Anda di halaman 1dari 24

A.

Pendahuluan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah bagian dari teknik tomografi yang
pertama kali digunakan oleh Raymond Damadian untuk tujuan diagnosis medis yang
prinsip kerjanya menggunakan perilaku atom hidrogen yang banyak mendominasi
tubuh manusia dalam memetakan organ yang didiagnosis. Saat ini MRI merupakan
pemeriksaan rutin di klinik/rumah sakit besar. Dengan MRI pada prinsipnya hampir
seluruh organ tubuh dapat diperiksa, mulai dari kepala sampai kaki. Setiap jaringan
mempunyai karakteristik yang khas pada pada T1 dan T2 sehingga bila ada perbedaan
intensitas dari jaringan normal, mudah diketahui bahwa hal tersebut adalah kelainan.
Dalam perkembangannya MRI ini bukan hanya digunakan untuk diagnosis penyakit
secara anatomis saja, namun bisa untuk diagnosis secara fisiologis yang berhubungan
dengan metabolisme tubuh manusia.1 Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detail tubuh
manusia akan tampak jelas sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti.2
MRI awalnya disebut NMR (Nuclear Magnetic Resonance). Hal ini
disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti atom (nukleus) positif
(proton) yang berinteraksi dengan gelombang radio dalam medan magnet yang kuat.
Namun karena persepsi masyarakat luas yang negatif jika menggunakan istilah nuklir
yang merupakan dampak dari trauma penggunaan energi nuklir dalam bidang militer,
maka NMR tidak dipopulerkan dan diganti menjadi MRI. Saat ini pemeriksaan MRI
berkembang sangat pesat karena selain mampu menyajikan informasi diagnostik
dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat noninvasive (nontraumatis), tidak ada
bahaya radiasi (radiation hazard), serta menyuguhkan gambar–gambar organ dari
berbagai irisan (multiplanar) tanpa memanipulasi tubuh pasien.2

B. Sejarah MRI
Terdapat beberapa nama yang memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan teknologi MRI. Pada awalnya spektroskopi hanya bisa dilakukan
dengan alat yang disebut NMR, secara prinsip kerja hampir sama dengan MRI, yaitu
sama-sama menggunakan perilaku atom hidrogen yang ada pada tubuh manusia
namun dalam penghitungan hasil spektrum masih memerlukan penghitungan yang
rumit dengan perangkat komputer lainnya.1 NMR pertama kali digambarkan dan
diukur dalam sinar molekular oleh Isidor Isaac Rabi (1898-1988), yang melanjutkan
eksperimen Stern-Gerlach. Alat ini berhasil menemukan metode resonansi untuk
mengukur kandungan magnetik nukleus atom-atom. Penemuan Isidor Isaac Rabi ini
kemudian mengantarkannya untuk meraih hadiah nobel di bidang Fisika pada tahun
1944. Alat NMR ini hanya ada di laboratorium penelitian yang perkembangannya
sangat lambat. 3

(a) (b) (c)


Gambar 1. (a) Isidor Isaac Rabi (1898–1988), Norman Foster Ramsey, Jr. (1915–
2011), (c) Felix Bloch (1905–1983) 3

Selain Rabi, terdapat beberapa nama yang berperan dalam perkembangan alat
NMR. Mereka adalah Norman Foster Ramsey, Jr. (1915–2011), Felix Bloch (1905–
1983), Edward Mills Purcell (1912–1997), Nicolaas Bloembergen, Erwin L. Hahn, dan
Richard R. Ernst. Rabi, Bloch, and Purcell mengamati bahwa nuklei magnetik, seperti
1H and 31P dapat mengabsorbsi energi radio frekuensi ketika ditempatkan dalam
medan magnet. Ketika proses absorbsi ini terjadi, nukleus mengalami resonansi. Tiap
nukleus dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang berbeda untuk kekuatan
medan magnet yang sama. Pengamatan frekuensi inti atom yang demikian
memungkinkan penemuan berbagai informasi penting tentang struktur dan sifat
kimiawi molekul. Norman Foster Ramsey, Jr merupakan anggota tim Rabi yang
pertama dan berhasil menemukan magnetic moment proton dan deutron dan spektrum
radio frekuensi hidrogen dalam berbagai medan magnet. Dia juga merupakan orang
pertama yang menemukan pengukuran waktu relaksasi NMR dan berkontribusi besar
dalam pemahaman tentang mekanisme relaksasi NMR. Adapun Hahn berhasil
menemukan fenomena spin echo yang merupakan hal fundamental dalam analisis
kimiawi NMR dan NMR spektroskopi 2D. 3

Gambar 2. Edward Mills Purcell, Nicolaas Bloembergen, Erwin L. Hahn, Richard R.


Ernst (dari kiri ke kanan) 3

Pada tahun 1973, Paul Lauterbur (1929–2007), seorang profesor kimia di State
University of New York, menulis artikel di Nature tentang penggunaan gradien medan
magnet untuk membedakan signal NMR dari berbagai lokasi dengan
menggabungkannya dengan sebuah bentuk rekonstruksi dari proyeksi (yang biasa
digunakan pada CT scan). Teknik yang disebutnya zeugmatography (berasal dari
bahasa Yunani ‘zeugmo’ yang berarti kuk atau menggabungkan) ini mengubah NMR
spektroskopi satu dimensi menjadi dua dimensi, yang nantinya menjadi dasar MRI
modern. 4,5 Di tempat lain, Peter Mansfield di Nottingham, Inggris, mengembangkan
lebih jauh penggunaan gradien medan magnet. Mansfield menunjukkan bagaimana
sinyal dapat dianalisis secara matematis yang memungkinkan untuk mengembangkan
teknik pencitraan. Atas jasa keduanya dalam perkembangan MRI, pada tahun 2003
Paul C Lauterbur dan Peter Mansfield dianugerahi nobel di bidang fisiologi atau
kedokteran.5

(a) (b)
Gambar 3. (a) Paul Christian Lauterbur, (b)Sir Peter Mansfield 3
Pada awal tahun 1959, J. R. Singer dari University of California, Berkeley,
menyatakan bahwa NMR dapat digunakan sebagai modalitas noninvasif untuk
mengukur aliran darah secara in vivo. Pada tahun 1971 Raymond Damadian
menemukan bahwa jaringan tumor tikus menggambarkan peningkatan waktu relaksasi
jika dibandingkan dengan jaringan normal secara in vitro. Pada saat bersamaan,
perkembangan bidang ilmu kriogenik, studi tentang temperatur yang sangat rendah,
memungkinkan perkembangan magnet superkonduksi untuk seluruh tubuh.4 Pada
tahun 1977 Damadian dan koleganya dari State University of New York, membuat
desain magnet superkonduksi yang dioperasikan di laboratorium Brooklyn milik
mereka dan pada akhirnya menjadi imaging tubuh manusia pertama dengan
menggunakan NMR. Alat ini diberi nama ‘Indomitable’, yang kini tersimpan di
Smithsonian Institution, Washington, D.C.3,4

Gambar 4. Dr. Damadian dan ‘Indomitable’ di Smithsonian Institution 3

Damadian kemudian mencoba untuk menggunakan alat tersebut, namun tidak


ada sinyal yang diterima dari scanner. Adapun hasil pencitraan pertama yang berhasil
dibuat adalah milik Larry Minkoff pada tanggal 2 Juli 1977, sepuluh hari setelah
kegagalan Damadian. Gambar yang berhasil dibuat adalah cross-section dari dada
Minkoff, yang menunjukkan jantung, paru-paru, vertebra, dan otot-otot daerah dada
yang disebut ‘Mink 5’ dengan menghabiskan waktu 4 jam 45 menit. Atas jasanya,
pada tahun 1988 Damadian, bersama Paul C. Lauterbur, mendapat penghargaan
National Medal of Technology dari presiden Ronald Reagan.3
Gambar 5. NMR Spektrometer Damadian (kiri), ‘Mink 5’ (kanan) 3

Di Indonesia alat MRI pertama kali di pasang di RSCM, September 1990,


disusul RS Pertamina Desember 1990, baru kemudian diikuti oleh RS lainnya. Di
Makassar yaitu di RSWS, MRI pertama kali dipasang pada Oktober 2004, tetapi mulai
digunakan pada Januari 2005, yaitu MRI Hitachi Airis II dengan kekuatan 0,3 tesla.6

Gambar 6. MRI di RSWS

C. Jenis MRI
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari : 7
1. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit. MRI jenis
ini berupa silinder berdiameter 24-28 inchi sehingga tidak memberikan ruang
atau hanya memberi sedikit ruang bagi pasien. Dengan MRI kerangka tertutup
ini, pasien seperti ditempatkan dalam tabung besar selama 30-45 menit
sehingga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kecemasan, terutama bagi
pasien klaustrofobia.
2. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang
terbuka terbuka pada tiga sisi. MRI jenis ini didesain untuk mengurangi
kecemasan dan klaustrofobia sehingga menjadi pilihan bagi pasien anak, orang
tua, orang gemuk, dan pasien klaustrofobia.

Gambar 7. MRI kerangka tertutup dan kerangka terbuka 7

Adapun bila ditinjau dari kekuatan magnetnya, MRI terdiri dari : 4


1. MRI tesla tinggi (High Field Tesla) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
2. MRI tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – 1T
3. MRI tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T

D. Instrumen MRI
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari :
1. Sistem magnet
Sistem magnet berfungsi membentuk medan magnet. Agar dapat
mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang tipe magnet, efek
medan magnet, magnet shielding, dan shimming coil dari pesawat MRI tersebut.2
Terdapat 3 macam magnet MRI, yaitu :
1. Magnet tetap/permanen
Magnet tetap sama dengan suatu magnet batang. Sistem MRI yang
menggunakan suatu magnet tetap dapat dianggap suatu magnet batang yang besar,
dapat dibuat sampai 0,3 tesla.2 Ciri-ciri sistem MRI yang menggunakan magnet
tetap adalah sebagai berikut :2
a. Karena tidak ada daya listrik untuk menghasilkan medan magnet, biaya
pemakaian sangat rendah
b. Sistem sangat berat

Gambar 8. MRI tetap/permanen2


2. Magnet resistif
Magnet resistif dapat dianggap suatu magnet listrik. Magnet ini
menghasilkan medan magnet yang kuat dengan mengalirkan suatu arus listrik
yang besar melalui suatu kumparan tembaga, aluminium, atau materi yang lain
yang mempunyai hambatan listrik (electric resistance) rendah, kekuatan sampai
0,6 tesla.2 Ciri-ciri sistem magnet resistif adalah sebagai berikut :2
a. Termasuk tidak mahal
b. Gampang untuk menangani
c. Biaya pemakaian sangat tinggi karena :
1) Arus sebesar 200 A mengalir
2) Harus ada aliran air untuk pendinginan sistem, karena panas yang
terjadi sangat tinggi. 1

Gambar 9. MRI Resistif 2

3. Magnet superkonduktif
Magnet ini adalah suatu magnet listrik yang menggunakan suatu
kumparan sebagai materi dengan suatu gejala superkonduktif terjadi. Gejala
superkonduktif adalah bahwa hambatan listrik (electrical resistance) dari suatu
logam menjadi nol bila metal didinginkan dengan temperatur yang sangat rendah
(-272° C), dan temperatur pada saat tersebut disebut temperatur kritis (critical
temperature). Hambatan listrik menjadi nol berarti bahwa suatu arus besar dapat
mengalir dengan memakai tegangan (voltage) rendah beberapa volt. Magnet ini
biasa digunakan pada MRI tesla medium dan tinggi, dengan kekuatan 0,5-3 tesla.2
Ciri-ciri sistem MRI dengan magnet superkonduktif adalah sebagai berikut : 2
a. Pemakaian daya listrik sangat rendah dibandingkan dengan sistem magnet
kumparan.
b. Medan magnet yang kuat dapat dihasilkan karena arus listrik yang cukup
besar dapat dialirkan. Keuntungan medan magnet besar, homogenitas dan
kestabilan tinggi sehingga resolusi gambar menjadi lebih baik dan waktu
pemeriksaan lebih singkat.
c. Untuk mendapatkan temperatur yang sangat rendah, kumparan harus
dicelupkan ke dalam helium cair (-272 °C). Kekurangan dengan
menggunakan helium cair adalah sebagai berikut :
1) Tidak mudah untuk ditangani
2) Harga helium cair sangat mahal
3) Helium cair menguap pada kecepatan 0,6 sampai 0,7 liter/jam
4) Penggunaan kembali helium gas sesudah penguapan adalah sulit. 1

Gambar 10. Magnet superkonduktif MRI 2

2. Gradient coil
Ketika sistem MRI sedang tidak menghasilkan citra, medan magnet di
sepanjang tubuh pasien cukup homogen. Akan tetapi, ketika proses pencitraan
berlangsung, medan magnet akan mengalami distorsi akibat adanya gradien. Gradien
dihasilkan oleh gradient coils yang terdapat dalam magnet. Selama proses pencitraan,
gradien dinyalakan dan dimatikan berulang kali sehingga menghasilkan bunyi yang
berasal dari magnet. 8
Gradient coil berguna untuk membentuk citra dan karakteristik ruang dengan
menghasilkan irisan dan voxel. Gradient coil menghasilkan gradien (variasi medan
magnet di sepanjang tubuh pasien) pada medan magnet Bo. Kekuatan gradien
dinyatakan dalam perubahan kekuatan medan magnet per unit jarak (militesla per
meter).8 Gradient coil telah mengalami banyak perkembangan dari waktu ke waktu.
Sistem gradien terdahulu memiliki kekuatan gradien maksimum 10mT/m dan waktu
pergantian yang lebih lambat. System gradien terbaru memiliki kekuatan gradient
100mT/m dan waktu pergantian (slew rate) yang lebih cepat yaitu 150mT/m/ms.
Angka ini dapat mengizinkan sistem untuk memperoleh citra dengan ketebalan 0,7mm
pada system 2D dan 0,1mm pada 3D.9
Gradient coil terdiri dari tiga buah kumparan koil, yaitu :1,2
a. Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagital
b. Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal
c. Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial. Bila gradien koil X, Y
dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik.
3. Sistem radiofrekuensi
Sistem ini berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frekuensi serta
mendeteksi sinyal. MRI menggunakan sinyal radio frekuensi untuk mengirimkan citra
dari tubuh pasien. Energi radio frekuensi yang digunakan adalah radiasi non-ionisasi.
Pulsa radio frekuensi yang diberikan pada tubuh pasien diserap oleh jaringan dan
diubah menjadi panas. Sejumlah kecil energi dipancarkan oleh tubuh sebagai sinyal
untuk menghasilkan gambar. Sinyal radio frekuensi menyediakan informasi (data)
yang akan direkonstruksi oleh komputer. Namun demikian gambar yang dihasilkan
adalah gambaran dari sinyal radio frekuensi dengan intensitas yang berbeda-beda yang
diproduksi oleh jaringan yang berbeda pula.8
Koil radio frekuensi berguna sebagai antena untuk mentransmisikan dan
menerima sinyal dari tubuh pasien. Terdapat berbagai desain koil yang berbeda untuk
tiap bagian tubuh, namun secara umum dibedakan menjadi volume dan surface coil.
Seperti namanya, surface coil dipasang dipermukaan objek yang akan diperiksa. Koil
ini terbuat dari kumparan kabel dengan kapasitor. Surface coils lebih populer karena
hanya berfungsi sebagai receive coil dan memiliki signal-to-noise ratio yang lebih
baik. Volume coil bebentuk cukup lebar dan dapat dipasang menutupi seluruh tubuh,
ataupun hanya mengelilingi bagian tubuh tertentu, seperti kepala atau ekstremitas.
Jenis yang paling banyak digunakan adalah birdcage coil.10

Gambar 11. Contoh radiofrequency coil 11

Terdapat banyak sumber radio frekuensi, seperti sinar fluoresen, motor listrik,
peralatan medis, dan alat komunikasi radio. Energi radio frekuensi yang terdapat di
lingkungan dapat ditangkap oleh receiver dan dapat mengganggu kualitas gambar
yang dihasilkan. Oleh karena itu, ruangan MRI sendiri harus memiliki pelindung
(shielding) dari hal tersebut. Ruangan dapat dilindungi dengan mengelilinginya
lembaran metal dan kabel tembaga. Prinsip pelindung ini adalah sinyal radiofrekuensi
tidak dapat memasuki ruangan MRI. Ketebalan pelindung tidak menjadi faktor yang
berpengaruh. Hal yang terpenting adalah ruangan harus tertutup secara sempurna oleh
material pelindung.8
4. Sistem komputer
Sistem ini berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol semua
komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra.8
a. Acquisition Control
Langkah pertama adalah akuisisi sinyal radio frekuensi dari tubuh pasien.
Proses akuisisi ini terdiri dari banyak pengulangan siklus imaging. Siklus ini
terdiri dari transmisi sinyal radio frekuensi ke tubuh pasien, aktivasi gradien, dan
pengumpulan sinyal radio frekuensi. Akan tetapi, satu siklus tidak menghasilkan
sinyal data yang cukup untuk menghasilkan gambar. Oleh karena itu, proses ini
harus diulang beberapa kali untuk menghasilkan gambar. Waktu yang
diperlukan untuk menghasilkan gambar ditentukan oleh durasi siklus imaging
atau cycle repetition time -yang disebut TR- dan jumlah dari siklus itu sendiri.
Semakin banyak siklus, semakin bagus gambar yang dihasilkan.8
b. Image Reconstruction
Data sinyal radio frekuensi yang dikumpulkan selama proses akuisisi
belum berbentuk gambar. Namun demikian, komputer dapat menggunakan data
tersebut untuk merekonstruksi sebuah gambar. Proses ini merupakan suatu
proses matematika yang dikenal sebagai Fourier transformation.8
c. Image Storage and Retrieval
Gambar yang telah direkonstruksi akan disimpan dalam komputer dan
dapat dilihat kembali. Jumlah gambar yang dapat disimpan bergantung pada
kapasitas media penyimpanan.8
d. Viewing Control and Post Processing
Komputer merupakan komponen yang dapat mengatur gambaran suatu
citra. Hal ini memungkinkan pengguna untuk memilih tampilan pencitraan
spesifik seperti windowing (kontras) dan zooming (magnifikasi). Beberapa
aplikasi juga dapat digunakan untuk mengubah karakteristik gambar yang telah
direkonstruksi, reformat gambar, atau mengganti tampilan gambar untuk
memperoleh tampilan spesifik region anatomi tertentu.8
5. Sistem pencetakan citra
Sistem ini berfungsi untuk mencetak gambar.1,2

Gambar 12. Instrumen MRI


E. Prinsip Kerja MRI
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air (H2O) yang mengandung 2 atom
hidrogen yang memiliki nomor atom ganjil (1) yang pada intinya terdapat satu proton.
Inti hidrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia
yaitu 1019 inti/mm3, memiliki konsentrasi tertinggi dalam 100 mmol/kg jaringan dan
memiliki gaya magnetik terkuat dari elemen lain. Dalam aspek klinisnya, perbedaan
jaringan normal dan tidak normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan
air (proton hidrogen) dari jaringan tersebut. Proton-proton memiliki perilaku yang
hampir sama dengan perilaku sebuah magnet sebab proton merupakan suatu partikel
yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya (spin)
secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka
disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat
diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil (bar magnetic).4,12,13
Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat berada di luar medan magnet
mempunyai arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat
diletakkan dalam alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah medan
magnet. Demikian juga arah spinning dan precessing akan sejajar dengan arah medan
magnet. Saat diberikan frekuensi radio, maka atom H akan mengabsorpsi energi dari
frekuensi radio tersebut. Kemudian inti atom Hidrogen tadi dapat berpindah dari
tingkat energi rendah kepada tingkat energi tinggi jika mendapatkan energi yang tepat
yang disebut sebagai energi Larmor. Akibatnya dengan bertambahnya energi, atom H
akan mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi oleh
besar dan lamanya energi radio frekuensi yang diberikan. Sewaktu radio frekuensi
dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan arah medan magnet. Pada saat
kembali inilah, atom H akan memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi
yang berupa sinyal tersebut dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat.
Selanjutnya komputer akan mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal
yang diperoleh dari berbagai irisan.1,4,14,15
Prinsip kerja MRI adalah interaksi antara gelombang frekuensi radio dan spin
inti hidrogen jaringan tubuh ketika dimasukkan ke dalam medan magnit yang kuat.
Apabila radio frekuensi dihidupkan (on), dengan frekuensi yang sama dengan atom
hidrogen, energi yang dipancarkan akan diserap oleh inti atom hidrogen sehingga
terjadi magnetisasi longitudinal dan transversal, dengan perkataan lain terjadi
resonansi. Apabila radio frekuensi dimatikan maka energi yang diserap akan
dilepaskan kembali dan inti atam hidrogen yang mengalami resonansi tadi akan
kembali kepada keadaan semula atau mengalami relaksasi. Waktu yang diperlukan
untuk kembali kepada keadaan semula disebut waktu relaksasi. Waktu untuk kembali
kepada keadaan semula longitudinal magnetisasi disebut waktu relaksasi T1. Waktu
untuk kembali kepada keadaan semula transversal magnetisasi disebut waktu relaksasi
T2.1,4,14,15
Kualitas citra MRI ditentukan oleh intensitas sinyal yang dipancarkan oleh
jaringan tubuh setelah masuk ke dalam medan magnet. Intensitas sinyal ditentukan
oleh berbagai hal yaitu besarnya medan magnet, jumlah atom hidrogen yang ada pada
jaringan, apabila jaringan mempunyai atom hidrogen yang banyak maka intensitas
sinyal yang dikeluarkan juga kuat. Selain itu, intensitas sinyal juga dipengaruhi oleh
waktu relaksasi longitudinal T1 dan waktu relaksasi tranversal T2.16
a. Proses Terjadinya Sinyal MRI
1) Fase presesi dan frekuensi larmor jaringan
Di dalam medan magnet eksternal inti atom akan mengalami gerakan
perputaran menyerupai gerakan sebuah gasing. Gasing berputar di atas sumbu
bidang vertikal yang bergerak membuat bentuk seperti sebuah kerucut. Gerakan ini
disebut dengan presesi. Frekuensi presesi ini besarnya sebanding dengan kekuatan
medan magnet eksternal dan nilai gyromagnetic inti atom. Apabila atom dengan
frekuensi gyromagnetic yang berbeda berada dalam suatu medan magnet eksternal
yang sama maka masing-masing atom mempunyai frekuensi presesi yang
berbeda. Sebaliknya walaupun atomnya sama (misalnya atom hidrogen), namun
bila diletakkan dalam medan magnet eksternal dengan kekuatan yang berbeda
maka akan menghasilkan frekuensi presesi yang berbeda pula. Inti atom hidrogen
mempunyai frekuensi presesi 42,6 MHz/Tesla. Frekuensi presesi ini disebut juga
dengan frekuensi Larmor jaringan.4,12,13
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV (Net Magnetization Vector) spin
pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin sekunder atau
gerakan NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut precession, dan
menyebabkan momen magnetik bergerak secara sirkuler mengelilingi Bo. Jalur
sirkulasi pergerakan itu disebut precessional path dan kecepatan gerakan NMV
mengelilingi Bo disebut frekuensi presesi.4,12,13
Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hidrogen tergantung pada
kuat medan magnet yang diberikan pada jaringan. Semakin kuat medan semakin
cepat presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnet
disebut dengan frekuensi Larmor yang mengikuti persamaan :
ω=γB
dimana:
ω adalah frekuensi presesi Larmor proton (MHz)
γ adalah properti inti gyromagnetik proton hidrogen (MHz/Tesla)
B adalah medan magnet eksternal (Tesla) 2,3,10,11,12,13,14

Gambar 13. Spin dan Presesi Proton Hidrogen 10,11,13


2) Fase resonansi
Resonansi adalah peristiwa bergetarnya suatu materi akibat getaran materi
lain yang mempunyai frekuensi yang sama. Dalam MRI resonansi merupakan
peristiwa perpindahan energi dari pulsa RF (radio frekuensi) ke proton hidrogen
karena kesamaan frekuensi. Karena adanya penyerapan energi dari RF inilah pada
dasarnya yang mengakibatkan terjadinya magnetisasi transversal sehingga
magnetisasi yang diakibatkan oleh pembangkit magnet eksternal dapat diukur
berupa pulsa signal MRI. Signal MRI dikenal dengan FID (free induction
decay).4,12,13
Resonansi terjadi bila atom hidrogen dikenai pulsa RF yang memiliki
frekuensi yang sama dengan frekuensi Larmor atom hidrogen tersebut. Normalnya
tubuh manusia mempunyai muatan magnet yang arahnya acak sehingga NMV
nilainya nol, Apabila tubuh manusia dimasukkan dalam medan magnet eksternal
yang sangat kuat sebagaimana pada pemeriksaan MRI, maka akan terjadi
magnetisasi longitudinal pada inti-inti atom hidrogen. Magnetisasi longitudinal ini
sangat kecil bila dibandingkan dengan kuat medan magnet eksternal dari pesawat
MRI dan oleh karenanya belum dapat diukur. Untuk dapat mengetahui besarnya
magnetisasi inti-inti atom hidrogen maka inti-inti atom hidrogen harus mempunyai
magnetisasi yang arahnya berbeda dengan medan magnet eksternal. Resonansi
pulsa RF mengakibatkan terjadinya magnetisasi transversal yang secara vektor
mempunyai arah berbeda dengan medan magnet eksternal sehinga memungkinkan
dilakukannya pengukuran NMV.4,12,13
Untuk dapat terjadi proses resonansi maka besarnya frekuensi RF harus
disesuaikan dengan kekuatan medan magnet eksternal dan frekuensi Larmor
jaringan. Agar resonansi terjadi pada atom hidrogen pada medan magnet eksternal
dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 Gauss), maka frekuensi RF yang diberikan adalah
42.6 MHz sedang untuk medan magnet eksternal dengan kekuatan 1.5 Tesla
diperlukan 63.2 MHz. Hasil dari peristiwa resonansi adalah adanya perubahan arah
NMV pada magnetisasi longitudinal ke arah magnetisasi transversal dan magnetik
moment menjadi dalam keadaan in phase. Peristiwa resonansi ini pada dasarnya
adalah suatu transfer energi dari gelombang RF ke inti atom hidrogen yang
mengalami magnetisasi oleh pembangkit magnet eksternal.4,12,13
Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka terjadi pula keadaan in phase
pada bidang transversal sehingga akan terjadi induksi dari medan magnet terhadap
koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan lemahnya magnetisasi
pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan signal MRI dan
berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila signal MRI kuat
maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau hiperintens, sedangkan
apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau hipointens.4,12,13
Bila pulsa RF dihentikan, magnetik moment pada bidang transversal yang
dalam keadaan in phase akan mengalami dephase kembali sehingga magnetisasi
pada bidang transversal akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga
akan semakin melemah yang dikenal dengan sinyal FID. 10,11,13
3) Fase relaksasi
Setelah RF diberikan dan terjadi peristiwa resonansi maka pulsa lalu
dihentikan (off) maka NMV kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi. Ada
dua fenomena yang terjadi pada peristiwa relaksasi, yaitu jumlah magnetisasi pada
bidang longitudinal meningkat kembali atau recovery dan pada saat yang sama
jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh yang dikenal dengan
decay.4,12,13
Recovery magnetisasi longitudinal disebabkan oleh suatu proses yang
disebut dengan T1 recovery, dan decay pada magnetisasi transversal disebabkan
suatu proses yang disebut dengan T2 decay. T1 recovery disebabkan oleh karena
nuklei memberikan energinya pada lingkungan sekitarnya atau lattice, sehingga
disebut juga dengan Spin-Lattice Relaxation. Energi yang dibebaskan ke
lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan
semakin lama semakin menguat dengan waktu recovery yang disebut waktu
relaksasi T1. T1 didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk
mencapai pemulihan magnetisasi longitudinal hingga mencapai 63% dari nilai
awalnya.4,12,13
Sebagai contoh adalah lemak dan cairan cerebrospinal. Lemak
memiliki waktu relaksasi T1 yang pendek sekitar 180 ms sedangkan cairan
cerebrospinal memiliki waktu relaksasi T1 cukup panjang berkisar 2000 ms.
Sehingga waktu relaksasi T1 lemak lebih cepat dibandingkan dengan waktu
relaksasi cairan cerebrospinal. Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan
dengan waktu relaksasi T1 pendek (lemak) akan tampak terang (hiperintens) dan
jaringan dengan waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak
lebih gelap (hipointens). 4,12,13
Relaksasi T2 disebabkan oleh adanya pertukaran energi antara inti atom
hidrogen dengan inti atom di sekitarnya. Pertukaran energi antar nuklei ini dikenal
dengan Spin-Spin Relaxation dan akan menghasilkan decay pada magnetisasi
transversal. Waktu yang diperlukan suatu jaringan untuk kehilangan energinya
hingga 37% dikenal dengan waktu relaksasi T2. Waktu relaksasi T2 akan lebih
pendek dari pada waktu relaksasi T1. Pada pembobotan T2 dengan waktu relaksasi
T2 panjang (seperti cairan cerebrospinal sekitar 300 ms) akan tampak terang
(hiperintens) dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar
90 ms) akan tampak lebih gelap (hipointens).4,12,13
Gambar 14. Prinsip Kerja MRI 17

b. Penilaian MRI
TR (Repetition Time) adalah waktu pengulangan aplikasi pulsa RF terhadap
aplikasi pulsa RF berikutnya, dengan satuan millisecon (ms). TR akan menentukan
waktu relaksasi T1 yang akan terjadi. TR yang digunakan dalam MRI bisa dipilih oleh
radiografer mulai berkisar 200 ms hingga lebih dari 2000-4000 ms tergantung pada
teknik pembobotan yang dipilih. TE (Echo Time) adalah waktu antara eksitasi pulsa
dengan echo yang
terjadi. Echo dihasilkan dari aplikasi pulsa RF 90 sampai dengan sinyal terkuat
dari aplikasi rephase pulsa RF 180 saat menginduksi koil. Waktu TE dapat diubah
tergantung pembobotan citra yang dikehendaki. Waktu TE berkisar antara 10-20 ms
hingga lebih dari 80-100 ms.4,12,13

Gambar 15. TR dan TE


Kontras citra pada MRI dibentuk oleh perbedaan gelap dan terang yang
diakibatkan karena perbedaan kuat signal MRI. Signal MRI yang kuat akan
mengakibatkan bayangan terang atau dikatakan hiperintens, sedangkan signal MRI
yang lemah akan menyebabkan bayangan yang gelap atau hipointens. Suatu daerah
yang diperiksa bisa menjadi hiperintens atau hipointens tergantung pada pembobotan
citra yang dipilih. Secara umum ada tiga pembobotan citra yaitu: T1-Weighted Image,
T2-Weighted Image, dan proton density. 4,12,13

1) Kontras Citra T1 -Weighted Image


Pada pembobotan T1 WI diberikan TR yang cukup pendek sehingga baik
jaringan lemak maupun air tidak cukup waktu untuk dapat kembali recovery pada
nilai magnetisasi awal (B0), dengan demikian terjadi perbedaan yang cukup besar
pada signal MR dari air dan lemak. Pada T1WI air mempunyai signal yang lemah
sehingga memiliki gambaran yang kurang terang, gelap atau hipointens, sedangkan
lemak mempunyai signal yang lebih kuat sehingga memiliki gambaran yang lebih
terang atau hiperintens. 4,12,13
Waktu relaksasi T1 lemak lebih pendek (180 ms) dari pada waktu relaksasi
T1 air (2500 ms), maka recovery lemak akan lebih cepat dari pada air sehingga
komponen magnetisasi lemak pada bidang longitudinal lebih besar dari pada
magnetisasi longitudinal pada air.
Dengan demikian lemak memiliki intensitas sinyal yang lebih tinggi dan
tampak terang pada kontras citra T1. Sebaliknya air akan tampak dengan intensitas
sinyal yang rendah dan tampak gelap pada kontras citra T1. Citra yang demikian
itu (lemak tampak terang dan air tampak gelap) dalam MRI dikenal dengan T1-
Weighted Image (T1WI). Jadi untuk menghasilkan kontras citra T1WI, dipilih
parameter waktu TR yang pendek (berkisar antara 300-600 ms) dan waktu TE yang
pendek (berkisar antara 10 -20 ms). 4,12,13

(a) (b) (c)


Gambar 16. (a) T1WI cerebri potongan axial, (b) T1WI genu potongan
coronal, (c) T1WI lumbal spine potongan sagital19
2) Kontras Citra T2-Weighted Image
Pada pembobotan T2WI air mempunyai signal yang lebih kuat sehingga
memiliki gambaran lebih terang atau hiperintens sedangkan lemak mempunyai
signal yang lebih lemah sehingga memiliki gambaran yang lebih kurang terang,
gelap atau hipointens. Hal ini disebabkan pada pembobotan T2 WI diatur TE yang
cukup panjang sehingga baik air maupun lemak cukup waktu untuk mengalami
decay dan mengakibatkan terjadinya perbedaan signal yang cukup besar. 4,12,13
Karena waktu relaksasi T2 lemak (90 ms) lebih
pendek dari pada air (2500 ms), maka komponen magnetisasi transversal
lemak akan decay lebih cepat dari pada air sehingga akan menghasilkan intensitas
sinyal yang kuat dan akan tampak terang pada kontras citra T2. Sebaliknya
magnetisasi transversal pada lemak lebih kecil dan menghasilkan citra intensitas
rendah dan tampak gelap pada kontras citra T2. Citra yang demikian itu (lemak
tampak gelap dan air tampak terang) dalam MRI dikenal dengan T2-Weighted
Image (T2 WI). Jadi untuk menghasilkan kontras citra T2 WI, dipilih waktu TR yang
panjang (800 ms hingga 2000 ms atau lebih) dan waktu TE yang panjang (lebih dari
80 ms).4,12,13

(a) (b)
Gambar 17. (a) T2WI wrist potongan axial, (b) T2WI thoracal potongan
sagital19

3) Kontras Citra Proton Density-Weighted Image


Apabila diberikan TR cukup panjang maka baik air maupun lemak akan
sama-sama mempunyai cukup waktu untuk mengalami recovery menuju
magnetisasi longitudinal awal sehingga menghilangkan gambaran pembobotan T1.
Apabila pada saat yang bersamaan juga diberikan TE yang sangat pendek maka
tidak cukup waktu bagi air maupun lemak untuk terjadinya relaksasi transversal
sehingga menghilangkan gambaran pembobotan T2. Dengan demikian apabila TR
panjang dan TE pendek maka gambaran yang terjadi bukan T1 WI ataupun T2 WI.
Gambaran yang terjadi semata mata diakibatkan oleh perbedaan densitas atau
kerapatan proton, yaitu jumlah proton persatuan volume. Suatu area dengan
kerapatan proton yang tinggi akan memberikan gambaran yang terang atau
hiperintens sebaliknya suatu area dengan kerapatan proton yang rendah akan
tampak gelap atau hipointens. 4,12,13
Gambaran Proton Density-Weighted Image (PDWI) bergantung dari
banyak sedikitnya jumlah proton per unit volume. Kontras citra diperoleh
berdasarkan perbedaan banyak sedikitnya proton pada masing-masing jaringan.
Misalnya jaringan otak dengan proton yang tinggi akan menghasilkan komponen
magnetisasi transversal besar dan tampak terang pada kontras citra PDWI.
Sedangkan tulang memiliki proton yang rendah dan tampak gelap pada kontras citra
PDWI. Untuk memilih kontras citra PDWI, diatur dengan waktu TR yang panjang
dan waktu TE yang pendek 4,12,13

(a) (b)
Gambar 18. (a) DWI kepala potongan axial, (b) DWI genu potongan axial19

F. Kelebihan dan kekurangan MRI


Perangkat MRI merupakan modalitas yang dapat membantu menegakkan
diagnosis penyakit. MRI memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan alat
pencitra radiologi yang lain, yaitu : 1,16
1. Jika dibandingkan secara khusus dengan CT Scan, MRI lebih unggul untuk
mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum
tulang, serta muskuloskeletal. MRI memberikan resolusi yang tinggi dan
kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam untuk
mendeteksi lesi-lesi patologis di daerah white matter
2. Tidak merusak kesehatan pada penggunaan yang tepat
3. Banyak pemeriksaan yang dapat dikerjakan tanpa memerlukan zat kontras
4. MRI mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas
5. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi
dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan
6. Potongan yang dihasilkan dapat 3 dimensi (aksial, koronal, dan sagital) tanpa
merubah posisi pasien dan malah banyak potongan dapat dibuat hanya dalam
satu waktu (dapat membuat lebih dari 8 potongan sekaligus).
7. MRI tidak menggunakan radiasi pengion sehingga kekhawatiran timbulnya
efek biologis, mutasi gen, dan terjadinya keganasan akibat radiasi pengion di
kemudian hari dapat dihindarkan.

Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, MRI juga memiliki kekurangan,


yaitu 18
1. Alat mahal
2. Waktu pemeriksaan cukup lama
3. Pasien yang mengandung metal tidak dapat diperiksa terutama alat pacu
jantung, sedangkan pasien dengan wire dan stent maupun pen boleh diperiksa
4. Pasien klaustrofobi (takut ruang sempit) memerlukan anestesi umum
5. Terdapat beberapa efek samping minor selama pemeriksaan MRI seperti
stimulasi otot atau nervus yang sering dialami berupa gerakan involunter otot
yang tidak berbahaya, kecuali jika disertai nyeri, dan rasa panas pada bagian
tubuh.
G. Persiapan Penderita
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan MRI,
yaitu1,12,18
1. Gangguan terhadap benda-benda yang diproses dengan gelombang
elektromagnetik, misalnya kartu kredit, pita magnetik, data disket, jam
analog. Data-data pada benda-benda ini bila dekat dengan medan magnet
akan dihapus
2. Benda-benda yang bersifat feromagnetik disekitarnya akan ditarik ke dalam
medan magnet dengan kecepatan yang cukup besar, sehingga orang yang
medekati medan magnet harus bebas dari benda-benda ferromagnetic.
Kejadian ini tergantung kuatnya medan magnetic bila kekuatan medan
magnetic <0,1 tesla biasanya dapat diabaikan.
3. Implan feromagnetik yang ditanam pada penderita seperti alat pacu jantung
dapat terpengaruh, karena itu tidak boleh mendekati medan magnet.
4. Anastesi general kadang-kadang diperlukan pada anak-anak penderita
gelisah. Namun harus diperhatikan bahwa benda-benda anestesi yang terbuat
dari logam dapat membahayakan disamping mempengaruhi gambar.
5. Pemeriksaan MRI membutukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan
dengan foto polos atau CT Scan, sehingga perlu diberitahukan kepada
keluarga yang menunggu dan penderita yang akan diperiksa sebelum
pemeriksaan dimulai, demikian juga dengan suara gaduh dari mesin MRI
perlu diberitahukan pada penderita. Keresahaan akan mengakibatkan grakan
yang mebuat gambar tidak dapat dibaca dan perlunya pengulangan yang akan
menambah waktu pemeriksaan.
Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak dapat
berjalan (non ambulatory) juga lebih kompleks dibandingkan pemeriksaan imaging
lainnya. Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan “on”
sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan, dimana benda-benda
feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien atau personil lainnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, meja pemeriksaan MRI dibuat mobile,
dengan tujuan pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan dan
dapat segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain itu
meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat penanganan
pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya selesai. Upaya untuk
kenyamanan pasien diberikan, antara lain dengan penggunaan earplugs bagi pasien
untuk mengurangi kebisingan, penggunaan penyangga lutut/tungkai, pemberian
selimut bagi pasien, dan pemberian tutup kepala.1,2
Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal
berikut. Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia dan
lain-lain, mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek yang akan diperiksa.
Memilih jenis koil yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya untuk
pemeriksaan kepala digunakan head coil, untuk pemeriksaan tangan, kaki dan tulang
belakang digunakan surface coil. Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk citra
anatomi dipilih parameter yang repetition time dan echo time pendek sehingga
pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna hitam. Untuk
citra patologis dipilih parameter yang repetition time dan echo time panjang, sehingga
misalnya untuk gambaran cairan serebro spinalis dengan konsentrasi hidrogen tinggi
akan tampak berwarna putih. Untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang time
repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan
konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu. Untuk mendapatkan hasil
gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet (land marking patient) sehingga
coil dan bagian tubuh yang diamati harus sedekat mungkin ke center magnet, misalnya
pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet pada hidung. Untuk menentukan bagian tubuh
dibuat Scan Scout (panduan pengamatan), dengan parameter, ketebalan irisan dan
jarak antar irisan serta format gambaran tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi
dari sejumlah sinar yang telah diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV monitor,
maka dibuat pengamatan-pengamatan berikutnya sesuai dengan kebutuhan.1,2

H. Kontras
Pada umumnya pemeriksaan MRI dapat dilakukan tanpa menggunakan zat
kontras. Akan tetapi pada keadaan tertentu, seperti pada tumor, diperlukan zat kontras
untuk mengetahui bagaimana vaskularisasi dari tumor tersebut. Zat kontras terdiri atas
unsur atom Gadolinium (Gd 3+). Unsur ini mangandung 7 elektron yang terpisah
sehingga mempunyai tenaga magnet yang besar. Saat kini dengan ditambah DTPA
(diethylene triamine pentaacetic acid). Gd-DTPA ini disuntikkan intravena dengan
dosis 0,1 mmol/kgbb = 0,2 ml/kgbb. Bila pasien beratnya 50 kg maka cukup 10 ml
kontras. Yang dinilai ada atau tidaknya penyangatan (enhancement) dari kontras
tersebut. Dibandingkan antara T1 sebelum kontras dan dan T1 sesudah kontras. Pada
umumnya potongan sesudah kontras 3 dimensi, aksial, koronal, dan sagital.14,16
Senyawa pengontras Gd-DTPA mempunyai keterbatasan yaitu Gd-DTPA
mempunyai berat molekul yang kecil sehingga cepat keluar dari tubuh melalui
ginjal/urin dan melalui feses. Lebih jauh senyawa pengontras Gd-DTPA tidak dapat
masuk ke dalam sel sasaran sehingga citra yang dihasilkan tidak spesifik, yaitu tidak
dapat membedakan dengan jelas suatu kelainan apakah suatu tumor ganas, tumor
jinak, atau inflamasi.1
Agar mendapatkan pencitraan yang spesifik senyawa pengontras yang biasa
dipakai yaitu Gd-DTPA dikonjugasikan dengan antibodi supaya terjadi pengikatan
antara antigen reseptor dengan antibodi yang ada pada senyawa pengontras. Untuk
memperkuat ikatan senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan
senyawa kimia lain, yaitu dendrimer merupakan senyawa kimia yang secara fisik
berbentuk seperti pohon mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino
sehingga dapat mengikat kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat
antibodi. Dengan adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras menjadi suatu
senyawa makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh
dan mempunyai relaksivitas yang tinggi. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi
maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan Gd DTPA.1
Indikasi utama penggunaan Gd-DTPA adalah sebagai berikut:
1. Otak
a. Lesi multipel, misalnya metastasis, multipel sklerosis
b. Selected tumours, misalnya neuroma akustik, meningioma
c. Tumor residual/rekurens
2. Tulang belakang
a. Metastasis : intraspinal, CSF
b. Tumor rekurens
c. Membedakan prolaps diskus rekuren dengan fibrosis post operasi
d. Infeksi
e. Selected tumours, misalnya neurofibroma
3. Sistem muskuloskeletal : tumor-tumor jaringan lunak

Anda mungkin juga menyukai