PENDAHULUAN
1
rajin berolahraga, dan yang terpenting adalah rajin mengontrol tekanan darah serta
berkonsultasi dengan dokter.
Dokter sebagai tenaga medis berperan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan, baik berupa tindakan pemeriksaan, pengobatan, maupun tindakan
memberikan saran kepada pasien. Dalam Sistem Kesehatan Nasional diharapkan
seorang dokter umum dapat memberikan firstline terapi bagi pasien sebagai
penanganan dini, dan pencegahan komplikasi, dalam hal ini komplikasi penyakit
hipertensi.
2
individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor
lingkungan, ekonomi dan sosial budaya (Asmah et al, 2008).
Tugas dokter keluarga :
1. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh,
dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang
diperlukan.
2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan
tepat.
3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada
saat sehat dan sakit.
4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya.
5. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya
peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan
rehabilitasi.
6. Menangani penyakit akut dan kronik.
7. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke
rumah sakit.
8. Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke dokter
spesialis atau dirawat di rumah sakit.
9. Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan.
10. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
11. Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan
pasien.
12. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
13. Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara
umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
Wewenang dokter keluarga :
1. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
2. Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
3. Melaksanakan tindak pencegahan secara efektif.
4. Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer.
3
5. Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal.
6. Melakukan tindak prabedah, bedah minor, rawat pasca bedah di unit
pelayanan primer.
7. Melakukan perawatan sementara.
8. Menerbitkan surat keterangan medis.
9. Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap.
10. Memberikan perawatan dirumah untuk keadaan khusus.
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih daripada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah
yang perlu dilatihkan melalui program pelatihan ini. Yang dicantumkan disini
hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap dokter keluarga secara garis
besar. Rincian mengenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan
pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah
dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi kedokteran.
Macam-macam kompetensi dokter keluarga :
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran
keluarga.
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik
dalam pelayanan kedokteran keluarga.
c. Menguasai ketrampilan berkomunikasi.
d. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien.
e. Memiliki ketrampilan manajemen pelayanan klinik.
f. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan
spiritual.
g. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan
pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi kesehatan
/ JPKM).
Untuk menunjang tugas dan wewenang dokter keluarga diperlukan sistem
pelayanan dokter keluarga yang terdiri atas komponen :
4
a. Dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan primer di klinik
dokter keluarga.
b. Dokter spesialis yang menyelenggarakan pelayanan sekunder di klinik
dokter spesialis.
c. Rumah sakit rujukan.
d. Asuransi kesehatan / sistem pembiayaan.
e. Seperangkat peraturan penunjang.
Dalam sistem ini, kontak pertama pasien dengan dokter akan terjadi di
klinik dokter keluarga yang selanjutnya akan menentukan dan mengkoordinasikan
keperluan pelayanan sekunder jika dipandang perlu sesuai SOP standar yang
disepakati. Pasca pelayanan sekunder, pasien akan segera dirujuk balik ke klinik
dokter keluarga untuk pemantauan lebih lanjut. Tata selenggara pelayanan seperti
ini akan diperkuat oleh ketentuanyang diberlakukan dalam auransi / JPKM.
I.2.2. Hipertensi
5
Patogenesis hipertensi sangat kompleks, faktor yang bermacam-macam
memodulasi tekanan darah agar sesuai untuk perfusi jaringan yang adekuat,
termasuk mediator humoral, reaktivitas vaskuler, sirkulasi volume darah, viskositas
darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah, dan stimulasi saraf. Patogenesis
yang mungkin untuk hipertensi telah dikatikan dengan banyak faktor, termasuk
faktor predisposisi genetik, tingkat konsumsi garam, dan kerja hormone adrenergik.
Sekalipun genetik memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya hipertensi,
namun mekanisme yang pasti belum bisa dijelaskan (Dreisbach & Sarmah, 2010).
Riwayat alami hipertensi berkembang dari tahap tak terdeteksi sampai tahap
terdeteksi. Setelah periode asimptomatik, hipertensi yang persisten atau menetap
akan berkembang menjadi hipertensi yang lebih kompleks, dimana bisa terjadi
kemungkinan gangguan organ seperti jantung, ginjal, retina, dan sistem saraf pusat.
Proses dimulai dengan tahap prehipertensi pada penderita berusia 10 sampai 30
tahun, ke tahap hipertensi awal pada usia 20-40 tahun lalu tahap hipertensi yang
mulai terdeteksi pada usia 30-50 tahun sampai pada hipertensi yang komplikativ
pada usia 40-60 tahun (Dreisbach & Sarmah, 2010).
Beberapa faktor yang memicu terjadinya hipertensi adalah faktor genetik
yang sulit untuk dipaparkan mekanismenya, faktor merokok yang merangsang
proses aterosklerosis karena efek langsungnya terhadap arteri. Karbonmonoksida
dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan
pada dinding arteri, sedang glikoprotein yang terdapat pada tembakau dapat
menimbulkan reaksi hipersensitiv pada dinding arteri. Asupan garam yang berlebih
dikaitkan dengan sifat natrium yang meretensi air. Faktor diabetes mellitus yang
dikaitkan dengan proses ateroskelorosis dan mikroangiopati. Kegemukan sendiri
bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh
fakotr-faktor lainnya seperti stress yang berlebih dan lain-lain. (Rilantono et al,
1996).
Hipertensi yang persisten bersifat sangat komplikatif. Keterlibatan jantung
dalam hipertensi memberikan dampak perubahan anatomi jantung seperti LVH,
pembesaran atrium kiri, kegagalan sistolik dan diastolic, serta penyakit iskemik
6
jantung. LVH dihubungkan dengan peningkatan angka kematian. Kemungkinan
peningkatan resistensi arteri koroner membawa pada penurunan aliran darah
menuju miokard yang hipertropi dan mengakibatkan gejala penyakit jantung
koroner. Hipertensi masih merupakan penyebab utama gagal jantung kongestif.
Terapi antihipertensi telah didemonstrasikan secara signifikan mampu mengurangi
resiko kematian dari stroke dan penyakit jantung koroner (Dreisbach & Sarmah,
2010).
Miokardium mengalami perubahan struktur sebagai dampak dari
meningkatnya afterload. Mycosite jantung sebagai respon dari hipertropi
memungkinkan jantung memompa dengan lebih kuat menahan tekanan yang
meningkat. Bagaimanapun fungsi kontraksi dari atrium kiri tetap normal sampai
pada tahap berikutnya, namun pada akhirnya malah mengurangi luas ruangan,
ventrikel sehingga membatasi pengisian diastolik dan stroke volume. Hal ini akan
berujung pada terbatasnya suplai darah yang dipompa dan mempengaruhi perfusi
organ-organ termasuk jantung itu sendiri (Dreisbach & Sarmah, 2010).
Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan hemoragik dan stroke
ateroembolik atau ensefalopati. Baik sistolik atau diastolic yang terlalu tinggi
sangat beresiko, tekanan diastolic yang melebihi 100mm Hg dan sistolik yang
melebihi 160 mmHg telah menunjukkan resiko tinggi penyebab stroke (Dreisbach
& Sarmah, 2010).
Dua penelitian telah mendemonstrasikan bahwa reduksi tekanan darah
dapat meningkatkan kerja ginjal, nefrosklerosis adalah salah satu komplikasi yang
mungkin terjadi akibat hipertensi jangka panjang. Sistem rennin-angiontensin
mempengaruhi progress dari kelainan ginal. Angiotensin II bertindak di bagian
arteriola aferen dan efferen, namun kebanyakan di eferen yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraglomerular hal ini memberikan dampak berupa
albuminuria. Mengurangi tekanan intraglomerular menggunakan ACE inhibitor
relah dibuktikan bermanfaat bagi pasien dengan penyakit diabetik nefropati,
bahkan pada pasien yang tidak mengidap hipertensi. Kombinasi peningkatan
volume darah yang disaring dan aktivasi sistem RAA dipercaya sebagai faktor
utama kegagalan ginjal pada pasien (Dreisbach & Sarmah, 2010).
7
Hipertensi dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis 70-80% kasus hipertensi esensial didapat riwayat hipertensi dalam
keluarga. Sebagian besar hipertensi esensial timbul pada usia 25-45 tahun, dan
hanya 20% timbul di bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun. Gejala klinik yang
mungkin timbul akibat hipertensi adalah sakit kepala, rasa tidak nyaman di
tengkuk, sukar tidur, epistaksis, disines atau migren, sampai keluhan mudah marah.
Hasil penyelidikan gejala klinik hipertensi di Paris adalah sebagai berikut: gejala
sakit kepala menduduki urutan pertama (40,5%), disusul palpitasi (28,5%),
nokturi (20,4%), disiness (20,8%) dan tinitus (13,8%). Gejala lain yang dikeluhkan
mungkin akibat dari komplikasi yang timbul, seperti gangguan penglihatan,
gangguan neurologi, gejala gagal jantung, dan gejala gangguan fungsi ginjal.
Hal lain yang perlu ditanyakan kepada penderita guna kepentingan terapi
bila sebelumnya telah diketahui menderita hipertensi adalah: informasi pengobatan
sebelumnya meliputi jenis obat, dosis, efektifitas, dan efek samping yang mungkin
timbul. Penyakit yang sedang atau pernah diderita seperti diabetes militus, penyakit
ginjal dan penyakit jantung serta penyakit kelenjar tiroid. Kemungkinan penderita
sedang mengkonsumsi obat karena penyakit lain, yang mungkin menimbulkan efek
samping kenaikan tekanan darah, seperti golongan steroid, golongan penghambat
monoamin oksidase dan golongan simpatomimetik. Kebiasaan makan penderita
(terutama asupan garam), minuman alkohol dan konsumsi rokok. Faktor stres
psikis. Pada wanita perlu ditanyakan tentang riwayat kehamilan dan persalinan
(pre-eklamsi dan eklamsi), serta pemakaian alat kontrasepsi.
Pada pemeriksaan fisik peninggian tekanan darah sering merupakan satu-
satunya tanda klinik hipertensi, sehingga diperlukan hasil pengukuran darah yang
akurat. Beberapa faktor akan mempengaruhi hasil pengukuran, seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran harus mendapat perhatian.
Pengukuran ideal dilakukan dengan cara setelah penderita berbaring selama 5
menit. Pengukuran sebaiknya dilakukan sebanyak 3-4 kali dengan interval 5-10
menit. Tensi dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan
dengan kecepatan 2-3 mmHg per-denyut jantung.
8
Penangan hipertensi adalah usaha untuk mengurangi faktor resiko
terjadinya peningkatan tekanan darah. Penatalaksanaan umum adalah
penatalakasanaan tanpa obat-obatan, yang menurut beberapa ahli sama pentingnya
dengan penatalaksanaan farmakologik, bahkan mempunyai beberapa keuntungan,
terutama pada pengobatan hipertensi ringan. Beberapa hal yang bisa dilakukan
adalah diet rendah garam , disamping bermanfaat menurunkan tekanan darah, diet
rendah garam juga berfungsi untuk mengurangi resiko hipokalemi yang timbul
pada pengobatan dengan diuretik. Diet rendah lemak telah terbukti pula bisa
menurunkan tekanan darah. Berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol
telah dibuktikan dalam banyak penelitian bisa menurunkan tekanan darah.
Menurunkan berat badan setiap penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan
tekanan darah sekitar 1,5 – 2,5 mmHg. Olah raga teratur berguna untuk membakar
timbunan lemak dan menurunkan berat badan, menurunkan tekanan perifer dan
menimbulkan perasaan santai, yang kesemuanya berakibat kepada penurunan
tekanan darah.
Penatalakasanaan hipertensi dengan obat-obatan di Puskesmas disesuaikan
dengan ketersediaan obat yang ada di Puskesmas pula, yaitu :
Golongan Diuretik:
a. Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
-Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
-Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
-Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi,
hiperkolesterolemi, hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan
disines.
-Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven
Johnson).
-Terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek
sampingnya dari pada efektifitasnya. Untuk menghindari efek hipokalemi
maka diberikan asupan Kalium 1 X 500 mg, atau memperbanyak makan
pisang.
9
b. Furosemid 40 mg
- Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
- Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
- Efek samping : sama dengan HCT.
- Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven
Johnson).
10
– Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah,
diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
– Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
b. Nifedipin 10 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
– Dosis : 3 X 10-20 mg
– Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah,
diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
– Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
11
KEDOKTERAN KELUARGA Nomor Status:
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Nomor Berkas Keluarga:
FAKULTAS KEDOKTERAN Tanggal Kunjungan Pertama Kali:
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
A. IDENTITAS
I. KEPALA KELUARGA II. PASANGAN
1. Nama : Murjiyono Supriyati
2. Umur : 57 tahun 54 tahun
3. Jenis kelamin :L P
4. Status perkawinan : Kawin Kawin
5. Agama : Islam Islam
6. Suku bangsa : Jawa Jawa
7. Pendidikan : STN SD
8. Pekerjaan : Buruh pelabuhan Ibu Rumah Tangga
9. Alamat lengkap : RT 05 RW 02 Desa Sumberejo Kec. Mertoyudan
II. PROFIL KELUARGA
12
Warung
5 Salastri 27 th SMA Ibu Rumah Anak Menikah Sehat
Tangga Keempat
III. GENOGRAM
Murjiyono Supriyati
(57 tahun) (54 tahun)
Rumah Pasien
Puskesmas
C. EKONOMI KELUARGA
13
1. Rumah (permanen, Rumah semi permanen milik pribadi
semidarurat, temlan)
2. Barang mewah (TV, setrika listrik, tv, radio
Video, AC, Kulkas, Setrika
Listrik, dll) 450 watt
3. Daya listrik (cantolan,
KPA)
4. Lain-lain 600 ribu/bulan
Tidak termasuk penilaian: 600-700 ribu/ bulan
- Penghasilan
keluarga perbulan
- Pengeluaran
keluarga perbulan
4. Jaminan kesehatan
Pola makan 3 kali sehari menggunakan
nasi, sayur, lauk-pauk: tahu, tempe, dan
ikan.
E. POLA MAKAN KELUARGA
Bayi, balita, anak, dewasa, usia
lanjut
14
dan kegiatan-kegiatann keagamaan lain,
serta kegiatan PKK.
2. Aktivitas mental
- tempat bermain
Hipertensi
- sumber air Ibu & Tante : Hipertensi, sudah lama,
bersih meninggal dunia.
H. RIWAYAT PENYAKIT
KELUARGA
1. Penyakit turunan
2. Riwayat penyakit keluarga
(jenis, siapa, kapan, tindakan)
15
1 Kepala keluarga 4 tahun Memberikan terapi Kepala
mengidap penyakit yang lalu berupa medikamentosa, Keluarga
hipertensi sampai dan masukan agar
sekarang. pasien mengontrol
penyakitnya guna untuk
menghindari
komplikasi, dan
mengembalikan
produktivitas kerja
(menjaga keadaan
ekonomi keluarga)
J. DIAGNOSIS KELUARGA
Keluarga yang cukup besar dengan kepala keluarga mengidap hipertensi
yang menyebabkan penderita tak lagi produktivitas menyebabkan keadaan
ekonomi terganggu.
K. PROGNOSIS
Penyakit hipertensi yang diderita kepala keluarga memiliki prognosis
kurang baik, mengingat usia pasien yang memang sudah tidak muda lagi.
Keadaan ekonomi keluarga terancam menurun karena produktivitas kepala
keluarga sudah berkurang.
16
hipertensi yang diderita guna memperbaiki produktivitas yang menurun guna
menjaga kesejahteraan keluarga. Memberikan motivasi pada pasien dan
keluarga untuk sabar dan berusaha.
Permasalahan Tindakan
No Sasaran Hasil Ket.
Keluarga Penyelesaian
1 Kepala Kontrol rutin Kepala Kondisi membaik, Dengan kontrol
keluarga puskesmas Keluarga keparahan menurun. rutin, diharapkan
menderita membantu
hipertensi meningkatkan
derajat kesehatan
pasien.
17
KEDOKTERAN KELUARGA Nomor Status:
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Nomor Berkas Keluarga:
FAKULTAS KEDOKTERAN Tgl Kunjungan Pertama:
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Riwayat Penyakit
Keluhan utama Pusing, kepala terasa berputar.
Riwayat penyakit sekarang Kepala terasa pusing, pandangan tidak bisa fokus
lantaran perasaan berputar-putar yang dirasakan
pasien. Badan terasa lemas, dan saat berjalan terasa
hilang keseimbangan sehingga sempat terjatuh.
Terkadang dada terasa sesak sehingga sulit
bernafas.
18
mencapai 50 tahun pasien merasakan penyakitnya
mulai mengganggu.
Pada tahun 2006, setelah pasien solat maghrib tiba-
tiba pasien tak bisa berbicara dan bergerak selama 4
jam, pasien dilarikan ke rumah sakit. Semenjak saat
itu pasien mulai memperhatikan penyakitnya.
Riwayat kelahiran, -
pertumbuhan perkembanga
Pola makan/minum Makan tiga kali sehari menu utama tahu, tempe,
ikan, minum cukup.
19
klasifikasi psikiatri -
Diagnosis Kerja
Aksis I : Pusing serasa berputar, dan tekanan darah yang tinggi.
Aksis II : Pasien merasa sedih karena keterbatasan aktivitas
Aksis III : -
Aksis IV : -
Aksis V : Pasien mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Prognosis
Kurang baik, karena mengingat usia pasien yang sudah tidak muda dan hasil
pemeriksaan penunjang pasien memperlihatkan adanya perubahan kelainan
anatomi jantung pasien (hipertropi atrium kiri).
20
berputar mengurangi rasa pusing. didapat dari
Nonmedikamentosa (edukasi): pengakuan
Banyak istirahat, untuk sementara pasien setelah
hindari kegiatan yang membutuhkan mendapat resep
banyak energi. obat dari dokter
puskesmas:
Hipertensi Medikamentosa Dada sesak
Mengikuti yang diberikan dokter di berkurang,
puskesmas: pusing sedikit
• Piracetam 400mg 1x sehari berkurang,
• Nifedipin 2x sehari sudah bisa
• HCT 1x sehari berjalan
• Vit 2x sehari walaupun
perlahan..
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Lapangan
( dr. Umi )
21
DAFTAR PUSTAKA
22