Akuisisi Perusahaan secara sederhana diartikan sebagai Pengambilalihan perusahaan dengan cara membeli
saham mayoritas perusahaan sehingga menjadi pemegang saham pengendali. Dalam peristiwa Akuisisi,
baik perusahaan yang mengambilalih (Acquirer) maupun perusahaan yang diambilalih (Acquiree) tetap
hidup sebagai badan hukum/entitas yang terpisah. Contoh Akuisisi Perusahaan adalah pengambilalihan
saham mayoritas PT. HM Sampoerna oleh Phillip Morris, LTD. Akibat Akuisisi tersebut, kendali perusahaan
Sampoerna tidak lagi berada ditangan keluarga Sampoerna tetapi beralih kepada tangan Phillip Morrris.
Ketika perusahaan hendak melakukan corporate action berupa kegiatan akuisisi atau pengambilalihan,
maka berdasarkan ketentuan pasal 126 ayat (1) UU PT ada beberapa kepentingan yang harus diperhatikan
yaitu:
Akuisisi merupakan suatu perbuatan hukum perusahaan yang mempunyai implikasi penting terhadap
semua stokeholders sehingga untuk melakukannya diperlukan persetujuan RUPS. Dalam RUPS terkait
dengan akuisisi ini harus memenuhi prisip tertentu berupa prinsip minimal quorum g sebagaimana yang
tertuang pada Pasal 89 UUPT.
Akuisisi sendiri disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT) Pasal 1 angka
11 yaitu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Hukum atau orang perseorangan untuk
mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Berdasarkan definisi pengambilalihan sebagaimana dimaksud diatas maka ditarik kesimpulan antara lain:
Adapun Pengambilalihan yang dimaksud Pasal (1) angka 11 UUPT, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui Direksi Perseroan atau dari Pemegang Saham Langsung. Dengan demikian, masing-masing diatur
prosedur hukum yang berbeda di dalam UUPT. Kemudian, dalam hal sebuah proses pengambilalihan saham
suatu Perseroan ada yang dapat mengakibatkan perubahan pengendalian maupun tidak menimbulkan
perubahan pengendalian dalam Perseroan tersebut.
1) KEPUTUSAN RUPS
Pasal 125 ayat (4) UUPT diatur mengenai pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum
berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus
1
berdasarkan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UUPT yaitu paling sedikit
¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan RUPS yang lebih besar.
a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan diambilalih dan perseroan yang
akan mengambilalih.
b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambilalih dan Direksi Perseroan
yang akan diambilalih.
c. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT untuk tahun buku
terakhir dari Perseroan yang akan mengambilalih dan Perseroan yang akan diambilalih.
d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang akan diambilalih terhadap
saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dengan saham.
e. Jumlah saham yang akan diambilalih.
f. Kesiapan pendanaan.
g. Neraca konsolidasi performa Perseroan yang akan mengambilalih setelah pengambilalihan
yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di Indonesia.
h. Cara penyelesaian hak Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan
i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Komisaris dan Karyawan
Perseoran yang diambilalih.
j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian
kuasa pengalihan saham dari Pemegang Saham kepada Direksi Perseroan.
k. Rancangan perubahan Anggaran Dasar Perseroan hasil pengambilalihan jika ada.
2
disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama masa penyelesaian belum
tercapai, Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.
3
tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna
mendapat penyelesaian. Selama penyelesaian tersebut belum tercapai Pengambilalihan tidak
dapat dilaksanakan.
Definisi Pengambilalihan yang diatur dalam Pasal 1 angka 11 UUPT adalah Pengambilalihan yang
mengakibatkan perubahan Pengendalian atas suatu Perseroan Terbatas. Namun, dalam hal
pengambilalihan saham Perseroan yang tidak mengakibatkan perubahan pengendalian terdapat syarat
dimana jumlah saham yang diambilalih yaitu tidak melebihi 50% saham Perseroan.
Pengambilalihan yang dimaksud disini tidak dapat menyebabkan perubahan pengendalian sesuai
definisi Pengambilaihan pada Pasal 1 angka 11 UUPT karena pengambilaihan saham ini hanya
merupakan pemindahan hak atas saham sesuai yang diatur dalam Pasal 56 UUPT.
Dengan demikian, prosedur hukum suatu pengambilalihan saham yang tidak mengakibatkan
perubahan pengendalian di dalam Perseroan ini, terdapat prosedur-prosedur yang tidak perlu
dilakukan yaitu:
a. Prosedur keputusan RUPS (Pasal 125 ayat (4) UUPT), tanpa mengenyampingkan ketentuan
Anggaran Dasar Perseroan yang bersangkutan.
b. Prosedur penyusunan rancangan pengambilalihan (Pasal 125 ayat (6) UUPT).
c. Prosedur pengumuman ringkasan rancangan pengambilalihan dalam 1 (satu) surat kabar (Pasal 127
ayat (2) UUPT).
d. Prosedur pembuatan akta pengambilalihan dihadapan notaris (Pasal 128 UUPT).
e. Prosedur pengumuman pengambilalihan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih (Pasal 133 UUPT).
4
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
Perubahan yang terjadi harus mendapatkan persetujuan dari KEMENKUMHAM. Selain pemberitahuan
atau permohonan dan persetujuan KEMENKUMHAM, Direksi hasil Pengambilalihan juga wajib untuk
mengumumkan hasil Pengambilalihan dari 1 (satu) surat kabar harian atau lebih dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berlakunya pengambilalihan.
Bagi suatu perusahaan yang akan melakukan pengambilalihan tidak perlu mendapatkan persetujuan
dari KEMENKUMHAM kecuali merubah akuisisi disetujui yang mencakup satu atau lebih perubahan
tersebut di atas. Dalam hal terjadi akuisisi dengan perubahan akuisisi disetujui yang demikian, akuisisi
baru mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri tersebut.
Ketentuan ini tercantum dalam PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.