Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO JATUH
A. Definisi
Jatuh adalah masalah yang umum, terutama pada manula – mereka yang sudah lanjut usia
pada kisaran 65 tahun atau lebih. Rumah sakit acap menerima anggota masyarakat yang sudah
sepuh ini sebagai pasien di tempat mereka, baik mereka yang datang hanya sekadar
berkonsultasi masalah kesehatan, atau datang melalui layanan gawat darurat, hingga mereka
yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Mereka semua adalah yang umumnya paling
berisiko mengalami jatuh di rumah sakit. Tapi tentu saja ada kelompok pasien lainnya yang
juga memiliki risiko jatuh yang tinggi.
B. Penggunaan
Fall risk assessment di gunakan pada :
· Pasien yang akan dirawat inap di rumah sakit
· Pasien yang akan dipindahkan dari satu unit ke unit yang lain
· Pasien yang dirawat inap lebih dari 2 minggu, dilakukan secara regular
· Pasien dengan riwayat jatuh sebelumnya
· Pasien yang kondisinya berubah menjadi lebih buruk
· Setelah pergantian perawat

C. Faktor Resiko
1. Faktor intrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa
seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama
mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan
muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas
bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan
gelap, keringat dingin, pucat dan pusing (Lumbantobing, 2004).
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya)
diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-
benda (Nugroho, 2000). Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan
yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin,
tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur
atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu
berjalan (Darmojo, 2004).
a) Akibat Jatuh
Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan
psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah
tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur
pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak.
Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh
dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas,
hilangnya rasa percaya diri, penbatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau
fobia jatuh (Stanley, 2006).
Sasaran keenam pada bab ketiga panduan Akreditasi Rumah Sakit oleh KARS
dinyatakan sebagai “Pengurangan Risiko Pasien Jatuh”. Saya sendiri lebih suka
menyebutkan sebagai “Risiko Jatuh Pasien” – mungkin mengikuti pola bahasa kita.
Dalam mencapai sasaran tersebut, maka pada umumnya rumah sakit
diharapkan untuk:
1) Mampu melakukan pengkajian (penilaian = assessment) sedini mungkin risiko
jatuh pasien, dan melakukan pengkajian ulang jika diindikasikan demikian,
misalnya jika terjadi perubahan kondisi, atau mendapatkan obat yang bisa
meningkatkan risiko jatuh si pasien.
2) Pada pasien yang diidentifikasi memiliki risiko jatuh, maka dinilai apakah perlu
dilakukan intervensi atau tidak, jika seandainya perlu, maka ada prosedur untuk hal
tersebut yang dikenal sebagai pencegahan jatuh pada pasien.
3) Saat intervensi atau prosedur tersebut dilakukan, maka perlu dilakukan
pengawasan, tentu saja juga melalui pendokumentasian; apakah cara yang
dilakukan berhasil, dan apakah cukup efektif.
Rumah sakit juga perlu menetapkan kebijakan serta panduan dalam
mendukung pencapaian sasaran ini. Terutama dalam hal melindungi pasien yang
ada di lingkungan rumah sakit. Sehingga sebenarnya sebuah panduan mengenai
pengkajian dan pencegahan jatuh pada pasien hanya berkutat pada empat
penekanan itu. Dan dokumentasi yang diperlukan umumnya berupa yang
mengarah pada “pengkajian” saja, dan yang mengarah pada “pencegahan” atau
“intervensi” saja, atau keduanya menjadi satu. Titik berat salah satunya adalah
adanya standar prosedur operasional pemasangan gelang risiko jatuh.

D. Pengkajian Pasien Resiko Jatuh


1. Yang Harus Diperhatikan
a) Usia
b) Riwayat Jatuh
c) Aktivitas ( ADL )
d) Defisit (Penglihatan, pendengaran )
e) Kognitif
f) Pola BAB dab BAK
g) Mobilitas /motorik
h) Pengobatan :
1) Antihipertensi
2) Hiploglikemik
3) Antidepresan
4) Neurotropik
5) Sedatif, Diuretik
6) Laxative

2. Assesmen Resiko Jatuh


a) Memonitor pasien sejak masuk
b) Memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai risiko tinggi : memberikan
tanda/ alert ( sesuai warna universal
c) Libatkan pasien atau keluarga dalam upaya pencegahan risiko jatuh
d) Laporan peristiwa pasien jatuh
E. Klasifikasi Tindakan Sesuai Skor Keparahan
1. Resiko Rendah (skor 0-24)
a) Pastikan bel mudah dijangkau oleh pasien
b) Roda tempat tidur dalam keadaan terkunci
c) Posisikan tempat tidur pada posisi terendah
d) Pagar pengaman tempat tidur dinaikkan

2. Resiko Sedang (25-50)


a) Lakukan senua pedoman pencegahan untuk resiko rendah
b) Pasangkan gelang khusus (warna kuning) sebagai tanda pasien resiko jatuh
c) Tempatkan tanda resiko pasien jatuh pada datar nama pasien (warna kuning)
d) Beri tanda resiko pasien jatuh pada pint kamar pasien

3. Resko Tinggi (>= 50)


a) Lakukan semua pedoman pencegahan untuk resiko rendah dan sedang
b) Kunjungi dan monitor pasien setiap satu jam
c) Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan nurse station (jika
memungkinkan

F. Alat Bantu Assessment


1. Pasien Dewasa Rawat Inap
a) Morse Fall Scale
b) Hendrich II Fall Risk Model

2. Pasien Dewasa Rawat Jalan


a) Anamnesa riwayat jatuh
b) Get Up and Go
c) Timed Get Up and Go
3. Pasien Anak-Anak Rawat Inap
a) Schmid “Little Schmidy”
b) Humpty Dumpty
G. Pencegahan Pasien Jatuh
1. Mengevaluasi faktor risiko
2. Pencegahan standar:
a) Mengenalkan pasien dengan lingkungan sekitarnya
b) Menempatkan tombol panggilan di tempat yang mudah dijangkau pasien dan
mengajari pasien bagaimana cara menggunakannya
c) Meletakkan benda-benda penting yang dibutuhkan pasien di tempat yang mudah
dijangkau pasien
d) Tempat tidur pasien disiapkan dalam posisi rendah dan dalam keadaan terkunci
e) Memastikan pasien menggunakan alas kaki yang tidak licin dan ukurannya sesuai
f) Menyediakan pencahayaan yang cukup, terutama pada malam hari
g) Pastikan lantai dalam keadaan bersih dan kering
h) Sediakan pengaman (handrails) di kamar mandi dan kamar pasien, serta di lorong
rumah sakit
3. Pencegahan khusus:
a) Gunakan tanda visual untuk memberitahukan risiko jatuh (seperti: tanda yang
dipasang di pintu kamar pasien/di dalam kamar pasien, gelang penanda, kaos
kaki/selimut berwarna, tanda di berkas rekam medis pasien)
b) Dampingi pasien saat pasien ke kamar mandi
c) Tanyakan apakah pasien ingin ke kamar mandi setiap 2 jam sekali (apabila pasien
dalam keadaan sadar)
d) Gunakan tempat tidur yang rendah
e) Bila diperlukan, observasi pasien secara berkala

4. Hourly Rounding
Meliputi 4P: Position, Pain assessment, Personal needs (BAK/BAB), Placement
5. Tempat tidur yang rendah
6. Pemasangan alarm bila ada pasien yang jatuh
7. Observasi secara berkala
8. Komunikasi
a) Komunikasi visual (pada rekam medis pasien, gelang pasien diberi tanda “fall
risk”; pemberian kaos kaki atau selimut berwarna)
b) Komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien
1) Jelaskan bahwa pasien memiliki risiko untuk jatuh
2) Jelaskan program pencegahan pasien jatuh yang dimiliki rumah sakit
3) Libatkan pasien dan keluarganya dalam program pencegahan dan beri
kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk memberi masukan.

H. SPO Sasaran keselamatan Pasien


1. Pengertian
Prosedur kegiatan untuk menilai dan mengevaluasi ulang serta mengambil
tindakan pada pasien yang mempunyai resiko jatuh di berbagai fasilitas layanan
kesehatan di rumah sak
2. Tujuan :
a. Menciptakan budaya keselamatan pasien
b. Optimalisasi penggunaan asesment jatuh untuk menentukan kategori risiko
jatuh
c. Mendeskripsikan kebutuhan akan perlunya pemahaman faktor risiko jatuh,
pencegahan, dan penanganannya dalam meningkatkan klinis dan kepuasan
pasien, serta menurunkan biaya kesehatan.
d. Memahami kunci keberhasilan program faktor risiko jatuh, pencegahan, dan
penanganannya.
3. Kebijakan :
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
b. SK Direktur Nomor 330 Tahun 2012 Tentang Pengurangan Risiko Pasien
Cedera Akibat Jatuh
4. Prosedur :
a. Identifikasi faktor risiko jatuh dari pasien sesuai dengan form pemantauan
pasien jatuh.
b. Jumlahkan total skor yang didapat dan kategorikan sesuai dengan jumlah skor
yang didapat.
c. Pasang gelang berwarna kuning pada pasien.
d. Intervensi sesuaikan dengan kategori yaitu :
1) Skor Risiko Rendah: 0 – 24
a) Orientasikan pasien pada lingkungan kamar / bangsal.
b) Pastikan rem tempat tidur terkunci.
c) Pastikan bel pasien terjangkau.
d) Singkirkan barang yang berbahaya terutama pada malam hari (kursi tambahan dan
lain-lain).
e) Minta persetujuan pasien agar lampu malam tetap menyala karena lingkungan
masih asing.
f) Pastikan alat bantu jalan dalam jangkauan (bila menggunakan).
g) Pastikan alas kaki tidak licin.
h) Pastikan kebutuhan pribadi dalam jangkauan.
i) Tempatkan meja pasien dengan baik agar tidak menghaIangi.
j) Tempatkan pasien sesuai dengan tinggi badannya.

2) Skor Risiko Tinggi: >50


a. Orientasikan pasien pada lingkungan kamar / bangsal

I. Komplikasi
Menurut Kane (1996), yang dikutip oleh Darmojo (2004), komplikasi-
komplikasi jatuh adalah :
1. Perlukaan (injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat
sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang
atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.

2. Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan
perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan
kepercayaan diri dan pembatasan gerak.

J. Pencegahan
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3 usaha pokok untuk
pencegahan jatuh yaitu :
1. Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor
instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, neurologis,
muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan
lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.
Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak
licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat, peralatan rumah tangga
yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan
rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
jalan/tempat aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi
pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset
duduk dan diberi pegangan di dinding.

2. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)


Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila goyangan badan pada
saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh
rehabilitasi medis.
Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya
menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki
dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah
penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila
terdapat kelainan/penurunan.
3. Mengatur/ mengatasi faktor situasional.
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia
dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara periodik. Faktor
situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan
lingkungan , faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai
dengan kondisi kesehatan lanjut usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan
yang diperbolehgkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka di anjurkan
lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi
untuk terjadinya jatuh.

K. Penerapan dalam Pelayanan Keperawatan


Contoh-contoh dalam penerapannya antara lain :
1. Penambahan tempat tidur yang mempunyai penghalang disamping tempat tidur.
2. Tersedia restrain dan alat dressing yang sesuai dengan jumlah pasien.
3. Obat-obatan ( perawat melihat efek samping obat yang memungkinkan terjadinya
jatuh)
4. Penglihatan menurun ( perawat dapat tetap menjaga daerah yang dapat menyebabkan
jatuh menggunakan kacamata, sehingga pasien dapat berjalan sendiri, misalnya pada
malam hari.
5. Perawat tanggap terhadap perubahan perilaku pasien.
6. Perawat mengecek seluruh daerah yang dapat menyebabkan jatuh misalnya sepatu
atau tali sepatu yang tidak pada tempatnya.
7. (Jatuh dilantai) perawat mengecek penyebab sering terjadinya jatuh, misalnya terlalu
banyak furniture, daerah yang gelap, dan sedikit hidarasi ( perawat menganjutkan
untuk minum 6-8 gelas perhari ).
8. Mengorientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi
yang ada
9. Hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak
10. Supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari
11. Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
12. Berikan alas kaki yang tidak licin
13. Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin.

L. Pengurangan Resiko Jatuh pada Pasien di Rumah Sakit


Keselamatan Pasien merupakan hal utama dalam pelayanan di Rumah Sakit.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap.
Rumah Sakit perlu mengevaluasi resiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi resiko cedera jika sampai jatuh. Evaluasi resiko jatuh menggunakan skala
resiko jatuh. Pasien yang dirawat di RS akan selalu memiliki resiko jatuh terkait dengan
kondisi dan penyakit yang diderita, contohnya pada pasien dengan kelemahan fisik akibat
dehidrasi, status nutrisi yang buruk, perubahan kimia darah (hipoglikemi, hipokalemi);
perubahan gaya berjalan pada pasien usia tua dengan gaya jalan berayun/tidak aman,
langkah kaki pendek-pendek atau menghentak; pasien bingung atau gelisah yang
mencoba untuk turun atau melompati pagar tempat tidur yang dipasang; pada pasien
dengan diare atau inkontinensia.
Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pasien jatuh, contohnya lantai
kamar mandi yang licin, tempat tidur yang terlalu tinggi, pencahayaan yang kurang.
Sedangkan dampak dari insiden jatuh yang dialami pasien secara fisik adalah cidera
ringan, sampai dengan kematian, secara financial memperpanjang waktu rawat dan
tambahan biaya pemeriksaan penunjang (CT Scan kepala, rontgen, dll) yang seharusnya
tidak perlu dilakukan, dan dari segi hukum berisiko untuk timbulnya tuntutan hukum bagi
rumah sakit.
Meski demikian, resiko jatuh dapat dicegah dan banyak hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah pasien jatuh dan meminimalkan cidera akibat jatuh. Dengan mengenali
resiko jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang, dan dilakukan tindakan
pencegahan yang sesuai. Oleh karena itu, memahami resiko jatuh, melakukan tindakan
pencegahan, dan penanganan pasien jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan
untuk menurunkan resiko jatuh dan cidera pada pasien yang dirawat.
Resiko jatuh dapat dicegah, namun mencegah resiko jatuh bukan berarti pasien
harus membatasi mobilitas dan aktivitasnya (contohnya berjalan, mandi, BAB, BAK,
dsb) dan mengharuskan pasien untuk berada di tempat tidur saja. Oleh karena itu
pencegahan resiko jatuh membutuhkan intervensi dan modifikasi sesuai kebutuhan
individual pasien berdasarkan hasil pengkajian terhadap faktor resiko jatuh pasien.
Pengurangan resiko pasien jatuh memerlukan komitmen yang tinggi dari pimpinan dan
seluruh staf. Rumah sakit harus memiliki budaya aman agar setiap orang sadar dan
memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan pasien karena pencegahan pasien jatuh
merupakan tanggung jawab seluruh staf di RS baik medik maupun non medik, tetap dan
tidak tetap. Seluruh karyawan harus waspada terhadap risiko jatuh pasien dan
berpartisipasi dalam melakukan tindakan pencegahan diseluruh area rumah sakit dimana
pasien berada, baik area klinis/perawatan maupun area non klinis (contohnya: area parkir,
ruang tunggu, koridor RS, ruang administrasi, dll).
Sebagai upaya pengurangan risiko jatuh dan cidera yang ditimbulkan akibat jatuh
maka RS menetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengenali faktor resiko jatuh dan melakukan penilaian risiko melalui pengkajian
awal dan pengkajian ulang
2. Melakukan intervensi pencegahan reisiko jatuh
3. Memonitor resiko jatuh Penilaian resiko jatuh menggunakan skala Morse untuk
pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak - anak.
Penilaian meliputi berbagai aspek seperti riwayat jatuh, menggunaan alat bantu
jalan, kebiasaan berjalan, kebiasaan berkemih, penyakit dan obat yang dikonsumsi, dan
lain-lain. Biasanya pasien diberikan tanda gelang kuning dan tanda yang akan ditempel
di dekat tempat tidur pasien yang menyatakan bahwa pasien beresiko untuk jatuh.
sehingga perawat melakukan intervensi dan monitoring yang intensif terhadap pasien
beresiko jatuh.
Penilaian terhadap resiko jatuh diharapkan dapat mengurangi resiko jatuh dan
meningkatkan kewaspadaan terhadap pasien beresiko jatuh. Dengan mengenali resiko
jatuh maka akan dapat diprediksi resiko jatuh seseorang, dan dilakukan tindakan
pencegahan yang sesuai. Oleh karena itu, memahami resiko jatuh, melakukan tindakan
pencegahan, dan penanganan pasien jatuh, merupakan langkah yang harus dilakukan
untuk menurunkan resiko jatuh dan cidera pada pasien yang dirawat.
DAFTAR PUSTAKA

Craven & Hinrle. (2000). Pain perception and Management. Fundamentals of nursing: Human
health and function (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott.

Kozier & Erb. (2004). Pain Management. Fundamentals of nursing: Concepts, process, and
practice (7th ed.). New Jersey: Pearson prentice hall.

Taylor, Lillis, & Le Mone. (1997). Comfort. Fundamentals of nursing: The art & Science of
nursing care (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott.

Wilkinson,J.M. (2000). Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC outcomes
(7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall Health

Martono, H. Hadi. 2011. Buku Ajar Geriatrik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai