0 – 0,50 B untuk perlindungan dari
skistosa
jatuhan blok.
Masif, diskontinuitas
Perubahan tak menentu dari
3. yang sedang 85 – 95 0 – 0,25 B
beban.
jumlahnya.
Terbagi-bagi dalam
blok dalam jumlah
4. yang sedang dengan 75 – 85 0,25 B – 0,20 (B + Ht)
rekahan yang cukup
banyak Kondisi 4,5 dan 6 di kurangi
Sangat terbagi dalam
50 % dari nilai Terzaghi,
blok-blok dengan
5. 30 – 75 (0,20 – 0,60) (B + Ht) karena muka air mempunyai
rekahan yang banyak
akibat kecil terhadap Hp
dan berkembang
(Brekke, 1968 dan Terzaghi,
Terpecah keseluruhan
1946)
6. tetapi masih bersatu 3 - 30 (0,60 - 1,10) (B + Ht)
secara kimia

6.a Pasir dan kerikil 0–3 (1,10 - 2,40) (B + Ht)

Batuan yang berperan


dalam pemampatan Tekanan lateral yang besar,
Tidak dapat
7. pada kondisi (1,10 – 2,10) (B + Ht) penyangga besi baja sirkular
diaplikasikan
kedalaman yang set direkomendasikan.
sedang
Batuan yang berperan
dalam pemampatan Tidak dapat
8. (2,10 – 4,50 ) (B + Ht)
pada kondisi diaplikasikan
kedalaman yang besar
9. Batuan yang Tidak dapat Lebih besar dari 250 Penyangga besi baja sirkular
mengembang diaplikasikan tidak tergantung dari set diperlukan. Dalam
(swelling rock) (B + Ht) keadaan ektrim gunakan
perhitungan tekanan
keruntuhan penyanggaan

16-
1
(yielding support)

Catatan : Nilai B dan Ht dalam satuan feet (ft).

Tabel 9.3. Rekomendasi penyanggaan terowongan (dengan diameter = 20 – 40 ft)


pada batuan oleh Deere dkk (1967).

Tinggi Sistem penyangga


Kualitas Metoda Muatan
Batuan penerowongan Batuan, hp Baja c Baut Batuan d Beton
(ft)
Tunnel bor Tidak dibutuhkan, Tidak dibutuhkan,
Sangat baik
kalaupun dibutuhkan hanya pada aplikasi
a machine 0.0 – 0.2Bc Tidak dibutuhkan
hanya set ringan lokal
(TBM)
Tidak dibutuhkan, Tidak dibutuhkan,
RQD > 90 Pemboran dan
0.0 – 0.3 B kalaupun dibutuhkan Tidak dibutuhkan hanya pada aplikasi
Peledakan hanya set ringan lokal 2 – 3 in.
Tunnel bor Kadang kala Kadang kala Tidak dibutuhkan,
a
Baik dibutuhkan set ringan dibutuhkan dengan hanya pada aplikasi
machine 0.0 – 0.4 B
RQD = 75 - dengan pola 5 – 6 ft pola 5 – 6 ft lokal 2 – 3 in.
(TBM)
90 Pemboran dan dibutuhkan set ringan dibutuhkan dengan 4 in atau lebih pada
(0.3 – 0.6) B
Peledakan dengan pola 5 – 6 ft pola 5 – 6 ft atap dan dinding

Tunnel bor
Set ringan – sedang 5 dibutuhkan dengan
Sedang machine (0.4 – 1.0) B 2 – 4 in pada atap
– 6 ft pola 4 – 6 ft
RQD = 50 – (TBM)
Pemboran dan dibutuhkan dengan 4 in atau lebih pada
75 Set ringan – sedang 4
(0.6 – 1.3) B pola 3 – 5 ft atap dan dinding
Peledakan – 5 ft

Buruk b Tunnel bor (1.0 – 1.6) B Sirkular Set sedang dibutuhkan dengan 4 – 6 in pada atap dan
3 – 4 ft pola 3 – 5 ft dinding dan
machine
dikombinasikan dgn
(TBM) baut batuan.

17-
1
6 in atau lebih pada
RQD = 25 - Pemboran dan (1.3 – 2.0) B Set sedang – kuat dibutuhkan dengan atap dan dinding dan

50 Peledakan 2 – 4 ft. pola 2 – 4 ft dikombinasikan dgn


baut batuan.
Sangat Tunnel bor (1.6 – 2.2) B 6 in atau lebih pada
Sirkular set sedang – dibutuhkan dengan semua bagian dan
buruk machine
kuat 2 ft pola 2 – 4 ft dikombinasikan dgn
RQD < 25 (TBM) set kuat.
(Diluar
pengaruh 6 in atau lebih pada
kondisi Pemboran dan dibutuhkan dengan semua bagian dan
(2.0 – 2.8) B Sirkular set kuat 2 ft
pemanpatan dan Peledakan pola 3 ft dikombinasikan dgn
pengembangan set sedang.
batuan)
Sangat Tunnel bor 6 in atau lebih pada
Sirkular set sangat
dibutuhkan dengan semua bagian dan
buruk machine Diatas 250 ft kuat
pola 2 – 3 ft dikombinasikan dgn
(dengan kondisi (TBM) 2 ft
set kuat.
pemampatan 6 in atau lebih pada
Sirkular set sangat
dan Pemboran dan dibutuhkan dengan semua bagian dan
pengembangan
Diatas 250 ft kuat
Peledakan pola 2 – 3 ft dikombinasikan dgn
2 ft
batuan) set kuat.
a kualitas batuan baik – sangat baik, kebutuhan penyangga secara umum tidak ada, kecuali tergantung dari, set kekar, diameter
terowongan dan orientasi bidang lemah terhadap arah umum terowongan.

b
lagging tidak dibutuhan pada batuan kualitas sangat kuat, 25%  batuan kualitas baik – sangat buruk  100%

c B = lebar terowongan

d
mesh tidak dibutuhkan pada batuan kualitas sangat baik, kadang kala dibutuhkan pada batuan kualitas baik – sangat buruk hingga
100%

Jenis – jenis penyangga


Secara mekanik dalam pembuatan terowongan dan pembukaan tambang bawah
tanah, jenis-jenis penyangga dapat dikelompokkan kedalam dua bagian :
1. Penyangga Alamiah (Natural Support)

Natural Support dapat digolongkan kedalam penyangga sementara dikarenakan


dalam penyanggaan, penyangga yang dipakai berupa ore, low grade ore, atau
barren rock yang ditinggalkan dalam bentuk pillar.
Sistem penyangga sementara yang direncanakan dapat menahan seluruh massa
batuan sampai penyangga permanen dipasang, atau pillar-pillar (ore) yang

18-
1
digunakan sebagai penyangga itu sendiri akan ditambang dan tidak perlu dipasang
penyangga permanen.

2. Penyangga Buatan (Artificial Support)

Artificial Support merupakan penyangga buatan dimana material untuk penyangga


dibuat sesuai dengan bentuk, susunan dan cara pemasangan tergantung dari
kebutuhan.
Beberapa jenis artificial support yang sering dijumpai didalam suatu sistem
penyanggaan, yaitu :
1. Penyangga kayu

2. Baut batuan (rock bolt)

3. Penyangga beton

4. Penyangga baja

5. Penyangga khusus

3.5 Ketidakstabilan Terowongan Jalan


Kestabilan terowongan tidak terlepas dan perilaku massa batuan dan sangat
dipengaruhi oleh keadaan distribusi tegangan yang terjadi di sekitar terowongan.
Ketidakstabilan terowongan biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : Faktor
bukan struktur geologi (tegangan insitu yang berlebihan, pelapukan dan swelling
serta tekanan dan aliran air tanah) dan Struktur geologi (dapat diketahui dengan
pemetaan geologi detail / rinci di atas dan di bawah permukaan).
Faktor-faktor bukan struktur geologi yaitu :
1. Tegangan insitu yang berlebihan : pada massa batuan terdapat
tegangan mula-mula yang terdiri dan 3 macam, yaitu : tegangan
gravitasi yang disebabkan oleh berat dan batuan yang berada di
atasnya, tegangan tektonik yang terjadi karena adanya pergeseran pada
kulit bumi pada saat ini ataupun pada masa lampau dan tegangan sisa
yang terjadi sebagai akibat pada saat gempa bumi tidak semua gaya
dilepaskan tetapi masih ada yang tersisa di dalam batuan. Untuk

19-
1
pengukuran tegangan insitu dilakukan dengan cara Hydraulic
Fracturing, Overcoring, Flat Jack dan Rossette.
2. Pelapukan dan Swelling untuk pengujian terhadap pelapukan
dilakukan pengujian di laboratorium, sedangkan untuk swelling test
dilakukan pengujian petrografi.
3. Tekanan dan aliran air tanah dengan menggunakan Piezometer kita
dapat mengetahui tekanan air tanah pada suatu lapisan, sedangkan
untuk mengetahui aliran air tanah dilakukan pumping test, sehingga
dapat dibuat sistim drainage yang efektif dan terkontrol.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kestabilan lubang bukaan yang merupakan
struktur geologi adalah
1. Kekar merupakan struktur rekahan dalam batuan dimana sedikit sekali
mengalami pergeseran, dalam konstruksi bawah tanah dapat
menyebabkan terjadinya runtuhan pada bagian atap terowongan dan
menimbulkan bidang-bidang lemah yang mempengaruhi kestabilan
terowongan.
2. Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami
pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian yang
berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan

Karena hal itulah, maka diperlukan data-data pemetaan geologi dan pemboran
memungkinkan sesuai dengan pengamatan geologi diharapkan massa batuan
dapat menyangga dirinya sendiri, jika hal itu tidak terjadi, maka diperlukan
bantuan penyanggan untuk mencegah adanya runtuhan dan memperkuat bidang-
bidang lemah yang berpotensi untuk longsor.

20-
1
IV. DATA DAN ANILISA DATA

4.1 Distribusi Tegangan Daerah Sibaganding (Dinding, atap dll)


1. Tegangan Vertikal
σv = ρ g h
σv = 2,387 ton/m3 x 10 m/s2 x 12 m
σv = 286440 Pa
σv = 286,44 KPa

2. Tegangan Pada Dinding


σpada dinding = (2,3 – K) σv
σb = (2,3 – 1/3) 286,44 KPa
σb = (2,3 - 0,3) x 286,44 KPa
σb = 2 x 286,44 KPa
σb = 572,88 KPa

Keterangan : K = 0,3

3. Tegangan Atap
σa = (3,2.K-1) σv
σa = (3,2 x 0,33 – 1) 286,44 KPa
σa = 0,056 x 286,44 KPa
σa = 16,04 KPa

4.2 Geometri Terowongan

Geometri terowongan pada daerah penelitian terdiri dari:

21-
1
a. Tunnel axis: N 350 E
b. Scanline : 21 m
c. Tinggi terowongan keseluruhan = 12 m
d. Tinggi lubang bukaan = 8,5 m
e. Lebar terowongan: 6 m

Massa batuan adalah batuan insitu yang terdiri dari berbagai bidang lemah yang
ditunjukkan oleh kenampakkan sistem struktur geologi seperti kekar, sesar, serta
bidang perlapisan. Sedangkan batuan utuh adalah kumpulan dari partikel mineral
yang tersementasikan dan terkonsolidasi dengan baik yang membentuk batuan
massif, diantara rekahan – rekahan pada massa batuan. Bidang lemah adalah
kenampakan struktur utama yang memisahkan massa batuan massif menjadi blok-
blok. Bidang lemah ini dapat berubah kekar, sesar, dan bidang perlapisan,serta
belahan dan lain sebagainya. Bidang lemah utama adalah struktur bidang menerus
seperti sesar yang dapat merupakan bidang yang sangat lemah jika dibandingkan
dengan struktur lain pada massa batuan (Hoek and Bray,1981)

4.3 Jenis Runtuhan Di Terowongan

Pada batuan atau tanah, umumnya gaya – gaya berada dalam keadaan setimbang,
maksudnya keadaan dimana distribusi tenggangan pada batuan atau tanah tersebut
dalam keadaan mantap/stabil. Dengan adannya suatu kengitan terhadap batuan
atau tanah tersebut seperti pengangkutan, penggalian, penimbunan, erosi atau
aktivitas lain sehingga kesetimbangannya tergganggu. Pada terowongan umum
nya jenis runtuhannya ialah runtuhan baji. Jenis runtuhan tersebut dapat diketahui
dari perpotongan atau ketemunya bidang lemah pad terowangan, jenis rentuhan
juga dapat diketahui dengan menggunakan program komputer yaitu dengan
menggunakan Unwedge

4.4 Analisa Kualitas massa batuan (Q-System)

Strike,
No Dip, 0 Lenght RQD Jn Jr Ja Jw SRF Q
NE
1 105 87 20 55,6 4 3 4 1 10 1,04
2 300 74 17 55,6 4 3 1 1 10 4,17
3 296 38 14 55,6 6 3 4 1 10 0,70

22-
1
4 275 45 10 55,6 6 3 1 1 10 2,78
5 280 50 30 55,6 6 4 4 1 10 0,93
6 289 53 34 55,6 6 3 4 1 10 0,70
7 292 64 30 55,6 6 3 1 1 10 2,78
8 295 52 30 55,6 4 3 4 1 10 1,04
9 323 43 18 55,6 4 3 1 1 10 4,17
10 300 59 38 55,6 4 3 4 1 10 1,04
11 165 37 49 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
12 133 30 44 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
13 133 33 23 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
14 140 31 43 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
15 112 31 32 55,6 4 3 1 0,7 10 2,75
16 101 19 35 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
17 133 45 12 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
18 145 40 12 55,6 4 3 4 0,7 10 0,69
19 164 34 17 55,6 4 3 1 0,7 10 2,75
20 138 18 15 55,6 4 3 4 0,5 10 0,52
rata-rata 1,51

De = Span/ESR

= 21/1,3

= 16,15

Geometri terowongan terdiri dari:


f. Tunnel axis: N 350 E
g. Scanline : 21 m
h. Tinggi terowongan keseluruhan = 12 m
i. Tinggi lubang bukaan = 8,5 m
j. Lebar terowongan: 6 m

Adapun data strike dan dip yang kami dapatkan dari terowongan, yaitu;

Bidang Strike Dip

lemah N...E Derajat


1 105 87
2 300 74
3 296 38
4 275 45

23-
1
5 280 50
6 289 53
7 292 64
8 295 52
9 323 43
10 300 59
11 165 37
12 133 30
13 133 33
14 140 31
15 112 31
16 101 19
17 133 45
18 145 40
19 164 34
20 138 18

Kurva Q-System
Setelah di dapat hasil dari De dan Q maka hasilnya di plot ke kurva Q-System.
Hasil dari De adalah 16,15 dan Q adalah 1,51.

24-
1
Gambar 4.1. Kurva Q-System

4.5 Tingkat Kestabilan Di Terowongan

Pada batuan atau tanah, umumnya gaya – gaya berada dalam keadaan setimbang,
maksudnya keadaan dimana distribusi tenggangan pada batuan atau tanah tersebut
dalam keadaan mantap/stabil. Dengan adannya suatu kengitan terhadap batuan
atau tanah tersebut seperti pengangkutan, penggalian, penimbunan, erosi atau
aktivitas lain sehingga kesetimbangannya tergganggu
Menurut Hoek dan Brown ketidakstabilan terowongan dapat terjadi karena
beberapa faktor yaitu : tenggangan, struktur geologi ( batuan ), air tanah dan
pelapukan. Nilai FK >1,5 ( Hoek dan brown )

5. PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Jenis Penyanggaan Terhadap Nilai Kestabilan

5.1.1 Program Phase 2

Phase 2 adalah bagian dari rocscience yang menggunakan analisis 2D


Elasto-plastik dengan analisis tengangan elemen hingga untuk
penggalian bawah tanah permukaan batuan maupun tanah. Dan terbukti
bahwa metode ini dapat menghitung secara lebih konsisten terhadap

25-
1
distribusi tengangan, rengangan dan perpindahan akibat pembuatan
lubang bukaan bawah tanah. Hal ini dapat digunakan untuk berbagai
proyek rekayasa dan termasuk desain penyanggaan, stabilitas lereng
elemen hingga, rembesan air tanah dan analisis probabilistik.

Gambar 5.1 dari program phase2 sebelum penyanggan

Field Stress

Field stress: constant


Sigma one: 0.57288 MPa (compression positive)
Sigma three: 0.01604 MPa (compression positive)
Sigma Z: 0 MPa (compression positive)
Angle from the horizontal to sigma 1: 25 degrees (counter-clockwise)
Material Properties

Material: batu gampin


Initial element loading: field stress only
Elastic type: isotropic

26-
1
Young's modulus: 6535.95 MPa
Poisson's ratio: 0.3
Failure criterion: Mohr-Coulomb
Tensile strength: 0.633 MPa
Peak friction angle: 25 degrees
Peak cohesion: 0.266 MPa
Material type: Elastic
Piezo to use: None
Ru value: 0

Displacements

Maximum total displacement: 0.000794521 m

Data hasil dari program phase2 sebelum dilakukannya penyanggan dengan total
displacements 0.00079451m

Gambar 5.2 program phase2 sesudah penyanggaan

27-
1
Dari data yang di hasilkan dengan menggunakan program phase2 setelah
penyanggaan total displacement 0.00079434 m
Hasil dari phase2 :

Bolt Properties

Bolt name: Bolt 1


Fully bonded bolt
diameter: 19 mm
Young's modulus: 200000 MPa
Tensile capacity: 0.1 MN
Residual Tensile capacity: 0.01 MN
Pre-tensioning: 0 MN
Pre-tensioning force constant in install stage
Out-of-plane spacing: 1 m

Displacements

Maximum total displacement: 0.00079434 m

5.2.2 Program Unwedge

Unwedge adalah progam analisi stabilitas dan visualisasi 3D untuk penggalian


bawah tanah dibatuan yang megandung struktur perpotongan diskontinuitas.
Faktor keamanan dihitung untuk runtuhan baji dan persyaratan dukungan
berpotensi tidak stabil dapat dimodelkan menggunakan barbagai jenis pola
tempat perbautan dan shocrete. Penggunaan unwedge untuk pembuatan model,
melakukan analisis factor keamanan, menempatkan penguatan dan
menginterpretasikan hasil.

28-
1
Gambar 5.3 hasil program unwedge

5.2 Hubungan Karakteristik Teknis Batuan Terhadap Nilai Kestabilan

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang bisa kami ambil, yaitu:
Rata-rata Q yang kami dapat adalah 1,51. Ini berarti terowongan itu masuk dalam
kategori baik.
Hasil nomor penyanggaan yang didapat adalah (7). Nilai De adalah 16,15

5.2 Saran

Agar kuliah lapangan ini menjadi lebih baik lagi dari tahun ke tahun berikutnya
dan alat bisa lebih banyak supaya lebih mudah pekerjaan di lapangan

29-
1
30-
1

Anda mungkin juga menyukai