Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna


mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama latihan dalam olahraga prestasi
adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang paling tinggi,
atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan sistem organisme
dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraganya.
Berkaitan dengan latihan Suharno HP.

(1993: 1) dalam seri bahan penataran pelatih tingkat muda/madya dikatakan,


“Berlatih atau latihan ialah suatu proses penyempurnaan kualitas atlet secara sadar
untuk mencapai prestasi maksimal dengan diberi beban latihan fisik dan mental
secara teratur, terarah, bertahap, meningkat, berkesinambungan dan berulang-ulang
waktunya”.

Menurut Sudjarwo (1993: 14) bahwa, “Latihan adalah suatu proses yang
sistematis secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan
beban latihan”. Hal senada dikemukakan Andi Suhendro (1999: 3.4) berpendapat,
“Latihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis dan dilakukan secara
berulang-ulang dengan beban latihan yang makin meningkat”.

Pengertian latihan yang dikemukakan tiga ahli tersebut pada prinsipnya


mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa,
latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu,
dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat.

Latihan yang sistematis adalah program latihan direncanakan secara matang,


dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan, dan evaluasi sesuai
dengan alat yang benar. Penyajian materi harus dilakukan dari materi yang paling
mudah ke arah materi yang paling sukar, dari materi yang sederhana mengarah
kepada materi yang paling kompleks.

Latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan harus


dilakukan menimal tiga kali dalam seminggu. Dengan pengulangan ini diharapkan
gerakan yang pada saat awal latihan dirasakan sukar dilakukan, pada tahap-tahap
berikutnya akan menjadi lebih mudah dilakukan. Beban latihan harus meningkat
maksudnya,

penambahan jumlah beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai


dengan prinsip-prinsip latihan, dan tidak harus dilakukan pada stiap kali latihan,
namun tambahan beban harus segara dilakukan ketika atlet merasakan latihan yang
dilaksanakan terasa ringan.

2. masalah

Berdasarkan latar belakang latihan, klasifikasikan berdasarkan usia latihan.

3. Tujuan

Bertujuan untuk lebih mengetahui klasifikasi usia latihan.

BAB II

PEMBAHASAN

Klasifikasi
Yang dimaksud dengan “klasifikasi” adalah pemecahan suatu kelas tertentu ke dalam
kelas-kelas bawahan berdasarkan ciri-ciri tertentu khas yang dimiliki oleh anggota-
anggota kelas itu. Tujuan dari klasifikasi itu adalah untuk mengetahui keseluruhan
logis dari suatu konsep dan bagian-bagiannya dengan lebih baik. Sebuah kelas bukan
sekadar sejumlah hal yang kebetulan tercakup dalam suatu kelompok.

Sebaliknya, kelas merupakan suatu pengertian atau konsep tentang hal-hal tertentu
yang memiliki ciri-ciri yang sama. Misalnya, ciri-ciri mana yang diperlukan untuk
menyebut suatu makhluk hidup itu “manusia”? Apakah karena ada kaki dan tangan?
Kalau kaki dan tangan yang menjadi ciri, apakah seorang yang tangannya dan/atau
kakinya buntung masih dianggap manusia? Atau apakah bangsa kera dapat juga
disebut sebagai manusia? Suatu makhluk dapat disebut manusia karena ciri-ciri
kemanusiaannya: berakal budi.

Sebaliknya, manusia sebagai suatu kelas tertentu dapat dibagi lagi ke dalam kelas-
kelas yang dimiliki oleh sejumlah individu. Dalam hal ini “kelas manusia” dapat
diklasifikasi berdasarkan ras, interese, kesatuan politik, agama, kebudayaan, dan
sebagainya.
Jadi, sebuah kelas ditentukan oleh suatu kumpulan ciri khas yang dimiliki oleh semua
anggota kelas. Ciri yang dikenakan pada kelas harus berlaku pada semua
anggota tanpa kecuali.

Beberapa buku logika menyebut klasifikasi dengan pembagian atau penggolongan. Di


sini perlu ditegaskan bahwa klasifikasi bukan sekadar pembagian atau penggolongan.
Karena klasifikasi bukan sekadar membagi atau menggolongkan sejumlah hal
menjadi beberapa kelompok. Misalnya pembagian atau penggolongan seratus orang
mahasiswa ke dalam sepuluh kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh
orang bukanlah klasifikasi, karena tidak ada ciri-ciri khas yang menyatukan tiap
kelompok itu. Bila seratus orang mahasiswa itu dibagi berdasarkan agama atau
berdasarkan daerah kelahirannya, hal itu baru disebut klasifkasi.

Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa klasifikasi merupakan suatu metode untuk
menempatkan sejumlah hal dalam suatu sistem kelas, sehingga dapat dilihat
hubungannya ke samping, ke atas, dan ke bawah. Misalnya pada waktu berbicara
mengenai “demokrasi” dengan menggunakan metode klasifikasi, kita dapat melihat
hubungannya ke samping dengan “kediktatoran”, “absolutisme”, sedangkan
hubungannya ke atas adalah bahwa semua hal itu merupakan “sistem pemerintahan”,
dan ke bawah adalah “demokrasi parlementer dengan sistem seperti di Perancis”,
“demokrasi parlementer dengan sistem seperti di Amerika Serikat”, “demokrasi
parlementer dengan sistem kerajaan seperti di Inggris dan Belanda”, “demokrasi
proletariat”, dan sebagainya.

Perlu ditegaskan pula, klasifikasi merupakan bagian dari logika material dan bukan
merupakan bagian dari logika formal. Karena itu, kalau dalam buku ini klasifikasi
disinggung juga, hal tersebut semata-mata untuk menguatkan pemahaman kita
tentang isi dan luas pengertian. Sebab, jika kita mampu membuat suatu klasifikasi
yang benar terhadap suatu hal tertentu, itu mencerminkan bahwa kita telah
memehami isi dan luas pengertian dari hal tersebut.

B. Macam-macam klasifikasi

Sebuah kelas terdiri dari sejumlah anggota. Jumlah anggota yang dimiliki tiap kelas
tidak harus sama. Suatu kelas yang lebih luas terdiri dari beberapa kelas bawahan,
sedangkan tiap-tiap kelas bawahan itu mempunyai anggota-anggota yang jumlahnya
berbeda-beda. Sehubungan dengan itu klasifikasi dapat dibedakan berdasarkan
jumlah anggota yang dimiliki oleh kelas yang diklasifikasikan itu.
(1) Klasifikasi sederhana

Klasifikasi sederhana adalah klasifikasi yang jumlah anggota atau kelas bawahan dari
kelas yang diklasifikasikan itu hanya dua. Klasifikasi ini disebut juga klasifikasi
dikomotis (Yunani : dicha = menjadi dua; temmein = memotong), yaitu suatu sistem
yang memecahkan suatu kelas menjadi dua kelas bawahan.

Biasanya berupa kelas bawahan yang bersifat negatif dan kelas bawahan yang
bersifat positif. Misalnya, kelas “hewan” terdiri dari dua kelas bawahan yaitu “hewan
berakal budi” dan “hewan yang tak berakal budi”. Selanjutnya kelas “hewan berakal
budi” terbagi lagi menjadi dua kelas bawahan: “laki-laki’” dan “wanita”.

(2) Klasifikasi kompleks

Klasifikasi kompleks adalah klasifikasi yang jumlah anggota atau kelas bawahan dari
kelas yang diklasifikasikan itu adalah lebih dari dua. Misalnya, kelas alat transportasi
dapat kita klasifikasikan menjadi: alat transportasi darat, alat transportasi air, dan alat
transportasi udara.

C. Prinsip-prinsip klasifikasi

Untuk dapat memperoleh sebuah klasifikasi yang benar, kita perlu mematuhi prinsip-
prinsip berikut ini:

(1) Klasifikasi harus lengkap

Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
suatu kelas tertentu, maka kelas-kelas bawahannya harus dapat menampung semua
anggota kelas yang kita klasifikasikan itu. Dengan demikian apabila seluruh kelas
bawahan itu kita ambil bersama maka tetap sama dan sebangun dengan keseluruhan
sebelum diklasifikasikan.

Misalnya, apabila kita mengklasifikasikan “buku-buku yang ada di sebuah


perpustakaan”, jangan sampai ada buku yang tidak dapat kita masukkan ke dalam
kelas-kelas bawahan yang muncul akibat klasifikasi itu.

Contoh lain, apabila kita mengklasfikasikan “makhluk hidup” menjadi “manusia” dan
“binatang”, klasifikas yang kita lakukan tersebut tidaklah lengkap karena “tumbuh-
tumbuhan” tak bisa kita masukkan dalam baik kelas “manusia” maupun kelas
“binatang”.

(2) Klasifikasi harus sungguh-sungguh memisahkan

Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
suatu kelas tertentu, jangan sampai ada tumpang-tindih antara kelas-kelas
bawahannya, sehingga satu atau lebih anggota kelas bawahan dapat sekaligus menjadi
anggota kelas bawahan dari beberapa kelas.

Misalnya, apabila kelas “penduduk Jakarta” kita klasifikasikan menjadi “yang


berusia di atas 30 tahun” dan “yang berusia di bawah 40 tahun”, maka orang-orang
yang berusia antara 30 sampai 40 tahun dapat masuk pada baik kelas bawahan yang
“berusia berusia di atas 30 tahun” maupun kelas bawahan yang “berusia di bawah 40
tahun”.

(3) Klasifikasi harus menurut prinsip/dasar yang sama/konsisten

Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
suatu kelas tertentu, kita tidak boleh menggunakan lebih dari satu dasar/prinsip.
Misalnya, apabila kelas “cincin” kita klasifikasikan menjadi “cincin kawin”, “cincin
emas”, “cincin perak”, dan “cincin berlian”, maka klasifikasi ini bukan saja tidak
lengkap dan tidak sungguh-sungguh memisahkan, melainkan juga tidak
menggunakan dasar/prinsip yang konsisten. “Cincin emas”, “cincin perak”, “cincin
berlian”, bertolak dari dasar/prinsip bahan baku cincin, sedangkan “cincin kawin”
bertolak dari dasar/prinsip fungsi cincin.

(4) Klasifikasi harus sesuai dengan tujuannya

Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
kelas tertentu, haruslah kita menyesuaikan klasifikasi tersebut dengan tujuan yang
hendak kita capai. Misalnya, apabila kita ingin membuat klasifikasi untuk mengetahui
distribusi usia pada mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya, kita tentu saja tidak
perlu mengklasifikasikan mahasiswa-mahasiswa tersebut, misalnya berdasarkan
tempat kelahirannya atau agamanya.

(5) Klasifikasi harus dilakukan secara rapi

Maksudnya, setiap klasifikasi harus memperlihatkan bahwa kelas-kelas bawahannya


jika diklasifikasikan lebih lanjut sampai kelas bawahan yang terkecil
mengejawantahkan bagian-bagian yang langsung memperlihatkan keseluruhan
lingkup realitas yang ditunjuk dengan pengertian yang diklasifikasikan tersebut.
D. Beberapa catatan

Selain dari prinsip-prinsip di atas yang harus diperhatikan dalam membuat suatu
klasifikasi, beberapa catatan di bawah ini juga perlu diperhatikan supaya kita tidak
melakukan kekeliruan-kekeliruan yang biasa terjadi dalam membuat klasifikasi.

(1) Keseluruhan dan bagian-bagiannya

Jika suatu klasifikasi disusun dengan tepat, maka apa yang dikatakan untuk kelas
atasan (baik berupa pengakuan atau pengingkaran) dapat dikatakan juga untuk kelas
bawahannya, tetapi tidak sebaliknya. Misalnya, sifat-sifat khas yang terdapat pada
“hewan” berlaku untuk “manusia” dan “binatang” juga tetapi sifat-sifat khas yang
terdapat pada “manusia” belum tentu terdapat pada semua hewan.

(2) Batas-batas kelas

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, salah satu prinsip klasifikasi adalah bahwa
klasifikasi harus sungguh-sungguh memisahkan, sehingga tidak terjadi tumpang
tindih antara kelas bawahan yang satu dengan bawahan yang lain. Sering tidak
gampang menghindari hal itu dalam praktek.

Misalnya, apabila “mahasiswa yang berambut panjang” dan “mahasiswa yang


berambut pendek”, manakah batas yang jelas dan tegas untuk mahasiswa yang
berambut panjang dan mahasiswa yang berambut pendek? Dengan kata lain, kelas
“mahasiswa yang berambut panjang” dan “mahasiswa yang berambut pendek” tidak
mempunyai batas-batas yang jelas dan tegas sehingga pada gilirannya menyulitkan
kita membuat klasifikasi yang sungguh-sungguh memisahkan.

(3) Dikotomi yang keliru

Kerap orang cenderung mengklasifikasikan suatu kelas dalam bentuk klasifikasi


dikotomis, padahal klasifikasi dikotomis tidak dengan sendirinya tepat. Contoh, kelas
“manusia” diklasifikasikan menjadi “manusia pandai” dan “manusia bodoh”.

Klasifikasi di atas merupakan klasifikasi dikotomis yang keliru karena terlalu


menyederhanakan realitas obyektif. Masalahnya, klasifikasi di atas tidak lengkap
sebab manusia terbuka kemungkinan untuk dipertanyakan misalnya, di manakah
tempat untuk manusia yang tidak pandai namun tidak tergolong bodoh?
Latihan Berdasarkan Usia

Pada umumnya latihan dilakukan untuk meningkatkan kualitas kebugaran jasmani.


Pada Atlet khususnya, latihan dilakukan untuk menstimulasi tubuh terhadap respon
stress individu saat beraktivitas olahraga, dimana hal ini dapat mengefisienkan dan
meningkatkan performa olahraga ke tingkat yang lebih tinggi.

-Latihan dapat berjalan bila seorang pelatih sudah mampu dan menguasai, ilmu ilmu
pendukung disamping pengalaman yang dia dapat sewaktu menjadi atlet latihan dapat
terlaksana.
-Dengan mempunyai program dan tujuan latihan maka latihan dapat terlaksna.
-Adapun latihan latihan yang terencana sesuai dengan usia atlet dan cabang olahraga
yang di tekuninya.
-Keteramplan olahraga yang harus di perhatikan.
-Keterampilan siklis asiklis , dan gabungan antara siklis dan asiklis.

Sebenarnya, semua jenis olahraga baik untuk anak. Namun, olahraga renang dinilai
paling baik oleh Dr. Ade karena dapat melibatkan motorik seluruh anggota tubuh si
kecil.

Identifikasi latihan berdasarkan usia Usia 7-9 th


di usia ini anak tumbuh sesuai dengan bentuk badannya juga kecepatan dan
perkembangan motoriknya. Usia ini bisa dikatakan dengan usia dini. Dimana anak
usia ini senang melakukan gerakan gerakan baru yang mereka temukan di sekolah
atau lingkungan bermain. Diusia ini anak tidak mengenal lelah. Aktifitas yang sering
mereka lakukan yaitu , berlari , melempar , melompat, menangkap, menendang, dll

Identifikasi latihan berdasarkan usia Usia 9 - 13th


usia terbaik untuk perkembangan motorik dan sudah mulai fokus dengan
latihan koordinatif dan kesempurnaan gerak. Anak diusia ini sudah mulai fokus untuk
latihan tambahan disekolah (ekschool) dan sudah mulai latihan di club olahraga.
Latihan diusia ini kita harus melihat latar belakang olahraga yang pernah dilakukan
diusia dini.

Identifikasi latihan berdasarkan usia Di usia 13 – 16 th


adalah masa pubertas dimana pada masa ini hormon testosteron/progesterone
secara intensitas peningkatan produksi. Pada struktur tubuh banyak mengalami
perubahan pada karakteristik seks Pada tahap ini, latihan yang tepat adalah melatih
kemampuan kekuatan dan daya tahan

Identifikasi latihan berdasarkan usia Usia 15 -23 th


berkembang menjadi lebih dewasa, perubahan pola kognitif dan emosional,
dimana pada usia ini cenderung bersifat individualistis. Untuk memilih olahraga yang
sesuai dengan kemampuan dan perkembangan stuktur genetik. Tahap ini dilanjutkan
lagi dengan latihan kekuatan maksimal, anerobik , erobik dan latihan individu sesuai
dengan cabang olahraga yang dipilih (diminati)  Dan siap untuk dilatih sampai high
performance Elite Athelete(Long Term Development Training).

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.uny.ac.id/9252/3/BAB%202%20-%2006602241027.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/TEORI%20ILMU%20K
EPELATIHAN%20LEVEL%201.pdf

Anda mungkin juga menyukai