Makalah Klasifikasi Usia Latihan
Makalah Klasifikasi Usia Latihan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Sudjarwo (1993: 14) bahwa, “Latihan adalah suatu proses yang
sistematis secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan
beban latihan”. Hal senada dikemukakan Andi Suhendro (1999: 3.4) berpendapat,
“Latihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis dan dilakukan secara
berulang-ulang dengan beban latihan yang makin meningkat”.
2. masalah
3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi
Yang dimaksud dengan “klasifikasi” adalah pemecahan suatu kelas tertentu ke dalam
kelas-kelas bawahan berdasarkan ciri-ciri tertentu khas yang dimiliki oleh anggota-
anggota kelas itu. Tujuan dari klasifikasi itu adalah untuk mengetahui keseluruhan
logis dari suatu konsep dan bagian-bagiannya dengan lebih baik. Sebuah kelas bukan
sekadar sejumlah hal yang kebetulan tercakup dalam suatu kelompok.
Sebaliknya, kelas merupakan suatu pengertian atau konsep tentang hal-hal tertentu
yang memiliki ciri-ciri yang sama. Misalnya, ciri-ciri mana yang diperlukan untuk
menyebut suatu makhluk hidup itu “manusia”? Apakah karena ada kaki dan tangan?
Kalau kaki dan tangan yang menjadi ciri, apakah seorang yang tangannya dan/atau
kakinya buntung masih dianggap manusia? Atau apakah bangsa kera dapat juga
disebut sebagai manusia? Suatu makhluk dapat disebut manusia karena ciri-ciri
kemanusiaannya: berakal budi.
Sebaliknya, manusia sebagai suatu kelas tertentu dapat dibagi lagi ke dalam kelas-
kelas yang dimiliki oleh sejumlah individu. Dalam hal ini “kelas manusia” dapat
diklasifikasi berdasarkan ras, interese, kesatuan politik, agama, kebudayaan, dan
sebagainya.
Jadi, sebuah kelas ditentukan oleh suatu kumpulan ciri khas yang dimiliki oleh semua
anggota kelas. Ciri yang dikenakan pada kelas harus berlaku pada semua
anggota tanpa kecuali.
Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa klasifikasi merupakan suatu metode untuk
menempatkan sejumlah hal dalam suatu sistem kelas, sehingga dapat dilihat
hubungannya ke samping, ke atas, dan ke bawah. Misalnya pada waktu berbicara
mengenai “demokrasi” dengan menggunakan metode klasifikasi, kita dapat melihat
hubungannya ke samping dengan “kediktatoran”, “absolutisme”, sedangkan
hubungannya ke atas adalah bahwa semua hal itu merupakan “sistem pemerintahan”,
dan ke bawah adalah “demokrasi parlementer dengan sistem seperti di Perancis”,
“demokrasi parlementer dengan sistem seperti di Amerika Serikat”, “demokrasi
parlementer dengan sistem kerajaan seperti di Inggris dan Belanda”, “demokrasi
proletariat”, dan sebagainya.
Perlu ditegaskan pula, klasifikasi merupakan bagian dari logika material dan bukan
merupakan bagian dari logika formal. Karena itu, kalau dalam buku ini klasifikasi
disinggung juga, hal tersebut semata-mata untuk menguatkan pemahaman kita
tentang isi dan luas pengertian. Sebab, jika kita mampu membuat suatu klasifikasi
yang benar terhadap suatu hal tertentu, itu mencerminkan bahwa kita telah
memehami isi dan luas pengertian dari hal tersebut.
B. Macam-macam klasifikasi
Sebuah kelas terdiri dari sejumlah anggota. Jumlah anggota yang dimiliki tiap kelas
tidak harus sama. Suatu kelas yang lebih luas terdiri dari beberapa kelas bawahan,
sedangkan tiap-tiap kelas bawahan itu mempunyai anggota-anggota yang jumlahnya
berbeda-beda. Sehubungan dengan itu klasifikasi dapat dibedakan berdasarkan
jumlah anggota yang dimiliki oleh kelas yang diklasifikasikan itu.
(1) Klasifikasi sederhana
Klasifikasi sederhana adalah klasifikasi yang jumlah anggota atau kelas bawahan dari
kelas yang diklasifikasikan itu hanya dua. Klasifikasi ini disebut juga klasifikasi
dikomotis (Yunani : dicha = menjadi dua; temmein = memotong), yaitu suatu sistem
yang memecahkan suatu kelas menjadi dua kelas bawahan.
Biasanya berupa kelas bawahan yang bersifat negatif dan kelas bawahan yang
bersifat positif. Misalnya, kelas “hewan” terdiri dari dua kelas bawahan yaitu “hewan
berakal budi” dan “hewan yang tak berakal budi”. Selanjutnya kelas “hewan berakal
budi” terbagi lagi menjadi dua kelas bawahan: “laki-laki’” dan “wanita”.
Klasifikasi kompleks adalah klasifikasi yang jumlah anggota atau kelas bawahan dari
kelas yang diklasifikasikan itu adalah lebih dari dua. Misalnya, kelas alat transportasi
dapat kita klasifikasikan menjadi: alat transportasi darat, alat transportasi air, dan alat
transportasi udara.
C. Prinsip-prinsip klasifikasi
Untuk dapat memperoleh sebuah klasifikasi yang benar, kita perlu mematuhi prinsip-
prinsip berikut ini:
Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
suatu kelas tertentu, maka kelas-kelas bawahannya harus dapat menampung semua
anggota kelas yang kita klasifikasikan itu. Dengan demikian apabila seluruh kelas
bawahan itu kita ambil bersama maka tetap sama dan sebangun dengan keseluruhan
sebelum diklasifikasikan.
Contoh lain, apabila kita mengklasfikasikan “makhluk hidup” menjadi “manusia” dan
“binatang”, klasifikas yang kita lakukan tersebut tidaklah lengkap karena “tumbuh-
tumbuhan” tak bisa kita masukkan dalam baik kelas “manusia” maupun kelas
“binatang”.
Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
suatu kelas tertentu, jangan sampai ada tumpang-tindih antara kelas-kelas
bawahannya, sehingga satu atau lebih anggota kelas bawahan dapat sekaligus menjadi
anggota kelas bawahan dari beberapa kelas.
Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
suatu kelas tertentu, kita tidak boleh menggunakan lebih dari satu dasar/prinsip.
Misalnya, apabila kelas “cincin” kita klasifikasikan menjadi “cincin kawin”, “cincin
emas”, “cincin perak”, dan “cincin berlian”, maka klasifikasi ini bukan saja tidak
lengkap dan tidak sungguh-sungguh memisahkan, melainkan juga tidak
menggunakan dasar/prinsip yang konsisten. “Cincin emas”, “cincin perak”, “cincin
berlian”, bertolak dari dasar/prinsip bahan baku cincin, sedangkan “cincin kawin”
bertolak dari dasar/prinsip fungsi cincin.
Maksud dari prinsip ini ialah bahwa apabila kita membuat suatu klasifikasi terhadap
kelas tertentu, haruslah kita menyesuaikan klasifikasi tersebut dengan tujuan yang
hendak kita capai. Misalnya, apabila kita ingin membuat klasifikasi untuk mengetahui
distribusi usia pada mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya, kita tentu saja tidak
perlu mengklasifikasikan mahasiswa-mahasiswa tersebut, misalnya berdasarkan
tempat kelahirannya atau agamanya.
Selain dari prinsip-prinsip di atas yang harus diperhatikan dalam membuat suatu
klasifikasi, beberapa catatan di bawah ini juga perlu diperhatikan supaya kita tidak
melakukan kekeliruan-kekeliruan yang biasa terjadi dalam membuat klasifikasi.
Jika suatu klasifikasi disusun dengan tepat, maka apa yang dikatakan untuk kelas
atasan (baik berupa pengakuan atau pengingkaran) dapat dikatakan juga untuk kelas
bawahannya, tetapi tidak sebaliknya. Misalnya, sifat-sifat khas yang terdapat pada
“hewan” berlaku untuk “manusia” dan “binatang” juga tetapi sifat-sifat khas yang
terdapat pada “manusia” belum tentu terdapat pada semua hewan.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, salah satu prinsip klasifikasi adalah bahwa
klasifikasi harus sungguh-sungguh memisahkan, sehingga tidak terjadi tumpang
tindih antara kelas bawahan yang satu dengan bawahan yang lain. Sering tidak
gampang menghindari hal itu dalam praktek.
-Latihan dapat berjalan bila seorang pelatih sudah mampu dan menguasai, ilmu ilmu
pendukung disamping pengalaman yang dia dapat sewaktu menjadi atlet latihan dapat
terlaksana.
-Dengan mempunyai program dan tujuan latihan maka latihan dapat terlaksna.
-Adapun latihan latihan yang terencana sesuai dengan usia atlet dan cabang olahraga
yang di tekuninya.
-Keteramplan olahraga yang harus di perhatikan.
-Keterampilan siklis asiklis , dan gabungan antara siklis dan asiklis.
Sebenarnya, semua jenis olahraga baik untuk anak. Namun, olahraga renang dinilai
paling baik oleh Dr. Ade karena dapat melibatkan motorik seluruh anggota tubuh si
kecil.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uny.ac.id/9252/3/BAB%202%20-%2006602241027.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/TEORI%20ILMU%20K
EPELATIHAN%20LEVEL%201.pdf