Anda di halaman 1dari 37

PEWARISAN SIFAT

Oleh:
MELVA LIANUR RITONGA
160308012

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
A. Kromosom dan Gen
Sel ini memiliki inti sel atau nukleus, pada inti sel terdapat jalinan seperti
benang halus yang disebut kromosom. Kromosom inilah yang merupakan
pembawa sifat keturunan. Di sepanjang kromosom terdapat gen yang merupakan
penentu sifat keturunan suatu makhluk hidup. Jadi baik kromosom maupun gen
sama pentingnya dalam penurunan sifat.

Berdasarkan fungsinya, kromosom dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:


1. Kromosom Tubuh (Autosom)
Yaitu kromosom yang menentukan ciri-ciri tubuh.
2. Kromosom Kelamin (Gonosom)
Yaitu kromosom yang menentukan jenis kelamin pada individu jantan atau
betina atau pada manusia pria atau wanita. Misalnya: pada kromosom lalat
buah (Drosophila melanogaster) memiliki 4 pasang kromosom, terdiri atas
3 pasang autosom dan 1 pasang gonosom.
Jumlah dan bentuk kromosom pada setiap sel tubuh spesies makhluk hidup
adalah tertentu. Misalnya pada manusia pada setiap sel tubuhnya terdapat 46 buah
kromosom atau 23 pasang kromosom. 46 kromosom tersebut berasal dari ayah 23
buah dan berasal dari ibu 23 buah. Jadi walaupun seorang anak mirip ayahnya
tetap saja setengah dari jumlah kromosom tubuhnya berasal dari ayah dan
setengah dari ibu.

B. Istilah-istilah dalam Genetika


1. Sel Diploid dan Sel Haploid
Yaitu sel yang memiliki kromosom dalam keadaan berpasangan atau sel
yang memiliki dua set atau dua perangkat kromosom. Misalnya sel tubuh manusia
memiliki 46 buah kromosom yang selalu dalam keadaan berpasangan sehingga
disebut diploid (2n) (di berarti dua, ploid berarti set/ perangkat). Sedangkan sel
kelamin manusia memiliki kromosom tidak berpasangan. Hal ini terjadi karena
pada saat pembentukan sel kelamin, sel induk yang bersifat diploid membelah
secara meiosis, sehingga sel kelamin anaknya hanya mewarisi setengah dari
kromosom induknya. Maka dalam sel kelamin (gamet) manusia terdapat 23
kromosom yang tidak berpasangan atau hanya memiliki seperangkat atau satu set
kromosom saja, disebut haploid (n).
2. Genotip
Genotip adalah susunan gen yang menentukan sifat dasar suatu makhluk
hidup dan bersifat tetap. Dalam genetika genotip ditulis dengan menggunakan
symbol huruf dari huruf paling depan dari sifat yang dimiliki oleh individu. Setiap
karakter sifat yang dimiliki oleh suatu individu dikendalikan oleh sepasang gen
yang membentuk alela. Sehingga dalam genetika symbol genotip ditulis dengan
dua huruf. Jika sifat tersebut dominan, maka penulisannya menggunakan huruf
capital dan jika sifatnya resesif ditulis dengan huruf kecil. Genotip yang memiliki
pasangan alela sama, misalnya BB atau bb, merupakan pasangan alela yang
homozigot. Individu dengan genotip BB disebut homozigot dominan, sedangkan
individu dengan genotip bb disebut homozigot resesif .Untuk genotip yang
memiliki pasangan alela berbeda misal Bb, merupakan pasangan alela yang
heterozigot.
3. Fenotip
Fenotip adalah sifat yang tampak pada suatu individu dan dapat diamati
dengan panca indra, misalnya warna bunga merah, rambut keriting, tubuh besar,
buah rasa manis, dan sebagainya. Fenotip merupakan perpaduan dari genotip dan
factor lingkungan. Sehingga suatu individu dengan fenotipe sama belum tentu
mempunyai genotip sama.
4. Dominan
Gen dikatakan dominan apabila gen tersebut bersama dengan gen lain (gen
pasangannya), akan menutup peran/sifat gen pasangannya tersebut. Dalam
persilangan gen, dominan ditulis dengan huruf besar.
5. Resesif
Gen dikatakan resesif apabila berpasangan dengan gen lain yang dominan
ia akan tertutup sifatnya (tidak muncul) tetapi jika ia bersama gen resesif lainnya
(alelanya) sifatnya akan muncul. Dalam genetika gen resesif ditulis dengan huruf
kecil.
6. Intermediet
Adalah sifat suatu individu yang merupakan gabungan dari sifat kedua
induknya. Hal ini dapat terjadi karena sifat kedua induk yang muncul sama kuat
(kodominan). Misalnya bunga warna merah disilangkan dengan bunga warna
putih, menghasilkan keturunan berwarna merah muda.
7. Hibrid
Adalah hasil perkawinan antara dua individu yang memiliki sifat beda.
Bila individu tersebut memiliki satu sifat beda disebut monohibrid, dua sifat beda
disebut dihibrid, tiga sifat beda trihibrid, dan sebagainya.

C. Pewarisan Sifat Menurut Mendel


Gen yang terdapat pada kromosom di dalam nukleus merupakan pengendali
faktor keturunan pada makhluk hidup. Gen berfungsi menyampaikan informasi
genetic kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu, setiap keturunan akan
mempunyai fenotip maupun genotip yang hampir sama atau hasil campuran sifat-
sifat induknya. Sifat yang dapat diamati disebut fenotip, misal warna, bentuk,
ukuran, dan sebagainya. Sifat yang tidak dapat diamati disebut genotip berupa
susunan genetik suatu individu.
Gregor Johann Mendel (1822–1884) merupakan seorang biarawan
berkebangsaan Austria, yang berjasa besar dalam memperkenalkan ilmu
pengetahuan tentang pewarisan sifat atau disebut genetika. Hukum genetika yang
diperkenalkan Mendel dikenal dengan hukum I Mendel dan hukum II Mendel.
Dari penemuannya ini, Mendel dikukuhkan sebagai Bapak Genetika.
Selama delapan tahun (1856–1864) Mendel melakukan penelitian persilangan
pada tanaman ercis atau Pisum sativum (kacang kapri). Mendel memilih tanaman
ercis untuk percobaannya sebab tanaman ercis masa hidupnya tidak lama hanya
berkisar setahun, mudah tumbuh, memiliki bunga sempurna sehingga terjadi
penyerbukan sendiri yang akan menghasilkan galur murni (keturunan yang selalu
memiliki sifat yang sama dengan induknya), dan mampu menghasilkan banyak
keturunan. Tanaman ercis memiliki tujuh sifat dengan perbedaan yang mencolok
seperti berikut:
1. Batang tinggi atau kerdil (pendek).
2. Buah polongan berwarna kuning atau hijau.
3. Bunga berwarna ungu atau putih.
4. Letak bunga aksial (sepanjang batang) atau terminal (pada ujung
batang).
5. Biji masak berwarna hijau atau kuning.
6. Permukaan biji bulat atau berkerut.
7. Warna kulit biji abu-abu atau putih.
Sifat beda yang mencolok pada tanaman Ercis
Faktor determinan (gen) disimbolkan oleh sebuah huruf. Huruf yang umum
digunakan adalah huruf pertama dari suatu sifat. Contoh R merupakan gen yang
menentukan warna merah (R dari kata rubra artinya merah) dan r adalah gen yang
menentukan warna putih (alba). R ditulis dengan huruf besar karena warna merah
yang dibawa oleh gen R bersifat dominan terhadap warna putih yang dibawa gen
r. Sifat dominan mengalahkan sifat resesif.
Genotip suatu individu biasanya bersifat diploid (2n) sehingga diberi simbol
dengan dua huruf yang sama. Sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas
gen-gen yang sama dari tiap jenis gen misalnya RR, rr, AABB, aabb disebut
homozigot. Sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas gen-gen yang
berlainan dari tiap jenis gen disebut heterozigot, misalnya Rr, AaBb, dan
sebagainya.
Variasi – Variasi yang Dapat Diturunkan oleh Manusia
Ciri-ciri Dominan Resesif
Pipi Berlesung pipit Tidak berlesung pipit
Warna kulit Berpigmen Tidak berpigmen
Paruh rambut Pertumbuhan rambut kea rah Pertumbuhan rambut rata
dahi seperti paruh
Lidah Dapat menggulung Tidak dapat menggulung
Daun Telinga Tidak menggantung Menggantung
Ibu jari tangan Dapat melipat sampai Tidak dapat melipat sampai
pergelangan pergelangan
Tinggi badan Pendek Jangkung
Golongan Golongan darah A dan B, Golongan darah O
darah golongan A terhadap B tidak
dominan sesamanya
Rambut kepala Botak Tidak botak
Bentuk mata Miring Lurus
Warna mata / Warna Gelap Warna Terang
kulit
Rambut Dominan beruntun dari ikal, Lurus berombak
kriting
Bulu mata Panjang Pendek
Hidung Besar/lebar Kecil/sempit
Rahang Persegi Tidak persegi

1. Persilangan Monohibrid
Persilangan monohybrid atau monohibridasi ialah suatu persilangan dengan
satu sifat beda. Monohibridisasi pada percobaan mendel dilakukan denagan
menyiliangkan kapri berbatang tinggi dengan kapri berbatang pendek.

Keterangan:.
T : merupakan simbol untuk gen yang menentukan batang tinggi
t : merupakan simbol untuk gen yang menentukan batang pendek
Perbandingan
Fenotip Genotip Jumlah genotip
Fenotif
TT 1
Tinggi 3
Tt 2
Pendek Tt 1 1

Dengan table diatas kita ketahui sifat batang tinggi (T) dominan terhadap
sifat batang pendek (t).
Jadi, dari persilangan monohybrid, perbandingan fenotip = 3 : 1, dan
perbandingan genotip = 1 : 2 : 1.
Pembentukan gamet dari tanaman heterozigot (F1), ternyata ada
pemisahan alel, sehingga ada gamet dengan alel T dan ada gamet dengan alel t.
prinsip pembentukan gamet pada genotip induk yang heterozigot dengan
pemisahan alel tersebut dikenal dengan Hukum Mendel I yang disebut Hukum
Segregasi Bebas ( pemisahan gen secara bebas )
Mendel menyusun yang menerangkan hukum-hukum heereditas sebagai
berikut :
1) Tiap sifat organisme dikendalikan oleh sepasang factor ketrunan ( gen ), satu
dari induk jantan, lainnya dari induk betina.
2) Tiap pasangan factor keturunan menunjukkan bentuk alternative sesamanya,
misalnya cokelat atau putih, bulat atau kisut, manis atau asam. Kedua bentuk
alternative ini disebut alel.
3) Satu dari pasangan alel itu dominan atau menutup alel yang resesif jika
keduanya bersama-sama.
4) Pada pembentukan sel kelamin (gamet), yaitu proses meiosis, pasangan factor-
faktor keturunan memisah. Setiap gamet menerima salah satu factor dari
pasangan itu. Kemudian, pada proses fertilisasi, faktor-faktor itu akan
berpasangan secara acak.
5) Individu murni ( galur murni ) mempunyai dua alel yang sama, dominan
semua atau resesif semua. Alel dominan disimbolkan dengan huruf besar,
sedangkan alel resesif disimbolkan dengan huruf kecil. Contohnya BB untuk
pasangan alel bulat dominan dan bb untuk pasangan alel kisut resesif.
6) Semua individu F1 adalah seragam.
7) Jika dominansi tampak sepenuhnya, individu F1 memiliki genotip seperti
induknya yang dominan.

2. Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid atau dihibridasasi ialah suatu persilangan dengan dua
sifat beda. Mendel melakukan eksperimen dengan membastarkan tanaman Pisum
sativum bergalur murni dengan memperhatikan dua sifat beda, yaitu biji bulat
berwarna kuning dengan biji kisut berwarna hijau.
Rasio Genotip:
BBKK : BBKk : BbKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk = 1 :
2:2:4:1:2:1:2:1

Rasio Fenotip:
Bulat kuning : bulat hijau : kisut kuning : kisut hijau : = 9 : 3 : 3 : 1

Dalam membuat perhitungan itu Mendel menganggap bahwa gen-gen


pembawa sifat itu berpisah secara bebas terhadap sesamanya sewaktu terjadi
pembentukan gamet. Hukum Mendel II ini disebut juga Hukum Pengelompokan
Gen secara Bebas.
Perbandingan Genotip dan Fenotip pada Dihibrid F2
Perbandingan Nilai
Genotip Fenotip
Fenotip Perbandingan
1 BBKK Bulat, kuning
2 BBKk Bulat, kuning
9
2 BbKK Bulat, kuning
4 BbKk Bulat, kuning

1 BBkk Bulat, hijau


3
2 Bbkk Bulat, hijau
1 bbKK Kisut, kuning
3
2 bbKk Kisut, kuning

1 1 bbkk Kisut, hijau

Pada dihibridisasi intermediate (dominansi tidak penuh), perbandingan


fenotip F1 tidak sama dengan salah satu fenotip sel induk melainkan mempunyai
sifat diantar kedua gen dominan dan gen reesif, sperti berikut :

Hubungan antara banyaknya sifat beda, gamet, kombinasi F2, dan genotip
F2 apabila bersifat dominansi dapat dilihat dari tabel berikut :
Sedangkan hubungan antara banyaknya sifat beda, perbandingan fenotip
F2, dan kemungkinan macam fenotip dapat dicari dengan Segitiga Pascal sebagai
berikut :

Jika prinsip-prinsip Mendel kita jadikan 4 prinsip , maka dapat kita


simpulkan sebagai berikut:
a. Prinsip Hereditas : menyatakan bahwa sifat-sifat organisme dikendalikan oleh
factor-faktor menurun (gen). setiap individu berkembang dari zigot yang
merupakan penyatuan gamet jantan (spermatozoon) dan gamet betina (ovum).
Melalui gamet-gamet inilah informasi genetkdari kedua orang tua atau induk
diturunkan kepada individu yang dibentuknya. Informasi genetic merupakan
struktur nyata yaitu gen yang terkandung dalam kromosom.
b. Prinsip Segregasi Bebas : pada pembentukan gamet , pasangan gen memisah
secara bebas sehingga tiap gamet mendapatkan salah satu gen dari pasangan
gen (alel) tersebut.
c. Prinsip Berpasangan Bebas : pada pembuahan (fertilisasi), gen-gen dari
gamet jantan maupun gen-gen dari gamet betin akan berpasangan secara
bebas.
d. Prinsip dominansi penuh atau tidak penuh (intermediet) : fenotip gen dominan
akan menutupi pengaruh gen resesif. Sedangkan pada prinsip dominansi tidak
penuh, fenotip pada individu heterozigot berada diantara pengaruh kedua alel
gen yang menyusunnya

3. Persilangan Resiprok
Prinsip-prinsip Mendel tersebut di atas udah dibuktikan bila diadakan
perkawinan atau penyilangan resiprok. Penyilangan resiprok ialah penyilangan
gamet jantan dan gamet betina ditukarkan sehingga menghasilkan keturunan yang
sama.

4. Persilangan Backcross dan Testcross


Backcross ialah perkawinan antara individu F1 dengan salah satu induknya
(induk dominan atau induk resesif). Tujuan Backcross adalah mencari genotip
tetua.
Contoh: Marmot mempunyai gen B yang menunjukkan pembawa sifat warna
bulu hitam dan gen b yang menunjukkan pembawa sifat warna bulu putih. Induk
jantan mempunyai bulu berwarna hitam homozigot disilangkan dengan induk
betina mempunyai bulu berwarna putih homozigot kemudian dilanjutkan dengan
perkawinan balik. Genotip F2 hasil perkawinan balik dapat ditentukan melalui
langkah-langkah berikut :
Testcross ialah perkawinan F1 dengan salah satu induk yang resesif.
Testcross disebut juga perkawinan pengujian (uji silang) karena bertujuan
mengetahui apakah suatu individu bergenotip homozigot atau heterozigot.

Perkawinan test cross menghasilkan keturunan dengan perbandingan 1 : 1.


Jika hasil keturunan F1 menghasilkan perbandingan fenotip 1 : 1, berarti individu
yang diuji bergenotip heterozigot. Sebaliknya, jika test cross 100% berfenotip
sama, berarti individu yang diuji bersifat homozigot (galur murni)
D. Alel
Alel mencakup gen-gen yang terletak pada lokus yang sama (bersesuaian)
pada kromosom. Jika dilihat dari pengaruh gen pada fenotip, alel ialah anggota
dari pasangan gen yang memiliki pengaruh yang sama atau berlewanan untuk
suatu sifat. Jadi, alel adalah gen-gen yang terletak pada lokus yang sama, dan
memiliki pengaruh kerja yang sama atau berlawanan.

Keterangan:
Gen A memengaruhi warna biji, misalnya merah. Gen a juga memengaruhi warna
biji, tetapi tidak merah (misalnya putih).
Gen B memengaruhi bentuk biji, misalnya bulat. Gen b juga memengaruhi bentuk
biji, tetapi tidak bulat (misalnya persegi).
E. Alel Ganda
Dengan adanya mutasi, sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan
lebih dari satu macam gen. bila dalam satu lokasi terdapat lebih dari satu pasang
alel disebut alel ganda. Misalnya warna bulu pada kelinci dan golongan darah
system A, B, O pada manusia.
a. Alel ganda pada kelinci
Alel ganda pada bulu kelinci adalah adanya 4 alel yang sama-sama
mempengaruhiwarna bulu dan berada pada lokus yang sama, sebagai berikut.
Warna bulu kelinci dengan gen (K) mempunyai beberapa alel yang
berturut-turut dari dominan:
K > Kch > Kh > k
Gen K : kelinci normal berwarna kelabu.
Gen Kch: kelinci chinchilla berwarna kelabu muda.
Gen Kh : kelinci himalaya berwarna putih, ujung hidung, ujung telinga,
ekor, dan kaki berwarna kelabugelap.
Gen k : kelinci albino (tak berpigmen) berwarna putih.

Pada keempat gen tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut.


1) Kelabu dominan terhadap ketiga warna yang lain.
2) Kelabu muda dominan terhadap himalaya dan albino.
3) Himalaya dominan terhadap albino.
4) Albino merupakan gen resesif.
b. Alel ganda pada golongan darah system A, B, O.
Pada golongan darah ini, ada 3 macam alel yang dominansinya berbeda
dengan pada warna bulu kelinci.

Dari table dapat diketahui:


Gen IA dominan terhadap IO
Gen IB dominan terhadap IO
Gen IO bersifat resesif

F. Pola-pola Hereditas
 Penyimpangan semu Mendel
a) Interaksi Gen
Peristiwa dua gen atau lebih yang bekerja sama atau menghalang-halangi
dalam memperlihatkan fenotip disebut interaksi gen. interaksi gen mula-mula
ditemukan oleh William Bateson (1861 – 1962 ) dan R.C. Punnet (1906) pada
bentuk jegger ayam.
Ada empat macam bemtuk jegger ayam, yaitu sebagai berikut:
 Bentuk biji (pea), dengan genotip rrP-. Bagian yang bertanda “-“ dapat diisi
gen dominan (huruf besar) atau resesif (huruf kecil).
 Bentuk mawar atau gerigi (ros), dengan genotip: R-pp
 Bentuk sumpel (walnut) dengan genotip: R-P-
 Bentuk belah atau tunggal (single), dengan genotip rrpp
Persilanagan antara ayam berjengger gerigi dengan biji, menghasilkan
keturunan F1 bertipe walnut.
Berdasarkan segi empat Punnet diatas, perbandingan F2 adalah sebagai
berikut jegger walnut : ros : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1

b) Kriptomeri
Correns (1912) adalah seorang ahli yang menyelidiki peristiwa kritometri.
Kriptometri ialah peristiwa pembastaran, dimana suatu factor dominan tertutup
oleh factor dominan lainnya dan baru tampak jika tidak bersama dengan factor
penutup itu. Misalnya, pada bunga Linaria maroccana. Sebagai contohnya
disilangkan bunga merah (AAbb) dengan bunga putih (aaBB), maka hasilnya
adalah F1 = bunga ungu (AaBb). Sedangkan F2 terdiri atas tanaman Linaria
maroccana berbunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4. Berdasarkan penyelidikan
terhadap plasma sel bunga Linaria, ternyata warna merah disebabkan oleh adanya
pigmen antosianin dalam lingkungan plasma sel yang bersifat asam, sedangkan
dalam lingkungan basa akan memberikan warna ungu. Tetapi apabila dalam
plasma sel tidak terdapat antosianin, dalam lingkungan asam atau basa tetap akan
membentuk warna putih.
Apabila :
A = ada bahan dasar pigmen antosianin,
a = tidak ada bahan dasar pigmen antosianin,
B = reaksi plasma sel bersifat basa, dan
b = reaksi plasma sel bersifat asam.
Gen A dominan terhadap a, dan gen B dominan terhadap b, sehingga diagram
persilangannya dapat digambarkan, seperti pada diagram berikut. Perhatikan
diagram peristiwa kriptomeri pada Linaria maroccana yang menghasilkan
kombinasi ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4

Individu genotipe F2 mempunyai:


a. A.B (antosianin dalam lingkungan basa) warna bunganya ungu sebanyak 9
kombinasi.
b. A.bb (antosianin dalam lingkungan asam) warna bunganya merah
sebanyak 3 kombinasi.
c. aaB. dan aa bb (tidak mengandung antosianin) warna bunganya putih
sebanyak 4 kombinasi.
c) Epistasis-Hipostasis
Epistasis dan hipostasis adalah salah satu bentuk interaksi antara gen dominan
mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan yang
menutup gen dominan lainnya disebut epistasis dan gen dominan yang tertutup itu
disebut hipostasis.
Peristiwa ini terjadi baik pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Pada
tumbuhan, peristiwa epistasis dan hipostasis dijumpai pada warna kulit gandum
dan warna kulit labu squash, sedangkan pada hewan dapat dijumpai bulu mencit.
Pada manusia, peristiwa tersebut juga dapat dijumpai misalnya pada warna mata.

Genotipe F1 Hhkk fenotipenya adalah hitam. Ini menunjukkan bahwa


faktor H menutup faktor K, faktor H disebut epistasis dan faktor K disebut
hipostasis. Jika F1 mengadakan meiosis akan menghasilkan gamet Hk, Hk, hK,
dan hk, sehingga kemungkinan kombinasi F2 adalah seperti diagram berikut.
Peristiwa hipostasis dan epistasis menghasilkan kombinasi yaitu hitam : kuning :
putih = 12 : 3 : 1.

Keterangan :
Semua kombinasi yang mengandung H, fenotipenya adalah hitam.
Kombinasi yang mengandung faktor dominan K hanya menampakkan warna
kuning jika bersama faktor H. Kemungkinan kombinasi 1/16 adalah kombinasi
dua faktor resesif dari kedua pasangan alel hhkk. Individu ini tidak mengandung
faktor dominan dan menampakkan warna putih. Ini adalah jenis homozigot baru
yang hanya mungkin timbul dari persilangan dihibrid.
d) Polimeri
Sifat yang muncul pada pembastaran heterozigot dengan sifat beda yang
berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi karakter dan bagian organ tubuh yang
sama dari suatu organisme disebut polimeri.
Pada salah satu percobaannya, Nelson Ehle, menyilangkan gandum berbiji
merah dengan gandum berbiji putih, fenotipe F1 semua berbiji merah tetapi tidak
semerah biji induknya. Pada kasus ini, seolah-olah terjadi peristiwa dominan tidak
penuh, sedangkan pada F2 diperoleh keturunan dengan ratio fenotipe 15 merah
dan 1 putih adalah berasal dari penggabungan (9+3+3):1, berwarna merah ada 4
variasi yaitu merah tua, merah sedang, merah muda, dan merah muda sekali,
sedangkan berwarna putih hanya ada 1 variasi, maka percobaan ini dikatakan
bahwa pembastaran tersebut adalah dihibrida dan dua pasang alel yang berlainan
tadi sama-sama mempengaruhi sifat yang sama yaitu warna bunga.
Apabila gen yang menimbulkan pigmen merah diberi simbol M1 dan M2, alel
yang mengakibatkan tidak terbentuknya warna diberi simbol m1 dan m2, maka
dapat digambarkan dalam diagram persilangan sebagai berikut.
Perhatikan peristiwa polimeri pada persilangan antara gandum merah dan
gandum putih!
Keterangan

e) Gen-gen Komplementer
Gen komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat
bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotip alelnya. Bila
salah satu gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh: perkawinan pria bisu tuli dengan wanita bisu tuli, ternyata
keturunannya F1 semuanya normal, bagaimana F2 nya ?
Melihat angka perbandingan F2 yang hamper sama yaitu 9 : 7, maka bila
suatu perkawinan hanya menghasilkan anak sedikit memungkin semua normal
atau semua bisu tuli. Kunci pemahaman gen komplementer adalah:
aa epistasis (menutupi) B dan b
bb epistasis (menutupi) A dan a

f) Gen Dominan Rangkap


Miyake dan Imai (Jepang) menemukan bahwa pada tanaman gandum
(Hordeum vulgare) terdapat biji yang kulitnya berwarna ungu tua, ungu, dan
putih. Jika gen dominan A dan B terdapat bersama-sama dalam genotip, kulit
buah akan berwarna ungu tua. Bila terdapat salah satu gen dominan saja (A atau
B), kulit buah berwarna ungu. Absennya gen dominan menyebabkan kulit buah
berwarna putih. Perhatikan diagram persilangan berikut.

Berdasarkan diagram di atas dihasilkan perbandingan genotip F2 sebagai


berikut.
9 A_B_ = ungu tua
3 A_bb = ungu
3 aaB_ = ungu
1 aabb = putih
Jadi, perbandingan fenotip F2 antara ungu tua : ungu : putih = 9 : 6 : 1.
 Tautan Gen
Pada proses meiosis I, saat kromosom bermigrasi ke kutub yang
berlawanan, gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama akan berpautan dan
bergerak bersama-sama ke arah kutub yang sama pula. Pautan antarlokus ini
terjadi akibat lokus gengen terletak pada satu kromosom dan berjarak dekat antara
satu dengan yang lainnya. Jumlah pautan ini sesuai dengan jumlah pasangan
kromosom dan panjangnya kromosom. Gengen yang berhimpit dan berdekatan
lokusnya cenderung berpautan. Penyimpangan terhadap Hukum Perpaduan Bebas
dapat disebabkan karena keterpautan antarlokus. Hal ini berarti segregasi alel pada
suatu lokus berpengaruh terhadap segregasi alel pada lokus yang lain.

Jika 4 alela terletak pada pasangan kromosom yang sama.


Fenotip tetua: abu-abu, sayap panjang >< hitam, sayap pendek

 Pindah Silang ( Crossing Over )


Pindah silang adalah pertukaran segmen antara dua kromosom homolog.
Peristiwa ini berlangsung pada saat kromosom homolog berpasangan dalam
profase I meiosis, yaitu pada saat pakiten. Pakiten merupakan saat seluruh bagian
kromosom berpasangan pada jarak yang paling dekat. Titik kontak dari
kromosom-kromosom yang bersentuhan dinamakan kiasma. Pindah silang akan
menghasilkan kromosom rekombinan yang merupakan hasil penyeberangan
fragmen-fragmen romosom ke kromosom homolog tetangganya. Pautan gen dapat
dipisahkan oleh peristiwa pindah silang pada semua titik sepanjang kromosom.

Jika terjadi pindah silang.


Fenotip tetua: abu-abu sayap panjang >< hitam sayap pendek

genotip rekombinan
genotip keseluruhan
Dalam suatu eksperimen diperoleh keturunan sebagai berikut.
Fenotip tetua berbadan abu-abu sayap panjang : 965
berbadan hitam sayap pendek : 944
Fenotip rekombinan berbadan hitam sayap panjang : 206
berbadan abu-abu sayap pendek : 185
Kemungkinan pindah silang dan rekombinasi kromosom
berbanding lurus dengan jarak antara dua gen yang terpisah.
Misalnya jarak antara gen O dan P tiga kali lipat jarak antara
gen R dan S. Hal ini berarti, pemisahan pautan antara gen O
dan P melalui pindah silang tiga kali lebih besar daripada pindah
silang antara gen R dan S. Jadi semakin jauh jarak antargen
yang memperbesar kemungkinan pindah silang. Frekuensi
pindah silang dapat dihitung sebagai berikut:
Frekuensi rekombinasi = Jumlah keturunan rekombina
Jumlah keturunan rekombinan
x 100 %
seluruh keturunan
(206 + 185)
= (965 + 944) + (206 + 185) x 100 %
391
= 2300 x 100 %

= 17%

 Tautan Seks
- Warna Mata pada Drosophila melanogaster
Morgan (1910) menunjukkan dengan jelas keterkaitan gen pengendali
warna mata pada lalat buah (Drosophila melanogaster) dengan segregasi
kromosom seks. Pada pembastaran lalat jantan bermata putih dengan lalat betina
bermata merah, pada keturunan F1 semua bermata merah. Jadi, sifat mata putih
bersifat resesif karena tidak muncul pada F1. Ketika dibastarkan F1 dengan
sesamanya, warna mata putih tidak ada pada betina, tetapi hanya pada jantan. Dari
hasil ini, Morgan menyimpulkan bahwa alel pengendali warna merah dominan
terhadap alel warna putih dan alel-alel tersebut hanya terdapat pada kromosom X,
tidak ada pada kromosom Y.

Pautan seks sifat warna mata pada lalat buah


- Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit terpaut seks yang muncul dalam keadaan
resesif. Orang yang menderita hemofilia tidak dapat membentuk faktor pembeku
darah. Gen pengontrol faktor pembeku darah ada pada kromosom X dan dalam
bentuk dua alel yaitu XH (dominan) dan Xh (resesif). Jika wanita menikah
dengan pria normal, maka ada kemungkinan anak laki-laki dari keturunannya
menderita hemofilia. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

 Gen Letal
Gen yang dapat menimbulkan kematian suatu individu disebut gen letal.
Kematian dapat terjadi baik pada awal perkembangan individu, embrio, setelah
lahir, atau menjelang dewasa. Gen letal dibedakan menjadi dua, yaitu letal
dominan dan letal resesif. Untuk lebih mengetahui, mari cermati uraian berikut
ini.
1. Letal Dominan
Pada letal dominan, individu akan mati apabila memiliki gen homozigot
dominan. Contoh gen letal terdapat pada gen yang menyebabkan tikus berambut
kuning homozigot dominan (KK) mati sebelum lahir. Kematian sebelum lahir
akan mengubah perbandingan jumlah fenotip keturunan. Jika tikus berambut
kuning heterozigot (Kk) dikawinkan dengan tikus kuning heterozigot pula, maka
akan menghasilkan keturunan lebih sedikit atau 25% lebih kecil dari jumlah
keturunan berambut kuning dengan berambut tidak kuning. Diagram
persilangannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gen letal dominan pada tikus berambut kuning

2. Letal Resesif
Pada letal resesif, individu akan mati jika mempunyai genn homozigot resesif,
contohnya tumbuhan albino dan ekor pendek mencit. Tumbuhan albino tidak
mempunyai klorofil. Misalnya, klorofil dikendalikan oleh gen A, maka tumbuhan
berklorofil memiliki gen AA, sedangkan tumbuhan albino memiliki gen aa.
Tumbuhan albino muncul dari persilangan heterozigot Aa dengan Aa. Untuk lebih
memahami, mari cermati diagram di bawah ini.

Pada manusia terdapat gen letal, misalnya pada penderita sicklemia


(eritrositberbentuk bulan sabit) dan talasemia (eritrosit berbentuk lonjong,
ukurannya kecil, dan jumlahnya lebih banyak).

G. Hereditas pada Manusia


1. Abnormalitas dan Penyakit Turunan
Sifat abnormal adalah sifat yang tidak umum dalam populasi. Anda dapat
mengetahui sifat abnormal sebagai ciri yang sangat berbeda. Sifat abnormal secara
genetis terkadang menjadi masalah. Penyakit genetis atau turunan merupakan
kelainan yang disebabkan oleh gen atau kelompok gen. Penyakit ini dapat
diturunkan, bersifat tetap dan tidak menular. Penyakit turunan umumnya bersifat
resesif dan individu dengan sifat heterozigot (carrier) sering tidak menyadari
bahwa mereka pembawa sifat abnormal. Akhirnya, mereka menghasilkan
keturunan yang menderita kelainan.
a. Pewarisan Penyakit Hormon Melalui Autosom
Penyakit turunan dapat diwariskan melalui autosom atau kromosom sel
tubuh. Penyakit ini di antaranya gangguan mental, albinisme, brakidaktili, dan
polidaktili.
1) Gangguan Mental
Beberapa gangguan mental yang sudah diketahui pada manusia
diantaranya imbisil, debil, dan idiot. Penyebab gangguan mental ini bermacam-
macam, di antaranya metabolisme abnormal fenilalanin yang menyebabkan
penyakit yang disebut fenilketonuria (FKU). Penyakit FKU disebabkan oleh
kegagalan tubuh penderita menyintesis enzim yang mengubah fenilalanin menjadi
tirosin. Konsentrasi fenilalanin tinggi dalam darah penderita menyebabkan
kerusakan pada otak sehingga berakibat terjadinya kelainan mental. Sifat ini
dikendalikan oleh gen resesif. Perhatikan diagram persilangan berikut.

2) Albinisme
Albinisme adalah kelainan yang disebabkan ketidakmampuan tubuh
membentuk pigmen melanin. Keadaan ini menyebabkan penderita albino tidak
memiliki pigmen kulit, iris, dan rambut. Kulit dan mata penderita albino sangat
sensitif terhadap cahaya dan mereka harus menghindar dari cahaya matahari yang
terlalu terang. Albinisme ini disebabkan oleh alel resesif yang ditemukan pada
autosom. Seorang anak albino dapat lahir dari pasangan orang tua yang keduanya
normal heterozigot atau dari pasangan normal dan albino.

3) Brakidaktili
Brakidaktili merupakan kelainan pada ruas-ruas jari yang memendek pada
manusia. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan (B) yang bersifat letal. Jika
gen dalam keadaan homozigot dominan (BB) akan bersifat letal. Dalam keadaan
heterozigot (Bb), individu menderita kelainan brakidaktili. Adapun keadaan gen
homozigot resesif (bb) individu normal.

4) Polidaktili
Polidaktili adalah kelainan pada manusia berupa bertambahnya jari tangan
atau kaki dari jumlah normal. Kelainan ini disebabkan oleh gen dominan
homozigot pada autosom. Jika gen dominan polidaktili dilambangkan P maka
individu dengan gen homozigot dominan (PP) dan heterozigot (Pp) akan
menderita polidaktili. Adapun individu dengan gen homozigot resesif (pp) bersifat
normal

Diagram perkawinan antara penderita polidaktili dan individu normal


Gen polidaktili memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap fenotipe.
Terkadang menghasilkan jari tambahan di tangan, kaki, atau keduanya. Polidaktili
juga memperlihatkan sifat penetrasi parsial, terkadang gen tersebut tidak
memengaruhi apa-apa dan individu dengan gen tersebut tetap memiliki jumlah jari
kaki dan tangan yang normal.

2. Pewarisan Penyakit Turunan pada Gonosom


Selain melalui autosom, terdapat beberapa penyakit turunan yang
diwariskan melalui gonosom (kromosom seks) sehingga penyakit tersebut terpaut
seks. Beberapa penyakit tersebut, antara lain buta warna dan hemofilia.
1) Buta warna
Buta warna merupakan penyakit turunan yang menyebabkan penderita
tidak dapat membedakan warna-warna tertentu. Terdapat dua jenis buta warna,
yakni buta warna parsial dan buta warna total. Pada buta warna parsial, penderita
tidak dapat membedakan beberapa warna saja. Contohnya merah-hijau dan biru-
hijau. Adapun buta warna total, ia tidak bisa membedakan semua jenis warna.
Buta warna disebabkan oleh gen resesif buta warna (cb) yang terpaut pada
kromosom X. Oleh karena itu, terdapat beberapa kombinasi genotipe yang dapat
terjadi. Perhatikan tabel berikut.
Kemungkinan Genotipe dan Fenotipe Buta Warna
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa pada laki-laki hanya
terdapat dua kemungkinan, normal dan buta warna. Adapun pada wanita terdapat
tiga kemungkinan, normal, normal carrier, atau buta warna.
Jika laki-laki buta warna menikahi wanita normal, semua anakny normal
heterozigot. Akan tetapi, jika wanita buta warna menikahi laki- laki normal,
semua anak laki-lakinya buta warna. Perhatikan diagram berikut

Diagram perkawinan buta warna

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kromosom X dari ibu sangat
berpengaruh terhadap penentuan sifat buta warna anak laki-laki. Pada wanita
pembawa sifat buta warna (carrier), sebenarnya sel-sel kerucut mata ada yang
mengalami kelainan. Akan tetapi, walaupun jumlah sel- sel kerucut matanya
tereduksi, jumlah sel-sel kerucut normal masih banyak dan cukup untuk
menghasilkan penglihatan mata yang normal (Hopson essels, 1990: 261).
2) Hemofilia
Kelainan lain yang diwariskan melalui gonosom, di antaranya hemofilia.
Kelainan ini menyebabkan tubuh tidak dapat membuat protein yang diperlukan
dalam pembekuan darah. Penderita hemofilia dapat kehabisan darah dan
meninggal dunia hanya karena luka kecil.
Selama beberapa generasi, kasus hemofilia terjadi pada keluarga kerajaan
Inggris. Setelah para ilmuwan meneliti peta silsilah keluarga kerajaan, diketahui
bahwa gen hemofilia diturunkan oleh Ratu Victoria yang memiliki genotipe
heterozigot (carrier) hemofilia.

Peta silsilah (pedigree) yang mengungkap pewarisan kelainan hemofilia pada


keluarga kerajaan Inggris
Hemofilia dikendalikan oleh gen resesif yang terpaut kromosom X, seperti
halnya buta warna. Pada perempuan dengan gen resesif homozigot, gen ini
bersifat letal. Mungkin, calon bayi tersebut akan mati dalam kandungan sehingga
tidak akan ditemukan wanita hemofilia. Laki-laki penderita hemofilia umumnya
tidak hidup hingga dewasa karena sulitnya penanganan hemofilia.
Diagram perkawinan wanita pembawa dan pria normal

2. Golongan Darah
Pernahkah Anda memeriksakan golongan darah Anda? Apakah hasilnya?
A, B, AB, atau O? Golongan darah merupakan salah satu ciri yang diwariskan
pada manusia. Penentuan golongan darah ini berdasarkan ada atau tidaknya
reaksi penggumpalan antardarah. Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa
macam penggolongan darah, di antaranya sistem AB , sistem M , dan sistem
R.
a. Sistem ABO
Penggolongan darah sistem ABO ditemukan oleh K. Landsteiner sekitar
1900. Ia menemukan bahwa terkadang jika darah seseorang dicampurkan
dengan yang lain, terjadi reaksi penggumpalan (aglutinasi). Akan tetapi, pada
orang lain hal tersebut terkadang tidak terjadi. Berdasarkan hal inilah terbentuk
empat jenis golongan darah, A, B, AB, atau O (nol).
Proses penggumpalan antargolongan darah dipengaruhi oleh kandungan
aglutinogen atau antigen (antibody generator) serta aglutinin (antibody) pada
darah-darah tersebut. Jika antigen bertemu dengan antibodi lawannya, darah
akan menggumpal. Perhatikan tabel berikut.
Fenotipe dan Genotipe Golongan Darah Sistem A B O

Berdasarkan tabel tersebut, seseorang dengan golongan darah A tidak


dapat menerima darah golongan B. Begitu juga sebaliknya. Pada individu
dengan golongan AB, secara teori dapat menerima semua golongan darah
karena tidak memiliki antibodi. Bagaimana jika seseorang memiliki golongan
darah O?
Golongan darah dikendalikan oleh gen I (iso aglutinogen) yang
memiliki tiga macam alel, I A, I, B, dan I O. Alel I A mengendalikan
pembentukan antigen A dan alel I B mengendalikan pembentukan antigen B.
Adapun alel I O tidak membentuk antigen. Alel I O bersifat resesif terhadap
alel I A dan I B. Alel I A dan I B bersifat kodominan, dua gen tersebut
terekspresikan dan tidak ada yang dominan. Perhatikan kembali tabel di atas
untuk memahami sifat-sifat alel tersebut.

Diagram pewarisan golongan darah AB


b. Sistem MN
Pada 1927, K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru yang
disebut antigen-M dan antigen-N. Sel darah merah manusia dapat mengandung
salah satu atau kedua antigen tersebut sehingga terdapat golongan darah M, MN,
dan N.
Pada darah manusia, tidak terdapat aglutinin (zat penggumpal) untuk antigen-
antigen ini sehingga transfusi darah tidak dipengaruhi sistem golongan darah ini
(Suryo, 2001: 262). Namun, jika antigen tersebut disuntikkan ke dalam tubuh
kelinci akan terbentuk anti-M atau anti-N dalam darah kelinci yang dapat
menggumpalkan darah tersebut. Kemudian, zat anti-M dan anti-N yang dihasilkan
darah kelinci, digunakan untuk menentukan golongan darah MN pada manusia
dengan melihat reaksi penggumpalan eritrosit. Hal inilah yang menentukan
penggolongan darah sistem MN pada manusia. Perhatikan tabel berikut.

Tabel Reaksi Penggumpalan Eritrosit oleh Antiserum Kelinci


Pembentukan antigen M dan N ditentukan oleh alel I M dan I N. Alel ini bersifat
kodominan sehingga alel I M tidak dominan terhadap I N dan sebaliknya.
Bagaimana cara golongan darah MN diturunkan? Perhatikan contoh berikut

Diagram perkawinan antara golongan darah dan M


c. Sistem Rhesus
Penggolongan darah berdasarkan sistem Rh ditemukan oleh K.
Landsteiner dan A. S. einer pada 1940. Rh merupakan singkatan dari rhesus,
diambil dari nama kera acaca rhesus. Pada kera ini didapati antigen yang memicu
penggumpalan darah kera oleh antibodi darah kelinci dan marmot yang
disuntikkan. Kelinci dan marmot membentuk antiserum yang kemudian
digunakan untuk menguji darah manusia.
Berdasarkan pengujian, darah manusia dibedakan atas Rh+ dan Rh.
Individu Rh+ memiliki antigen rhesus. Adapun individu Rh– tidak memiliki
antigen rhesus. Pembentukan antigen Rh ini dikendalikan oleh gen IRh yang
dominan terhadap Irh. Perhatikan tabel berikut.

Fenotipe, Genotipe, dan Gamet pada Sistem Rhesus

Perkawinan antara pria dengan Rh+ dan wanita dengan Rh– dapat
menyebabkan keturunannya menderita penyakit eritroblastosis fetalis. Jika bayi
yang dilahirkan memiliki Rh– , kemungkinan bayi tersebut terlahir normal.
Kelainan terjadi jika janin yang dikandung Rh+ yang diwariskan dari orangtua
laki-laki.

Jika janin yang dikandung Rh+, sedangkan ibu Rh– , pada kehamilan
pertama bayi tersebut terlahir selamat. Hal ini disebabkan antibodi ibu terhadap
antigen Rh– belum banyak diproduksi. Akan tetapi, pada kehamilan kedua, jika
janin Rh+, janin tersebut akan diserang oleh antibodi ibu (anti–Rh+). Akibatnya,
jika janin Rh+, akan menderita eritroblastosis fetalis. Keadaan ini tidak terjadi jika
pria Rh– dan wanita Rh+ atau keduanya memiliki golongan Rh yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, DA dkk. 2004. BUKU PWNUNTUN BIOLOGI SMAUNTUK KELAS XI.
Jakarta: Erlangga
Kistinnah Indun, dkk. 2009. BIOLOGI MAKHLUK HIDUP DAN
LINGKUNGANNYA. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_3_Kelas_12_Idun_Kistinnah_Enda
ng_Sri_Lestari_2009.pdf (29/12/16)
Subardi, dkk. 2009. BIOLOGI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_3_Kelas_12_Subardi_Nuryani_Shi
diq_Pramono_2009.pdf (29/12/16)

Rachmawati Faidah, dkk.2009. BIOLOGI UNTUK SMA/MA KELAS XII


PROGRAM IPA . Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_IPA_Kelas_12_Faidah_Rachmawat
i_Nurul_Urifah_Ari_Wijayati_2009.pdf (29/12/16)

Sembiring Langkah, dkk. 2009 . BIOLOGI KELAS XII UNTUK SMA DAN MA.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Biologi_Kelas_12_Langkah_Sembiring_Su
djino_2009.pdf (29/12/16)

Firmansyah Rikky, dkk. 2009. MUDAH DAN AKTIF BELAJAR BIOLOGI.


Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
http://bse.mahoni.com/data/SMA_12/Mudah_dan_Aktif_Belajar_Biologi_IPA_K
elas_12_Rikky_Firmansyah_Agus_Mawardi_H_M_Umar_Riandi_2009.pdf
(02/01/17)

Anda mungkin juga menyukai