Anda di halaman 1dari 69

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT


AKA MEDIKA SRIBHAWONO
NO. :
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI RAWAT INAP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Unit rawat inap merupakan salah satu unit penting dalam pemberian pelayanan di suatu rumah sakit. Hal ini
terlihat dari beberapa indikator mutu rumah sakit yang sebagian besar diambil dari pelayanan rawat inap. Antara lain
dilihat dari efisiensi penggunaan tempat tidur pasien rawat inap, kepuasan pasien rawat inap, angka insiden
keselamatan pasien, angka infeksi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pencitraan baik buruknya pelayanan suatu
rumah sakit sangat dipengaruhi oleh gambaran pelayanan yang diberikan di unit rawat inap.
Pada dasarnya pelayanan di unit rawat inap berlangsung selama 24 jam secara terus menerus.
Kelangsungan layanan ini menuntut adanya suatu sistem yang baik agar mutu layanan kesehatan dapat dijaga dan
dipertahankan. Baik mencakup sistem manajemen sumber daya manusia, fasilitas, maupun sistem layanan yang
mendukung pemberian pelayanan di unit rawat inap.
Dari segi sumber daya manusia yang ada di unit rawat inap pada umumnya memiliki proporsi yang lebih
banyak dibandingkan dengan unit lain. Data bulan Juli 2017 menunjukkan bahwa porsi jumlah SDM perawat rawat
inap adalah yang terbanyak yaitu 43% dari jumlah total perawat Rumah sakit Aka Medika Sribhawono. Hal ini tentu
saja memerlukan suatu pengelolaan yang baik untuk menjaga kualitas SDM yang sesuai kualifikasi dan standar
profesi untuk menjalankan fungsi pelayanan di unit rawat inap.
Salah satu indikator mutu rumah sakit yaitu angka kepuasan pasien rawat inap. Data tiga bulan terakhir
menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2018 angka kepuasan pasien mencapai 90,28%; bulan Februari 91,8%;
dan bulan Maret 90,5%. Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono menetapkan standar angka kepuasan pasien rawat
inap di tahun 2018 adalah 90%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka kepuasan pasien rawat inap masih
belum stabil, masih sangat mungkin akan ada penurunan dari standar yang ditetapkan. Oleh karena itu memerlukan
suatu upaya untuk meningkatkan dan menjaga kualitas layanan agar tercipta peningkatan mutu pelayanan di unit
rawat inap.
Pedoman pelayanan rawat inap perlu dibuat sebagai acuan dalam menyelenggarakan layanan kesehatan di
rawat inap. Pedoman pelayanan rawat ini meliputi standar ketenagaan, fasilitas, tata laksana pelayanan, logistik,

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 1


keselamatan pasien, keselamatan staf, serta pengendalian mutu.

B. Tujuan
Tujuan umum dari pedoman pelayanan rawat inap adalah menjadi acuan staf rumah sakit dalam
melaksanakan pelayanan di rawat inap yang bermutu serta terciptanya budaya keselamatan pasien dan staf rumah
sakit.
Tujuan khusus pedoman pelayanan rawat inap antara lain:
1. Tercapainya standar ketenagaan di Sub Bagian Rawat Inap.
2. Tercapainya standar fasilitas di Sub Bagian Rawat Inap.
3. Terciptanya sistem pelayanan yang baik di Sub Bagian Rawat Inap.
4. Terciptanya budaya keselamatan pasien dan staf di Sub Bagian Rawat Inap.
5. Terlaksananya kegiatan pengendalian mutu Sub Bagian Rawat Inap.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan rawat inap Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono yaitu meliputi pelayanan pasien
dengan penyakit bedah, penyakit dalam, penyakit anak, penyakit infeksi, obgyn dan perinatal, serta pasien dengan
penyakit lainnya yang sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit Tipe D.

D. Landasan Hukum
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah
5. PERMENKES RI NOMOR 1045/MENKES/PER/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan.
6. PERMENKES RI NOMOR 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
7. PERMENKES RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
8. KMK RI Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(K3) Di Rumah Sakit.
9. KMK RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah
Sakit.
10. PMK RI Nomor: 812/MENKES/PER/VII/2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
11. KMK Nomor: 423/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Kebijakan Peningkatan Kualitas Dan Akses Pelayanan Darah

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 2


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi sumber daya manusia di sub bagian rawat inap meliputi tenaga dokter, perawat, dan bidan.
Kualifikasi untuk masing-masing tenaga dapat dilihat pada tabel berikut:

Kualifikasi Jumlah
Nama
No. Formal Sertifikat Informal yang
Jabatan
diperlukan
1. Dokter Dokter Umum ACLS - Seorang muslim atau
Jaga muslimah yang
Bangsal berkepribadian Islam.
- Berakhlak mulia dan mampu
menjadi teladan.
- Sehat jasmani dan rohani
2. Kepala Sarjana SIP / STR, - Seorang muslim atau 1
Sub Keperawatan PPGD, muslimah yang
Bagian Ners / D III Manajemen berkepribadian Islam.
Rawat Inap Keperawatan Rawat inap / - Berakhlak mulia dan mampu
Manajemen menjadi teladan.
Keperawatan - Memiliki leadership untuk
mendeteksi arah perubahan
(trendwacther).
- Bukan pribadi yang suka
menyalahkan (non blaming
person)
- Sehat jasmani dan rohani
- Pengalaman sebagai
perawat pelaksanan minimal
2 tahun
- Memiliki kemampuan dalam
pengoperasian komputer

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 3


3. Ketua Tim D III SIP / STR, - Seorang muslim atau 11
Perawat Keperawatan PPGD muslimah yang
berkepribadian Islam.
- Berakhlak mulia dan mampu
menjadi teladan.
- Memiliki leadership untuk
mendeteksi arah perubahan
(trendwacther).
- Bukan pribadi yang suka
menyalahkan (non blaming
person)
- Sehat jasmani dan rohani
- Pengalaman sebagai
perawat pelaksanan minimal
2 tahun
4. Perawat D III SIP / STR, - Seorang muslim atau 56
Pelaksana Keperawatan PPGD muslimah yang
Rawat Inap berkepribadian Islam.
- Berakhlak mulia dan mampu
menjadi teladan.
- Sehat jasmani dan rohani
- Mampu melakukan asuhan
keperawatan
- Mempunyai loyalitas kerja
yang baik
- Mampu mengoperasikan
komputer

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 4


5. Petugas D III SIB, Sertifikat - Seorang muslim atau 8
Pendukung Kebidanan Komputer muslimah yang
Perawatan berkepribadian Islam.
di Rawat - Berakhlak mulia dan mampu
Inap menjadi teladan.
- Sehat jasmani dan rohani
- Mampu mengoperasikan
komputer
- Mampu melakukan Asuhan
Kebidanan (Bidan)

Tabel 1. kualifikasi ketenagaan Sub Bagian Rawat Inap

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Penghitungan Kebutuhan Tenaga Sub Bagian Rawat Inap
1. Analisis Beban Kerja
WAKTU JML WAKTU WAKTU
FREKUENSI JUML
NO JENIS KEGIATAN KEGIATAN PASIEN KEGIATAN KEGIATAN
KEGIATAN AH
PERPASIEN PERHARI PERHARI PERBULAN
I. KEGIATAN UMUM PERAWAT PELAKSANA

1. Menyiapkan Obat 10 38 3 1140 34,200

2. Memberikan Obat 5 38 3 570 17,100

3. Mengukur Vital Sign 10 38 3 1140 34,200


Melakukan
Pengkajian
4. Keperawatan 5 38 3 570 17,100
Melakukan
Dokumentasi
Keperawatan

5. 10 38 3 1140 34,200

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 5


Tindakan Pasang

6. infus 20 9 1 180 4.600


Tindakan Dressing

7. Infus 5 3 1 15 450
Mengantar Pasien

8. ke ruang Operasi 15 4 1 60 1,800


Tindakan Rawat

9. Luka 20 2 1 40 1,200
Mengambil Obat Ke

10. Farmasi 10 38 1 380 11,400


Mengantar Pasien

11. HeadCT Scan 60 1 1 60 1,800


Mengantar Pasien

12. Pulang 10 7 1 70 2,100


Mengantar Pasien
ke RS lain

13. (Rujukan) 60 1 1 60 1,800


Mengembalikan
Sisa Obat Pasien
Ranap (Retur) ke

14. Farmasi 10 7 1 70 2,100


Tidakan merekam

15. EKG 10 1 2 20 600


Mengantar pasien
ke Radiologi (USG,

16. Rontgen) 15 3 1 45 1,350


Menjemput pasien

17. operasi 10 4 1 40 1,200

Menyiapkan

18 tindakan fototerapi 10 1 2 20 600

19. Memandikan bayi 10 4 2 80 2,400

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 6


20. Monitoring suhu 2 38 3 228 6,840
Tindakan pasang

21. NGT 20 3 1 60 1,800


Tindakan pasang

22. DC 15 3 1 45 1,200
Tindakan
scaren/menutup

23. hordeng pasien 2 5 1 10 300


Mengganti cairan

24. infus 3 38 3 342 10,260

25. Melepas DC 5 2 1 10 300

26. Melepas Infus 5 7 1 35 1,050


Merekap
permintaan obat

27. farmasi 5 38 1 190 5,700


Mengambil
Sampling
pemeriksaan

28. laborat 10 3 2 60 1,800


Mengantar

29. sampling ke laborat 10 5 2 100 3,000

202,4
50

30. Operan jaga 20 3 60 1,800


Pre conferens

31. 20 1 20 600
Orientasi Pasien

32. Baru 15 8 1 120 3,600

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 7


Mengkaji pasien

33. baru 20 8 1 160 4,800


Menyusun Rencana

34. Keperawatan 10 38 1 380 11,400


Mengevaluasi
Asuhan

35. Keperawatan 10 38 3 1140 34,200


Mendampingi Visite

36. DokteSpesialis 10 38 2 760 19,000


Membagi Tugas

37. Perawatan 5 3 15 450


Membuat Laporan

38. Akhir Jaga 15 3 45 1,350


Memberikan Inform

39. Consent Tindakan 5 3 1 15 450


Melakukan Edukasi
/Pendidikan
Kesehatan Ke

40. Pasien 10 7 1 70 2,100

41. Supervisi ranap 20 2 40 1,200

90,30
0

Mengganti Linen

1. (Verbeden) 5 38 1 190 5,700


Membantu
Memandikan

2. Pasien 30 7 2 420 12,600

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 8


Membantu Pasien

3. BAB dan BAK 10 5 3 150 4,500


Merapikan Nurse
4.
Station 10 3 30 900
Memastikan
Ketersediaan BHP

5. ranap 10 3 30 900
Merekap Register

6. tranfusi 10 1 10 300

7. Melipat kassa 15 1 15 450


Menyiapkan tabung
oksigen di ruang

8. pasien 10 7 2 140 420

29,70
0

360,3
TOTAL 00

Tabel 3. Analisis penghitungan beban kerja SDM Rawat Inap

2. Penghitungan Tenaga Rawat Inap Berdasar Rumus Gillies


Salah satu formula penghitungan tenaga keperawatan yang dikembangkan Gillies (1982) adalah
sebagai berikut :
A x B x 365
Tenaga Perawat =
(365 – C) x jam kerja perhari

Keterangan :
 A = jam perawatan/24 jam (nursing time), yaitu waktu perawatan yang dibutuhkan pasien.
Komponen A, adalah jumlah waktu perawatan yang dibutuhkan oleh pasien selama 24 jam
 B = sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
Komponen B, adalah hasil perkalian BOR dengan jumlah tempat tidur. Contoh jika BOR 76 % dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 9


jumlah tempat tidur 100 maka sensus harian adalah 76.
 C = jumlah hari libur
Komponen C, adalah jumlah hari libur resmi yang ditentukan oleh pemerintah dan jumlah hari libur
karena cuti tahunan personel. Jumlah hari libur diIndonesia kira-kira 76 hari yang terdiri dari 52 hari
minggu, 12 hari cuti dan 12 hari libur nasional. Disamping itu perlu juga diperhitungkan hari libur
lain yaitu secara alamiah menjadi hak biologis wanita yaitu cuti hamil kurang lebih selama 3 bulan.
 Jam kerja perhari 7 jam perhari

Total Kebutuhan Perawat Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono Tahun 2016
Total tenaga keperawatan di rawat inap target BOR 72% dari 84 bed
Tenaga yang dibutuhkan (shift 7 jam) = 34 orang
Factor koreksi = 10 orang
Tenaga non nursing servis = 11 orang
Total rawat inap = 55 orang

Dalam rangka menjamin mutu sesuai standar MPKP maka diperlukan 1 perawat primer : 6-8 pasien
Jumlah perawat primer yang dibutuhkan 8-14 orang (12 orang)
Total jumlah perawat = 67 orang

Kemampuan lembur : 3 jam/orang/(1/3 dari jumlah perawat) = 66 jam


Untuk alokasi lembur 7 jam (satu shift)/ perawat = 9 pasien/ hari
Maka jumlah perawat 67 orang bisa untuk maksimal pasien = 70 pasien /hari
Ekuivalen dengan = 83% BOR

C. Rekruitmen Dan Seleksi Tenaga Keperawatan Rawat Inap


1. Penarikan Calon Karyawan (Recruitment)
Penarikan calon adalah aktivitas atau usaha yang dilakukan untuk mengundang para pelamar sebanyak
mungkin sehingga Bagian Keperawatan memiliki kesempatan yang luas untuk menemukan calon yang paling sesuai
dengan tuntutan jabatan yang diinginkan. Penarikan calon dilakukan karena berdasarkan analisa kebutuhan tenaga,
ditemukan jumlah pasien dan kegiatan tidak seimbang dengan jumlah tenaga yang ada. Dilihat dari sumber
penarikannya, dapat dibagi menjadi:
2. Internal Resource (dari dalam rumah sakit)
Menarik calon dari dalam Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono sendiri (Internal resources) memiliki

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 10


keuntungan lebih yaitu calon sudah dikenal dan proses dapat dilakukan dengan lebih cepat dibanding menarik calon
dari luar Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono. Calon nantinya masuk ke Bagian Keperawatan akibat mutasi atau
promosi. Untuk mendapatkan calon pelamar dapat melalui :
 Informasi dari mulut ke mulut
 Berkas-berkas pelamar yang datang sendiri (unsolicited applicants).
 Pengiriman surat pemberitahuan ke seluruh unit kerja akan adanya kebutuhan tenaga di Bagian
Keperawatan.
3. External Resource (dari luar rumah sakit)
Proses penarikan calon dari luar Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono dapat dilakukan dengan cara :
 Dari mulut ke mulut.
 Iklan
 Lembaga-lembaga pendidikan
 Kantor penempatan tenaga kerja (milik swasta atau negara)

D. Penyaringan / Seleksi Calon Karyawan (Selection)


Seleksi calon karyawan rawat inap dimulai dari penyaringan surat lamaran yang masuk ke bagian
SDI/Personalia rumah sakit. Petugas SDI akan menghubungi Kepala Sub Bagian Rawat Inap apabila batas waktu
yang ditetapkan untuk penarikan calon karyawan sudah terlampaui. Petugas SDI melaporkan jumlah pelamar yang
masuk, apabila kuota belum terpenuhi, maka petugas SDI melakukan perpanjangan waktu penarikan calon
karyawan sampai diperoleh jumlah pelamar yang cukup.
Selanjutnya Kepala Sub Bagian Rawat Inap memilih berkas surat lamaran yang masuk dan menentukan
calon pelamar yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Apabila tidak ditemukan berkas pelamar yang sesuai
maka Kepala sub Bagian Rawat Inap memberitahukan kepada petugas SDI agar dilakukan penarikan calon
karyawan kembali. Berkas pelamar yang dipilih oleh Kepala Sub Bagian Rawat Inap kemudian diserahkan kepada
petugas SDI dan selanjutnya dihubungi dan dijadwalkan untuk melakukan tes seleksi calon karyawan di rumah sakit.
Materi tes seleksi calon karyawan meliputi materi umum, keperawatan dan materi keislaman. Peserta akan
diuji dengan tes tertulis dan tes wawancara. Setiap pelamar akan diwawancara oleh Kepala Sub Bagian Rawat Inap,
Wakil Direktur Pelayanan, dan Wakil Direktur Umum. Peserta seleksi dinyatakan diterima apabila mendapat
rekomendasi dari tim penyeleksi, atau atas dasar keputusan yang diambil melalui diskusi antara tim penyeleksi dan
direksi rumah sakit.

Karyawan yang dinyatakan lulus tes wawancara akan dipanggil untuk memulai bekerja dengan mengikuti
alur kekaryawanan sebagai berikut:

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 11


Tidak lolos : Tidak lolos:

Mengulang/mengundurkan Mengulang/mengundurkan
diri diri
Tetap
lolos lolos lolos

RS Orientasi Magang Penetapan Kontrak 1 thn


karyawan status

1 bulan 2 bulan
Part timer

Gambar 5. Bagan alur kekaryawanan Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono


Keterangan :
Masa orientasi : 1 bulan
Mengulang masa orientasi : 2 minggu
Masa magang : 2 bulan
Mengulang masa magang : 2 minggu
Karyawan baru dinyatakan lulus masa orientasi apabila hasil evaluasi minimal 75%. Lulus bersyarat
apabila nilai evaluasi 45 - 74% dan berarti karyawan harus mengulang masa orientasi selama dua minggu untuk diuji
kembali. Tidak lulus apabila nilai evaluasi kurang dari 45% dan berarti bahwa karyawan harus mengulang masa
orientasi selama 1 bulan untuk kemudian dievaluasi kembali.
Karyawan dinyatakan lulus masa magang apabila hasil evaluasi minimal 75%. Lulus bersyarat apabila nilai
evaluasi 45 - 74% dan berarti karyawan harus mengulang masa magang selama dua minggu untuk diuji kembali.
Tidak lulus apabila nilai evaluasi kurang dari 45% dan berarti bahwa karyawan harus mengulang masa orientasi
selama 1 bulan untuk kemudian dievaluasi kembali.

E. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dilakukan dengan sistem pembagian tiga shif dalam sehari yaitu pagi, siang dan malam.
Untuk formasi jaga di masing-masing bangsal dapat dilihat pada tabel berikut:
No Nama Jabatan Kualifikasi Shif jaga Jumlah tenaga
Formal Sertifikat
1. Dokter Jaga Bangsal Dokter Umum ACLS Pagi 1
Siang 1
Malam 1
2. Ketua Tim Perawat D III Keperawatan SIP / STR, PPGD Pagi disesuaikan
Siang

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 12


Malam
3. Perawat Pelaksana D III Keperawatan SIP / STR, PPGD Ranap NS 1
Rawat Inap Pagi 1
Siang 1
Malam 1

Ranap NS 2
Pagi 2
Siang 2
Malam 2

Ruang HCU
Pagi 1
Siang 1
Malam 1

4. Petugas Pendukung D III Kebidanan SIB, Sertifikat Ruang VK


Perawatan di Rawat Komputer Pagi 1
Inap Siang 1
Malam 1

Ruang Perinatologi 1
Pagi 1
Siang 1
Malam

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG RAWAT INAP
Ruang rawat inap Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono dibagi menjadi empat ruang
perawatan.ns1, ns 2, hcu, perina dan vk Masing-masing mempunyai perbedaan dalam tata ruang,
disesuaikan dengan kebutuhan ruangan.
1. Ruang NS 1
Ruang NS 1 terdiri dari 12 tempat tidur untuk anak - anak, dan 12 tempat tidur untuk perawatan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 13


ibu maternitas, jadi total keseluruhan ada 24 tempat tidur. nurse station, spoelhoek dan kamar mandi
pasien. Denah ruang rawat inap NS 1 Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono digambarkan dalam
denah dibawah ini:

Ranap NS 1 adalah ruangan untuk perawatan pasien anak dan maternitas,dimana ruang anak terdiri dari
ruang azalea, aster dan kenanga.,sedangkan untuk ruang maternitas terdiri dari ruang tuli, catelya dan melati, ranap
ns 1 terletak di lantai satu, sebelah utara berhadapan dengan masjid Almadinah, sebelah barat berbatasan dengan
ruang Aljabar, sebelah timur berbatasan dengan ruang IT. Sebelah selatan berhadapan dengan lorong mobilisasi
karyawan dan pengunjung.

2. Ruang Al Jabar
Ruang Al jabar terdiri dari 10 tempat tidur ditambah dengan 1 tempat tidur di ruang isolasi, jadi
total keseluruhan tempat tidur ada 11 tempat tidur. Terdapat 2 WC untuk pasien dan keluarga pasien
yang salah satunya terdapat di ruang isolasi. Terdapat 1 WC khusus perawat dan dokter, nurse station,
spoelhoek, ruang tindakan keperawatan, dan ruang Kepala Instalasi Rawat inap. Ruang tunggu untuk

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 14


keluarga pasien berada di luar dekat dengan pintu masuk ruangan. Berikut adalah denah ruang Al
Jabar :

DENAH RUANG AL JABAR

WC
Isolasi
Ruang Isolasi B.8
Ruang
Tindakan/
Tempat tiang Obat
infus B.9
Ruang Bermain
B.1

Nurse Station B.10


B.2

B.7
B.3

B.6

B.5

Ruang WC WC
Ka. Ins. Ka. WC Perawat B.4
Spulhook
Ins.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 15


Ruang Al Jabar adalah ruang perawatan anak. Ruang anak terletak di lantai 2, terletak di sebelah
utara berhadapan dengan masjid Almadinah, sebelah barat berhadapan dengan tangga menuju lantai
2, sebelah selatan berhadapan dengan ruang Annur, sebelah timur berbatasan dengan ruang Al aziz.
3. Ruang Ar-Rahman dan Ar-Rahim
Ruang Ar-Rahman dan Ar-Rahim masing-masing terdiri dari 5 tempat tidur dengan masing-masing
1 ruang isolasi. Terdapat 1 WC pasien dan 1 WC perawat di masing-masing ruangan. Nurse station
digunakan bersama, terletak diantara 2 ruangan Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Berikut adalah denah
ruang Ar-Rahman dan Ar-Rahim:

Denah Ar-Rahman Denah Ar-Rahim

1 2 3 6 3 2 1

Bed 2 Bed 1 Bed 1 Bed 2

Bed 3
Bed 3
5 5
Isolasi Isolasi Bed
Bed 4
Bed 4

4
Bed 5 Bed 5
4

Keterangan:
1. Spoelhoek
2. WC pasien
3. WC perawat
4. WC pasien ruang Isolasi

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 16


5. Ruang antara
6. Nurse Station

Ruang Ar-Rahman dan Ar-Rahim merupakan ruangan penyakit dalam pria. Letaknya di lantai 2 (di
atas ruang Ar-Razaq dan Al-Halim). Sebelah utara berbatasan dengan lorong mobilisasi pengunjung
dan karyawan, menghadap langsung ke lapangan di lantai 1. Sebelah selatan dibatasi oleh balkon
yang langsung menghadap ke taman di lantai 1. Sebelah timur dibatasi balkon yang menghadap ruang
An-Nuur. Sebelah barat berbatasan dengan baklon menghadap ke taman dan kolam ikan di lantai 1.

4. Ruang Ar-Rozak dan Al- halim


Ruang Ar-Rozak dan Al-halim masing-masing terdiri dari 8 tempat tidur. Terdiri dari 1 WC pasien di
masing-masing ruangan, 1 WC perawat, dan 1 spoelhoek. Nurse station digunakan bersama terletak
diantara 2 ruangan. Berikut adalah gambaran ruangan Ar-Razaq dan Al-Halim:

Denah Ar- Razaq Denah Al-Halim

1 2 3 4 3 2 1

Bed 5 Bed 1
Bed 1 Bed 5

Bed 6 Bed 2 Bed 2 Bed 6

Bed 7 Bed 3 Bed 3 Bed 7

Bed 8 Bed 4 Bed 4 Bed 8

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 17


Keterangan :
1. Spoelhoek
2. WC pasien
3. WC perawat
4. Nurse Station

Ruang Ar-Razaq merupakan ruangan dewasa untuk pasien pria. Disebelah utara berbatasan
dengan lorong mobilisasi pengunjung atau karyawan, langung menghadap ke lapangan. Sebelah
selatan dibatasi oleh taman. Sebelah barat dibatasi oleh taman dan kolam ikan. Sebelah timur
berbatasan langsung dengan Ruang Al-Halim. Ruang perawat berada diantara kedua ruangan, ruang
Ar-Razaq dan Al-Halim.
Ruang Al-Halim merupakan ruang penyakit dalam wanita, berada di sebelah timur ruang Ar-
Razaq. Sebelah utara berbatasan dengan lorong mobilisasi pengunjung dan karyawan. Sebelah
selatan berbatasan dengan taman, sebelahtimur berbatasan dengan lorong mobilisasi pengunjung dan
karyawan yang dipisahkan oleh taman kecil. Sebelah barat berbatasan langsung dengan ruang Ar-
Razaq.

5. Ruang Al-Qowiyyu
Ruang Al-Qowiyyu memiliki 11 tempat tidur dengan 1 tempat tidur di ruang isolasi. Jadi total
tempat tidur di ruang Al- Qowiyyu terdapat 12 tempat tidur. Ruang Al-Qowiyyu memiliki 2 WC pasien, 1
WC perawat, 1 ruang tindakan, 1 nurse station, 1 ruang perawat, 1 ruang kepala perawat dan 1
spoelhoek. Berikut adalah gambaran ruang Al-Qowiyyu :
Ruang Al-Qowiyyu
8
6

Isolasi
Bagian Ruang Kebidanan 5

2
Bed Bed Bed Bed
7 4
8 9 10 11
3

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 18


2
Bed 1
2 Bed Bed Bed Bed Bed

7 6 5 4 3
1 Bed 2
Keterangan :
1. Spoelhoek
2. WC pasien
3. Ruang kepala ruangan
4. Ruang tindakan
5. WC perawat
6. Ruang perawat
7. Nurse Station
8. Ruang tunggu keluarga pasien

Ruang Al-Qowiyyu merupakan ruangan penyakit dalam wanita. Terdapat di lantai 1 berada antara
ruang office dan ruang bersalin (VK). Sebelah utara dibatasi oleh tembok permanen yang mengarah pada
tempat parker karyawan. Sebelah selatan menghadap ke taman dan kolam ikan. Sebelah timur berbatasan
dengan gedung office, dibatasi oleh taman kecil. Sebelah barat berbatasan langsung dengan ruang bersalin
(VK).

6. Ruang bersalin (VK) dan Ruang Perinatologi


Ruang bersalin (VK) terdiri dari 4 tempat tidur rooming in (pasca bersalin), 2 tempat tidur bersalin,
2 incubator (ruang perinatologi), spoelhoek, WC pasien, WC perawat. Berikut adalah gambaran ruang
bersalin:

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 19


5
4
Bagian Ruang Al- Qowiyyu

3 6

7
Bed Bed Bed Bed 7 8

1 2 1 2

1 2

Keterangan:
1. Ruang pasca bersalin (rooming in)
2. Ruang persiapan bersalin
3. Nurse Station
4. WC perawat
5. Ruang Bersalin
6. Ruang Perinatologi
7. Spoelhoek
8. WC pasien

Ruang bersalin (VK) merupakan ruangan tempat bersalin. Terletak di bagian timur Rumah Sakit
Aka Medika Sribhawono. Terdapat di lantai 1 berada antara ruang Al- Qowiyyu dan dapur. Sebelah utara
dibatasi oleh tembok permanen yang mengarah pada tempat parkir karyawan. Sebelah selatan berbatasan
dengan lorong mobilisasi pengunjung dan karyawan, menghadap ke taman dan kolam ikan. Sebelah timur

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 20


berbatasan langsung dengan Al- qowiyyu. Sebelah barat berbatasan langsung dengan ruang gizi dan
dapur.

B. PERSYARATAN TEKNIS RUANG RAWAT INAP


1. Lokasi.
a. Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman dan nyaman, tetapi tetap
memiliki kemudahan aksesibiltas atau pencapaian dari sarana penunjang rawat inap.
b. Bangunan rawat inap terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan bising dari
mesin/generator.
2. Denah.
Persyaratan umum:
a. Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga tiap kegiatan tidak
bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan. Perletakan ruangannya terutama
secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan
dekat dan sangat berhubungan/membutuhkan.
b. Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.
c. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit
sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang)
d. Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien yang akan
ditampung.
e. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan.
f. Alur petugas dan pengunjung dipisah.
g. Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan minimal seperti
ditunjukkan dalam tabel di bawah ini

Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inap


NO NAMA RUANG LUAS ( + ) SATUAN
1 Ruang Perawatan Kelas III 7,2 m2/tempat tidur
2 Ruang Pos Perawat 20 m2
3 Ruang konsultasi m2
4 Ruang tindakan m2
5 Ruang administrasi m2

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 21


6 Ruang dokter m2
7 Ruang perawat m2
8 Ruang ganti / locker m2
9 Ruang kepala rawat inap m2
10 Ruang linen bersih m2
11 Ruang linen kotor m2
12 Spoelhoek m2
13 Kamar mandi / toilet m2
14 Pantri m2
15 Ruang janitor/servis m2
16 Gudang bersih m2
17 Gudang kotor m2
Sumber: Pedoman Bangunan RS: Ruang Rawat Inap Rumah Sakit, Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Sub Direktorat Bina Sarana Dan Prasarana Kesehatan
Tahun 2012
Persyaratan khusus.
a. Tipe ruang rawat inap di dompet dhuafa semuanya sama yaitu, ruang perawatan kelas 3. Khusus
untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti:
- Pasien yang menderita penyakit menular.
- Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein,
diabetes, dan sebagainya).
- Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
b. Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan jenis pasien yang
akan dirawat.
3. Pos Perawat (Nurse Station).
Lokasi Pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang dilayaninya, sehingga
pengawasan terhadap pasien menjadi lebih efektif dan efisien.
4. Lantai.
a. Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.
b. Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang rata atau keramik
dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak mengumpul, mudah dibersihkan,
tidak mudah terbakar.
c. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar memudahkan
pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 22


5. Langit-langit.
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau kotoran lain.

6. Pintu.
a. Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan lebar 90 cm dan
40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm, dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation
glass).
b. Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.
c. Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal harus ada 1 kamar mandi
berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat. Pintu kamar mandi pasien, harus
membuka ke luar kamar mandi.
d. Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.

7. Kamar mandi.
a. Kamar mandi pasien, terdiri dari kloset, shower (pancuran air) dan bak cuci tangan (wastafel).
b. Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau standar teknis yang
berlaku.
c. Jumlah kamar mandi untuk penyandang cacat, 1 (satu) buah untuk setiap kelas.
d. Toilet umum, terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel).

8. Jendela.
Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya, dan
cukup rapat.

C. PERSYARATAN TEKNIS PRASARANAN BANGUNAN RUANG RAWAT INAP


1. Persyaratan keselamatan bangunan.
Pelayanan pada bangunan instalasi rawat inap, termasuk “daerah pelayanan kritis”, sesuai SNI 03 –
7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.
a. Struktur bangunan.
1) Bangunan instalasi bedah, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam
memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
instalasi rawat inap, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 23


2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat
dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan
tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.
3) Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap pengaruh gempa,
semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik bagian dari sub struktur maupun
struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan
zona gempanya.
4) Struktur bangunan instalasi bedah harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi
pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjai keruntuhan, kondisi strukturnya
masih dapat memungkinkan pengguna bangunan instalasi rawat inap menyelamatankan diri.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin,
dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
b. Sistem proteksi petir.
1) Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan
penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi
petir.
2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata
risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan instalasi rawat inap
dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi
sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada bangunan
gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
c. Sistem proteksi Kebakaran.
1) Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem
proteksi pasif dan proteksi aktif.
2) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko kebakaran, geometri
ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan
instalasi rawat inap.
3) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume
bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap.
4) Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar harus segera
disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang rawat
inap untuk mencegah terjadinya ledakan.
5) Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien harus segera

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 24


dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus dipasang
diseluruh rumah sakit . Semua petugas harus tahu peraturan tentang cara-cara proteksi
kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm kebakaran dan tahu
menggunakan alat pemadam kebakaran.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem
proteksi kebakaran aktif mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit ( Sistem
Proteksi Kebakaran Aktif, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Tahun 2012).
d. Sistem kelistrikan.
1) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada ruang perawatan pasien di ruang rawat inap termasuk katagori
“sistem kelistrikan esensial 1”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber
daya listrik diesel generator untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya
listrik normal. Tapi pada ruang tindakan pasien termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial
2” di mana pasokan listrik tidak boleh terputus apabila terjadi gangguan.
2) Jaringan.
- Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bias digerakkan,
harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang track, untuk mencegah
terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.
- Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.
- Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang
terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur
atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat
kritis.
3) Terminal.
- Kotak Kontak (stop kontak)
4) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang
mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.
5) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan
menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di
atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.
6) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur minimal 2 titik untuk melayani peralatan
kesehatan yang membutuhkan suplai listrik. Pada ruang tindakan yang -merupakan ruang
pelayanan kritis minimal harus dilengkapi 5 titik kotak kontak.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 25


7) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000,
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011
tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.
8) Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus memastikan
bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada
bagian lain peralatan yang disebut dengan system penyamaan potensial pembumian (Equal
potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak
melalui pasien.
9) Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat
bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan dalam
instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
- Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap.
- Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas
yang cukup untuk menghindari beban lebih.
- Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan system
pembumian yang benar sebelum digunakan.
- Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang
tidak benar.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti
Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi
Elektrikal RS.
e. Sistem gas medik dan vakum medik.
1) Vakum, udara tekan medik dan oksigen disalurkan dengan pemipaan ke ruang instalasi rawat
inap. Outlet-outletnya dipasang pada bed-head pasien. Pada ruang perawatan minimal
dilengkapi 1 (satu) outlet oksigen tiap tempat tidur pasien, sedangkan pada ruang tindakan
dilengkapi minimal 1 (satu) outlet oksigen, 1 (satu) outlet vakum dan 1 (satu) outlet udara
tekan medik pada bed-head tempat tidur tindakan.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem gas medik dan vakum medik pada bangunan Ruang rawat inap Rumah Sakit

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 26


mengikuti ”Pedoman Teknis Instalasi Gas Medik dan Vakum Medik di RS” yang disusun oleh
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.
2. Persyaratan kesehatan bangunan.
a. Sistem ventilasi.
1) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat inap harus
mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya.
2) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan
jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
3) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat.
4) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsipprinsip
penghematan energi dalam bangunan ruang rawat inap.
5) Pada ruang perawatan pasien dan koridor di ruang rawat inap, minimal 4 (empat) kali
pertukaran udara per jam, untuk ruang perawatan isolasi infeksius, minimal 6 (enam) kali
pertukaran udara per jam.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan ruang rawat inap mengikuti
Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah Sakit, yang disusun
oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.
b. Sistem pencahayaan.
1) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan
buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
2) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.
3) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan instalasi rawat inap
dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan instalasi rawat inap.
4) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan
sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap dengan mempertimbangkan
efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau
pantulan.
5) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada
bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan
mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 27


7) Disarankan menggunakan lampu-lampu yang dipasang dibenamkan pada plafon (recessed)
karena tidak mengumpulkan debu.
8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
sistem pencahayaan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti :
1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan
gedung,
2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan
gedung,
3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan
tanda peringatan, atau
4) Pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
c. Sistem Sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat inap harus
dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan
sampah, serta penyaluran air hujan.
d. Sistem air bersih.
1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air
bersih dan sistem distribusinya.
2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya
yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat inap harus
memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan,
sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau
edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
e. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan,
sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman
dan standar teknis lain yang berlaku.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 28


f. Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat
penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang rawat inap, yang diperhitungkan
berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan
dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan
lingkungannya.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pengolahan
fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan ruang rawat inap mengikuti
Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair
dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
g. Sistem penyaluran air hujan.
1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase
lingkungan/kota.
2) Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem
penyaluran air hujan.
3) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah pekarangan
dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka
penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang
berwenang.
5) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan
penyumbatan pada saluran.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku
4. Persyaratan kenyamanan
a. Sistem pengkondisian udara.
1) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan ruang rawat inap,

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 29


pengelola bangunan ruang rawat inap harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban
udara.
2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat
dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :
- fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan
bahan bangunan.
- kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
- prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
3) Kelembaban relatif dipertahankan 30 - 60% .
4) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (200C sampai 260C).
5) Apabila ruang rawat inap menggunakan alat pengkondisian udara, unit pengkondisian udara
tersebut bisa menjadi sumber micro-organisme yang dating melalui filter-filternya. Filter-filter ini
harus diganti pada jangka waktu yang tertentu. Apabila menggunakan sistem pengkondisian
udara sentral, maka saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan
kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti Pedoman Teknis
Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.
b. Kebisingan
1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat
inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan
instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi rawat inap
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap
kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
c. Getaran.
1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat
inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis kegiatan,
penggunaan peralatan, dan/atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan
instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi rawat inap.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran
pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 30


5. Persyaratan kemudahan.
a. Kemudahan hubungan horizontal.
1) Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal
berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi
bangunan instalasi rumah sakit tersebut.
2) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran
ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
3) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan
aspek keselamatan. Terkait dengan sarana keselamatan pada bangunan rumah sakit, maka
pintu ruang perawatan disarankan membuka keluar, dengan tanpa mengganggu akses
pengguna koridor.
4) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi
koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
b. Kemudahan hubungan vertikal.
1) Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal
antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit tersebut
berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga berjalan/ eskalator, dan/atau lantai
berjalan/travelator.
2) Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi bangunan
rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna
bangunan rumah sakit.
3) Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif kebakaran.
4) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif barang
yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan
secara khusus oleh petugas kebakaran.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan lif,
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
c. Sarana Keselamatan Jiwa.
1) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana keselamatan yang meliputi:
- Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk memenuhi
Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.
- Bangunan rumah sakit melindungi penghuni selama jangka waktu tertentu.
- Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk meminimalkan
pengaruh api, asap dan panas.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 31


- Bangunan rumah sakit harus dapat menjamin bahwa jumlah eksit cukup, dan eksit
memiliki konfigurasi untuk memberikan perlindungan terhadap bahaya kebakaran.
- Pintu jalan ke luar tidak boleh dikunci yang bisa menghalangi jalur penyelamatan.
- Sarana jalan ke luar termasuk koridor, tangga kebakaran, dan pintu-pintu yang
memungkinkan setiap orang meninggalkan bangunan atau bergerak di antara ruang-
ruang khusus dalam bangunan.
- Sarana tersebut memungkinkan setiap orang mampu menyelamatkan dirinya terhadap api
dan asap kebakaran, dan oleh karena itu merupakan bagian dari strategi proteksi
kebakaran.
- Setiap bangunan rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur bangunan untuk
melindungi orang-orang terhadap bahaya api dan asap kebakaran.
- Rumah Sakit menyediakan dan memelihara sistem alarm kebakaran.
- Rumah sakit menyediakan dan memelihara sistem pemadaman kebakaran.
- Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan khusus untuk memproteksi
seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran atau asap.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana keselamatn jiwa mengikuti ”Pedoman Teknis Sarana
Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit”, yang disusun oleh Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2012.
d. Aksesibilitas.
1) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin
terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke dan ke luar dari
bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit secara mudah, aman
nyaman dan mandiri.
2) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur
pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut
usia.
3) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian
bangunan rumah sakit.
4) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat
mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 32


BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Admisi ke Rawat Inap


Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit merupakan bagian
dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan dan
tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah
menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di rumah
sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya.
Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang
tersedia di rumah sakit.
Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan rawat jalan berdasarkan
pada kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah di identifikasi dan pada misi serta sumber daya
rumah sakit yang ada. Sebelum dinyatakan rawat inap, pasien terlebih dahulu diskrining untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan pasien. Apakah perlu di rawat inap atau perlu penanganan khusus di unit
perawatan khusus atau ruang intensif.
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik
atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba
di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya
dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi.
1. Pendaftaran Pasien Rawat Inap
Setiap pasien yang akan dirawat inap, harus melalui proses pendaftaran. Pada proses pendaftaran
ini, pasien di data terkait identitas nama, alamat, latar belakang keluarga, dan lain sebagainya. Data
ini kemudian di simpan sebagai arsip rumah sakit.
Setiap pasien yang sudah didaftar dibuatkan rekam medis, yang kemudian menjadi catatan medis
pasien selama mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit. Pasien yang sudah diskrining
masalah kesehatannya kemudian dipesankan tempat di ruang rawat inap melalui petugas unit lain
tempat pasien di skrining.
Petugas dari unit lain memastikan ke unit rawat inap mengenai ketersedian ruangan untuk
perawatan pasien. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi langsung maupun via media
komunikasi yang digunakan di rumah sakit. Petugas mendaftarkan pasien ke unit rawat inap jika
tersedia ruangan dengan memberikan informasi nama pasien, diagnosa medis pasien, dan umur
pasien kepada petugas jaga unit rawat inap.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 33


2. Alur Penerimaan Pasien Rawat Inap
Pasien yang di rawat inap harus sesuai indikasi yang ditetapkan. Hal ini dilakukan dengan melihat
hasil skrining awal pasien. Kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan untuk merawat pasien di unit
rawat inap diatur melalui kebijakan dan prosedur rumah sakit. Misalnya untuk pasien yang
memerlukan perawatan di PICU, maka harus segera dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas
ruang PICU. Namun selama belum mendapatkan tempat rujukan, maka untuk sementara pasien
dirawat semaksimal mungkin di rumah sakit dengan fasilitas yang ada dan disertai inform consent.
Petugas yang akan mengantarkan pasien ke unit rawat inap harus memastikan terlebih dahulu
mengenai kesiapan kamar atau ruangan yang akan ditempati pasien. Kesiapan kamar ini meliputi
kebersihan ruangan, ketersediaan sarana pendukung, dan hal – hal lain yang diperlukan. Pasien
dapat ditransfer ke rawat inap jika ruangan sudah siap dan kondisi pasien memungkinkan untuk
dilakukan transfer.
Petugas mengantarkan pasien ke ruang rawat inap, kemudian diterima oleh petugas jaga unit
rawat inap. Petugas jaga bersama dengan petugas pengantar membawa pasien menuju ruangan
yang telah disiapkan. Pasien diposisikan senyaman mungkin di tempat tidur. Petugas jaga
memastikan peralatan dan sarana di sekitar pasien berfungsi baik.
Petugas pengantar melakukan operan informasi dengan petugas jaga unit rawat inap. Informasi ini
meliputi identitas pasien, kondisi umum pasien, tindakan dan pengobatan yang telah diberikan,
rencana tindakan selanjutnya, dan informasi penting lainnya terkait perawatan pasien. Dokumentasi
dari proses operan ini dilakukan pada lembar rekam medis catatan pemindahan pasien. Petugas
pengantar pasien berkewajiban mengisi lembar tersebut, dan petugas jaga rawat inap membubuhkan
tanda tangan sebagai bukti penerimaan pasien rawat inap.
3. Orientasi Pasien Baru
Setiap pasien baru harus diberikan orientasi oleh petugas jaga rawat inap. Orientasi ini harus
dilakukan maksimal 1 jam setelah pasien masuk unit rawat inap. Untuk pasien dengan keterbatasan
komunikasi, orientasi dilakukan kepada keluarga penunggu pasien.
Orientasi dilakukan dengan melengkapi ceklis atau daftar tilik pasien baru. Isi dari ceklis tersebut
meliputi:
a. Kewajiban dan Hak pasien
b. Nama dan nomor ruangan tempat pasien dirawat
c. Nama petugas dan dokter jaga bangsal yang bertugas
d. Pilihan dokter spesialis penanggung jawab pasien (DPJP)
e. Informasi perkiraan visite dokter spesialis
f. Informasi letak ruang perawat

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 34


g. Informasi cara penggunaan bel gawat dan fasilitas lain yang ada di ruangan pasien
h. Informasi aturan jam kunjung pasien
i. Informasi cara menyampaikan pesan dan kesan
j. Informasi lokasi kamar mandi
k. Informasi adanya siaran internal melalui speaker dan cara mengatur volume speaker
l. Konfirmasi tentang publikasi identitas pasien pada whiteboard
m. Informasi letak mushola, arah kiblat dan perlengkapan ibadah pasien
n. Hasil identifikasi keterbatasan pasien dalam melaksanakan wudu dan ibadah

Ceklis orientasi pasien baru tersebut dilengkapi dengan tanda tangan petugas pengorientasi dan
tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien telah diorientasikan. Ceklis yang sudah diisi lengkap
kemudian di dokumentasikan dalam rekam medis pasien rawat inap.

B. Asuhan Pasien Rawat Inap


1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
Dokter Penanggungjawab Pelayanan (DPJP) adalah dokter spesialis atau sub spesialis yang
bertanggungjawab atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien di rawat inap. Mulai dari asessmen
awal, penentuan diagnosa medis sampai pemberian asuhan untuk mengatasi keluhan pasien hingga
menyusun perencanaan pulang pasien memerlukan penanggungjawab untuk diperoleh hasil pelayanan
kesehatan yang maksimal. Oleh karena itu setiap pasien yang berobat ke rumah sakit harus memiliki
DPJP sebagai penanggungjawab asuhan medis pasien. Penentuan DPJP di ruang rawat inap
berdasarkan atas:
a. Jadwal konsulen. Apabila dalam keadaan gawat darurat DPJP Konsulen tidak dapat dihubungi
maka dapat dilakukan pengalihan DPJP yang seuai dengan spesilalisasi penyakitnya.
b. Surat rujukan langsung kepada salah satu dokter spesialis terkait.
Dokter spesialis yang dituju otomatis menjadi DPJP pasien yang dimaksud, kecuali bila dokter
tersebut berhalangan maka pelimpahan DPJP beralih kepada dokter spesialis yang telah ditunjuk.
c. Atas permintaan pasien/keluarga.
Pasien dan keluarga berhak meminta salah seorang dokter sebagai DPJP selama sesuai dengan
jenis penyakit dan spesialisasi dari DPJP. Apabila tidak ditemukan kesesuaian maka DPJP wajib
memberikan penjelasan dan melimbahkan pasien tersebut kepada DPJP lain yang sesuai dengan
spesifikasi penyakit yang diderita.
d. Hasil rapat KSM pada kasus tertentu.
Pada kasus yang komplek dan jarang, penentuan DPJP dapat berdasarkan rapat KSM.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 35


Dokter penanggungjawab pelayanan pasien mempunyai beberapa kewajiban antara lain:
a. Memperkenalkan diri kepada pasien yang akan mendapatkan asuhan medis.
b. Melakukan asesmen awal dan asesmen ulang pada pasien dengan menggunakan metoda
SOAP.
c. Membuat rencana pelayanan dalam berkas rekam medis yang memuat segala aspek asuhan
medis yang akan dilakukan termasuk pemeriksaan, konsultasi, rehabilitasi pasien dan
sebagainya.
d. Memberikan penjelasan dan pendidikan secara rinci kepada pasien dan keluarga tentang
diagnosis kerja dan atau diagnosis pasti, rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kejadian yang tidak diharapkan.
e. Mengisi catatan rekam medis dengan lengkap dan benar.

DPJP mempunyai wewenang dalam beberapa tindakan terkait asuhan kesehatan terhadap pasien.
Beberapa wewenang DPJP tersebut antara lain meliputi:
a. Melakukan tindakan untuk mengatasi kegawatan kepada pasien tanpa meminta persetujuan
kepada pasien atau keluarga.
b. Melakukan konsultasi dengan disiplin terkait lain.
c. Meminta perawatan bersama dengan DPJP lain sesuai dengan kondisi pasien dengan terlebih
dahulu memberikan pendidikan ke pasien atau keluarga dan meminta persetujuannya.
d. Merujuk pasien apabila sudah tidak mampu menangani pasien atau rumah sakit tidak memiliki
fasilitas yang memadai sesuai dengan kondisi pasien.

2. Dokter Jaga Ruang Rawat Inap (Dokter Bangsal)


Dokter jaga ruang rawat inap atau biasa disebut dengan dokter bangsal adalah seorang tenaga
dokter yang diberi tanggung jawab dan wewenang memberikan pelayanan pada pasien yang di rawat
di ruang rawat inap. Pada umumnya kualifikasi dokter yang bertugas sebagai dokter bangsal adalah
dokter umum.
Tugas dokter bangsal antara lain:
a. Sebagai pemimpin dalam 1 shift jaga di bangsal
b. Melakukan pelayanan medis terhadap pasien yaitu
1) Melakukan penilaian awal saat pasien masuk ke bangsal
2) Memastikan apakah terapi yang diterima pasien telah sesuai
3) Mengikuti preconference perawat dan operan pasien khusus untuk dokter jaga pagi

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 36


4) Menginformasikan dan mengkonsultasikan pasien baru kepada dokter penanggung jawab
pasien (DPJP)
5) Melakukan follow up pasien untuk semua pasien rawat inap di bangsal dengan mendahulukan
kegawatan terlebih dahulu
6) Melakukan screening pasien pre-operasi
7) Melakukan edukasi pasien pulang
8) Menyampaikan prognosis pada kasus yang cenderung memburuk
c. Berkolaborasi dengan tenaga medis dan paramedic (perawat jaga/ dokter umum/ dokter spesialis)
d. Bekerja sama dengan tenaga paramedis dan non medis untuk menciptakan pelayanan bangsal
yang baik
e. Bekerja sama dengan tenaga paramedis dan non medis untuk menciptakan suasana kerja yang
nyaman
f. Melakukan operan jaga dengan sesama dokter bangsal
g. Sebagai dokter poliklinik umum sesuai dengan waktu yang disepakati.
Wewenang dokter bangsal adalah melakukan tata laksana umum sebagai dokter jaga rawat inap;
Memberikan terapi simptomatis secara ekstra (non rutin) saat diperlukan dan tidak berhak
mengganti terapi dokter spesialis tanpa konfirmasi dan persetujuan dokter spesialis; serta
Melakukan tindakan kegawatdaruratan saat diperlukan.
3. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu
dan kiat keperawatan, bersifat humanistic, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar
tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya
d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal

Fungsi dari Proses Keperawatan adalah sebagai berikut:


a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga keperawatan dalam
memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan .

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 37


b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah dan
pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.
c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.

Tahap – tahap dalam proses keperawatan meliputi:


a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan
dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental,
sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.
b. Pengumpulan data
Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada pasien sehingga dapat
ditentukan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut
aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data
tersebut harus akurat dan mudah di analisis. Jenis data antara lain:
- Data objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan
pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit.
- Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari
keluarga pasien/saksi lain misalnya, kepala pusing, nyeri, dan mual.

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi:


- Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
- Pola koping sebelumnya dan sekarang
- Fungsi status sebelumnya dan sekarang
- Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
- Resiko untuk masalah potensial
- Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
c. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir rasional sesuai
dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
d. Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 38


kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah
keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.
Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah
ditentukan berdasarkan criteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila
tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada
pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi yang
lebih parah atau kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki
kebutuhan menurut Maslow, yaitu : keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang
mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.
e. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000). Perumusan
diagnosa keperawatan :
- Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
- Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi.
- Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah
keperawatan kemungkinan.
- Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, atau masyarakat dalam
transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
- Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi
yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
f. Rencana keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status
kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan
(Gordon,1994). Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan
terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan
yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat
mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.
Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan
pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang
(potter,1997)

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 39


g. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
 Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang
diindentifikasi pada tahap perencanaan.
 Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan
keperawatan meliputi tindakan : independen, dependen, dan interdependen.
 Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
h. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi
adalah sebagai berikut
 Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
 Hasil tindakan keperawatan, berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam
rencana evaluasi.

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :


 Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/kemajuan sesuai dengan criteria
yang telah di tetapkan.
 Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu di
cari penyebab dan cara mengatasinya.
 Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan sama sekali
bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 40


mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak
sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi kepada pasien, seluruh tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar
dalam dokumentasi keperawatan.
i. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (potter 2005). Potter (2005) juga
menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian yaitu :
 Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan) perawatan klien
termasuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana
pemulangan.
 Tagihan financial
Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan mendapatkan ganti rugi
(reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi klien.
 Edukasi
Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalam berbagai
masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk mengantisipasi tipe perawatan yang
dibutuhkan klien.
 Pengkajian
Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mendukung
diagnose keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai.
 Riset
Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk mengumpulkan informasi
tentang faktor-faktor tertentu.
 Audit dan pemantauan
Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar untuk evaluasi tentang
kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi.
 Dokumentasi legal
Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri terbaik terhadap tuntutan
yang berkaitan dengan asuhan keperawatan.

Dokumentasi penting untuk meningkatkan efisiensi dan perawatan klien secara individual. Ada

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 41


enam informasi penting dalam dokumentasi keperawatan yaitu :
 Dasar factual
Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan fakta yaitu apa yang perawat
lihat, dengar dan rasakan.
 Keakuratan
Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat dipertahankan klien.
 Kelengkapan
Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap, mengandung informasi singkat
tentang perawatan klien.
 Keterkinian
Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan bersama klien.
 Organisasi
Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis. Contoh catatan
secara teratur menggambarkan nyeri klien, pengkajian dan intervensi perawat dan dokter.
 Kerahasiaan
Informasi yang diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan kepercayaan dan keyakinan
bahwa informasi tersebut tidak akan dibocorkan. Melalui dokumentasi keperawatan akan
dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan
pertimbangan dalam kenaikan jenjang karir/kenaikan pangkat. Selain itu dokumentasi
keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang perawat.
C. ASUHAN PASIEN RISIKO TINGGI
1. Pelayanan Kasus Emergensi
Pelayanan kasus emergensi diberikan kepada pasien rawat inap yang mengalami perubahan
kondisi yang tiba – tiba memburuk sehingga memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Kondisi seperti ini sangat mungkin terjadi di rawat inap karena
banyaknya kasus yang ditangani di rawat inap. Asuhan yang harus dilakukan oleh petugas jaga rawat
inap untuk menangani kondisi ini antara lain:
a. Memeriksa kondisi umum pasien
Pemeriksaan kondisi umum dilakukan dengan menghitung GCS untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien. Jika kesadaran menurun, petugas memeriksa respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan, dapat berupa tepukan pada bahu pasien atau memanggil nama
pasien.
b. Memastikan tanda sirkulasi pasien

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 42


Denyut nadi merupakan tanda yang paling sering dipakai untuk memeriksa sirkulasi pada pasien.
Hal ini dilakukan dengan melakukan palpasi pada daerah leher untuk memastikan denyut nadi
pasien.
c. Meminta bantuan petugas lain
Petugas segera memanggil petugas lainnya untuk membantu menangani pasien. Hal ini harus
dilakukan karena petugas penolong kemungkinan memerlukan rekan untuk menyiapkan alat
emergensi atau membantu melakukan tindakan emergensi.
d. Melakukan resusitasi
Segera melakukan resusitasi jika dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien mengalami henti nafas
dan henti jantung. Resusitasi dilakukan dengan memberikan kompresi pada dinding dada dan
ventilasi atau bantuan nafas. Dalam satu siklus resusitasi dilakukan dengan 30 kali kompresi dan 2
kali ventilasi. Tentu saja hal ini dilakukan sesuai indikasi dan memperhatikan adakah kontraindikasi
untuk dilakukan resusitasi.
2. Pelayanan Resusitasi
Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti
napas atau pun henti jantung oleh karena sebab-sebab tertentu. Mempunyai tujuan RJP untuk
membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali.
Komponen penting dalam Resusitasi Jantung Paru atau dikenal dengan ABC adalah :
a. Airway (Jalan Nafas)
Sumbatan erior faring adalah jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring adalah
merupakan persoalan yang sering timbul pada korban tidak sadar yang terlentang. Resusitasi tidak
akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan
nafas tetap terbuka.
b. Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat bernafas
spontan. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan bunyi nafas dari hidung dan mulut korban dan
memperhatikan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali,
diperlukan ventilasi buatan.
c. Circulasion (Sirkulasi)
Bantuan ketiga BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tidak ada nadi yang teraba pada
arteri besar (periksalah arteri karotis sesering mungkin) merupakan tanda utama henti jantung.
Henti jantung adalah gambaran klinis berhentinya sirkulasi mendadak yang terjadi pada seseorang
yang tidak diduga mati pada waktu itu atau pengehentian tiba – tiba kerja pompa jantung pada
organisme yang utuh atau hampir utuh. Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 43


sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar
diperlukan pada keadaan sangat gawat ini.

Resusitasi harus dilakukan pada :


a. Infark jantung “kecil”, yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams – Stokes
c. Hipoksa akut
d. Keracunan dan kelebihan dosis obat –obatan
e. Sengatan listrik
f. Refleks vagal
g. Tenggelam dan kecelakaan – kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup

Resusitasi tidak dilakukan pada :


a. Kematian normal, seperti biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat. Pada keadaan
ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung,
tetapi organisme secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit. Upaya resusitasi di sini
tidak bertujuan dan tidak berarti.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi
c. Bila hampir dipastikan bahwa fungsi serebal tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ - 1 jam terbukti tidak
ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

3. Pelayanan Darah dan Komponen Darah


Pelayanan darah dan komponen darah di rumah sakit dilakukan dengan kerjasama dengan pihak
PMI. Terutama dalam proses pengolahan dan penyimpanan darah. Di rawat inap hanya melakukan
prosedur pemberian komponen darah kepada pasien yang membutuhkan. Prosedur pemberian
komponen darah ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a. Ketersediaan darah di PMI
Ketersediaan darah di PMI menjadi faktor penting dalam pelayanan tranfusi di rawat inap. Hal ini
dikarenakan ketidakmampuan pihak rumah sakit dalam mengolah dan menyimpan komponen
darah. Sehingga memerlukan pihak kedua untuk melakukan proses pengolahan dan penyimpanan.
b. Persetujuan tindakan trafusi
Persetujuan tindakan sifatnya wajib untuk dilakukan karena tindakan pemberian komponen darah
ini termasuk salah satu tindakan yang berisiko tinggi.
c. Memastikan tepat pasien dengan melakukan identifikasi

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 44


Setiap petugas yang akan melakukan tindakan tranfusi harus melakukan prosedur
identifikasi untuk memastikan tepat pasien. Prosedur identifikasi ini dilakukan dengan cara
menanyakan nama pasien kemudian mencocokkan dengan identitas yang tertulis pada gelang
pasien. Selain itu petugas juga harus memastikan komponen darah dengan melihat kode yang ada
pada kantong darah, tanggal kadaluarsa, jenis komponen darah, golongan darah, dan kesesuaian
identitas pasien.
d. Memantau adanya reaksi tranfusi
Petugas rawat inap, dalam hal ini adalah dokter dan perawat harus melakukan
pemantauan terhadap kemungkinan adanya reaksi tranfusi. Pemantauan ini dilakukan selama
dilakukannya tranfusi. Jika terjadi reaksi tranfusi, maka petugas rawat inap segera menghentikan
tranfusi dan mengambil tindakan sesuai dengan instruksi dokter penanggung jawab pasien.

4. Pelayanan Bantuan Hidup Dasar Pasien Koma


Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap
terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus
dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera
memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Tujuan dari Usaha bantuan hidup dasar ini adalah dengan
cepat mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu
pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama
pada keadaan "henti jantung" yang disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh
orang yang berada di sekitar korban.
Bantuan hidup dasar pada pasien koma dilakukan dengan:
a. Memastikan respon pasien
Untuk mengetahui respon pasien dilakukan dengan memberikan rangsanyan nyeri kepada pasien,
misalnya dengan mencubit bahu korban. Kemudian memastikan denyut nadi pasien.
b. Meminta bantuan petugas lain
Meminta pertolongan kepada petugas lain dapat dilakukan dengan cara memanggil atau meminta
tolong kepada orang disekitar untuk meminta bantuan petugas lainnya.
c. Melakukan resusitasi
Resusitasi dilakukan jika pasien mengalami henti nafas dan henti jantung. Resusitasi dilakukan
dengan memberikan kompresi pada dinding dada dan ventilasi atau bantuan nafas. Dalam satu
siklus resusitasi dilakukan dengan 30 kali kompresi dan 2 kali ventilasi. Tentu saja hal ini dilakukan
sesuai indikasi dan memperhatikan adakah kontraindikasi untuk dilakukan resusitasi.
d. Melakukan evaluasi kondisi pasien

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 45


Perlu dilakukan evaluasi terhadap perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
resusitasi. Evaluasi yang dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan EKG untuk
mengetahui gambaran EKG pasien.

5. Pelayanan Pasien Penyakit Menular


Secara umum asuhan pasien penyakit menular dilakukan dalam ruang isolasi. Hal ini dilakukan
untuk mencegah penularan kepada pasien lainnya di rumah sakit. Dalam pelaksanaannya pun petugas
diwajibkan menggunakan APD setiap melakukan tindakan.
Asuhan Pasien Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
a. Cara penularan
1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b. Risiko penularan
1) Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan
BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
2) Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection
(ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar
1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3) ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4) Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 46


c. Risiko menjadi sakit TB
1) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2) Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB
dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya
adalah pasien TB BTA positif.
3) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
4) HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi
HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity),
sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
d. Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
1) 50% meninggal
2) 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3) 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

6. Pelayanan Pasien Dialisis


Dialisis adalah tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti fungsi ginjal sebagai bagian
dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya mempertahankan kualitas hidup yang optimal yang
terdiri dari dialisis peritoneal dan hemodialisis.
Ada beberapa persyaratan terkait sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pelayanan dialisis,
antara lain:
a. Ruang peralatan mesin hemodialisis untuk kapasitas 4 mesin hemodialisis;
b. Ruang pemeriksaan dokter/konsultasi;
c. Ruang tindakan;
d. Ruang perawatan, ruang sterilisasi, ruang penyimpanan obat dan ruang penunjang medik;
e. Ruang administrasi dan ruang tunggu pasien;
f. Ruang lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Selain persyaratan sarana dan prasarana, pelayanan penyelenggara juga harus memenuhipersyaratan
peralatan, yaitu sekurang-kurangnya meliputi:

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 47


a. 4 mesin hemodialisis siap pakai;
b. Peralatan medik standar sesuai kebutuhan;
c. Peralatan reuse dialiser manual atau otomatik;
d. Peralatan sterilisasi alat medis;
e. Peralatan pengolah air untuk dialisis yang memenuhi standar; dan
f. Kelengkapan peralatan lain sesuai dengan kebutuhan.

Persyaratan ketenagaan, antara lain:


a. Seorang konsultan ginjal hipertensi (KGH) sebagai supervisor unit dialisis yang bertugas membina,
mengawasi, dan bertanggung jawab dalam kualitas pelayann dialisis suatu unit dialisis yang
menjadi afiliasinya.
b. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi (Sp.PD KGH) yang memiliki surat ijin
praktik (SIP) dan atau dokter spesialis penyakit dalam yang terlatih bersertifikat pelatihan
hemodialisis yang dikeluarkan oleh organisasi profesi, sebagai penanggungjawab;
c. Perawat mahir hemodialisis minimal sebanyak 3 orang perawat untuk 4 mesin hemodialisis dari
organisasi profesi;
d. Teknisi elektromedik dengan pelatihan khusus mesin dialisis; dan
e. Tenaga administrasi serta tenaga lainnya sesuai kebutuhan.
f. Ijin penyelenggaraan unit hemodialisis melekat dan menjadi bagian dari ijin penyelenggaraan
rumah sakit. Penyelenggaraan unit pelayanan dialisis di rumah sakit yang merupakan
pengembangan pelayanan setelah beroperasinya rumah sakit harus terlebih dahulu mendapat ijin
dinas kesehatan kabupaten / kota. Ijin tersebut diberikan setelah unit layanan memenuhi
persyaratan.

7. Pelayanan Pasien Risiko Jatuh


Pelayanan terhadap pasien risiko jatuh dilakukan dengan cara:
a. Asessmen risiko jatuh
Asessmen risiko jatuh dilakukan pada semua pasien rawat inap, baik dewasa maupun anak –
anak. Untuk pasien dewasa asessmen risiko jatuh dilakukan dengan menggunakan instrumen falls
morse scale. Dalam skala ini pasien yang skor totalnya dalam kategori risiko rendah dan risiko
tinggi harus dilakukan intervensi untuk mencegah pasien jatuh.
b. Intervensi pasien risiko jatuh
Intervensi pasien risiko Jatuh standar (risiko rendah)
c. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 48


d. Keselamatan lingkungan : hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan bel dan telepon, gunakan
penerangan yang cukup malam hari, posisi tidur rendah, terpasang penghalang tempat tidur serta
roda tempat tidur harus selalu terkunci.
e. Monitor kebutuhan pasien. Keluarga menemani pasien yang berisiko jatuh, bila tidak ada keluarga,
pasien diminta menekan bel bila membutuhkan bantuan.
f. Edukasi perilaku untuk mencegah jatuh kepada pasien dan keluarga pasien dengan menempatkan
standing akrilik edukasi jatuh di meja samping tempat tidur pasien.
g. Gunakan alat bantu jalan (walker, handrail).
h. Anjurkan pasien menggunakan kaos kaki atau sepatu yang tidak licin.
i. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh bila ada perubahan kondisi atau pengobatan pasien.

Intervensi pasien risiko jatuh tinggi


a. Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning.
b. Lakukan intervensi jatuh standar.
c. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detail seperti analisis cara berjalan
sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan
jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.
d. Pasien ditempatkan di ruang yang terdekat dengan nurse station untuk memudahkan
pengawasan.
e. Handrail kokoh dan mudah dijangkau pasien.
f. Siapkan alat bantu jalan.
g. Lantai kamar mandi dengan karpet antislip atau tidak licin serta anjuran menggunakan tempat
duduk di kamar mandi saat pasien mandi.
h. Dampingi pasien bila ke kamar mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet informasikan cara
menggunakan bel di toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar mandi jangan dikunci.
i. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shif.

8. Pelayanan Pasien Lansia, Cacat, Anak-anak, dan Populasi Yang Berisiko Disiksa
Menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, munculnya penyakit kronik dan degeneratif, serta
kondisi psikososial yang tidak mendukung akibat berbagai kehilangan (teman hidup, pekerjaan,
kehormatan dan penghargaan, dan sebagainya) membuat orang lanjut usia semakin terpuruk dan tidak
sehat secara fisik maupun mental. Berbagai macam penyakit kronik dan degeneratif yang sering kali
menyertai mereka, memerlukan penatalaksanaan jangka panjang, bahkan seumur hidup. Lanjut usia
(lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria atau wanita yang telah mencapai usia 60 tahun ke

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 49


atas, baik potensial maupun tidak potensial.
Sedangkan batasan lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office (Organisasi
Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia usia lebih dari 60 tahun. Dilihat
dari ciri-ciri fisiknya, manusia lanjut usia memang mempunyai karakteristik yang spesifik. Secara
alamiah, maka manusia yang mulai menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik yang
menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya.
Pelayanan yang diberikan terhadap pasien lansia, cacat, anak – anak dan populasi yang berisiko
disiksa dilakukan dengan memberikan jaminan bahwa pasien akan dilayani sesuai dengan prosedur
sesuai dengan kebutuhan pasien. Upaya rumah sakit dalam memberikan pelayanan diwjudkan dalam
bentuk:
a. Penyediaan fasilitas
1) Tempat tidur dengan pengaman
2) Hand rail pada tembok kamar mandi, dan tangga
3) Kursi roda
b. Layanan kesehatan
1) Fisioterapi
2) Asuransi kesehatan (pemerintah, swasta).

D. ASUHAN PASIEN MENJELANG KEMATIAN


Keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan
lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu
kecelakaan. Sedangkan definisi dari kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu
akan mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu
kehilangan.
1. Masalah di Akhir Kehidupan
Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien yang sekarat
sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang, percobaan mengakhiri
hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis. Di antara hal-halyang ekstrim
tersebut ada banyak masalah seperti memulai atau menghentikan perawatan yang dapat
memperpanjang hidup, perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal serta kelayakan dan
penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut.
Dua masalah yang pantas mendapat perhatian khusus: euthanasia dan bantuan bunuh diri.
a. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas dimaksudkan untuk

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 50


mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen berikut: subjek tersebut adalah
orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang secara
sukarela meminta hidupnya diakhiri; agen mengetahui tentang kondisi pasien dan menginginkan
kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup orang tersebut; dan
tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.
b. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang pengetahuan atau alat
atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri, termasuk konseling mengenai obat
dosis letal, meresepkan obat dosis letal, atau memberikannnya. Euthanasia dan bunuh diri dengan
bantuan sering dianggap sama secara moral, walaupun antara keduanya ada perbedaan yang
jauh secara praktek maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan
secara definisi harus dibedakan dengan menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak
diinginkan, sia-sia atau tidak tepat dengan ketentuan perawatan paliatif, bahkan jika tindakan-
tindakan tersebut dapat memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa sakit atau
penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih memilih mati dari pada
meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien menganggap mereka
mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter dianggap
sebagai instrumen kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai pengetahuan medis dan
akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa rasa
sakit. Tentunya dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan
tindakan yang ilegal di sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik
kedokteran. Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telah dinyatakan
kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia:
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien dengan segera,
tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yang memintanya. Hal ini
tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan pasien untuk
membiarkan proses kematian alami dalam keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak dapat
melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada stadium lanjut dan
dimana tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir telah terjadi kemajuan yang besar
dalam perawatan paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas
hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 51


penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dalam pengobatan paliatif
yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit. Semua dokter yang merawat pasien
sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini, dan jika
mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif. Dan di
atas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan
perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada pasien,
wakil pasien dalam mengambil keputusan, dan juga dokter. Kemungkinan memperpanjang hidup
dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur radiologi, dan perawatan intensif
memerlukan keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan menghentikannya
jika tidak berhasil.
Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika penolakan itu
dapat mengancam jiwa pasien, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan. Setiap
orang berbeda dalam menanggapi kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk
memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain
sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat
mereka tetap hidup seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap
usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada serta
kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan pasien apakah akan
memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten
memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas mengungkapkan
keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup lanjut, keputusan akan lebih
mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat samar-samar dan harus diinterpretasikan
berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika pasien tidak menyatakan keinginannnya dengan jelas,
wakil pasien dalam mengambil keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk
keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.
2. Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5
tahap, yaitu:
a. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 52


menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:“Seharusnya tidak terjadi
dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”. Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan
menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang
ajal).
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri klien,
seperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku”, kemarahan-kemarahan tersebut biasanya
diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien, seperti:keluarga, teman dan
tenaga kesehatan yang merawatnya.
c. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya. Pada pasien yang sedang dying,
keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan
segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
d. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan
melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu
apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya
menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan
sebagainya.
3. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung,
obstipasi, dan lainnya.
b. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
c. Gerakan tubuh yang terbatas.
d. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 53


1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Sianosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
4) Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
5) Nadi lambat dan lemah.
6) Tekanan darah turun.
e. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
f. Gangguan Sensori
g. Penglihatan kabur.
h. Gangguan penciuman dan perabaan.\
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang pasien
tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi
sebelum meninggal.
4. Tanda-tanda klinis saat meninggal
a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
5. Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi,
respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa
petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
6. Bantuan yang dapat Diberikan
a. Bantuan Emosional
1) Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 54


perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Dokter/Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih merupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga
membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
3) Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong
pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak
masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
b. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya
dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan sebagainya.
2) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan
tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena
dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah
menurun
3) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 55


sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien yang
tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian
oksigen
4) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun
dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan ) untuk mencegah decubitus
dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh
pasien, karena tonus otot sudah menurun
5) Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan
anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
6) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk
yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar
perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep
7) Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara
dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
c. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
1) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain
2) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi
3) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman
terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan merapikan diri
4) Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 56


membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu membacanya.
d. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
1) Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana
pasien selanjutnya menjelang kematian
2) Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
3) Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinanya/ ritual harus
diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual
klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
E. PEMULANGAN PASIEN RAWAT INAP
Pemulangan merupakan proses perencanaan sistematik yang dipersiapkan bagi pasien untuk
meninggalkan instansi perawatan (rumah sakit) dan untuk mempertahankan kontinuitas perawatan. Dalam
pelaksanaan proses perencanaan sistematik tersebut perawat memiliki peranan penting. (http://www.rsob-
online.net/informasi/pengertian-umum Potter & perry proses penerimaan dan pemulangan pasien,2005).
Ada beberapa kriteria pasien rawat inap dapat dipulangkan, antara lain:
1. Harus berdasarkan status kesehatan pasien dan kebutuhan akan kelanjutan pelayanan dimana pasien
dinyatakan sembuh atau membaik
2. Perkembangan keadaan pasien yang lebih baik dari pertama kali masuk yang ditentukan dokter
spesialis
3. Terselesainya atau berkurangnya masalah-masalah yang dialami pasien
4. Kemungkinan bisa dilakukan rawat jalan yang diputuskan dokter spesialis.
Pemulangan pasien harus dilakukan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
Prosedur yang dilakukan meliputi advis dokter, perencanaan pulang, penyelesaian administrasi, hingga
verifikasi syarat – syarat pasien boleh dipulangkan. Prosedur pemulangan pasien rawat inap dilakukan
dengan cara:
1. Dokter Penanggung jawab Pasien menyatakan pasien boleh pulang.
2. Dokter Penanggung jawab Pasien menuliskan surat keterangan pulang dan resep obat pulang.
3. Dokter Penangung jawab Pasien meminta obat pulang ke farmasi dengan menggunakan SIRS
4. Petugas jaga rawat inap memberikan surat rekomendasi pulang dari ruang rawat.
5. Petugas jaga rawat inap memeriksa kembali kejelasan penulisan jadwal control dan resep obat pulang.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 57


6. Petugas rawat memberikan surat keterangan pulang kepada pasien atau keluarga pasien.
7. Petugas jaga rawat inap memberikan informasi arah menuju administrasi billing dan farmasi tempat
penyelesaian administrasi pasien dan mengambil obat pulang (jika ada).
8. Petugas jaga rawat inap menyiapkan hasil laborat dan roentgen yang akan dibawakan pulang kepada
pasien.
9. Petugas jaga rawat inap melengkapi resume pasien pulang di status pasien.
10. Petugas jaga rawat inap memeriksa bukti penyelesaian administrasi pasien, dan memeriksa
kesesuaian obat yang diberikan dengan resep pada surat keterangan pulang.
11. Petugas jaga rawat inap memberikan hasil laborat dan roentgen kepada pasien atau keluarga pasien.
12. Petugas jaga rawat inap mengantarkan pasien pulang menggunakan kursi roda atau brankard sampai
di depan IGD atau pintu keluar.
13. Petugas jaga rawat inap mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf serta mendo’akan pasien
dan keluarga agar selamat sampai tujuan.
14. Petugas jaga rawat inap memberikan informasi pasien pulang kepada bagian pendaftaran, bagian
pengolah gizi, dan petugas kebersihan.
15. Petugas jaga rawat inap memeriksa kesesuaian daftar pasien rawat inap pada whiteboard dan
menuliskan register pasien rawat inap

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 58


BAB V
LOGISTIK

Logistik modern adalah proses pengolahan barang strategis terhadap pemindahan dan
penyimpanan barang atau material, suku cadang dan barang jadi dari para pemasok di dalam sarana atau
fasilitas perusahaan sampai ke konsumen. (Lumenta 1990). Sedangkan pengertian manajemen logistik
adalah proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, serta pengendalian.
Ada tiga tujuan pokok manajemen logistik, antara lain:
1. Tujuan operasional, tersedianya barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu memadai serta
waktu yang dibutuhkan
2. Tujuan keuangan, meliputi pengertian bahwa tujuan operasionalnya dapat terlaksana dengan biaya
serendah-rendahnya dengan hasil yang optimal
3. Tujuan pengamanan, agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan
tanpa hak, pencurian dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang
sesungguhnya dapat tercermin dalam sistem akuntansi.
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan sebagai suatu proses
pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan
persediaan bahan serta barang (stock, material, supplies, inventory, dll) yang diperlukan bagi produksi jasa
rumah sakit. Manajemen logistik khususnya dilingkungan rumah sakit perlu dilaksanakan secara efisien dan
efektif dalam arti bahwa segala macam barang, bahan ataupun peralatan harus dapat disediakan: tepat
pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang paling penting
adalah ketersediaannya dengan mutu yang memadai.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 59


BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Tujuan patient safety adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien rumah sakit.
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.

Standar keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarganya
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Untuk mencapai keselamatan pasien rumah sakit diperlukan beberapa upaya yang secara terus menerus
harus dilakukan, antara lain:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf rumah sakit
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 60


7. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk
menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh
Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan
dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di
rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum
dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah
penggunaan metoda-metoda lainnya.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 61


BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan program K3RS yang
bermanfaat baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi masyarakat di
lingkungan sekitar rumah sakit. Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3RS sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini
dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja (SMK3).
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana, dan
peralatan kerja. Bentuk keselamatan kerja yang dilakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan
kesehatan:
a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan,
dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
rumah sakit;
b. Teknis bangunan rumah sakit sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk bagi
penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut;
c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan serta keselamatan dan kesehatan
kerja penyelenggaraan rumah sakit;
d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakitharus dilakukan
oleh petugas yang mempunyai kompetensi dibidangnya (sertifikasi personil petugas/operator
sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan rumah sakit);
e. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan berkala sarana dan
prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan;
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai;
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan kesehatan harus diuji
dan dikalibrasi secara berkala oleh balai pengujian fasilitas kesehatan dan/atau institusi
pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang;
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus
diawasi oleh lembaga yang berwenang;

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 62


i. Melengkapi perijinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit:
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan SDM rumah
sakit;
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko ergonomi.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:
d. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;
e. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial secara
rutin dan berkala;
f. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan kerja.
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi:
3. Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitasi, yang
memenuhi syarat, meliputi:
a. Penyehatan makanan dan minuman;
b. Penyehatan air;
c. Penyehatan tempat pencucian;
d. Penanganan sampah dan limbah;
e. Pengendalian serangga dan tikus;
f. Sterilisasi dan desinfeksi;
g. Perlindungan radiasi;
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja:
a. Pembuatan rambu-rambu dan arah keselamatan;
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri (APD);
c. Membuat SPO peralatan keselamatan kerja dan APD;
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan peralatan keselamatan
dan APD.
5. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM rumah sakit:
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah sakit;
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 rumah sakit kepada petugas K3 rumah sakit.
6. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/Lay Out pembuatan tempat kerja dan
pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan:
a. Melibatkan petugas K3 rumah sakit di dalam perencanaan, desain/Lay Out pembuatan tempat

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 63


kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja;
b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan peralatan keselamatan
kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan standar
keamanan dan keselamatan.
c. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
1) Membuat alur kejadian nyaris celakan dan celaka.
2) Membuat SPO pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka (near miss)
dan celaka.
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap manajemen sistem pencegahan dan penanggulangan
kebakaran (MSPK).
1) Manajemen menyediakan saranan dan prasarana pencegahan dan penanggulangan
kebakaran;
2) Membentuk tim penanggulangan kebakaran;
3) Membuat SPO;
4) Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
5) Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
e. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan kerja yang
disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis terkait di wilayah kerja rumah sakit.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 64


BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu layanan rawat inap merupakan hal penting untuk menjaga mutu dan
keselamatan pasien. Pengendalian mutu dilakukan melalui program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien. Dalam program ini layanan di rawat inap menjadi salah satu sektor sasaran dalam peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
Pengendalian mutu layanan rawat inap dilakukan melalui kegiatan:
a. Pemenuhan standar pelayanan minimal rumah sakit
b. Penilaian indikator kunci area klinis dan manajerial rumah sakit
c. Penilaian indikator kunci keselamatan pasien rumah sakit
Dari berbagai kegiatan diatas dapat diperoleh gambaran pencapaian mutu layanan di unit rawat
inap. Dari gambaran tersebut kemudian dilakukan analisa untuk menentukan adakah layanan yang masih
memerlukan perbaikan. Langkah selanjutnya adalah menyusun rencana perbaikan untuk mengatasi
berbagai masalah atau kelemahan sistem yang ditemukan dari hasil analisa.
Perncanaan yang sudah dibuat kemudian dilakukan uji coba di layanan rawat inap. Hal ini untuk
mengetahui seberapa efektif rencana perubahan yang telah dilakukan. Proses uji coba ini dapat
berlangsung selama satu bulan atau lebih tergantung kebijakan yang diterapkan oleh rumah sakit. Dari
proses uji coba ini kemudian menghasilkan rekomendasi apakah rencana yang telah dibuat dapat
diterapkan atau perlu perbaikan lebih lanjut.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 65


BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan rawat inap ini merupakan acuan bagi staf rumah sakit dalam memberikan
pelayanan di unit rawat inap. Terutama dalam memberikan asuhan pasien di rawat inap. Tujuan akhirnya
adalah didapatkan angka kepuasan pasien rawat inap yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu diharapkan dapat meningkatkan mutu layanan di rawat inap.
Pedoman pelayanan rawat ini masih dapat dikembangkan lagi dengan membuat panduan atau
SPO yang secara spesifik memberikan gambaran bagi staf dalam melaksanakan prosedur tertentu.
Pengembangan ini perlu dilakukan karena sifat pedoman yang memiliki cakupan yang luas.

Sribhawono,…………………………………..
Rumah Sakit
Aka Medika Sribhawono

drg. Wahyu Prabowo


Direktur Utama

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 66


DAFTAR REFERENSI

Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit, 2007
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan, 2006
Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit, 2010
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit, Dirjen Bina Pelayanan Medik DepKes RI, 2007

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 67


PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT RUMAH SEHAT TERPADU DOMPET DHUAFA
No. : ..../ SK / RST /..../ 2014

Tentang

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI RAWAT INAP

DIREKTUR RUMAH SAKIT RUMAH SEHAT TERPADU DOMPET DHUAFA

Menimbang 1. Bahwa pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi dan atau pelayanan kesehatan lainnya dengan menginap di
rumah sakit

2. Bahwa upaya meningkatkanmutu pelayanan Rumah Sakit, maka diperlukan


penyelenggaraan pelayanan Rawat Inap bermutu tinggi

3. Bahwa agar pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit dapat terlaksana dengan baik,
perlu adanya kebijakan DIrektur Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa
sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan Rawat Inap di rumah Sakit
Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa

Mengingat 1. Undang - UndangNo. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang - Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. Surat Keputusan Pemerintah Daerah tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit


Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa

4. Surat Keputusan Pengurus Badan Yayasan Dompet Dhuafa tentang Pengesahan


Struktur Organisasi Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa

5. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa tentang Pengangkatan Direksi


Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa

MEMUTUSKAN

Menetapkan ;

Pertama PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT RUMAH SEHAT TERPADU DOMPET

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 68


DHUAFA TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI RAWAT INAP
Kedua Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Inap di maksud pada item pertama sebagaimana
terlampir dalam lampiran peraturan ini.
Ketiga Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Inap digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan
kegiatan rawat inap di Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa.
Keempat Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Di tetapkan di : Bogor,
Pada tanggal : ……………2016
a/n Direksi

dr. Yahmin Setiawan, MARS

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 69

Anda mungkin juga menyukai