Anda di halaman 1dari 9

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUK PATI

TAHAN CERNA SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

Heny Herawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek, Kotak Pos 101, Ungaran 50501
Telp. (024) 6924965, 6924967, Faks. (024) 6924966, E-mail: bptp-jateng@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 31 Desember 2009; Diterima: 19 Mei 2010

ABSTRAK
Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pemanfaatan pati
asli masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya kurang memungkinkan untuk dimanfaatkan secara luas.
Pati tahan cerna (resistant starch/RS) merupakan fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan
amilase serta perlakuan pulunase secara in vitro. RS merupakan produk pati termodifikasi dan terbagi menjadi
empat tipe, yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4. Proses produksi RS bergantung pada tipe pati yang akan dihasilkan, yang
meliputi modifikasi fisik, kimia, dan biokimia. Masing-masing proses produksi tersebut akan memengaruhi
karakteristik RS yang dihasilkan. RS memiliki nilai fungsional untuk fortifikasi serat, mengurangi kalori, dan
mengoksidasi lemak. Berdasarkan proses produksi, karakteristik, nilai fungsional, maupun alternatif
pemanfaatannya, RS memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai produk pangan fungsional bagi
kesehatan.
Kata kunci: Pati, pati tahan cerna, pati modifikasi, proses produksi, pangan fungsional

ABSTRACT
The potential of resistant starch product development as functional food

Starch is a carbohydrate which consists of amylose and amylopectin. Utilization of native starch is still limited due
to unappropriate physical and chemical characteristics for its broaden use. Resistant starch (RS) is a starch fraction
that is unhydrolyzed with amylase and pullunase digestive enzymes in vitro. RS is a modified starch and classified
into four types, i.e. RS1, RS2, RS3, and RS4. RS production processes are highly depending on the types of RS
produced, such as physically, chemically, and biochemically. These production processes influence the product
characteristics. RS has a function of dietary fiber enrichment, calory reduction, and fat oxidation. Based on
production processes, characteristics, functional values, and utilization alternatives, RS has high potential to be
developed as functional food for human health.
Keywords: Starch, resistant starch, modified starches, production process, functional food

P ati adalah karbohidrat yang meru-


pakan polimer glukosa, dan terdiri
atas amilosa dan amilopektin (Jacobs dan
atau kombinasi keduanya (Liu et al.
2005).
Modifikasi pati bertujuan mengubah
dalam saluran pencernaan serta sedikit
difermentasi oleh mikroflora usus, RS
sering diidentifikasi sebagai fraksi pati
Delcour 1998). Pati dapat diperoleh dari sifat kimia dan atau fisik pati secara alami, makanan yang sulit dicerna di dalam usus
biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, mau- yaitu dengan cara memotong struktur halus sehingga memiliki fungsi untuk
pun buah-buahan. Sumber alami pati molekul, menyusun kembali struktur kesehatan. RS memiliki sifat seperti hal-
antara lain adalah jagung, labu, kentang, molekul, oksidasi, atau substitusi gugus nya serat makanan, sebagian serat bersifat
ubi jalar, pisang, barley, gandul, beras, kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989). tidak larut dan sebagian lagi merupakan
sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan Salah satu jenis pati termodifikasi yaitu serat yang larut (Asp 1992). Beberapa
sorgum. pati tahan cerna (resistant starch/RS). sumber karbohidrat seperti gula dan
Pemanfaatan pati asli masih sangat Pati tahan cerna ditemukan pertama pati dapat dicerna dan diserap secara
terbatas karena sifat fisik dan kimianya kali oleh Englyst et al. (1982) dan di- cepat di dalam usus halus dalam bentuk
kurang sesuai untuk digunakan secara definisikan sebagai fraksi pati yang tahan glukosa, yang selanjutnya diubah men-
luas. Oleh karena itu, pati akan meningkat terhadap hidrolisis enzim pencernaan jadi energi. RS masuk ke dalam usus
nilai ekonominya jika dimodifikasi sifat- amilase dan perlakuan pulunase secara besar seperti halnya serat makanan
sifatnya melalui perlakuan fisik, kimia, in vitro. Karena pati banyak dijumpai (Asp 1992).

Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011 31


RS dapat dikembangkan langsung dari antara molekul-molekul amilopektin dan penghasil pati kaya amilosa merupakan
bahan bakunya atau melalui modifikasi secara acak berada selang-seling di antara hasil rekayasa genetik. Dengan meng-
proses. Modifikasi proses dengan cara daerah amorf dan kristal (Oates 1997; gunakan bioteknologi, beberapa varietas
memodifikasi ikatan silang umumnya Gambar 1). tanaman dapat dimodifikasi sehingga
menghasilkan pati dengan daya tahan Ketika dipanaskan dalam air, amilo- menghasilkan pati dengan persentase
cerna yang rendah. RS memiliki nilai daya pektin akan membentuk lapisan yang amilosa dan amilopektin tertentu sesuai
tahan cerna 35−65%. Modifikasi secara transparan, yaitu larutan dengan visko- yang diinginkan.
kimiawi umumnya menghasilkan RS yang sitas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan Untuk mengetahui proses sintesis
memiliki daya tahan cerna cukup tinggi. seperti untaian tali. Pada amilopektin amilosa dan amilopektin pada tanaman,
Dengan proses modifikasi, dapat di- cenderung tidak terjadi retrogradasi dan dapat dilakukan melalui siklus konversi
hasilkan maizena yang mengandung tidak membentuk gel, kecuali pada kon- sukrosa menjadi amilosa dan amilopektin,
amilosa 85%, 90,10%, 94,80% atau lebih sentrasi tinggi (Belitz dan Grosch 1999). yang secara garis besar disajikan pada
(Mcnaught et al. 1998). Tulisan ini Proses produksi RS biasanya menggu- Gambar 2. Berdasarkan mekanisme ter-
mengulas karakteristik serta potensi RS nakan pati yang mengandung amilosa sebut, proses produksi serta persentase
sebagai pangan fungsional. tinggi. Kandungan amilosa pada beberapa amilosa dan amilopektin dapat direka-
pati sumber bahan pangan yaitu tapioka yasa lebih lanjut terkait dengan proses
17%, kentang 21%, beras 28,60%, beras produksi RS. Pada siklus produksi ami-
PATI dengan kadar amilosa rendah 2,32%, losa dan amilopektin, sukrosa digunakan
gandum 28%, barley 25,30%, barley sebagai substrat dasar. Uridin difosfat
Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas kaya amilosa 44,10%, oat 29,40%, mai- glukosa (UDPG) dibentuk dengan meng-
amilosa dan amilopektin. Amilosa meru- zena 28,70%, dan maizena kaya amilosa gunakan enzim sukrosa sintase. Enzim
pakan bagian polimer linier dengan 67,80% (Eliasson 1996). Varietas tanaman tersebut juga bertanggung jawab pada
ikatan α-(1−> 4) unit glukosa. Derajat
polimerisasi amilosa berkisar antara
500−6.000 unit glukosa, bergantung pa-
da sumbernya. Amilopektin merupakan
polimer α-(1−> 4) unit glukosa dengan
rantai samping α-(1−> 6) unit glukosa.
Dalam suatu molekul pati, ikatan α-(1−>
6) unit glukosa ini jumlahnya sangat
sedikit, berkisar antara 4−5%. Namun,
jumlah molekul dengan rantai yang
bercabang, yaitu amilopektin, sangat
banyak dengan derajat polimerisasi 105 −
3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour
1998).
Amilosa merupakan bagian dari rantai
lurus yang dapat memutar dan membentuk Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin (Belitz dan Grosch 1999).
daerah sulur ganda. Pada permukaan luar
amilosa yang bersulur tunggal terdapat
hidrogen yang berikatan dengan atom O-
2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang
membentuk sulur ganda kristal tersebut
tahan terhadap amilase. Ikatan hidrogen
inter- dan intra-sulur mengakibatkan
terbentuknya struktur hidrofobik dengan
kelarutan yang rendah. Oleh karena itu,
sulur tunggal amilosa mirip dengan siklo-
dekstrin yang bersifat hidrofobik pada
permukaan dalamnya (Chaplin 2002).
Pada struktur granula pati, amilosa dan
amilopektin tersusun dalam suatu cincin-
cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula
pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas
cincin lapisan amorf dan cincin lapisan
semikristal (Hustiany 2006).
Amilosa merupakan fraksi gerak, yang
artinya dalam granula pati letaknya tidak
pada satu tempat, tetapi bergantung pada Gambar 2. Siklus konversi sukrosa menjadi amilosa, amilopektin, dan fitoglikogen
jenis pati. Umumnya amilosa terletak di dari biji jagung (Boyer dan Shanon 1983).

32 Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011


proses pembentukan granula pati, di dekstrin, seperti K4484 yang merupakan maupun pati ikatan silang sehingga tahan
mana UDPG dapat dikonversi menjadi dekstrin tapioka, serta pati termodifikasi dicerna (Gambar 6).
G-1-P. Enzim yang bertanggung jawab (seperti flomax 8) untuk dijadikan matriks RS1 secara fisik merupakan pati yang
dalam pembentukan (1−4)-α-D-glukan (National Starch 2005). Beberapa tipe pati terperangkap di antara matriks, protein
yaitu fosforilase. Pada proses optimasi termodifikasi serta sifat dan pemanfaatan- atau dinding sel tanaman. RS2 granula pati
komposisi amilosa pada pati, salah nya disajikan pada Tabel 1. tahan terhadap pencernaan oleh enzim α-
satunya dapat dilakukan dengan cara amilase yang terdapat dalam pankreas. RS3
mengendalikan enzim fosforilase yang merupakan pati retrogradasi, nonanguler
tedapat pada siklus tersebut. Namun, PATI TAHAN CERNA atau pati untuk makanan. RS4 yaitu RS
selain enzim, beberapa faktor juga dapat yang memiliki ikatan selain α-1,4- dan α-
memengaruhi proses pembentukan ami- Secara umum, pati dapat dikelompokkan 1,6-D-glukosidik (Shi et al. 2006).
losa (Boyer dan Shanon 1983). menjadi pati yang dapat dicerna dengan RS1 mempunyai karakteristik stabil
cepat atau rapid digestible starch (RDS), terhadap proses pemanasan pada saat
dan pati yang memiliki daya cerna lambat pengolahan, serta banyak digunakan
PATI TERMODIFIKASI atau slowly digestible starch (SDS). sebagai bahan tambahan untuk makanan
Contoh RDS yaitu beras dan kentang yang tradisional. RS2 merupakan pati yang
Modifikasi pati dilakukan untuk mengubah telah dimasak serta beberapa sereal instan memiliki bentuk granula dan tahan ter-
sifat kimia dan atau sifat fisik pati secara siap saji, dan contoh SDS adalah pati hadap enzim pencernaan. Secara kimiawi,
alami. Modifikasi pati dapat dilakukan sereal, produk pasta, dan RS, yaitu pati glukosa yang dihasilkan oleh enzim
dengan cara memotong struktur molekul, yang sulit dicerna di dalam usus halus pencernaan pada sampel pati yang di-
menyusun kembali struktur molekul, (Englyst et al. 1992). masak secara homogen dan sampel yang
oksidasi, atau melakukan substitusi gugus RS dapat diklasifikasikan menjadi tidak dimasak dapat diukur untuk menen-
kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989). empat tipe, yaitu RS1, RS2, RS3, dan RS4. tukan kandungan RS2. Contoh RS2 yaitu
Modifikasi tapioka sudah banyak dila- RS1 secara fisik dapat diperoleh secara pati yang tidak tergelatinisasi, atau yang
kukan dengan berbagai metode, seperti langsung, seperti pada biji-bijian atau secara alami terdapat pada pisang. RS1
asilasi dan pragelatinisasi pati dengan leguminosa dan biji yang tidak diproses dan RS2 akan meninggalkan residu
asam stearat untuk matriks flavor (Vara- (Gambar 3). RS2 secara alami terdapat di serat, dan lambat dicerna di dalam usus
vinit et al. 2001), asilasi pati dengan asam dalam struktur granula, seperti kentang halus. RS3 adalah RS yang paling banyak
propionat dicampur dengan poliester poli- yang belum dimasak, juga pada tepung dijumpai, merupakan fraksi pati dan
uretan untuk dijadikan film (Santayonan pisang dan tepung jagung yang me- umumnya sebagai retrogradasi amilosa
dan Wootthikanokkhan 2003), hidrolisis ngandung banyak amilosa (Gambar 4). selama proses pendinginan pada gelati-
dengan HCl untuk memperoleh tingkat RS3 terbentuk karena proses pengolah- nisasi pati. Secara kimiawi, fraksi pati
kristal yang tinggi (Atichokudomchai et an dan pendinginan, seperti pada roti, yang tahan terhadap pemanasan maupun
al. 2001, 2002), hidrolisis dengan HCl dan emping jagung dan kentang yang dimasak enzim pencernaan, umumnya hanya dapat
reaksi silang dengan natrium trimetafosfat atau didinginkan, atau retrogradasi terdispersi dengan menggunakan KOH
untuk pembuatan tablet (Atichokudom- amilosa jagung (Gambar 5). RS4 merupa- atau dimetil sulfooksida (Asp dan Bjorck
chai dan Varavinit 2003), reaksi silang kan pati hasil modifikasi secara kimia 1992). RS yang tahan terhadap enzim
dengan fosfor oksiklorida (Khatijah 2000), melalui asetilasi dan hidroksipropilasi amilase pada pankreas dapat ditentukan
sesuai rumus:
RS1 = TS – (RDS + SDS) – RS2 – RS3
RS2 = TS – (RDS + SDS) – RS1 – RS3
Tabel 1. Beberapa tipe pati termodifikasi serta sifat dan pemanfaatannya RS3 = TS – (RDS + SDS) − RS2 – RS1
untuk pangan. RS4 merupakan RS yang terbentuk
dari ikatan selain -(1−4) atau -(1−6).
Tipe pati Sifat Pemanfaatan Beberapa cara untuk memodifikasi pati
Pati pragelatinisasi Larut dalam air dingin, Sup instan, puding instan,
disajikan pada Tabel 2.
bahan pengisi saus campuran bakery, makanan beku
Pati hidrolisis asam Viskositas rendah, retro- Gum, permen, formulasi pangan
gradasi tinggi, gel kuat cair Proses Produksi
Dekstrin Bahan pengikat, Permen, pengembang, perisa,
enkapsulasi rempah, dan minyak Proses fisik
Pati teroksidasi Stabilizer, perekat, pengegel, Formulasi pangan, gum,
penjernih permen Proses pemanasan dan pendinginan
Pati eter Stabilizer Sup, puding, makanan beku
Pati ester Stabilizer, bahan pengisi, Permen, emulsi
dapat memengaruhi karakteristik RS.
penjernih Proses produksi RS dapat dilakukan pada
Pati reaksi silang Bahan pengisi, stabilizer, Pengisi pie, roti, makanan beku, suhu di atas suhu gelatinisasi dan secara
penentu tekstur bakery, puding, makanan instan, simultan dikeringkan dengan alat penge-
sup, saus salad, saus ring seperti pengering tipe drum (drum
Sumber: Hustiany (2006). drier) maupun extruder. Proses produksi
RS yang optimal adalah pada suhu gela-

Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011 33


tinisasi pati, yaitu 120°C selama 20 menit,
yang diikuti dengan proses pendinginan
pada suhu ruang (Garcia-Alonso et al.
1999). Gel pati kemudian didinginkan
pada suhu -20°C dan dikeringkan pada
suhu 60°C sebelum dihancurkan. Beberapa
perlakuan fisik dapat dilakukan untuk
menghasilkan RS3.
Proses gelatinisasi, propagasi, dan
perlakuan panas dibutuhkan untuk
memproduksi pati yang memiliki kalori
Gambar 3. Struktur pati tahan cerna ti- rendah terkait dengan daya tahan cerna
Gambar 4. Struktur pati tahan cerna ti-
pe RS1 (Salijata et al. 2006). selama proses pencernaan. Suhu yang
pe RS2 (Salijata et al. 2006).
digunakan pada umumnya di atas titik
leleh kristal amilopektin dan di bawah titik
leleh enzim RS (140°C) untuk meng-
hasilkan RS3 (Haynes et al. 2000).
Pemasakan dengan menggunakan uap
(steam cooking) dapat digunakan dalam
proses pengolahan pati leguminosa yang
memiliki RS dengan daya tahan cerna
cukup tinggi (19−31%) (Tovar dan Melito
1996). Proses pengolahan RS dengan
menggunakan uap bertekanan tinggi akan
menghasilkan RS yang memiliki daya
tahan cerna 3−5 kali lebih besar dari bahan
bakunya.
Autoclaving atau pemanasan dengan
uap bertekanan tinggi dapat meningkat-
Gambar 5. Struktur pati tahan cerna tipe RS3 (Salijata et al. 2006). kan RS 1% lebih tinggi dibanding bahan
bakunya pada gandum (Siljestrom dan
Asp 1985). Proses pengolahan dengan
Na O O menggunakan autoklaf dapat meningkat-
P Na O kan RS gandum dari 6,20% menjadi 7,80%
O
2 Starch OH
O O Na2 H 2 P2 O7 setelah tiga kali proses pemasakan atau
s

P pendinginan (Bjorck dan Nyoman 1987).


O P O P O Starch O O Starch
Ranhotra et al. (1991) menyatakan, proses
Na O O Na autoclaving dapat meningkatkan RS
tiga kali lebih banyak pada tepung roti
Tri meta fosfate salt Distarch fosfate ester
serta empat kali lebih banyak pada te-
pung produk pastry. Menurut Sievert
Gambar 6. Struktur pati tahan cerna RS4 (Salijata et al. 2006). dan Pomeranz (1989), penggunaan enzim
RS selama proses autoclaving dan pen-
dinginan menghasilkan rendemen RS
tertinggi, yaitu 21,30% pada pati Amilo-
Tabel 2. Klasifikasi pati tahan cerna (resistant starch, RS), bahan baku dan maize VII (kadar amilosa 70%).
faktor yang memengaruhinya. Secara komersial, pembuatan RS
Tipe RS Proses Sumber bahan baku Proses produksi dengan menggunakan proses auto-
claving dapat diaplikasikan pada pati
RS1 Perlakuan fisik Seluruh atau hasil Penggilingan, jagung, kentang maupun leguminosa,
penghancuran biji pengunyahan yang salah satu produknya ditujukan
RS2 Granula resisten, kristal Kentang, nenas, leguminosa, Pemasakan
untuk anak usia 3−8 tahun dalam bentuk
tipe B, dihidrolisis dengan jagung kaya amilosa
α-amilase puree (Siljestrom dan Bjorck 1990).
RS3 Retrogradasi pati Kentang masak, roti, Pengaturan kondisi Perlakuan panas dengan menggunakan
emping jagung, pangan proses autoklaf umumnya dilakukan pada suhu
dengan pemasakan ulang 121°C dengan kombinasi pendinginan
RS4 Modifikasi kimia Roti, cake Modifikasi fisik
bertahap untuk produksi amilase-RS dari
dan kimia
pati yang mengandung amilosa cukup
Sumber: Nugent (2005). tinggi. Perlakuan suhu yang digunakan
bervariasi, yaitu 110°C (Berry 1986), 121°C

34 Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011


(Berry 1986; Bjorck dan Nyoman 1987; Proses produksi RS yang sederhana Prinsip dasar penggunaan enzim un-
Sievert dan Pomeranz 1989; Sievert dan dapat dilakukan dengan perlakuan asam. tuk produksi RS yaitu mengubah struktur
Wursch 1993), 127°C (Berry 1986; Bjorck Perlakuan asam dengan perbandingan pati pati sehingga diperoleh pati yang banyak
dan Nyoman 1987), 134°C (Berry 1986; dari HCl 160 : 1 pada suhu 90°C selama 1 mengandung amilose. Proses tersebut
Bjorck dan Nyoman 1987; Sievert dan jam dapat menghasilkan RS 49,50% dapat dilakukan dengan cara mengubah
Pomeranz 1989), atau 148°C (Sievert dan (Tester et al. 2004). Pati pirodekstrin dapat struktur amilopektin dengan glukano-
Pomeranz 1989) untuk waktu proses 30− menurunkan kemampuan enzim yang transferase untuk meluruskan rantai, atau
60 menit. menghidrolisis pati melalui mekanisme mengubah ikatan cabang menjadi lurus
Parboiling merupakan salah satu ikatan glikosidik sehingga menurunkan seperti struktur amilosa. Fragmen amilosa
tahap pemanasan awal pati sebelum per- daya cerna enzim amilase dan malto- tersebut selanjutnya dapat dikristalisasi
lakuan pengolahan lebih lanjut. Hasil oligosakarida pada usus halus. Proses untuk digunakan sebagai RS. Enzim
penelitian Marsono dan Topping (1999) produksi RS juga dapat dilakukan melalui berfungsi memecah rantai sehingga men-
menunjukkan, kandungan RS beras dapat modifikasi HCl 1% (w/w) pada suhu 25°C jadi lebih pendek. Semakin sedikit rantai
ditingkatkan melalui proses parboiling. selama kurang lebih 78 jam yang meng- yang berukuran panjang, daya tahan cerna
RS juga dapat ditingkatkan melalui proses hasilkan RS 35%. Modifikasi kimia de- pati akan meningkat. Pati jagung yang
pendinginan maupun pembekuan. ngan kombinasi perlakuan panas dapat dimodifikasi dengan glukanotransferase
Baking (pemanggangan) dapat me- menghasilkan RS hingga 63,20%. mengandung sedikitnya 35% Degree
ningkatkan RS. Westerlund et al. (1989) Dewasa ini, proses pirodekstrin banyak polimerisasi 35 (DP35).
menyatakan, proses pembuatan roti digunakan dalam produksi RS dibanding Reaksi enzimatis dapat diperoleh mela-
menghasilkan bagian yang lembut (crumb) proses modifikasi ikatan silang (Laurentin lui proses reaksi amilotik maupun dengan
di bagian dalam dan bagian yang keras dan Edwards 2004). degradasi menggunakan asam. Salah satu
(crust) di bagian luar dengan RS yang Modifikasi kimia juga dapat dilakukan contoh degradasi pati yaitu maltodekstrin
berbeda-beda. Kandungan RS tertinggi dengan menggunakan perlakuan asam dengan cara degradasi parsial α-amilase.
diperoleh pada proses pengembangan klorida 0,15% (basis kering) dan ortofosfor Tahapan utama reaksi enzimatis meliputi
dan RS terendah pada tahap pembakaran atau asam sulfur 0,17% (Wurzburg 1989). pengkondisian pati, penambahan enzim,
selama 35 menit. Proses pemanggangan Secara komersial, kombinasi penggunaan inaktivasi enzim, dan pengeringan. Bebe-
yang optimal untuk mendapatkan RS bahan kimia dan pemanasan dapat dila- rapa enzim yang dapat digunakan yaitu
yang tinggi yaitu pada suhu rendah kukan dengan menambahkan asam dan isoamilase dan pululanase. Modifikasi
dengan waktu proses yang lebih lama pengadukan. Pati asam dapat dikeringkan proses lainnya yaitu dengan cara pemben-
(Liljeberg et al. 1996). lebih lanjut dengan menggunakan alat tukan maltodekstrin (DE < 10, terutama DE
Ekstrusi. Proses pengolahan pati pengering semprot (spray drier) untuk < 5) dilarutkan dalam air, pengaturan PH
dengan perlakuan suhu (90, 100, 120, 140, tahapan hidrolisis dan transglikosidasi. optimal untuk enzim, penambahan enzim,
atau 160°C), kadar air (20%, 25%, 30%, Modifikasi ikatan silang dapat dila- pencampuran dan inkubasi, inaktivasi
35%, atau 40%), dan kecepatan mesin kukan dengan metode enzimatis maupun enzim, pencampuran, pengeringan dengan
pengepres (60, 80, atau 100 rpm) dapat penambahan bahan kimia (Haynes et al. pengering semprot, dan penggilingan pati
menghasilkan RS3. Kombinasi perlakuan 2000). Bahan kimia yang digunakan antara sampai ukuran tertentu.
dengan cara penyimpanan pada suhu 4°C lain yaitu natrium trimetafosfat, fosfor Proses produksi tepung secara enzi-
selama 24 jam sebelum pengeringan dapat oksiklorida, atau campuran asam asetat matis dapat menghasilkan RS 50%.
meningkatkan kadar RS3 (Faraj et al. anhidrat dan asam adipat. Ikatan silang Tahapan prosesnya meliputi pembuatan
2004). Untuk optimasi proses, kompleks yang dibentuk dengan adanya penam- substrat dengan rasio 1:2, pemanasan
amilosa-lemak dapat meningkatkan RS bahan grup sulfonat dan fosfat akan dengan autoklaf pada suhu 100°C, pen-
pada produk ekstrusi dari pati jagung. meningkatkan gugus hidroksil sehingga dinginan, penambahan enzim amilase,
Irradiasi microwave dapat memenga- tahan terhadap serangan amilolitik yang deaktivasi enzim pada suhu 100°C,
ruhi struktur pati, yang semula tidak larut terjadi pada molekul pati (Hamilton dan pencucian, dan pengeringan (Pomeranz
berubah menjadi larut. Namun secara Paschall 1967). Distarch phosphate yang dan Sievert 1990). Modifikasi secara
kuantitatif, cara tersebut tidak meme- mengandung 0,40−0,50% fosfor dapat enzimatis dapat dilakukan secara optimal
ngaruhi kadar RS (Marconi et al. 2000). menghasilkan SDS dan RS4 (Woo et al. hingga rendemen RS berkisar antara 55−
1999). Modifikasi kimia dapat mengha- 60% dengan tingkat polimerisasi 10−35
silkan pati dengan SDS 13−69% dan RS4 serta suhu puncak 115°C atau berkisar 90−
Modifikasi kimia 18−87%. Distarch phosphate merupakan 114°C.
salah satu RS dari pati jagung yang
Proses produksi RS, selain dengan proses memiliki kadar amilosa tinggi serta
fisik, juga dapat dilakukan melalui modi- digunakan sebagai bahan tambahan Karakteristik Produk
fikasi kimia, antara lain pati hidroksipropil, makanan (E1413) di Uni Eropa.
pati adipat, pati asetilat, dan pati fosfo- Granula RS dapat diproduksi melalui cara
rilat. Modifikasi lainnya yaitu pati ikatan Proses biokimia yang unik dengan memanfaatkan bahan
silang, pati esterifikasi, pati hidroksietilat, tambahan lain seperti enzim, serat makanan,
pati hidroksipropilat, pati kationik, pati Proses produksi RS secara biokimia dila- distribusi berat molekul yang spesifik,
anionik, pati nonionik, pati zwitterions, kukan dengan menambahkan enzim atau penggunaan suhu tinggi, serta penggu-
dan pati suksinat (Wurzburg 1989). mikroba penghasil enzim. naan suhu gelatinisasi (Delta H) yang

Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011 35


tinggi sebagai indikasi kesempurnaan
proses. Pati RS dapat diproduksi dari pati dWf/dLog -1 [M]x10
yang mengandung amilose minimal 40%
7,73
dengan perlakuan panas. Pada kadar air Pati tahan cerna konsentrasi tinggi
tertentu, pati dirombak serta dicerna pada 6,19 dengan perlakuan panas
bagian amorfous (yang tidak beraturan) Pati dengan perlakuan panas
dengan menggunakan enzim α-amilase 4,64
atau bahan kimia.
Pati tahan cerna
Salah satu karakteristik RS dapat di- 3,09
konsentrasi tinggi
ketahui melalui berat molekul, dan dapat
dikategorikan sebagai heat treated starch, 1,55
highly resistant heat-treated starch, dan
highly resistant starch (Gambar 7). Gra- 0,00
nula RS pada umumnya mempunyai total 1,91 3,26 4,61 5,97 7,32 8,67
dietary fiber (TDF) 20−50%. Karakteris- Log (berat molekul)
tik RS dibandingkan dengan produk
hidrokolid lainnya disajikan pada Tabel 3.
Gambar 7. Hubungan perlakuan suhu terhadap berat molekul pati tahan cerna
(Yong-cheng dan Roger 2003).
Nilai Fungsional

RS banyak dikonsumsi karena nilai fung-


sionalnya. Hidrolisis RS oleh enzim pen- Tabel 3. Karakteristik pati tahan cerna dibandingkan dengan produk
cernaan umumnya membutuhkan waktu hidrokoloid lainnya dengan metode oven.
yang lebih lama sehingga proses produksi
glukosa menjadi lebih lambat. Hal ini Hidrokoloid Total serat SV95 Kadar Pati/
SV95
pangan (%) air/minyak air lemak
selanjutnya berkorelasi dengan respons
plasma glisemik (Raben et al. 1994). Secara Pati tahan cerna-ikatan 68,1 2,8 3,0 6,4 10,6
tidak langsung, RS mempunyai nilai silang (kontrol)
K-Karagenan 75,8 2,8 3,0 6,8 11,0
fungsional bagi penderita diabetes. K-Karagenan/Locust gum dari 72,7 3,4 2,6 4,0 13,4
RS2 umumnya menghasilkan energi kacang-kacangan (1:1)
yang lebih rendah dibandingkan dengan Xantan/Locust gum dari 58,1 20,0 4,0 0 16,0
tepung. Nilai energi RS berkisar antara 2− kacang-kacangan (1:1)
3 kalori (8−12 kJ), sedangkan tepung Pektin berkadar metoksil 70,9 3,0 3,2 6,4 10,4
tinggi
menghasilkan energi 4 kalori (16 kJ), Pektin berkadar metoksil 71,3 3,4 3,4 6,2 10,4
bergantung pada proses metabolismenya. rendah
RS juga banyak dimanfaatkan sebagai Karboksimetil selulosa 88,6 6,6 5,2 4,8 10,0
sumber serat. Institut Kedokteran di Natrium alginat 87,5 3,0 4,4 4,8 10,8
Amerika Serikat mensyaratkan asupan 1-Karagenan 79,3 3,0 3,0 6,8 10,2
Tara gum 72,1 4,4 5,0 3,2 12,0
sumber serat 38 g/hari untuk laki-laki Hidroksipropil metil selulosa 69,6 3,4 3,0 4,4 12,6
dewasa dan 25 g/hari untuk perempuan (HPMC)
dewasa. Di negara lain, asupan serat
Sumber: Woo et al. (2008).
makanan rata-rata disyaratkan 25−30 g/
hari.
RS mengandung cukup banyak ami-
losa sehingga mempunyai efek yang baik
bagi saluran pencernaan dan metabolisme
tubuh dalam proses manajemen glisemik menurunkan berat badan dan kegemukan. Sebagai bahan untuk oksidasi lemak,
dan energi. Secara garis besar, RS mem- Hal ini terkait dengan pengendalian sistem RS dapat membakar lemak sehingga
punyai tiga sistem terkait dengan efek hormon untuk mencerna makanan dan menurunkan jumlah lemak yang disimpan
metabolisme dan nilai fungsional dalam mengendalikan rasa lapar (WHO 2003; dalam tubuh. Hasil penelitian menunjuk-
tubuh, yaitu sebagai bahan untuk for- Slavin 2005). kan, mengonsumsi RS asal jagung dapat
tifikasi serat, penurun kalori, dan oksidasi Sebagai bahan untuk mereduksi kalori, menaikkan oksidasi lemak. Hal ini terkait
lemak. RS dapat menurunkan energi lebih cepat dengan proses metabolisme karbohidrat
Sebagai bahan untuk fortifikasi serat, dibandingkan dengan tepung maupun dan protein dalam tubuh (Higgins et al.
RS dapat diperoleh dengan cara mengon- produk karbohidrat lainnya. RS alami 2004). Hasil penelitian Younes et al. (1995)
sumsi bahan pangan sumber RS, seperti menghasilkan energi 2−3 kkal/g (8−12 kJ/ dengan menggunakan tikus percobaan,
roti, biskuit, kembang gula, pasta, dan g), sedangkan tepung menghasilkan energi menunjukkan bahwa RS memiliki kemam-
sereal. Pada tahun 2003, WHO mende- 4 kkal/g (16 kJ/g) (Behall dan Howe 1996; puan menurunkan kadar lemak seperti
klarasikan bahwa serat pangan dapat Aust et al. 2001). tertera pada Gambar 8.

36 Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011


Salah satu contoh pemanfaatan RS
Konsentrasi lipida pada plasma (mM) yaitu cookies kaya serat rendah lemak
2,0 123 dengan komposisi tepung pastry 42,51%,
123Kontrol 123 RS (25%) gula 21,20%, shortening 21,91%, susu
123Kolesterolamin (0,8%)
123 Kolesterolamin + RS (25%) tanpa lemak 2,12%, garam 0,42%, pengem-
bang (baking powder) 0,42%, baking
1,5
1234
1234 1234
1234
soda 0,34%, air 14%, dan RS hidrokoloid
6,17%. Pemanfaatan RS lainnya yaitu
12345
1234
1234 1234
12345
1234
12345 untuk es krim rendah lemak yang mem-
1,0 1234 12345
1234
1234 12345 punyai komposisi susu (3,30% lemak)
1234
1234
1234 1234
12345
12345
1234
1234 1234
12345 63,64%, krim (40% lemak) 12,95%, gula
1234
1234
1234
1234 1234
12345
1234
12345 8,57%, NFDM 6,65%, sirup jagung (DE
0,5 1234 12345
1234
1234
1234
1234 1234
12345
1234
12345
42) 3%, RS 2,97%, stabilizer 0,25%,
1234 12345
1234
1234 1234
12345 sucralose 0,01%, dan penambah rasa
0,0
1234
1234
1234 1234
12345
12345 secukupnya (Woo et al. 2008).
Produk RS komersial yang cukup
Kolesterol Trigliserida
terkenal dan memiliki pangsa pasar yang
semakin meningkat yaitu HI-MaizeTM RS,
Gambar 8. Efek penambahan pati tahan cerna dan kolesterolamin terhadap di mana volume penjualannya meningkat
kandungan kolesterol dan trigliserida pada tikus percobaan (Younes et sebanyak 33% pada tahun 2004. HI-
al. 1995). MaizeTM RS merupakan RS tipe 2 yang
berbahan baku pati jagung yang mengan-
dung amilosa cukup tinggi serta dimodi-
fikasi menggunakan bahan kimia. HI-
Mengonsumsi RS juga dapat menu- Tabel 4. Komposisi pati tahan cerna MaizeTM RS diklaim sebagai bahan pangan
runkan kandungan gula darah. RS akan pada beberapa produk ma- untuk kesehatan karena kaya akan sumber
melepaskan energi pada usus halus dalam kanan. serat pangan serta memiliki kandungan
bentuk glukosa yang kemudian difermen- karbohidrat cukup rendah (nilai kalori
Produk RS (%)
tasi di dalam usus besar. RS menghasilkan rendah).
energi dengan proses yang cukup lambat Padi 1
Tepung untuk roti < 3−8
sehingga tidak segera dapat diserap dalam Roti dari tepung jagung 4
bentuk glukosa. RS menurunkan efek Corn flakes 3−4
PROSPEK PATI TAHAN
glisemik serta sensitif terhadap hormon Kentang masak 3 CERNA
insulin sehingga dapat menurunkan po- Beras 3−5
tensi diabetes tipe 2. Barley 6−13 Beberapa RS secara alami terdapat dalam
Roti pumpernickel 9−11
RS alami juga dapat meningkatkan Kentang yang didinginkan,
makanan, yang dikonsumsi 3−10 g/hari.
kesehatan usus besar terkait dengan pro- dipanaskan kembali 8 Berdasarkan recommended daily intake
ses pencernaan. RS juga memengaruhi Kentang yang didinginkan 12 (RDA), asupan serat makanan diper-
mikroba yang terdapat dalam saluran Produk kentang 18 syaratkan sebanyak 25 g/hari. Salah satu
pencernaan, terutama yang berhubungan Produk leguminosa 6−20 RS yang cukup banyak digunakan yaitu
Roti dari pati jagung, kaya
dengan proses fermentasi dalam tubuh. amilosa 24
high amylose maize (HAM).
Salah satu hasil metabolisme mikroba Roti arepas (tepung jagung RS dapat diperdagangkan dalam ben-
tersebut adalah butirat yang mempunyai kaya amilosa) 30 tuk makanan sesuai dengan rekomendasi
efek antiinflamasi dan antikarsinogenik Pati kentang hidroksi- yang telah ditentukan. Untuk pengem-
yang pada akhirnya dapat mencegah propilated-drum drier 50 bangan, terutama untuk tujuan kesehatan,
kanker pada usus besar (Toscani et al. Sumber: Eliasson (1996). perlu dilakukan pengujian secara klinis
1988). terkait dengan keamanan produk (Jay
2004).
dressing, bahan pengisi pai, bahan pengisi Penggunaan RS untuk kesehatan
Pemanfaatan Produk buah-buahan, krim, saus, produk susu, berkisar 20 g/hari. Hal ini sangat terkait
sirup, puding, custard, yoghurt, minuman, dengan proses produksi dan tujuan pe-
RS terdapat secara alami dalam produk produk bakery, muffin, bagel, biskuit, manfaatannya. Diprediksi konsumsi RS
makanan dan dapat digunakan dalam cookies, pai, permen, gum, dan sup. RS berkisar 30−40 g/hari (Baghurst et al.
bentuk modifikasi serta ditambahkan juga digunakan dalam formulasi makanan 2001). Konsumsi RS di India dan China
dalam makanan. Beberapa produk pangan dan minuman, seperti kue kering, roti, pai, berkisar antara 10−18 g/hari (Platel dan
yang mengandung RS disajikan pada mi, brownies, margarin rendah lemak, Shurpalekar 1994; Muir et al. 1998).
Tabel 4. snack, krim, mayonaise, krim keju, Berdasarkan penelitian, RS hasil pe-
RS banyak dimanfaatkan pada produk yoghurt, milk-shake, es krim, salad ngolahan dengan degradasi retrogadasi
makanan, terutama produk edible, produk beku, cracker, sereal, dan snack hasil dapat digunakan sebagai bahan tam-
sereal, batangan, pizza, pasta, salad, ekstrusi. bahan makanan dengan kisaran 10−20%

Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011 37


(w/w). RS tersebut umumnya ditam- KESIMPULAN produksi RS, yaitu modifikasi fisik, kimia,
bahkan pada biskuit, toast, susu, dan dan biokimia. Masing-masing proses ter-
lainnya. RS merupakan produk pati termodifikasi sebut akan memengaruhi karakteristik
Data permintaan produk pati tahan yang secara garis besar terbagi menjadi produk yang dihasilkan.
cerna belum tersedia karena masih ren- RS1, RS2, RS3, dan RS4. RS dapat RS memiliki nilai fungsional untuk
dahnya tingkat kesadaran masyarakat diproduksi dari bahan baku tanaman fortifikasi serat, mereduksi kalori, dan
akan pentingnya mengonsumsi makanan penghasil pati yang secara genetis memi- mengoksidasi lemak. RS memiliki po-
yang memenuhi syarat kesehatan. Namun, liki kandungan amilosa tinggi. tensi cukup besar untuk dikembangkan
dengan ditemukannya teknologi proses Proses produksi RS disesuaikan sebagai pangan fungsional bagi ke-
pengolahan RS dan manfaat fungsional- dengan tipe RS yang akan dihasilkan. sehatan.
nya bagi kesehatan diharapkan dapat Secara garis besar, terdapat tiga proses
memberikan suatu wacana untuk pe-
ngembangan RS lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
Asp, N.G. 1992. Resistant starch. Proceeding of Bjorck I.M. and Nyoman M.E. 1987. In vitro Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Suk-
the Second Plenary of EURESTA: European effects of phytic acid and polyphenols on sinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Enkap-
FLAIR Concerted Action No. 11 on Physio- starch digestion and fiber degradation. J. sulasi Komponen Flavor. Disertasi, Institut
logical Implications of the Consumption of Food Sci. 52: 1588–1994. Pertanian Bogor.
Resistant Starch in Man. Eur. J. Clin. Nutr.
Boyer and J.C. Shanon. 1983. Plant breeding. Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal
46 (Suppl 2): S1.
Plant Breed. Rev. 1139. modifications of granular starch with reten-
Asp, N.G. and I. Bjorck. 1992. Resistant starch. tion of the granular structure: Review. J.
Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk. Agric. Food Chem. 46(8): 2895−2905.
Trends Food Sci. Technol. 3(5): 111–114.
[25 March 2003].
Atichokudomchai, N., S. Shonbsngob, P. Chi- Jay, M.G. 2004. Resistant starch: Safe intakes
Eliasson, A.C. 1996. Carbohydrates in Foods. and legal status. J. AOAC Int. 87(3): 733−
nachoti, and S. Varavinit. 2001. A study of
University of Lund, Swedia. 739.
some physicochemical properties of high-
crystalline tapioca starch. Starch/Starke 53: Englyst, H.N., H.S. Wiggins, and J.H. Cummings. Khatijah, I. 2000. Effect of reaction pH and
577−581. 1982. Determination of the non-starch concentration of phosphorus oxychloride
polysaccharides in plant foods by gas-liquid on cross-linking of tapioca starch (abstract).
Atichokudomchai, N., S. Varavinit, and P. China-
chromatography of constituent sugars as J. Trop. Agric. Food Sci. 28: 95−100.
choti. 2002. Gelatinization transitions of
alditol acetates. Analyst. 107: 307–318.
acid-modified tapioca starches by differential Laurentin, A. and C.A. Edwards. 2004. Differen-
scanning calorimetry (DSC). Starch/Starke Englyst, H.N., S.M. Kingman, and J.H. Cummings. tial fermentation of glucose-based carbo-
54: 296−302. 1992. Classification and measurement of hydrates in vitro by human faecal bacteria. A
nutritionally important starch fractions. Eur. study of pyrodextrinised starches from dif-
Atichokudomchai, N. and S. Varavinit. 2003.
J. Clin. Nutr. 46: S33–S50. ferent sources. Eur. J. Nutr. 43(3): 183–189.
Characterization and utilization of acid-
modified cross-linked tapioca starch in Faraj, A., T. Vasanthan, and R. Hoover. 2004. Liljeberg, H., A. Akerberg, and I. Bjorck. 1996.
pharmaceutical tablets. Carbohydrate Poly- The effect of extrusion cooking on resistant Resistant starch formation in bread as influ-
mers 53: 262−270. starch formation in waxy and regular barley enced by choice of ingredients or baking
flours. Food Res. Int. 37(5): 517–525. conditions. Food Chem. 56(4): 389–394.
Aust, L., G. Dongowski, U. Frenz, A. Taufel, and
R. Noack. 2001. Estimation of available Garcia-Alonso, A., A. Jimenez-Escrig, N. Martin- Liu, Z., L. Peng, and J.F. Kennedy. 2005. The
energy of dietary fibres by indirect calori- Carron, L. Bravo, and F. Saura-Calixto. 1999. technology of molecular manipulation and
metry in rats. Eur. J. Nutr. 40(1): 23−29. Assessment of some parameters involved in modification. Asisted by Microwaves as
the gelatinization and retrogradation of Applied to Starch Granules. Carbohydrate
Baghurst, K., P.A. Baghurst and S.j. Record. 2001.
starch. Food Chem. 66: 181–187. Polymers, 61: 374−378.
Dietary fiber, nonstarch polysacharide and
resistant starch intakes in Australia. In: G.A. Hamilton, R.M. and E.F. Paschall. 1967. Pro- Marconi E., S. Ruggeri, M. Cappelloni, D.
Spliller, (Ed). CRC handbook of dietary fiber duction and uses of starch phosphates. p. Leonardi, and E. Carnovale. 2000. Related
in human health. Boca Raton, Fla: CRC 351–365. In R.L. Whistler, E.F. Paschall physicochemical, nutritional, and micro-
Press. p. 583−591. (Ed.), Starch: Chemistry & Technology. Vol. structural characteristics of chickpeas (Cicer
II. Academic Press, New York and London. arietinum L.) and common beans (Phaseolus
Behall, K.M. and J.C. Howe. 1996. Resistant
vulgaris L.) following microwave cooking.
starch as energy. J. Am. Coll. Nutr. 15(3): Haynes, L., N. Gimmler, J.P. Locke, M.R.
J. Agric. Food Chem. 48(12): 5986–5994.
248−254. Kweon, L. Slade, and H. Levine. 2000.
Process for making enzyme-resistant starch Marsono, Y. dan D.L. Topping. 1999. Effects
Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food
for reduced-calorie flour replacer. US Patent of particle size of rice on resistant starch
Chemistry. Springer Verlag, Berlin.
6,013,299. 11 January 2000. Nabisco Tech- and SCFA of the digesta in caecostomised
Berry, C.S. 1986. Resistant starch. Formation nology Co., Wilmington, Del. pigs. Indonesia Food Nut Prog. 6(2): 44−
and measurement of starch that survives 50.
Higgins, J.A., D.R. Higbee, W.T. Donahoo, I.L.
exhaustive digestion with amylolytic en-
Brown, M.L. Bell, and D.H. Bessesen. 2004. Mcnaught, K.J., E. Maloney, and A.T. Knight.
zymes during the determination of dietary
Resistant starch consumption promotes lipid 1998. High amylose starch and resistant
fiber. J. Cereal Sci. 4: 301–314.
oxidation. Nutr. Metabolism 1: 8. starch fractions. United States Patent
5714600.

38 Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011


Muir, J.B., K.Z. Walker, and M.A. Kaimakamis. pionic anhydride and properties of the starch legumes. J. Agric. Food. Chem. 44(9): 2642–
1998. Modulation of fecal markers relevant blended polyester polyurethane. Carbo- 2645.
to colon cancer risk: a high-starch Chinese hydrate Polymer 51(1): 17−24.
Varavinit, S., N. Chaokkasem, and S. Shobsngob.
diet did not generate expected beneficial
Slavin, J. L. 2005. Dietary fiber and body weight. 2001. Studies of flavor encapsulation by
changes relative to a Western-type diet. Am
Nutrition 21(3): 411−418. agents produced from modified sago and
J. Clin. Nutr. 68: 372−379.
tapioca starches. Starch/Starke 53: 281−287.
Shi, Y.C., X.M. Cui, A.G. Birkett, and M.
National Starch. 2005. Esterified starch spe-
Thatcher. 2006. Resistant starch prepared Westerlund, E., O. Theander, R. Andersson, and
cification. www.universal_starch.com. [24
by isoamylase debranching of low amy- P. Aman. 1989. Effects of baking on poly-
Agustus 2009].
lose starch. US Patent Office, Pat No. saccharides in white bread fractions. J. Cereal
Nugent, A.P. 2005. Health properties of resistant 7081261. Sci. 10(2): 149–156.
starch. Br. Nutr. Foundation Nutr. Bull. 30:
Sievert, D. and Y. Pomeranz. 1989. Enzyme- WHO. 2003. Diet, Nutrition and the Prevention
27–54.
resistant starch II. Characterization and of Chronic Diseases. WHO/FAO Expert
Oates, C.G. 1997. Towards an understanding of evaluation by enzymatic, thermoanalytical Consultation, WHO Technical Report Series
starch granule structure and hydrolysis. and microscopic methods. Cereal Chem. 916.
Review. Trends Food Sci. Technol. 8: 375− 66(4): 342–347.
Woo, K.S., M.S. Shin, and P.A. Seib. 1999. 49
382.
Sievert, D. and P. Wursch. 1993. Thermal Cross-linked, type RS (4) resistant starch:
Platel, K. and K.S. Shurpalekar. 1994. Resistant behavior of potato amylase and enzyme- Preparation and properties. AACC Annual
starch content of Indian foods. Plant Foods resistant starch from maize. Cereal Chem. Meeting, 31 October–3 November 1999.
Human Nutr. 45(1): 91−96. 70: 333–338. Dept. of Grain Science and Industry, Kansas
State Univ. Manhattan, Kans.
Pomeranz, Y. and D. Sievert. 1990. Purified Siljestrom, M. and N.G. Asp. 1985. Resistant
Resistant Starch Products and Their Pre- starch formation during baking. Effect of Woo K., S. Bassi, C.C. Maningat, L. Zhao, Y.H.
paration. WO 9015147. 13 December 1990. baking time and temperature and variation Zheng, L. Nie, M. Parker, S. Ranjan, J. Gaul,
Univ. of Washington. in the recipe. Z Lebensm Unters Forsch 4: C.T. Dohl, G.J. Stempien. 2008. Resistant
1–18. starch-hydrocolloid blends and uses thereof.
Raben, A., A. Tagliabue, N.J. Christensen, J.
US Patent 20080233260.
Madsen, J.U. Holst, and A. Astrup. 1994. Siljestrom, M. and I. Bjorck. 1990. Digestible
Resistant starch: the effect on postpradial and undigestible carbohydrates in autoclaved Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Pro-
glycemia, hormonal response, and satiety. legumes, potatoes, and corn. Food Chem. perties and Uses. CRC Press, Boca Raton,
Am. J. Clin. Nutr. 60: 544−551. 38: 145–152. Florida.
Ranhotra, G.S, J.A. Gelroth, K. Astroth, and G.J. Tester, R.F., J. Karkalas, and X. Qi. 2004. Starch Yong-cheng, S. and J. Roger. 2003. Highly
Eisenbraun. 1991. Effect of resistant starch structure and digestibility. Enzyme-substrate resistant granular starch. United States
on intestinal responses in rats. Cereal Chem. relationship. World Poultry Sci. J. 60(2): Patent. 6664389.
68(2): 130–132. 186–195.
Younes, H., M.A. Levrat, C. Demigne, and C.
Salijata, M.G., R.S. Singhal, and P.R. Kulkarni. Toscani, A., D.R. Soprano, and K.J. Soprano. Remesy. 1995. Resistant strach is more
2006. Resistant starch-A review. Com- 1988. Molecular analysis of sodium butyrate- effective than cholestyramine as a lipid-
prehensive Reviews in Food Science and induced growth arrest. Oncogene Res. 3(3): lowering agent in the rat. Lipids 30(9): 847−
Food Safety 5: 1−17. 223−238. 853.
Santayonan, R. and J. Wootthikanokkhan. 2003. Tovar, J. and C. Melito. 1996. Steam-cooking
Modification of cassava starch by using pro- and dry heating produce resistant starch in

Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011 39

Anda mungkin juga menyukai