Anda di halaman 1dari 21

A.

PENDAHULUAN

B. IMAGERY DALAM MEMORY


1. IMAGERY

Istilah imagery, visualisasi, dan latihan mental telah digunakan secara beragantian oleh
para peneliti, psikolog olahraga, pelatih dan atlet untuk menggambarkan teknik pelatihan
mental yang kuat. Pada awal perkembangan latihan mental merupakan istilah yang dipakai
untuk menggambarkan teknik latihan imagery, tetapi istilah ini hanya merujuk pada
gambaran umum dari strategi berlatih dengan modalitas sensorik atau kognitif yang
digunakan (Taylor & Wilson, 2005:1). Holmes & Collins (2001:1) mengatakan bahwa
dewasa ini sebagian besar praktisi olahraga telah menggunakan latihan mental imagery yang
menggambarkan teknik latihan mental terstruktur untuk menciptakan suatu kinerja olahraga
yang optimal.

Menurut Hardy, Jones & Gould (1996:1), biasanya beberapa atlet menggunakan latihan
imagery tidak terstruktur yang dilakukan spontan guna mencapai tujuan tertentu, mereka
mengalami kesulitan untuk mendapatkan rincian atas isi verbalitas sebagai inti dari latihan
imagery. Namun gambaran mental tidak hanya perilaku spontan dari individu untuk
membayangkan sesuatu penampilan. Taylor & Wilson (2005:2) menegaskan bahwa
kekuatan imagery terletak pada penggunaannya sebagai program terstruktur yang
menggabungkan berupa tulisan dengan audio skrip yang dirancang untuk 11 menangani
teknik olahraga tertentu agar atlet dapat meningkat panampilannya. Guillot & Collet
(2008:2) menegaskan bahwa script latihan imagery merupakan suatu keniscayaan ketika
akan melaksanakan program dan isi pelatihan imagery yang keberhasilannya ditentukan
oleh instruksi dan cara pelatih mengkomunikasikannya. Menurut Taylor & Wilson (2005:2)
sebelum atlet memulai sesi imagery, script dirancang dengan skenario rinci yang menyoroti
pengaturan fisik dalam konteks kompetisi, penampilam khusus, dan bidang-bidang tertentu
lainnya yang perlu ditekankan. Sebagai contoh, penelitian Bell, Skinner & Fisher (2009:2)
memakai script untuk memandu latihan imagery tiga pemain golf dan ditemukan hasil yang
efektif dalam menempatkan bola pada sasaran. Namun, praktisi psikologi olahraga harus
menyadari bahwa pengalaman pribadi dan hasil dapat bervariasi antara individu dan
individu yang lain (Murphy & Jowdy, 1992:2). Selama berlangsungnya imagery otak
berproses dan berfungsi menurut Marks (1993:2) hasil penelitian telah melaporkan bahwa
ketika individu terlibat dalam imagery otaknya menafsirkan gambar yang identik dengan
situasi stimulus yang sebenarnya. Imagery sangat bergantung pada pengalaman yang
tersimpan dalam memori, dan pelaku mengalaminya secara internal dengan merekonstruksi
peristiwa eksternal dalam pikiran mereka. Vealey & Greenleaf (2006:2) menjelaskan bahwa
imagery dapat digunkan untuk menciptakan pengalam internal baru dengan menyusun
potongan-potongan gambar dalam berbagai bentuk. Tujuan dari latihan mental imagery
untuk menghasilkan pengalaman olahraga sehingga atlet merasa secara akurat seolah-olah
benar-benar melakukan olahraga (Holmes & Collins, 2001:2). Menurut Vealey & Greenleaf
(1998:3) semua indera penting dalam mengalami keejadian apa yang dibayangkan, oleh
karena itu untuk membantu menciptkan sebuah kejadian tertentu, dalam penyusunan
imagery harus memasukkan sebanyak mungkin perhatian panca indera. Iini menekankan
bagwa Imagery mental itu harus melibatkan gerakan, pemandangan, suara,m sentuhan, bau,
dan rasa serta emosi, pikiran dan tindakan. Imagery is actually a form of simulation, it is
similar to a real sensory experience (e.g., seeing, feeling, or hearing), but entire experience
occurs in the mind, artinya imagery adalah sebuah bentuk simulasi, hal ini mirip dengan
pengalaman sensorik yang nyata (misalnya melihat, merasakan, atau mendengar), tetapi
seluruh pengalaman tersebut terjadi dalam pikiran (Robert S. Weinberg and Danield Gould,
2003:284). Terry Orlick dikutip oleh David Yukleson (dalam Singgih D. Gunarsa:
2004:103), imagery merujuk pada proses merasakan yang sangat intens, seolah-olah
perasaan tersebut merupakan keadaan yang sebenarnya. Imagery can be defined as an
experience that mimics a real experience, where we are consciously aware of forming and
seing an image and can involve the use of our other senses artinya imagery dapat 13
didefinisikan sebagai pengalaman yang meniru pengalaman nyata, dimana kita secara sadar
membentuk dan melihat dan dapat melibatkan indra kita yang lainnya (Leslie dkk, 2010:1).
“Imagery is form of simulation. it is a method of using all the senses to create or recreate an
experience in the mind artinya imagery adalah bentuk simulasi. Itu adalah metode yang
menggunakan semua indera untuk membuat atau menciptakan sebuah pengalaman dalam
pikiran (Andy Cale dan Roberto Forzoni, 2004:121).

Definisi ini mengandung tiga kunci untuk memahami Imagery.

(1) Imagery sebagai sebuah proses menciptakan atau membuat : Melalui imagery kita
mampu menciptakan serta menciptakan pengalaman dalam 14 pikiran kita. kita menciptakan
pengalaman setiap saat.

(2) Imagery sebagai suatu pengalaman polysensory : imagery sebagai suatu pengalaman
polysensory : Kunci kedua untuk memahami imagery adalah menyadari bahwa imagery
dapat dan harus melibatkan semua indera, dimana semua itu adalah pengalaman
polysensory. Imagery walaupun sering disebut "visualisasi" atau "melihat dengan mata
pikiran," adalah pandangan bukan sebuah satu-satunya pengertian dari imagery. Semua
indera kita sangat penting dalam mengalami kejadian pada proses imagery. Imagery dapat
dan harus melibatkan indera sebanyak mungkin termasuk penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecapan, peraba, dan indra kinestetik.

(3) Imagery sebagai tidak adanya rangsangan eksternal : Karaketristik penting imagery yang
ketiga adalah bahwa imagery tidak memerlukan rangsangan luar awal. Citra adalah
pengalaman indra yang terjadi dalam pikiran tanpa alat peraga lingkungan. Melihat dari
berbagai pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian dari imagery adalah
salah satu bentuk latihan mental yang menyertakan berbagai indera pada saat membentuk
suatu gambar dalam pikiran (pada saat melakukan imagery) sehingga semua indera secara
intens mengalami kejadian pada proses imagery ini seperti menggunakannya secara nyata.
Dimana latihan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja atlet dalam olahraga baik
dalam proses berlatih maupun pada saat tampil dalam sebuah pertandingan atau kompetisi.

2. Teori-teori Tentang Proses Kerja Imagery

Banyak teori yang menjelaskan bagaimana proses imagery bekerja pada tubuh manusia.
Pada dasarnya pikiran kita adalah alat pengontrol tubuh kita sendiri, ini merupakan sebuah
pemikiran yang masuk akal dimana hubungan pikiran dan tubuh manusia merupakan
hubungan yang sangat penting dan juga esensial. Hubungan ini terjadi apakah anda benar-
benar melaksanakan tugas atau hanya berfikir untuk melakukan salah satu. Salah satu
penelitian yang terkenal adalah penggunaan elektroda pada kaki-kaki atlet ski salju
pegunungan alpine untuk menguji otot mirip dengan impuls listrik yang dihasilkan selama
gerakan yang sebenarnnya. Hasil dari percobaan tersebut sangat jelas menunjuk bahwa saat
pemain ski itu duduk dan hanya memikirkan saat dia bermain ski menurun, pola serupa
ditemukan pada otot seolah-olah dia telah benarbenar bermain ski. Dengan membayangkan
dan memvisualisasikan diri anda bermain sepak bola, otot akan anda gunakan untuk
melakukan tugas fisik yang dirangsang pada tingkat yang sangat rendah. Aktivasi otot halus
ini tidak cukup kuat untuk menghasilkan gerakan yang sebenarnya anda bayangkan, tapi
rangsangan tidak berfungsi untuk membentuk cetak biru bagi gerakan atau keadaan tertentu.
Dengan menciptakan informasi sensorik yang tepat yang memberikan kontribusi untuk
keberhasilan pelaksanaan keterampilan perilaku yang benar untuk situasi tertentu, anda akan
memperkuat cetak biru sehingga menjadi lebih mungkin bahwa anda serius meningkatkan
standar kinerja anda, anda akan membutuhkan untuk mengembangkan keterampilan
membayangkan secara efektif baik unsur-unsur teknis dan taktis dari sepakbola (Andy Cale
dan Roberto Forzoni, 2004:120). Sheikh & Korn (1994:4) menyatakan bahwa para psikolog
olahraga telah berusaha untuk menjelaskan mekanisme dan cara kerja imagery. Tidak ada
satupun teori yang bisa menjelaskan efektivitas latihan imagery secara komprehensif.
Sehingga lahirlah beberapa teori, seperti teori “perhatian-kegairahan” yang berusaha
menjelaskan latihan imagery dengan menggabungkan komponen kognitif dan fisiologis.
Teori ini menjelaskan bahwa imagery merupakan teknik untuk mempersiapkan kinerja atlet
yang terjadi baik secara fisiologis maupun psikologis. Teori imagery ini menjelaskan bahwa
domain kognitif dapat membantu atlet fokus pada tugas dengan isyarat yang relevan sebagai
rangsangan tidak relevan, yang menjauhkan kinerja yang diharapkan. Melalui teknik mental
ini, atlet juga menjadi sadar tentang kondisi fisiologisnya sehingga dapat mengurangi
hambatan yang terkait dengan tindakan motorik, dan meningkatkan perhatian terhadap
isyarat untuk respon motorik.

Menurut Sheikh & Korn (1994: 5) kondisi ini diasumsikan telah terjadi keadaan gairah
yang optimal untuk mencapai kinerja puncak, dan imagery dapat memfasilitasi apa yang
terjadi pada diri atlet untuk mencapai tingkat gairah yang optimal. 17 Menurut Grouios,
1994; Hecker & Kaczor, 1988; Janssen & Sheikh, 1994; Murphy & Jowdy; 1992 dalam
(Richard H.cox, 2002 : 264) sementara banyak penelitian telah dipublikasikan hal-hal yang
berhubungan dengan keefektifan latihan imagery dan latihan mental dalam olahraga. Para
psikolog olahraga tahu tentang sedikit alasan mengapa latihan imagery dan mental menjadi
latihan yang efektif dan bagaimana cara kerjanya. Mengapa harus berlatih mental atau
pencitraan sebuah tugas fisik yang mengakibatkan peningkatan belajar dan kinerja?
Beberapa penjelasan yang mungkin dapat menjadi jawaban pertanyaan dasar ini telah
disampaikan. Secara singkat dapat dijelaskan dengan berbagai teori yaitu :

1) Teori Psychoneuromuscular Teori psychoneuromuscular berpendapat bahwa Imagery


hasil alam bawah sadar pola neuromuskulernya identik dengan pola-pola yang digunakan
selama gerakan sebenarnya. Meskipun membayangkan bahkan tidak mengakibatkan sebuah
gerakan yang berlebihan dari otototot,perintah subliminal eferen (syaraf motorik alam
bawah sadar) dikirim dari otak ke otot-otot. Dalam arti, sistem neuromuskular diberikan
kesempatan untuk 'praktek' pola gerakan tanpa benar-benar otot itu bergerak. Teori
Pysychoneuromuscular adalah penjelasan paling masuk akal untuk mengapa citra
memfasilitasi kinerja fisik dan belajar.

2) Teori Belajar Simbol Teori belajar simbol berbeda dari teori psychoneuromuscular dalam
subliminal aktivitas listrik dalam otot-otot tidak diperlukan. Latihan mental dan citra bekerja
karena individu secara harfiah merencanakan tindakannya terlebih dahulu. Urutan mental,
tujuan tugas, dan alternatif solusi dianggap kognitif sebelum respon fisik yang diperlukan.
Shortstop dalam bisbol menyediakan contoh yang sangat baik untuk teori ini dalam
praktiknya. Sebelum masing-masing lemparan untuk pemukul, shortstop ulasan kognitif
dalam pikirannya berbagai peristiwa mungkin dan respon yang tepat untuk masingmasing
peristiwa. Jika ada dalam satu out di babak kedelapan, pangkalan dimuat, dan nilai terikat,
pemain shortstop akan tergantung pada jenis bola yang datang kepadanya. Dengan berlatih
mental berbagai rangsangan dan mungkin tanggapan sebelum masing-masing lemparan,
shortstop dapat meningkatkan peluang menciptakan bermain yang benar

3) Teori Gabungan Perhatian dan Gairah Teori gabungan perhatian dan gairah .
menggabungkan aspekaspek kognitif simbolis belajar teori dengan aspek fisiologis teori
psychoneuromuscular. Citra berfungsi untuk meningkatkan kinerja dalam dua cara. Dari
perspektif physicological, citra dapat membantu atlet untuk menyesuaikan tingkat gairah
untuk kinerja optimal. Dari perspektif kognitif, citra dapat membantu atlet untuk selektif
hadir untuk tugas di tangan. Jika atlet menghadiri ke gambar tugas-relevan, dia cenderung
tidak akan terganggu oleh gambar tidak relevan, ia cenderung tidak akan terganggu oleh
rangsangan yang tidak relevan. Dalam analisis akhir, teori yang terbaik mungkin eklektikdi
alam dan mencakup unsur-unsur dari semua teori tiga (atau lebih). Dari perspektif logis, itu
akan tampak tidak praktis untuk mengecualikan mendukung salah satu dari teori-teori yang
lain Suinn (dalam Weinberg dan Gould, 2003:286) mengembangkan teknik peningkatan
kognitif disebut visuomotor perilaku latihan “visuomotor behavioral rehearsal” (VMBR),
menggabungkan relaksasi progresif dan praktik latihan mental imagery. Lebih khusus
praktik VMBR terdiri dari tiga tahap :

(1) atlet mencapai keadaan rileks dengan cara teknik relaksasi progresif,

(2) latihan mental yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan olahraga masing-masing
atlet, dan

(3) praktik keterampilan fisik khusus dalam kondisi simulasi gerak. Menurut Onestak
(1997) pelatihan VMBR dapat meningkatkan kinerja berbagaia tugas olahraga termasuk
menembak lemparan bebas dalam permainan bolabasket. Behncke (2004:8) menegaskan
bahwa latihan melalui proses VMBR yang digabungkan dengan keterampilan tertentu
selama pelatihan mental, kemudian dikoordinasikan komponen imagery dengan kinerja fisik
dapat meningkatkan terjadinya penyesuaian antara apa yang dibayangkan dengan
keterampilan yang akan dilakukan. Banyak sekali teori yang menjelaskan bagaimana
imagery bekerja diantaranya adalah teori Psychoneuromuscular yang menyatakan bahwa
pada saat latihan imagery dilakukan pola syaraf yang terbentuk sesama seperti pola syaraf
yang tebentuk ketika seorang melakukan aktifitas olahraga sebenarnya. Selanjutnya adalah
teori belajar simbol yang menyatakan bahwa dengan imagery tubuh mencoba secara harfiah
merencanakan tindakannya terlebih dahulu. Urutan mental, tujuan tugas, dan alternatif
solusi dianggap kognitif sebelum respon fisik yang diperlukan, dan yang terakhir adalah
teori gabungan perhatian dan gairah dimana dalam teori ini menjelaskan bentuk latihan
imagery dengan penggabungan antara unsur mental dan fisik. Dengan melihat beberapa teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa berbagai penelitian telah dilakukan yang membuktikan
bahwa latihan imagery dapat berguna dalam peningkatan dan pengembangan ketrampilan
seseorang yang ingin belajar suatu keterampilan tertentu pada cabang olahraga tertentu atau
bahkan meningkatkannya agar tercipta suatu hasil yang optimal.

c. Mekanisme Saraf Imagery Kosslyn, Ganis & Thompson (2001: 638) mengatakan bahwa
selama latihan mental, jalur neuromotor yang sama yang terlibat dalam pelaksanaan
aktivitas tugas motorik fisik tertentu diaktifkan. Program motorik di korteks motorik, yang
bertanggung jawab untuk gerakan, 20 kemudian diperkuat sebagai hasil dari jalur saraf
selama latihan mental imagery. Akibatnya, imagery mental dapat membantu dalam
pembelajaran keterampilan dengan meningkatkan pola koordinasi yang tepat dan dengan
priming motor neuron yang sesuai dari otot-otot yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
motorik tertentu. Singkatnya, menurut Halgren, Dale, Sereno, & Tootell (1999:10) latihan
mental mengaktifkan kegiatan perifer, yang memberikan informasi aferan ke korteks
motorik yang berfungsi untuk memperkuat program motorik. Lebih lanjut dikatakan olehnya
bahwa dengan perkembangan teknologi neuroimaging, peneliti dapat menguji berbagai teori
imagery. Para peneliti telah mengambil langkah-langkah untuk menunjukkan bahwa
imagery mental menggabungkan mekanisme syaraf yang sama yang digunakan dalam
memori, emosi, dan kontrol motor. Korteks motor utama, yang merupakan bagian dari lobus
frontal, bekerja dalam hubungan dengan daerah pra-motor untuk merencanakan dan
melaksanakan gerakan. Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa area korteks yang
diaktifkan dalam gerakan kontrol juga memainkan peran dalam imagery bermotor (Klein,
dkk, 2000: 10). Penelitian neuroimaging telah menunjukkan bahwa korteks premotor
manusia diaktifkan ketika manusia mengamati tindakan orang lain, yang mungkin
menandakan keberadaan mirror-neuron dalam otak manusia. Rizzolatti, Fogassi & Gallese
(2001: 846) dalam penelitiannya berhasil menemukan bahwa subpopulasi neuron, sekarang
yang disebut 21 mirror-neuron, di korteks premotor daerah otak merespon selektif ketika
binatang melakukan tindakan tertentu dengan tangan mereka dan ketika hewan mengamati
tindakan yang sama yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini masuk akal bahwa mirror-
neuron terlibat dalam imagery motor, didasarkan pada gagasan bahwa atlet sering mengubah
gambar dengan membayangkan apa yang akan mereka lihat apakah benda yang
dimanipulasi agar sesuai dengan imagery yang diinginkan (Kosslyn, dkk, 2001: 638).
Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh terhadap berbagai literatur terkait, para peneliti
telah memberikan dukungan untuk proposisi bahwa latihan mental saja mungkin cukup
untuk mempromosikan aktivitas dari sirkuit saraf yang terlibat dalam tahap awal belajar
keterampilan motorik baru (Martin dkk, 1999: 11). Kosslyn, dkk, (2001: 639) mengatakan
para peneliti telah mengemukakan, peningkatan aliran darah di daerah otak menunjukan
bahwa simulasi mental gerakan mengaktifkan beberapa struktur saraf pusat yang dibutuhkan
untuk gerakan fisik. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses saraf
yang terjadi di dalam otak manusia dapat menjadi dasar dan lebih menjelaskan bahwa
imagery terjadi melibatkan proses sistem saraf di otak.

2. MEMORY
Memory adalah lemari kaca tempat khayalan disimpan, peti harta logika dijaga, pintu
depan tempat kesadaran masuk, dan sekaligus sebuah dewan penasihat bagi pikiran-pikiran
kita (St. Basile). Memory juga merupakan sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan otak
dalam pengambilan informasi.

Proses memori dapat dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu;

1. Pengkodean (encoding) – dimana informasi baru diterima. Proses mengubah suatu


informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan memori organisme. Proses ini sangat
mempengaruhi lamanya suatu informasi disimpan dalam memori.

2. Penyimpanan (storage) – dimana informasi disimpan untuk penggunaan di masa


mendatang. Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak
(traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan
memory traces. Walaupun disimpan namun jika tidak sering digunakan maka memory traces
tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang, dan ini yang disebut
dengan kelupaan.

3. Penarikan (retrieval) – dimana informasi ditarik dari penyimpanan untuk digunakan.


Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang
disimpan dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Mekanisme dalam
proses mengingat kembali sangat membantu organisme dalam menghadapi berbagai
persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “Belajar dari Pengalaman” karena ia mampu
menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya di masa lalu untuk memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.

Gambar: Proses memori pada tiga tahap utama

Pengkodean (encoding): Penyimpanan (storage): Penarikan (retrieval):

Proses meletakkan infor- Proses penyimpanan Proses menemukan


masi dalam memori, informasi dalam memori; kembali informasi yang
sesuai dengan bentuk ada perubahan struktur
disimpan dalam
yang di presepsi. dan/ fungsi otak.
memori untuk
digunakan.

Meski ada banyak model ingatan sebagaimana dikemukakan, namun pada


kesempatan ini akan dipusatkan kepada tiga model ingatan manusia. Pertama, model yang
di kemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin yang membedakan ingatan jangka pendek (STM)
dan ingatan jangka penjang (LTM) atau disebut juga dengan teori memori penyimpanan
ganda. Kedua, model ingatan yang diajukan oleh Craik dan Lockhart yang menekankan pada
tingkat proses informasi dalam ingatan atau tingkat-tingakat pemprosesan. Ketiga, model
ingatan yang dikemukakan oleh Tulving yang membedakan antara ingatan episodik dan
ingatan semantik (Ellis dan Hunt, 1993; Halpern, 1996; Matlin, 1989).

TEORI MEMORI PENYIMPANAN GANDA

Menurut pendapat Atkinson dan Shiffrin informasi yang diterima kemudian diproses
melalui pencatatan indera menuju pada ingatan jangka pendek, dan akhirnya sampai pada
penyimpanan yang lebih permanen didalam ingatan jangka panjang. Dalam model Atkinson
dan Shiffrin, memori memiliki tiga area penyimpanan, yaitu:

1. Memori sensorik – Ingatan yang berkaitan dengan penyimpanan informasi


sementara yang dibawa oleh pancaindera. Setiap pancaindera memiliki satu macam
memori sensoris. Memori Sensoris adalah informasi sensoris yang masih tersisa
sesaat setelah stimulus terjadi. Jadi, di dalam diri manusia ada beberapa macam
sensori-motorik, yaitu sensori-motorik visual (penglihatan), sensori-motorik audio
(pendengaran), dan sebaganya. Memori sensorik cukup pendek, dan biasanya akan
menghilang segera setelah apa yang kita rasakan berakhir. Sebagai contoh, ketika
anda melihat. Kita melihat ratusan hal ketika berjalan selama beberapa menit.
Meskipun perhatian tertuju oleh sesuatu yang anda lihat, itu segera terlupakan oleh
sesuatu yang lain yang menarik perhatian anda di antara sekian banyak yang
ditangkap indera penglihatan.

Ketika kita mendengar sesuatu, melihat sesuatu, atau meraba sesuatu, informasi-
informasi dari indera-indera itu diubah dalam bentuk impuls-impuls neural (bentuk neuron)
dan dikirim ke bagian-bagian tertentu dari otak. Proses tersebut berlangsung dalam
sepersekian detik. Sebenarnya memori sensoris berkapasitas besar untuk menyimpan
informasi, akan tetapi yang disimpan tersebut cepat sekali menghilang, dikatakan bahwa
informasi tersebut akan menghilang setelah sepersepuluh detik, lalu akan menghilang sama
sekali setelah lewat dari satu detik.

Keberadaan memori sensoris mempunyai peran yang penting dalam hidup manusia. Orang
harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Dengan
begitu ada proses seleksi dari kesadaran, untuk membedakan mana informasi yang
diperlukan dan mana yang tidak.

2. Memori jangka pendek atau Short-Term Memory (STM) – Suatu proses


penyimpanan memori sementara, artinya informasi yang disimpan hanya
dipertahankan selama informasi tersebut masih dibutuhkan. Memori jangka pendek
adalah tempat kita menyimpan ingatan yang baru saja kita pikirkan. Ingatan yang
masuk dalam memori sensoris diteruskan kepada ingatan jangka pendek. Ingatan
jangka pendek berlangsung sedikit lebih lama dari memori sensoris, selama anda
menaruh perhatian pada sesuatu, anda dapat mengingatnya dalam ingatan jangka
pendek.

Dari momori jangka pendek ini, ada sebagian materi yang hilang, sebagian lagi
diteruskan ke dalam memori jangka panjang. Jika kita mengingat kembali akan suatu
informasi, informasi dari memori jangka panjang tadi akan dikembalikan ke memori jangka
pendek. Misalnya, pada nomor telepon yang telah anda ulang terus sampai anda bisa
menuliskannya, dan nomor tersebut akan tetap tersimpan dalam memori anda selama anda
aktif memikirkannya. Jika anda berhenti memberikan perhatian pada itu, maka akan
terhapus dalam waktu 10–20 detik. Dalam rangka untuk mengingat sesuatu berikutnya, otak
mentransfernya ke memori jangka panjang. Proses mengingat nomor telepon, pada
kenyataannya suatu cara untuk memindahkan nomor dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang. Jumlah informasi yang bisa disimpan dalam memori jangka pendek sangat
terbatas. Hanya lima hingga sembilan informasi saja yang dapat berada dalam memori
jangka pendek sekaligus. Setiap kali anda memberikan perhatian ke informasi baru yang
berasal dari memori sensori, Anda harus mendorong keluar sesuatu yang telah anda
perhatikan sebelumnya. Misalnya, jika ada sesuatu yang mengganggu konsentrasi anda
ketika berlatih mengulang nomor telepon sebelum informasi nomor tersebut mencapai ke
memori jangka panjang, maka informasi akan terlempar keluar dan anda harus melihat dan
mengingat kembali. Ingatan jangka pendek terdiri dari tiga unit terpisah; putaran fonologi
(phonological loop), gambaran penglihatan-ruang (visuo-spatial sketchpad), dan pelaksana
pusat (central executive). Putaran fonologi (phonological loop) – menyimpan dan mengingat
kembali kata-kata yang saat itu sedang dipikirkan. Baddeley (1975) dalam penelitiannya,
meminta partisipan mengingat kembali beberapa daftar pendek berisi kata-kata secara
berurutan. Ia menemukan bahwa partisipan mampu mengingat kata-kata yang mereka
sebutkan dalam dua detik. Kesimpulannya, putaran fonologi dapat menyimpan kata dengan
baik dalam dua detik. Gambaran penglihatan-ruang (visuo-spatial sketchpad) – ketika kita
membentuk citra/gambaran mental tentang sesuatu. Gambaran penglihatan-ruang juga
berperan dalam tugas-tugas spasial, misalnya mencari jalan memutar dan menentukan jarak.

Ingatan jangka pendek bukan hanya sebuah tempat penyimpanan ingatan sementara,
tetapi juga lokasi berpikir secara aktif, tempat menyaring, memilah, dan menggabungkan
informasi lama dengan informasi yang baru, lalu mengambil keputusan. Proses ini disebut
penemuan mental. Penemuan mental merupakan salah satu fungsi terpenting dalam memori
jangka pendek. Misalnya, bayangkan sebuah segitiga, lingkaran, dan empat persegi panjang.
Gabungkan ketiganya, gambarlah objek yang anda ciptakan tersebut. Kini, secara mental
anda telah menciptakan objek baru yang meungkin menyerupai atau tidak menyerupai objek
yang anda kenal. Proses kreatif ini merupakan versi sederhana seorang seniman atau musisi
dalam menciptakan karyanya.

3. Memori jangka panjang atau Long-Term Memory (LTM) – Suatu proses memori
atau ingatan yang bersifat permanen, artinya informasi yang disimpan sanggup
bertahan dalam waktu yang sangat panjang. Kapasitas yang dimiliki ingatan jangka
panjang ini tidak terbatas. Memori jangka panjang adalah gundangnya informasi
yang dimiliki oleh manusia. Ingatan jangka panjang berisi informasi dalam kondisi
psikologis masa lampau, yaitu semua informasi yang telah disimpan, tetapi saat ini
tidak sedang dipikirkan.

Informasi yang disimpan dalam memori jangka panjang diduga dapat bertahan dalam
waktu yang panjang bahkan selamanya. Kehilangan ingatan pada memori jangka panjang
ini hanya dimungkinkan apabila seseorang mengalami kerusakan fungsional dari sistem
ingatannya. Proses masuknya informasi ke dalam memori jangka panjang tetap melalui
tahap memori sensoris. Pada tahap ini informasi dari luar yang diterima oleh indera diubah
menjadi impuls-impuls neural sesuai dengan masing-masing fungsi indera, kemudian
impuls-impuls neural yang mengandung informasi ini diteruskan ke memori jangka pendek.
Setelah informasi masuk ke dalam memori jangka pendek, di seleksi sedemikian rupa mana
yang dianggap penting dan tidak, kemudian diteruskan ke memori jangka panjang.

Sebelum masuk ke memori jangka panjang, informasi yang telah disaring pada memori
jangka pendek, perlu dilakukan proses semantic atau imagery coding. Dalam proses ini arti
dari informasi dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya saat kita mendengar seseorang yang
mengatakan, “Atun dihina oleh Nana sampai sakit hati”, maka kita tidak hanya mengerti arti
masing-masing kata dalam kalimat tersebut, tetapi kita juga berusaha mengerti apa yang
terjadi sebenarnya dari keseluruhan kalimat tersebut. Sebaliknya bila kita mendengar kata-
kata lain yang unsurnya sama, seperti “Nana dihina Atun sampai sakit hati”, maka kita tahu
bahwa yang terjadi sekarang berbeda dari yang pertama. Dalam kedua kalimat tersebut kalau
kita mengingat arti dari kata-kata dalam keseluruhan kalimat itu, maka kita sedang
melakukan semantic coding; tetapi kalau kita membayangkan reaksi dari Atun atau Nina
dalam peristiwa itu, maka kita melakukan imagery coding.

Jadi, memori jangka panjang akan melakukan penyaringan informasi berdasarkan arti dari
informasi tersebut, makna, keadaan emosi, gambaran akibat dan sebagainya, oleh karena itu
penyimpanan informasi dapat berlangsung secara permanen. Tujuan sebuah informasi
dimasukkan ke dalam memori jangka panjang adalah untuk Anda ingat selamanya.
Hebatnya, ingatan yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang bisa anda munculkan
kembali saat Anda menginginkannya. Kemampuan mengenang atau menarik ingatan
kembali ini disebut recall memory. Ketika seseorang yang anda sayangi pergi dari sisi anda,
mungkin anda akan mengingat kembali kenangan-kenangan yang tersimpan dalam memori
jangka panjang Anda. Anda dapat mengingat dengan sangat detil bahkan tanpa Anda sadari
bahwa Anda telah menyimpan informasi tersebut. Anda mungkin mengenang tempat di
mana Anda menghabiskan waktu dengan orang tersebut dengan mengingat pemandangan,
bau dan bahkan perasaan dengan akurasi yang mengejutkan.

3. IMAGERY DALAM MEMORY

4. DUAL KODING

5. TEORI DUAL KODING


6.
DAFTAR PUSTAKA

Suharan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.

Solso, Robert L, Otto H Maclin, dan M. Kimberly Maclin. 2008. Psikologi Kognitif, Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Ling, Jonathan, dan Jonathan Catling. 2012. Seri Belajar Cepat Psikologi: Psikologi
Kognitif. Jakarta: Erlangga.

Budi, Widjajaning. 2012. Hand Out Psikologi Kognitig. Surabaya: Universitas Hang Tuah

Apreubo, Roxel. (2005). Sport Psycology. Manila, Philipine: UST Publishing


House.
Cale, Dr Andy &Forzoni Roberto. (2004). The Official FA Guide to Psychology
For Football. FA Learning Ltd. Hodder& Stoughton
Guillot, A., & Collet, C. (2008). Construction of the motor imagery integrative
model in sport: A review and theoretical investigations of motor imagery
use.
Gunarsa, Singgih. (2004) Psikologi Olahraga Prestasi
Holmes, P. & Collins, D. (2001).The PETTLEP approach to motor imagery. A
functional equivalence model for sport psychologists. Journal of Applied
Sport Psychology, 13, 60-83
Juriana. (2012). Peran pelatihan mental dalam meningkatkan kepercayaan diri
atlet renang sekolah ragunan. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Katono & Gulo (2000)
Komarudin. (2013). Psikologi olahraga. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Lane, Andy. (2001). Sport and Exercise Psychology. London: Hodder Education.
30
30
Maksum, Ali. (2011). Pedoman dan materi pelatihan mental bagi olahragawan.
Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Murphy, S., & Jowdy, D. (1992). Imagery and mental practice. In T.S. Horn (Ed.)
Advances in sport psychology (pp. 221-250). Champaign, IL: Human
Kinetics.
Richard H. Cox. (2007). Sport and Psychology concept and applications. 6th
edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Rudy, Taylor & Wilson. (2005). Sport Psychology and Training. Champaign, IL:
Human Kinetics.
Sapta Kunta. (2013). Latihan imagery, Jurnal Iptek Olahraga, Vol. 1 No. 1. (34-
47). Jakarta: Bidang Sport Science & Penerapan Iptek Olahraga KONI
Pusat.
Singgih D. Gunarsa. (2001). Psikologi olahraga. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.
Sudibyo Setyobroto. (1993). Psikologi kepelatihan. Jakarta: CV Jaya Sakti.
Vealey & Greenleaf. (2006). Imagery in Sport Psychology Perspective. London:
Hope Education.
Weinberg, Robert S. & Gould, Daniel (2007). Foundations of Sport and Exercise
Psychology, 4th edition. Champaign, IL: Human Kinetics Publishers, Inc.
Weinberg, Robert S. & Gould, Daniel (1999). Foundations of Sport and Exercise
Psychology, 2nd edition. Champaign, IL: Human Kinetics Publishers, Inc.
31
31
Imagery

1. Imagery

Imagery adalah membayangkan sesuatu yang sebelumnya tidak kita ketahui (daya bayang
yang susah dideskripsikan).

a. Imagery dan Rotasi

Bayangkan dua desian tiga dimensi di kertas lalu putar gambar di sebelah kiri dan kanan.
Jika setelah diputar bayangan gambar tersebut serupa, maka dapat dikatakan bahwa gambar
itu sama, apabila gambar tersebut tidak serupa maka dapat dikatakan bahwa gambar itu tidak
sama. Menurut Roger Shepard, operasi yang telah kita lakukan atas objek di dalam ”mind
eye” serupa dengan operasi yang akan kita lakukan atas objek fisik yang sesungguhnya.
Selain itu, jika kita merotasi gambar yang sudah dikenal akan lebih mudah daripada merotasi
gambar yang belum dikenal.

b. Imagery dan Ukuran

Hasil penelitian membuktikan bahwa orang akan lebih cepat membuat penilaian terhadap
objek yang berukuran besar dibandingkan dengan objek yang berukuran kecil.

c. Imagery dan Bentuk


Hasil penelitian Pavio menunjukkan bahwa semakin besar sudut yang dibentuk jarum jam
maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk melakukan keputusan. Karakteristik
mental image :

a. apabila orang merotasi mental image, suatu rotasi besar membutuhkan waktu lebih lama,
sama seperti merotasi stimulus fisik dengan derajat yang besar.

b. orang membuat penilaian ukuran dengan cara yang sama untuk mental image danst imulus
fisik, kesimpulan ini berlaku untuk visual image dan auditory.

c. orang membuat keputusan mengenai bentuk dengan cara serupa untuk mental image dan
stimulus fisik. Hanya berlaku untuk bentuk-bentuk yang sederhana (misalnya sudut yang
dibentuk jarum jam dan bentuk rumit seperti daerah geografis).

d. Imagery dan Konsep Sebagian Seluruh

Penelitian dari Red tentang suatu pola merupakan bagian dari pola yang dilihat sebelumnya
yang menunjukkan bahwa partisipan hanya benar 14% dari waktu yang disediakan dan
secara keseluruhan hanya 55%. Hal ini menunjukkan bahwa orang tidak dapat menyimpan
mental pictures. Orang menyimpan mental pictures sebagai penjelasan di dalam kode
preposisional.

e. Imagery dan Figure yang Ambigu

Ketika dilakukan penelitian akan gambar yang ambigu, dari 15 partisipan menunjukkan
bahwa tidak ada satu orang pun yang mampu menginterpretasikan gambar tersebut, padahal
sebagian dari mereka termasuk kategori ”high imagery”. Tetapi ketika diminta membuat
gambar dari memori dan menginterpretasikannya kembali, 15 orang tersebut dapat
menginterpretasikannya. Gambar visual dapat diinterpretasikan jika stimulus dan
instruksinya sesuai; pengkodean dapat secara nyata meliputi analog pada beberapa situasi.

f. Imagery dan Interfensi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi visual dapat mengganggu visual imagery dan
visual imagery dapat pula mengganggu persepsi visual.

- Visual Task Interfering with Visual Imagery


Hasil penelitian Brooke (1968) menunjukkan bahwa persepsi visual kita dapat mengganggu
tugas yang memerlukan visual imagery, sebaliknya tugas yang memerlukan visual imagery
dapat mengganggu persepsi visual.

- Visual Imagery Interfering with Visual Task

Hasil penelitian Segal (1970) menunjukkan bahwa pasrtisipan kurang tepat mendeteksi
stimulus fisik apabila image dan isyarat ada di dalam sensory mode yang sama.

g. Proses penglihatan, Imagery dan Persepsi

Farah dalam Matlin (1998) menemukan bahwa imagery mempengaruhi potensial yang
dibangkitkan ketika orang melihat stimulus visual yang sebenarnya.

h. Kontroversi Imagery

Mental image adalah sama seperti reaksi terhadap objek sebenarnya. Pembangkitan image
diselesaikan dengan 4 komponen prosessing, yaitu :

1. Proses penggambaran merubah informasi incode dalam image luar.

2. Proses penemuan ini mencari image luar untuk bagian tertentu.

3. Proses penempatan (put) yang melaksanakan beberapa fungsi yang diperlukan untuk
menciptakan bagian dari suatu image lokasi yang tepat.

4. Proses image yang mengkoordinasikan ketiga komponen dan menetapkan karakteristik


lain apakah image itu akan diuraikan atau relative sederhana.

2. The Propposisional Position

Mental image adalah epifenomenal, yang berarti bahwa image ini benar-benar “take on”
setelah hal pokok diperoleh dari proposisional. Informasi itu betul-betul tersimpan dalam
hubungan proposisi, atau konsep abstrak yang menggambarkan hubungan antara hal pokok.

3. Peta Kognitif

Peta kognitif adalah representasi internal bagaimana lingkungan spasial kita tersusun. Peta
mental dapat meliputi gambaran seperti pada peta, dan juga preposition. Informasi pada peta
mental dapat meliputi pengetahuan penunjuk arah dan pengetahuan prosedural. Peta mental
meliputi pengetahuan survey, melalui peta atau menjelajahi lingkungan berulang-ulang.
a. Peta Kognitif dan Jarak

Jumlah kota yang menghalangi memiliki pengaruh yang jelas dalam memperkirakan jarak.
Secara umum, bila dua kota didistribusikan secara acak pada suatu daerah, dua kota yang
lain tentu saja terpisah lebih jauh saat ada tiga kota lain diantara dua kota tersebut; dua kota
tanpa ada kota yang menghalangi kelihatan lebih dekat satu sama lain. Orang menganggap
dua kota berjarak dekat satu sama lain apabila jalan yang menghubungkannya adalah garis
lurus dibandingkan dengan rute yang tidak langsung. Berdasarkan penelitian oleh Hirtle &
Mascalo 1986, dan Hirtle & Jonides 1985 dalam Matlin (1998) dapat disimpulkan bahwa
terdapat distorsi dalam perkiraan jarak saat dua tempat terlihat dekat secara semantic, kita
percaya bahwa kedua tempat tersebut berdekatan secara geografis.

b. Peta Kognitif dan Bentuk

Penelitian yang dilakukan oleh Moar dan Bower (1983) tentang perkiraan orang terhadap
sudut yang dibentuk oleh persimpangan dua jalan adalah partisipan menunjukkan
kecenderungan “mengatur” sudut sehingga terlihat seperti sudut 90˚. Hal tersebut dapat
terjadi karena kita menggunakan heuristic atau simple rule-ofthumb. Pada rule-of-thumb,
saat dua jalan bertemu mereka membentuk sudut 90˚. Akan lebih mudah untuk
menggambarkan sudut pada peta mental mendekati 90˚ daripada sudut yang sebenarnya.

c. Peta Kognitif dan Posisi Relatif

- The Rotation Heuristic

Gambar yang agak miring akan diingat sebagai gambar yang lebih vertikal atau horizontal
daripada yang sebenarnya.

-The Alignment Heuristic

Gambar akan diingat lebih sejajar daripada yang sebenarnya.

4. In Depth : Penggunaan deskripsi verbal untuk menciptakan model-model mental


Penciptaan peta kognitif dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan kita untuk
merangsang aspek spasial dari lingkungan eksternal kita. Proses kognitif bersifat aktif,
apabila kita mendengarkan suatu deskripsi maka kita tidak akan menyimpan pernyataan
tersebut dengan cara yang pasif, melainkan secara aktif menciptakan suatu model mental
yang menggambarkan ciri-ciri yang relevan dari suatu kejadian.
5. The Spatial Framework Model

Menurut the equiavailability model, orang dapat membuat keputusan sama cepatnya tentang
segala arah karena semua lokasi sama-sama tersedia bagi pengamat. Menurut the mental
transformation model, pembaca terbenam dalam lingkungan yang telah terimajinasikan
untuk memeriksa lokasi dan objek spesifi, kita harus menolehkan kepala dan badan kita. The
spatial framework model menegaskan bahwa konsepsi kita tentang ruang berbeda dari
persepsi kita tentang ruang dan beberapa arah spatial amat jelas dipikiran kita. Secara
spesifik, the spatial framework model menyatakan bahwa ketika kita berada pada posisi
tegak lurus, dimensi vertikal atau atas/bawah biasanya amat jelas. Dimensi ini memiliki
signifikansi khusu untuk dimensi vertikal berkorelasi dengan gravitasi dan dimensi vertikal
pada tubuh manusia bagian atas, asimetris secara jasmaniah. Diamensi yang penting juga
adalah depan/belakang. Dimensi ini tidak berkorelasi dengan gravitasi pada bagian atas
pengamat.

DAFTAR PUSTAKA BUKU Ambler, Vic. 1979. Basketball : The Basic For Coach and
Player. London. Elizabet Hurlock. 1994. Psikologi Perkembangan, Suau Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Engkos Kosasih. 1993.Materi Pendidikan
Jasmani untuk SMA. Jakarta:Depdikbud. Hadisusanto, Dirto, Sidharto, Suryati, & Siswoyo,
Dwi. (1995). Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: FIP. Singgih Gunarsa, 2004.
Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Oliver, Jon. 2007. Dasar-dasar
Bola Basket (cara yang lebih baik untuk mempelajarinya). Jakarta: Pakar Raya. Monty P
Satiadarma,. 2000. Dasar-dasar Psikologi Olahraga, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung: Alfabeta. Wissel, Hall. (1996). Basketball Steps to Succes (Bagus Pribadi.
Terjemahan). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Yudha M. Saputra. 1998. Pengembangan
Kegiatan Ko dan Ekstrakulikuler. Jakarta: Depdikbud. JOURNAL & DIKTAT Bell, R.,
Skinner, C., & Fisher, L. 2009. Decreasing putting yips in accomplished golfers via solution-
focused guided imagery: A single-subject research design. Journal of Applied Sport
Psychology, 21(1), 1-14. Cale, Dr Andy &Forzoni Roberto. 2004. The Official FA Guide to
Psychology For Football. FA Learning Ltd. Hodder& Stoughton Cox, Richard H. 2002.
Sport Psychology Concepts and Applications. Columbia, TheMc Grow- Hill Companies 63
Dedi Sumiyarsono. 2002. Diktat Kuliah :Keterampilan Bola Basket. Yogyakarta: FIK –
UNY. Guillot, A., & Collet, C. 2008. Construction of the motor imagery integrative model
in sport: A review and theoretical investigations of motor imagery use. Halgren, E., Dale,
M., Sereno, R., Tootell R. 1999. Location of human faceselective cortex with respect to
retinotopic areas. Human Brain Mapping 7, 29-37. Holmes, P. & Collins, D. 2001. The
PETTLEP approach to motor imagery.A functional equivalence model for sport
psychologists. Journal of Applied Sport Psychology, 13, 60-83. Klein, dkk. 2000. Transient
activity in human calcarine cortex during visual imagery. Journal of Cognitive
Neuroscience, 12, 15-23. Kosslyn, S., Ganis, G., & Thompson, W. 2001. Neural foundations
of imagery. Journal Nature Reviews Neuroscience, 2, 635-642. Marks, D. 1993. Mental
imagery and consciousness: A theoretical review. In A. Sheikh (Ed.), Imagery: Current
Theory, Research, and Application, pp. 96-130. New York: Wiley. Martin, K., Moritz, S.,
& Hall, C. 1999. Imagery use in sport: A literature review and applied model. The Sport
Psychologist, 13, pp.245-268. Moritz, S., Hall, C., Martin, K., &Vadocz, E. (1996). What
are confident athletes imagining: An examination of image content. The Sport Psychologist,
10, 171-179. Murphy, S., &Jowdy, D. 1992. Imagery and mental practice. In T.S. Horn (Ed.)
Advances in sport psychology (pp. 221-250). Champaign, IL: Human Kinetics. Onestak, D.
(1997). The effect of visuo-motor behaviour rehearsal (VMBR) and videotaped modeling
(VM) on the free-throw performance of intercollegiate athletes. Journal of Sport Behaviour,
20 (2), 185-198. Rizzolatti, G., Fogassi, L. &Gallese, V. 2001. Neurophysiological
mechanism underlying the understanding and imitation of action. Nature Neuroscience
Reviews, 2, 661–670. Robin, N., Dominique, L., Toussaint, L., Blandin, Y., Guillot, A., &
Le Her.M., 2007. Effects of motor imagery training on service return accuracy in 64 tennis:
the role of imagery ability. International Journal of Sport and Exercise Psychology, 5(2),
175-188. Sheikh, A. &Korn, E. (1994).Imagery in sports and physical performance.
Amityville, NY: Baywood. Suinn, R. 1982. Imagery in sports. In A. Sheikh (Ed.), Imagery,
current theory, research, and application (pp. 507-534). New York: Wiley. Surburg, P.,
Porretta, D., &Sutlive, V. 1995. Use of imagery practice for improving a motor skill.
Adapted Physical Activity Quarterly, 12(3), 217- 227. Taylor, J., & Wilson, G. 2005.
Applying sport psychology: Four perspectives. Champaign, IL: Human Kinetics. Vealey,
R., & Greenleaf, C. 1998. Seeing is believing: Understanding and using imagery in sport. In
J.M Williams (Ed.) Applied Sport Psychology: Personal growth to peak performance (2nd
ed., pp. 220-224), Mount View, CA: Mayfield. . (2006). Seeing is believing: Understanding
and using imagery in sport. In J. M. Williams (Ed.), Applied sport psychology: Personal
growth to peak performance (5th ed., pp. 285-305). Mountain View, CA: Mayfield
Publishing. Weinberg, Robert S. & Gould, Daniel. 2003. Foundation of Sport and Exercise
Psychology.Human Kinetics. .2006. Foundations of sport and exercise psychology, 4th
edition, Human Kinetics , Champaign, IL. Williams, Jean M. 1993. Applied Sport
Psychology (Personal Growth to Peak Performance). Arizona. Mayfield Publishing
Company. SKRIPSI Edy Kurniawan. (2012). Pengaruh Latihan Underhand Lay Up Shoot
dan Overhand Lay Up Shoot Terhadap Hasil Lay Up. Skripsi. Yogyakarta: FIK UNY
INTERNET Behncke L. (2004). Mental skills training for sports: A brief review. Athletic
Insight.The Online Journal of Psychology. Diakses dari 65 www.athleticInsight.com/html.
Pada tanggal 22 Juli 2013, pukul 09:30 WIB Zakki Anas Mushoffi. (2012) Perbedaan
Keerektifan Lay Up Shoot Melalui Papan Pantul dan Langsung Ke Ring Basket pada Siswa
yang Mengikuti
EkstrakurikulerBolabasketdiSMANegeri3Yogyakarta.http://eprints.uny.ac.id/9 008/, di
akses hari Selasa, 16 juli 2013 pukul 11:24 WIB. Suji Pratiwi, (2012) Pengaruh Latihan
Membayangkan Dalam Ketepatan
MenembakanBola.Dikasesdarihttp://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelit
ian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=57900 &obyek_id=4,
pada tanggal 12 juli 2013, pukul 17:40 WIB. Lindsay, Kenneth G, (1992)How to coach and
teach youngster to shoot the
basketballlayupshot.Diaksesdarihttp://www.guidetocoachingbasketball.co
m/drillslayup.htm, pada tanggal 10 Maret 2013, pukul 20:34 WIB. Buckles, Albert, (2004)
Mental Imagery in Basketball http://thesportdigest.com/archive/article/mental-imagery-
basketball, diakses tanggal 10 Maret 2012, pukul 20:40 WIB. Leslie-Toogood, Adrienne.,
Hammond Thomas., Gregg Melanie. (2010) How to
developyourownimageryscripthttp://www.sportmed.mb.ca/uploads/pdfs/H
ow%20to%20develop%20your%20own%20imagery%20scripts.pdf, diakses tanggal 8
Maret 2013, pukul 10.15 WIB

Anda mungkin juga menyukai