Anda di halaman 1dari 4

TELAAH TRILOGI PERGERAKAN

IPNU
1. Belajar, berjuang, serta bertaqwa merupakan trilogi pergerakan IPNU sebagai
organisasi keterpelajaran yang harus mengedepankan keilmuan. Keilmuan dalam
IPNU menjadi sebuah landasan dalam bersikap. Selain keilmuan, landasan sikap yang
harus dimiliki IPNU adalah prestasi dan juga kepeloporan. Menjunjung nilai-nilai
amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Serta
kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan
masyarakat.
Secara sederhana trilogi IPNU harus menjadi sebuah power dalam menjalankan
organisasi. Dengan kata lain, trilogi PNU akan menjawab apa yang harus kita
lakukan. Trilogi IPNU, sejatinya harus menjadi sebuah prinsip dalam menciptakan
kader yang memiliki integritas. Integritas merupakan salah satu atribut terpenting atau
kunci yang harus dimiliki seorang pemimpin. Integritas bagi IPNU adalah suatu
konsep berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan serta nilai dan prinsip-prinsip
yang harus dimiliki kader IPNU.
2. Kata integritas jika disandingkan dengan IPNU sebagai organisasi kader, maka kader
IPNU harus memiliki komitmen dan prinsip dalam berjuang serta memiliki karakter
kuat. Trilogi IPNU (baca: Belajar, Berjuang, Bertaqwa) idealnya menjadi sebuah
orientasi aksi dalam rangka mewujudkan kader-kader IPNU yang berintegritas.
Untuk itu, perlu telaah mengenai trilogi IPNU sebagai proses memahaminya sebagai
prinsip. Karena, kekuatan struktural IPNU sebagai Underbow NU merupakan
keuntungan tersendiri dalam berkiprah di tengah- tengah masyarakat. Dengan tetap
berorientasi sebagai organisasi kaderisasi, untuk menghimpun serta membina pelajar
dan santri. IPNU dituntut mampu menyiapkan kader NU dan Bangsa yang memiliki
integritas dengan tetap berprinsip pada Trilogi IPNU yakni belajar, berjuang, dan
bertaqwa.

A. Belajar
IPNU merupakan wadah bagi semua kader dan anggota untuk belajar dan melakukan
proses pembelajaran secara berkesinambungan. Dimensi belajar merupakan salah satu
perwujudan dari proses kaderisasi.
Dalam konteks pendidikan, hampir semua aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas
belajar. Para Pakar psikologi saling berbeda dalam menjelaskan mengenai cara atau
aktivitas belajar itu berlangsung. Akan tetapi dari beberapa penyelidikan dapat
ditandai, bahwa belajar yang sukses selalu diikuti oleh kemajuan tertentu yang
terbentuk dari pola pikir dan berbuat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
aktivitas belajar ialah untuk memperoleh kesuksesan dalam pengembangan potensi-
potensi seseorang. Beberapa aspek psikologis aktivitas belajar itu misalnya: motivasi,
penguasaan keterampilan dan ilmu pengetahuan, pengembangan kejiwaan dan
seterusnya.
Bahwa setiap saat dalam kehidupan mesti terjadi suatu proses belajar, baik disengaja
atau tidak, disadari maupun tidak. Dari proses ini diperoleh suatu hasil, yang pada
umumnya disebut sebagai hasil belajar. Tapi untuk memperoleh hasil yang optimal,
maka proses belajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja dan terorganisasi
dengan baik dan rapi. Atas dasar ini, maka proses belajar mengandung makna: proses
internalisasi sesuatu ke dalam diri subyek didik; dilakukan dengan sadar dan aktif,
dengan segenap panca indera ikut berperan.
Slamet (2003:5) memberikan pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sumadi Suryabrata (1983:5) menjelaskan pengertian belajar dengan
mengidentifikasikan ciri-ciri yang disebut belajar, yaitu: “Belajar adalah aktivitas
yang dihasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti behavioral
changes) baik aktual maupun potensial; perubahan itu pada pokoknya adalah
diperolehnya kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama;
perubahan itu terjadi karena usaha”.
Menurut Bloom (1979), belajar itu mencakup tiga ruang lingkup, yaitu cognitive
domain yang berkaitan dengan pengetahuan hapalan dan pengembangan intelektual,
affective domain, yang berkaitan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan
apresiasi dan penyesuaian, psychomotor domain, yang berkaitan dengan prilaku yang
menuntut koordinasi syaraf.3
Dari pemahaman di atas dapatlah ditegaskan, bahwa belajar senantiasa merupakan
perbuatan tingkah laku dan penampilah dengan serangkaian aktivitas misalnya:
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dengan demikian,
belajar juga bisa dilihat secara makro dan mikro, luas dan khusus.
1 . Dasar Belajar dalam Islam
Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang-teguhi oleh Umat Islam adalah Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar maupun filosofi bagi belajar adalah
juga diderivasi dari dua sumber tersebut, yang merupakan dasar dan sumber bagi
landasan berpijak yang amat fondamental.
Tentang dua sumber ajaran yang fundamental ini, Allah SWT, telah memberikan
jaminan-Nya, yaitu jika benar-benar dipegang teguh, maka dijamin tidak akan pernah
sesat dan kesasar, sebagaimana Nabi pernah bersabda :
“Susungguhnya telah aku tinggalkan untukmu dua perkara, jika kamu berpegang
teguh dengannya, maka kamu tak akan sesat selamanya, yaitu : Kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya.”
Hadits tersebut juga dikukuhkan oleh banyak Al-Qur’an, antara lain surat Al-Ahzab:
71, Allah berfirman :
“Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia akan mencapai
kebahagiaan yang tinggi”.
Ayat tersebut dengan tegas menandaskan, bahwa apabila manusia menata seluruh
aktivitas kehidupannya dengan berpegang teguh kepada prinsip Al- Qur’an dan As-
Sunnah, maka jaminan Allah adalah jalan yang lurus dan tidak akan kesasar, tetapi
sebaliknya, jika manusia tidak menata seluruh kehidupannya dengan petunjuk Al-
Qur’an dan As-Sunnah Rasul-Nya, maka kesempitan akan meliputi dirinya,
sebagaimana firman-Nya :
“Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang
sempit…”. (Qs. Thaha : 124).
2.Tujuan Belajar dalam Islam
Dalam Islam, belajar itu memiliki dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika horizontal
dan ketundukan vertikal. Dalam dimensi dialektika horizontal, belajar dalam Islam tak
berbeda dengan belajar pada umumnya, yang tak terpisahkan dengan pengembangan
sains dan teknologi (menggali, memahami dan mengembangkan ayat-ayat Allah).
Pengembangan dan pendekatan-Nya secara lebih dalam dan dekat, sebagai rab al-
alamin. Dalam kaitan inilah, lalu pendidikan hati (qalb) sangat dituntut agar
membawa manfaat yang besar bagi umat manusia dan juga lingkungannya, bukan
kerusakan dan kezaliman, dan ini merupakan perwujudan dari ketundukan vertikal
tadi.
jadi, belajar di dalam perspektif Islam juga mencakup lingkup kognitif (domain
cognitive), lingkup afektif (domain affective) dan lingkup psikomotor (domain motor-
skill). Tiga ranah atau lingkup tersebut sering diungkapkan dengan istilah : Ilmu
amaliah, amal ilmiah dalam jiwa imaniah. Dengan demikian, untuk apa belajar?
Belajar adalah untuk memperoleh ilmu. Untuk apa ilmu? Untuk dikembangkan dan
diamalkan. Untuk apa beramal? Demi kesejahteraan umat manusia dan lingkungan
yang aman sejahtera. Berdasarkan apa? Pertanggungjawaban moral.
3. Berjuang
IPNU merupakan medan juang bagi semua kader dan anggota untuk mendedikasikan
diri bagi ikhtiar pewujudan kemaslahatan umat manusia.
Perjuangan yang dilakukan adalah perwujudan mandat sosial yang diembannya.
Berjuang tidak selalu bermakna mengangkat pedang atau demonstrasi di jalan raya.
Berjuang itu sesuai kemampuan dan kesempatan yang ada. Jangan dipaksakan, namun
jangan pula terlalu dimudahkan. Siswa sekolah berjuang dengan cara menuntul ilmu
dengan sungguh-sungguh, pekerja berjuang dengan cara menekuni pekerjaan mereka,
dan orang lain pun berjuang sesuai kemampuan yang dimiliki. Tentunya prinsip
perjuangan IPNU tak akan lepas dari meneguhkan aqidah ahlussunnah wal jamaah
annahdliyah, li i’lai kalimatillah.
Kenapa kita harus berjuang? Karena berjuang merupakan suatu jalan menempuh
tujuan. Orang yang memiliki tujuan haruslah berjuang menggapai tujuannya.
Berjuang juga merupakan perintah Allah yang termaktub di dalam al-Qur’an :
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kamu apabila kaum itu sendiri
yang tidak mau merbahnya” (Q.S. Ar-Ra’d : 11)
Ayat al-Quran tersebut memberikan sinyal bahwa Kesuksesan atau hasil yang akan
dicapai bergantung dari usaha pribadi manusia itu sendiri. Allah SWT dalam menilai
hambanya bukan melihat hasil yang dicapai tapi yang dilihat adalah usaha dari
manusia itu sendiri
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Dalam ayat ini Allah
memberi tahu bahwa Ia tidak mengubah suatu kaum sehingga ada salah satu di antara
mereka yang mengubahnya. Bisa jadi dari golongan mereka sendiri, pengamat, atau
faktor penyebab yang masih mempunyai hubungan sebagaimana para pasukan yang
dikalahkan pada saat perang Uhud disebabkan penyelewengan yang dilakukan oleh
ahli panah. Demikian pula contoh-contoh dalam syari’at. Ayat ini tidak mempunyai
arti bahwa kekalahan perang Uhud murni disebabkan perilaku dosa seseorang, tapi
terkadang musibah-musibah itu turun disebabkan oleh dosanya orang lain
sebagaimana sabda Nabi Muhammad ketika ditanya salah seseorang “Wahai Rasul,
apakah kita akan mengalami kehancuran sedangkan di antara kita ada yang shalih?”
Jawab Nabi “Ya, jika ada banyak pelaku kejelekannya”

4. Bertaqwa
Sebagai organisasi kader yang berbasis pada komitmen keagamaan, semua gerak dan
langkahnya diorientasikan sebagai ibadah. Semua dilakukan dalam kerangka taqwa
kepada Allah SWT. Perjalanan IPNU sebagai organisasi pelajar dapat dikatakan
sangatlah matang, dengan berbagai perkembangan dan perubahan disemua bidang.
Setelah proses belajar dan berjuang dapat dilakoni. Tahapan berikutnya adalah
bertaqwa. Ini adalah puncak pencapaian yang diharapkan dari kader-kader IPNU.
Kata Takwa (taqwa) secara luas mengandung makna pengendalian manusia akan
dorongan emosinya dan penguasaan kecendrungan hawa nafsu yang negatif. Agar
manusia melakukan tindakan yang baik, adil, amanat, dapat dipercaya, dapat
menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain, dan menghindari permusuhan serta
kezaliman. Sebagaimana menurut Nurcholish Madjid bahwa dorongan berbuat baik
itu sudah merupakan baka primodial manusia yang merupakan fiitrah manusia5.
Selanjutnya beliau menjelaskan Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Tafsir Al-
Qurthubi, [Darul Kutub al-Mishriyyah: Kairo, 1964], juz 9, hlm. 294.
5. bahwa fitrah manusia sangat terkait dengan makna hidup. Nuscholish Madjid
berpendapat bahwa sikap takwa lahir dari adanya kesadaran moral yang transendental.
Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memiliki kepekaan moral yang teramat
tajam untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu perbuatan. Dia memiliki
mata batin yang menembus jauh untuk melihat yang baik itu baik, dan yang buruk itu
buruk. Dengan demikian tingkah lakunya sehari-hari selalu mencerminkan perilaku
mulia (akhlak al-karimah) dimana Tuhan selalu hadir dalam kesadaran prilaku dan
selalu berusaha menghindari hal-hal yang menjadikan Allah SWT marah dan murka.
6. Sebagaimana menurut Fazlur Rahman, bahwa istilah takwa ini merupakan istilah
penting yang terkandung di dalam Al Qur’an. Takwa adalah tingkatan tertinggi
menunjukkan kepribadian manusia yang benar- benar utuh dan integral. Ini
merupakan semacam “stabilitas” yang terjadi setelah semua unsur-unsur positif yang
diserap masuk kedalam diri manusia8. Takwa merupakan buah dari iman
sesungguhnya, iman dalam doktrin ajaran Islam adalah bagaimana membina
kehidupan manusia yang dilandasi oleh ajaran tauhid. Dari tauhid tumbuh iman dan
akidah yang kemudian membuahkan amal ibadah dan amal saleh.
7. Kesimpulan
Belajar merupakan perbuatan tingkah laku dan penampilah dengan serangkaian
aktivitas misalnya: membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain
sebagainya. Dengan demikian, belajar juga bisa dilihat secara makro dan mikro, luas
dan khusus.
Berjuang merupakan suatu jalan menempuh tujuan. Orang yang memiliki tujuan
haruslah berjuang menggapai tujuannya. Berjuang juga
merupakan perintah Allah yang termaktub di dalam al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 11.
Bertaqwa mengandung makna pengendalian manusia akan dorongan emosinya dan
penguasaan kecendrungan hawa nafsu yang negatif. Agar manusia melakukan tindakan yang
baik, adil, amanat, dapat dipercaya, dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan orang lain,
dan menghindari permusuhan serta kezaliman.
Trilogi Pergerakan IPNU (Baca: Belajar, berjuang dan bertaqwa) bukan hanya jargon yang
diteriakkan dengan lantang ketika ceremoni/acara. Ketiganya adalah sebuah proses, proses
tentang pemahaman pendidikan, aplikasi skill, dan pengejawantahan nilai yang terkandung
dalam setiap sendi kehidupan. Ketiganya tak bisa dipisahkan dan hendaknya dilaksanakan
secara saling berkaitan. Untuk itu jadikan belajar sebagai sarana berjuang menuju pribadi
yang bertaqwa.

Anda mungkin juga menyukai