Pendahuluan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah bagian dari teknik tomografi yang
pertama kali digunakan oleh Raymond Damadian untuk tujuan diagnosis medis yang
prinsip kerjanya menggunakan perilaku atom hidrogen yang banyak mendominasi
tubuh manusia dalam memetakan organ yang didiagnosis. Saat ini MRI merupakan
pemeriksaan rutin di klinik/rumah sakit besar. Dengan MRI pada prinsipnya hampir
seluruh organ tubuh dapat diperiksa, mulai dari kepala sampai kaki. Setiap jaringan
mempunyai karakteristik yang khas pada pada T1 dan T2 sehingga bila ada perbedaan
intensitas dari jaringan normal, mudah diketahui bahwa hal tersebut adalah kelainan.
Dalam perkembangannya MRI ini bukan hanya digunakan untuk diagnosis penyakit
secara anatomis saja, namun bisa untuk diagnosis secara fisiologis yang berhubungan
dengan metabolisme tubuh manusia.1 Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detail tubuh
manusia akan tampak jelas sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti.2
MRI awalnya disebut NMR (Nuclear Magnetic Resonance). Hal ini
disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti atom (nukleus) positif
(proton) yang berinteraksi dengan gelombang radio dalam medan magnet yang kuat.
Namun karena persepsi masyarakat luas yang negatif jika menggunakan istilah nuklir
yang merupakan dampak dari trauma penggunaan energi nuklir dalam bidang militer,
maka NMR tidak dipopulerkan dan diganti menjadi MRI. Saat ini pemeriksaan MRI
berkembang sangat pesat karena selain mampu menyajikan informasi diagnostik
dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat noninvasive (nontraumatis), tidak ada
bahaya radiasi (radiation hazard), serta menyuguhkan gambar–gambar organ dari
berbagai irisan (multiplanar) tanpa memanipulasi tubuh pasien.2
B. Sejarah MRI
Terdapat beberapa nama yang memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan teknologi MRI. Pada awalnya spektroskopi hanya bisa dilakukan
dengan alat yang disebut NMR, secara prinsip kerja hampir sama dengan MRI, yaitu
sama-sama menggunakan perilaku atom hidrogen yang ada pada tubuh manusia
namun dalam penghitungan hasil spektrum masih memerlukan penghitungan yang
rumit dengan perangkat komputer lainnya.1 NMR pertama kali digambarkan dan
diukur dalam sinar molekular oleh Isidor Isaac Rabi (1898-1988), yang melanjutkan
eksperimen Stern-Gerlach. Alat ini berhasil menemukan metode resonansi untuk
mengukur kandungan magnetik nukleus atom-atom. Penemuan Isidor Isaac Rabi ini
kemudian mengantarkannya untuk meraih hadiah nobel di bidang Fisika pada tahun
1944. Alat NMR ini hanya ada di laboratorium penelitian yang perkembangannya
sangat lambat. 3
Selain Rabi, terdapat beberapa nama yang berperan dalam perkembangan alat
NMR. Mereka adalah Norman Foster Ramsey, Jr. (1915–2011), Felix Bloch (1905–
1983), Edward Mills Purcell (1912–1997), Nicolaas Bloembergen, Erwin L. Hahn, dan
Richard R. Ernst. Rabi, Bloch, and Purcell mengamati bahwa nuklei magnetik, seperti
1H and 31P dapat mengabsorbsi energi radio frekuensi ketika ditempatkan dalam
medan magnet. Ketika proses absorbsi ini terjadi, nukleus mengalami resonansi. Tiap
nukleus dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang berbeda untuk kekuatan
medan magnet yang sama. Pengamatan frekuensi inti atom yang demikian
memungkinkan penemuan berbagai informasi penting tentang struktur dan sifat
kimiawi molekul. Norman Foster Ramsey, Jr merupakan anggota tim Rabi yang
pertama dan berhasil menemukan magnetic moment proton dan deutron dan spektrum
radio frekuensi hidrogen dalam berbagai medan magnet. Dia juga merupakan orang
pertama yang menemukan pengukuran waktu relaksasi NMR dan berkontribusi besar
dalam pemahaman tentang mekanisme relaksasi NMR. Adapun Hahn berhasil
menemukan fenomena spin echo yang merupakan hal fundamental dalam analisis
kimiawi NMR dan NMR spektroskopi 2D. 3
Pada tahun 1973, Paul Lauterbur (1929–2007), seorang profesor kimia di State
University of New York, menulis artikel di Nature tentang penggunaan gradien medan
magnet untuk membedakan signal NMR dari berbagai lokasi dengan
menggabungkannya dengan sebuah bentuk rekonstruksi dari proyeksi (yang biasa
digunakan pada CT scan). Teknik yang disebutnya zeugmatography (berasal dari
bahasa Yunani ‘zeugmo’ yang berarti kuk atau menggabungkan) ini mengubah NMR
spektroskopi satu dimensi menjadi dua dimensi, yang nantinya menjadi dasar MRI
modern. 4,5 Di tempat lain, Peter Mansfield di Nottingham, Inggris, mengembangkan
lebih jauh penggunaan gradien medan magnet. Mansfield menunjukkan bagaimana
sinyal dapat dianalisis secara matematis yang memungkinkan untuk mengembangkan
teknik pencitraan. Atas jasa keduanya dalam perkembangan MRI, pada tahun 2003
Paul C Lauterbur dan Peter Mansfield dianugerahi nobel di bidang fisiologi atau
kedokteran.5
(a) (b)
Gambar 3. (a) Paul Christian Lauterbur, (b)Sir Peter Mansfield 3
Pada awal tahun 1959, J. R. Singer dari University of California, Berkeley,
menyatakan bahwa NMR dapat digunakan sebagai modalitas noninvasif untuk
mengukur aliran darah secara in vivo. Pada tahun 1971 Raymond Damadian
menemukan bahwa jaringan tumor tikus menggambarkan peningkatan waktu relaksasi
jika dibandingkan dengan jaringan normal secara in vitro. Pada saat bersamaan,
perkembangan bidang ilmu kriogenik, studi tentang temperatur yang sangat rendah,
memungkinkan perkembangan magnet superkonduksi untuk seluruh tubuh.4 Pada
tahun 1977 Damadian dan koleganya dari State University of New York, membuat
desain magnet superkonduksi yang dioperasikan di laboratorium Brooklyn milik
mereka dan pada akhirnya menjadi imaging tubuh manusia pertama dengan
menggunakan NMR. Alat ini diberi nama ‘Indomitable’, yang kini tersimpan di
Smithsonian Institution, Washington, D.C.3,4
C. Jenis MRI
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari : 7
1. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit. MRI jenis
ini berupa silinder berdiameter 24-28 inchi sehingga tidak memberikan ruang
atau hanya memberi sedikit ruang bagi pasien. Dengan MRI kerangka tertutup
ini, pasien seperti ditempatkan dalam tabung besar selama 30-45 menit
sehingga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kecemasan, terutama bagi
pasien klaustrofobia.
2. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang
terbuka terbuka pada tiga sisi. MRI jenis ini didesain untuk mengurangi
kecemasan dan klaustrofobia sehingga menjadi pilihan bagi pasien anak, orang
tua, orang gemuk, dan pasien klaustrofobia.
D. Instrumen MRI
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari :
1. Sistem magnet
Sistem magnet berfungsi membentuk medan magnet. Agar dapat
mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang tipe magnet, efek
medan magnet, magnet shielding, dan shimming coil dari pesawat MRI tersebut.2
Terdapat 3 macam magnet MRI, yaitu :
1. Magnet tetap/permanen
Magnet tetap sama dengan suatu magnet batang. Sistem MRI yang
menggunakan suatu magnet tetap dapat dianggap suatu magnet batang yang besar,
dapat dibuat sampai 0,3 tesla.2 Ciri-ciri sistem MRI yang menggunakan magnet
tetap adalah sebagai berikut :2
a. Karena tidak ada daya listrik untuk menghasilkan medan magnet, biaya
pemakaian sangat rendah
b. Sistem sangat berat
3. Magnet superkonduktif
Magnet ini adalah suatu magnet listrik yang menggunakan suatu
kumparan sebagai materi dengan suatu gejala superkonduktif terjadi. Gejala
superkonduktif adalah bahwa hambatan listrik (electrical resistance) dari suatu
logam menjadi nol bila metal didinginkan dengan temperatur yang sangat rendah
(-272° C), dan temperatur pada saat tersebut disebut temperatur kritis (critical
temperature). Hambatan listrik menjadi nol berarti bahwa suatu arus besar dapat
mengalir dengan memakai tegangan (voltage) rendah beberapa volt. Magnet ini
biasa digunakan pada MRI tesla medium dan tinggi, dengan kekuatan 0,5-3 tesla.2
Ciri-ciri sistem MRI dengan magnet superkonduktif adalah sebagai berikut : 2
a. Pemakaian daya listrik sangat rendah dibandingkan dengan sistem magnet
kumparan.
b. Medan magnet yang kuat dapat dihasilkan karena arus listrik yang cukup
besar dapat dialirkan. Keuntungan medan magnet besar, homogenitas dan
kestabilan tinggi sehingga resolusi gambar menjadi lebih baik dan waktu
pemeriksaan lebih singkat.
c. Untuk mendapatkan temperatur yang sangat rendah, kumparan harus
dicelupkan ke dalam helium cair (-272 °C). Kekurangan dengan
menggunakan helium cair adalah sebagai berikut :
1) Tidak mudah untuk ditangani
2) Harga helium cair sangat mahal
3) Helium cair menguap pada kecepatan 0,6 sampai 0,7 liter/jam
4) Penggunaan kembali helium gas sesudah penguapan adalah sulit. 1
2. Gradient coil
Ketika sistem MRI sedang tidak menghasilkan citra, medan magnet di
sepanjang tubuh pasien cukup homogen. Akan tetapi, ketika proses pencitraan
berlangsung, medan magnet akan mengalami distorsi akibat adanya gradien. Gradien
dihasilkan oleh gradient coils yang terdapat dalam magnet. Selama proses pencitraan,
gradien dinyalakan dan dimatikan berulang kali sehingga menghasilkan bunyi yang
berasal dari magnet. 8
Gradient coil berguna untuk membentuk citra dan karakteristik ruang dengan
menghasilkan irisan dan voxel. Gradient coil menghasilkan gradien (variasi medan
magnet di sepanjang tubuh pasien) pada medan magnet Bo. Kekuatan gradien
dinyatakan dalam perubahan kekuatan medan magnet per unit jarak (militesla per
meter).8 Gradient coil telah mengalami banyak perkembangan dari waktu ke waktu.
Sistem gradien terdahulu memiliki kekuatan gradien maksimum 10mT/m dan waktu
pergantian yang lebih lambat. System gradien terbaru memiliki kekuatan gradient
100mT/m dan waktu pergantian (slew rate) yang lebih cepat yaitu 150mT/m/ms.
Angka ini dapat mengizinkan sistem untuk memperoleh citra dengan ketebalan 0,7mm
pada system 2D dan 0,1mm pada 3D.9
Gradient coil terdiri dari tiga buah kumparan koil, yaitu :1,2
a. Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagital
b. Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal
c. Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial. Bila gradien koil X, Y
dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik.
3. Sistem radiofrekuensi
Sistem ini berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frekuensi serta
mendeteksi sinyal. MRI menggunakan sinyal radio frekuensi untuk mengirimkan citra
dari tubuh pasien. Energi radio frekuensi yang digunakan adalah radiasi non-ionisasi.
Pulsa radio frekuensi yang diberikan pada tubuh pasien diserap oleh jaringan dan
diubah menjadi panas. Sejumlah kecil energi dipancarkan oleh tubuh sebagai sinyal
untuk menghasilkan gambar. Sinyal radio frekuensi menyediakan informasi (data)
yang akan direkonstruksi oleh komputer. Namun demikian gambar yang dihasilkan
adalah gambaran dari sinyal radio frekuensi dengan intensitas yang berbeda-beda yang
diproduksi oleh jaringan yang berbeda pula.8
Koil radio frekuensi berguna sebagai antena untuk mentransmisikan dan
menerima sinyal dari tubuh pasien. Terdapat berbagai desain koil yang berbeda untuk
tiap bagian tubuh, namun secara umum dibedakan menjadi volume dan surface coil.
Seperti namanya, surface coil dipasang dipermukaan objek yang akan diperiksa. Koil
ini terbuat dari kumparan kabel dengan kapasitor. Surface coils lebih populer karena
hanya berfungsi sebagai receive coil dan memiliki signal-to-noise ratio yang lebih
baik. Volume coil bebentuk cukup lebar dan dapat dipasang menutupi seluruh tubuh,
ataupun hanya mengelilingi bagian tubuh tertentu, seperti kepala atau ekstremitas.
Jenis yang paling banyak digunakan adalah birdcage coil.10
Terdapat banyak sumber radio frekuensi, seperti sinar fluoresen, motor listrik,
peralatan medis, dan alat komunikasi radio. Energi radio frekuensi yang terdapat di
lingkungan dapat ditangkap oleh receiver dan dapat mengganggu kualitas gambar
yang dihasilkan. Oleh karena itu, ruangan MRI sendiri harus memiliki pelindung
(shielding) dari hal tersebut. Ruangan dapat dilindungi dengan mengelilinginya
lembaran metal dan kabel tembaga. Prinsip pelindung ini adalah sinyal radiofrekuensi
tidak dapat memasuki ruangan MRI. Ketebalan pelindung tidak menjadi faktor yang
berpengaruh. Hal yang terpenting adalah ruangan harus tertutup secara sempurna oleh
material pelindung.8
4. Sistem komputer
Sistem ini berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol semua
komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra.8
a. Acquisition Control
Langkah pertama adalah akuisisi sinyal radio frekuensi dari tubuh pasien.
Proses akuisisi ini terdiri dari banyak pengulangan siklus imaging. Siklus ini
terdiri dari transmisi sinyal radio frekuensi ke tubuh pasien, aktivasi gradien, dan
pengumpulan sinyal radio frekuensi. Akan tetapi, satu siklus tidak menghasilkan
sinyal data yang cukup untuk menghasilkan gambar. Oleh karena itu, proses ini
harus diulang beberapa kali untuk menghasilkan gambar. Waktu yang
diperlukan untuk menghasilkan gambar ditentukan oleh durasi siklus imaging
atau cycle repetition time -yang disebut TR- dan jumlah dari siklus itu sendiri.
Semakin banyak siklus, semakin bagus gambar yang dihasilkan.8
b. Image Reconstruction
Data sinyal radio frekuensi yang dikumpulkan selama proses akuisisi
belum berbentuk gambar. Namun demikian, komputer dapat menggunakan data
tersebut untuk merekonstruksi sebuah gambar. Proses ini merupakan suatu
proses matematika yang dikenal sebagai Fourier transformation.8
c. Image Storage and Retrieval
Gambar yang telah direkonstruksi akan disimpan dalam komputer dan
dapat dilihat kembali. Jumlah gambar yang dapat disimpan bergantung pada
kapasitas media penyimpanan.8
d. Viewing Control and Post Processing
Komputer merupakan komponen yang dapat mengatur gambaran suatu
citra. Hal ini memungkinkan pengguna untuk memilih tampilan pencitraan
spesifik seperti windowing (kontras) dan zooming (magnifikasi). Beberapa
aplikasi juga dapat digunakan untuk mengubah karakteristik gambar yang telah
direkonstruksi, reformat gambar, atau mengganti tampilan gambar untuk
memperoleh tampilan spesifik region anatomi tertentu.8
5. Sistem pencetakan citra
Sistem ini berfungsi untuk mencetak gambar.1,2
b. Penilaian MRI
TR (Repetition Time) adalah waktu pengulangan aplikasi pulsa RF terhadap
aplikasi pulsa RF berikutnya, dengan satuan millisecon (ms). TR akan menentukan
waktu relaksasi T1 yang akan terjadi. TR yang digunakan dalam MRI bisa dipilih oleh
radiografer mulai berkisar 200 ms hingga lebih dari 2000-4000 ms tergantung pada
teknik pembobotan yang dipilih. TE (Echo Time) adalah waktu antara eksitasi pulsa
dengan echo yang
terjadi. Echo dihasilkan dari aplikasi pulsa RF 90 sampai dengan sinyal terkuat
dari aplikasi rephase pulsa RF 180 saat menginduksi koil. Waktu TE dapat diubah
tergantung pembobotan citra yang dikehendaki. Waktu TE berkisar antara 10-20 ms
hingga lebih dari 80-100 ms.4,12,13
(a) (b)
Gambar 17. (a) T2WI wrist potongan axial, (b) T2WI thoracal potongan
sagital19
(a) (b)
Gambar 18. (a) DWI kepala potongan axial, (b) DWI genu potongan axial19
H. Kontras
Pada umumnya pemeriksaan MRI dapat dilakukan tanpa menggunakan zat
kontras. Akan tetapi pada keadaan tertentu, seperti pada tumor, diperlukan zat kontras
untuk mengetahui bagaimana vaskularisasi dari tumor tersebut. Zat kontras terdiri atas
unsur atom Gadolinium (Gd 3+). Unsur ini mangandung 7 elektron yang terpisah
sehingga mempunyai tenaga magnet yang besar. Saat kini dengan ditambah DTPA
(diethylene triamine pentaacetic acid). Gd-DTPA ini disuntikkan intravena dengan
dosis 0,1 mmol/kgbb = 0,2 ml/kgbb. Bila pasien beratnya 50 kg maka cukup 10 ml
kontras. Yang dinilai ada atau tidaknya penyangatan (enhancement) dari kontras
tersebut. Dibandingkan antara T1 sebelum kontras dan dan T1 sesudah kontras. Pada
umumnya potongan sesudah kontras 3 dimensi, aksial, koronal, dan sagital.14,16
Senyawa pengontras Gd-DTPA mempunyai keterbatasan yaitu Gd-DTPA
mempunyai berat molekul yang kecil sehingga cepat keluar dari tubuh melalui
ginjal/urin dan melalui feses. Lebih jauh senyawa pengontras Gd-DTPA tidak dapat
masuk ke dalam sel sasaran sehingga citra yang dihasilkan tidak spesifik, yaitu tidak
dapat membedakan dengan jelas suatu kelainan apakah suatu tumor ganas, tumor
jinak, atau inflamasi.1
Agar mendapatkan pencitraan yang spesifik senyawa pengontras yang biasa
dipakai yaitu Gd-DTPA dikonjugasikan dengan antibodi supaya terjadi pengikatan
antara antigen reseptor dengan antibodi yang ada pada senyawa pengontras. Untuk
memperkuat ikatan senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan
senyawa kimia lain, yaitu dendrimer merupakan senyawa kimia yang secara fisik
berbentuk seperti pohon mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino
sehingga dapat mengikat kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat
antibodi. Dengan adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras menjadi suatu
senyawa makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh
dan mempunyai relaksivitas yang tinggi. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi
maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan Gd DTPA.1
Indikasi utama penggunaan Gd-DTPA adalah sebagai berikut:
1. Otak
a. Lesi multipel, misalnya metastasis, multipel sklerosis
b. Selected tumours, misalnya neuroma akustik, meningioma
c. Tumor residual/rekurens
2. Tulang belakang
a. Metastasis : intraspinal, CSF
b. Tumor rekurens
c. Membedakan prolaps diskus rekuren dengan fibrosis post operasi
d. Infeksi
e. Selected tumours, misalnya neurofibroma
3. Sistem muskuloskeletal : tumor-tumor jaringan lunak