Anda di halaman 1dari 2

Petani dan Ketujuh Putranya

Alkisah, pada zaman dahulu, hiduplah seorang petani rajin yang tinggal di Yunani. Petani itu memiliki
tujuh putra. Sayang, hubungan di antara ketujuh putranya itu kurang harmonis. Anak-anak itu sering
bertengkar satu sama lain. Ada saja yang mereka ributkan, mulai dari barang- barang yang tidak
dikembalikan pada tempatnya, karena rebutan lauk-pauk, atau karena cemburu, merasa sang ayah
lebih sayang kepada salah satu di antara mereka.

Hal ini membuat si petani pusing. Ia sudah berulang kali mengingatkan anak-anaknya agar jangan
bertengkar lagi, mengingat mereka merupakan saudara kandung. Namun, mereka tidak pernah
memedulikan nasihat itu. Mereka masih saja ribut hampir setiap hari.

Kesabaran si petani habis. Ia sudah tidak tahan lagi melihat anak-anaknya bertengkar. Untunglah ia
menemukan cara cemerlang untuk mengatasi masalah itu. Ia mengumpulkan tujuh potongan
bambu, lalu mengikatnya menjadi satu. Setelah itu ia memanggil ketujuh anak-anaknya.

Cerita Rakyat Yunani Petani dan Ketujuh Putranya

"Ada apa, Ayah?" tanya si bungsu. Sang ayah tidak menjawab apa-apa. Ia hanya meminta si bungsu
untuk mematahkan ketujuh bambu yang sudah ia gabung itu.

"Uggh... Iggh...," si bungsu berusaha mematahkan bambu-bambu tersebut, tapi kesulitan. Padahal,
tenaganya lumayan besar, setidaknya lebih besar daripada teman-teman seusianya. Akhirnya si
bungsu pun menyerah.

"Ini terlalu sulit, Ayah. Aku tidak bisa mematahkannya," lapor si bungsu. Sang ayah mengangguk-
angguk dengan wajah datar. Kemudian ia meminta anak keenam ntuk melakukan hal yang sama
dengan si bungsu.

Anak keenam mengerahkan seluruh tenaga untuk mematahkan bambu-bambu itu hingga
berkeringat. Namun, gabungan bambu itu tidak patah sama sekali. Setelah beberapa kali mencoba,
anak keenam pun menyerah.

"Sekarang giliran kamu," ujar sang ayah sambil menyerahkan tujuh bambu yang sudah diikat itu
kepada anak kelima. Anak kelima ini lebih besar dan lebih kuat daripada anak keenam dan ketujuh.
Namun, rupanya ia juga tidak bisa mematahkan bambu-bambu tersebut. Dan yang lebih
mengejutkan, anak sulung yang paling kuat di antara mereka pun tidak bisa mematahkannya.
Padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga.

"Aku tidak bisa, Ayah!" seru si sulung sembari mengembalikan gabungan bambu itu kepada ayahnya.
Sang ayah menerima bambu tersebut, lalu membuka ikatannya. Ia memberikan satu bambu kepada
masing-masing anak.

"Sekarang coba kalian patahkan!" kata sang ayah.

Semua anak mencoba mematahkan potongan bambu mereka masing-masing. Dan mereka bisa
melakukannya, termasuk si bungsu yang badannya paling kecil di situ.

"Ayah," panggil si sulung, "apa sebenarnya tujuan Ayah menyuruh kami mematahkan bambu ini?"

"Tidakkah kalian mengerti?" ujar sang ayah, "Jika kalian bersatu, kalian akan sulit dipatahkan. Tapi
jika kalian berpisah sendiri-sendiri, maka kalian akan mudah sekali dihancurkan. Renungkanlah hal
ini."
Ketujuh anak itu terpekur memikirkan ucapan sang ayah. Akhirnya mereka sadar bahwa
pertengkaran di antara sesama saudara hanya merugikan mereka. Karena itu, mereka pun berjanji
untuk saling membantu dan bekerja sama, tidak akan bertengkar lagi.

Pesan di balik Cerita Rakyat Yunani : Petani dan Ketujuh Putranya adalah :

Pepatah bilang, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Cerita di atas mencerminkan makna pepatah ini.

Pada masa lalu, penjajah bisa menjajah kita karena mereka mencerai-beraikan bangsa Indonesia.

Tapi ketika kita bersatu, maka kemerdekaan pun bisa kita raih bersama.

Anda mungkin juga menyukai