Anda di halaman 1dari 6

Konsep Kepemimpinan Jendral Sudirman dalam Perang Gerilya

Kepemimpinan strategis bukanlah tindakan responsif atau reaktif


tetapi lebih bersifat antisipatif dan proaktif, mampu berpikir dan bertindak
mendahului “jamannya” serta memiliki kemampuan tidak hanya analisis
tetapi juga kemampuan sintetis ( Letjen TNI (purn) JS. Prabowo).
Kepemimpinan strategis Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam
menghadapi Belanda di Agresi Militer terlihat dari cara panglima memimpin
pasukannya. Disampaikan dalam upacara peringatan hari ulang tahun
Polisi Tentara tanggal 27 Juni 1948, Panglima mengatakan bahwa kita
wajib mempersiapkan diri, karena pasukan Belanda diperkirakan akan
menyerang RI. Dalam peringatannya dikatakan “Tetapi kita bersiap tidak
untuk menyerang, tetapi hanya untuk bertahan menyelamatkan nusa dan
bangsa. Perjuangan kita masih lama dan penderitaan yang harus kita
tanggungkan masih banyak pula. Walaupun demikian, kita wajib
melanjutkan perjuangan kita dengan gembira, sehingga tercapai cita-cita
bersama”. Ternyata pada tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda
melancarkan serangan, dan pada hari itu juga Panglima Besar Soedirman
memberikan komando lewat radio kepada seluruh kekuatan bersenjata.

Kemampuan panglima besar membaca situasi dan memperkirakan


penyerangan Belanda merupakan suatu kemampuan seorang pemimpin,
yaitu professional knowledge. Beliau mengetahui bagaimana harus
bertindak dan memberikan perintah kepada pasukannya, terbukti saat dua
hari sebelum disampaikannya nota ultimatum Belanda, Panglima Besar
Soedirman memerintahkan agar seluruh prajurit kembali ke tempat
kewajibannya masing-masing. Karena pergerakan pasukan Belanda telah
dilaporkan terjadi di beberapa daerah.

Fungsi Komunikasi seorang pemimpin juga ditunjukkan oleh


Panglima Besar Soedirman. Perintah atau komando dari Panglima selalu
didengar dan dilaksanakan oleh pasukan-pasukannya. Hal ini terlihat saat
Panglima memerintahkan pasukannya untuk tetap tinggal ditempatnya
setelah Dewan Keamanan PBB meminta agar Belanda dan RI
menghentikan permusuhannya. Makan selaku Panglima Besar TNI,
Jenderal Soedirman memerintahkan:

1. Pasukan-pasukan kita harus tetap tinggal di tempatnya masing-


masing
2. Selama tidak ada gerakan serangan dari pihak Belanda sikap
kita tetap defensif
3. Jangan lengah, tetap awas, hati-hati dan waspada.

Dari kejadian tersebut diketahui bahwa Jenderal Soedirman menggunakan


fungsi komunikasi dengan baik yaitu mengontrol pasukannya, memberikan
motivasi, ekspresi emosional dan informasi. Arah komunikasi dari atas
kebawah hampir tidak pernah ada masalah.

standar kompetensi seorang pemimpin juga terdapat dalam diri


Panglima Besar Soedirman. Kompetensi tersebut adalah knowledge atau
kecerdasan, Skills atau kemampuan, Attitude atau sikap, dan kemampuan
untuk mengambangkan knowledge, skills pada orang lain. Pada Agresi
Militer I diperoleh perjanjian Renville antara RI dan Belanda. Pasukan
diminta kembali ke daerah RI. Meski sudah tidak berada dalam
pertempuran, panglima besar selalu mengobarkan semangatnya kepada
pasukannya. Beliau melakukan itu karena menyadari bahwa itu merupakan
tugasnya untuk memlihara kekuatan TNI.

Pada tanggal 19 Desember pasukan Belanda menyerang kembali RI


melalui serangan udara dan pasukanpenerjun payung. Jenderal Soedirman
dalam kondisi sakit dan dibawah perawatan dokter, namun beliau tetap
menunjukkan sikap kepemimpinannya dan memimpin perang gerilya dan
menurunkan perintah kilat. Presiden Soekarno sudah meminta Panglima
Besar untuk tetap tinggal, namun beliau menolak dan lebih memilih tetap
terjun langsung memimpin perang. Kita dapat melihat bahwa Panglima
Besar Jenderal Sudirman adalah seorang pejuang yang gigih. Ia seorang
pejuang yang pantang menyerah dan rela mengorbankan kepentingan
pribadi maupun keluarga demi keutuhan Angkatan Bersenjata.

Perang gerilya berlangsung selama 7 bulan. Sekembalinya


Panglima Besar ke Yogyakarta kala itu, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memberikan apresiasi kepada pasukannya. Beliau
memparadekan seluruh pasukan dan berkeliling di setiap barisan dan
mengucapkan rasa terimakasihnya. Sikap Panglima ini menunjukkan
bahwa beliau sangat menghargai perjuangan anak buahnya dan
membangun komunikasi yang baik.

Dalam masa kepemimpinan Panglima Besar Soedirman selama


Agresi Militer II, beliau telah mencapai level kepemimpinan strategis atau
pemimpin puncak. Terbukti dari kompetensi-kompetensi yang beliau miliki
yang menunjukkan kompetensi sebagai seorang pemimpin yang
diklasifikasikan oleh Spencer (1993) dan Kazanas (1993), yaitu :

1. result (achievement) orientation, beliau selalu berorientasi pada hasil,


tidak pernah menyerah dan teguh pendirian.

2. relationship building, beliau menjalin hubungan baik terhadap rekan


dan sahabatnya Oerip Sumoharjo dan juga kepada anak buahnya,
sehingga anak buahnya setia dan mau berjuang dengannya.

3. initiative, influence, sebagai panglima besar, beliau sangat-sangat


berpengaruh, bahkan saat Soedirman ingin mengundurkan diri
sebagai Panglima, ditolak oleh Presiden Soekarno. Penjelasan
presiden waktu itu “apabila Soedirman berhenti dari jabatannya
sebagai Panglima Besar Angkatan Perang RI maka Bung Karno
akan mengundurkan diri sebagai presiden”.
4. strategic thinking, Panglima besar sudirman memikirkan strategi-
strategi perang yang memungkinkan RI untuk menang, sehingga
memilih perang dengan taktik Gerilya.

5. building organizational commitment, Komitmen Panglima besar


ditunjukkan selama beliau memimpin angkatan perang dan menjadi
ketua panitia khusus.

6. empowering others, dalam rangka memberdayakan pasukan,


Jenderal Soedirman selalu memberikan motivasi kepada
pasukannya, dan mengobarkan semangat.

7. developing others, dan flexibilty. Panglima besar juga selalu


memberikan motivasi dan apresiasi kepada pasukannya, dan
membangun kepercayaan diri pasukannya sehingga tetap mau
berjuang membela RI.

Panglima Besar Jenderal Sudirman memiliki tipe kepemimpinan yang


sederhana dan dekat dengan rakyat. Beliau mampu mengembangkan
kompetensi kepemimpinan strategisnya. Seorang pemimpin dan pembuat
strategi ulung yang ahli dalam bernegoisasi. Kewibawaan Panglima Besar
membuat anak buahnya selalu percaya dan patuh akan komando-
komandonya. Karena kedekatan dengan rakyatnya sehingga beliau bisa
membangun kemampuan komunikasi strategis bersama rakyatnya selama
masa perjuangannya mencapai kemerdekan Indonesia. Selain
membangun komunikasi dengan rakyat, beliau juga mampu membangun
komunikasi yang baik dengan para pemimpin nasional pada saat itu
termasuk Presiden Soekarno. Hal tersebut merupakan landasan dalam
kepemimpinannya sehingga tipe kepemimpinannya sangat kuat, ia juga
mampu mengeksekusi gagasan-gagasannya dalam realitas kehidupan.
Semangat juang yang tinggi dan pantang menyerah menjadikan beliau
tetap lantang bersuara di medan pertempuran serta tetap bersuara tegas di
meja diplomasi. Berkali-kali beliau menolak perundingan dengan Belanda,
dan tetap ingin berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Pembelajaran strategi Kepemimpinan Jenderal Soedirman.

Saat agresi militer Belanda II, Panglima besar mengatakan bahwa


kapasitas tentara Indonesia untuk menghadapi tentara Belanda saat itu
sangat kurang atau sangat sulit dilakukan jika tanpa menggunakan taktik
yang jitu. Panglima besar memilih taktik Gerilya sebagai metode perang.
Taktik ini berhasil diterapkan dan sangat efektif digunakan pada saat itu ,
mengingat kondisi RI yang masih banyak terdapat hutan dan sungai. Taktik
gerilya ini dilakukan dengan cara mengelabui, menipu, menyerang secara
tiba-tiba dan menghilang tanpa sempat dibalas oleh musuh.

Taktik perang gerilya memiliki ciri-ciri :

 Menghindari perang terbuka


 Menghantam musuh dengan cara tiba-tiba
 Menghilang ditengah lebatnya hutan alias kegelapan malam
 Menyamar sebagai rakyat biasa
Taktik perang gerilya di Indonesia masih bersifat defensif, yaitu untuk
menghindari musuh. Belum sampai pada tahap menghancurkan musuh
bagian demi bagian. Oleh karena itu untuk menghadapi perang gerilya di
masa yang akan datang, maka dibentuklah organisasi dan pendidikan
perang tiga lapisan pertahanan, yaitu:

a. Perlawanan tentara
b. Perlawanan partisan (gerilya rakyat)
c. Pertahanan rakyat sipil

Pokok-pokok gerilya dalam buku karangan A.H Nasution :

1. Perang rakyat semesta


Dalam peperangan tidak hanya pihak bersenjata yang berperang,
namun perang menjadi lebih luas dan mendalam meliputi politik,
ekonomi dan psikologis. Peprangan ini melibatkan seluruh rakyat
untuk mempertahankan kemerdekaan dan mencapai kemenangan.
Segala sumber daya yan tersedia harus dipergunakan. Rakyatlah
yang berperang, bukan cuma angkatan bersenjata.
2. Perang Gerilya adalah perang si lemah/ si kecil melawan si kuat/si
besar
3. Perang gerilya tidak dapat secara sendiri membawa kemenangan
terakhir. Perang gerilya hanyalah untuk memeras darah musuh.
Kemenangan terakhir hanyalah dapat dengan tentara yang teratur
dalam perang yang biasa, karena hanya tentara demikianlah yang
dapat melakukan ofensif dan hanya ofensiflah yang dapat
menaklukan musuh.
4. Perang gerilya biasanya adalah perang ideologi. Perang gerilya
adalah perang rakyat semesta.
5. Akan tetapi perang gerilya tidaklah berarti bahwa seluruh rakyat
bertempur.
6. Perang gerilya tidaklah boleh sembarangan “gerilyaisme”
7. Gerilya berpangkalan dalam rakyat. Rakyat membantu merawat dan
menyembunyikan gerilya, serta menyelidik untuk keperluannya.
8. Gudang senjata gerilya adalah gudang senjata musuh.

Anda mungkin juga menyukai