BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan banyaknya pelayanan Rumah sakit yang ada sekarang ini dan berkembangnya pelayanan
kesehatan saat ini serta semakin banyaknya pelayanan kesehatan yang tersedia bagi masyarakat,
diperlukan suatu peningkatan pelayanan kesehatan agar dapat baersaing dalam memberikan pelayanan
yang bermutu. Oleh karena itu, Ruang Perinatologi merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan
yang harus bisa memberikan tindakan medis yang aman, efektif dengan memberdayakan Sumber Daya
Manusia yang kompeten dan profesional dalam menggunakan peralatan, obat-obatan yang
Perawatan BBLR , ikterus, bayi dengan masalah minum/muntah, bayi yang lahir dengan infeksi intra
uterin, bayi yang lahir dengan tindakan vakum ekstraksi, forceps ekstraksi, Sectio Caesarea dan bayi
dengan kelahiran sungsang yang bermasalah/sulit.
Dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan tersebut di atas, maka disusunlah pedoman
pelayanan Ruang Perinatologi. Pedoman ini adalah pedoman minimal dan dapat dikembangkan kapanpun
seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan.
B. Tujuan
Tujuan umum dari pedoman pelayanan perinatologi adalah menjadi acuan staf rumah sakit dalam
melaksanakan pelayanan di ruang perinatologi yang bermutu serta terciptanya budaya keselamatan
pasien dan staf rumah sakit.
D. Batasan Operasional
Batasan Operasional Pelayanan Neonatus yang diberikan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit AKA
Medika didasarkan pada 2 (dua) Level, yaitu :
1. Pelayanan Keperawatan Neonatus level I Yaitu
Perawatan Neonatus sehat:
Pelayanan Neonatus Dasar dan bayi beresiko rendah yang memerlukan Asuhan Keperawatan
Dasar minimal, dimana perawatan bayi
Yaitu perawatan neonates khusus/perawatan bayi sakit sedang dan diharapkan pulih secara
cepat yang memerlukan observasi dan
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah
5. PERMENKES RI NOMOR 1045/MENKES/PER/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6. PERMENKES RI NOMOR 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
7. PERMENKES RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
8. KMK RI Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit.
9. KMK RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Di Rumah Sakit.
10.PMK RI Nomor: 812/MENKES/PER/VII/2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis Pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
11.KMK Nomor: 423/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Kebijakan Peningkatan Kualitas Dan Akses
Pelayanan Darah
Kualifikasi Jumlah
Nama Formal Sertifikat Informal yang
No.
Jabatan diperluka
n
1. Dokter Dokter ACLS - Seorang muslim atau
Jaga Umum muslimah yang
Bangsal berkepribadian Islam.
- Berakhlak mulia dan
mampu menjadi teladan.
- Sehat jasmani dan rohani
2. Kepala Sarjana SIP / STR, - Seorang muslim atau 1
Sub Keperawatan PPGD, muslimah yang
Bagian Ners / D III Manajemen berkepribadian Islam.
Ruang Keperawatan Rawat inap / - Berakhlak mulia dan
Perinatol Manajemen mampu menjadi teladan.
ogi Keperawatan - Memiliki leadership
untuk mendeteksi arah
perubahan
(trendwacther).
- Bukan pribadi yang suka
menyalahkan (non
blaming person)
- Sehat jasmani dan rohani
- Pengalaman sebagai
perawat pelaksanan
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Penghitungan Kebutuhan Tenaga Sub Bagian Ruang Perinatologi.
1. Analisis Beban Kerja
WAKTU JML WAKTU WAKTU
JENIS FREKUENSI JUM
NO KEGIATAN PASIEN KEGIATAN KEGIATAN
KEGIATAN KEGIATAN LAH
PERPASIEN PERHARI PERHARI PERBULAN
I. KEGIATAN UMUM PERAWAT PELAKSANA
Menyiapkan
1. Obat 10 20 3 600 18,000
2. Memberikan 5 20 3 300 900,0
5. 10 20 3 600 18,000
Tindakan
7. Infus 5 3 1 15 450
Mengantar
Pasien ke
ruang
8. Operasi 15 4 1 60 1,800
Tindakan
Menyiapkan
tindakan
18 fototerapi 10 1 2 20 600
Memandikan
202,
450
90,30
0
2. Pasien 30 7 2 420 0
Membantu
Pasien BAB
6. tranfusi 10 1 10 300
29,70
0
360,3
TOTAL 00
Keterangan :
A = jam perawatan/24 jam (nursing time), yaitu waktu perawatan yang dibutuhkan pasien.
Komponen A, adalah jumlah waktu perawatan yang dibutuhkan oleh pasien selama 24
jam
B = sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
Komponen B, adalah hasil perkalian BOR dengan jumlah tempat tidur. Contoh jika BOR
76 % dan jumlah tempat tidur 100 maka sensus harian adalah 76.
C = jumlah hari libur
Komponen C, adalah jumlah hari libur resmi yang ditentukan oleh pemerintah dan
jumlah hari libur karena cuti tahunan personel. Jumlah hari libur diIndonesia kira-kira 76
hari yang terdiri dari 52 hari minggu, 12 hari cuti dan 12 hari libur nasional. Disamping
itu perlu juga diperhitungkan hari libur lain yaitu secara alamiah menjadi hak biologis
wanita yaitu cuti hamil kurang lebih selama 3 bulan.
Jam kerja perhari 7 jam perhari
Total Kebutuhan Perawat Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono Tahun 2017
Total tenaga keperawatan di ruang perinatologi target BOR 72% dari 4 incubator dan 6 box
bayi.
Tenaga yang dibutuhkan (shift 7 jam) = 2 orang
Factor koreksi = 2 orang
Tenaga non nursing servis = 3 orang
Total ruang perinatologi = 8 orang
Penarikan calon adalah aktivitas atau usaha yang dilakukan untuk mengundang para pelamar
sebanyak mungkin sehingga Bagian Keperawatan memiliki kesempatan yang luas untuk
menemukan calon yang paling sesuai dengan tuntutan jabatan yang diinginkan.Penarikan calon
dilakukan karena berdasarkan analisa kebutuhan tenaga, ditemukan jumlah pasien dan kegiatan
tidak seimbang dengan jumlah tenaga yang ada. Dilihat dari sumber penarikannya, dapat dibagi
menjadi:
Menarik calon dari dalam Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono sendiri (Internal resources)
memiliki keuntungan lebih yaitu calon sudah dikenal dan proses dapat dilakukan dengan lebih
cepat dibanding menarik calon dari luar Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono. Calon nantinya
masuk ke Bagian Keperawatan akibat mutasi atau promosi. Untuk mendapatkan calon pelamar
dapat melalui :
Informasi dari mulut ke mulut
Berkas-berkas pelamar yang datang sendiri (unsolicited applicants).
Pengiriman surat pemberitahuan ke seluruh unit kerja akan adanya kebutuhan tenaga di
Bagian Keperawatan.
Selanjutnya Kepala Sub Bagian Rawat Inap memilih berkas surat lamaran yang masuk dan
menentukan calon pelamar yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Apabila tidak
ditemukan berkas pelamar yang sesuai maka Kepala sub Bagian Rawat Inap memberitahukan
kepada petugas SDI agar dilakukan penarikan calon karyawan kembali. Berkas pelamar yang
dipilih oleh Kepala Sub Bagian Rawat Inap kemudian diserahkan kepada petugas SDI dan
selanjutnya dihubungi dan dijadwalkan untuk melakukan tes seleksi calon karyawan di rumah
sakit.
Karyawan yang dinyatakan lulus tes wawancara akan dipanggil untuk memulai bekerja dengan
mengikuti alur kekaryawanan sebagai berikut:
E. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dilakukan dengan sistem pembagian tiga shif dalam sehari yaitu pagi, siang dan
malam. Untuk formasi jaga di masing-masing bangsal dapat dilihat pada tabel berikut:
BAB III
STANDAR FASILITAS
Ruang Perinatologi dibagi menjadi 2 ruangan yaitu,ruang untuk bayi sehat dan bayi sakit.
4. Lantai.
a. Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.
b. Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang rata atau
keramik dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak mengumpul,
mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.
c. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar memudahkan
pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.
5. Langit-langit.
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau kotoran lain.
6. Pintu.
a. Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan lebar 90 cm
dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm, dilengkapi dengan kaca jendela pengintai
(observation glass).
b. Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.
c. Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal harus ada 1 kamar mandi
berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat. Pintu kamar mandi pasien,
harus membuka ke luar kamar mandi.
d. Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.
7. Kamar mandi.
8. Jendela.
Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya, dan
cukup rapat.
Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan rawat jalan
berdasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah di identifikasi dan pada
misi serta sumber daya rumah sakit yang ada. Sebelum dinyatakan rawat inap, pasien terlebih
dahulu diskrining untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasien. Apakah perlu di rawat inap
atau perlu penanganan khusus di unit perawatan khusus atau ruang intensif.
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik
atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya. Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi
atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk
mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi.
Setiap pasien yang sudah didaftar dibuatkan rekam medis, yang kemudian menjadi catatan
medis pasien selama mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit. Pasien yang sudah
diskrining masalah kesehatannya kemudian dipesankan tempat di ruang rawat inap
melalui petugas unit lain tempat pasien di skrining.
Petugas dari unit lain memastikan ke unit rawat inap mengenai ketersedian ruangan untuk
perawatan pasien. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi langsung maupun via media
komunikasi yang digunakan di rumah sakit. Petugas mendaftarkan pasien ke unit rawat
inap jika tersedia ruangan dengan memberikan informasi nama pasien, diagnosa medis
pasien, dan umur pasien kepada petugas jaga unit rawat inap.
Petugas yang akan mengantarkan pasien ke unit rawat inap harus memastikan terlebih
dahulu mengenai kesiapan kamar atau ruangan yang akan ditempati pasien. Kesiapan
kamar ini meliputi kebersihan ruangan, ketersediaan sarana pendukung, dan hal – hal lain yang
diperlukan. Pasien dapat ditransfer ke rawat inap jika ruangan sudah siap dan kondisi pasien
memungkinkan untuk dilakukan transfer.
Petugas mengantarkan pasien ke ruang rawat inap, kemudian diterima oleh petugas jaga
unit rawat inap. Petugas jaga bersama dengan petugas pengantar membawa pasien
menuju ruangan yang telah disiapkan. Pasien diposisikan senyaman mungkin di tempat
tidur. Petugas jaga memastikan peralatan dan sarana di sekitar pasien berfungsi baik.
Petugas pengantar melakukan operan informasi dengan petugas jaga unit rawat inap.
Informasi ini meliputi identitas pasien, kondisi umum pasien, tindakan dan pengobatan
yang telah diberikan, rencana tindakan selanjutnya, dan informasi penting lainnya terkait
perawatan pasien. Dokumentasi dari proses operan ini dilakukan pada lembar rekam
medis catatan pemindahan pasien. Petugas pengantar pasien berkewajiban mengisi
lembar tersebut, dan petugas jaga rawat inap membubuhkan tanda tangan sebagai bukti
penerimaan pasien rawat inap.
Orientasi dilakukan dengan melengkapi ceklis atau daftar tilik pasien baru. Isi dari ceklis
tersebut meliputi:
a. Kewajiban dan Hak pasien
b. Nama dan nomor ruangan tempat pasien dirawat
c. Nama petugas dan dokter jaga bangsal yang bertugas
d. Pilihan dokter spesialis penanggung jawab pasien (DPJP)
e. Informasi perkiraan visite dokter spesialis
f. Informasi letak ruang perawat
g. Informasi cara penggunaan bel gawat dan fasilitas lain yang ada di ruangan pasien
h. Informasi aturan jam kunjung pasien
i. Informasi cara menyampaikan pesan dan kesan
j. Informasi lokasi kamar mandi
k. Informasi adanya siaran internal melalui speaker dan cara mengatur volume speaker
l. Konfirmasi tentang publikasi identitas pasien pada whiteboard
m. Informasi letak mushola, arah kiblat dan perlengkapan ibadah pasien
n. Hasil identifikasi keterbatasan pasien dalam melaksanakan wudu dan ibadah
Ceklis orientasi pasien baru tersebut dilengkapi dengan tanda tangan petugas
pengorientasi dan tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien telah diorientasikan.
Ceklis yang sudah diisi lengkap kemudian di dokumentasikan dalam rekam medis pasien
rawat inap.
DPJP mempunyai wewenang dalam beberapa tindakan terkait asuhan kesehatan terhadap
pasien. Beberapa wewenang DPJP tersebut antara lain meliputi:
a. Melakukan tindakan untuk mengatasi kegawatan kepada pasien tanpa meminta
persetujuan kepada pasien atau keluarga.
b. Melakukan konsultasi dengan disiplin terkait lain.
c. Meminta perawatan bersama dengan DPJP lain sesuai dengan kondisi pasien dengan
terlebih dahulu memberikan pendidikan ke pasien atau keluarga dan meminta
persetujuannya.
d. Merujuk pasien apabila sudah tidak mampu menangani pasien atau rumah sakit tidak
memiliki fasilitas yang memadai sesuai dengan kondisi pasien.
3. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi
yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,bersifat humanistic,dan berdasarkan pada
kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.
- Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
- Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan
intervensi.
- Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan
masalah keperawatan kemungkinan.
- Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
- Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan
resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi
tertentu.
f. Rencana keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status
kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan
(Gordon,1994). Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana
perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi
tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan
dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat
lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan
asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis
mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana
perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang(potter,1997)
g. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
h. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara
proses dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
di rumuskan sebelumnya.Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut
Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
Hasil tindakan keperawatan,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi.
i. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan
sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (potter 2005). Potter (2005)
juga menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian yaitu :
Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan)
perawatan klien termasuk perawatan individual,edukasi klien dan penggunaan
rujukan untuk rencana pemulangan.
Tagihan financial
Dokumentasi dapat menjelaskan sejauhmana lembaga perawatan mendapatkan
ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi klien.
Edukasi
Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalam
berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk mengantisipasi tipe
perawatan yang dibutuhkan klien.
Pengkajian
Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan
mendukung diagnose keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai.
2. Pelayanan Resusitasi
Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami
henti napas atau pun henti jantung oleh karena sebab-sebab tertentu. Mempunyai tujuan
RJP untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali.
Komponen penting dalam Resusitasi Jantung Paru atau dikenal dengan ABC adalah :
a. Airway (Jalan Nafas)
Sumbatan erior faring adalah jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior
faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada korban tidak sadar yang
terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak diatasi. Tiga cara telah
dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.
b. Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien dapat
bernafas spontan. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan bunyi nafas dari hidung
dan mulut korban dan memperhatikan gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan
spontan tidak timbul kembali, diperlukan ventilasi buatan.
c. Circulasion (Sirkulasi)
Bantuan ketiga BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tidak ada nadi yang teraba
pada arteri besar (periksalah arteri karotis sesering mungkin) merupakan tanda utama
henti jantung. Henti jantung adalah gambaran klinis berhentinya sirkulasi mendadak
yang terjadi pada seseorang yang tidak diduga mati pada waktu itu atau pengehentian
tiba – tiba kerja pompa jantung pada organisme yang utuh atau hampir utuh. Diagnosis
henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri
besar. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan
sangat gawat ini.
8. Pelayanan Pasien Lansia, Cacat, Anak-anak, dan Populasi Yang Berisiko Disiksa
Menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, munculnya penyakit kronik dan degeneratif, serta
kondisi psikososial yang tidak mendukung akibat berbagai kehilangan (teman hidup,
pekerjaan, kehormatan dan penghargaan, dan sebagainya) membuat orang lanjut usia
semakin terpuruk dan tidak sehat secara fisik maupun mental. Berbagai macam penyakit
kronik dan degeneratif yang sering kali menyertai mereka, memerlukan penatalaksanaan
jangka panjang, bahkan seumur hidup. Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara
Indonesia pria atau wanita yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial
maupun tidak potensial.
Sedangkan batasan lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office (Organisasi
Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia usia lebih dari 60
tahun. Dilihat dari ciri-ciri fisiknya, manusia lanjut usia memang mempunyai karakteristik
yang spesifik. Secara alamiah, maka manusia yang mulai menjadi tua akan mengalami
berbagai perubahan, baik yang menyangkut kondisi fisik maupun mentalnya.
Pelayanan yang diberikan terhadap pasien lansia, cacat, anak – anak dan populasi yang
berisiko disiksa dilakukan dengan memberikan jaminan bahwa pasien akan dilayani sesuai
dengan prosedur sesuai dengan kebutuhan pasien. Upaya rumah sakit dalam memberikan
pelayanan diwjudkan dalam bentuk:
a. Penyediaan fasilitas
1) Tempat tidur dengan pengaman
2) Hand rail pada tembok kamar mandi, dan tangga
3) Kursi roda
b. Layanan kesehatan
1) Fisioterapi
2) Asuransi kesehatan (pemerintah, swasta).
Dua masalah yang pantas mendapat perhatian khusus: euthanasia dan bantuan bunuh diri.
a. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelasdimaksudkan untuk
mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemenberikut: subjek tersebut
adalah orang yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri; agenmengetahui
tentang kondisi pasien dan menginginkan kematian dan melakukan tindakan dengan
niat utama mengakhiri hidup orang tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih
dan tanpa tujuan pribadi.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari rasa sakit atau
penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan.Mereka lebih memilih mati dari pada
meneruskan hidup dalam keadaan tersebut.Lebih jauh lagi, banyak pasien menganggap
mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak memperoleh bantuan untuk
mati.Dokter dianggap sebagai instrumen kematian yang paling tepat karena mereka
mempunyai pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk
mendapatkan kematian yang cepat dan tanpa rasa sakit. Tentunya dokter akan merasa
enggan memenuhi permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang ilegal di
sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik kedokteran.
Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telahdinyatakan
kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia:
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien dengan segera,
tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga dekatnya yangmemintanya.
Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan
pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalamkeadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti dokter tidak
dapatmelakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa pada
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan
penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dalam
pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit.Semua
dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup
ketrampilan dalam masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan
yang sesuai dari ahli pengobatan paliatif.Dan di atas semuanya itu, dokter tidak boleh
membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih
bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan.
Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin, pasien yang
kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun walaupun jika
penolakan itu dapat mengancam jiwa pasien, dokter tidak boleh membiarkan pasien
sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah
tidak mungkin disembuhkan. Setiap orang berbeda dalam menanggapi kematian;
beberapa akan melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak peduli
seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain sangat ingin mati sehingga
menolak bahkan tindakan yang sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup
seperti antibiotik untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha
untuk memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada
serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan pasien
apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada
diri klien, seperti:“Mengapa hal ini terjadi dengan diriku”, kemarahan-kemarahan
tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien,
seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.
c. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.Pada pasien yang sedang
dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu
saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
d. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian.Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinanya/ ritual harus
diberi dukungan.Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan
keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi
kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
Pemulangan pasien harus dilakukan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
Prosedur yang dilakukan meliputi advis dokter, perencanaan pulang, penyelesaian administrasi,
hingga verifikasi syarat – syarat pasien boleh dipulangkan. Prosedur pemulangan pasien rawat
inap dilakukan dengan cara:
1. Dokter Penanggung jawab Pasien menyatakan pasien boleh pulang.
2. Dokter Penanggung jawab Pasien menuliskan surat keterangan pulang dan resep obat
pulang.
3. Dokter Penangung jawab Pasien meminta obat pulang ke farmasi dengan menggunakan
SIRS
Logistik modern adalah proses pengolahan barang strategis terhadap pemindahan dan
penyimpanan barang atau material, suku cadang dan barang jadi dari para pemasok di dalam
sarana atau fasilitas perusahaan sampai ke konsumen. (Lumenta 1990). Sedangkan pengertian
manajemen logistik adalah proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, serta pengendalian.
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan sebagai suatu proses
pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta
pemantauan persediaan bahan serta barang (stock, material, supplies, inventory, dll) yang diperlukan
bagi produksi jasa rumah sakit. Manajemen logistik khususnya dilingkungan rumah sakit perlu dilaksanakan
secara efisien dan efektif dalam arti bahwa segala macam barang, bahan ataupun peralatan harus dapat
disediakan: tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang atau lebih, dan yang
paling penting adalah ketersediaannya dengan mutu yang memadai.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Standar keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarganya
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Untuk mencapai keselamatan pasien rumah sakit diperlukan beberapa upaya yang secara terus
menerus harus dilakukan, antara lain:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf rumah sakit
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk
menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus
dilaksanakan oleh Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah
tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak.Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit.Bila langkah-langkah ini berhasil maka
kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan.Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan
dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan program K3RS yang
bermanfaat baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi
masyarakat di lingkungan sekitar rumah sakit. Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu
melibatkan berbagai komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3RS sampai saat ini dirasakan
belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3).
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana, dan
peralatan kerja. Bentuk keselamatan kerja yang dilakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan
peralatankesehatan:
a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan
penyelenggaraan rumah sakit;
b. Teknis bangunan rumah sakit sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk bagi
penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut;
c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan serta keselamatan dan kesehatan
kerja penyelenggaraan rumah sakit;
d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakitharus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dibidangnya (sertifikasi personil
petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan rumah sakit);
e. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan berkala sarana dan
prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan dan dievaluasi
secara berkala dan berkesinambungan;
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai;
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan kesehatan
harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh balai pengujian fasilitas kesehatan
dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang;
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan
dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang;
i. Melengkapi perijinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit:
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan SDM
rumah sakit;
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko
ergonomi.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:
d. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi
syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;
e. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial
5. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM rumah sakit:
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah sakit;
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 rumah sakit kepada petugas K3 rumah sakit.
Pengendalian mutu layanan rawat inap merupakan hal penting untuk menjaga mutu dan
keselamatan pasien. Pengendalian mutu dilakukan melalui program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Dalam program ini layanan di rawat inap menjadi salah satu sektor sasaran
dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Dari berbagai kegiatan diatas dapat diperoleh gambaran pencapaian mutu layanan di unit rawat
inap. Dari gambaran tersebut kemudian dilakukan analisa untuk menentukan adakah layanan yang
masih memerlukan perbaikan. Langkah selanjutnya adalah menyusun rencana perbaikan untuk
mengatasi berbagai masalah atau kelemahan sistem yang ditemukan dari hasil analisa.
Perncanaan yang sudah dibuat kemudian dilakukan uji coba di layanan rawat inap. Hal ini untuk
mengetahui seberapa efektif rencana perubahan yang telah dilakukan. Proses uji coba ini dapat
berlangsung selama satu bulan atau lebih tergantung kebijakan yang diterapkan oleh rumah sakit.
Dari proses uji coba ini kemudian menghasilkan rekomendasi apakah rencana yang telah dibuat
dapat diterapkan atau perlu perbaikan lebih lanjut.
PENUTUP
Pedoman pelayanan rawat inap ini merupakan acuan bagi staf rumah sakit dalam memberikan
pelayanan di unit rawat inap. Terutama dalam memberikan asuhan pasien di rawat inap. Tujuan
akhirnya adalah didapatkan angka kepuasan pasien rawat inap yang sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu diharapkan dapat meningkatkan mutu layanan di rawat inap.
Pedoman pelayanan rawat ini masih dapat dikembangkan lagi dengan membuat panduan atau
SPO yang secara spesifik memberikan gambaran bagi staf dalam melaksanakan prosedur
tertentu. Pengembangan ini perlu dilakukan karena sifat pedoman yang memiliki cakupan yang
luas.
Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit, 2007
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan, 2006
Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit, 2010
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit, Dirjen Bina Pelayanan Medik DepKes RI, 2007
Menimbang 1. Bahwa pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi,
diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan atau pelayanan kesehatan lainnya
dengan menginap di rumah sakit ;
2. Bahwa upaya meningkatkanmutu pelayanan Rumah Sakit, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan Rawat Inap bermutu tinggi ;
3. Bahwa agar pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit dapat terlaksana dengan
baik, perlu adanya kebijakan DIrektur Rumah Sakit Aka Medika Sribhawono
sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan Rawat Inap di rumah Sakit
Aka Medika Sribhawono.
MEMUTUSKAN
Menetapkan ;
Pertama PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AKA MEDIKA SRIBHAWONO TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI RAWAT INAP.
Kedua Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Inap di maksud pada item pertama
sebagaimana terlampir dalam lampiran peraturan ini.