Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Unit rawat inap merupakan salah satu unit penting dalam pemberian pelayanan
di suatu rumah sakit. Hal ini terlihat dari beberapa indikator mutu rumah sakit yang
sebagian besar diambil dari pelayanan rawat inap. Antara lain dilihat dari efisiensi
penggunaan tempat tidur pasien rawat inap, kepuasan pasien rawat inap, angka insiden
keselamatan pasien, angka infeksi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pencitraan baik
buruknya pelayanan suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh gambaran pelayanan
yang diberikan di unit rawat inap.
Pada dasarnya pelayanan di unit rawat inap berlangsung selama 24 jam secara
terus menerus. Kelangsungan layanan ini menuntut adanya suatu sistem yang baik agar
mutu layanan kesehatan dapat dijaga dan dipertahankan. Baik mencakup sistem
manajemen sumber daya manusia, fasilitas, maupun sistem layanan yang mendukung
pemberian pelayanan di unit rawat inap.
Dari segi sumber daya manusia yang ada di unit rawat inap pada umumnya
memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan unit lain. Data bulan
September 2018 menunjukkan bahwa porsi jumlah SDM perawat rawat inap adalah
yang terbanyak yaitu 43% dari jumlah total perawat Rumah Griya Medika Dompet
Dhuafa. Hal ini tentu saja memerlukan suatu pengelolaan yang baik untuk menjaga
kualitas SDM yang sesuai kualifikasi dan standar profesi untuk menjalankan fungsi
pelayanan di unit rawat inap.
Salah satu indikator mutu rumah sakit yaitu angka kepuasan pasien rawat inap.
Data tiga bulan terakhir menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2018 angka kepuasan
pasien mencapai 90,28%; bulan Februari 91,8%; dan bulan Maret 90,5%. Rumah Griya
MedikaDompet Dhuafa menetapkan standar angka kepuasan pasien rawat inap di tahun
2021 adalah 90%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka kepuasan pasien
rawat inap masih belum stabil, masih sangat mungkin akan ada penurunan dari standar
yang ditetapkan. Oleh karena itu memerlukan suatu upaya untuk meningkatkan dan
menjaga kualitas layanan agar tercipta peningkatan mutu pelayanan di unit rawat inap.
Pedoman pelayanan rawat inap perlu dibuat sebagai acuan dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan di rawat inap. Pedoman pelayanan rawat ini

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 1


meliputi standar ketenagaan, fasilitas, tata laksana pelayanan, logistik, keselamatan
pasien, keselamatan staf, serta pengendalian mutu.

B. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan rawat inap Rumah Griya Medika Dompet Dhuafa yaitu
meliputi pelayanan pasien dengan penyakit bedah, penyakit dalam, penyakit anak, serta
pasien dengan penyakit lainnya yang sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit
Tipe D.
C. Batasan Operasional Instalasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat inap
adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yng
merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan.
Ruang lingkup pelayanan rawat inap Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa yaitu meliputi
pelayanan pasien dengan penyakit bedah, penyakit dalam, penyakit anak, penyakit
infeksi, serta pasien dengan penyakit lainnya yang sesuai dengan standar pelayanan
Rumah Sakit Tipe D.
1. Pelayanan pasien dengan penyakit bedah
Pelayanan pasien bedah yang dapat dilaksanakan di Instalasi rawat inap RSGM
Dompet Dhuafa yaitu : Pelayanan Bedah umum,bpjs,dd
2. Pelayanan pasien dengan penyakit dalam
Pelayanan penyakit dalam yang dapat diberikan di instalasi rawat inap RSGM
Dompet Dhuafa meliputi semua kasus penyakit dalam terkecuali Penyakit jantung
( ACS ), Hematologi onkologi, pasien dengan krisis tiroid,
3. Pelayanan pasien dengan penyakit Anak
Pelayanan Penyakit anak yang dapat dilakukan di Instalasi rawat inap RSGM
Dompet Dhuafa yaitu :
a. Batasan usia
Anak menurut WHO berada pada rentang usia 0 – 18 tahun dan belum menikah.
b. Penyakit yang dapat ditangani
Semua penyakit anak dapat ditangani, kecuali jantung anak, hemato onkologi,

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 2


D. Landasan Hukum
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Darah
5. PERMENKES RI NOMOR 1045/MENKES/PER/XI/2006 Tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
6. PERMENKES RI NOMOR 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan
Kedokteran.
7. PERMENKES RI NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
8. KMK RI Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan
Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit.
9. KMK RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit.
10. PMK RI Nomor: 812/MENKES/PER/VII/2010 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
11. KMK Nomor: 423/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Kebijakan Peningkatan Kualitas
Dan Akses Pelayanan Darah

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 3


12. BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi sumber daya manusia di sub bagian rawat inap meliputi tenaga
dokter, perawat, dan bidan. Kualifikasi untuk masing-masing tenaga dapat dilihat pada
tabel berikut:
N Kualifikasi Jumlah
Nama
No Formal Sertifikat Informal yang
Jabatan
. diperlukan
1. Kepala Sarjana SIP / STR, - Seorang muslim atau 1
Bagian Keperawata BTCLS, muslimah/non muslim
Keperaw n Ners / D Manajemen yang berkepribadian
atan III Rawat baik.
Keperawata inap / - Berakhlak mulia dan
n Manajemen mampu menjadi
Keperawata teladan.
n - Memiliki leadership
untuk mendeteksi arah
perubahan
(trendwacther).
- Bukan pribadi yang
suka menyalahkan
(non blaming person)
- Sehat jasmani dan
rohani
- Pengalaman sebagai
perawat pelaksanan
minimal 2 tahun
- Memiliki kemampuan
dalam pengoperasian
komputer

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 4


2. Kepala Sarjana SIP / STR, - Seorang muslim atau
Ruangan Keperawata BTCLS, muslimah/non muslim
n Ners / D Manajemen yang berkepribadian
III Rawat baik.
Keperawata inap / - Berakhlak mulia dan
n Manajemen mampu menjadi
Keperawata teladan.
n - Memiliki leadership
untuk mendeteksi arah
perubahan
(trendwacther).
Bukan pribadi yang
suka menyalahkan
- Sehat jasmani dan
rohani
- Pengalaman sebagai
perawat pelaksanan
minimal 2 tahun
- Memiliki kemampuan
dalam pengoperasian
komputer

3. Ketua Sarjana SIP / STR, - Seorang muslim atau 4


Tim Keperawata BTCLS muslimah/non muslim
Perawat n Ners / D yang berkepribadian
III baik.
Keperawata - Berakhlak mulia dan
n mampu menjadi
teladan.
- Memiliki leadership
untuk mendeteksi arah
perubahan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 5


(trendwacther).
- Bukan pribadi yang
suka menyalahkan
(non blaming person)
- Sehat jasmani dan
rohani
- Pengalaman sebagai
perawat pelaksanan
minimal 2 tahun
4. Perawat D III SIP / STR, - Seorang muslim atau 4
Pelaksan Keperawata BTCLS muslimah/non muslim
a Rawat n / S1 – yang berkepribadian
Inap Ners baik.
- Berakhlak mulia dan
mampu menjadi
teladan.
- Sehat jasmani dan
rohani
- Mampu melakukan
asuhan keperawatan
- Mempunyai loyalitas
kerja yang baik
- Mampu
mengoperasikan
komputer

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 6


Tabel 1. kualifikasi ketenagaan Sub Bagian Rawat Inap
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Penghitungan Kebutuhan Tenaga Sub Bagian Rawat Inap
1. Analisis Beban Kerja
WAKTU WAKT WAKTU
KEGIATA FREK U KEGIATA
JML JU
JENIS N UENSI KEGIA N
NO PASIEN ML
KEGIATAN PERPASI KEGIA TAN PERBUL
PERHARI AH
EN TAN PERHA AN
(menit) RI (menit)
I. KEGIATAN UMUM PERAWAT PELAKSANA
10
1. Menyiapkan Obat 10 2 200 400  

2. Memberikan Obat 5 10 3 150 450  


Mengukur Vital
3. Sign 5 10 3 150 450  
Melakukan
Pengkajian
4. Keperawatan 10 10 1 100 100  
Melakukan
Dokumentasi
5. Keperawatan 10 10 3 300 900  
Tindakan Pasang
6. infus 10 10 1 100 100  
Tindakan
7. Dressing Infus 5 10 1 50 50  
Mengantar Pasien
8. ke ruang Operasi 10 10 1 100 100  
Tindakan Rawat
9. Luka 10 10 1 100 100  
Mengambil Obat
10. Ke Farmasi 15 10 1 150 150  

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 7


Mengantar Pasien
11. HeadCT Scan 50 1  1 50  
Mengantar Pasien
ke RS lain
12. (Rujukan) 1 1  1 1 1  
Mengembalikan
Sisa Obat Pasien
Ranap (Retur) ke
13. Farmasi 3 20 1 60 60  
Tidakan merekam
14. EKG 10 1  1 10  300  
Mengantar pasien
ke Radiologi
15. (USG, Rontgen) 10  5 1 50  1500  
Menjemput pasien
16. operasi 10 5 1 50 250  
Menyiapkan
17. tindakan fototerapi 10 1  1 10  300  

18. Memandikan bayi 10 4 2 80 2400  


Monitoring suhu
19. kulkas 2 1  1 2 60  
Tindakan pasang
20. NGT 2 5  1 7 35  
Mengganti cairan
21. infus 3 70 3 210 6300  

22. Melepas DC 5 5 1 25 750  

23. Melepas Infus 5 35 1 175 5250


24. Mengambil 10 15 3 450
Sampling 13,500
pemeriksaan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 8


laboratorium
Mengantar
sampling ke
25. laborat 10   3 30 900
             
II. KEGIATAN UMUM KETUA TIM ( KATIM )
Operan jaga
26. 3   3 9 27  
Pre conferens
27. 2   1 20 400  
Orientasi Pasien
28. Baru 15 15 1 225 6,750  
Mengkaji pasien
29. baru 3 15 1 45 450  
Menyusun
Rencana
30. Keperawatan 5 15 1 225 6,750  
Mengevaluasi
Asuhan
31. Keperawatan 10 15 3 1410 42,300  
Mendampingi
Visite
32. DokteSpesialis 10 15 1 470 14,100  
Membagi Tugas
33. Perawatan 5   3 15 450  
Membuat Laporan
34. Akhir Jaga 15   3 45 1,350  
Memberikan
Inform Consent
35. Tindakan 5 2 1 10 300  
36. Melakukan 10 14 1 140  
Edukasi / 4,200
Pendidikan
Kesehatan Ke

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 9


Pasien
9
37. Supervisi ranap 10   3 0 2,700  
             
III. KEGIATAN UMUM ASISTEN PERAWAT
Mengganti Linen 2
38. (Verbeden) 5 15 1 35  
TOTAL

Tabel 3. Analisis penghitungan beban kerja SDM Rawat Inap

2. Penghitungan Tenaga Rawat Inap Berdasar Rumus Gillies


Salah satu formula penghitungan tenaga keperawatan yang dikembangkan Gillies
(1982) adalah sebagai berikut :
A x B x 365
Tenaga Perawat =
(365 – C) x jam kerja perhari

Keterangan :
 A = jam perawatan/24 jam (nursing time), yaitu waktu perawatan yang
dibutuhkan pasien.
Komponen A, adalah jumlah waktu perawatan yang dibutuhkan oleh pasien
selama 24 jam
 B = sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
Komponen B, adalah hasil perkalian BOR dengan jumlah tempat tidur. Contoh
jika BOR 76 % dan jumlah tempat tidur 100 maka sensus harian adalah 76.
 C = jumlah hari libur
Komponen C, adalah jumlah hari libur resmi yang ditentukan oleh pemerintah
dan jumlah hari libur karena cuti tahunan personel. Jumlah hari libur diIndonesia
kira-kira 76 hari yang terdiri dari 52 hari minggu, 12 hari cuti dan 12 hari libur
nasional. Disamping itu perlu juga diperhitungkan hari libur lain yaitu secara
alamiah menjadi hak biologis wanita yaitu cuti hamil kurang lebih selama 3 bulan.
 Jam kerja perhari 7 jam perhari

Total Kebutuhan Perawat Rumah Sakit Rumah Griya Medika Dompet Dhuafa Tahun

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 10


2022
Total tenaga keperawatan di rawat inap target BOR 70% dari 20 bed
Tenaga yang dibutuhkan (shift 7 jam) = 9 orang
Factor koreksi = 1 orang
Tenaga non nursing servis = 4 orang
Total rawat inap = 14 orang

Dalam rangka menjamin mutu sesuai standar MPKP maka diperlukan 1 perawat
primer : 5-6 pasien
Jumlah perawat primer yang dibutuhkan 7-14 orang (10 orang)
Total jumlah perawat = 8 orang

Kemampuan lembur : 3 jam/orang/(1/3 dari jumlah perawat) = 24 jam


Untuk alokasi lembur 7 jam (satu shift)/ perawat = 3 pasien/ hari

Maka jumlah perawat 2 orang bisa untuk maksimal pasien = 15 pasien /hari
Ekuivalen dengan = 70% BOR

C. Rekruitmen Dan Seleksi Tenaga Keperawatan Rawat Inap


1. Penarikan Calon Karyawan (Recruitment)
Penarikan calon adalah aktivitas atau usaha yang dilakukan untuk mengundang
para pelamar sebanyak mungkin sehingga Bagian Keperawatan memiliki
kesempatan yang luas untuk menemukan calon yang paling sesuai dengan tuntutan
jabatan yang diinginkan. Penarikan calon dilakukan karena berdasarkan analisa
kebutuhan tenaga, ditemukan jumlah pasien dan kegiatan tidak seimbang dengan
jumlah tenaga yang ada. Dilihat dari sumber penarikannya, dapat dibagi menjadi:
2. Internal Resource (dari dalam rumah sakit)
Menarik calon dari dalam Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa sendiri (Internal
resources) memiliki keuntungan lebih yaitu calon sudah dikenal dan proses dapat
dilakukan dengan lebih cepat dibanding menarik calon dari luar Rumah Griya
MedikaDompet Dhuafa. Calon nantinya masuk ke Bagian Keperawatan akibat mutasi
atau promosi. Untuk mendapatkan calon pelamar dapat melalui :
 Informasi dari mulut ke mulut
 Berkas-berkas pelamar yang datang sendiri (unsolicited applicants).

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 11


 Pengiriman surat pemberitahuan ke seluruh unit kerja akan adanya kebutuhan
tenaga di Bagian Keperawatan.
3. External Resource (dari luar rumah sakit)
Proses penarikan calon dari luar Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa dapat
dilakukan dengan cara :
 Dari mulut ke mulut.
 Iklan
 Lembaga-lembaga pendidikan
 Kantor penempatan tenaga kerja (milik swasta atau negara)

D. Penyaringan / Seleksi Calon Karyawan (Selection)


Seleksi calon karyawan rawat inap dimulai dari penyaringan surat lamaran yang
masuk ke bagian SDI (sumber daya insani) rumah sakit. Petugas SDI akan
menghubungi Kepala Bagian Keperawatan apabila batas waktu yang ditetapkan untuk
penarikan calon karyawan sudah terlampaui. Petugas SDI melaporkan jumlah pelamar
yang masuk, apabila kuota belum terpenuhi, maka petugas SDI melakukan
perpanjangan waktu penarikan calon karyawan sampai diperoleh jumlah pelamar yang
cukup.
Selanjutnya Kepala Bagian Keperawatan memilih berkas surat lamaran yang
masuk dan menentukan calon pelamar yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Apabila tidak ditemukan berkas pelamar yang sesuai maka Kepala Bagian Keperawatan
memberitahukan kepada petugas SDI agar dilakukan penarikan calon karyawan
kembali. Berkas pelamar yang dipilih oleh Kepala Bagian Keperawatan kemudian
diserahkan kepada petugas SDI dan selanjutnya dihubungi dan dijadwalkan untuk
melakukan tes seleksi calon karyawan di rumah sakit.
Materi tes seleksi calon karyawan meliputi materi umum, keperawatan dan
materi keislaman. Peserta akan diuji dengan tes tertulis, tes praktek dan tes
wawancara. Setiap pelamar akan diwawancara oleh Kepala Bagian Keperawatan.
Peserta seleksi dinyatakan diterima apabila mendapat rekomendasi dari tim penyeleksi,
atau atas dasar keputusan yang diambil melalui diskusi antara tim penyeleksi dan
direksi rumah sakit.
Karyawan yang dinyatakan lulus tes wawancara akan dipanggil untuk melakukan
MCU (Medical Chek Up), jika hasil bagus, akan dipanggil untuk memulai bekerja dengan
mengikuti alur kekaryawanan sebagai berikut:

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 12


Tidak lolos : Tidak lolos:
Mengulang/mengundurkan Mengulang/mengundurkan
diri diri

Tetap
lolos lolos lolos
s
RS Orientasi Penetapan Kontrak 1 thn
karyawan status

1 bulan
Part timer

Gambar 5. Bagan alur ke karyawanan Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa


Keterangan :
Karyawan baru dinyatakan lulus masa orientasi apabila hasil evaluasi minimal 75%.
Lulus bersyarat apabila nilai evaluasi 45 - 74% dan berarti karyawan harus mengulang
masa orientasi selama dua minggu untuk diuji kembali. Tidak lulus apabila nilai evaluasi
kurang dari 45% dan berarti bahwa karyawan harus mengulang masa orientasi selama 1
bulan untuk kemudian dievaluasi kembali.
Karyawan dinyatakan lulus masa magang apabila hasil evaluasi minimal 75%.
Lulus bersyarat apabila nilai evaluasi 45 - 74% dan berarti karyawan harus mengulang
masa magang selama dua minggu untuk diuji kembali. Tidak lulus apabila nilai evaluasi
kurang dari 45% dan berarti bahwa karyawan harus mengulang masa orientasi selama 1
bulan untuk kemudian dievaluasi kembali.

E. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dilakukan dengan sistem pembagian tiga shif dalam sehari yaitu
pagi, siang dan malam. Untuk formasi jaga di masing-masing bangsal dapat dilihat pada
tabel berikut:
N Nama Jabatan Kualifikasi Shif jaga Jumlah
o Formal Sertifikat tenaga
1. Kepala Bagian Sarjana SIP / STR, Pagi 1
Keperawatan Keperawatan BTCLS

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 13


Ners / D III
Keperawatan
2. Ketua Tim Sarjana SIP / STR, Pagi 4
Perawat Keperawatan BTCLS Siang
Ners / D III Malam
Keperawatan
4. Perawat Sarjana SIP / STR, Ruang 1
Pelaksana Keperawatan / D BTCLS Pagi 2
Rawat Inap III Keperawatan Siang 2
Malam 2

Ruang
Pagi
Siang 2
Malam 2
2

Ruang 2
Pagi
Siang
Malam
1
1
Ruang 3 1
Pagi
Siang
Malam

Ruang 4 1
Pagi 1
Siang 1
Malam

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 14


Ruang 5
Pagi 1
Siang 1
Malam 1

Ruang
Pagi
Siang 1
Malam 1
1

Pagi 2
Siang 2
Malam 2

BAB III
STANDAR FASILITAS
No Nama Ruangan KELAS JUMLAH TT LUAS

B.Bpjs/umum kelas 2dan 3

Khadijah Kelas 2 2 5 x 3 = 15 m2

2 Aisyah Kelas 2 2 5 x 3 = 15 m2

3 Saudah Kelas 2 2 5 x 3 = 15 m2

4 Hafshah Kelas 3 2 5 x 6,5 = 32,5 m2

5 Zainab Kelas 3 3 5 x 3 = 15 m2

6 Ummu Salamah Kelas 3 3 5 x 3 = 15 m2

7 C.ICU/HCU

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 15


HCU Intensif 3 5 x 3 = 15 m2

9 B. UMUM /VIP

VIP A VIP 1 5 x 3,5 =17,5 m2

10 VIP B VIP 1 5 x 3,5 =17,5 m2

11 Abdurahman Kelas 1 1 5 x 3,5 =17,5 m2

12 Abu Bakar Kelas 1 1 5 x 3,5 =17,5 m2

13 Umar Kelas 1 1 5 x 3,5 =17,5 m2

14 Utsman Kelas 1 1 5 x 3,5 =17,5 m2

15 G.ISOLASI

JUMLAH 23

23

A. PERSYARATAN TEKNIS RUANG RAWAT INAP


1. Lokasi.
a. Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman dan nyaman,
tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibiltas atau pencapaian dari sarana
penunjang rawat inap.
b. Bangunan rawat inap terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan
bising dari mesin/generator.
2. Denah.
Persyaratan umum:
a. Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga tiap
kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.
Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan/membutuhkan.
b. Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 16


c. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan,
sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang)
d. Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien
yang akan ditampung.
e. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan.
f. Alur petugas dan pengunjung dipisah.
g. Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan minimal
seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah ini

Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inap


NO NAMA RUANG LUAS ( + ) SATUAN
1 VIP A 7,2 5 x 3,5 =17,5 m2
2 VIP B 20 5 x 3,5 =17,5 m2
3 Abdurahman 5 x 3,5 =17,5 m2
4 Abu Bakar 5 x 3,5 =17,5 m2
5 Umar 5 x 3,5 =17,5 m2
6 Utsman 5 x 3,5 =17,5 m2
7 VIP A 5 x 3,5 =17,5 m2
8 Ruang ganti / locker 5 x 3,5 =17,5 m2
9 Ruang kepala rawat inap 5 x 3,5 =17,5 m2
10 Ruang linen bersih 5 x 3,5 =17,5 m2
11 Ruang linen kotor 5 x 3,5 =17,5 m2
12 Spoelhoek 5 x 3,5 =17,5 m2
13 Kamar mandi / toilet 5 x 3,5 =17,5 m2
14 Pantri 5 x 3,5 =17,5 m2
15 Ruang janitor/servis 5 x 3,5 =17,5 m2
16 Gudang bersih 5 x 3,5 =17,5 m2
17 Gudang kotor 5 x 3,5 =17,5 m2
Sumber: Pedoman Bangunan RS: Ruang Rawat Inap
Persyaratan khusus.
a. Tipe ruang rawat inap di RS. Rumah Griya Medikadompet dhuafa semuanya
sama yaitu, ruang perawatan kelas 3. Khusus untuk pasien-pasien tertentu
harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti:

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 17


- Pasien yang menderita penyakit menular.
- Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor,
ganggrein, diabetes, dan sebagainya).
- Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
b. Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan
jenis pasien yang akan dirawat.
3. Pos Perawat (Nurse Station).
Lokasi Pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang dilayaninya,
sehingga pengawasan terhadap pasien menjadi lebih efektif dan efisien.
4. Lantai.
a. Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.
b. Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan tidak berpori, seperti vinyl yang
rata atau keramik dengan nat yang rapat sehingga debu dari kotoran-kotoran
tidak mengumpul, mudah dibersihkan, tidak mudah terbakar.
c. Pertemuan dinding dengan lantai disarankan melengkung (hospital plint), agar
memudahkan pembersihan dan tidak menjadi tempat sarang debu dan kotoran.

5. Langit-langit.
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu atau
kotoran lain.

6. Pintu.
a. Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan
lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan lebar 90 cm, dilengkapi dengan
kaca jendela pengintai (observation glass).
b. Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebarnya 85 cm.
c. Pintu masuk ke kamar mandi pasien, untuk setiap kelas, minimal harus ada 1
kamar mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat.
Pintu kamar mandi pasien, harus membuka ke luar kamar mandi.
d. Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.

7. Kamar mandi.
a. Kamar mandi pasien, terdiri dari kloset, shower (pancuran air) dan bak
penampung air.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 18


b. Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau
standar teknis yang berlaku.
8. Jendela.
Disarankan menggunakan jendela kaca sorong, yang mudah pemeliharaannya, dan
cukup rapat.

B. PERSYARATAN TEKNIS PRASARANAN BANGUNAN RUANG RAWAT INAP


1. Persyaratan keselamatan bangunan.
Pelayanan pada bangunan instalasi rawat inap, termasuk “daerah pelayanan kritis”,
sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan”.
a. Struktur bangunan.
1) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh
aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan
sementara yang timbul akibat gempa dan angin.
2) Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap
pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik
bagian dari sub struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan
memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa
dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
b. Sistem proteksi petir.
1) Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis,
bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir,
harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.
2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi
secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap
bangunan instalasi rawat inap dan peralatan yang diproteksinya, serta
melindungi manusia di dalamnya.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004,
Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar
teknis lain yang berlaku.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 19


c. Sistem proteksi Kebakaran.
1) Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran
dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
2) Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah
dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap.
3) Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan instalasi rawat inap.
4) Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar
harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang
dimasukkan ke ruang rawat inap untuk mencegah terjadinya ledakan.
5) Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien
harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam
kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit . Semua petugas harus
tahu peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu
persis tata letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat
pemadam kebakaran.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem proteksi kebakaran aktif mengikuti Pedoman Teknis
Prasarana Rumah Sakit ( Sistem Proteksi Kebakaran Aktif, Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan Tahun 2012).
d. Sistem kelistrikan.
1) Sumber daya listrik.
Sumber daya listrik pada ruang perawatan pasien di ruang rawat inap
termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 1”, di mana sumber daya listrik
normal dilengkapi dengan sumber daya listrik diesel generator untuk
menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.
Tapi pada ruang tindakan pasien termasuk katagori “sistem kelistrikan
esensial 2” di mana pasokan listrik tidak boleh terputus apabila terjadi
gangguan.
2) Jaringan.
- Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bias
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 20


sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan
kerusakan-kerusakan pada kabel.
- Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-
bahaya tersebut.
- Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkit-
sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena
bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang
menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
3) Terminal.
- Kotak Kontak (stop kontak)
4) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan
kontak tusuk pasangannya.
5) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan
akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus
dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan
ledakan.
6) Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur minimal 2 titik untuk melayani
peralatan kesehatan yang membutuhkan suplai listrik. Pada ruang tindakan
yang -merupakan ruang pelayanan kritis minimal harus dilengkapi 5 titik
kotak kontak.
7) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 –
0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau
Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana
Instalasi Elektrikal RS.
8) Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus
memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui
tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut
dengan system penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding
system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui
pasien.
9) Peringatan.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 21


Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik
membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan
bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus
hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan :
- Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap.
- Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus
mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.
- Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan
system pembumian yang benar sebelum digunakan.
- Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada
peralatan listrik yang tidak benar.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti Permenkes 2306/Menkes/per/XI/2011 tentang Persyaratan
Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS.
b.
2. Persyaratan kesehatan bangunan.
a. Sistem ventilasi.
1) Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat
inap harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan
sesuai dengan fungsinya.
2) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi
pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk
kepentingan ventilasi alami.
3) Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat.
4) Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsipprinsip penghematan energi dalam bangunan ruang rawat inap.
5) Pada ruang perawatan pasien dan koridor di ruang rawat inap, minimal 4
(empat) kali pertukaran udara per jam, untuk ruang perawatan isolasi
infeksius, minimal 6 (enam) kali pertukaran udara per jam.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 22


ruang rawat inap mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara
Pada Bangunan Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.
b. Sistem pencahayaan.
1) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami
dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai
dengan fungsinya.
2) Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan
alami.
3) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan
instalasi rawat inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan
instalasi rawat inap.
4) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap
dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
5) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta
dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang
cukup untuk evakuasi yang aman.
6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
7) Disarankan menggunakan lampu-lampu yang dipasang dibenamkan pada
plafon (recessed) karena tidak mengumpulkan debu.
8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,


dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti :
1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami
pada bangunan gedung,
2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan
pada bangunan gedung,
3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat,

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 23


tanda arah dan tanda peringatan, atau
4) Pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
c. Sistem Sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat
inap harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor
dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
d. Sistem air bersih.
1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.
2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat
inap harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000,
atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
e. Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada
bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi
terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang
berlaku.
f. Sistem pembuangan kotoran dan sampah.
1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang rawat inap,
yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan
volume kotoran dan sampah.
3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 24


penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu
kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan
ruang rawat inap mengikuti Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan
Limbah Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis
maupun non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
g. Sistem penyaluran air hujan.
1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
2) Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi
dengan sistem penyaluran air hujan.
3) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke
jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang
dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
5) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapan dan penyumbatan pada saluran.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku
4. Persyaratan kenyamanan
a. Sistem pengkondisian udara.
1) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan
ruang rawat inap, pengelola bangunan ruang rawat inap harus
mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam
ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan
mempertimbangkan :
- fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 25


penggunaan bahan bangunan.
- kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
- prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
3) Kelembaban relatif dipertahankan 30 - 60% .
4) Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 680F sampai 800F (200C sampai
260C).
5) Apabila ruang rawat inap menggunakan alat pengkondisian udara, unit
pengkondisian udara tersebut bisa menjadi sumber micro-organisme yang
dating melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu
yang tertentu. Apabila menggunakan sistem pengkondisian udara sentral,
maka saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan
Rumah Sakit, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
dan Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.
b. Kebisingan
1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada
bangunan instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber
bising lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun
di luar bangunan instalasi rawat inap
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman
dan standar teknis yang berlaku.
c. Getaran.
1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber
getar lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun
di luar bangunan instalasi rawat inap.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 26


dan standar teknis yang berlaku.
5. Persyaratan kemudahan.
a. Kemudahan hubungan horizontal.
1) Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan
hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang
memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit
tersebut.
2) Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
3) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan
fungsi ruang dan aspek keselamatan. Terkait dengan sarana keselamatan
pada bangunan rumah sakit, maka pintu ruang perawatan disarankan
membuka keluar, dengan tanpa mengganggu akses pengguna koridor.
4) Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
b. Kemudahan hubungan vertikal.
1) Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana
hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi
bangunan rumah sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga
berjalan/ eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator.
2) Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan
fungsi bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang,
serta keselamatan pengguna bangunan rumah sakit.
3) Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif
kebakaran.
4) Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa
atau lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan
darurat dapat digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
c. Sarana Keselamatan Jiwa.
1) Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana keselamatan yang
meliputi:
- Lingkungan fisik bangunan rumah sakit dirancang dan dikelola untuk

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 27


memenuhi Persyaratan Teknis Keselamatan Jiwa.
- Bangunan rumah sakit melindungi penghuni selama jangka waktu
tertentu.
- Bangunan dan fitur proteksi kebakaran dirancang dan dipelihara untuk
meminimalkan pengaruh api, asap dan panas.
- Bangunan rumah sakit harus dapat menjamin bahwa jumlah eksit cukup,
dan eksit memiliki konfigurasi untuk memberikan perlindungan terhadap
bahaya kebakaran.
- Pintu jalan ke luar tidak boleh dikunci yang bisa menghalangi jalur
penyelamatan.
- Sarana jalan ke luar termasuk koridor, tangga kebakaran, dan pintu-pintu
yang memungkinkan setiap orang meninggalkan bangunan atau bergerak
di antara ruang-ruang khusus dalam bangunan.
- Sarana tersebut memungkinkan setiap orang mampu menyelamatkan
dirinya terhadap api dan asap kebakaran, dan oleh karena itu merupakan
bagian dari strategi proteksi kebakaran.
- Setiap bangunan rumah sakit menyediakan dan memelihara fitur
bangunan untuk melindungi orang-orang terhadap bahaya api dan asap
kebakaran.
- Rumah Sakit menyediakan dan memelihara sistem alarm kebakaran.
- Rumah sakit menyediakan dan memelihara sistem pemadaman
kebakaran.
- Rumah sakit menyediakan dan memelihara peralatan khusus untuk
memproteksi seseorang terhadap ancaman bahaya kebakaran atau asap.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana keselamatn jiwa mengikuti
”Pedoman Teknis Sarana Keselamatan Jiwa Pada Bangunan Rumah Sakit”,
yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI, Tahun 2012.
d. Aksesibilitas.
1) Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas
untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut
usia masuk ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas
dalam bangunan rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 28


2) Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon
umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi
penyandang cacat dan lanjut usia.
3) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan
ketinggian bangunan rumah sakit.
4) Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis
yang berlaku.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 29


BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Skrining dan Triage


a. Tujuan
Tujuan dilakukannya Skrining adalah untuk penyaringan pasien untuk
menyesuaikan pelayanan dan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya
yang ada dirumah sakit.
Sedangkan tujuan dilakukannya triage adalah untuk mengelompokan atau
memilah pasien berdasarkan berat ringannya kasus penyakit dengan
mempertimbangkan prioritas penanganan dengan sumberdaya yang ada dan
harapan hidup dan tingkat keberhasilan yang akan dicapai sesuai standar
pelayanan rumah sakit
b. Sasaran
Sasaran dari skrining dan triage adalah semua Pasien dan Keluarga di rumah
sakit RSGM Dompet Dhuafa
c. Mekanisme Kegiatan
Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit
merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para
profesional dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah menyelaraskan
kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang tersedia di
rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan
tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan
efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan rawat
jalan berdasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah di
identifikasi dan pada misi serta sumber daya rumah sakit yang ada. Sebelum dinyatakan
rawat inap, pasien terlebih dahulu diskrining untuk menyesuaikan dengan kebutuhan
pasien. Apakah perlu di rawat inap atau perlu penanganan khusus di unit perawatan
khusus atau ruang intensif.
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau
diagnostik imajing sebelumnya. Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 30


pasien ditransportasi emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat
penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat
setelah ada hasil skrining dan evaluasi.
1. Pendaftaran Pasien Rawat Inap
Setiap pasien yang akan dirawat inap, harus melalui proses pendaftaran. Pada
proses pendaftaran ini, pasien di data terkait identitas nama, alamat, latar belakang
keluarga, dan lain sebagainya. Data ini kemudian di simpan sebagai arsip rumah
sakit.
Setiap pasien yang sudah didaftar dibuatkan rekam medis, yang kemudian
menjadi catatan medis pasien selama mendapatkan layanan kesehatan di rumah
sakit. Pasien yang sudah diskrining masalah kesehatannya kemudian dipesankan
tempat di ruang rawat inap melalui petugas admision.
Petugas admision memastikan ke unit rawat inap mengenai ketersedian ruangan
untuk perawatan pasien. Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi langsung
maupun via media komunikasi yang digunakan di rumah sakit. Petugas
mendaftarkan pasien ke unit rawat inap jika tersedia ruangan dengan memberikan
informasi nama pasien, diagnosa medis pasien, dan umur pasien kepada petugas
jaga unit rawat inap.
2. Alur Penerimaan Pasien Rawat Inap
Pasien yang di rawat inap harus sesuai indikasi yang ditetapkan. Hal ini
dilakukan dengan melihat hasil skrining awal pasien. Kondisi-kondisi tertentu yang
memungkinkan untuk merawat pasien di unit rawat inap diatur melalui kebijakan
dan prosedur rumah sakit. Misalnya untuk pasien yang memerlukan perawatan di
PICU, maka harus segera dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas ruang
PICU. Namun selama belum mendapatkan tempat rujukan, maka untuk sementara
pasien dirawat semaksimal mungkin di rumah sakit dengan fasilitas yang ada dan
disertai informed consent.
Petugas yang akan mengantarkan pasien ke unit rawat inap harus memastikan
terlebih dahulu mengenai kesiapan kamar atau ruangan yang akan ditempati
pasien. Kesiapan kamar ini meliputi kebersihan ruangan, ketersediaan sarana
pendukung, dan hal – hal lain yang diperlukan. Pasien dapat ditransfer ke rawat
inap jika ruangan sudah siap dan kondisi pasien memungkinkan untuk dilakukan
transfer.
Petugas mengantarkan pasien ke ruang rawat inap, kemudian diterima oleh

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 31


petugas jaga unit rawat inap. Petugas jaga bersama dengan petugas pengantar
membawa pasien menuju ruangan yang telah disiapkan. Pasien diposisikan
senyaman mungkin di tempat tidur. Petugas jaga memastikan peralatan dan
sarana di sekitar pasien berfungsi baik.
Petugas pengantar melakukan operan informasi dengan petugas jaga unit rawat
inap. Informasi ini meliputi identitas pasien, kondisi umum pasien, tindakan dan
pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan selanjutnya, dan informasi
penting lainnya terkait perawatan pasien. Dokumentasi dari proses operan ini
dilakukan pada lembar rekam medis catatan formulir trasnfer pasien intra RS.
Petugas pengantar pasien berkewajiban mengisi lembar tersebut, dan petugas jaga
rawat inap membubuhkan tanda tangan sebagai bukti penerimaan pasien rawat
inap.
3. Orientasi Pasien Baru
Setiap pasien baru harus diberikan orientasi oleh petugas jaga rawat inap.
Orientasi ini harus dilakukan maksimal 1 jam setelah pasien masuk unit rawat inap.
Untuk pasien dengan keterbatasan komunikasi, orientasi dilakukan kepada
keluarga penunggu pasien.
Orientasi dilakukan dengan melengkapi ceklis atau daftar tilik pasien baru. Isi
dari ceklis tersebut meliputi:
a. Kewajiban dan Hak pasien
b. Nama ruangan tempat pasien dirawat
c. Nama petugas dan dokter jaga bangsal yang bertugas
d. Dokter spesialis penanggung jawab pasien (DPJP)
e. Informasi perkiraan visite dokter spesialis
f. Informasi letak ruang perawat
g. Informasi cara penggunaan bel gawat dan fasilitas lain yang ada di ruangan
pasien
h. Informasi aturan jam kunjung pasien
i. Informasi cara menyampaikan pesan dan kesan
j. Informasi lokasi kamar mandi
k. Informasi adanya siaran internal melalui speaker
l. Informasi letak masjid, arah kiblat dan perlengkapan ibadah pasien
m. Hasil identifikasi keterbatasan pasien dalam melaksanakan aktifitas (pergi ke
kamar mandi, ibadah)

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 32


Ceklis orientasi pasien baru tersebut dilengkapi dengan tanda tangan petugas
pengorientasi dan tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien telah diorientasikan.
Ceklis yang sudah diisi lengkap kemudian di dokumentasikan dalam rekam medis
pasien rawat inap.

B. Asassmen Medis dan Keperawatan


Assesmen adalah proses yang terus menerus dan dinamis yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi dari keadaan fisik pasien, psikologis, sosial dan riwayat
kesehatan pasien sebagai bahan analisis informasi dan data untuk mengidentifikasi dan
merencanakan kebutuhan pelayanan medis yang dilakukan saat pasien baru pertama
dirawat inap di rumah sakit.
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
Dokter Penanggung jawab Pelayanan (DPJP) adalah dokter spesialis atau sub
spesialis yang bertanggungjawab atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien di
rawat inap. Mulai dari asessmen awal, penentuan diagnosa medis sampai
pemberian asuhan untuk mengatasi keluhan pasien hingga menyusun perencanaan
pulang pasien memerlukan penanggungjawab untuk diperoleh hasil pelayanan
kesehatan yang maksimal. Oleh karena itu setiap pasien yang berobat ke rumah
sakit harus memiliki DPJP sebagai penanggungjawab asuhan medis pasien.
Penentuan DPJP di ruang rawat inap berdasarkan atas:
a. Jadwal konsulen. Apabila dalam keadaan gawat darurat DPJP Konsulen tidak
dapat dihubungi maka dapat dilakukan pengalihan DPJP yang seuai dengan
spesilalisasi penyakitnya.
b. Surat rujukan langsung kepada salah satu dokter spesialis terkait.
Dokter spesialis yang dituju otomatis menjadi DPJP pasien yang dimaksud,
kecuali bila dokter tersebut berhalangan maka pelimpahan DPJP beralih kepada
dokter spesialis yang telah ditunjuk.
c. Atas permintaan pasien/keluarga.
Pasien dan keluarga berhak meminta salah seorang dokter sebagai DPJP
selama sesuai dengan jenis penyakit dan spesialisasi dari DPJP. Apabila tidak
ditemukan kesesuaian maka DPJP wajib memberikan penjelasan dan
melimbahkan pasien tersebut kepada DPJP lain yang sesuai dengan spesifikasi
penyakit yang diderita.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 33


Dokter penanggungjawab pelayanan pasien mempunyai beberapa kewajiban antara
lain:
a. Memperkenalkan diri kepada pasien yang akan mendapatkan asuhan medis.
b. Melakukan asesmen awal dan asesmen ulang pada pasien dengan
menggunakan metoda SOAP.
c. Membuat rencana pelayanan dalam berkas rekam medis yang memuat segala
aspek asuhan medis yang akan dilakukan termasuk pemeriksaan, konsultasi,
rehabilitasi pasien dan sebagainya.
d. Memberikan penjelasan dan pendidikan secara rinci kepada pasien dan
keluarga tentang diagnosis kerja dan atau diagnosis pasti, rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kejadian yang
tidak diharapkan.
e. Mengisi catatan rekam medis dengan lengkap dan benar.

DPJP mempunyai wewenang dalam beberapa tindakan terkait asuhan kesehatan


terhadap pasien. Beberapa wewenang DPJP tersebut antara lain meliputi:
a. Melakukan tindakan untuk mengatasi kegawatan kepada pasien tanpa meminta
persetujuan kepada pasien atau keluarga.
b. Melakukan konsultasi dengan disiplin terkait lain.
c. Meminta perawatan bersama dengan DPJP lain sesuai dengan kondisi pasien
dengan terlebih dahulu memberikan pendidikan ke pasien atau keluarga dan
meminta persetujuannya.
d. Merujuk pasien apabila sudah tidak mampu menangani pasien atau rumah
sakit tidak memiliki fasilitas yang memadai sesuai dengan kondisi pasien.

2. Dokter Jaga Ruang Rawat Inap (Dokter Bangsal)


Dokter jaga ruang rawat inap atau biasa disebut dengan dokter bangsal adalah
seorang tenaga dokter yang diberi tanggung jawab dan wewenang memberikan
pelayanan pada pasien yang di rawat di ruang rawat inap. Pada umumnya kualifikasi
dokter yang bertugas sebagai dokter bangsal adalah dokter umum.
Tugas dokter bangsal antara lain:
a. Sebagai pemimpin dalam 1 shift jaga di bangsal
b. Melakukan pelayanan medis terhadap pasien yaitu
1) Melakukan penilaian awal saat pasien masuk ke bangsal

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 34


2) Memastikan apakah terapi yang diterima pasien telah sesuai
3) Menginformasikan dan mengkonsultasikan pasien baru kepada dokter
penanggung jawab pasien (DPJP)
4) Melakukan follow up pasien untuk semua pasien rawat inap di bangsal
dengan mendahulukan kegawatan terlebih dahulu
5) Melakukan screening pasien pre-operasi
6) Melakukan edukasi pasien pulang
7) Menyampaikan prognosis pada kasus yang cenderung memburuk
c. Berkolaborasi dengan tenaga medis dan paramedic (perawat jaga/ dokter
umum/ dokter spesialis)
d. Bekerja sama dengan tenaga paramedis dan non medis untuk menciptakan
pelayanan bangsal yang baik
e. Bekerja sama dengan tenaga paramedis dan non medis untuk menciptakan
suasana kerja yang nyaman
f. Melakukan operan jaga dengan sesama dokter bangsal
g. Sebagai dokter poliklinik umum sesuai dengan waktu yang disepakati.
Wewenang dokter bangsal adalah melakukan tata laksana umum sebagai dokter
jaga rawat inap; Memberikan terapi simptomatis secara ekstra (non rutin) saat
diperlukan dan tidak berhak mengganti terapi dokter spesialis tanpa konfirmasi
dan persetujuan dokter spesialis; serta Melakukan tindakan kegawatdaruratan
saat diperlukan.
3. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
bersifat humanistic, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien.
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan
secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara
kesehatannya

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 35


d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal

Fungsi dari Proses Keperawatan adalah sebagai berikut:


a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga
keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan .
b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.
c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.

Tahap – tahap dalam proses keperawatan meliputi:


a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang
di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.
Tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan
penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.
b. Pengumpulan data
Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada
pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi
masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan
mudah di analisis. Jenis data antara lain:
- Data objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu pengukuran,
pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta
warna kulit.
- Data subjektif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien,
atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya, kepala pusing, nyeri, dan mual.

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi:


- Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
- Pola koping sebelumnya dan sekarang
- Fungsi status sebelumnya dan sekarang

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 36


- Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
- Resiko untuk masalah potensial
- Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
c. Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir
rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
d. Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah
kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan
asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih
memerlukan tindakan medis.
Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas.
Prioritas masalah ditentukan berdasarkan criteria penting dan segera. Penting
mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi,
sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang tidak
sadar maka tindakan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih
parah atau kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan
hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu : keadaan yang mengancam
kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan
dan keperawatan.
e. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Perumusan diagnosa keperawatan :
- Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
- Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di
lakukan intervensi.
- Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
- Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, atau

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 37


masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera
yang lebih tinggi.
- Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual
dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu.
f. Rencana keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam
hasil yang di harapkan (Gordon,1994). Merupakan pedoman tertulis untuk
perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat
dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan.
Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai
hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang
berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur
pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana
perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang (potter,1997)
g. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
 Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi
yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
 Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :
independen, dependen, dan interdependen.
 Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 38


lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
h. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran
evaluasi adalah sebagai berikut
 Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah
disusun.
 Hasil tindakan keperawatan, berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi.

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :


 Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/kemajuan
sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan.
 Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
 Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab
tidak tercapainya tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari
pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh tindakannya
harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.
i. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang
(potter 2005). Potter (2005) juga menjelaskan tentang tujuan dalam
pendokumentasian yaitu :
 Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan)

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 39


perawatan klien termasuk perawatan individual, edukasi klien dan
penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan.
 Tagihan financial
Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan
mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi
klien.
 Edukasi
Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui
dalam berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk
mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien.
 Pengkajian
Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi
dan mendukung diagnose keperawatan dan merencanakan intervensi yang
sesuai.
 Riset
Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk
mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu.
 Audit dan pemantauan
Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar untuk
evaluasi tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam
suatu institusi.
 Dokumentasi legal
Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri terbaik
terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan.

Dokumentasi penting untuk meningkatkan efisiensi dan perawatan klien secara


individual. Ada enam informasi penting dalam dokumentasi keperawatan yaitu :
 Dasar factual
Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan fakta yaitu apa
yang perawat lihat, dengar dan rasakan.
 Keakuratan
Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat
dipertahankan klien.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 40


 Kelengkapan
Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap, mengandung
informasi singkat tentang perawatan klien.
 Keterkinian
Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan bersama
klien.
 Organisasi
Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis.
Contoh catatan secara teratur menggambarkan nyeri klien, pengkajian dan
intervensi perawat dan dokter.
 Kerahasiaan
Informasi yang diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan kepercayaan
dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan dibocorkan. Melalui
dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini akan
bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan
dalam kenaikan jenjang karir/kenaikan pangkat. Selain itu dokumentasi
keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang perawat.
C. Observasi
Observasi pelayanan pasien diruang rawat inap dilakukan secara kontineu dan
dibandingkan pengaruhnya serta respon pasien atas pengobatannya tersebut.

D. Penundaan Pelayanan
Penundaan pelayanan adalah keterlambatan waktu pelayanan yang seharusnya dapat
di lakukan di RS.TDD segera sesuai jadwal pasien dalam rangka mengakkan diagnose ,
pemberian terapi, tindakan atau prosedur yang harus dilakukan dan penyediaan rawat
inap. Keterlambatan yang di maksud adalah bersifat sementara .
Ruang lingkup penundaan pelayanan ini dapat disebabkan :
a. Full bed
b. Kendala DPJP
c. pengoperasian alat diagnostik;
d. Belum tersedianya bahan operasional untuk pengobatan, baik terapi
medikamentosa,operatif, maupun tindakan invasif; danKerusakan alat diagnostik,
terapi, operatif, maupun rehabilitasi medis;

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 41


e. Terhambatnya pasokan sumber daya listrik atau sumber daya lainnya
untuk pengoperasian alat diagnostik;
f. Belum tersedianya bahan operasional untuk pengobatan, baik terapi
medikamentosa, operatif, maupun tindakan invasif; dan Gangguan penyediaan
darah akibat tidak tersedianya pendonor; dan
g. Banyaknya daftar antrean pasien untuk dilakukan berbagai pelayanan kesehatan
di atas
E. ASUHAN PASIEN RISIKO TINGGI
1. Pelayanan Kasus Emergensi
Pelayanan kasus emergensi diberikan kepada pasien rawat inap yang
mengalami perubahan kondisi yang tiba – tiba memburuk sehingga memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Kondisi
seperti ini sangat mungkin terjadi di rawat inap karena banyaknya kasus yang
ditangani di rawat inap. Asuhan yang harus dilakukan oleh petugas jaga rawat inap
untuk menangani kondisi ini antara lain:
a. Memeriksa kondisi umum pasien
Pemeriksaan kondisi umum dilakukan dengan menghitung GCS untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien. Jika kesadaran menurun, petugas
memeriksa respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan, dapat berupa
tepukan pada bahu pasien atau memanggil nama pasien.
b. Memastikan tanda sirkulasi pasien
Denyut nadi merupakan tanda yang paling sering dipakai untuk memeriksa
sirkulasi pada pasien. Hal ini dilakukan dengan melakukan palpasi pada daerah
leher untuk memastikan denyut nadi pasien.
c. Meminta bantuan petugas lain
Petugas segera memanggil petugas lainnya untuk membantu menangani pasien.
Hal ini harus dilakukan karena petugas penolong kemungkinan memerlukan
rekan untuk menyiapkan alat emergensi atau membantu melakukan tindakan
emergensi.
d. Melakukan resusitasi
Segera melakukan resusitasi jika dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien
mengalami henti nafas dan henti jantung. Resusitasi dilakukan dengan
memberikan kompresi pada dinding dada dan ventilasi atau bantuan nafas.
Dalam satu siklus resusitasi dilakukan dengan 30 kali kompresi dan 2 kali

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 42


ventilasi. Tentu saja hal ini dilakukan sesuai indikasi dan memperhatikan adakah
kontraindikasi untuk dilakukan resusitasi.
2. Pelayanan Resusitasi
Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami henti napas atau pun henti jantung oleh karena sebab-sebab tertentu.
Mempunyai tujuan RJP untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau
tertutup sama sekali.
Komponen penting dalam Resusitasi Jantung Paru atau dikenal dengan ABC adalah
:
a. Airway (Jalan Nafas)
Sumbatan erior faring adalah jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding
posterior faring adalah merupakan persoalan yang sering timbul pada korban
tidak sadar yang terlentang. Resusitasi tidak akan berhasil bila sumbatan tidak
diatasi. Tiga cara telah dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.
b. Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien
dapat bernafas spontan. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan bunyi nafas
dari hidung dan mulut korban dan memperhatikan gerak nafas pada dada
korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali, diperlukan ventilasi
buatan.
c. Circulation (Sirkulasi)
Bantuan ketiga BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tidak ada nadi
yang teraba pada arteri besar (periksalah arteri karotis sesering mungkin)
merupakan tanda utama henti jantung. Henti jantung adalah gambaran klinis
berhentinya sirkulasi mendadak yang terjadi pada seseorang yang tidak diduga
mati pada waktu itu atau pengehentian tiba – tiba kerja pompa jantung pada
organisme yang utuh atau hampir utuh. Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan
bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi
buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat ini.

Resusitasi harus dilakukan pada :


a. Infark jantung “kecil”, yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams – Stokes
c. Hipoksia akut

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 43


d. Keracunan dan kelebihan dosis obat –obatan
e. Sengatan listrik
f. Refleks vagal
g. Tenggelam dan kecelakaan – kecelakaan lain yang masih memberi peluang
untuk hidup

Resusitasi tidak dilakukan pada :


a. Kematian normal, seperti biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat,
ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme secara keseluruhan begitu
terpengaruh oleh penyakit. Upaya resusitasi di sini tidak bertujuan dan tidak
berarti.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi
c. Bila hampir dipastikan bahwa fungsi serebal tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ -
1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

3. Pelayanan Darah dan Komponen Darah


Pelayanan darah dan komponen darah di rumah sakit dilakukan dengan
kerjasama dengan pihak PMI. Terutama dalam proses pengolahan dan
penyimpanan darah. Di rawat inap hanya melakukan prosedur pemberian komponen
darah kepada pasien yang membutuhkan. Prosedur pemberian komponen darah ini
dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a. Ketersediaan darah di PMI
Ketersediaan darah di PMI menjadi faktor penting dalam pelayanan tranfusi di
rawat inap. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan pihak rumah sakit dalam
mengolah dan menyimpan komponen darah. Sehingga memerlukan pihak kedua
untuk melakukan proses pengolahan dan penyimpanan.
b. Persetujuan tindakan transfusi
Persetujuan tindakan sifatnya wajib untuk dilakukan karena tindakan pemberian
komponen darah ini termasuk salah satu tindakan yang berisiko tinggi.
c. Memastikan tepat pasien dengan melakukan identifikasi
Setiap petugas yang akan melakukan tindakan tranfusi harus melakukan
prosedur identifikasi untuk memastikan tepat pasien. Prosedur identifikasi ini
dilakukan dengan cara menanyakan nama pasien kemudian mencocokkan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 44


dengan identitas yang tertulis pada gelang pasien. Selain itu petugas juga harus
memastikan komponen darah dengan melihat kode yang ada pada kantong
darah, tanggal kadaluarsa, jenis komponen darah, golongan darah, dan
kesesuaian identitas pasien.
d. Memantau adanya reaksi tranfusi
Petugas rawat inap, dalam hal ini adalah dokter dan perawat harus
melakukan pemantauan terhadap kemungkinan adanya reaksi tranfusi.
Pemantauan ini dilakukan selama dilakukannya tranfusi. Jika terjadi reaksi
tranfusi, maka petugas rawat inap segera menghentikan tranfusi dan mengambil
tindakan sesuai dengan instruksi dokter penanggung jawab pasien.

4. Pelayanan Bantuan Hidup Dasar Pasien Koma


Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas
(airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan
alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan
henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan
ventilasi. Tujuan dari Usaha bantuan hidup dasar ini adalah dengan cepat
mempertahankan pasokan oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil
menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi
jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan "henti jantung" yang disaksikan
(witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar
korban.
Bantuan hidup dasar pada pasien koma dilakukan dengan:
a. Memastikan respon pasien
Untuk mengetahui respon pasien dilakukan dengan memberikan rangsanyan
nyeri kepada pasien, misalnya dengan mencubit bahu korban. Kemudian
memastikan denyut nadi pasien.
b. Meminta bantuan petugas lain
Meminta pertolongan kepada petugas lain dapat dilakukan dengan cara
memanggil atau meminta tolong kepada orang disekitar untuk meminta bantuan
petugas lainnya.
c. Melakukan resusitasi
Resusitasi dilakukan jika pasien mengalami henti nafas dan henti jantung.
Resusitasi dilakukan dengan memberikan kompresi pada dinding dada dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 45


ventilasi atau bantuan nafas. Dalam satu siklus resusitasi dilakukan dengan 30
kali kompresi dan 2 kali ventilasi. Tentu saja hal ini dilakukan sesuai indikasi dan
memperhatikan adakah kontraindikasi untuk dilakukan resusitasi.
d. Melakukan evaluasi kondisi pasien
Perlu dilakukan evaluasi terhadap perkembangan kondisi pasien setelah
dilakukan tindakan resusitasi. Evaluasi yang dilakukan adalah dengan melakukan
pemeriksaan EKG untuk mengetahui gambaran EKG pasien.

5. Pelayanan Pasien Penyakit infeksius / airborne diseases


Secara umum asuhan pasien penyakit infeksius dilakukan dalam ruang isolasi.
Hal ini dilakukan untuk mencegah penularan kepada pasien lainnya di rumah sakit.
Dalam pelaksanaannya pun petugas diwajibkan menggunakan APD setiap
melakukan tindakan.
Asuhan Pasien Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga terjadi pada extra paru.
a. Cara penularan
1) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
5) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
b. Risiko penularan
1) Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 46


penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2) Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3) ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4) Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
c. Risiko menjadi sakit TB
1) Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2) Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3) Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
4) HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah
bahkan bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

6. Pelayanan Pasien Risiko Jatuh


Pelayanan terhadap pasien risiko jatuh dilakukan dengan cara:
a. Asessmen risiko jatuh
Asessmen risiko jatuh dilakukan pada semua pasien rawat inap, baik dewasa
maupun anak – anak. Untuk pasien dewasa asessmen risiko jatuh dilakukan
dengan menggunakan instrumen falls morse scale. Dalam skala ini pasien yang
skor totalnya dalam kategori risiko rendah dan risiko tinggi harus dilakukan
intervensi untuk mencegah pasien jatuh.
b. Intervensi pasien risiko jatuh

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 47


Intervensi pasien risiko Jatuh standar (risiko rendah)
c. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi.
d. Keselamatan lingkungan : hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan bel dan
telepon, gunakan penerangan yang cukup malam hari, posisi tidur rendah,
terpasang penghalang tempat tidur serta roda tempat tidur harus selalu terkunci.
e. Monitor kebutuhan pasien. Keluarga menemani pasien yang berisiko jatuh, bila
tidak ada keluarga, pasien diminta menekan bel bila membutuhkan bantuan.
f. Edukasi perilaku untuk mencegah jatuh kepada pasien dan keluarga pasien
dengan menempatkan standing akrilik edukasi jatuh di meja samping tempat
tidur pasien.
g. Gunakan alat bantu jalan (walker, handrail).
h. Anjurkan pasien menggunakan kaos kaki atau sepatu yang tidak licin.
i. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh bila ada perubahan kondisi atau pengobatan
pasien.

Intervensi pasien risiko jatuh tinggi


a. Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning.
b. Lakukan intervensi jatuh standar.
c. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detail seperti analisis
cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan
terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi.
d. Pasien ditempatkan di ruang yang terdekat dengan nurse station untuk
memudahkan pengawasan.
e. Handrail kokoh dan mudah dijangkau pasien.
f. Siapkan alat bantu jalan.
g. Lantai kamar mandi dengan karpet antislip atau tidak licin serta anjuran
menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi.
h. Dampingi pasien bila ke kamar mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet
informasikan cara menggunakan bel di toilet untuk memanggil perawat, pintu
kamar mandi jangan dikunci.
i. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shif.

7. Pelayanan Pasien Lansia, Cacat, Anak-anak, dan Populasi Yang Berisiko Disiksa
Menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, munculnya penyakit kronik dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 48


degeneratif, serta kondisi psikososial yang tidak mendukung akibat berbagai
kehilangan (teman hidup, pekerjaan, kehormatan dan penghargaan, dan
sebagainya) membuat orang lanjut usia semakin terpuruk dan tidak sehat secara
fisik maupun mental. Berbagai macam penyakit kronik dan degeneratif yang sering
kali menyertai mereka, memerlukan penatalaksanaan jangka panjang, bahkan
seumur hidup. Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria atau
wanita yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak
potensial.
Sedangkan batasan lanjut usia menurut WHO South East Asia Regional Office
(Organisasi Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Selatan dan Timur) adalah usia
usia lebih dari 60 tahun. Dilihat dari ciri-ciri fisiknya, manusia lanjut usia memang
mempunyai karakteristik yang spesifik. Secara alamiah, maka manusia yang mulai
menjadi tua akan mengalami berbagai perubahan, baik yang menyangkut kondisi
fisik maupun mentalnya.
Pelayanan yang diberikan terhadap pasien lansia, cacat, anak – anak dan
populasi yang berisiko disiksa dilakukan dengan memberikan jaminan bahwa pasien
akan dilayani sesuai dengan prosedur sesuai dengan kebutuhan pasien. Upaya
rumah sakit dalam memberikan pelayanan diwjudkan dalam bentuk:
a. Penyediaan fasilitas
1) Tempat tidur dengan pengaman
2) Hand rail pada tembok kamar mandi, dan tangga
3) Kursi roda
b. Layanan kesehatan
1) Fisioterapi
2) Asuransi kesehatan (pemerintah, swasta).

F. ASUHAN PASIEN MENJELANG KEMATIAN


Keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan
oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Sedangkan definisi dari kematian adalah
suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya
seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
1. Masalah di Akhir Kehidupan
Masalah di akhir kehidupan beragam dari usaha memperpanjang hidup pasien

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 49


yang sekarat sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ
binatang, percobaan mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri
secara medis. Di antara hal-halyang ekstrim tersebut ada banyak masalah seperti
memulai atau menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup,
perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal serta kelayakan dan
penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut.
Dua masalah yang pantas mendapat perhatian khusus: euthanasia dan bantuan
bunuh diri.
a. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas
dimaksudkan untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga termasuk elemen-
elemen berikut: subjek tersebut adalah orang yang kompeten dan paham
dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang secara sukarela meminta
hidupnya diakhiri; agen mengetahui tentang kondisi pasien dan menginginkan
kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup orang
tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih dan tanpa tujuan pribadi.
b. Bantuan Bunuh Diri
Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang
pengetahuan atau alat atau keduanya yang diperlukan untuk melakukan bunuh
diri, termasuk konseling mengenai obat dosis letal, meresepkan obat dosis letal,
atau memberikannnya. Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering
dianggap sama secara moral, walaupun antara keduanya ada perbedaan yang
jauh secara praktek maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan bunuh diri
dengan bantuan secara definisi harus dibedakan dengan menunda atau
menghentikan perawatan medis yang tidak diinginkan, sia-sia atau tidak tepat
dengan ketentuan perawatan paliatif, bahkan jika tindakan-tindakan tersebut
dapat memperpendek hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebgai akibat dari
rasa sakit atau penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan. Mereka lebih
memilih mati dari pada meneruskan hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh
lagi, banyak pasien menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan
bahkan hak memperoleh bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai
instrumen kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai pengetahuan
medis dan akses kepada obat-obatan yang sesuai untuk mendapatkan kematian

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 50


yang cepat dan tanpa rasa sakit. Tentunya dokter akan merasa enggan
memenuhi permintaan tersebut karena merupakan tindakan yang ilegal di
sebagian besar negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik kedokteran.
Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan telah
dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on Euthanasia:
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seorang pasien
dengan segera, tetaplah tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga
dekatnya yang memintanya. Hal ini tetap saja tidak mencegah dokter dari
kewajibannya menghormati keinginan pasien untuk membiarkan proses
kematian alami dalam keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak berarti
dokter tidak dapat melakukan apapun bagi pasien dengan penyakit yang
mengancam jiwa pada stadium lanjut dan dimana tindakan kuratif tidak tepat.
Pada tahun-tahun terakhir telah terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan
paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan kualitas
hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-
anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu
aspek dalam pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah
kontrol rasa sakit. Semua dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin
bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini, dan jika
mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan
paliatif. Dan di atas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat
namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak
mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis
kepada pasien, wakil pasien dalam mengambil keputusan, dan juga dokter.
Kemungkinan memperpanjang hidup dengan memberikan obat-obatan,
intervensi resusitasi, prosedur radiologi, dan perawatan intensif memerlukan
keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan
menghentikannya jika tidak berhasil.
Seperti dibahas di atas, jika berhubungan dengan komunikasi dan ijin,
pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak tindakan medis apapun
walaupun jika penolakan itu dapat mengancam jiwa pasien, dokter tidak boleh

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 51


membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas
kasih bahkan jika sudah tidak mungkin disembuhkan. Setiap orang berbeda
dalam menanggapi kematian; beberapa akan melakukan apapun untuk
memperpanjang hidup mereka, tak peduli seberapapun sakit dan menderitanya;
sedang yang lain sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan yang
sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti antibiotik untuk
pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan setiap usaha untuk
memberitahukan kepada pasien semua informasi tentang perawatan yang ada
serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan
pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak
kompeten memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan
jelas mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan
hidup lanjut, keputusan akan lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang
sangat samar-samar dan harus diinterpretasikan berdasarkan kondisi aktual
pasien. Jika pasien tidak menyatakan keinginannnya dengan jelas, wakil pasien
dalam mengambil keputusan harus menggunakan kriteria-kriteria lain untuk
keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.
2. Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang
ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
a. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya
terjadi, dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran
seperti:“Seharusnya tidak terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”.
Beberapa orang bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang
palsu (biasanya orang akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).
b. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
Timbul pemikiran pada diri klien, seperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku”,
kemarahan-kemarahan tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek
yang dekat dengan pasien, seperti:keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang
merawatnya.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 52


c. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien
berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak saya
lulus jadi sarjana”.
d. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan
keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu
kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-
reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal.
Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat, dan
sebagainya.
3. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
b. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
c. Gerakan tubuh yang terbatas.
d. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Sianosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
4) Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
5) Nadi lambat dan lemah.
6) Tekanan darah turun.
e. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 53


f. Gangguan Sensori
g. Penglihatan kabur.
h. Gangguan penciuman dan perabaan.\
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-
kadang pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan
sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.
4. Tanda-tanda klinis saat meninggal
a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
5. Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
6. Bantuan yang dapat Diberikan
a. Bantuan Emosional
1) Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan
ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 54


memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa
aman.
3) Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan
apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara
non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati
reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman
bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah
menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam
program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas
kemampuannya.
b. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
2) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien
dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat
ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien.
Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun
3) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan
nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 55


dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen
4) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan )
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot
sudah menurun
5) Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang
nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta
vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter
perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu
diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
6) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau
dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep
7) Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih
dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan
keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
c. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
1) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-
teman dekat, atau anggota keluarga lain
2) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan
perlu diisolasi

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 56


3) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien
untuk membersihkan diri dan merapikan diri
4) Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien
mampu membacanya.
d. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
1) Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian
2) Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya.
3) Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinanya/
ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus mampu
memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas
kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang
akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang
kematian dapat terpenuhi.
G. PEMULANGAN PASIEN RAWAT INAP
Pemulangan merupakan proses perencanaan sistematik yang dipersiapkan bagi
pasien untuk meninggalkan instansi perawatan (rumah sakit) dan untuk
mempertahankan kontinuitas perawatan. Dalam pelaksanaan proses perencanaan
sistematik tersebut perawat memiliki peranan penting.
(http://www.rsob-online.net/informasi/pengertian-umum Potter & perry proses
penerimaan dan pemulangan pasien,2005).
Ada beberapa kriteria pasien rawat inap dapat dipulangkan, antara lain:
1. Harus berdasarkan status kesehatan pasien dan kebutuhan akan kelanjutan
pelayanan dimana pasien dinyatakan sembuh atau membaik
2. Perkembangan keadaan pasien yang lebih baik dari pertama kali masuk yang
ditentukan dokter spesialis
3. Terselesainya atau berkurangnya masalah-masalah yang dialami pasien
4. Kemungkinan bisa dilakukan rawat jalan yang diputuskan dokter spesialis.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 57


Pemulangan pasien harus dilakukan berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan
rumah sakit. Prosedur yang dilakukan meliputi advis dokter, perencanaan pulang,
penyelesaian administrasi, hingga verifikasi syarat – syarat pasien boleh dipulangkan.
Prosedur pemulangan pasien rawat inap dilakukan dengan cara:
1. Dokter Penanggung jawab Pasien menyatakan pasien boleh pulang.
2. Dokter Penanggung jawab Pasien menuliskan surat keterangan pulang dan resep
obat pulang.
3. Dokter Penangung jawab Pasien meminta obat pulang ke farmasi dengan
menggunakan HYSIS
4. Petugas jaga rawat inap memberikan surat rekomendasi pulang dari ruang rawat.
5. Petugas jaga rawat inap memeriksa kembali kejelasan penulisan jadwal control dan
resep obat pulang.
6. Petugas rawat memberikan surat keterangan pulang kepada pasien atau keluarga
pasien.
7. Petugas jaga rawat inap memberikan informasi arah menuju administrasi billing dan
farmasi tempat penyelesaian administrasi pasien dan mengambil obat pulang (jika
ada).
8. Petugas jaga rawat inap menyiapkan hasil laborat dan roentgen yang akan
dibawakan pulang kepada pasien.
9. Petugas jaga rawat inap melengkapi resume pasien pulang di status pasien.
10. Petugas jaga rawat inap memeriksa bukti penyelesaian administrasi pasien, dan
memeriksa kesesuaian obat yang diberikan dengan resep pada surat keterangan
pulang.
11. Petugas jaga rawat inap memberikan hasil laborat dan roentgen kepada pasien atau
keluarga pasien.
12. Petugas jaga rawat inap mengantarkan pasien pulang menggunakan kursi roda
atau brankard sampai di depan IGD atau pintu keluar.
13. Petugas jaga rawat inap mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf serta
mendo’akan pasien dan keluarga agar selamat sampai tujuan.
14. Petugas jaga rawat inap memberikan informasi pasien pulang kepada bagian
pendaftaran, bagian pengolah gizi, dan petugas kebersihan.
15. Petugas jaga rawat inap memeriksa kesesuaian daftar pasien rawat inap dan
menuliskan register pasien rawat inap

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 58


BAB V
LOGISTIK

Logistik modern adalah proses pengolahan barang strategis terhadap pemindahan dan
penyimpanan barang atau material, suku cadang dan barang jadi dari para pemasok di
dalam sarana atau fasilitas perusahaan sampai ke konsumen. (Lumenta 1990).
Sedangkan pengertian manajemen logistik adalah proses mengenai perencanaan dan
penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, pemeliharaan,
penghapusan, serta pengendalian.
A. Jenis Logistik

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 59


a. Obat dan BHP
b. ATK
c. Form atau berkas rekam medis
d. alat-alat kesehatan dan barang umum.
B. Perencanaan Logistik
Pengadaan logistik untuk kebutuhan rawat inap di dapatkan melalui usulan Rencana
Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) masing masing unit rawat inap yang disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing unit yang ada, baik itu kebutuhan pasien ataupun
kebutuhan unit. Rencana biiaya anggaran tersebut diajukan ke Direktur dan disahkan
oleh Direktur dan pejabat pembuat anggaran.
C. Pemesanan logistic
Proses pengadaan logistik selanjutnya diserahkan ke pejabat terkait (Pejabat
Pengadaan, dan penerima barang). Setelah logistik tersebut terealisasi maka unit terkait
meminta barang tersebut sesuai kebutuhan unit melalui Kepala Instalasi kemudian
diteruskan ke Kepala bagian pengadaan dan setelah itu daftar permintaan barang
tersebut akan diajukan ke unit yang mendrisbusikannya

D. Pengadaaan logistic
Inventaris ruangan
a.
NAMA ALAT   Saldo Awal Saldo Akhir
NO TIDAK HABIS KODE Kondisi keterangan
PAKAI ASSET Qty Rp Qty Rp
MESIN / Elektromedik              
1 Syringe pump   1   1   BAIK  
Oksigen
  1 1
2 flowmeter     Baik  
3 Mesin Suction   1   1   Baik  
4 Alat clever check       Baik  
5 Nebulizer   1   1   Baik  
6 Monitor Usamon   1   1   Baik  
Infus Pump   1
7   1   Baik
8 pulse oksimetri   1   1   baik  
9 ecg/ekg   1   1   0  
10 film viewer   1   1   Baik  
11 Diagnostic Set   1   1   Baik  
Laringoscope
  1
12 Anak   1   Baik  

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 60


Nama Barang
Medis   Saldo Awal Saldo akhir
No Kondisi keterangan
Tidak Habis
Pakai   Qty Rp Qty Rp
BARANG MEDIS              
1 Ambu bag anak   1   1   baik  
Ambu Bag
2 baik
Neonatus   1   1    
Alat gerus obat /
3 mortir   1   1   baik  
4 Alkohol spray   1   1   Baik  
Bak instrumen
5 besar   1   1   Baik  
Bak instrumen
6 kecil   1   1   Baik  
7 Baskom stainles   1   1   Baik  
8 Buli - buli panas   1   1   Baik
9 Gelas ukur   1   1   Baik  
10 Gunting verband   2   2   Baik  
Kom sedang
11
bertutup   2   2   Baik  
Metlin (meteran
12
kain)   1   1   Baik  
13 Nierbeken   3   3   Baik  
14 Pispot   8   8   Baik  
15 Pen Light   2   2   0  
16 Reflek hamer   1   1   baik  
17 Senter   1   1   Baik  
Standar infus
18
mobile   18   18   Baik  
19 thermometer anak   1   1   rusak  
Thermometer
20
digital dws   3   3   Baik  
Timbangan digital
21 bayi   1   1   Baik  
Timbangan Digital
22 dewasa   1   1   Baik  
23 Tourniquet   2   2   Baik  
Troley waskom
24 2 2
mandi       Baik  
Troley instrumen
1 1 Baik
25 medis        
26 Urinal   4   4   Baik  
27 Troley emergency   0   0   Baik  
28 Tensimeter air   2   2   Baik punya
raksa manset annur

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 61


dewasa
Tensimeter air
29 raksa manset Baik
anak   1   1    
Stestoskop
baik
30 Neonatus   1   1    
31 Stetoscope Anak   2   2   Baik  
Lampu
periksa/examinati Baik
32 on lamp   1   1    
Emergency Kit
33 Baik
(Box Hitam)   1   1    
Tabung oksigen
34   1
Portable   1   Baik  
Manset anak
35   1
manual   1   baik  
Manset anak
36   1
untuk monitor   1   baik  
Rak pispot dan
37   1
urinal   1   baik  
38 Kursi roda   1   1   baik  

NO
NAMA ALAT   Saldo Awal Saldo Akhir
HECTING
SET/ GV
SET TIDAK HABIS Kondisi keterangan
 
(MINOR PAKAI
SURGER
Y SET) Qty Rp Qty Rp
1 Gunting benang   1   1   Baik  
2 Klem arteri   2   2   Baik  
3 Pinset anatomis   2   2   Baik  
Bak instrumen
4 sedang dg tutup   1   1   Baik  
5 Kom kecil   1   1   Baik  
6 Pinset cirurgis   2   2   Baik  

Nama Barang
 
Medis   Saldo Awal Saldo Akhir Keteranga
Kondisi
BARANG Tidak Habis n
UMUM Pakai   Qty Rp Qty Rp
1 perlak infus   2   2   Baik  
2 Bak laundry besar   2   2   Baik  
3 Lemari excell   1   1   Baik  
Lemari linen
4
(coklat)   1   1   Baik  

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 62


5 Lemari alkes   1   1   Baik  
Keranjang obat
6
pasien   11   8   Baik  
Lemari obat
7
pasien   2   2   Baik  
8 Kursi pasien   11   11   Baik  
penambaha
9
Kursi perawat   4   3   Baik n kursi 1
10 Kalkulator   1   1   Baik  
11 Nurse Call   1   1   Baik  
12 Komputer   1   1   Baik  
13 Nurse station   1   1   Baik  
Tempat bermain
14
anak   0   0   Baik  
Tempat sampah
15
medis   2   2   Baik  
Tempat sampah
16 4 4
non medis       Baik  
17 Mainan Anak   0   0   Baik  
Tempat tidur
18 18 18
pasien       Baik  
19 Bedside cabinet   2   2   Baik  
20 Overbed table   0   1   Baik  
Gelas ukur
21   1
takaran susu   1   baik  
22 Dispenser pasien   4   4   Baik  
23 TAB   1   1   Baik  
24 Kulkas Obat   1   1   Baik  
25 Bed tindakan   1   1   Baik  
26 Pompa asi   1   1   Baik  
27 Lemari mukena   1   1   Baik  

C. Penerimaan Logistik
D. Penyimpanan logistik
Ada tiga tujuan pokok manajemen logistik, antara lain:
1. Tujuan operasional, tersedianya barang serta bahan dalam jumlah yang tepat dan
mutu memadai serta waktu yang dibutuhkan
2. Tujuan keuangan, meliputi pengertian bahwa tujuan operasionalnya dapat
terlaksana dengan biaya serendah-rendahnya dengan hasil yang optimal
3. Tujuan pengamanan, agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan,

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 63


penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta
nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin dalam sistem akuntansi.
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pengolahan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian serta pemantauan persediaan bahan serta barang (stock, material,
supplies, inventory, dll) yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit. Manajemen
logistik khususnya dilingkungan rumah sakit perlu dilaksanakan secara efisien dan
efektif dalam arti bahwa segala macam barang, bahan ataupun peralatan harus dapat
disediakan: tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup tidak kurang
atau lebih, dan yang paling penting adalah ketersediaannya dengan mutu yang
memadai.

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
B. Pengertian
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
C. Tujuan patient safety adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien rumah sakit.
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 64


Standar keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarganya
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

D. Tatalaksana Keselamatan pasien


Untuk mencapai keselamatan pasien rumah sakit diperlukan beberapa upaya yang
secara terus menerus harus dilakukan, antara lain:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf rumah sakit
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang


komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa.
Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus
serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di
rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang
belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit
dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 65


BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian
Rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib melaksanakan
program K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi masyarakat di lingkungan
sekitar rumah sakit. Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu
melibatkan berbagai komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3RS
sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak
rumah sakit yang belum menerapkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja (SMK3).
B. Tujuan
Berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
bahwa tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berkaitan dengan
mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan
perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.
C. Tatalaksana Keselamatan Kerja
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,
prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk keselamatan kerja yang dilakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan:
a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit;
b. Teknis bangunan rumah sakit sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk bagi penyandang cacat, anak-anak dan orang usia
lanjut;
c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan serta keselamatan
dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit;
d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 66


sakitharus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dibidangnya
(sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan
kesehatan rumah sakit);
e. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan
berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan;
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan
layak pakai;
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan
kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh balai pengujian
fasilitas kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang;
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang;
i. Melengkapi perijinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan
kesehatan.
2. Peraturan dan tata tertib perawat di rawat inap
a. Datang tepat waktu, 10 menit sebelum hand over dimulai.
b. Memakai seragam dan atribut sesuai ketentuan SDI.
c. Memakai sepatu hitam, kaos kaki berwarna coklat bagi perempuan dan hitam
bagi laki – laki
d. Menggunakan name tag disebalah kiri
e. Bagi laki – laki rambut tidak boleh melewati telinga
f. Bagi perempuan berkerudung rapih dan memakai bros yang sewajarnya
g. Tidak boleh meninggal kan nurse stasion dalam keadaan kosong
h. Tidak memainkan HP saat jam dinas, kecuali saat konsul

3. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM


rumah sakit:
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja
dan SDM rumah sakit;
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan
risiko ergonomi.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 67


c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:
d. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;
e. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan
psikososial secara rutin dan berkala;
f. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
lingkungan kerja.
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi:
4. Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana
sanitasi, yang memenuhi syarat, meliputi:
a. Penyehatan makanan dan minuman;
b. Penyehatan air;
c. Penyehatan tempat pencucian;
d. Penanganan sampah dan limbah;
e. Pengendalian serangga dan tikus;
f. Sterilisasi dan desinfeksi;
g. Perlindungan radiasi;
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja:
a. Pembuatan rambu-rambu dan arah keselamatan;
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri (APD);
c. Membuat SPO peralatan keselamatan kerja dan APD;
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD.
6. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM rumah
sakit:
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah sakit;
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 rumah sakit kepada petugas K3
rumah sakit.
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/Lay Out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan:
a. Melibatkan petugas K3 rumah sakit di dalam perencanaan, desain/Lay Out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 68


peralatan keselamatan kerja;
b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan
persyaratan yang berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.
c. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
1) Membuat alur kejadian nyaris celakan dan celaka.
2) Membuat SPO pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
celaka (near miss) dan celaka.
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap manajemen sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran (MSPK).
1) Manajemen menyediakan saranan dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran;
2) Membentuk tim penanggulangan kebakaran;
3) Membuat SPO;
4) Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran;
5) Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
e. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada direktur rumah sakit dan unit teknis terkait di
wilayah kerja rumah sakit.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 69


BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

A. Pengawasan
Pengawasan dan pengendalian merupakan proses akhir dari proses
management , dimana dalam pelaksananaannya proses pengawasan dan
pengendalian saling keterkaitan dengan proses-proses yang lain terutama
dalam perencanaan. Dalam proses management ditetapkan sesuai standar
yang menjadi acuan, diantaranya yaitu : visi-misi, standard asuhan ,
penampilan kerja, keuangan, dan lain sebagainya. Dengan demikian dalam
pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan apakah setiap tahapan proses
management telah sesuai dengan standard atau tidak dan jika ditemukan
adanya penyimpangan maka perlu di lakukan pengendalian sehingga sesuai
standard yang berlaku.
Komponen pengawasan dan pengendalian adalah :
1. Setting standard
2. Measuring perform
3. Reporting result
4. Corrective action
5. redirection

B. Pengendalian Mutu
Mutu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya kritikan dan
keluhan dari pasiennya, lembaga sosial atau swadaya masyarakat dan
bahkan pemerintah sekalipun. Mutu akan diwujudkan jika telah ada dan
berakhirnya interaksi antara penerima pelayanan dan pemberi pelayanan.
Jika pemerintah yang menyampaikan kritikan ini dapat berarti bahwa
masyarakat mendapatkan legalitas bahwa memang benar mutu pelayanan
kesehatan harus diperbaiki. Mengukur mutu pelayanan dapat dilakukan
dengan melihat indikator-indikator mutu pelayanan rumahsakit yang ada di
beberapa kebijakan pemerintah, sudahkan kita mengetahuinya. Analisa
indikator akan mengantarkan kita bagaimana sebenarnya kualitas
manajemen input, manajemen proses dan output dari proses pelayanan
kesehatan secara mikro maupun makro.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 70


Pengendalian mutu layanan rawat inap merupakan hal penting untuk
menjaga mutu dan keselamatan pasien. Pengendalian mutu dilakukan
melalui program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Dalam program
ini layanan di rawat inap menjadi salah satu sektor sasaran dalam
peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Pengendalian mutu layanan rawat inap dilakukan melalui kegiatan:
a. Pemenuhan standar pelayanan minimal rumah sakit
b. Penilaian indikator kunci area klinis dan manajerial rumah sakit
c. Penilaian indikator kunci keselamatan pasien rumah sakit

C. Evaluasi dan Penilaian


Dari berbagai kegiatan diatas dapat diperoleh gambaran pencapaian mutu
layanan di unit rawat inap. Dari gambaran tersebut kemudian dilakukan
analisa untuk menentukan adakah layanan yang masih memerlukan
perbaikan. Langkah selanjutnya adalah menyusun rencana perbaikan untuk
mengatasi berbagai masalah atau kelemahan sistem yang ditemukan dari
hasil analisa.

Perencanaan yang sudah dibuat kemudian dilakukan uji coba di layanan


rawat inap. Hal ini untuk mengetahui seberapa efektif rencana perubahan
yang telah dilakukan. Proses uji coba ini dapat berlangsung selama satu
bulan atau lebih tergantung kebijakan yang diterapkan oleh rumah sakit. Dari
proses uji coba ini kemudian menghasilkan rekomendasi apakah rencana
yang telah dibuat dapat diterapkan atau perlu perbaikan lebih lanjut.

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 71


BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan rawat inap ini merupakan acuan bagi staf rumah sakit
dalam memberikan pelayanan di unit rawat inap. Terutama dalam memberikan asuhan
pasien di rawat inap. Tujuan akhirnya adalah didapatkan angka kepuasan pasien rawat
inap yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu diharapkan
dapat meningkatkan mutu layanan di rawat inap.
Pedoman pelayanan rawat ini masih dapat dikembangkan lagi dengan membuat
panduan atau SPO yang secara spesifik memberikan gambaran bagi staf dalam
melaksanakan prosedur tertentu. Pengembangan ini perlu dilakukan karena sifat
pedoman yang memiliki cakupan yang luas.

…………………………………..
Rumah Sakit
Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa,

Direktur

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 72


DAFTAR REFERENSI

Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit, 2007
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan, 2006
Standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit, 2010
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit, Dirjen Bina Pelayanan Medik DepKes RI,
2007

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 73


PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT RUMAH GRIYA MEDIKA DOMPET DHUAFA
No. : ..../ SK / RSGM /..../ 2014

Tentang

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI RAWAT INAP

DIREKTUR RUMAH SAKIT RUMAH GRIYA MEDIKADOMPET DHUAFA

Menimbang 1. Bahwa pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk


observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan atau pelayanan
kesehatan lainnya dengan menginap di rumah sakit

2. Bahwa upaya meningkatkanmutu pelayanan Rumah Sakit, maka


diperlukan penyelenggaraan pelayanan Rawat Inap bermutu tinggi

3. Bahwa agar pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit dapat terlaksana


dengan baik, perlu adanya kebijakan DIrektur Rumah Sakit Rumah
Griya MedikaDompet Dhuafa sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan Rawat Inap di rumah Sakit Rumah Griya
MedikaDompet Dhuafa

Mengingat 1. Undang - UndangNo. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang - Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. Surat Keputusan Pemerintah Daerah tentang Ijin Penyelenggaraan


Rumah Sakit Rumah Griya MedikaDompet Dhuafa

4. Surat Keputusan Pengurus Badan Yayasan Dompet Dhuafa tentang


Pengesahan Struktur Organisasi Rumah Sakit Rumah Griya
MedikaDompet Dhuafa

5. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa tentang


Pengangkatan Direksi Rumah Sakit Rumah Griya MedikaDompet

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 74


Dhuafa

MEMUTUSKAN

Menetapkan ;

Pertama PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT RUMAH GRIYA


MEDIKADOMPET DHUAFA TENTANG PEDOMAN PELAYANAN
RAWAT INAP
Kedua Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Inap di maksud pada item pertama
sebagaimana terlampir dalam lampiran peraturan ini.
Ketiga Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Inap digunakan sebagai acuan
dalam pelaksanaan kegiatan rawat inap di Rumah Sakit Rumah Griya
MedikaDompet Dhuafa.
Keempat Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Di tetapkan di :
Pada tanggal : ……………2019

dr. OKTA

Pedoman Pelayanan Rawat Inap Halaman 75

Anda mungkin juga menyukai