Anda di halaman 1dari 12

Referat

GANGGUAN CEMAS PADA LANSIA

Pembimbing:
dr. Satya Joewana, SpKJ(K)
Disusun oleh:
Jason Sutandar 2013.061.049

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku


Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
Periode 22 September 25 Oktober 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Gangguan Cemas
pada Lansia yang merupakan salah satu tugas akhir dalam mengikuti siklus kepaniteraan
klinik Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam penyusunan referat ini, yaitu dr. Satya Joewana, SpKJ(K) selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan
kritik, serta memberikan dukungan dalam penyusunan referat ini, dan juga pihak-pihak lain
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis berharap referat ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
pembaca mengenai fenomena perilaku bunuh diri yang banyak terjadi namun jarang dapat
terdeteksi secara dini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis ingin meminta maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan di dalamnya.
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
kekurangan referat ini di kemudian hari.
Jakarta, 25 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
1

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2. Tujuan....................................................................................................................1
1.3. Manfaat Penulisan.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi..................................................................................................................3
2.2. Etiologi Gangguan Cemas.....................................................................................3
2.3. Epidemiologi.........................................................................................................4
2.4. Klasifikasi Gangguan Cemas................................................................................4
2.5. Faktor Risiko.........................................................................................................6
2.6. Gejala.....................................................................................................................6
2.7. Komorbiditas.........................................................................................................7
2.8. Manajemen............................................................................................................7
BAB III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Gangguan cemas merupakan salah satu gangguan yang sering terjadi pada orang tua.
Dengan adanya perubahan demografik pada masyarakat luas, gangguan cemas pada
lansia akan menjadi sumber permasalahan pribadi dan masyarakat.
Deteksi dan diagnosa gangguan cemas pada lansia cukup sulit karena adanya
masalah lain pada lansia seperti kelaianan medis serta penurunan kognisi. Selain itu,
gejala gangguan cemas dapat berbeda sesuai umur penderita. Oleh karena itu,
diagnosa gangguan cemas pada lansia sering kali underdiagnosed dibandingkan
kelompok usia yang lebih muda. Tanpa adanya cara deteksi yang tepat, penanganan
yang tepat pada gangguan cemas pada lansia tidak akan tercapai. Oleh karena hal
tersebut perlu dibahas lebih mendalam mengenai gangguan cemas pada lansia

1.2.

Tujuan
1.2.1.
Tujuan Umum
Mengetahui lebih dalam mengenai gangguan cemas pada lansia
1.2.2.

Tujuan Khusus
Mengetahui jenis-jenis gangguan cemas pada lansia
Mengetahui faktor risiko gangguan cemas pada lansia
Mengetahui pendekatan diagnosa dan penanganan terhadap pasien
dengan gangguan cemas.

1.3.

Manfaat Penulisan
1.3.1.
Bagi Bidang Akademik
Dari penulisan referat ini dapat diketahui prevalensi kejadian gangguan cemas
pada lansia cukup tinggi, sehingga diharapkan refrat ini dapat menjadi landasan
untuk penelitian selanjutnya mengenai gangguan cemas pada lansia

1.3.2.
Bagi Masyarakat
Penulisan referat ini dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai gangguan cemas yang sering ditemui pada lansia,
sehingga masyarakat dapat lebih peka dan dapat menolong masyarakat terutama
keluarga yang mengalami gangguan cemas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Cemas dapat dikatakan sebagai bentuk adaptasi normal terhadap sesuatu ancaman,
yang diikuti oleh sekelompok sindrom atau gejala.(1) (2) Dalam psikoanalisis,
ansietas atau cemas merupakan keadaan yang tidak disadari yang memicu suatu
mekanisme defensif seperti represif (menghilangkan ide yang tidak dapat diterima
dari kesadaran), sublimasi (mengganti ide yang tidak dapat diterima menjadi hal
lain yang dapat diterima secara sosial), displacement (mengganti objek atau sasaran
ide ke sasaran yang lain). (1)
DSM IV menggolongkan gangguan cemas menjadi gangguan panik dengan atau
tanpa agarofobia, agarofobia dengan atau tanpa gangguan panik, fobia spesifik,
fobia sosial, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress pasca trauma, gangguan
stress akut, dan gangguan cemas menyeluruh. (2)
Lansia atau lanjut usia menurut WHO adalah masyarakat dengan batas usia diatas
60 tahun dimana seseorang memasuki tahapan terakhir dalam kehidupannya. (3)

2.2.

Etiologi Gangguan Cemas


Etiologi dari gangguan cemas terdiri atas beberapa teori, antara lain:
1. Teori Psikoanalisis
Menurut Sigmund Freud, anxietas disebabkan oleh karena Id yang tidak
terkontrol, Ego yang tidak dapat diterima, dan Super Ego yang terganggu.(2)
2. Teori tingkah laku/kebiasaan
Anxietas merupakan suatu kondisi sebagai respon terhadap stimulus atau
suasana lingkungan yang spesifik. Konsep perilaku pada anxietas non-fobia,
karena adanya perasaan bersalah, yang merupakan penyimpangan, pemikiran
yang berlawanan, atau maladaptasi (kesalahan penyesuaian perilaku dan
gangguan emosional)(2)
3. Teori eksistensi
Biasanya hal ini berlaku untuk gangguan cemas yang menyeluruh, yaitu bila
seseorang merasa cemas akan hidupnya dan perasaan takut akan kematian.
Teori eksistensi tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan
kecemasan umum, dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasikan
secara spesifik untuk suatu perasaan kecemasan yang kronis.(2)
4. Teori biologi
Teori biologi tentang kecemasan telah dikembangkan dari penelitian pra-klinis
dengan model kecemasan pada binatang dan berkembangnya pengetahuan
2

tentang neurologis dasar dan kerja obat psikoterapeutik. Teori ini berhubungan
dengan

Neurotransmiter

(norepinefrin,

GABA,

serotonin)

dan

Neuroanatomi (sistem limbik, korteks serebral)(2)


Etiologi gangguan cemas pada lansia juga dipengaruhi oleh perubahan situasi
kehidupannya. Ketika seseorang memasuki usia lanjut, maka ia akan berhadapan
dengan perubahan yang signifikan dalam hidupnya, seperti pensiun dari kerja,
masalah kesehatan, hilangnya pasangan hidup atau orang yang dicintai,
berkurangnya pendapatan ekonomi. Perubahan ini yang membuat para lansia
memiliki kekhawatiran lebih mengenai kesehatan dan disabilitas mereka dan juga
pikiran mereka akan menjadi beban dalam keluarga.(4)
2.3.

Epidemiologi
Penelitian mengenai prevalensi tipe gangguan cemas pada lansia telah banyak
dilakukan. Namun, banyak dari penelitian tersebut yang memiliki hasil yang
berbeda-beda. Secara umum, gangguan cemas yang paling sering pada lansia adalah
gangguan cemas menyeluruh dan fobia spesifik. Sedangkan gangguan cemas yang
paling sedikit ditemui pada lansia adalah gangguan obsesif kompulsif, gangguan
panik dan gangguan stress pasca trauma.(4)

2.4.

Klasifikasi Gangguan Cemas


Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV) menggolongkan
gangguan cemas menjadi :
a. Gangguan Panik
Adanya serangan panic berulang dengan karakteristik 4 dari gejala berikut:
Palpitasi
Berkeringat
Bergetar
Nafas cepat
Air hunger
Nyeri dada
Mual, rasa tidak nyaman pada abdomen
Kepala seperti berputar,
Derealisasi atau depersonalisasi
Takut akan kehilangan kontrol atau gila
Takut mati
Kesemutan atau mati rasa

Selain itu juga adanya ketakutan untuk serangan berikutnya dan perubahan
perilaku yang berhubungan dengan serangan seperti menghindari pemicu atau
menjauhi tempat terjadinya serangan panik.
b. Agarofobia
Agarofobia merupakan ketakutan akan berada di suatu tempat atau kondisi
dimana untuk kabur atau keluar dari sana akan susah, memalukan atau tidak
memungkinkan mendapat pertolongan dalam suatu serangan panik. Orang
tersebut akan cenderung menghindari tempat atau kondisi yang ditakuti seperti
keramaian, toko, jembatan, terowongan, pesawat, kereta, ruangan sempit.
c. Fobia Sosial
Fobia sosial ditandai dengan adanya ketakutan akan satu atau lebih kondisi
sosial atau penampilan di depan umum dimana seseorang takut atau khawatir
akan pikiran orang lain atas dirinya, seperti berpidato, makan dan minum di
tempat umum, memulai atau mempertahankan percakapan. Seseorang dengan
fobia sosial juga akan takut akan ejekan, rasa malu disertai dengan gejala
ansietas seperti berkeringat. Kondisi sosial yang ditakutkan akan dihindari atau
ditahan namun dengan gejala ansietas yang berat.
d. Fobia Spesifik
Fobia spesifik ditandai dengan adanya ketakutan menetap dan menonjol yang
berlebihan, tidak beralasan dan dicetuskan oleh karena adanya objek atau situasi
yang spesifik, seperti terbang, tempat tertutup, ketinggian, badai, binatang,
disuntik, darah. Kondisi tersebut memicu suatu respon cemas yang cepat. Orang
dengan kondisi ini akan menyadari ketakutannya dan berusaha menghindarinya.
e. Gangguan Obsesif Kompulsif
Obsesif ditandai dengan adanya pikiran, impuls, atau imajinasi yang berulang
dan menetap dan bersifat tidak sesuai, seperti pikiran akan kontaminasi kotoran
terhadap benda di sekitarnya.
Kompulsif merupakan perilaku yang berulang dengan tujuan mengurangi
kecemasan (obsesif), seperti mencuci tangan berlulang-ulang, memeriksa pintu
yang terkunci berkali-kali, berdoa terus menerus. Gangguan ini menyebabkan
adanya gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi sehari-hari.
f. Gangguan Cemas Menyeluruh
Seseorang yang memiliki kecemasan terhadap hampir semua hal, dapat
dikatakan memiliki gangguan cemas menyeluruh. (2) Gangguan cemas
4

menyeluruh merupakan sebagai rasa cemas dan khawatir yang berlebihan


terhadap beberapa kejadian atau kegiatan untuk kebanyakan hari dalam periode
6 bulan. Rasa cemas sulit dikontrol dan berkaitan dengan gejala somatik, seperti
ketegangan otot, iritabilitas, sulit tidur, dan gelisah. (2)
2.5.

Faktor Risiko
Hal-hal yang dapat meningkatkan prevalensi terjadinya gangguan cemas pada
lansia adalah jenis kelamin perempuan, memiliki beberapa penyakit kronis, belum
menikah, bercerai, pendidikan rendah, adanya trauma dalam hidup, keterbatasan
fisik dalam kegiatan sehari-hari, kejadian tidak menyenangkan pada masa kecil. (4)

2.6.

Gejala
Gejala cemas secara umum terbagi menjadi dua komponen, yaitu adanya gejala fisik
dan gejala psikologik. Gejala fisik yang sering ditemui adalah palpitasi, berkeringat,
gemetar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, diare,
rasa gatal dan lain-lain. Sedangkan gejala psikologik yang sering ditemui adalah
perasaan takut, tegang, gugup. Perasaan malu akan terlihat cemas oleh orang sekitar
juga akan memperberat gejala cemas. (2)
Gangguan cemas juga menyebabkan adanya gangguan pada proses belajar, berfikir
dan persepsi. Orang yang cemas sering bingung, gangguan persepsi akan orang
sekitar, tempat, waktu dan suatu kejadian yang dialaminya. Gangguan cemas juga
akan menganggu proses belajar dengan mengurangi konsentrasi dan mengurangi
kemampuan menghubungkan suatu ide dengan ide lainnya. (2)

2.7.

Komorbiditas
2.7.1.
Kondisi Medis
Kondisi medis tertentu pada lansia menunjukan adanya hubungan dengan
gangguan kecemasan. Sebanyak 80% sampai 86% lansia sedikitnya memiliki
satu kondisi medis kronis. Lansia dengan gangguan cemas memiliki risiko lebih
tinggi untuk memiliki suatu kondisi medis Kondisi medis yang berhubungan
dengan gangguan cemas pada lansia adalah penyakit kardiovaskular, respirasi
dan vestibular. Gejala dari penyakit-penyakit tersebut memiliki hubungan
dengan gangguan cemas dimana gejala tersebut dapat disebabkan oleh kondisi
medis, namun dapat juga disebabkan oleh gejala dari kecemasan yang sedang
terjadi yang dapat memicu kecemasan yang lebih lanjut.(4)
5

2.7.2.
Psikiatri
Lansia dengan gangguan cemas memiliki prevalensi yang tinggi untuk memiliki
depresi. Penelitian di Belanda, Jerman dan Kanada menyatakan bahwa sebagian
besar populasi lansia dengan gangguan cemas memenuhi kriteria deperesi.
Penelitian tentang depresi pada lansia juga menyatakan setengah dari mereka
memenuhi kriteria diagnosis untuk gangguan cemas.(5)(6)(7)
2.8.

Manajemen
Manajemen Farmakologi

2.8.1.

Pilihan terapi farmakologi utama untuk gangguan cemas pada lansia adalah
golongan benzodiazepin. Benzodiazepin akan bereaksi dengan reseptornya akan
menaikkan fungsi inhibisi GABA, sehingga hiperaktivitas mereda sehingga
gejala cemas akan berkurang.(8) Benzodiazepine merupakan Drug of Choice
karena spesifisitas, potensi, dan keamanannya yang lebih kurang menimbulkan
adiksi dibanding fenobarbital. Namun obat golongan benzodiazepin memiliki
efek samping yaitu meningkatkan risiko akan fraktur pada tulang panggul pada
lansia, menurunkan fungsi kognitif dan psikomotor. (4)
Golongan obat non-benzodiazepin seperti Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine
juga dapat digunakan untuk mengurangi gejala cemas pada lansia. Selain itu,
obat anti depresan juga efektif dalam mengatasi gangguan cemas menyeluruh
dan gangguan panik pada lansia. (4)
2.8.2.
i.

Non Farmakologi
Terapi Psikososial
Terapi relaksasi, grup diskusi, CBT, terapi kognitif telah diteliti
memiliki manfaat untuk menangani gangguan cemas pada lansia. CBT
memiliki efektivitas yang paling baik dibandingkan terapi lainnya
dalam kasus gangguan cemas menyeluruh.(4)(9)

BAB III
KESIMPULAN
3.1.

Kesimpulan
Gangguan cemas pada lansia sering terjadi. Gangguan cemas pada lansia yang
paling sering terjadi adalah gangguan cemas menyeluruh dan fobia spesifik. Hal ini
dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti adanya trauma dalam hidupnya, belum
menikah, bercerai, pendidikan yang rendah serta memiliki masalah kesehatan.
Gangguan cemas sendiri menurut DSM IV digolongkan menjadi gangguan panik,
agarofobia, fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan
cemas menyeluruh. Gejala cemas secara umum terbagi menjadi gejala fisik dan
gejala psikolgik. Gejala fisik yang sering ditemui adalah palpitasi, berkeringat,
gemetar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, diare,
rasa gatal dan lain-lain. Sedangkan gejala psikologik yang sering ditemui adalah
perasaan takut, tegang, gugup. Perasaan malu akan terlihat cemas oleh orang sekitar
juga akan memperberat gejala cemas.
Gangguan cemas pada lansia sering didiagnosa bersamaan dengan kondisi medis
seperti gangguan kardiovaskuler, respirasi dan vestibular. Selain itu gangguan
cemas pada lansia juga sering ditemani oleh gangguan depresi. Untuk
pengobatannnya, gangguan cemas dibagi menjadi terapi farmakologi dan terapi non
farmakologi. Obat pilihan utama untuk gangguan cemas pada lansia adalah
golongan benzodiazepine, selain itu dapat juga digunakan obat anti ansietas
golongan non-benzodiazepin dan obat anti depresan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shorter E. A Historical Dictionary of Psychiatry. Oxford University Press; 2005. 351 p.


2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins; 2011. 1510 p.
3. WHO | Definition of an older or elderly person [Internet]. WHO. [cited 2014 Nov 7].
Available from: http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/
4. Wolitzky-Taylor KB, Castriotta N, Lenze EJ, Stanley MA, Craske MG. Anxiety disorders
in older adults: a comprehensive review. Depress Anxiety. 2010 Feb 1;27(2):190211.
5. Schaub RT, Linden M. Anxiety and anxiety disorders in the old and very old--results
from the Berlin Aging Study (BASE). Compr Psychiatry. 2000 Apr;41(2 Suppl 1):4854.
6. Van Balkom AJLM, Beekman ATF, De Beurs E, Deeg DJH, Van Dyck R, Van Tilburg W.
Comorbidity of the anxiety disorders in a community-based older population inThe
Netherlands. Acta Psychiatr Scand. 2000 Jan 1;101(1):3745.
7. Cairney J, Corna LM, Veldhuizen S, Herrmann N, Streiner DL. Comorbid depression and
anxiety in later life: patterns of association, subjective well-being, and impairment. Am J
Geriatr Psychiatry Off J Am Assoc Geriatr Psychiatry. 2008 Mar;16(3):2018.
8. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed.
9. Wetherell JL, Gatz M, Craske MG. Treatment of generalized anxiety disorder in older
adults. J Consult Clin Psychol. 2003;71(1):3140.

Anda mungkin juga menyukai