Oleh:
MELVA LIANUR RITONGA
160308012
1. Persilangan Monohibrid
Persilangan monohybrid atau monohibridasi ialah suatu persilangan dengan
satu sifat beda. Monohibridisasi pada percobaan mendel dilakukan denagan
menyiliangkan kapri berbatang tinggi dengan kapri berbatang pendek.
Keterangan:.
T : merupakan simbol untuk gen yang menentukan batang tinggi
t : merupakan simbol untuk gen yang menentukan batang pendek
Perbandingan
Fenotip Genotip Jumlah genotip
Fenotif
TT 1
Tinggi 3
Tt 2
Pendek Tt 1 1
Dengan table diatas kita ketahui sifat batang tinggi (T) dominan terhadap
sifat batang pendek (t).
Jadi, dari persilangan monohybrid, perbandingan fenotip = 3 : 1, dan
perbandingan genotip = 1 : 2 : 1.
Pembentukan gamet dari tanaman heterozigot (F1), ternyata ada
pemisahan alel, sehingga ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan alel t.
prinsip pembentukan gamet pada genotip induk yang heterozigot dengan
pemisahan alel tersebut dikenal dengan Hukum Mendel I yang disebut Hukum
Segregasi Bebas ( pemisahan gen secara bebas )
Mendel menyusun yang menerangkan hukum-hukum heereditas sebagai
berikut :
1) Tiap sifat organisme dikendalikan oleh sepasang factor ketrunan ( gen ), satu
dari induk jantan, lainnya dari induk betina.
2) Tiap pasangan factor keturunan menunjukkan bentuk alternative sesamanya,
misalnya cokelat atau putih, bulat atau kisut, manis atau asam. Kedua bentuk
alternative ini disebut alel.
3) Satu dari pasangan alel itu dominan atau menutup alel yang resesif jika
keduanya bersama-sama.
4) Pada pembentukan sel kelamin (gamet), yaitu proses meiosis, pasangan factor-
faktor keturunan memisah. Setiap gamet menerima salah satu factor dari
pasangan itu. Kemudian, pada proses fertilisasi, faktor-faktor itu akan
berpasangan secara acak.
5) Individu murni ( galur murni ) mempunyai dua alel yang sama, dominan
semua atau resesif semua. Alel dominan disimbolkan dengan huruf besar,
sedangkan alel resesif disimbolkan dengan huruf kecil. Contohnya BB untuk
pasangan alel bulat dominan dan bb untuk pasangan alel kisut resesif.
6) Semua individu F1 adalah seragam.
7) Jika dominansi tampak sepenuhnya, individu F1 memiliki genotip seperti
induknya yang dominan.
2. Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid atau dihibridasasi ialah suatu persilangan dengan dua
sifat beda. Mendel melakukan eksperimen dengan membastarkan tanaman Pisum
sativum bergalur murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat
berwarna kuning dengan biji kisut berwarna hijau.
Rasio Genotip:
BBKK : BBKk : BbKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk = 1 :
2:2:4:1:2:1:2:1
Rasio Fenotip:
Bulat kuning : bulat hijau : kisut kuning : kisut hijau : = 9 : 3 : 3 : 1
Hubungan antara banyaknya sifat beda, gamet, kombinasi F2, dan genotip
F2 apabila bersifat dominansi dapat dilihat dari tabel berikut :
Sedangkan hubungan antara banyaknya sifat beda, perbandingan fenotip
F2, dan kemungkinan macam fenotip dapat dicari dengan Segitiga Pascal sebagai
berikut :
3. Persilangan Resiprok
Prinsip-prinsip Mendel tersebut di atas udah dibuktikan bila diadakan
perkawinan atau penyilangan resiprok. Penyilangan resiprok ialah penyilangan
gamet jantan dan gamet betina ditukarkan sehingga menghasilkan keturunan yang
sama.
Keterangan:
Gen A memengaruhi warna biji, misalnya merah. Gen a juga memengaruhi warna
biji, tetapi tidak merah (misalnya putih).
Gen B memengaruhi bentuk biji, misalnya bulat. Gen b juga memengaruhi bentuk
biji, tetapi tidak bulat (misalnya persegi).
E. Alel Ganda
Dengan adanya mutasi, sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan
lebih dari satu macam gen. bila dalam satu lokasi terdapat lebih dari satu pasang
alel disebut alel ganda. Misalnya warna bulu pada kelinci dan golongan darah
system A, B, O pada manusia.
a. Alel ganda pada kelinci
Alel ganda pada bulu kelinci adalah adanya 4 alel yang sama-sama
mempengaruhiwarna bulu dan berada pada lokus yang sama, sebagai berikut.
Warna bulu kelinci dengan gen (K) mempunyai beberapa alel yang
berturut-turut dari dominan:
K > Kch > Kh > k
Gen K : kelinci normal berwarna kelabu.
Gen Kch: kelinci chinchilla berwarna kelabu muda.
Gen Kh : kelinci himalaya berwarna putih, ujung hidung, ujung telinga,
ekor, dan kaki berwarna kelabugelap.
Gen k : kelinci albino (tak berpigmen) berwarna putih.
F. Pola-pola Hereditas
Penyimpangan semu Mendel
a) Interaksi Gen
Peristiwa dua gen atau lebih yang bekerja sama atau menghalang-halangi
dalam memperlihatkan fenotip disebut interaksi gen. interaksi gen mula-mula
ditemukan oleh William Bateson (1861 – 1962 ) dan R.C. Punnet (1906) pada
bentuk jegger ayam.
Ada empat macam bemtuk jegger ayam, yaitu sebagai berikut:
Bentuk biji (pea), dengan genotip rrP-. Bagian yang bertanda “-“ dapat diisi
gen dominan (huruf besar) atau resesif (huruf kecil).
Bentuk mawar atau gerigi (ros), dengan genotip: R-pp
Bentuk sumpel (walnut) dengan genotip: R-P-
Bentuk belah atau tunggal (single), dengan genotip rrpp
Persilanagan antara ayam berjengger gerigi dengan biji, menghasilkan
keturunan F1 bertipe walnut.
Berdasarkan segi empat Punnet diatas, perbandingan F2 adalah sebagai
berikut jegger walnut : ros : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1
b) Kriptomeri
Correns (1912) adalah seorang ahli yang menyelidiki peristiwa kritometri.
Kriptometri ialah peristiwa pembastaran, dimana suatu factor dominan tertutup
oleh factor dominan lainnya dan baru tampak jika tidak bersama dengan factor
penutup itu. Misalnya, pada bunga Linaria maroccana. Sebagai contohnya
disilangkan bunga merah (AAbb) dengan bunga putih (aaBB), maka hasilnya
adalah F1 = bunga ungu (AaBb). Sedangkan F2 terdiri atas tanaman Linaria
maroccana berbunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4. Berdasarkan penyelidikan
terhadap plasma sel bunga Linaria, ternyata warna merah disebabkan oleh adanya
pigmen antosianin dalam lingkungan plasma sel yang bersifat asam, sedangkan
dalam lingkungan basa akan memberikan warna ungu. Tetapi apabila dalam
plasma sel tidak terdapat antosianin, dalam lingkungan asam atau basa tetap akan
membentuk warna putih.
Apabila :
A = ada bahan dasar pigmen antosianin,
a = tidak ada bahan dasar pigmen antosianin,
B = reaksi plasma sel bersifat basa, dan
b = reaksi plasma sel bersifat asam.
Gen A dominan terhadap a, dan gen B dominan terhadap b, sehingga diagram
persilangannya dapat digambarkan, seperti pada diagram berikut. Perhatikan
diagram peristiwa kriptomeri pada Linaria maroccana yang menghasilkan
kombinasi ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4
Keterangan :
Semua kombinasi yang mengandung H, fenotipenya adalah hitam.
Kombinasi yang mengandung faktor dominan K hanya menampakkan warna
kuning jika bersama faktor H. Kemungkinan kombinasi 1/16 adalah kombinasi
dua faktor resesif dari kedua pasangan alel hhkk. Individu ini tidak mengandung
faktor dominan dan menampakkan warna putih. Ini adalah jenis homozigot baru
yang hanya mungkin timbul dari persilangan dihibrid.
d) Polimeri
Sifat yang muncul pada pembastaran heterozigot dengan sifat beda yang
berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi karakter dan bagian organ tubuh yang
sama dari suatu organisme disebut polimeri.
Pada salah satu percobaannya, Nelson Ehle, menyilangkan gandum berbiji
merah dengan gandum berbiji putih, fenotipe F1 semua berbiji merah tetapi tidak
semerah biji induknya. Pada kasus ini, seolah-olah terjadi peristiwa dominan tidak
penuh, sedangkan pada F2 diperoleh keturunan dengan ratio fenotipe 15 merah
dan 1 putih adalah berasal dari penggabungan (9+3+3):1, berwarna merah ada 4
variasi yaitu merah tua, merah sedang, merah muda, dan merah muda sekali,
sedangkan berwarna putih hanya ada 1 variasi, maka percobaan ini dikatakan
bahwa pembastaran tersebut adalah dihibrida dan dua pasang alel yang berlainan
tadi sama-sama mempengaruhi sifat yang sama yaitu warna bunga.
Apabila gen yang menimbulkan pigmen merah diberi simbol M1 dan M2, alel
yang mengakibatkan tidak terbentuknya warna diberi simbol m1 dan m2, maka
dapat digambarkan dalam diagram persilangan sebagai berikut.
Perhatikan peristiwa polimeri pada persilangan antara gandum merah dan
gandum putih!
Keterangan
e) Gen-gen Komplementer
Gen komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat
bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotip alelnya. Bila
salah satu gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh: perkawinan pria bisu tuli dengan wanita bisu tuli, ternyata
keturunannya F1 semuanya normal, bagaimana F2 nya ?
Melihat angka perbandingan F2 yang hamper sama yaitu 9 : 7, maka bila
suatu perkawinan hanya menghasilkan anak sedikit memungkin semua normal
atau semua bisu tuli. Kunci pemahaman gen komplementer adalah:
aa epistasis (menutupi) B dan b
bb epistasis (menutupi) A dan a
genotip rekombinan
genotip keseluruhan
Dalam suatu eksperimen diperoleh keturunan sebagai berikut.
Fenotip tetua berbadan abu-abu sayap panjang : 965
berbadan hitam sayap pendek : 944
Fenotip rekombinan berbadan hitam sayap panjang : 206
berbadan abu-abu sayap pendek : 185
Kemungkinan pindah silang dan rekombinasi kromosom
berbanding lurus dengan jarak antara dua gen yang terpisah.
Misalnya jarak antara gen O dan P tiga kali lipat jarak antara
gen R dan S. Hal ini berarti, pemisahan pautan antara gen O
dan P melalui pindah silang tiga kali lebih besar daripada pindah
silang antara gen R dan S. Jadi semakin jauh jarak antargen
yang memperbesar kemungkinan pindah silang. Frekuensi
pindah silang dapat dihitung sebagai berikut:
Frekuensi rekombinasi = Jumlah keturunan rekombina
Jumlah keturunan rekombinan
x 100 %
seluruh keturunan
(206 + 185)
= (965 + 944) + (206 + 185) x 100 %
391
= 2300 x 100 %
= 17%
Tautan Seks
- Warna Mata pada Drosophila melanogaster
Morgan (1910) menunjukkan dengan jelas keterkaitan gen pengendali
warna mata pada lalat buah (Drosophila melanogaster) dengan segregasi
kromosom seks. Pada pembastaran lalat jantan bermata putih dengan lalat betina
bermata merah, pada keturunan F1 semua bermata merah. Jadi, sifat mata putih
bersifat resesif karena tidak muncul pada F1. Ketika dibastarkan F1 dengan
sesamanya, warna mata putih tidak ada pada betina, tetapi hanya pada jantan. Dari
hasil ini, Morgan menyimpulkan bahwa alel pengendali warna merah dominan
terhadap alel warna putih dan alel-alel tersebut hanya terdapat pada kromosom X,
tidak ada pada kromosom Y.
Gen Letal
Gen yang dapat menimbulkan kematian suatu individu disebut gen letal.
Kematian dapat terjadi baik pada awal perkembangan individu, embrio, setelah
lahir, atau menjelang dewasa. Gen letal dibedakan menjadi dua, yaitu letal
dominan dan letal resesif. Untuk lebih mengetahui, mari cermati uraian berikut
ini.
1. Letal Dominan
Pada letal dominan, individu akan mati apabila memiliki gen homozigot
dominan. Contoh gen letal terdapat pada gen yang menyebabkan tikus berambut
kuning homozigot dominan (KK) mati sebelum lahir. Kematian sebelum lahir
akan mengubah perbandingan jumlah fenotip keturunan. Jika tikus berambut
kuning heterozigot (Kk) dikawinkan dengan tikus kuning heterozigot pula, maka
akan menghasilkan keturunan lebih sedikit atau 25% lebih kecil dari jumlah
keturunan berambut kuning dengan berambut tidak kuning. Diagram
persilangannya dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Letal Resesif
Pada letal resesif, individu akan mati jika mempunyai genn homozigot resesif,
contohnya tumbuhan albino dan ekor pendek mencit. Tumbuhan albino tidak
mempunyai klorofil. Misalnya, klorofil dikendalikan oleh gen A, maka tumbuhan
berklorofil memiliki gen AA, sedangkan tumbuhan albino memiliki gen aa.
Tumbuhan albino muncul dari persilangan heterozigot Aa dengan Aa. Untuk lebih
memahami, mari cermati diagram di bawah ini.
2) Albinisme
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan ketidakmampuan tubuh
membentuk pigmen melanin. Keadaan ini menyebabkan penderita albino tidak
memiliki pigmen kulit, iris, dan rambut. Kulit dan mata penderita albino sangat
sensitif terhadap cahaya dan mereka harus menghindar dari cahaya matahari yang
terlalu terang. Albinisme ini disebabkan oleh alel resesif yang ditemukan pada
autosom. Seorang anak albino dapat lahir dari pasangan orang tua yang keduanya
normal heterozigot atau dari pasangan normal dan albino.
3) Brakidaktili
Brakidaktili merupakan kelainan pada ruas-ruas jari yang memendek pada
manusia. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan (B) yang bersifat letal. Jika
gen dalam keadaan homozigot dominan (BB) akan bersifat letal. Dalam keadaan
heterozigot (Bb), individu menderita kelainan brakidaktili. Adapun keadaan gen
homozigot resesif (bb) individu normal.
4) Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan pada manusia berupa bertambahnya jari tangan
atau kaki dari jumlah normal. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan
homozigot pada autosom. Jika gen dominan polidaktili dilambangkan P maka
individu dengan gen homozigot dominan (PP) dan heterozigot (Pp) akan
menderita polidaktili. Adapun individu dengan gen homozigot resesif (pp) bersifat
normal
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kromosom X dari ibu sangat
berpengaruh terhadap penentuan sifat buta warna anak laki-laki. Pada wanita
pembawa sifat buta warna (carrier), sebenarnya sel-sel kerucut mata ada yang
mengalami kelainan. Akan tetapi, walaupun jumlah sel- sel kerucut matanya
tereduksi, jumlah sel-sel kerucut normal masih banyak dan cukup untuk
menghasilkan penglihatan mata yang normal (Hopson essels, 1990: 261).
2) Hemofilia
Kelainan lain yang diwariskan melalui gonosom, di antaranya hemofilia.
Kelainan ini menyebabkan tubuh tidak dapat membuat protein yang diperlukan
dalam pembekuan darah. Penderita hemofilia dapat kehabisan darah dan
meninggal dunia hanya karena luka kecil.
Selama beberapa generasi, kasus hemofilia terjadi pada keluarga kerajaan
Inggris. Setelah para ilmuwan meneliti peta silsilah keluarga kerajaan, diketahui
bahwa gen hemofilia diturunkan oleh Ratu Victoria yang memiliki genotipe
heterozigot (carrier) hemofilia.
2. Golongan Darah
Pernahkah Anda memeriksakan golongan darah Anda? Apakah hasilnya?
A, B, AB, atau O? Golongan darah merupakan salah satu ciri yang diwariskan
pada manusia. Penentuan golongan darah ini berdasarkan ada atau tidaknya
reaksi penggumpalan antardarah. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa
macam penggolongan darah, di antaranya sistem AB , sistem M , dan sistem
R.
a. Sistem ABO
Penggolongan darah sistem ABO ditemukan oleh K. Landsteiner sekitar
1900. Ia menemukan bahwa terkadang jika darah seseorang dicampurkan
dengan yang lain, terjadi reaksi penggumpalan (aglutinasi). Akan tetapi, pada
orang lain hal tersebut terkadang tidak terjadi. Berdasarkan hal inilah terbentuk
empat jenis golongan darah, A, B, AB, atau O (nol).
Proses penggumpalan antargolongan darah dipengaruhi oleh kandungan
aglutinogen atau antigen (antibody generator) serta aglutinin (antibody) pada
darah-darah tersebut. Jika antigen bertemu dengan antibodi lawannya, darah
akan menggumpal. Perhatikan tabel berikut.
Fenotipe dan Genotipe Golongan Darah Sistem A B O
Perkawinan antara pria dengan Rh+ dan wanita dengan Rh– dapat
menyebabkan keturunannya menderita penyakit eritroblastosis fetalis. Jika bayi
yang dilahirkan memiliki Rh– , kemungkinan bayi tersebut terlahir normal.
Kelainan terjadi jika janin yang dikandung Rh+ yang diwariskan dari orangtua
laki-laki.
Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu Rh– , pada kehamilan
pertama bayi tersebut terlahir selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu terhadap
antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi, pada kehamilan kedua, jika
janin Rh+, janin tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–Rh+). Akibatnya,
jika janin Rh+, akan menderita eritroblastosis fetalis. Keadaan ini tidak terjadi jika
pria Rh– dan wanita Rh+ atau keduanya memiliki golongan Rh yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, DA dkk. 2004. BUKU PWNUNTUN BIOLOGI SMAUNTUK KELAS XI.
Jakarta: Erlangga
Kistinnah Indun, dkk. 2009. BIOLOGI MAKHLUK HIDUP DAN
LINGKUNGANNYA. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_3_Kelas_12_Idun_Kistinnah_Enda
ng_Sri_Lestari_2009.pdf (29/12/16)
Subardi, dkk. 2009. BIOLOGI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_3_Kelas_12_Subardi_Nuryani_Shi
diq_Pramono_2009.pdf (29/12/16)
Sembiring Langkah, dkk. 2009 . BIOLOGI KELAS XII UNTUK SMA DAN MA.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_Kelas_12_Langkah_Sembiring_Su
djino_2009.pdf (29/12/16)