PENDAHULUAN
Saat ini trauma menduduki peringkat sepuluh besar penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Ha ini karena tingginya angka kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan rumah
tangga, konflik sosial (terorisme, kejahatan dan kekerasan) dan bencana alam (tsunami,
gempa bumi, longsor, dll) yang selalu mengancam negeri ini.
Selain tingkat keparahan, penyebab tingginya angka kematian akibat trauma adalah kurang
memadainya peralatan, belum adanya system dan kurangnya pengetahuan/keterampilan
petugas kesehatan dalam penanganan penderita gawat darurat akibat trauma.
Pengetahuan dan ketrampilan petugas memegang porsi besar dalam menentukan keberhasilan
pertolongan terhadap penderita trauma. Pada banyak kejadian justeru banyak penderita gawat
darurat karena trauma yang meninggal dunia atau mengalami kecacatan yang diakibatkan
oleh kesalahan dalam melakukan pertolongan. Oleh karena itu penting sekali untuk
membekali petugas kesehatan khususnya perawat dengan pengetahuan dan keterampilan
penanggulangan penderita trauma, sesuai dengan perkembangan keilmuan terkini.
Standar internasional untuk penanggulangan penderita gawat darurat trauma untuk level
perawat adalah pengetahuan dan keterampilan dalam menanggulangi masalah-masalah pada
Airway, Breathing, dan Circulation atau dikenal dengan konsep ABC. Selain itu penanganan
yang sistematis dengan metode Primary & Seconday Survey yang tertuang dalam Initial
Assessment & Management. Semua hal diatas tertuang dalam pelatihan Basic Trauma Life
Support For Nurse (BTLS for Nurse).
- Peserta memahami konsep dasar penanggulangan penderita gawat darurat sesuai dengan
standar Internasional.
- Peserta mampu mengenali keadaan yang mengancam nyawa pada penderita gawat
darurat. Medis atau trauma.
- Peserta mampu melakukan triage pada saat keadaan bencana atau musibah masal maupun di
Unit Gawat Darurat.
PESERTA PELATIHAN
- Akademi Keperawatan
- Akademi Kebidanan
Instruktur pelatihan adalah Dokter dan Perawat bersetifikasi TOT/TFI, BTLS, BCLS, ATLS,
ACLS dan berpengalaman dalam penanggulangan penderita gawat darurat baik di rumah
sakit maupun diluar rumah sakit . Selain itu juga berpengalaman dalam penanggulangan
bencana atau korban masal.
SARANA PELATIHAN
- Audio Visual
- CPR Manekin
- Emergency Equipment
METODE PELATIHAN
Pelatihan ini dilaksanakan dengan metode Teori dan Praktek. Semua peserta harus mengikuti
seluruh teori dan praktek yang tertera dalam jadwal. Teori dan praktek diberikan dengan
sesederhana mungkin agar mudah dimengerti dan diaplikasikan olah peserta. Untuk menguji
kemampuan peserta maka instruktur akan memberikan simulasi-simulasi dengan
menggunakan pasien simulasi yang sudah di make up seperti pasien gawat darurat
sebenarnya.
MATERI PELATIHAN
Materi pelatihan meliputi teori dan praktek (skill station) yang terdiri dari :
TEORI
- Mechanism Of Injury
- Head Trauma
- Spinal Trauma
- Thoracic Trauma
- Abdominal Trauma
- Musculosceletal Trauma
- Triage
- Cases Of Triage
- CPR
Pembayaran biaya pelatihan di transfer kerekening yang ditetapkan oleh PRO EMERGENCY
paling lambat 1 (satu) minggu sebelum Pelatihan dilaksanakan.
BTLS adalah bagian awal dari ATLS, sebuah pelatihan yang dikembangkan untuk dijadikan
standar dalam pelayanan awal pasien trauma. Tujuan dari pelatihan BTLS ini adalah untuk
mempermudah mempelajari ATLS nanti. Pada BTLS ini dokter atau tenaga kesehatan
lainnya tidak diminta untuk memberikan tatalaksana sesuai diagnosis definitif nya tapi hanya
memberikan kesempatan bagi pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan nanti nya. Inti
nya pada tahap ini, dokter hanya diminta membantu pasien untuk tetap hidup atau membuat
reaksi kimia C6H12O6 + 6O2 ---> 6CO2 + 6H2O tetap berlangsung
Jawaban yang terbaik dan terbijak adalah "MINTA TOLONG." Minta tolong disini
bukan berarti kita menunjukan pada orang lain bahwa kita tidak mampu mengerjakannya
sendirian. Tapi makna di dalam nya adalah dengan adanya orang lain kita dibantu untuk tidak
mengerjakannya sendirian. Tentunya tidakan penyelamatan hidup pasien membutuhkan suatu
tim yang saling bekerja sama. Dan jawaban yang kedua adalah kita membutuhkan saksi
bahwa semua yang nantinya akan kita kerjakan atas dasar penyelamatan hidup pasien.
Hal yang kedua yang harus dilakukan proteksi diri! Selamatkan diri kita sebelum
menolong orang lain. Kalau berada di lingkungan yang mengancam nyawa ( contoh: di
ruangan yang sedang terbakar) anda dan pasien maka menjauhlah terlebih dahulu, dan kalau
bisa membawa serta pasien nya).
Bentuk proteksi diri lainnya adalah penggunaan head cap, gown, gloves, mask, shoe
covers, goggles, shields. Tujuan nya selain menghindarkan penyebaran infeksi dari pasien-
dokter atau sebaliknya juga digunakan untuk bergaya (Hehehe)
Hal yang berikutnya dilakukan adalah PRIMARY SURVEY!! Di sini dokter diminta
menilai secermat mungkin hal apa yang mengancam nyawa pasien. Beberapa nemonic yang
sering membantu antara lain:
Airway tentunya hal pertama yang harus kita pikirkan dalam penyelamatan seorang pasien.
Dokter diharapkan bisa memberikan distribusi oksigen dalam kurang waktu 8-10 menit.
Bagimana assessment nya?
Kalau pasien sadar, dia mampu berbicara dengan jelas tanpa suara tambahan. Ini berarti
laringnya mampu dilewati udara yang arti nya airway is clear. Terdapat pengecualian untuk
pasien luka bakar. Kalau kita temukan jejas kehitaman pada lubang hidung pasien atau lendir
kehitaman yang keluar dari hidung pasien itu mungkin disebabkan sudah terjadinya inflamasi
pada saluran pernapasan akibat inhalasi udara bersuhu tinggi. Pasien tidak langsung
menunjukan gejala obstruksi saluran nafas segera.
Kalau pasien tidak sadar maka segera lakukan penilaian Look-Listen-Feel. Lihat gelisah atau
tidak, gerakan dinding dada, dengarkan ada atau tidak suara nafas, rasakan hembusan nafas
pasien dari pipi dalam satu waktu.
Kalau terjadi obstruksi total maka akan timbul apnea biasa nya disebabkan obstruksi akibat
benda asing. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain memberikan penekanan pada dinding
abdomen melalui manuver Heilmicth atau Manuver Abdominal Trust. Kalau untuk anak kecil
bisa dibantu dengan membalik posisi anak secara vertikal agar mempermudah keluarnya
benda asing. Tindakan yang disebutkan di atas dilakukan pada pasien sadar. Sementara pada
pasien tidak sadar yang bisa dilakukan antara lain; finger sweep, abdominal trust, dan
instrumental.
Kalau terjadi obstruksi parsial maka pasien akan menunjukan tanda bunyi nafas tambahan.
Beberapa bunyi nafas itu antara lain:
2. Stridor (crowing) --> obstruksi karena benda padat dan terjadi pada URT. Penanganan
pertama nya dengan penggunaan endotracheal tube (ETT)
3. Snorg (mengorok) --> biasa nya obstruksi karenan lidah terlipat dan pasien dalam
keadaan tidak sadar. Penangannya yang pertama dengan membuka mulut pasien dengan
jalan; chin lift atau jaw trust. Kemudian diikuti dengan membersihkan jalan nafas melalui
finger sweep (cara ini tidak amam karena memungkinkan trauma mekanik pada jari dokter)
atau melalui bantuan instrumen.
Tidakan berikut nya dengan pemasangan oropharingeal tube (untuk pasien tidak sadar) atau
nasopharyngeal tube untuk pasien sadar. Sebagai tambahan info, bahwa pada oropharingeal
tube terdapat tiga jenis ukuran sehingga sebelum memasangnya dokter harus menentukan
ukuran yang sesuai. Cara mudah nya dengan menyamakan ukuran dengan panjang dari
lubang telinga ke sudut mulit atau panjang dari sudut telinga ke lubang hidung, Begitu pula
dengan pemasangan nasopharingeal tube.
C-spine kontrol mutlak harus dilakukan terutama pada pasien yang mengalami trauma basis
cranii. Ciri nya adalah keluar darah atau cairan (LCS) bercampur darah dari hidung atau
telinga. C-spine kontrol dilakukan dengan indikasi:
- Multiple trauma
- Penurunan kesadaran.
Jika semua nya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.
Setelah jalan nafas aman, maka penilaian berikutnya adalah BREATHING!! Liat keadaan
torak pasien, ada atau tidak cyanosis, dan kalau pasien sadar maka pasien mampu berbicara
dalam satu kalimat panjang. Keadaan dada pasien yang mengembung apalagi tidak simetris
mungkin disebabkan pneuomotorak atau pleurahemorage. Untuk membedakannya dilakukan
perkusi sidaerah paru. Suara paru yang hipersonor disebabkan oleh pneumotorak sementara
pada pleurahemorage suara paru menjadi redup. Penanganan pneumotorak ini antara lain
dengan menusukan needle 14 G di daerah yang hipersonor atau pengguanan chest tube.
Hal yang dapat dilakukan antara lain RESUSITASI PARU, bisa dilakukan melalui:
1. Mouth-to mouth
2. Mouth to mask
1. Kanul. Pemberian Oksigen melaui kanul hanya mampu memberikan oksigen 24-44
%. Sementara saturasi oksigen bebas sebesar 21 %.
2. Face mask/ rebreathing mask. Saturasi oksigen melalui face mask hanya sebesar 35-
60%.
Pertama kali yang harus penyelamat perhatikan adalah kemungkinan pasien menagalami
shock. Nilai sirkulasi pasien dengan melihat tanda-tanda perfusi darah yang turun seperti
keadaan pucat, akral dingin, nadi lemah atau tidak teraba. Shock yang tersering dialami
pasien trauma adalah shock hemoragik. Jadi dalam penatalaksanaan nya yang pertama adalah
tangani status cairan pasien dan cari sumber perdarahan, kemudian atasi perdarahan. Berikan
cairan intravena kemudian tutup luka dengan kain kassa, immobilisasi. Pemberian cairan
intravena harus pada suhu yang hangat agar tidak memperberat kondisi pasien (pemsukan
cairan yang memiliki suhu lebih rendah daripada suhu tubuh menyebabkan vasokontriksi
sehingga nantinya menurunkan perfusi). Status hidrasi pasien juga harus diukur melalui
output cairannnya sehingga sering diikuti dengan pemasangan kateter. Namun pemasangan
kateter dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami ruptura uteri. Ciri nya terdapat
darah pada OUE atau lebam pada perineal atau skrotum.
Luka pasien trauma yang sering menimbulkan keadaan shock antara lain luka pada abdomen,
pelvis, tulang panjang, serta perdarahan torak yang massive.
4. Disability.
Pada tahap ini dokter diharapkan menilai keadaan neurologic pasien. Status neurologic yang
dinilai melalui GCS (Glasgow Coma Scale) dan keadaan pupil serta kecepatannya.
1. Eye :
a. Terorientasi baik 5
c. Tidak terorientasi 3
e. Tidak bersuara 1
3. Movement
a. Obeys commands 6
b. Localize to pain 5
c. Flexi to pain 4
e. Extension to pain 2
Respon pupil dinilai pada kedua mata. Jika terdapat lateralisasi maka kemungkinan terdapat
cedera kepala yang ipsilateral. Jika respon pupil lambat maka kemungkinan terdapat cedera
kepala.
Buka pakaian pasien untuk mengeksplorasi tubuh pasien untuk melihat kemungkinan adanya
multiple trauma. Kemudian selimuti pasien agar mencegah hipothermi.
Setelah semua dilakukan dan keadaan pasien menjadi stabil lakukan kembali SECONDARY
SURVEY. Dokter diharapkan memriksan kembali dari awal, anamnesis riwayat pasien,
lakukan pemeriksaan neurologi yang komplit (tes refleks, CT-scan, MRI), dan membuat
diagnosis spesifik, dan lainnya.