Anda di halaman 1dari 10

A.

JUDUL
PENGARUH KEBIJAKAN SEKOLAH GRATIS TERHADAP PRESTASI
BELAJAR DENGAN MENGONTROL KEMAMPUAN AWAL SISWA.

B. LATAR BELAKANG
Harold G. Shane dalam buku Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, mengatakan :
“pendidikan secara potensial penting karena : (1) Pendidikan adalah satu cara yang
mapan untuk memperkenalkan si siswa (learners) pada keputusan sosial yang timbul;
(2) pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalah sosial tertentu; (3)
pendidikan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk menerima dan
mengimplementasikan alternatif-alternatif baru; (4) pendidikan barangkali merupakan
cara terbaik yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan
manusa sehingga pengamanan dari dalam berkembang pada setiap anak dan karena itu
dia terdorong untuk memberikan kontribusi pada kebudayaan hari esok.” (Harold G.
Shane, 2002, 39).
Berangkat dari apa yang diungkapkan oleh Shane, dapat dikatakan bahwa
pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,
sehingga setiap warga negara Indonesia wajib mengenyam pendidikan. Hal ini
dimaksudkan agar, mutu sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing dengan warga
negara lain di dunia ini.
Indonesia, khususnya di wilayah Bandung telah berusaha untuk mewujudkan
agar seluruh warganya dapat mengenyam pendidikan dengan baik. Hal ini tercermin
dari kebijakan sekolah gratis yang digulirkan oleh pemerintah. Tapi perlu dicermati,
kebijakan sekolah gratis, bukan pendidikan gratis. Karena pendidikan tidak ada yang
gratis, hanya saja dalam praktiknya biayanya dibebankan ke dalam anggaran
pemerintah sehingga rakyat tidak perlu membayar apapun untuk biaya pendidikan.
Hal ini tentunya patut diapresiasi dengan baik, karena dengan demikian kesempatan
mengenyam pendidikan tidak lagi hanya menjadi milik mereka yang memiliki
kekayaan, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia.
Dengan ini, maka setiap warga negara Indonesia, dari mulai keluarga pemulung,
tunawisma hingga buruh bangunan berhak untuk memperoleh pendidikan di sekolah.
Hanya saja yang menjadi pertanyaan, benarkah sekolah gratis dapat memberikan proses
pembelajaran yang optimal? Benarkah proses pembelajarannya disamakan dengan
proses pembelajaran sebelumnya (saat masih membayar)? Dan masih banyak
pertanyaan lainnya sehubungan dengan kebijakan sekolah gratis ini.
Penulis mencoba mencermati dari fakta empiris yang penulis alami. Jika penulis ingin
membeli sebuah barang yang mungkin harganya cukup mahal, tentunya penulis
berusaha menabung hingga akhirnya berhasil membeli barang tersebut. Dan jika telah
memiliki barang tersebut, tentunya penulis akan mempergunakan dan menjaganya
dengan baik, karena barang tersebut didapat dengan susah payah. Akan tetapi, jika
penulis mendapatkan barang tersebut secara gratis, yang penulis alami adalah penulis
hanya mempergunakannya dan jarang merawatnya dengan baik, karena penulis berpikir
barang tersebut diperoleh tanpa perjuangan apapun.
Dari fakta di atas, penulis melihat ada kecenderungan rendahnya motivasi dan
semangat belajar siswa. Sama seperti yang penulis alami, karena merasa gratis dan tidak
harus berusaha, para siswa cenderung ogah-ogahan dalam belajar dan tidak memiliki
semangat untuk maju dan berkembang. Para orang tua tidak memaksa anak-anaknya
untuk belajar, karena berpikir jika anak mereka tidak naik kelas, tidak akan membayar
apapun sampai selesai pendidikan.
Hal ini yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah, sekolah gratis yang sudah
berhasil membangkitkan minat rakyat untuk bersekolah, juga seharusnya dapat
membangkitkan semangat dan motivasi siswa untuk belajar dengan tekun dan
memanfaatkan kesempatan yang ada dengan baik. Dalam hal ini pemerintah tentunya
harus mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan sekolah gratis,
sehingga kebijakan ini dapat menjadi sebuah program unggulan di Indonesia,
khususnya di wilayah Bandung.
Prestasi belajar siswa dewasa ini.masih diukur dari sisi akademik, artinya
seorang siswa dikatakan memiliki prestasi yang baik jika nilai-nilai mata pelajarannya
baik. Padahal, dalam arti yang lebih luas prestasi belajar merupakan keseluruhan sinergi
yang dimiliki oleh siswa setelah memperoleh pembelajaran dari sekolah. Sehingga
prestasi seharusnya diartikan sebagai buah dari proses pembelajaran yang tercermin
bukan saja dari hasil akademik tetapi juga dari keseluruhan aspek kehidupannya, seperti
akhlak, sopan santun dan agama.
Prestasi ini tentunya dapat terlihat dari berbagai aspek dan kriteria. Dalam ilmu
ekonomi dikatakan seseorang dikatakan berprestasi jika mereka memiliki ability
(kemampuan), effort (perjuangan) dan chance (kesempatan). Seseorang tidak akan bisa
dikatakan berprestasi jika salah satu elemen di atas hilang atau tidak dimiliki. Memiliki
kemampuan tanpa perjuangan, tidak ada hasilnya. Memiliki kemampuan dan
perjuangan tetapi tidak ada kesempatan juga tidak berhasil. Untuk itu, sudah seharusnya
pendidikan memperhatikan hal ini, yaitu menempat kemampuan siswa serta
memberikan semangat agar berjuang dan mengarahkan siswa agar mencari kesempatan
atau bila perlu menciptakan kesempatan untuk berhasil.
Berbicara kemampuan dalam prestasi belajar, hal ini tentunya sangat
dipengaruhi oleh kemampuan awal seseorang. Siswa yang memiliki kemampuan awal
yang baik, biasanya memiliki kecenderungan untuk memiliki prestasi belajar yang baik.
Kemampuan awal dimaksud diharapkan dapat menjadi bahan bakar yang dapat dipakai
oleh siswa tersebut untuk belajar di tingkat yang lebih tinggi. Artinya, dengan
kemampuan awal yang baik, siswa dapat mengikuti dan bahkan menguasai pelajaran-
pelajaran sulit yang ia terima di tingkat berikutnya.
Kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan awal siswa SD yang akan
masuk ke SMP tentunya merupakan perjuangan siswa tersebut selama mengikuti
pelajaran di bangku SD. Kemampuan awal dan perjuangan tersebut yang akan
digunakan untuk berjuang kembali di bangku SMP dan begitu seterusnya hingga ke
bangku kuliah. Hal ini dilakukan tentunya untuk menemukan dan atau menciptakan
kesempatan untuk berkarya.
Melihat latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang perbedaan
prestasi belajar antara sebelum dan sesudah pelaksanaan kebijakan sekolah gratis, serta
melihat apakah ada pengaruh kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Adakah pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap prestasi belajar siswa dengan
mengontrol kemampuan awal siswa?
2. Apakah ada peningkatan prestasi belajar setelah pemberlakukan kebijakan sekolah
gratis?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan sekolah gratis terhadap prestasi belajar
2. Untuk mengtahui peningkatan prestasi belajar setelah pemberlakuan kebijakan
sekolah gratis
E. MANFAAT
1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan, dengan tema yang sama akan tetapi
dengan metode dan teknik analisa yang lain, sehingga dapat dilakukan proses verifikasi
demi kemajuan ilmu pengetahuan.
2. Untuk menentukan kebijakan baru dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa
dengan memberikan arahan dan motivasi kepada seluruh siswa agar tekun belajar dan
memiliki keyakinan bahwa dengan sekolah gratis dapat menghasilkan prestasi yang
membanggakan.

F. LANDASAN TEORI
1. Prestasi Belajar
Proses belajar mengajar di sekolah bersifat sangat kompleks, karena di
dalamnya terdapat aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek pedagogis
merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah terutama di sekolah
dasar berlangsung dalam lingkungan pendidikan dimana guru harus mendampingi
siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar
mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa siswa
yang belajar di sekolah memiliki kondisi fisik dan psikologis yang berbeda-beda.
Selain itu, aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu
sendiri sangat bervariasi, misainya: ada belajar materi yang mengandung aspek
hafalan, ada belajar keterampilan motorik, ada belajar konsep, ada belajar sikap dan
seterusnya. Adanya kemajemukan ini menyebabkan cara siswa belajar harus
berbeda-beda pula, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek
didaktis merujuk pada. pengaturan belajar siswa oleh tenaga. pengajar. Dalam hal
inipun, ada. berbagai prosedur didaktis. Berbagai cara mengelompokkan, dan
beraneka macam media pengajaran. Guru harus menentukan metode yang paling
efektif untuk proses belajar mengajar tertentu sesuai dengan tujuan instruksional.
yang harus dicapai. Demikian pula dengan kondisi eksternal belajar yang harus
diciptakan oleh pengajar, sangat bervariasi.
Dilihat dari sisi ini, terlihat betapa pentingnya kedudukan guru dalam proses
belajar mengajar. Prestasi anak didik dipengaruhi oleh banyak faktor, namun yang
paling menentukan adalah faktor guru (Acc Suryadi, Hartilaar, 1993, hal.1 11).
Dalam hal ini guru sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif
untuk membelajarkan siswa, baik di sekolah maupun di luar jam sekolah, misalnya
dengan memberikan pekerjaan rumah. Ketidakpedulian guru terhadap
pembelajaran siswa akan membawa kernerosotan bagi perkembangan siswa. Guru
yang sering memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan
menghasilkan siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan guru yang hanya
sekedar menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinu. Dengan kata
lain, prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh cara mengajar guru yang akan
menciptakan kebiasaan belajar pada. siswa.
Cara atau kebiasaan belajar banyak diartikan sebagai bentuk belajar atau tipe
belajar. Esensi istilah tersebut adalah suatu perbuatan belajar, yaitu tingkah laku
individu-individu pada proses belajar. Kebiasaan merupakan suatu cara bertindak
yang telah dikuasai yang bersifat tahan uji (persistent) (Witherington, 1986, hal.
13). Kebiasaan biasanya tejadi tanpa disertai kesadaran pada pihak yang memiliki
kebiasaan itu. Jenis bentuk belajar menurut Van Parreren (dalam Winkel, 1996)
meliputi: (1) Otomatisme, yaitu terutama meliputi belajar keterampilan motorik,
tetapi kadang dapat juga belajar kognitif, (2) Insidental, yaitu siswa belajar sesuatu
tanpa mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal tertentu, khususnya
yang bersifat pengetahuan mengenai fakta atau data, (3) Menghafal, yaitu orang
menanarnkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
direproduksi kembali, (4) Belajar pengetahuan, adalah orang mulai mengetahui
berbagai macam data mengenai kejadian, keadaan, benda-benda dan orang, (5)
Belajar arti kata-kata, adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam
kata-kata yang digunakan, (6) Belajar konsep, yaitu orang mengadakan abstraksi
yaitu dalam obyek-obyek yang meliputi benda, kejadian dan orang, (7) Belajar
memecahkan problem melalui pengamatan, yaitu orang dihadapkan pada problem
yang harus dipecahkan dengan mengamati baik-baik dan (8) Belajar berpikir, yaitu
orang juga dihadapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan, tanpa melalui
pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan, namun dipecahkan melalui
operasi mental.
Selain itu, faktor yang sangat menentukan prestasi belajar siswa adalah motivasi
siswa itu sendiri untuk berprestasi. Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi
yang tinggi tetapi prestasi belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan
intelektual yang dimilikinya tidak/kurang berfungsi secara optimal. Salah satu
faktor pendukung agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi
secara optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya.
Motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh
dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Wasty
Sumanto, 1998 hal. 203). Siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa
dipaksa, bila memiliki motivasi yang besar; yang dengan demikian diharapkan akan
mencapai prestasi yang tinggi. Adanya motivasi berprestasi yang tinggi dalam diri
siswa merupakan syarat agar siswa terdorong oleh kemauannya sendiri untuk
mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya, dan lebih lanjut siswa akan
sanggup untuk belajar sendiri.

2. Kemampuan Awal
Penyusunan program pembelajaran yang baik memerlukan dua macam
informasi, yaitu : (a) tujuan pembelajaran khusus. (b) kemampuan awal dan
karakteristik siswa. Tujuan pembelajaran khusus adalah kemampuan, keterampilan
dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa manakala ia telah selesai mengikuti suatu
program pembelajaran. Menurut Abdul Gafur [1980,57], kemampuan awal dan
karakteristik siswa adalah “Pengetahuan dan keterampilan yang relevan, termasuk
di dalamnya latar belakang informasi karakteristik siswa yang telah ia miliki pada
saat akan mengikuti suatu program pembelajaran”.
Setiap siswa telah mempunyai berbagai pengalaman, kondisi dan potensi
sewaktu memasuki situasi belajar. Semua ini merupakan latar belakang ataupun
karakteristik siswa. Pengetahuan atau kemampuan yang telah dimiliki siswa yang
berhubungan dengan pelajaran yang akan diikutinya memegang peranan amat
penting dalam proses belajar mengajar di sekolah. Informasi ini perlu diketahui
guru, sebab dengan hal itu guru dapat merancang dan mendesain model
pembelajaran secara tepat dan berarti.
Untuk dapat merancang pembelajaran yang efektif, seorang guru harus mampu
mengidentifikasi keterampilan awal siswa yang dibutuhkan sehingga mempunyai
implikasi pada perencanaan model pembelajaran. Oleh sebab itu, mengenali
tingkah laku masukan (siswa) dan ciri-ciri siswa merupakan langkah awal yang
sangat penting untuk dilakukan dan berguna untuk memperjelas sasaran dalam
pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut Cecco mengemukakan bahwa kemampuan
awal yang dimiliki oleh siswa sebelum memulai pelajaran baru, mempunyai
pengaruh pada kemampuan siswa untuk memahami materi pelajaran yang akan
dihadapinya. Hal ini terjadi kalau antara “Kemampuan awal dan materi pelajaran
baru menunjukkan adanya relevansi, terutama kalau pengetahuan awal tersebut
merupakan pengetahuan persyaratan terhadap pelajaran berikutnya”.
Pengaruh ini nampak dalam pemantauan hasil belajar siswa dalam jangka waktu
tertentu. Sebab pada umumnya hasil belajar siswa yang dicantumkan sebagai
nilai rapor caturwulan atau semester dalam suatu bidang studi tertentu
menunjukkan perkembangan hasil belajar dalam satu, dua atau tiga tahun
berikutnya.
Sudjana menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh
dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan fator dari luar atau
lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil
belajar yang dicapai. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar
dan berprestasi. Ia harus berusaha mengerahkan segala daya untuk dapat
mencapainya. Selain itu, hasil yang dapat diraih masih juga bergantung dari
lingkungan. Artinya ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat
menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Yang paling dominan
adalah kualitas pembelajaran, sebab hasil belajar pada hakikatnya tersirat dalam
tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan
siswa dan kualitas pembelajaran. Menurut teori konvergensi yang dikemukakan
oleh Williams Stern yang dikutip Shalahudin menyatakan bahwa “Manusia pada
dasarnya mempunyai kemampuan dasar yang baik atau sebaliknya. Perkembangan
selanjutnya adalah hasil kerjasama antara dua faktor yaitu faktor internal”.
Dari pernyataannya tersebut jelas bahwa siswa memiliki kemampuan dasar yang
dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (hereditas) dan faktor
ekternal (lingkungan pendidikan). Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan
awal siswa yaitu apabila siswa mempunyai kemampuan dasar yang baik maka
perkembangan selanjutnya akan mengarah kepada keberhasilan, apabila hal ini
dianalogikan terhadap proses belajar-mengajar maka dengan adanya kemampuan
awal matematika yang baik maka akan memperoleh hasil yang baik pula. Untuk
mendapatkan prestasi belajar matematika yang baik maka kemampuan
awal matematika siswa juga harus baik. Kemampuan awal matematika yang
dimiliki siswa dapat dikatakan baik apabila telah dilakukan evaluasi (penilaian).
Dalam penelitian ini kemampuan awal yang dimaksudkan adalah Nilai
Ujian Akhir murni di SD, karena SD merupakan jenjang pendidikan dasar, yang
merupakan bekal awal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan menengah dalam
hal ini SMP. Nilai Ujian Akhir SD digunakan sebagai dasar kemampuan awal
matematika, karena sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990
tentang Pendidikan Menengah , dijelaskan bahwa : Pendidikan dasar yang
diselenggarakan di sekolah menengah atas (SMA) bertujuan untuk memberikan
bekal kemampuan lanjutan yang merupakan perluasan serta peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di SLTP yang bermanfaat bagi siswa
untuk mengembangkan hidupnya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga
negara sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk
mengikuti pendidikan tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa SMP yang merupakan sekolah lanjutan
setelah siswa menyelesaikan pendidikan dasar 6 tahun, hal tersebut sesuai dengan
kebijakan pemerintah untuk mensukseskan wajib belajar 9 tahun yang salah satu
jenjangnya adalah pendidikan SMP dengan tujuan untuk memberi bekal
kemampuan dasar (awal) untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah.

3. Kebijakan Sekolah Gratis


Sekolah gratis merupakan kebijakan pemerintah dalam hal membebaskan seluruh
biaya pendidikan bagi rakyat, dalam hal ini beban pendidikan tersebut ditanggung
oleh anggaran pemerintah. Sekolah gratis mulai diterapkan mula-mula untuk siswa
SD dan akhirnya meningkatkan untuk siswa SMP dan SMA. Kebijakan sekolah
gratis mulai diterapkan di SMP sejak tahun pelajaran 2004/2005, sedangkan di SD
sudah dilaksanakan lebih dahulu.

4. Kerangka Berpikir
Sekolah Gratis merupakan sebuah kebijakan yang dilandasi kepedulian
pemerintah terhadap nasib rakyat Indonesia. Masih banyaknya rakyat Indonesia
yang terkurung dalam kebodohan membuat pemerintah mengambil langkah
strategis yaitu sekolah gratis. Hal ini perlu diwaspadai, tidak ada pendidikan yang
gratis. Sekolah gratis artinya masyarakat tidak perlu membayar biayanya, tetapi
yang membayar adalah pemerintah.
Melihat fenomena masyarakat tidak terbebani sedikitpun untuk mengakses
pendidikan, tidak jarang masyarakat tidak termotivasi untuk belajar dan berusaha
memanfaatkan peluang yang ada. Dari uraian di atas, peneliti melihat bahwa
kebijakan sekolah gratis justru berpengaruh negatif terhadap prestasi belajar siswa.
Artinya, dengan pelaksanaan sekolah gratis, prestasi belajar siswa justru akan
semakin turun.

G. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian survei expose-facto, yaitu penelitian yang
digunakan untuk memperoleh suatu fakta tentang gejala atau permasalahan yang timbul
dengan membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah
ditentukan antar masing-masing variabel yang ada dalam penelitian ini.

Adapun desain penelitian/konstelasi masalah dapat digambarkan sebagai berikut:


A1 A2
X >Y X>Y
A = pemberlakuan kebijakan sekolah gratis, yang terbagi atas kategori:
A1 = sebelum pemberlakukan sekolah gratis
A2 = setelah pemberlakukan sekolah gratis
X = kemampuan awal siswa
Y = prestasi belajar siswa
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini bersumber dari
GURU/KEPALA SEKOLAH dan atau DINAS PENDIDIKAN setempat, yaitu dengan
cara meminta hasil kemampuan awal siswa (dalam bentuk Nilai Ujian Akhir SD atau
nilai seleksi masuk SMP) dan meminta data prestasi belajar seluruh siswa melalui
Legger yang dimiliki oleh setiap guru.
Setelah data didapatkan akan dilakukan uji persyaratan analisis data, yaitu uji
normalitas (menggunakan kosmogorov smirnov, untuk menguji apakah data
berdistribusi normal atau tidak), uji homogenitas dan uji linieritas.
Teknik analisa data pengujian hipotesis yang digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan mengontrol kovariabel
(kemampuan awal) menggunakan teknik ANKOVA (Analisis Kovariat).
DAFTAR PUSTAKA

Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan (____, ____, 2002)
Arikunto, Suharsimi, 1993, Manajemen Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta)
Gulo, W., 2005, Strategi Belajar Mengajar Cet ke 3 (Jakarta, Grasindo)
Hamalik, Oemar, 2004, Proses Belajar Mengajar (Jakarta, Bumi Aksara)
Lubis, Zulkifli, 1998, Teori Belajar (Jakarta, STKIP Wijaya Bakti)
Purwanto, M. Ngalim, 1992, Psikologi Pendidikan (Bandung, Remaja Rosda Karya)
Riduwan, 2005, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula
(Bandung, Alfabeta)
Sudjana, Nana, 2004, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar cet. ke 9 (Bandung,
Remaja Rosda Karya)
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi (Bandung, Alfabeta)
Winkel, W.S., 1996, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan (Jakarta,
Gramedia)
Suryabrata, Sumadi; 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai