BAB 11
MODUL
MANAJEMEN BANGSAL
By: Nursalam
2
Kepala Ruangan
CS CS CS
b. Non-Keperawatan
No Kualifikasi Jumlah Jenis
1. Tata Usaha 1 orang PNS
2. Cleaning service 3 orang Honorer
3. Ahli gizi 2 orang PNS
4. POS 5 orang bervariasi
3) Kebutuhan Tenaga
3
Douglas. Jumlah tenaga yang diperlukan tergantung dari jumlah pasien dan tingkat
ketergantungannya. Klasifikasi derajat ketergantungan pasien diagi menjadi tiga kelompok,
yaitu:
a. Perawatan minimal, memerlukan waktu 1 sampai 2 jam sehari.
b. Perawatan partial, memerlukan waktu 3 sampai 4 jam sehari.
c. Perawatan total, memerlukan waktu 5 sampai 6 jam sehari.
Untuk menentukan tingkat ketergantungan pasien, kelompok menggunakan klasifikasi
dan kriteria tingkat ketergantungan pasien berdasarkan Orem, yaitu teori Self Care Deficit.
Sedangkan untuk mengetahui jumlah tenaga yang dibutuhkan, kelompok menggunakan
perhitungan tenaga menurut Ratna Sitorus (2006).
Keterangan: 86 adalah jumlah hari libur atau lepas dinas dalam 1 tahun
279 (297) adalah jumlah hari kerja efektif dalam 1 tahun
Tabel 2.5 Tabel kebutuhan tenaga perawat tiap shift berdasarkan tingkat ketergantungan
pasien di ruang Y pada tanggal 23 April 2012
Kualifikasi pasien Jumlah kebutuhan tenaga
Tingkat Jumlah
Pagi Sore Malam
ketergantungan pasien
Minimal 30 30×0,17= 5,1 30×0,14= 4,2 30×0,10= 3
Parsial 4 4×0,27= 1,08 4×0,15= 0,6 4×0,07=0,28
Total 2 2×0,36= 0,72 2×0,3= 0,6 2×0,2= 0,4
6,9 5,4 3,68
Jumlah 36
7 5 4
Total tenaga perawat:
Pagi : 7 orang
Sore : 5 orang
Malam : 4 orang +
15 orang
Jumlah tenaga lepas dinas per hari: 86×15 = 4,34
297
Dibulatkan menjadi 4 orang
Jadi, jumlah perawat yang dibutuhkan untuk bertugas perhari di ruang Y adalah
=15 orang + 2 orang struktural (KaRu dan Wakaru) + 4 orang lepas dinas = 21 orang
B. GILLIES
Rumus kebutuhan tenaga keperawatan di satu unit perawatan berdasarkan metode Gillies,
adalah:
A×B×C F
= = H
(C – D) × E G
Keterangan:
A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien/hari
C = jumlah hari/tahun
D = jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
C. DEPKES RI
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan hari
libur/cuti/hari besar (loss day).
Loss day =
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar
× jumlah perawat tersedia
Jumlah hari kerja efektif
52 + 12 + 14 = 78 hari
× 17 = 4,6 orang
286
5) Beban Kerja
6) BOR
(0 kosong) (4 kosong)
Beban kerja perawat (time motion study; work sampling; daily log)
3 Memenuhi 1 4 0,25
kebutuhan
eliminasi BAB
Dari tabel menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi kegiatan produktif langsung shift pagi
yaitu mengukur tanda-tanda vital, sedangkan kegiatan produktif langsung yang terendah
dilakukan yaitu persiapan operasi.
8
9
Tabel Pelaksanaan tindakan Keperawatan Tidak Langsung pada Shift Pagi di Ruang Ruang
X RS ............. Surabaya Tanggal 17 Oktober- 18 November 2011 (n=12)
No Tindakan Waktu Frekuensi Rerata
Keperawatan tidak (Jam) Waktu
langsung (Jam)
Dari tabel menunjukkan bahwa frekuensi tertinggi kegiatan produktif tidak langsung shift
pagi yaitu pendokumentasian catatan medik, sedangkan kegiatan produktif tidak langsung
yang terendah dilakukan yaitu persiapan dan sterilisasi alat.
Tabel 11.3 Pelaksanaan Kegiatan Non Produktif pada Shift Pagi di Ruang Ruang X RS
............. Surabaya Tanggal 17 Oktober- 18 November 2011 (n=12)
No Kegiatan Waktu Frekuensi Rerata
Non Waktu
Produktif (Jam) (Jam)
1 Sholat 3 12 0,25
5 Duduk di 19 38 0,5
Ners
Station
Kegiatan
Produktif :
24,284 17,205 20,847
a. Langsung
b. Tidak Langsung 22,735 18,498 18,741
Kegiatan non 30,981 48,245 86,4
produktif
Total 78 84 126
Persentase Kategori
Dari Tabel di atas menunjukkan bahwa beban kerja di ruang Bedah Aster termasuk kategori
beban kerja rendah.
11
2. Fasilitas
a. Fasilitas untuk pasien
No. Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1. Tempat Tidur 25 bed Cukup baik 1 :1 -
2. Meja Pasien 25 buah Cukup baik 1:1 -
3. Kipas Angin 7 buah Cukup baik 4/ruangan Perlu dikurangi
4. Kursi Roda 3 buah Cukup baik 2-3/ruangan -
5. Branchart 2 buah Cukup baik 1/ruangan Perlu dikurangi
6. Jam Dinding 2 buah Baik 2/ruangan -
7. Timbangan 1 buah Baik 1/ruangan -
8. Kamar Mandi 4 buah Cukup baik Kls 2= 1:2 Perlu ditambah
dan WC Kls 3= 1:5 1 kamar mandi
9. Dapur 1 buah Cukup baik 1/ruangan -
10. Wastafel 2 buah Baik 2/ruangan -
Alat Kesehatan
No Nama barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1. Stetoskop 5 buah Baik 2/ruangan dikurangi
2. Hb meter 2 buah Baik 2/ruangan -
3. Urometer 2 buah Baik 2/ruangan -
4. Lemari Es 1 buah Baik 1/ruangan -
5. Com stenlist 4 buah Baik 3/ruangan dikurangi
6. Tabung O2 5 buah Baik 2/ruangan dikurangi
7. Senter 2 buah Baik 2/ruangan dikurangi
8. Bak injeksi 8 buah Baik 2/ruangan dikurangi
9. Ember sampah pasien 3 buah Baik 1:1 ditambah 22
10. Papan tulis/white board 2 buah Baik 1/ruangan dikurangi
11. Lemari kaca 2 buah Baik 1/ruangan dikurangi
12. Lemari besi 1 buah Baik 1/ruangan -
13. Tensimeter 5 buah Baik 2/ruangan dikurangi
14. Pinset anatomis 10 buah Baik 2/ruangan dikurangi
15. Pinset cirurgis 10 buah Baik 2/ruangan dikurangi
16. Gunting nekrotomi 10 buah Baik 2/ruangan dikurangi
17. Gunting verban 3 buah Baik 2/ruangan dikurangi
18. Korentang dan tempat 5 buah Baik 2/ruangan dikurangi
19. Bengkok 10 buah Baik 2/ruangan dikurangi
20. Suction 2 buah Baik 2/ruangan -
21. Telepon 1 buah Baik 1/ruangan -
22. Komputer 1 set Baik 1/ruangan -
23. Alat pemadam kebakaran 1 buah Baik 1/ruangan -
24. Lemari obat 1 buah Baik 2/ruangan -
25. Lampu darurat 2 buah Baik 2/ruangan -
26. Spuit gliserin 1 buah Baik 2/ruangan ditambah 1
27. Kereta obat 4 buah Baik 1/ruangan dikurangi
28. Standard baskom 5 buah Baik 2/ruangan dikurangi
29. Standard infus 10 buah Baik 1:1 ditambah 15
30. Ambu bag 1 buah Baik 1/ruangan -
31. Kursi Lipat 10 buah 2 rusak 5/ruangan dikurangi
32. Manometer O2 lengkap 2 buah Baik 2/ruangan -
33. Standard O2 1 buah Baik 2/ruangan ditambah 1
34. Termometer 5 buah 1 rusak 5/ruangan ditambah 1
5. Administrsi Penunjang - RM
a. Buku Injeksi
b. Buku Observasi
c. Lembar Dokumentasi
d. Buku Observasi Suhu dan Nadi
14
No. PERTANYAAN
1. Apakah lokasi dan denah ruangan anda sudah baik ?
2. Apakah anda berencana untuk merenovasi ruangan ?
Kalau Ya, ruangan apa ...
3. Apakah peralatan di ruangan anda sudah lengkap untuk perawatan pasien ?
4. Apakah anda berencana untuk menambah peralatan perawatan ?
5. Apakah jumlah alat yang tersedia sesuai dengan rasio pasien ?
6. Apakah fasilitas di ruangan anda sudah lengkap untuk perawatan pasien ?
7. Apakah semua perawat mengerti cara menggunakan semua alat-alat perawatan ?
8. Apakah administrasi penunjang yang dimiliki sudah memadai?
?????
Ya Tidak
tindakan sesuai dengan hasil perbaikan dari supervise?
14. Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan
dan sosialisasi tentang supervisi?
ANGKET M3 – 6 Discharge planning
Ya Tidak
1. Apakah anda mengerti tentang Discharge Planning?
Jelaskan
2. Apakah yang anda berikan saat melakukan
Discharge Planning?
22
Jelaskan:
3. Apakah anda bersedia melakukan Discharge
Planning?
4. Kapan anda melakukan Discharge Planning?
a. Mulai pasien masuk RS sampai pasien akan keluar RS
b. Saat pasien masuk RS
c. Saat pasien akan keluar RS
5. Apakah sudah ada pembagian tugas tentang
Discharge Planning?
6. Bagaimana operasional pemberian tugas
Discharge Planning oleh kepala ruangan?
Jelaskan:
7. Apakah sudah ada pemberian brosur/leaflet
Saat melakukan Discharge Planning?
8. Bagaimana tehnik yang digunakan saat pemberian
Discharge Planning pada pasien?
a. Lisan
b. Tertulis
c. Lisan dan tertulis
9. Bahasa apa yang digunakan saat melakukan
Discharge Planning?
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa Jawa
c. Bahasa Lain, sebutkan
10. Apakah bahasa yang anda gunakan dalam
melakukan Discharge Planning, mengalami
kesulitan untuk dipahami pasien?
11. Apakah setiap selesai melakukan Discharge
Planning, anda melakukan pendokumentasian
dari Discharge Planning yang telah anda
lakukan?
2.5 M5 – Mutu
1. patient safety (medication error, plebitis, dicubitus, jatuh,
restrains, injuri, ILO, INOS dst)
2. kepuasan pasien
3. kenyamanan
4. kecemasan
5. perawatan diri
6. pengetahuan / perilaku pasien
ANGKETM5 (bisa dilihat pada bagian Kualitas pelayanan keperawatan, bab 20,
Nursalam 2011
1. PATIENT SAFETY
Merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan
yang berdampak terhadap pelayananan kesehatan.
Sejak masalah medical error menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media baik
cetak maupun elektronik hingga ke journal-journal ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai menaruh
kepedulian yang tinggi terhadap issue patient safety.
Program keselamatan pasien (Patient Safety) adalah suatu usaha untuk menurunkan angka
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit
sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain : beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat,
penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya.
Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang
memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:
a. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu,
24
b. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang
diharapkan
c. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural)
Sasaran keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh Standar Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan JCI Acredition, maka sasaran tersebut meliputi 6 elemen,
yaitu:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau
lokasi pasien
25
3. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis (lihat juga
5. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek identifikasi yang konsisten pada semua situasi
dan lokasi
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan
secaralengkap olehpenerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali
olehpenerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau
hasilpemeriksaan tersebut.
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi
terhadapakurasi dari komunikasi lisan melalui telepon
5. Peningkatan komunikasi yang efektif antar tenaga kesehatan dengan menerapkan SBAR.
Unsur utama dalam komunikasi efektif adalah: 1) read back, 2) penggunaan singkatan baku,
3) pemeriksaan dan hasil yang kritis, dan 4) Hands off (timbang terima, transfer pasien,
laporan kepada tenaga kesehatan lainnya)
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dantindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja diarea tersebut,
bila diperkenankankebijakan. Perhatikan obat LASA (look alike saound alike, narkotik dan
elektrolit konsentrasi tinggi)
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan
disimpandengan cara yang membatasi akses (restrict access)
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi
operasi danmelibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk melakukan verifikasi
praoperasitepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukantersedia, tepat/benar, dan fungsional.
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru-
baru ini
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen
ulangterhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan Kondisi Atau Pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmendianggap berisiko
Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi pada
pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau
penyakit degeneratif. Adanya luka tekan yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masa
perawatan pasien menjadi panjang dan peningkatan biaya rumah sakit. Oleh karena itu perawat perlu
memahami secara komprehensif tentang luka tekan agar dapat memberikan pencegahan dan intervensi
keperawatan yang tepat untuk pasien yang beresiko terkena luka tekan.
1. Fisiologi dekubitus
Luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompressi
jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar
dalam jangka waktu yang lama. Kompressi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah
pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi
aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. Daerah
daerah yang paling sering terjadi luka tekan tergantung kepada area yang sering mengalami tekanan,
yaitu :
a. Pada posisi terlentang yaitu daerah belakang kepala, sakrum dan tumit
b. Pada posisi duduk yaitu daerah ischium, atau koksik.
c. Posisi lateral yaitu pada daerah trochanter.
2. Faktor risiko
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk menggambarkan faktor - faktor
resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya
luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan
intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori
persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor
ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien. sedangkan yang
dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor - faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi
pada lapisan eksternal dari kulit.
3. Kelembapan
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada
jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan
(shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi
fowler yang melebihi 30 derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga
mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti
otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
5. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan
dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada
saat penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
6. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan
empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar
albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
7. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan
jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta
penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan
lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga
yang merobek.
9. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko
untuk perkembangan dari luka tekan.
10. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang
signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya
luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan
per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar
daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah
tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata
adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan Suriadi (2003) tekanan
antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.
Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure
pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.
29
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih
dingin atau lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan
sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan
atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk
dalam stadium IV dari luka tekan. Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang
dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam ( top-down). Namun menurut hasil penelitian saat ini,
luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun
tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan
bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan
subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering
disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode operasi
yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang merobek
(shear).
posisi lateral, maka posisikanlah pasien pada posisi lateral inklin 30, posisi ini memungkinkan
distribusi tekanan pada daerah yang lebih luas. Untuk menghindari luka tekan didaerah tumit,
gunakanlah bantal yang diletakan dibawah kaki bawah. Bantal juga dapat digunakan pada daerah
berikut untuk mengurangi kejadian luka tekan :
● Diantara lutut kanan dan lutut kiri
● Diantara mata kaki
● Dibelakang punggung
● Dibawah kepala
f. Minimalkan terjadinya tekanan.
Hindari menggunakan kasa yang berbentuk donat di tumit[14]. Perawat dirumah sakit di
Indonesia masih sering menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau balon untuk mencegah
luka tekan. Menurut hasil penelitian Sanada (1998) ini justru dapat mengakibatkan region yang
kontak dengan kasa donat menjadi iskemia. Rendahkan kepala tempat tidur 1 jam setelah makan,
bila tidak mungkin karena kondisi pasien, maka kajilah daerah sakral lebih sering Tentukanlah
jenis matras yang sesuai dengan kondisi pasien.
g. Kaji dan minimalkan terhadap pergesekan (friction)dan tenaga yang merobek (shear).
Bersihkan dan keringkan kulit secepat mungkin setelah episode inkontinensia. Kulit yang lembab
mengakibatkan mudahnya terjadi pergesaran dan perobekan jaringan. Pertahankan kepala tempat
tidur pada posisi 30 atau dibawah 30 derajat untuk mencegah pasien merosot yang dapat
mengakibatkan terjadinya perobekan jaringan.
h. Kajilah inkontinensia
Kelembapan yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan maserasi. Lakukanlah
latihan untuk melatih kandung kemih (bladder training) pada pasien yang mengalami
inkontinesia. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka tekan adalah :
1) Luka tekan stadium II seharusnya menunjukan penyembuhan luka dalam waktu 1 sampai 2
minggu. Pengencilan ukuran luka setelah 2 minggu juga dapat digunakan untuk memprediksi
penyembuhan luka. Bila kondisi luka memburuk atau terjadi deteriorasi pada luka,
evaluasilah luka secepat mungkin.
2) Parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka, eksudat, dan jaringan
luka.Pantaulah perkembangan dari penyembuhan luka dengan menggunakan instrumen/skala.
Contoh instrumen yang sering digunakan untuk mengkaji penyembuhan luka adalah PSST
(pressure sore status tool ), dan PUSH (pressure ulcer scale for healing)
c. Kajilah komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses, osteomielitis,
bakteremia, fistula.
d. Berilah pasien edukasi berupa penyebab dan faktor resiko untuk luka tekan dan cara cara untuk
meminimalkan luka tekan.
Angka kejadian Kesalahan Pemberian obat oleh Perawat dapat diketahui dari formula sebagai
berikut:
2. Secondary diagnosis No 0
Yes 15 ______
3. Ambulatory aid
30
4. IV/Heparin Lock No 0
Yes 20 ______
5. Gait/Transferring
Normal/bedrest/immobile 0 ______
Weak
Impaired 10
20
6. Mental status
1. History of falling/Riwayat jatuh : dinilai 25 jika pasien pernah jatuh, jika pasien tidak pernah
jatuh, ini dinilai 0.
2. Secondary diagnosis : dinilai 15 jika masuk dalam kriteria diagnosa medis resiko jatuh, jika
tidak, skor 0.
3. Ambulatory aids / Ambulatori bantu: nilai 0 jika pasien berjalan tanpa bantuan (bahkan jika
dibantu oleh seorang perawat), menggunakan kursi roda, atau istirahat di tempat tidur dan tidak
bangun dari tempat tidur sama sekali. Jika pasien menggunakan kruk, tongkat, atau alat bantu
jalan dinilai 15, jika pasien ambulates mencengkeram ke furnitur untuk dukungan,skor item ini
30.
4. Intravenous therapy/Terapi intravena: dinilai 20 jika mendapat terapi intravena, jika tidak, skor 0.
34
5. Gait :
skor 0 : gaya berjalan normal ditandai oleh pasien berjalan dengan kepala tegak, lengan terayun
bebas di sisi, dan berjalan tanpa ragu-ragu.
Skor 10 : gaya lemah, pasien membungkuk tetapi mampu mengangkat kepala sambil berjalan tanpa
kehilangan keseimbangan.
skor 20 : kesulitan bangkit dari kursi, mencoba untuk bangkit dengan mendorong di lengan kursi atau
dengan menggunakan beberapa upaya untuk bangkit. Kepala melihat kebawah. Pasien memegang ke
perabotan, dukungan orang, atau berjalan dengan bantuan dan tidak dapat berjalan tanpa bantuan ini.
Skor 15 : jika Jika respon pasien tidak konsisten dengan perintah atau jika respons pasien tidak
realistis.
2) Scoring and Risk Level : Nilai ini kemudian dihitung dan dicatat pada grafik pasien. Tingkat
resiko dan merekomendasikan tindakan (misalnya tidak diperlukan intervensi, atau intervensi
standar pencegahan jatuh ), seperti tabel dibawah ini:
D. PHLEBITIS
Phlebitis didefinisikan sebagai peradangan akut lapisan internal vena (Infusion Standar Praktek
Keperawatan, 2000) yang ditandai oleh rasa sakit dan nyeri di sepanjang vena, kemerahan, bengkak
dan hangat dapat dirasakan di sekitar daerah penusukan. Phlebitis adalah komplikasi yang sering
dikaitkan dengan terapi IV.
Ada sejumlah faktor yang dapat berkontribusi dan meningkatkan resiko Phlebitis. Faktor-
faktor ini termasuk:
Cairan Infus bersifat asam atau alkali atau memiliki osmolaritas tinggi
Trauma pada vena selama penusukan
Penusukan ke pembuluh darah yang terlalu kecil
Menggunakan jarum yang terlalu besar untuk vena
Jarum infus lama tidak diganti
Jenis bahan (kateter infus) yang digunakan
Riwayat Pasien dan kondisi sekarang
Kondisi pembuluh darah
Stabilitas kanule
Pengendalian infeksi
Pencegahan meliputi:
Visual Infusion Phlebitis (VIP) adalah alat yang sangat populer untuk memantau
area pemasangan infus. Alat ini direkomendasikan untuk memantau area infus. Pada tahun 2006
Paulette Gallant dan Alyce Schultz alat ini digunakan untuk memantau kapan penggantian jarum
harus dilakukan.
36
VIP Score
IV line nampak sehat Tidak ada tanda Observasi kanul
phlebitis
• kemerahan
• Pembengkakan
• Pembengkakan
• Pembengkakan
• kemerahan
• Pembengkakan
• Pireksia
2. PERAWATAN DIRI
Angka tidak terpenuhinya kebutuhan mandi berpakaian,eliminasi,yg disebabkan oleh
keterbatasan diri
Angka tidak terpenuhi kebutuhan diri (mandi, toilet pada tingkat ketergantungan, partial,
total)
37
3. KEPUASAN PASIEN
Dalam bukunya Nursalam (2003:105) menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dan
harapannya.
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-
harapannya (Kotler, 2004 : 42).
Kepuasan pasien berhubungan dengan Mutu pelayanan Rumah Sakit. Dengan mengetahui
tingkat kepuasan pasien, manajemen Rumah Sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan.
Persentase pasien yang menyatakan puas terhadap pelayanan berdasarkan hasil survey dengan
instrumen yang baku (Indikator Kinerja Rumah Sakit ; Depkes RI Th 2005 : hal 31).
Menurut Yazid (2004:286) ada 6 faktor menyebabkan timbulnya rasa tidak puas pelanggan
terhadap suatu produk yaitu :
1. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan, terpercaya dan akurat dan kosisten
2. Assurance (kepastian) yaitu berupa kemampuan keryawan untuk menimbulkan keyakinan dan
kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.
3. Tangible (berwujud) yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan materi komunikasi
yang menarik, dan lain-lain.
4. Empathy yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian secara
pribadi kepada konsumen
5. Responsiveness (cepat tanggap) yaitu kemauan dari keryawan dan pengusaha untuk
membantu pelanggaan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi
keluhan dari konsumen
Berikut instrument kepuasan berdasarkan 5 karakteristik diatas :
1. RELIABILITY (KEANDALAN)
2. ASSURANCE (JAMINAN)
3. TANGIBLES (KENYATAAN) 1 2 3 4
4. EMPATHY (EMPATI)
Keterangan :
2 = Tidak Puas
3 = Puas
4 = Sangat Puas
4. KENYAMANAN
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai
stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat.
Nyeri merupakan suatu mekanisme protektif bagi tubuh, yang akan muncul bila jaringan tubuh rusak,
sehingga individu akan bereaksi atau berespon untuk menghilangkan mengurangi rangsang nyeri,
Nyeri adalah sensasi subyektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau potensial.
40
Persepsi adalah; interpretasi pengalaman nyeri dimulai saat pertama pasien sadar adanya nyeri
3) Ambang nyeri
Ambang nyeri: intensitas rangsang terkecil yang akan menimbulkan rangsang nyeri,
suatu batas kemampuan seseorang untuk mau beradaptasi serta berespon terhadap nyeri
4) Pengalaman lampau
Pengalaman sebelumnya dapat mengubah sensasi klien terhadap nyeri
5) Lingkungan
Lingkungan ramai, dingin, panas, lembab meningkatkan intensitas nyeri individu
6) Usia
Makin dewasa makin dapat mentoleransi rasa sakit
7) Kebudayaan
Norma/aturan dapat menumbuhkan perilaku seseorang dalam memandang dan berasumsi
terhadap nyeri yang dirasakan
8) Kepercayaan
Ada keyakinan yang memandang bahwa nyeri merupakan suatu penyucian atau pembersihan
dan hukuman atas dosa mereka terhadap Tuhan (Carol, 1997:112)
.Indikasi : dewasa dan anak (berusia lebih dari 9 tahun), pasien pada semua area perawatan yang
tahu tentang penggunaan angka untuk menentukan tingkat dari intensitas rasa nyeri yang dirasakan.
Instruksi:
1. Menanyakan kepada pasien tentang :The patient is asked any one of the following questions:
Berapa angka yang kamu berikan untuk menggambarkan rasa nyeri yang saat ini anda rasakan ?
(What number would you give your pain right now?)
What number on a 0 to 10 scale would you give your pain when it is the worst that it gets and
when it is the best that it gets?
2. When the explanation suggested in #1 above is not sufficient for the patient, it is sometimes helpful
to further explain or conceptualize the Numeric Rating Scale in the following manner:
0 = No Pain/tidak nyeri
1-3 = Mild Pain/ (nagging, annoying, interfering little with ADLs) nyeri ringan mengomel ,
sedikit mengganggu ADL mengomel
4–6 = Moderate Pain (interferes significantly with ADLs) nyeri sedang (cukup mengganggu
ADL)
7-10 = Severe Pain (disabling; unable to perform ADLs) nyeri berat tidak mampu melakukan
ADL
3. The interdisciplinary team in collaboration with the patient/family (if appropriate), can determine
appropriate interventions in response to Numeric Pain Ratings.
5. KECEMASAN
Kecemasan yang dirasakan oleh klien dan keluarganya disaat klien harus dirawat mendadak
dan tanpa terencana merupakan reaksi pertama yang muncul begitu mulai masuk rumah sakit dan
akan terus menyertai klien dan keluarganya dalam setiap upayanya perawatan terhadap penyakit yang
diderita klien.
Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subyektif individual, mempunyai kekuatan
tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung. Perawat dapat mengidentifikasi cemas lewat
perubahan tingkah laku klien.
Stuart (1996) mendefinisikan cemas sebagai emosi tanpa obyek yang spesifik, penyebabnya
tidak diketahui, dan didahului oleh pengalaman baru. Sedangkan takut mempunyai sumber yang jelas
dan obyeknya dapat didefinisikan. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang
mengancam dan cemas merupakan respon emosi terhadap penilaian tersebut.
Kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang mengancam keutuhan
serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam bentuk prilaku seperti rasa tak berdaya, rasa
tidak mampu, rasa takut, phobia tertentu (Hamid dkk,1997).
42
1. Teori Psikoanalitik
Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara 2 elemen kepribadian yaitu Id dan super
ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani
seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator dari tuntutan Id dan super ego.
Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.
2. Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal, hal ini digubungkan dengan trauma
pada masa pertumbuhan seperti seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang
tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami
kecemasan berat.
3. Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu kemampuan untuk mencapai
tujuan yang diingikan. Para ahli prilaku menganggap kecemasan merupakn suatu dorongan, yang
mempelajari berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit. Pakar teori meyakini bahwa bila
pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan maka akan menunjukkan
kecemasan yang berat pada masa dewasanya.
Sementara para ahli teori konflik mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan
yang bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbal balik antara konflik dan daya kecemasan
yang kemudian menimbulkan konflik.
4. Teori Keluarga
Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga, biasanya tumpang tindih
antara gangguan cemas dan depresi.
5. Teori Biologi
Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor
ini mungkin mempengaruhi kecemasan.
Lingkarilah untuk setiap item yang paling menggambarkan seberapa sering Anda merasa atau
berperilaku seperti beberapa pernyataan dibawah ini:
6. PENGETAHUAN
Menurut Notoatmodjo (2003 : 121) pengetahuan merupakan hasil "tahu", dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Jadi pengetahuan ini diperoleh
dari aktifitas panca indra yaitu penglihatan, penciuman, peraba dan indra perasa, sebagian basar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.
5. Adoption (adaptasi), dimana seseorang telah berperilaku baru yang sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari olah pengetahuan dan kesadaran tidak akan
berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003 : 121).
oleh pasien di mana perencanaan harus berpusat pada masalah pasien, yaitu pencegahan, terapeutik,
rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebenarnya (Swenberg, 2000 dalam Kristina, 2007).
Perencanaan pulang (Discharge Planning) akan menghasilkan sebuah hubungan yang
terintegrasi yaitu antara perawatan yang diterima pada waktu di Rumah Sakit dengan perawatan yang
diberikan setelah pasien pulang. Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan
perwatan dirumah, namun sampai saat ini perencanaan pulang bagi pasien yang dirawat belum
optimal dimana peran perawat masih terbatas pelaksanaan kegiatan rutinitas saja yaitu hanya berupa
informasi control ulang. (Nursalam, 2007 : 248)
Menurut Jipp dan Siras (1986) yang dikutip Kristina (2007) perencanaan pulang bertujuan:
1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien
perlu dikaji dan dievaluasi.
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin
timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat
segera diantisipasi.
3. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif, perencanaan pulang merupakan pelayanan
multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan atau
rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang
tersedia maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap klien masuk tatanan
pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.
Menurut Jipp dan Sirass (1986) dalam Kristina (2007), komponen perencanaan pulang terdiri
dari:
1. Perawatan di rumah
Meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan kesehatan (health education) mengenai diet,
mobilisasi, waktu kontrol dan tempat kontrol. Pemberian pelajaran disesuaikan dengan tingkat
pemahaman dan keluarga, mengenai perawatan selama selama pasien di rumah nanti.
2. Obat-obatan yang masih diminum dan jumlahnya
Pada pasien yang akan pulang dijelaskann obat-obat yang masih diminum, dosis, cara pemberian
dan waktu yang tepat minum obat.
3. Obat-obat yang dihentikan
Meskipun ada obat-obatan yang tidak diminum lagi oleh pasien, obat-obat tersebut tetep
dibawakan ke pasien.
4. Hasil pemeriksaan
46
Hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dan hasil pemeriksaan selama MRS dibawakan ke pasien
waktu pulang.
5. Surat-surat seperti: surat keterangan sakit, surat kontrol
Faktor-faktor yang perlu dikaji dalam Discharge Planning adalah
1. Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit, terapi dan perawatan yang diperlukan.
2. Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam keluarga.
3. Keinginan keluarga dan pasien menerima bantuan dan kemampuan mereka memberi asuhan.
4. Bantuan yang diperlukan pasien.
5. Pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan, minum, eliminasi, istirahat dan
tidur, berpakaian, kebersihan diri, keamanan dari bahaya, komunikasi, keagamaan, rekreasi dan
sekolah.
6. Sumber dan sistem pendukung yang ada di masyarakat.
7. Sumber finansial dan pekerjaan.
8. Fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien setelah dirawat.
9. Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah.
Menurut Neylor (2003) dalam Kristina (2007) beberapa tindakan keperawatan yang dapat
diberikan pada pasien sebelum pasien diperbolehkan pulang antara lain:
1. Pendidikan kesehatan: diharapkan bisa mengurangi angka kambuh atau komplikasi dan
meningkatkan pengetahuan pasien serta keluarga tentang perawatan pasca opname.
2. Program pulang bertahan: berujuan untuk melatih pasien untuk kembali ke lingkungan keluarga
dan masyarakat antara lain apa yang harus dilakukan pasien di rumah sakit dan apa yang harus
dilakukan oleh keluarga.
3. Rujukan: integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung antara perawat
komunitas atau praktik mandiri perawat dengan rumah sakit sehingga dapat mengetahui
perkembangan pasien di rumah.
Pengetahuan ttg.perawatan penyakitnya:
APLIKASI
MUTU (M5-MUTU)
Pelanggan yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di RS X Surabaya di ruang
bedah dahlia sebagian besar berasal dari luar Surabaya. Berdasarkan data bulan Maret
2012,terdapat usia pelanggan yang bervariasi pada kisaran usia antara 10-80 tahun. Mayoritas
pelanggan, berusia 60-70 tahun (sebanyak 17 orang). RS X merupakan rumah sakit tipe A
sebagai rumah sakit pendidikan dengan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang. Di
lain pihak perawat tidak memiliki tugas khusus sebagai tim marketing secara langsung untuk
mencari pelanggan dalam mencari pelayanan jasa kesehatan. Perawat memberikan pelayanan
seoptimal mungkin dengan memberikan perawatan secara paripurna, sehingga pelayanan
diruangan layak untuk dipromosikan sebagai bahan pemasaran untuk mencari pelanggan.
Perawat ruang Bedah Dahlia telah melakukan perbaikan diberbagai aspek yaitu dari
perbaikan bangunan dan fasilitas, dan peningkatan mutu sumber daya manusia dari
pengetahuan dan softskill
47
0 x 100% = 0%
36
Angka KNC dalam pemberian obat pada tanggal 23 April 2012 :
Jumlah pasien yang terkena KNC dalam pemberian obat x 100%
Jumlah pasien pada hari tersebut
0 x 100% = 0%
36
0 x 100% = 0%
36
0 x 100% = 0%
36
Kejadian dekubitus,dari data yang didapatkan selama Maret 2012 tidak terdapat
pasien yang mengalami dekubitus (0%) dari total 61 pasien MRS yang mengalami
immobilisasi di ruang bedah Dahlia.
e. Lain-lain
Upaya pengurangan infeksi nosocomial (Inos).
Indikator penilaian Inos :
a) Flebitis: angka kejadian flebitis di Bedah Dahlia sebanyak 0 pasien (0%).
b) ILO (tidak terjadi) selama Januari-Maret 2012;
a. Luka bersih: 28 orang
b. Bersih kontaminasi: 101 orang
c. Kontaminasi: Tidak ada
d. Kotor: Tidak ada
c) ISK : Total pasien yang menggunakankatetersebanyak 89 pasiendan lama
pemakaiankateternyaselama 617 hari. Dari 89 pasien,
tidakterdapatinfeksisalurankemih (0%).
2. Kepuasan Pasien
a. Tingkat kepuasan pasien.
Berikut akan dipaparkan mengenai kepuasan pasien terhadap kinerja perawat.
Pelaksanaan evaluasi menggunakan kuesioner yang berisi 20 soal berbentuk
pertanyaan pilihan. Pertanyaan pilihan mencakup pemberian penjelasan setiap
prosedur tindakan, dan sikap perawat selama memberikan asuhan keperawatan.
Dari hasil kuesioner tentang Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Perawat yang
dibagikan kepada 24 responden secara umum menyatakan bahwa pelayanan
perawat di Ruang Bedah Dahlia puas yaitu sebanyak 20 orang (76-100%).
Sebanyak 4 orang (56-75%) menyatakan pelayanan perawat di Ruang Bedah
Dahlia cukup puas. Untuk tingkat kepuasaan pasien kelolaan yang sebanyak 10
orang pasien didapatkan 7 orang (70%) menyatakan puas terhadap pelayanan
kesehatan dan sisanya 3 orang (30%) menyatakan cukup puas. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien diruang bedah Dahlia terhadap
kinerja perawat adalah ”puas”.
b. Tingkat kepuasan perawat
Berikut adalah hasil tingkat kepuasan perawat terhadap hasil kinerjanya
selama menjadi perawat di RS Dr.Soetomo Surabaya. Dari total 11 perawat yang
yang menjadi responden, 1 diantaranya (11,11%) menyatakan sikap puas, 6
responden (66,67%) menyatakan cukup puas dan 2 reponden (22,22%)
menyatakan kurang puas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan perawat
terhadap hasil kinerjanya di ruang bedah dahlia adalah ”cukup puas”.
3. Perawatan Diri
Tabel 2.13 Kategori Tingkat Kemandirian Pasien Kelolaan pada tanggal 23 April
2012 berdasarkan indeks KATZ
Kategori Deskripsi Jumlah Pasien
A Mandiri dalam hal makan, BAK/BAB, 5
mengenakan pakaian, pergi ke toilet,
berpindah, dan mandi
B Mandiri semuanya, kecuali salah satu 2
dari fungsi di atas
C Mandiri, kecuali mandi dan salah satu -
dari fungsi diatas
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan -
49
Tabel 2.14 Kategori Tingkat Kemandirian Pasien Kelolaan pada tanggal 24 April
2012 berdasarkan indeks KATZ
Kategori Deskripsi Jumlah Pasien
A Mandiri dalam hal makan, BAK/BAB, 5
mengenakan pakaian, pergi ke toilet,
berpindah, dan mandi
B Mandiri semuanya, kecuali salah satu 2
dari fungsi di atas
C Mandiri, kecuali mandi dan salah satu -
dari fungsi diatas
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan -
salah satu dari fungsi diatas
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke -
toilet dan salah satu dari fungsi diatas
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke 2
toilet, berpindah dan salah satu dari
fungsi diatas
G Ketergantungan untuk semua fungsi 1
diatas
3 x 100% = 75%
4
4. Kenyamanan
Angka tata laksana nyeri pada pasien kelolaan tanggal 23 April 2012
Presentase pasien nyeri yang terdokumentasi dalam askep :
Jumlah total pasien nyeri yang terdokumentasi x 100%
Jumlah pasien per periode waktu tertentu
2 x 100% = 20%
10
5. Kecemasan
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner dari Skala Peringkat Kecemasan Diri Zung
Self pada pasien kelolaan tanggal 23 dan 24 April 2012 didapatkan 80% pasien
normal/tidak cemas dan hanya 20% yang mengalami kecemasan berat.
50
6. Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan penyakitnnya pada pasien kelolaan tanggal 23 dan 24
April 2012 :
Jumlah pasien yang kurang pengetahuan x 100%
Jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu
4 x 100% = 40%
10
2. BOBOT:
Beri Bobot masing-masing faktor mulai 1,0 (paling penting) sampai dengan 0,0 tidak
penting, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap strategi perusahaan.
3. RATING:
Hitung rating, dgn masing-masing faktor dgn memberikan skala mulai 4 (sangat baik /
outstanding) sampai dengan 1 (kurang / poor, berdasarkan pengaruh faktor tersebut. Data
rating didapakan berdasarkan hasil pengukuran baik secara observasi, wawancara,
pengukuran langsung. Faktor Strength dan Opportunity menggambarkan nilai kinerja positif,
sebaliknya faktor Weakneses dan Threatened menggambarkan nilai kinerja yang negatif.
Kemudian kalikan Bobot dengan rating untuk mendapatkan nilai masing-masing faktor.
STRENGTH
1. 69,2% Perawat menyatakan bahwa 0,2 2 0,4 S-W =
struktur organisasi yang ada sesuai 2,57-2,2=
dengan kemampuan perawat 0,37
2.61,5% Perawat menyatakan 0,1 2 0,2
pembagian tugas sesuai dengan
struktur organisasi yang ada
3. 76,9% perawat menyatakan kepala 0,1 2 0,2
ruangan sudah optimal dalam
melaksanakan tugas-tugas nya.
4. Jenis ketenagaan di ruangan : 0,3 3 0,9
S1 Kep = 2 Orang
D-III = 4 Orang
SPK = 7 Orang
5. Adanya perawat yang mengikuti 0,13 3 0,36
seminar dan workshop.
6. Beban kerja perawat di ruangan tidak 0,17 3 0,51
52
terlalu tinggi.
TOTAL 1 2,57
WEAKNESS
1.Jumlah perawat masih belum 0,25 2 0,5
sebanding dengan jumlah pasien.
2. Sebagian perawat belum memahami 0,19 2 0,38
peran dan fungsinya.
3. Kurang disiplin nya pegawai. 0,2 3 0,6
4. Pembagian tugas masih belum jelas. 0,2 2 0,4
5.54% perawat masih berlatar
pendidikan berlatar pendidikan SPK. 0,16 2 0,32
TOTAL 1 2,2
OPPORTUNITY
1. 60% perawat mempunyai kemauan 0,28 3 0,84 O-T=
untuk melanjutkan pendidikan ke 2,58-2,46
jenjang yang lebih tinggi =0,12
2. Rumah Sakit memberikan kebijakan 0,2 3 0,6
untuk memberi beasiswa dan pelatihan
bagi perawat ruangan.
3. Jumlah pasien di ruang internal 0,2 2 0,4
wanita 60% dengan tingkat
ketergantungan minimal.
4. Adanya POS membantu pekerjaan 17 0,19 2 0,38
perawat ruangan.
5. Adanya kebijakan pemerintah tentang 0,13 3 0,36
profesionalisme perawat.
TOTAL 1 2,58
THREATENED
1. Ada tuntutan tinggi dari masyarakat 0,17 2 0,34
untuk pelayanan yang lebih
professional.
2. Makin tingginya kesadaran 0,12 2 0,24
masyarakat akan pentingnya
kesehatan.
3. Persaingan dengan masuknya perawat 0,1 2 0,2
asing.
4. Kebijakan pemerintah tentang 0,15 2 0,3
askeskin.
5. Rendahnya kesejahteraan perawat. 0,3 3 0,9
6. Adanya pertanggung jawaban 0,16 3 0,48
legalitas bagi pasien.
TOTAL 1 2,46
53
M2 – Material
M3 – Methods
M4 – Money
M5 – Mutu (Quality)
Dst ..............................
54
Diagram Layang
W S
KETERANGAN :
M1 : Ketenagakerjaan
M2 : Sarana dan Prasarana
M3 : Metode-Penerapan Model
DK : Metode-Dokumentasi
RK : Metode-Ronde Keperawatan
SO : Metode-Sentralisasi Obat
SV : Metode-Supervisi
TT : Metode-Timbang Terima
DP : Metode-Discharge Planning
55
4.2.3 M3 (Metode)
a. Penerapan Model
1. Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model yang telah ada.
2. Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawtan pasien secara
komperehensif.
3. Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik yang berbeda
tingkatannya (kurang jelas).
4. Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penerapan model yang
digunakan.
Penyebab: ……
b. Dokumentasi Keperawatan
1. Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual (belum ada
komputerisasi).
2. Belum semua tindakan perawat di dokumentasikan.
3. Dokumetasi tidak segera dilakukan setelah melakukan tindakan tetapi kadang-kadang
dilengkapi saat pasien mau pulang atau apabila keadaan ruang memungkinkan.
4. Catatan perkembangan pasien kurang berkesinambungan dan kurang lengkap.
5. Respon pasien kurang terpantau dalam lembar evaluasi.
6. Dari 20 rekam medis pasien yang ada hanya 12 rekam medis yang ditulis dengan
lengkap dan tepat waktu.
7. 6 perawat (54,5%) mengatakan model dokumentasi yang digunakan menambah
beban kerja perawat.
8. 5 perawat (45,4%) mengatakan model dokumentasi yang digunakan menyita banyak
waktu perawat.
Penyebab: ……
56
c. Ronde keperawatan
1. Ronde keperawatan adalah kegiatan yang belum dapat dilaksanakan secara optimal di
ruang interna wanita.
2. Tim yang dibentuk cukup mampu dalam pelaksanaan ronde dan penyelesaian tugas.
3. Jumlah perawat yang tidak seimbang dengan njumlah perawat.
Penyebab: ……
d. Sentralisasi Obat
1. Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal.
2. Selama ini format yang ada masih obat oral dan injeksi. dan yang lain tercampur pada
salah satu dari keduanya.
3. Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk pasien.
4. Alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah terbatas.
5. Teknik sentralisasi obat belum jelas.
Penyebab: ……
e. Supervisi
1. Belum ada uraian yang jelas tentang supervisi.
2. Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan supervisi.
3. Kurangnya program pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi.
Penyebab: ……
f. Timbang Terima
1. Perawat kurang disiplin waktu timbang terima.
2. Masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosis medis.
3. Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena form nya kurang
sistematis.
4. Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat akan dilaporkan.
5. Dokumentasi masih terbatas sehingga rencana tindakan belum spesifik.
Penyebab: ……
g. Discharge Planning & Penerimaan pasien baru
1. Pelaksanaan Discharge Planning belum optimal.
2. Tidak tersedianya brosur/leaflet untuk pasien saat melakukan Discharge Planning.
3. Tidak tersedianya anggaran untuk Discharge Planning.
4. Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan secara lisan pada setiap pasien/keluarga.
5. Belum optimalnya pendokumentasian Discharge Planning.
Penyebab: ……
2. Sarana prasarana
1. Sarana dan prasarana yang dimiliki ruangan belum terpakai secara optimal.
2. Jumlah peralatan tidak sesuai dengan rasio pasien.
57
3. Metode
a. Penerapan Model
1. Kurangnya kemampuan perawat dalam pelaksanaan model MAKP yang telah
ada.
2. Hanya sedikit perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan pasien secara
komperehensif.
3. Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik yang berbeda
tingkatannya (kurang jelas).
4. Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penerapan model yang
digunakan.
Penyebab …………….
b. Dokumentasi
1. Pemahaman dan pengaplikasian perawat tentang format pendokumentasian
kurang benar dan kurang tepat.
2. Kurang disiplinnya perawat dalam melakukan dokumentasi yang komprehensif.
3. Penyebab …………….
c. Ronde
1. Ronde keperawatan belum terlaksana secara optimal atau secara rutin karena
kesempatan perawat yang terbatas.
2. Tim yang dibentuk hanya cukup mampu membantu dalam pelaksanaan ronde
keperawatan dan penyelesaian tugas yang berkaitan dengan masalah yang dibahas
dalam ronde keperawatan.
3. Pelatihan dan diskusi yang berkaitan dengan masalah yang terjadi di ruangan telah
dilaksanakan tetapi hanya diikuti oleh sebagian dari perawat (sekitar 54,5%).
4. Penyebab …………….
d. Sentralisasi Obat
1. Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal
2. Selama ini belum ada format persetujuan sentralisai obat untuk pasien.
3. Alat-alat kesehatan hanya sebagian ada dengan jumlah terbatas.
4. Teknik sentralisasi obat belum jelas
5. Penyebab …………….
e. Supervisi
1. Supervisi sudah berjalan namun belum optimal, belum ada uraian yang jelas
mengenai supervisi.
2. Supervisi di ruangan belum mempunyai format yang baku.
3. Penyebab …………….
f. Timbang Terima
1. Perawat kurang disiplin waktu dalam timbang terima
2. Masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosis medis
3. Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga kadang hilang saat akan dilaporkan
4. Perawat kesulitan mendokumentasikan timbang terima karena formatnya kurang
sistematis
5. Dokumentasi timbang terima masih terbatas sehingga penyusunan rencana
tindakan belum spesifik
58
6. Penyebab …………….
g. Discharge Planning
Discharge planning belum terlaksana sesuai dengan standart yang baku.
Penyebab …………….
M4 – Keuangan?
M5 – Mutu
a. Keselamatan pasien (pasien jatuh, medication error, phlebitis, infeksi nosokomial,
restrain, decubitus)
b. Kepuasan pasien
c. Kecemasan pasien
d. Kenyamanan (nyeri)
e. Perawatan diri
f. Pengetahuan pasien
PENYEBAB ………………………….
C-A-R-L
C: CAPABILITY
A: ACCESSIBILITY
R: RELEVANCY
L: LEGALITY
60
LANGKAH 4: PERENCANAAN
CONTOH PENYUSUN AN PERENCANAAN
RUANG Y
PENGORGANISASIAN
Untuk efektifitas pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan Profesional dalam menentukan
kebijakan–kebijakan internal yang sifatnya umum, kelompok menyusun sruktur organisasi sebagai
berikut :
Ketua :
Sekretaris :
Bendahara :
Sie Perlengkapan :
Sie Konsumsi : .
1. Kepala Ruangan
2. Perawat Primer
3. Perawat Associate
Pembagian peran ini secara rinci akan dilampirkan, setelah pelaksanaan Model Asuhan
Keperawatan Professional di ruangan.
c. Pada quadran ST, strategi perencanaan adalah diversification dengan tujuan yang ingin
dicapai adalah “merubah” kekuatan internal yang ada utuk mengantisipasi faktor
Threatened (ancaman) dari luar.
d. Pada quadran WT, strategi perencanaan adalah deffensive dengan tujuan yang ingin
dicapai adalah “mempertahankan” eksistensi agar instiusi / perusahaan tetap ada dan dapat
menjalankan fungsinya secar minimal.
CONTOH PENERAPAN
A. MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL
(MAKP)
3.A.1 Latar Belakang
Berkembangnya informasi dan teknologi dalam menghadapi era globalisasi
memberikan dampak positif terhadap pola pikir masyarakat saat ini baik terhadap
ekonomi, sosial, politik dan kesehatan. Fenomena ini dapat dilihat dari semakin
tingginya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang optimal. Tingginya
tuntutan masyarakat tersebut merupakan tantangan bagi perawat untuk mengalami
perubahan dalam sistem pelayanan. Perubahan ini merupakan cara untuk
mempertahankan diri sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era
globalisasi. Salah satu pelaksanaan perubahan yang nyata adalah memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas dan manajerial keperawatan yang handal.
Proses manajemen keperawatan dalam aplikasinya di lapangan berada sejajar
dengan proses keperawatan sehingga keberadaan manajemen keperawatan
dimaksudkan untuk mempermudah proses keperawatan sehingga dapat mengarahkan
keperawatan menuju profesionalisme (Arwani, 2005). Salah satu sistem pelayanan
keperawatan profesional adalah dengan melaksanakan Model Asuhan Keperawatan
Profesional Primer yang merupakan suatu metode penugasan dimana satu orang
perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai dari pasien masuk sampai dengan keluar. Keuntungan dari MAKP primer antara
lain asuhan keperawatan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan
yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Selain
itu pembagian tugas yang jelas dan dilakukan sesuai peran akan meringankan beban
kerja perawat. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kepuasan bagi pasien,
perawat dan tenaga kesehatan lainnya sehingga tercapai suatu pelayanan yang
paripurna.
Berdasarkan pengkajian yang dilaksanakan di Ruang Bedah D pada tanggal 23-
24 April 2012, didapatkan bahwa model asuhan keperawatan yang digunakan di Ruang
Bedah D adalah MAKP team kombinasi primary (model modular). Pengembangan
model modular merupakan pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam
keperawatan dengan melibatkan tenaga profesional dan non professional. Namun, ada
beberapa komponen MAKP yang dilaksanakan belum optimal.
Dari hasil kuesioner tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat yang
dibagikan kepada 24 responden secara umum menyatakan bahwa pelayanan perawat di Ruang
Bedah Dahlia puas yaitu sebanyak 20orang (76-100%). Sebanyak 4 orang (56-75%)
menyatakan pelayanan perawat di Ruang Bedah Dahlia cukup puas. Untuk tingkat kepuasaan
pasien kelolaan yang sebanyak 10 orang pasien didapatkan 7 orang (70%) menyatakan puas
terhadap pelayanan kesehatan dan sisanya 3 orang (30%) menyatakan cukup puas. Adanya
pernyataan pasien cukup puas bisa menunjukkan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh
62
perawat selama ini masih belum optimal. Salah satunya bisa karena model asuhan keperawatan
yang telah dilakukan.
3.A.2 Masalah
1. MAKP yang digunakan oleh Ruang Bedah Dahlia adalah MAKP moduler yang
merupakan gabungan antara model primer dengan tim. Namun MAKP tersebut hanya
terimplementasi sesuai standard pada shift pagi.
2. Beberapa komponen MAKP belum terlaksana dengan baik
3.A.3 Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan pelaksanaan MAKP yang telah dipilih oleh ruangan sesuai dengan kaidah
MAKP yang standard
Tujuan Khusus
1. Menganalisis komponen-komponen dari MAKP yang belum terlaksana optimal di
ruangan
2. Membuat perencanaan pengoptimalan pelaksanaaan MAKP
3. Melakukan evaluasi dari pelaksanaan MAKP yang telah direncanakan
3.A.4 Target
1. Penerapan MAKP berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
2. Komponen-komponen MAKP terlaksana optimal
3.A.5 Program Kerja
1) Rencana Stategis
1. Mendiskusikan bentuk dan penerapan model MAKP yang dilaksanakan, yaitu model
primary nursing.
2. Mengajukan proposal MAKP dan melaksanakan diseminasi awal.
3. Sosialisasi hasil diseminasi.
4. Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.
5. Melakukan pembagian peran perawat.
6. Menentukan diskripsi tugas dan tanggung jawab perawat.
7. Melakukan pembagian jadwal serta pembagian tenaga perawat.
8. Menerapkan model MAKP yang sudah ditentukan.
2) Kriteria Evaluasi :
1. Struktur :
1) Menentukan penanggung jawab MAKP.
2) Mendiskusikan bentuk dan penerapan MAKP yaitu primary nursing.
3) Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.
4) Melakukan pembagian peran perawat.
5) Menetukan diskripsi tugas dan tanggung jawab perawat.
6) Melakukan pembagian jadwal serta pembagian tenaga perawat.
2. Proses :
Menerapkan MAKP :
3) Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab :
2. PP
3. PA :
63
B. DISCHARGE PLANNING
3.B.1 Masalah
Discharge planning belum dilaksanakan dengan optimal, discharge planning dilakukan kepada
pasien-pasien yang akan pulang dan hanya dilakukan secara lisan dan tidak mencakup aspek
discharge planning yang meliputi penjelasan peyakit dalam sebuah leaflet. Hal ini karena
rendahnya kemauan sebagian perawat pelaksana untuk merutinkan pelakasanaan discharge
planning
3.B.2 Tujuan
Discharge Planning di ruangan bisa terlaksana sesuai dengan kaidah pelaksanaan discharge
planning
3.B.3 Target
1. Semua perawat memahami alur, proses, dan content dalam pelaksanaan discharge
planning
2. Adanya peningkatan target dari jumlah pasien yang akan dilakukan discharge
planning
3. Discharge planning bisa terlaksana secara berkelanjutan
3.B.4 Program Kerja
1) Rencana Strategi :
1. Menentukan penanggung jawab discharge planning.
2. Menentukan materi discharge planning.
3. Menentukan klien yang akan dijadikan subjek discharge planning.
4. Menentukan jadwal pelaksanaan discharge planning
5. Melaksanakan discharge planning.
2) Kriteria evaluasi
1. Evaluasi struktur.
a) Persiapan klien, peralatan, status, kartu dan lingkungan.
b) Penyusunan struktur pelaksanaan Discharge Planning
2. Evaluasi proses
a) Discharge Planning dilaksanakan pada semua klien pulang.
b) Materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Evaluasi hasil
1) Terdokumentasinya pelaksanaan klien pulang.
2) Klien dan keluarga dapat mengetahui perawatan di rumah tentang : Aturan diet, obat
yang harus diminum di rumah, aktivitas, yang harus dibawa pulang, rencana kontrol,
yang perlu di bawa saat kontrol, prosedur kontrol, jadwal pesan khusus.
3) Pengorganisasian
1. Penanggung jawab :
2. PP :
3. PA :
4. Waktu : Pelaksanaan evaluasi Minggu V.
dahulu memberikan informed consent kepada pasien dan keluarga kemudian perawat
mengelola obat dan memberikan obat kepada pasien.
Sentralisasi obat sudah dilaksanakan di Ruang Bedah Dahlia. Adapun alurnya sebagai berikut
: dokter memberikan resep dengan surat persetujuan yang telah ditandatangani pasien atau
keluarga. Resep diberikan kepada keluarga pasien untuk ditebus di depo farmasi. Depo
mengelola obat selanjutnya menyerahkannya kepada perawat dengan mengunakan metode
UDD untuk selanjutnya diberikan ke pasien sesuai terapi dan menggunakan informed concent
sebelumnya. Pengelolaan seluruh obat-obatan dilakukan oleh depo jika tidak ada ketersediaan
obat maka depo akan menghubungi depo pusat untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan.
D. SUPERVISI KEPERAWATAN
3.D.1 Latar Belakang
Era globalisasi dapat memberikan dampak positif bagi setiap profesi kesehatan untuk
terus berusaha meningkatkan kinerja di berbagai kebutuhan pelayanan kesehatan secara
profesional. Sejalan dengan hal tersebut tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan
kesehatan juga makin meningkat. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional
seharusnya didukung dengan adanya sumber daya manusia yang bermutu, standart pelayanan,
termasuk pelayanan yang berkualitas, disamping fasilitas yang sesuai harapan masyarakat.
Agar pelayanan keperawatan sesuai dengan harapan konsumen dan memenuhi standard yang
berlaku maka perlu dilakukan pengawasan atau supervisi terhadap pelaksanaan asuhan
keperawatan. Supervisi merupakan salah satu bentuk kegiatan dari manajemen keperawatan
dan merupakan cara yang tepat untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan. Supervisi adalah
teknik pelayanan yang tujuan utamanya adalah mempelajari dan memperbaiki secara
bersama-sama. Kunci sukses supervisi yaitu 3 F, yaitu Fair, Feedback, dan Follow Up (H.
Burton, dalam Pier AS, 1997 : 20). Supervisi merupakan ujung tombak tercapainya tujuan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Hasil angket kepada 7 perawat didapatkan 3 perawat menjawab supervisi tidak pernah
dilakukan, 3 perawat menjawab supervisi sudah dilakukan namun secara informal, dan 1
perawat menjawab supervisi telah dilakukan sebagaimana mestinya.. Dari hasil wawancara
dengan kepala ruangan Bedah Dahlia supervisi keperawatan sudah dilakukan secara informal
dan dilakukan setiap saat oleh kepala ruangan, wakli kepala ruangan dan perawat lainnya
yang didelegasikan untuk mengawasi kinerja perawat. Kepala ruangan dan wakilnya pada saat
tertentu ikut terjun secara langsung dalam tindakan keperawatan pada pasien. Selain itu
kepala ruangan langsung atau pada saat morning report menyampaikan pada penanggung
jawab untuk segera ditindaklanjuti hasil dari supervisi yang sudah dilakukan.
3.D.2 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1. Mampu menyusun, melaksanakan atau menetapkan tujuan supervisi.
2. Mampu mempersiapkan instrumen tindakan keperawatan.
3. Mampu menilai kinerja perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
4. Mampu memberikan masukan terhadap staf.
5. Mampu memberikan follow-up terhadap hasil supervisi terhadap staf
6. Mampu melaksanakan dokumentasi hasil supervisi.
66
3.D.3 Masalah
Supervisi sudah berjalan tapi hanya dilakukan secara informal
a. Supervisi dilakukan setiap saat oleh kepala ruangan dan perawat lainnya yang
didelegasikan untuk mengawasi kinerja perawat. Kepala ruangan dan wakilnya pada
saat tertentu ikut terjun secara langsung dalam tindakan keperawatan pada pasien.
b. Pendokumentasian hasil supervisi yang dilakukan hanya disampaikan secara lisan
saat timbang terima dilakukan. Supervisi secara formal dengan pendokumentasian
secara tertulis masih belum dapat dilakukan karena terkendalanya dengan beban
kerja yang cukup tinggi dan perencanaan yang kurang tepat baik waktu maupun
sarana dan prasarana. Kemauan yang rendah juga menjadi salah satu alasan tidak
berjalannya supervisi secara formal. Sehingga untuk penilaian perkembangan kualitas
perawat tidak dapatterpantau dengan baik.
3.4.4 Target / Indikator Keberhasilan
1. Supervisi dilakukan secara terorganisir dan rutin dalam kurun waktu tertentu.
1) Rencana strategi
E. TIMBANG TERIMA
3.E.1 Latar Belakang
67
1. Materi timbang terima tidak berfokus pada masalah keperawatan hanya menyebutkan
nama, diagnosa medis, tindakan yang telah dan akan dilakukan.
2. Alur dan proses timbang terima sudah sesuai dengan prosedur
3.E.3 Tujuan
Tujuan umum
Tujuan Khusus
2. Menyampaikan hal-hal yang sudah/ belum dilakukan dalam askep pada penderita.
3. Menyampaikan hal-hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh dinas
berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya
3.E.4 Target
Timbang terima dapat berjalan lebih optimal dengan perbaikan format content yang
disampaikan serta mempertahankan alur dan proses timbang terima yang telah baik dalam
pelaksanaannya.
3.E.5 Program Kerja
1) Rencana strategi :
a. Menentukan penanggung jawab timbang terima
b. Menyusun format timbang terima serta petunjuk teknis pengisiannya
c. Menyiapkan kasus kelolaan yang akn digunakan untuk timbang terima
d. Menentukan jadwal pelaksanaan timbang terima
e. Timbang terima dapat dilakukan secara lisan atau tertulis
f. Melaksanakan timbang terima bersama dengan kepala ruangan dan staf keperawatan
g. Dilaksanakan pada setiap pergantian shift
68
F. RONDE KEPERAWATAN
3.F.1 Masalah
Ronde keperawatan belum dilaksanakan secara mandiri oleh ruangan dan kriteria pasien
untuk dilakukan ronde jarang terdapat di ruangan.
3.F.2 Tujuan
Tujuan Umum :
2. PP :
3. PA :
G. DOKUMENTASI KEPERAWATAN
3.G.1 Latar Belakang
Dokumentasi adalah catatan otentik yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Komponen dari dokumentasi mencakup aspek komunikasi, proses
keperawatan, standar keperawatan. Manfaat dan pentingnya dokumentasi keperawatan
terkadang sering terabaikan oleh sebagian besar perawat. Manfaat dan pentingnya
dokumentasi keperawatan antara lain dari segi hukum,karena semua catatan informasi tentang
klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum, oleh karena itu data harus
diidentifikasi secara lengkap, jelas, objektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan atau
perawat. Dalam hal ini perlu dicantumkan waktu dan sebaiknya dihindari adanya penulisan
yang dapat menimbulkan interpretasi yang salah. Dari segi jaminan mutu (kualitas
pelayanan), pencatatan data klien yang lengkap dan akurat akan memberi kemudahan perawat
untuk menyelesaikan masalah klien serta untuk mengetahui sejauh mana masalah dapat
teratasi. Hal ini juga memungkinkan perawat untuk mengetahui adanya masalah baru secara
dini. Selain itu dokumentasi keperawatan juga sebagai sarana komunikasi, acuan dalam
menentukan biaya perawatan klien, sebagai bahan riset untuk pengembangan ilmu
keperawatan dan lain sebagainya.
70
3.G.2 Tujuan
Melakukan evaluasi dan perencanaan terhadap proses dokumentasi keperawatan yang telah
ada diruangan agar bisa terlaksana lebih optimal sesuai standard.
3.G.3 Target
1. Semua perawat diruangan memahami pentingnya dokumentasi keperawatan yang
dilakukan
2. Adanya upaya-upaya untuk memperbaiki proses dokumentasi yang telah ada
mendekati proses dokumentasi yang standard
3.G.4 Program Kerja
1) Rencana strategi :
a. Mendiskusikan format pengkajian dan pendokumentasian sesuai dengan kasus di ruang
Bedah Dahlia.
b. Merevisi format pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
c. Menyiapkan format / pendokumentasian keperawatan.
d. Melaksanakan pendokumentasian bersama dengan perawat ruangan.
2) Kriteria Evaluasi :
a. Struktur
a) Menentukan penanggungjawab kegiatan.
b) Mendiskusikan format pengkajian dan pendokumentasian sesuai dengan kasus di
ruang Bedah Dahlia
c) Menyiapkan format pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
d) Menyiapkan format/pendokumnetasian keperawatan.
b. Proses :
a) Penggunaan standar terminologi (pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi).
b) Data yang relevan dan bermanfaat dikumpulkan kemudian di catat sesuai dengan
prosedur dalam catatan yang permanen.
c) Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan klasifikasi dan analisa data yang akurat.
d) Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai bagian dari catatan yang
permanen.
e) Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan waktu.
f) Evaluasi dicatat sesuai dengan urutan waktu meliputi selama dirawat, dirujuk, pulang
ataupun perubahan status klien, respon klien terhadap tindakan.
g) Rencana tindakan yang direvisi, berdasarkan hasil yang diharapkan klien.
c. Hasil :
Mahasiswa mampu menerapkan pendokumentasian secara baik dan benar.
3) Pengorganisasian
1. Penanggung jawab :
2. Waktu : Pelaksanaan aplikasi dokumentasi mulai tanggal 27April -
27Mei 2012. Evaluasi dilaksanakan minggu ke V
71
72
1 Discharge Discharge planning 1. Membuat alur pelaksanaan Setiap klien mulai masuk sampai Nurvidiasari 4 Mei 2012
planning dilaksanakan secara discharge planning pulang sudah mendapatkan discharge Agustin , S.Kep
optimal dan 2. Menentukan penyakit terbanyak planning dengan media Booklet dan
Format untuk dilakukan discharge
terdokumentasi leaflet.
pemulangan pasien planning.
dengan baik. 3. Melakukan sosialisasi dan simulasi
sudah ada tapi
discharge planning diruangan.
belum dilakukan
4. Membagikan media sosialisasi
berupa bouklet dan leaflet bagi
pasien.
5. Pembuatan dan pemasangan poster
alur discharge planning di ruangan
6. Dokumentasi
2. M2-Material Sarana dan Mengusulkan: 1. Setiap tindakan keperawatan Kepala 26 April-27 Mei 2012
prasarana untuk tersedia instrumen sesuai dengan
Sarana dan tindakan perawatan 1. Perawatan sarana dan prasarana protap. Ruangan
Prasarana secara berkala dan lebih intensif. 2. Adanya perawatan sarana dan
sudah tersedia dan
2. Meningkatkan proses inventarisasi. prasarana secara berkala.
Belum tercukupi mencukupi. 3. Penataan alat-alat emergency lebih 3. Apabila ada kerusakan alat segera
terutama mengenai rapi ada gantinya.
alat kesehatan yang
belum tersedia
3. Timbang Terima Timbang terima 1. Menentukan penanggung jawab 1. Timbang terima dilakukan di nurse Anna Nurmita, 7 Mei 2012
dilakukan secara timbang terima. station dan di klien. S.Kep
belum efektif efektif dan sesuai 2. Menyusun format timbang terima 2. Isi timbang terima tentang masalah
dalam prosesnya klien serta petunjuk teknis keperawatan yang sudah dan
pengisiannya lebih menekankan belum teratasi.
73
dan kurang sesuai konten. pada aspek keperawatan. 3. Timbang terima terdokumen-tasi
dengan konten. 3. Melaksanakan timbang terima, dengan baik.
. setiap pergantian ship
4. Dokumentasi
4. Ronde Ronde keperawatan 1. Menentukan pasien untuk ronde Ronde keperawatan sudah terlaksana Dina 14 Mei 2012
Keperawatan terlaksanan dengan 2. Mempersiapkan ronde keperawatan bersama perawat ruangan. Hadieana,S.Kep
belum temukan optimal sesuai 3. Melaksanakan ronde keperawatan
(strategi dan materi).
kriteria kasus yang prosedur.
sesuai.
5. Supervisi Mampu 1. Mengajukan proposal pelaksanaan 1. Superfisi terdokumentasikan Choirul Anwar, 9 Mei 2012
menerapkan alur supervisi dengan baik dan benar. S.Kep
sudah berjalan supervisi 2. Melaksanakan supervisi
tetapi belum keperawatan bersama-sama perawat
keperawatan dengan
optimal dalam dan kepala ruangan.
benar. 3. Mendokumentasikan hasil
pendokumentasia.
pelaksanaan supervisi keperawatan.
4. Membuat format supervisi.
6. M5-Market Kepuasan pasien Mengusulkan peningkatan mutu 1. kepuasan klien terpenuhi Kepala Ruangan 26 April-27 Mei 2012
meningkat, pelayanan terus menerus sehingga 2. Tidak ada complain dari pasien
Pemasaran pendokumentasian memberi kesan yang baik pada klien dan keluarga pasien terhadap
pelayanan
Mutu pelayanan mutu pelayanan
3. Mengupayakan adanya
teroptimalkan dan Information Center di Ners Station
sudah berjalan tapi
pendokumetasian adanya bagi keluarga pasien.
patient safety pendokumentasian
masih kurang. yang rapi untuk
indikator mutu.
74
7. M4-Money Keteraturan Mengusulkan untuk menginformasikan Klien membayar sesuai dengan tarif Petugas
administrasi pendanaan yang dibutuhkan pada yang telah ditetapkan dan administrasi
Pembiayaan (keuangan). perawatan klien, penjelasan alur menyelesaikan persyaratan yang
Masih banyak pendanaan untuk semua pasien diperlukan.
persyaratan untuk (ASKES, umum, JPS, ASTEK)
keperluan
administrasi dari
pihak pasien yang
belum lengkap
terutama pada
pasien rujukan.
8. Sentralisasi Obat Sentralisasi obat 1. Mengusulkan sentralisasi obat Seluruh obat klien sudah Harum Wulan Sari, 02 Mei 2012
dilaksanakan secara dengan menggunakan program UDD tersentralisasi dengan baik. S.Kep.
sudah berjalan optimal. (Unit Day Dose)
dengan baik. 2. Mengadakan informed consent untuk
pasien atau keluarga dalam
melaksanakan sentralisasi obat
3. Melaksanakan sentralisasi obat klien
bekerja sama dengan perawat, dokter
dan bagian farmasi.
75
10. M3–Methode Mampu 1. Mendiskusikan setiap hambatan MAKP primary Nursing diterapkan Yurike
meningkatkan yang dalam penerapan model secara baik. Septianingrum,
MAKP penerapan MAKP primary nursing. S.Kep.
2. Sosialisasi hasil desiminasi.
Belum primary Nursing
3. Merencanakan kebutuhan tenaga
terlaksananya pemula. perawat.
MAKP secara 4. Melakukan pembagian peran
optimal perawat.
5. Menentukan diskripsi tugas dan
tanggung jawab perawat.
6. Melakukan pembagian jadwal serta
pembagian tenaga perawat.
7. Membantu penerapan model MAKP
yang sudah ada.
76
LANGKAH 5: PELAKSANAAN
LANGKAH 6: EVALUASI
Daftar Pustaka
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.