Anda di halaman 1dari 4

Proses Reorganisasi

Reorganisasi merupakan salah satu bentuk perpanjangan atau komposisi dari kewajiban
perusahaan. Tanpa mengaitkan dengan prosedur hukum yang dianut, proses-proses
reorganisasi memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Perusahaan dinyatakan dalam keadaan insolvensi jika ia tidak bisa melunasi kewajiban
kasnya pada tanggal jatuh tempo atau jika jumlah seluruh kewajiban melebihi jumlah aktiva
perusahaan.
2. Dana baru harus diadakan untuk modal kerja dan rehabilitasi harta perusahaan.
3. Semua sumber dan sebab kesulitan manajerial serta operasional harus diidentifikasikan dan
mencari cara untuk menanggulanginya.
Pada dasarnya, reorganisasi hanya berupa komposisi atau penjadwalan kembali kewajiban
perusahaan. Dalam setiap upaya komposisi, dua kondisi harus dipenuhi:
1. Penjadwalan kembali harus adil/wajar (fair) bagi semua pihak.
2. Sebagai hasil dari pengorbanan itu, rehabilitasi dan operasi perasahaan yang
menguntungkan haras benar-benar layak (flexible).
Keputusan Keuangan dalam Reorganisasi
Jika suatu bisnis menjadi pailit atau menghadapi insolvensi, harus diputuskan dengan segera
apakah perusahaan dilikuidasi atau diteruskan beroperasi melalui reorganisasi. Pada dasarnya,
keputusan ini tergantung pada ketetapan perasahaan dalam menentukan nilai perasahaan bila
direhabilitasi versusnilai dari jumlah setiap bagian bila perusahaan itu dipecah-pecah.
Nilai likuidasi tergantung dari bobot masing-masing aktiva yang digunakan dan beberapa nilai
jual yang akan diperoleh. Selain itu, likuidasi sendiri melibatkan biaya untuk memecah-mecah
aktiva tetap maupun biaya legalisasinya. Reorganisasi yang berhasil juga membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Biasanya biaya dikeluarkan untuk peralatan yang baru, penjualan inventaris
yang sudah usang, dan di atas segalanya, peningkatan manajemen perusahaan secara optimal.
Jika nilai dari reorganisasi ternyata lebih baik dibanding nilai likuidasi, masalah yang tersisa
tinggal bagaimana meyakinkan pihak kreditor yang menghendaki agar perusahaan tetap
dilikuidasikan.

Likuidasi
Likuidasi suatu bisnis terjadi pada waktu perusahaan berada diambang kejatuhan. Dalam
ketentuan undang-undang, prosedur likuidasi tidak perlu melalui pengadilan, walaupun boleh
saja dalam hal untuk mencapai penyelesaian yang tuntas mengenai klaim kreditor atas debitor.
Kepailitan adalah prosedur hukum yang dilakukan di bawah jurisdiksi pengadilan, di mana
sebuah perusahaan secara resmi dilikuidasi.
Penyerahan Hak atas Milik Perusahaan
Penyerahan hak atas milik perusahaan (seperti halnya kepailitan) terjadi bila debitor berada
dalam keadaan insolvensi dan posisinya untuk memperoleh laba begitu kecil sehingga tidak ada
jalan lain kecuali semua milik dan haknya diserahkan kepada yang berhak (kreditor). Cara seperti
ini memungkinkan kreditor menerima jumlah piutang lebih besar dibanding cara kepailitan.
Secara teknis penyerahan hak atas milik perusahaan ( assignment) dibagi tiga: (1) penyerahan
berdasarkan kebiasaan (common law); (2) penyerahan sesuai undang-undang; dan (3)
penyerahan ditambah penyelesaian.
Penyerahan menurut kebiasaan. Penyerahan hak menurut kebiasaan terjadi bila debitor
mengalihkan hak aktiva kepada pihak ketiga, yang dikenal sebagai trustee. Orang ini
diperintahkan untuk melikuidasikan aktiva dan membagikan hasilnya diantara para kreditor atas
dasar prorata.
Biasanya, prosedur penyerahan dilakukan oleh biro, badan, atau asosiasi manajer kredit yang
profesional. Mereka bisa melikuidasi aktiva melalui penjualan lelang atau penjualan aktiva secara
lepas melalui juru lelang. Dengan cara lelang, penjualan disebarluaskan melalui iklan sehingga
akan lebih banyak harga penawarannya. Sedangkan dengan cara penjualan sebagian demi
sebagian, aktiva dilelang berdasarkan kelompok dan jenis barang. Cara likuidasi seperti ini
biasanya menguntungkan untuk penjualan lelang pabrik yang memiliki peralatan dan mesin
berharga.
Prosedur penyerahan hak berdasarkan kebiasaan tidak menghilangkan kewajiban yang dipikul
oleh debitor. Jika debitor, melalui penjualan aktivanya, tetap tidak dapat memenuhi kewajiban
pihak kreditor masih dapat mengajukan klaimnya. Tetapi tentu saja, perusahaannya sendiri telah
bubar. Pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan itu dapat mendirikan perusahaan lain
yang terbebas dari hutang dan kewajiban perusahaan yang sebelumnya. Dalam hal ini, pihak
yang menerima penyerahan dalam mengeluarkan cek pembayaran kepada kreditor akan
mencantumkan dalam cek tersebut bahwa menurut hukum dengan pembayaran tersebut
kewajibannya telah dilunasi. Ketentuan hukum dalam proses ini sebaiknya dilakukan dengan
bantuan pengacara, tetapi pernyataan bahwa pembayaran cek tersebut merupakan pelunasan
kewajiban adalah penting.
Penyerahan sesuai undang-undang. Dalam konsep penyerahan sesuai undang-undang sama
dengan penyerahan berdasarkan kebiasaan. Dalam praktek, penyerahan cara ini lebih formal.
Undang-undang negara bagian mengatur prosedurnya. Debitor mengajukan petisi penyerahan
aktiva perusahaan, kemudian diumumkan ke semua pihak yang berkepentingan. Pengaturannya
ditetapkan oleh keputusan pengadilan, termasuk penjualan aktiva dan pembagiannya kepada
para kreditor. Seperti halnya cara penyerahan pertama, debitor tidak secara otomatis lepas dari
tuntutan klaim sisa. Tetapi mereka dapat membebaskan diri dari masalah itu dengan
mencantumkan secara eksplisit pernyataan kreditor bahwa jumlah pembayaran yang diterimanya
sudah mencakup seluruh klaim yang ada di pihaknya.
Penyerahan ditambah penyelesaian. Selain penyerahan berdasarkan kebiasaan maupun
penyerahan sesuai undang-undang, dapat juga dilakukan dengan suatu perjanjian di depan
kreditor bahwa penyerahan tersebut akan berarti pelepasan kewajiban seluruhnya. Biasanya
debitor menghubungi asosiasi manajer kredit setempat. Asosiasi ini yang menyelenggarakan
pertemuan dengan semua kreditor dan ditetapkan suatu instrumen penyelesaian hutang. Biro ini
ditugaskan menjual aktiva perusahaan melalui jalur perdagangan biasa, secara keseluruhan,
secara lelang atau secara penjualan lepas. Para kreditor biasanya menyerahkan urusan likuidasi
tersebut kepada biro penyelesaian.
Setelah semua aktiva debitor dijual dan dana diperoleh, pembayaran dilakukan oleh biro
penyelasaian kepada kreditor atas dasar prorata dan dianggap sebagai pelunasan untuk seluruh
klaim yang ada. Tetapi, jika para kreditor tidak menyetujui pembayaran seperti ini, dan dalam
perjuangannya pihak debitor kalah, penjualan aktiva debitor dianggap batal (biasanya penjualan
aktiva selesai jika sudah tercapai penyelesaian dengan para kreditor atau wakilnya). Penjualan
aktiva lalu diatur kembali untuk mencapai jumlah yang mamadai. Jika dalam jangka waktu 4
bulan belum juga terlaksana, pihak kreditor bisa mengajukan petisi kepailitan ke pengadilan. Jika
sampai terjadi seperti ini, prosedur penyerahan dihentikan dan pihak penengah segera
melaporkan semua tindakan yang telah dilakukan atas aktiva debitor. Pengadilan, dengan
menunjuk pihak ketiga sebagai wasit kepailitan, akan memeriksa apakah aktiva sudah terjual
dengan harga memadai atau belum. Jika memang sudah dianggap cukup, wasit kepailitan dapat
memerintahkan penyelesaian penjualan aktiva dan lalu mendistribusikan kepada pihak kreditor.
(Biasanya pada saat-saat pertama, sewaktu laporan dilakukan ke wasit kepailitan semua aktiva
yang potensial sudah terjual dengan harga memadai).
Penyerahan mempunyai kelebihan dibanding prosedur kepailitan formal. Kepailitan formal
membutuhkan waktu yang panjang, prosedur hukum yang berbelit-belit, pemeriksaan buku yang
lama dan rumit, dan biaya yang tidak sedikit terutama untuk membayar pengacara. Sedangkan
melalui penyerahan, waktu dan biaya lebih hemat dibanding kepailitan. Selain itu, biro penengah
biasanya lebih luwes dalam menjual aktiva debitor, Mereka telah menguasai liku-liku bisnis
karena memang menjadi pekerjaan mereka sehari-hari. Tindakan mereka cepat dan sebelum
persediaan termakan keausan, mereka telah berhasil menjualnya.
Likuidasi dalam Kepailitan
Prosedur yang diatur dalam Bab 7 Undang-Undang Kepailitan 1978 mencakup paling sedikit tiga
hal selama masa likuidasi: (1) Penjagaan atas kemungkinan penyelewengan oleh debitor selama
likuidasi belum selesai; (2) Pendistribusian aktiva debitor secara adil kepara kreditor; (3) Peluang
bagi debitor untuk memenuhi usaha baru karena dengan prosedur likuidasi semua kewajibannya
dianggap telah selesai tuntas.
Dari kasus Braden Company kita dapat mengetahui peranan dan nilai dari surat berharga hipotek
pertama dan peranan perjanjian subordinasi. Selain itu kita juga mengetahui posisi kreditor yang
tersudut dalam likuidasi. Karena posisi merugi inilah para kreditor lebih senang jika debitor
menyelesaikan reorganisasi perusahaannya secara informal saja. Dengan cara informal, jumlah
yang akan diterimanya mungkin jauh melebihi jumlah yang akan diterima dari hasil likuidasi.
Dalam likuidasi, para pemegang saham biasa juga akan sangat dirugikan. Mereka tidak akan
menerima apa-apa karena posisinya yang paling rendah dalam urutan prioritas klaim.
Prediksi Kepailitan
Para analis keuangan dan manajer kredit yang berpengalaman dan teliti mampu memprediksi
terjadinya kesukaran keuangan melalui pengamatan semua aspek perusahaan selama jangka
waktu tertentu. Upaya mereka dibantu oleh suatu metodologi formal yang dinamakan “MDA”
(Multiple Discriminate Analysis). MDA ini menggunakan rasio keuangan yang mencakup rasio
likuiditas perusahaan seperti rasio lancar, rasio leverage perusahaan seperti rasio hutang
terhadap modalnya, dan rasio profitabilitas seperti rasio laba bersih terhadap modal atau
akumulasi laba ditahan (positif atau negatif). Selain itu, juga digunakan rasio keuangan secara
statistik, agar dapat menganalisis probabilitas kepailitan perusahaan.
Dengan mendasarkan kepada rasio keuangan, MDA berhasil dipergunakan untuk
mengklasifikasikan perusahaan ke dalam kelompok yang mempunyai kemungkinan yang tinggi
untuk pailit atau kelompok perusahaan yang kemungkinan mengalami pailit rendah. Perintis
MDA adalah Edward Altman. Altman secara konsisten mengembangkan modelnya sehingga me-
mungkinkan untuk memprediksi kepailitan sampai dua tahun sebelum tiba saatnya.
MDA juga dimanfaatkan dengan sukses oleh para analisis kredit untuk merumuskan probabilitas
calon pemohon kredit tak dapat membayar kewajibannya, dan juga oleh para manajer portofolio
untuk mengevaluasi investasi obligasi dan saham. Dalam penerapannya, cara ini disebut
“pemberian skor kredit” (credit scoring). Jadi, MDA ini merupakan cara pendekatan yang akan
dipakai dalam berbagai pengambilan keputusan dalam bidang keuangan.
Beberapa studi telah menemukan pengembalian abnormal negatif pada obligasi dan atau saham
sampai lima tahun sebelum pengajuan kebangkrutan. Pola ini memungkinkan untuk
mengembangkan model-model prediksi untuk kesulitan keuangan dengan menggunakan data
pengembalian.

Anda mungkin juga menyukai