Pengantar Eko Makro
Pengantar Eko Makro
Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam
perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan konsumsi. Dalam suatu
negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total
dana yang tersedia untuk membiayai investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah
dengan pinjaman dari luar negeri (X-M).
Tabungan merupakan sisa pendapatan yang tidak dibelanjakan oleh konsumen. Menurut
Keynes, besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung kepada tinggi
rendahnya suku bunga. Ia terutama tergantung kepada besar kecilnya tingkat pendapatan rumah
tangga itu. Makin besar jumlah pendapatannya yang diterima oleh suatu rumah tangga, makin besar
pula jumlah tabungan yang akan dilakukan olehnya.
Apabila jumlah pendapatan rumah tangga itu tidak mengalami kenaikan atau penurunan,
perubahan yang cukup besar dalam suku bunga tidak akan menimbulkan pengaruh yang berarti keatas
jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumah tangga itu. Ini berarti, menurut pendapat Keynes,
jumlah pendapatan yang diterima rumah tangga-dan bukan suku bunga yang menjadi penentu utama
dari jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumah tangga.
Fungsi tabungan adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat
tabungan rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam perekonomian
S = -a + (1 – b) Y
Keterangan :
S = besarnya tabungan (save)
A = konnsumsi yang harus dipenuhi pada saat pendapatan nol
1-b = marginal prospensity to save
Y = pendapatan nasional
MPS= ∆S / ∆Yd
Jadi MPS menunjukkan besarnya tambahan rupiah yang ingin ditabung oleh rumah
tangga akibat bertambahnya disposable income sebesar satu rupiah.
Keterangan :
MPS : Marginal Prospensity to saving (kecondongan menabung marginal)
S : pertambahan tabungan
Yd : pertambahan pendapatan
Antara MPC dengan MPS mempunyai hubungan yang cukup erat, hal in bisa kita
buktikan dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut:
MPS + MPC = 1
MPC = 1 – MPS atau MPS = 1 – MPC
APS = S / Yd
Jadi APS merupakan bagian dari disposable income yang ingin ditabung oleh rumah
tangga.
Contoh :
Pendapatan Nasional Keseimbangan
1. Pendapatan Nasional Pada Perekonomian 1 Sektor (Perekonomian Tertutup)
Y=C
C = a + by (Fungsi Konsumsi)
b = MPC = Marginal Propensity to Consume = dc:dy = Besarnya perubahan konsumsi (dc)
sebagai akibat adanya perubahan pendapatan (dy)
a = besarnya konsumsi ( c ) pada waktu y = 0, disebut konsumsi otonom
APC = c:y = Average Propensity to consume =Hasrat rata-rata konsumsi masyarakat .
C = (APC – MPC ) Y + bY
Contoh :
Pada tingkat pendapatan nasional pertahunnya sebesar Rp.100 M. Besarnya konsumsi sebesar
Rp.95 M per tahun. Pada tingkat pendapatan nasional sebesar Rp. 120 M pertahun besarnya
konsumsi pertahunnya Rp. 110 M, Carilah fungsi konsumsi, gambarkan fungsi konsumsi, cari
keseimbangan pendapatan nasional pada tingkat Y berapa ?
C = a + by
95 = a + 0.75 (100)
95 = a + 75
a = 20
Jadi fungsi konsumsi, C = 20 + 0.75y
C = 20 + 0.75y
C = 20 + 0.75 (240)
C = 200 (Besarnya consumsi equilibrium)
S=Y–C
S = 240 – 200 = 40 ; (S = I = 40) (Besarnya saving equilibrium)
Pembuktian ; Y = C + I = 200 + 40 = 240 = Ye = 240
Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat
konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam perekonomian. Teori Konsumsi
Keynes terkenal dengan teori konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Absolut (Absolute Income
Hypothesis) yang pada intinya menjelaskan bahwa konsumsi seseorang dan atau masyarakat
secara absolut ditentukan oleh tingkat pendapatan, kalau ada faktor lain yang juga menentukan,
maka menurut Keynes semuanya tidak terlalu berpengaruh.
C = a + MPC (Yd)
dimana:
C = Konsumsi agregat
Apabila kondisi perekonomian tidak terdapat pajak dan transfer pemerintah maka :
Yd = Y
1. Periode belum produktif. (0 Tahun sampai dengan usia kerja). Dalam tahap ini
dikatakan oleh ABM bahwa seseorang melakukan konsumsi dalam kondisi “Dissaving”,
kenapa demikian karena seseorang melakukan konsumsi sangat tergantung pada orang
lain.
2. Periode produktif. (Dari usia kerja sampai dengan usia di mana orang tersebut sudah
menjelang usia tua). Tahap ini dikatakan bahwa seseorang berkonsumsi dalam kondisi
“Saving”, kenapa dikatakan demikian, karena seseorang pada tahap ini pengeluaran
konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain.
3. Periode tidak produktif. Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi
“Dissaving”, dengan kata lain bahwa seseorang melakukan konsumsi kembali tergantung
pada orang lain. Karena dalam tahap ini seseorang tidak lagi mampu untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya sendiri.
Pola konsumsi manusia berkaitan dengan periode hidupnya. Dengan kata lain, manusia
harus merencanakan alokasi pendapatan disposabelnya. Ada saatnya mereka harus
berutang/mendapat tunjangan, ada saat harus menabung sebanyak-banyaknya dan akhirnya ada
pula saat dia harus hidup dengan menggunakan uang tabungannya.
C = aWR + cYL
Dimana:
WR = kekayaan riil