Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Neuropati Diabetik adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi

saraf dari penderita diabetes tanpa adanya penyebab lain selain diabetes mellitus

setelah dilakukan eksklusi penyebab lain. Orang dengan diabetes akan mengalami

kerusakan saraf pada seluruh tubuh dari waktu ke waktu. Pada beberapa orang

dengan kerusakan saraf tidak memiliki gejala, sedangkan pada sebagian lainnya

mungkin memiliki gejala awal seperti nyeri, kesemutan, atau mati rasa di tangan,

lengan, tungkai, dan kaki. Masalah saraf dapat terjadi pada semua sistem organ,
1
termasuk saluran pencernaan, jantung dan organ seks.

Prevalensi neuropati diabetik dalam berbagai literature sangat bervariasi.

Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10 – 20 % pasien saat

ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan

meningkat sejalan dengan lamanya penyakit ini dan tingginya hiperglikemia.

Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati

diabetik akan meningkat 50%. Kemungkinan terjadinya neuropati diabetik pada

kedua jenis kelamin sama. United Kingdom Propective Diabetes Study (UKPDS)

pada tahun 1998 menemukan kejadian neuropati diabetik meningkat pada usia tua
1
dan ternyata 50% penderita berusia lebih dari 60 tahun.

Neuropati diabetik dapat diklasifikasikan sebagai neuropati diabetik perifer,

neuropati diabetik otonom, neuropati diabetik proksimal, dan neuropati diabetik

fokal. Masing-masing mempengaruhi berbagai bagian tubuh dengan berbagai

2
manifestasi klinis.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Neuropati diabetik adalah kerusakan saraf yang disebabkan oleh diabetes

mellitus. Terdapat tiga kelompok berbeda dari saraf yang dapat dipengaruhi oleh

neuropati diabetik: saraf sensoris, yang memungkinkan orang untuk merasakan

sakit, temperature dan sensasi lainnya; saraf motorik, yang mengendalikan otot-

otot dan memberi kekuatan serta tonus; saraf autonom, yang memungkinkan
3
tubuh melakukan fungsi yang tidak disadari, misalkan saja berkeringat.

Hiperglikemi merupakan asal-usul kerusakan saraf dan studi terbaru

menunjukkan bahwa bahkan gangguan minimal dalam glukosa darah pada orang

dengan gangguan toleransi glukosa (IGT) dapat menyebabkan pengembangan

4,5
kerusakan serabut saraf kecil dan nyeri neuropatik.

Gambar 2.1 Perbedaan saraf normal dan kerusakan saraf akibat neuropati diabetic

2
2.2. Etiologi

Penyebab neuropati diabetik mungkin berbeda untuk setiap klasifikasinya. Para


peneliti sedang mempelajari bagaimana hiperglikemi yang terlalu lama menyebabkan
kerusakan saraf. Kerusakan saraf terjadi mungkin karena kombinasi dari faktor-faktor:1
1. Faktor metabolik, seperti hiperglikemi, lama menderita diabetes, kadar
lemak darah yang abnormal dan kemungkinan rendahnya kadar insulin.
2. Faktor neurovascular, menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang
membawa oksigen dan nutrisi ke saraf.
3. Faktor autoimun, yang menyebabkan peradangan pada saraf.
4. Cedera mekanik pada saraf, seperti carpal tunnel syndrome.
5. Genetik, yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit saraf.
6. Faktor gaya hidup, seperti merokok atau penggunaan alkohol.

2.3. Epidemiologi

Neuropati Diabetik paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50

tahun, lebih jarang pada yang berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang

ditemukan pada anak-anak. Dyck et al mempelajari diabetes di Rochester,

Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1 (insulin-dependent) dan 45% tipe 2

1,19
(noninsulin-dependent) mengalami polineuropati.

Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih

dari setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras

yang khusus untuk diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih

besar untuk terjadi komplikasi sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi

dari extremitas bawah dibandingkan orang berkulit putih. DM mengenai baik pria

maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria dengan tipe 2 diabetes

dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati diabetik


3
biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.

3
Neuropati simtomatik telah diakui pada individu dengan IGT dan

diabetes yang baru didiagnosa. Sumner et al. melakukan tes toleransi glukosa

oral pada 73 dari 97 pasien yang dirujuk ke tiga klinik neuromuskuler dengan asal

neuropati tidak diketahui. Hasil tes abnormal untuk 41 (56 %) orang, dengan 15

dan 26 memenuhi kriteria untuk diabetes dan IGT. Prevalensi nyeri neuropatik

tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan IGT (76,9 %) dan pasien

dengan diabetes (93,3 % , P = 0,1) . Studi elektrofisiologi (amplitudo saraf sural

dan kecepatan konduksi dan peroneal amplitudo mendalam) dan biopsi

kulit untuk menentukan serabut saraf intraepidermal (IENF) kepadatan

menunjukkan neuropati kurang parah pada individu dengan IGT, dimana terutama

berdampak pada serat kecil.

2.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang tidak dapat dirubah untuk komplikasi mikrovaskuler,

termasuk neuropati diabetik adalah, usia tua, genetik, lamanya menderita diabetes

mellitus, dan tinggi badan. Orang yang lebih tinggi dianggap lebih rentan

mengalami neuropati diabetik karena mereka memiliki nervus perifer yang lebih

panjang. Sejak laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan perempuan, tidak

mengherankan bila laki-laki lebih sering mengalami neuropati diabetik

dibandingkan perempuan.6Faktor risiko yang dapat dirubah untuk neuropati

diabetik termasuk hiperglikemi, hipertensi, dyslipidemia, merokok, dan

konsumsi alkohol dalam jumlah banyak. 6

The European Diabetes Prospective Complications Study, sebuah studi

prospective multicenter, melaporkan bahwa berkembanganya neuropati diabetik

sangat berkorelasi dengan lamanya menderita diabetes dan kadar HbA1c. Secara

statistic, faktor risiko lain yang dilaporkan berpotensi dapat dirubah adalah kadar
4
kolesterol total, LDL-kolesterol dan trigliserida, indeks massa tubuh, riwayat

merokok, hipertensi, adanya mikroalbuminuria dan penyakit kardiovaskuler.

2.5. Klasifikasi

Menurut NIDDK, neuropati diabetik dibagi

1
menjadi:

1. Neuropati Perifer

Neuropati perifer, disebut juga neuropati simetris

distal atau sensorimotor neuropati, kerusakan saraf di

lengan dan kaki. Telapak aki dan tungkai cenderung

akan terpengaruh sebelum tangan dan lengan. Banyak

orang dengan diabetes memiliki tanda-tanda neuropati

yang dokter bisa diketahui tetapi tidak merasakan gejala

itu sendiri.

2. Neuropati otonom

Neuropati otonom mempengaruhi saraf yang

mengendalikan jantung, mengatur tekanan darah, dan

control kadar glukosa darah. Neuropati otonom juga

mempengaruhi organ-organ internal lainnya,

menyebabkan masalah dengan pencernaan, fungsi

pernapasan, buang air kecil, respon seksual, dan visi.

Selain itu, sistem yang mengembalikan kadar glukosa

darah normal setelah episode hipoglikemik mungkin akan

terpengaruh, mengakibatkan hilangnya gejala peringatan

hipoglikemia.

5
3. Neuropati Proksimal
Neuropati proksimal, kadang-kadang disebut pleksus lumbosakral neuropati,

neuropati femoral, atau amyotrophy diabetes, dimulai dengan rasa sakit di paha,

pinggul, bokong, atau kaki, biasanya pada satu sisi tubuh. Jenis neuropati lebih sering

terjadi pada orang-orang dengan diabetes tipe 2 dan pada lansia dengan diabetes.

Neuropati proksimal menyebabkan kelemahan pada kaki dan ketidakmampuan untuk

pergi dari posisi duduk ke posisi berdiri tanpa bantuan. Pengobatan untuk kelemahan

atau nyeri biasanya diperlukan. Panjang periode pemulihan bervariasi, tergantung pada

jenis kerusakan saraf.

4. Neuropati Fokal

Neuropati fokal muncul tiba-tiba dan mempengaruhi saraf tertentu, paling sering

di kepala, badan, atau kaki. Neuropati Focal menyakitkan dan tak terduga dan terjadi

paling sering pada lansia dengan diabetes. Namun, ia cenderung membaik dengan

sendirinya selama beberapa minggu atau bulan dan tidak menyebabkan kerusakan

jangka panjang.

7
Boulton et al membagi tiga klasifikasi sistem untuk diabetik neuropati yaitu:

1. Sensoris

a. Acute sensory
b. Chronic sensorimotor

2. Autonomik

a. Kardiovaskuler

b. Gastrointestinal

c. Genitourinary

3. Proximal motor (amyotrophy).

Terdapat pula klasifikasi menurut Said, yaitu klasifikasi campuran dari

7
temuan klinis dan anatomi yaitu:

1. Length-dependent diabetik polyneuropathy


6
a. Distal symmetrical sensor polyneuropathy

b. Large fiber neuropathy

c. Painful symmetrical polyneuropathy

d. Autonomic neuropathies

2. Focal and multifocal neuropathies a. Cranial neuropathies

a. Limb neuropathies

b. Proximal DN of the lower limbs d. Truncal neuropathies

3. Nondiabetik neuropathies yang sering terjadi pada penderita diabetes.

a. Pressure palsies

b. Acquired inflammatory demyelinating polyneuropathy

Kemudian menurut Thomas et al, klasifikasi diabetik neuropathy dibagi

7
menjadi:

1. Rapidly reversible

a. Hyperglycemic neuropathy

2. Generalized symmetrical polyneuropathies

a. Sensorimotor (kronik)

b. Acute sensory

c. Autonomic

3. Focal and multifocal neuropathies.

a. Cranial

b. Thoracolumbal radiculoneuropathy

c. Focal limb

d. Proximal motor (amyotrophy)

4. Superimposed chronic inflammatory demyelinating neuropathy

Menurut Veves et al, neuropati diabetik secara manifestasi klinisnya dibagi

menjadi:
7
1. Painful
2. Painles

2.6. Patofisiologi

Banyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi terjadinya

neuropati diabetik, namun semuanya sampai sekarang belum diketahui

sepenuhnya. Faktor-faktor etiologi neuropati diabetik diduga adalah vaskular,

berkenaan dengan metabolisme, neurotrofik dan imunologik. Studi terbaru

menunjukkan adanya kecenderungan suatu multifaktorial patogenesis yang terjadi


8
pada neuropati diabetik. Beberapa teori yang diterima adalah :

2.6.1. Teori vaskular (iskemia-hipoksia)

Pada pasien neuropati diabetik dapat terjadi penurunan aliran darah ke

endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat

hiperglikemia. Biopsi nervus suralis pada pasien neuropati diabetik ditemukan

adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endotelial dan

pembuluh darah, yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga


+ +
dapat menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na /K ATPase
9,10
yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.

2.6.2 Teori Metabolik

2.6.2.1. Jalur Polyol

Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolism ini.

Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraseluler di fosforilasi

ke glukosa -6- phosphate oleh hexokinase, hanya sebagian kecil dari glukosa masuk

jalur polyol . Pada kondisi-kondisi hiperglikemia , hexokinase yang disaturasi, maka

akan terjadi influks glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose reduktase yang secara

normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di dalam sel ke dalam alkohol

non aktif , tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose

reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam jalur sorbitol, yang mana kemudian
8
10,11,12,13
dioksidasi menjadi fruktosa.

Dalam proses mengurangi glukosa intraseluler tinggi ke sorbitol, aldose

reduktase mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide

phosphat hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang penting untuk memperbaharui

intracelluler critical anti oxidant dan pegurangan glutathione. Dengan mengurangi

jumlah glutathione, jalur polyol meningkatkan kepekaan stress oksidatif intraseluler.

10,14,15
Stres oksidatif berperan utama di dalam patogenesis neuropati diabetik perifer.

Ada bukti peningkatan oksigen radikal bebas dan peningkatan beberapa penanda

stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid hydroksiperoksida pada penderita

13
neuropati diabetik. Indikator kuat untuk membuktikan bagaimana peran stres

oksidatif dalam neuropati diabetik, dibuktikan oleh beberapa penelitian mengenai

19
penggunaan antioksidan baik pada binatang percobaan maupun pada pasien.

Sorbitol sesudah dioksidasi sorbitol dehydrogenase menjadi fruktosa, mengalami

degradasi secara perlahan dan tidak cukup menebus ke membran sel. Akumulasi

sorbitol intraseluler mengakibatkan perubahan osmotik yang berpotensi ke arah

kerusakan sel. Adanya peningkatan osmolalitas intraseluler, dalam kaitan aliran glukosa

kedalam jalur polyol dan akumulasi sorbitol, sebagai akibatnya akan terjadi kompensasi

pengurangan endoneural osmolit taurine dan mioinositol untuk memelihara

keseimbangan osmotik. Metabolit intraseluler, seperti mioinositol menjadi berkurang

dan mendorong ke arah kerusakan sel saraf. Pada percobaan binatang penurunan

+ +
mioinositol berkaitan dengan penurunan aktivitas Na /K ATPase dan

11,12
memperlambat velositas konduksi saraf.

2.6.2.2. Teori Advanced Glycation End Product (AGEs)

Peningkatan glukosa intraseluler menyebabkan pembentukan advanced

9
glycosilation products (AGEs) melalui glikosilasi nonenzymatik pada protein seluler.

Glikosilasi dan protein jaringan menyebabkan pembentukan AGEs. Glikosilasi non

enzimatik ini merupakan hasil interaksi glukosa dengan kelompok amino pada protein.

Pada hiperglikemia kronis beberapa kelebihan glukosa berkombinasi dengan asam

amino pada sirkulasi atau protein jaringan. Proses ini pada awalnya membentuk produk

glikosilasi awal yang reversibel dan selanjutnya membentuk AGEs yang ireversibel.

Konsentrasi AGEs meningkat pada penderita DM. Pada endotel mikrovaskular

manusia, AGEs menghambat produksi prostasiklin dan menginduksi PAI-1

(Plasminogen Activator Inhibitor-1) dan akibatnya terjadi agregasi trombosit dan

stabilisasi fibrin, memudahkan trombosis. Mikrotrombus yang dirangsang oleh

AGEs berakibat hipoksia lokal dan meningkatkan angiogenesis dan akhirnya

11,13
mikroangiopati.

2.6.2.3. Jalur Aktivasi Protein Kinase C

Aktivasi Protein Kinase C (PKC) juga berperan dalam patogenesis

neuropati perifer diabetik. Hiperglikemia didalam sel meningkatkan sintesis atau

pembentukan diacylglyserol (DAG) dan selanjutnya peningkatan Protein kinase


15,20
C. Protein kinase juga diaktifkan oleh stres oksidatif dan advanced
12,15
glycosilation products (AGEs).

Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,

gangguan sintesis nitric oxyde (NOS) dan perubahan aliran darah. Ketika PKC

diaktifkan oleh hiperglikemia intraseluler, mempunyai efek pada beberapa

ekspresi genetik. Vasodilator yang memproduksi endothelial nitric oxyde synthase

(eNOS) berkurang, sedangkan vasokonstriktor endothelin-1 (ET-1) akan

meningkat. Transformasi Growth Faktor β (TGF- β) dan plasminogen inhibitor -1

(PAI-1) juga meningkat. Dalam endothelial sel, PKC juga mengaktifkan nuclear

faktor kB (NFkB), suatu faktor transkripsi yang dirinya sendiri mengaktifkan


10
10,15
banyak gen proinflamasi di dalam pembuluh darah.

2.6.3. Teori Nerve Growth Faktor (NGF)

Faktor neurotrophic penting untuk pemeliharaan, pengembangan, dan

regenerasi unsur-unsur yang responsif dari saraf. Neurotrophic faktor (NF) sangat

penting untuk saraf dalam mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi.

Nerve Growth Faktor (NGF) berupa protein yang memberi dukungan besar

terhadap kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Telah banyak dilakukan

penelitian mengenai adanya faktor pertumbuhan saraf, yaitu suatu protein yang

berperan pada ketahanan hidup neuron sensorik serabut kecil dan neuron simpatik

sistem saraf perifer . Beberapa penelitian pada binatang menunjukkan adanya

defisiensi neurotropik sehingga menurunkan proses regenerasi saraf dan

mengganggu pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal,

melibatkan serabut saraf yang kecil. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan NGF

sehingga transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan sel)

terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif dengan

8
adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.

2.6.4. Gamma Linolenic Acid

Penelitian mengenai peran Gamma Linolenic Acid (GLA) pada neuropati diabetik

masih belum begitu jelas, tetapi pada penelitian terjadi penurunan kada GLA pada

penderita neuropati diabetik sehingga pada pemberian GLA 480mg terjadi perbaikan

10
sensasi suhu, kekuatan otot, reflek tendon.

2.7. Manifestasi Klinik

Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang

terkena. Gejala biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala

karena kerusakan saraf baru terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat meliputi

sistem saraf sensorik, motorik dan otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati

11
fokal, onset nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.3

Gejala neuropati perifer antara lain :1

 Rasa tebal atau kurang merasakan nyeri atau suhu

 Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk

 Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari
tangan

 Kehilangan keseimbangan dan koordinasi

 Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan

 Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak
tangan dan jari-jari

 Gangguan pencernaan seperti mual, muntah

 Masalah miksi (inkontinensia urin)

 Disfungsi ereksi

 Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)

2.8. Pemeriksaan
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana
diperiksa tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus.
Pemeriksaan kaki yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah ada
1
luka atau tidak.

2.8.1. Pemeriksaan penunjang :1

a. Pemeriksaan Laboratorium

Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada

3
diabetes tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.

b. Pemeriksaan Imaging

 CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi

kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada

radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.

 MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi dan

12
infark pada kelumpuhan n.okulomotorius

c. Elektromiografi (EMG)

Kecepatan Hantaran Saraf (KHS) motorik dimonitor dengan amplitude dari CMAP

(Componed Muscle Action Potensials) atau diukur kecepatan hantar saraf

motoriknya. Kelainan hantar saraf menggambarkan kehilangan serabut saraf yang

bermielin yang berdiameter besar dan biasanya tungkai lebih sering terkena

dibandingkan lengan. Hal ini mencerminkan degenerasi serabut saraf

1
berdiameter besar, yang tergantung dari panjangnya saraf.

Kecepatan Hantaran Saraf motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan

dengan nilai rata-rata normal. Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat

ditemukan pada pasien diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala

polineuropati distal simetris. Abnormalitas (KHS) umumnya ditemukan di saraf

3
sensorik (N.suralis, N.peroneus dan N.medianus)

EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang

ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.

Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya

denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous

discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitude

tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis.

Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan

spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan

1
suatu poliradikulopati.

2.9. Pencegahan

1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah

2. Pengendalian Glukosa Darah

Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan
13
monitor HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan

dibawah 7%. Di samping itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin,

albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.19

3. Diet dan olahraga teratur


2.10. Penatalaksanaan

2.10.1. Non medikamentosa

a. Foot Hygiene

Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya dengan

seksama. Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang tidak diketahui

dapat menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan dalam sirkulasi

1
darah juga akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada kaki.

Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hati-hati untuk

1
mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :

- Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat.

Harus dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan

handuk yang lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati terutama diantara jari-

jari kaki.

- Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada luka,

kemerahan, pembengkakan.

- Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan sampai

luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.

- Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya agar

supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.

b. Diet agar mencapai berat badan ideal

c. Fisioterapi

- TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi listrik

14
yang digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan frekuensi rendah

untuk menyembuhkan kaku, mobilisasi, menghilangkan nyeri neuropatik,

menurunkan edema dan memperbaiki ulkus pada kaki.

- Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan

atrofi otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.

2.10.2. Medikamentosa

Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau

berlanjutnya komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah

kontrol glikemik dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang

normal untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut; diperlukan monitoring gula

darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah yang ketat bisa
19
menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.

Terapi kausatif :

 Aldose reduktase inhibitor


Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok pemecahan glukosa
20
yang spesifik melalui jalur poliol. Diberikan tolrestat 200 mg/hari.
 Asam alfa lipoik (ALA) dan Asam gamma lipolenik (GLA)
Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi endotel

vaskuler. ALA merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu glutation yang

berfungsi juga sebagai antihiperglikemik sehingga dapat menurunkan glukosa sampai

50% bila diberikan dalam dosis

1200 mg iv per hari. ALA juga dapat menurunkan glycosylated hemoglobin melalui

penurunan gula darah. GLA 480 mg atau 360 mg.20

 Imunoglobulin (IVIg)

Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang digunakan untuk

penyakit autoimun. IVIg merupakan immunoglobulin yang berasal dari darah

15
donor dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti virus dan

toksin. Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki efek netralisasi terhadap

system imun pasien. IVIg dosis besar (2g/kgBB) terbukti efektif untuk berbagai keadaan

penyakit imun. Efek immunomoduler IVIg adalah inhibisi complement deposition dan

neutralisasi sitokin. Tersedia dalam larutan 5 dan 10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g dan

12 g untuk injeksi. Efek samping yang dapat timbul adalah mialgia, takikardi, sakit

21
kepala, nausea dan hipotensi.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :

 NSAID

Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform

disebut COX-1 dan COX-2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan

berupa ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping yang

sering adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan

20,21
lambung.

 Antidepresan Trisiklik (TCA)

Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan norepinefrin di

SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri endogen.

Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi

transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik

menghambat pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh

reseptor presineptik. Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan

jumlah reseptor 5-HT (autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu

meningkatkan konsentrasi 5-HT dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin

juga meningkatkan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan

konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik menyebabkan penurunan jumlah

16
reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi aktivitas adenilsiklasi. Sehingga

akan menyebabkan nyeri berkurang.

TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin. Obat-obatan ini efektif

untuk menurukan nyeri tetapi dapat menimbulkan efek samping berupa dose-

dependent. Salah satu efek samping TCA yaitu bersifat toksik. Ditandai dengan

hiperpireksia, hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan

gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang rendah dapat digunakan

untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis rendah. Yang lebih sering

digunakan adalah amitriptilin. Amitriptilin tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan

25 mg, dan dalam bentuk larutan suntik 100 mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg

20,21
sehari.

 Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)


SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan

juga venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan menargetan serotonin dan

norepinefrin, obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati

diabetik dan juga mengobati depresi jika ada.

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan

dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum

sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya

untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat,

duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu

duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120
20,21
mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya.

 Antiepileptic drugs (AED)

Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran glutamate

yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di medulla spinalis.

17
Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis

menjadi lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu

dapat mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu, anti epilepsy

dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri pada neuropati karena salah satu

kerja antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi glutamate melalui blok reseptor


20,21
NMDA.

AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada

neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping

20
lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi. Gabapentin

merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA.

Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi

re-

18
uptake. Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari.

20,21
Efek sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.

Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND dan juga

PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan gabapentin.

2+
Pregabalin, memblok Ca masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan

neurotransmitter. Pada penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang

direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari).

Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada

50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari

20,21
dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita.

Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas

membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hal ini

terutama berperan menekan proses yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering

20,21
digunakan pada nyeri neuropatik.

Terapi tambahan :

 Metilkobalamin

Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai efek

merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi dapat

menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi

sinaps. Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas Na-K-

ATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan

menstimulasi regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi pada saraf. Dosis
20,21
3x250 ug metilkobalamin.

19
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan

prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik,

vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND,

hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik merupakan

dasar utama patofisiologi ND.

Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM,

yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan

kaki sebaik-baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat

simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme

yang mendasari keluhan tersebut. Pendekatan non farmakologis termasuk edukasi

sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic neuropathies: the


nerve damage of diabetes. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases 2009; 1-12.

2. Huizinga MM and Peltier A. Painful diabetic neuropathy: a management-


centered review. Clinical Diabetes 2007; 25(1): 6-15.

3. American College of Foot and Ankle Surgeons. Diabetic peripheral


neuropathy. American College of Foot and Ankle Surgeons 2007; 1-2.

4. Spallone V, Greco C. Painful and painless diabetic neuropathy: one disease or


two?. Curr Diab Rep 2013; 13: 533-49.

5. Tavakoli M, Fadavi H, Malik RA. Advances in the diagnosis and treatment of


painful diabetic neuropathy. European Endocrinology 2008; 48-51.

6. Tanenberg RJ. Diabetic peripheral neuropathy: painful or painless. Hospital


Physician 2009; 1-8.

7. Veves Am Backonja M, Malik RA. Painful diabetic neuropathy:


epidemiology, natural history, early diagnosis, and treatment options.
American Academy of Pain Medicine 2008; 9(6): 660-74.

8. Ametov AS, Barinov A, Dyck PJ, Hermann R, Kozlova N, Litchy WJ, et al.
The sensory Symptoms of diabetic polyneuropathy Are Improved with Alpha
Lipoic Acid acid: the SYDNEY trial. Diabetes Care 2003; 26:770-6.

9. Meliala L. Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetika. Dalam: Meliala L,


Rusdi I, Gofir A, Pinzon R , editor. Toward Mechanism-Based Pain
Treatment The Recent Trent and Current Evidences. Yogyakarta: 2004 ; 121-
8.

10. Sjahrir H. Diabetic Neuropathy : The Pathoneubiology & Treantment Update.


Medan: USU Press; 2006.

11. Djokomoeljanto R. Neuropati Diabetik. Dalam Darmono,Suhartono T,


Tjokorda GD, Soemanto F (ed). Naskah Lengkap : Diabetes Melitus Ditinjau
dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro 2007 ; 1-14.

12. Freeman R. The Nervus System and Diabetes . In: Kahn RC,Weir GC, King
GL, Jacobson AN, Moses AC, Smith RJ, editor. Joslin Diabetes Melitus 14 th
Edition. Boston: Lippincot t Wil liams & Wi lkins 2006 ; 952- 70.

21
13. Tesfaye S. Diabetic Neuropathy. In; Veves A, Giurini JM, LoGerfo FW,
editor. The Diabetic Foot, Second Edition. New Jersey: Humaniora Press
2006; 105-29.

14. Hsueh A, Moore L, Bryer M. Hyperglycemia and Tissue


Damage.Conteporary Diagnosis and Management of Type 2 Diabetes,
Second Edition. Pennsylvania(USA):Handbooks in Health Care Co. 2004
;32-46.

15. Brownlee M. The Pathology of Diabetic Complications: A Unifying


Mechanism. American Diabetes Association, 2005 ; 54(6) : 1615-25.

16. Vincent AM, Russell JW, Low P, Feldman EL. Oxidative Stress in the
Pathogenesis osf Diabetic Neuropathy. Endocr Rev 2004; 25(4): 612-28.

17. Felman EL.Oxidative Stress and Diabetic Neuropathy: A New


Understtanding of an Old Problem. J Clin. Invest 2003; 111: 431-33.

18. Hoitsma E, Reulen JPH, de Baets M, Drent M, Spaans F, Faber CG. Small
fiber neuropathy: a common and important clinical disorder. J Neurol Sci
2004;227:119-30

19. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4

20. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit


Salemba Medika; 2001.h.145-7

21. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI;
2006.h.172-4, 230-3

22. Jamal GA, Carmichael H. The effect of gamma-linolenic acid on human


diabetic peripheral neuropathy: a double-blind placebocontrolled trial.
Diabet Med 1990;7:319-323.

22

Anda mungkin juga menyukai