Anda di halaman 1dari 4

ABDULLAH AL MAKMUN

Disusun Oleh :

Nama : Sholeh
No. Absen : 33
Kelas : VIII-B

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2 TUBAN


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
A. Riwayat Hidup
Al-Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin Ar-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H,
tepat pada malam jum’at di pertengahan bulan Rabi’ul Awwal. Pada malam itu
bersamaan dengan kematian Al-Hadi dan digantikan oleh ayahnya, Ar-Rasyid. Ibunya
adalah mantan budak yang kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil, dia
meninggal saat masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al-Ma’mun, sejak kecil
Al-Ma’mun telah belajar banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari
Hasyim, dari Ibad bin Al-Awam, dari Yusuf bin ‘Athiyyah, dari Abu Mu’awiyah adh-
Dharir, dari Ismail bin ‘Aliyah, Hajjaj Al-A’war dan Ulama-ulama lain di zamannya.
Al-Yazidi adalah orang yang menggemblengnya. Dia sering kali mengumpulkan
para fukaha dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas
dalam masalah fiqih, ilmu bahasa arab, dan Sejarah umat manusia. Saat dia menjelang
dewasa, dia banyak bergelut dengan ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang
di yunani sehingga membuatnya menjadi seorang pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu
filsafat yang dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yang menyatakan bahwa Al-
Qur’an adalah makhluk.
Dia adalah tokoh Bani Abbasiyyah yang paling istimewa dalam kemauannya yang
kuat, kesabaran, keluasan ilmu, kecemerlangan ide, kecerdikan, kewibawaan, keberanian
dan ketolerannya. Dia memiliki kisah hidup panjang yang penuh dengan kebaikan-
kebaikan. Sayangnya jejak kehidupannya yang demikian baik sedikit tercemari dengan
peristiwa yang menggemparkan saat dia mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Tidak seorang pun dari khalifah Bani Abbasiyyah yang lebih pintar darinya. Dia
adalah seorang pembicara yang fasih dan singa podium yang lantang. Tentang
kefasihannya dia berkata, “Juru bicara mu’awiyah adalah ‘Amr bin Ash, juru bicara
Abdul Malik adalah Hajjaj, dan juru bicara saya adalah diri saya sendiri.” Disebutkan
bahwa di dalam Bani Abbas itu ada Fatihah (pembuka), wastilah (penengah), dan
Khatimah (penutup). Adapun pembukanya adalah As-Saffah, penengahnya adalah Al-
Makmun dan penutupnya adalah Al-Mu’tadhid.

B. Perluasan Daerah Islam Selama Pemerintahan Al-Ma’mun


Al-Makmun Khalifah Penyokong Ilmu Pengetahuan dan menempatkan para
intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Di era kepemimpinannya, Ke
khalifahan Abbasiyah menjelma sebagai adikuasa dunia yang sangat disegani. Wilayah
kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di Barat hingga Tem
bok Besar Cina di Timur. Dalam dua dasawarsa kekuasaannya, sang khalifah juga
berhasil menjadikan dunia Islam sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan peradaban di
jagad raya.
Khalifah Abbasiyah ketujuh yang mengantarkan dunia Islam pada puncak penca
paian itu bernama Al-Ma’mun. Ia di kenal sebagai figur pemimpin yang dianuge rahi
intelektulitas yang cemerlang. Ia menguasai beragam ilmu pengetahuan. Kemampuan dan
kesuksesannya mengelola pemerintahan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah
peradaban Islam.
Berkat inovasi gagasannya yang brilian, Baghdadibu kota Abbasiyah menjadi pusat
kebudayaan dunia. Sang khalifah sangat menyokong perkembangan aktivitas keilmuan
dan seni. Perpustakaan Bait Al-Hikmah yang didirikan sang ayah, Khalifah Harun Ar-
Rasyid disulapnya menjadi sebuah universitas virtual yang mampu menghasilkan sederet
ilmuwan Muslim ng melegenda.
Khalifah yang sangat cinta dengan ilmu pengetahuan itu mengundang para ilmuwan
dari beragam agama untuk datang ke Bait Al-Hikmah. Al-Ma’mun menempatkan para
intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Para filosof, ahli bahasa,
dokter, ahli fisika, matematikus, astronom, ahli hukum, serta sarjana yang menguasai
ilmu lainnya digaji dengan bayaran yang sangat tinggi.
Dengan insentif dan gaji yang sangat tinggi, para ilmuwan itu dilecut sema ngatnya
untuk menerjemahkan beragam teks ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa seperti
Yunani, Suriah, dan San sekerta. Demi perkembangan ilmu pengetahuan, Al-Ma’mun
mengirim seorang utusan khusus ke Bizantium untuk mengumpulkan beragam munuskrip
termasyhur yang ada di kerajaan itu untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.Ketika
Kerajaan Bizantium bertekuk lutut terhadap pemerintahan Islam yang dipimpinnya, sang
khalifah memilih untuk menempuh jalur damai. Tak ada penjarahan terhadap kekayaan
intelektual Bizantium, seperti yang dilakukan peradaban Barat ketika menguasai dunia
Islam. Khalifah Al-Ma’mun secara baikbaik meminta sebuah kopian Almagest atau al-
kitabu-l-mijisti (sebuah risalah tentang matematika dan astronomi yang ditulis Ptolemeus
pada abad kedua) kepada raja Bizantium.

C. Sistem Ketatanegaraan Al-Makmun


Al-Makmun pengganti Ar-Rasyid, dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya penerjemahan buku-buku asing digalakkan.
Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani beliau Menggaji penerjemah-penerjemah dari
golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah,
salah satu karyanya yang terpenting adalah pembangunan bait al-hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Pada masa Al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah Al-
Makmun memperluas Baitul Hikmah (Darul Hikmah) yang didirikan ayahnya, Harun Ar-
Rasyid, sebagai Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas
menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakaan, dan tempat penelitian. Lembaga ini
memiliki ribuan buku ilmu pengetahuan.Lembaga lain yang didirikan pada masa Al-
Makmun adalah Majalis Al-Munazharah sebagai lembaga pengkajian keagamaan yang
diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana khalifah. Lembaga ini
menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di mana Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak keemasan Islam.
Sayangnya, pemerintahan Al-Makmun sedikit tercemar lantaran ia melibatkan diri
sepenuhnya dalam pemikiran-pemikiran teologi liberal, yaitu Muktazilah. Akibatnya,
paham ini mendapat tempat dan berkembang cukup pesat di kalangan masyarakat.
Kemauan Al-Makmun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tidak mengenal
lelah. Ia ingin menunjukkan kemauan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat
tradisi Yunani. Ia menyediakan biaya dan dorongan yang kuat untuk mencapai kemajuan
besar di bidang ilmu. Salah satunya adalah gerakan penerjemahan karya-karya kuno dari
Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika,
dan filsafat alam secara umum. Ahli-ahli penerjemah yang diberi tugas Khalifah Al-
Makmun diberi imbalan yang layak. Para penerjemah tersebut antara lain Yahya bin Abi
Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin Tsabit bin Qura, dan Hunain bin Ishaq yang
digelari Abu Zaid Al-Ibadi.
Hunain bin Ishaq adalah ilmuwan Nasrani yang mendapat kehormatan dari Al-
Makmun untuk menerjemahkan buku-buku Plato dan Aristoteles. Al-Makmun juga
pernah mengirim utusan kepada Raja Roma, Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-
karya ilmiah Yunani Kuno yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Anda mungkin juga menyukai