Anda di halaman 1dari 13

Kesempatan bertemu Ramadhan merupakan karunia Allah yang sangat berharga.

Ia adalah bulan
bertabur fadhilah (keutamaan) dan kemuliaan. Ia juga merupakan mahathah (terminal) chek point
dan menambah iman, takwa, dan bekal amal untuk akhirat. Oleh karena itu kedatanganya perlu
disambut dengan persiapan yang serius. Tulisan ini akan menguraikan tujuh hal pentin yang perlu
dipehatikan sebagai persiapan menyambut bulan Ramadhan. Tujuh tersebut adalah; (1) Do’a, (2)
Bergembira Dengan Kedatangan Ramadhan, (3) Berazam (tekad kuat) dan niat yang tulus, (4)
Taubat, (5) Persiapan dan Perencanaan Target, (6) Ilmu dan Pemahaman Tentang Fiqh Ramadhan,
dan (7)Membersihkan Hati dari Sifat Jahat dan Buruk Terhadap Sesama Muslim. Uraian dari
ketujuh poin tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Do’a

Do’a merupakan ibadah yang dengannya para hamba mengkomunikasikan hajat dan harapan
mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam kaitannya dengan menyongsong dan menyambut
bulan Ramadhan, do’a yang dimaksud adalah memohon kepada Allah dikaruniai umur panjang
hingga berjumpa dengan bulan Ramadhan. Para salaf dahulu memohon dipertemukan dengan
bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya. “Allahumma barik lana fi Rajaba wa sya’bana,
wa ballighna Ramadhan; Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan sya’ban, serta
sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan”, adalah salah satu do’a yang masyhur dari para salafus
Shaleh rahimahumullah.

Kita tidak menjamin apakah kita akan sampai ke bulan Ramadhan atau tidak. Kalaupun kita masih
sampai ke bulan Ramadhan, tidak ada jaminan bahwa kita dapat meraih keutamaan Ramadhan.
Oleh karena itu di sisa hari menjelang Ramadhan ini harapan untuk diperjumpakan dengan
Ramadhan harus selalu menyertai do’a-do’a kita. Termasuk yang harus kita mohon adalah
kekuatan, kemudahan, dan taufiq dari-Nya untuk mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah,
amal shaleh, dan ketaatan kepada Allah. Sebab tidak sedikit orang yang menanti dan merindukan
Ramadhan. Tapi ketika Ramadhan datang, ia tidak memperoleh manfaat sama sekali dari
Ramadhan. Ia tidak dapat memanfaatkan Ramadhan dengan beribadah secara maksimal.

2. Bergembira Dengan Kedatangan Ramadhan

Diantara alamat (tanda-tanda) keimanan adalah bersukacita dan bergembira dengan datangnya
musim ketaatan. Sebab Ramadhan bagai tamu agung yang akan datang dengan berbagai kebaikan
dan keutamaan. Ia datang membawa rahmat, maghfirah (ampunan), pembebasan dari neraka, satu
malam yang lebih baik dari seribu bulan, dan beragam keutamaan lainnya. Karena itu para pecinta
dan perindu kebaikan pasti senang dan bersukacita dengan kedatangannya.
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu men-tabsyir (menyampaikan
kabar gembira) kepada para sahabat bila Ramadhan datang. Beliau menggembirakan mereka agar
termotivasi memanfaatkan momen Ramadhan dan berusaha meraup keuatamaannya. Biasanya
kabar gembira (busyro) yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa
penjelasan keistimewaan dan keutamaan bulan Ramadhan. Sebagaimana dalam sebuah Hadits
Hasan yang dikeluarkan oleh Imam Nasai dalam Sunannya, Rasulullah menyampaikan kabar
gembira kepada sahabat dengan masuknya bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Ramadhan telah
mendatangi kalian. Bulan yang penuh berkah. Allah memfardhukan kepada kalian berpuasa pada
bulan ini. Pada bulan ini (pula) pintu langit dibuka, pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup, dan para
setan dibelenggu. Pada bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Sesiapa
yang tidak memperoleh kebaikannya, maka terhalangi dari kebaikan”. (Terj. HR. Nasai).

Sebagai hamba yang sadar dengan berbagai kelemahan, kekurangan, dan kelalian dalam ibadah
selama ini, kita patut bersuka cita dengan kedatangan Ramadhan. Karena ia merupakan momen
meningkatkwa kwalitas diri dan iman. Kesempatan meraup pahala dan ampunan sebanyak-
banyaknya. Semoga dengan perasaan gembira dan sukacita atas kedatangan Ramadhan, akan lahir
semangat, tekad dan azam serta kesungguhan mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah. Semoga
muncul motivasi meraih kemuliaan Ramadhan sebagai dijelaskan Nabi dalam berbagai haditsnya,
seperti pada hadits di atas.

3. Azam (Tekad Kuat) dan Niat Tulus

Sebagai dikatakan di atas, perasaan senang akan kedatangan Ramadhan dapat melahirkan tekad
yang kuat (azam) serta niyat yang tulus dan jujur untuk memanfaatkan Ramadhan. Selanjutnya
tekad yang kuat (azam) dan niat yang tulus tersebut akan membuat seseorang produktif dalam
mengisi Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amal shaleh.

Selain itu, azam dan niat yang jujur untuk memanfaatkan Ramadhan dengan ibadah dapat menjadi
sebab datangnya taufik dan kemudahan dari Allah. Artinya ketika Allah mengetahui bahwa di
dalam hati hamba-Nya terhunjam tekad yang kuat dan niat sungguh-sungguh untuk meraih
keutamaan Ramadhan, maka Allah akan memberikan kemudahan kep ada hamba tersebut. Allah
akan memberikan kemudahan dalam melakukan ketaatan dan berbagai ibadah pada bulan
Ramadhan. Berkenaan dengan soal niat dan azam yang sungguh-sungguh ini, Allah Ta’ala
berfirman, ‘’Walau shadaqullaha lakana khairan lahum”.

Barangkali kisah berikut dapat dijadikan landasan bahwa kesungguhan dan kejujuran niat
seseorang sangat berperan sebagai sebab datangnya taufiq dari Allah. Diriwayakan bahwa seorang
Arab Badui datang menemui Nabi dengan maksud berbaiat kepadanya. Saat itu sedang dalam
persiapan menuju ke medan jihad. Di hadapan Rasulullah, orang Arab Badui ini menyampaikan
bahwa, “Wahai Rasulullah, akau berbaiat kepadamu untuk ikut berperang bersamamu. Meskipun
saya ditusuk anak panah dari sini (sambil menunjuk leher depannya) sampai di sini (sembari
menunjuk leher belekangnya)”. Perang dimulai dan orang Badui tersebut turut berperang bersama
kaum Muslimin dibawa komando Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika perang telah
usai, ternyata orang Badui tersebut ditemukan telah meninggal. Lalu diangkat dan bibawa ke
hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Nabi menyingkap pakaian yang menutupi
tubuhnya, dilehernya tertancap satu anak panah. Posisi anak panah tersebut menembus lehernya
dari depan ke belakang. Persis sama seperti ketika ia berjanji di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Selanjutnya Nabi mengafani jenazah orang Arab Badui ini dengan pakaiaannya.
Bahkan Nabi mendolakan beliau dengan tambahan do’a khusus yang artinya; “Ya Allah, ini adalah
hamba-Mu. Ia keluar berjihad di jalan-Mu (sabilillah), lalu ia mati syahid di jalan-Mu. Saksikanlah
ya Allah, aku adalah saksi atasnya pada hari kiamat kelak.

Oleh karena itu-kembali ke soal menyambut Ramadhan-, kesunggugan dan keseriusan dalam niat
sangat berpengaruh. Karena itu mari tanamkan dalam hati niat yang serius, bahwa kita akan
memanfaatkan bulan Ramadhan dengan memperbanyak ibadah. Moga-moga dengan niat dan
tekad yang sungguh-sungguh tersebut, Allah berkenaan memberikan taufiq dan kemudahan dalam
mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai ibadah.

4. Taubat

Taubat dari dosa dan maksiat perlu dilakukan dalam meyambut dan menyongsong Ramadhan
karena pada bulan Ramadhan nanti, kita akan melakukan berbagai ibadah dan ketaatan kepada
Allah. Sementara, dosa dan maksiat dapat menghalangi seseorang dari ketaatan. Sebab, dosa dan
maksiat dapat mengotori dan menutupi hati. Pemilik hati yang tertutupi oleh karat dosa dan
maksiat biasanya berat melakukan ibadah dan amal shaleh.

Dahulu, para salaf sangat peka dalam soal ini. Diantara mereka ada yang mengatakan, “Saya
terhalangi melakukan shalat malam karena satu dosa yang kulakukan”. Imam Hasan al-Bashri
rahimahullah pernah ditanya oleh seorang pemuda yang merasa berat bangun malam, padahal ia
sudah berusaha. “La ta’shiyhi fin Nahari, yuqidzuka fil Lail; Jangan kau durhakai (Allah) pada
siang hari, Dia akan membangunkanmu pada malam hari”, saran Hasan al-Bashri. Berkenaan
dengan kecintaan terhadap al-Qur’an, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Lau
thahurat qulubuna maa syabi’at min kalami Rabbina; Andai hati kita bersih, maka ia takkan
pernah kenyang meni’mati perkataan Rabb kita (Al-Qur’an)”.

Oleh karena itu mari berusaha bersihkan hati dari noda dosa dan maksiat dengan memperbanyak
taubat dan istighfar. Mari teladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertaubat dan
beristighfar lebih 70 kali dalam sehari. Taubat yang sebenar-benarnya taubat (nasuha), yakni
dengan meninggalkan dan menyesali dosa pada masa lalu serta ber azam untuk tidak lagi
mengulangi dosa tersebut. Karena itu mari perbaharui selalu taubat dan istighfar kita. Semoga
Allah karuniakan taufiq dan kemudahan melakukan ibadah di bulan Ramadhan.

5. Persiapan dan Perencanaan Target

Persolan yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam menyambut dan menyongsong
Ramadhan adalah persiapan dan perencanaan target. Ini sifatnya teknis tapi penting. Karena gagal
menyiapkan dan merencanakan sama dengan menyiapkan dan merencanakan untuk gagal. Agenda
ibadah dan amal shaleh pada bulan Ramadhan semisal puasa, shalat tarwih, tilawah al-Qur’an,
sedekah, dan ibadah-ibadah lainnya perlu disiapkan dan direncanakan dengan matang. Persiapan
dan perencanaan yang baik insya Allah akan sangat membantu memaksimalkan ibadah dan amal
shaleh pada bulan Ramadhan yang mulia.

Diantara ibadah yang perlu disiapkan dan direncanakan misalnya target bacaan al-Qur’an. Ini
penting, guna memaksimalkan kwalitas dan kwantitas bacaan al-Qur’an kita di bulan yang mulia.
Mengingat tilawah al-Qur’an merupakan salah satu amalan utama yang menyertai ibadah shiyam.
Ramadhan disebut pula sebagai syahrul Qur’an. Karena Ramadhan merupakan bulan
diturunkannya al-Qur’an.

Oleh karena itu para salaf dahulu menjadikan Ramadhan sebagai bulan memperbanyak bacaan al-
Qur’an. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengkhatamkan al-Qur’an setiap tiga malam sekali
dalam shalat Tarwih. Artinya beliau membaca sekira 10 juz dalam setiap shalat Tarwihnya. Ada
yang mengkhatamkan setiap sepuluh malam atau 3 juz sehari. Imam Syafi’i rahimahullah
mengkatamkan 60 kali diluar shalat pada bulan Ramadhan. Artinya beliau khatam dua kali dalam
sehari di luar shalat. Sementara Imam al-Aswad mengkhatamkan setiap dua hari sekali. Dan masih
banyak kisah-kisah menakjubkan dari para salaf dalam soal antusias mereka yang tinggi dalam
mengkhatamkan al-Qur’an pada bulan Ramadhan.

Nah, jika kita ingin memaksimalkan bacaan al-Qur’an pada bulan Ramadhan nanti, hendaknya ada
persiapan dan perencanaan target. Misalnya, bila kita menargetkan 10 kali khatam selama
Ramadhan, berarti khatam setiap 3 hari atau 10 juz dalam sehari. Bila ingin mengkhatamkan 5 kali
selama Ramadhan, berarti setiap enam hari sekali khatam, atau lima juz dalam sehari. Setiap ba’da
shalat fardhu membaca 1 juz. Demikian seterusnya. Yang pasti hendakhnya ada target dan
perencanaan yang baik. dan masing-masing orang hendaknya menetapkan target sesuai
kemampuannya, dan mengatur jadwal sedetail dan serapi mungkin.

Amalan lain yang perlu disiapkan dan direncanakan adalah target sedekah. Sebab sedekah
merupakan salah satu amalan utama pada bulan Ramadhan selain puasa, tilawah al-Qur’an, dan
amalan-amalan lainnya. Bahkan sedekah pada bulan Ramadhan merupakan seutama-utama
sedekah. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seafdhal-afdhal sedekah
adalah pada bulan Ramadhan” (Terj. HR. Tirmidzi).

Oleh karena itu dalam hadits kita temukan bahwa kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam meningkat pada bulan Ramadhan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling dermawan. Dan beliau
makin dermawan pada bulan Ramadhan saat didatangi Jibril untuk mudarasah al-Qur’an” (terj.
HR. Bukhari).

Ada beberapa bentuk sedekah pada bulan Ramadhan, diantaranya memberi makan dan memberi
suguhan buka puasa (tafthir ash-Shaim). Memberi makan dan suguhan buka puasa memiliki
keutamaan yang sangat besar, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, diantaranya hadits yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dalam Sunannya,
“Siapa saja yang memberi makan saudaranya sesama mu’min yang lapar, niscaya Allah akan
memberinya buah-buahan surga. . . . (terj. HR. Tirmidzi)

Sedangkan keutamaan memberi suguhan buka puasa diterangkan dalam beberapa hadits shahih,
diantaranya yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu,
“Barangsiapa menyediakan suguhan (makanan/minuman) berbuka bagi orang yang berpuasa,
niscaya hal itu akan menjadi penghapus dosa-dosanya dan menjadi pembebas dirinya dari neraka.
Ia juga akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala
orang yang berpuasa sedikitpun”.

Oleh sebab itu seorang Muslim hendaknya merencanakan dan memprogramkan sedekah pada
bulan Ramadhan yang mulia ini. Perlu ada persiapan dan perencanaan target, agar dapat
bersedekah secara rutin –meski sedikit- pada bulan Ramadhan. Karena amalan yang paling dicintai
Allah adalah yang paling dawam (kontiniu) meski sedikit. Agar mendapat do’a Malaikat setiap
hari. Misalnya target sedekah Rp 1000/hari, sekardus air mineral/pekan, sekilo (kg) kurma/tiga
hari, dan seterusnya.
6. Ilmu Tentang Fiqh Ramadhan

Islam sangat mementingkan ilmu sebelum berkata dan beramal. Banyak ayat al-Qur’an dan hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya surah Muhammad ayat 19:

[arabic-font]ُ‫[فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ الَ إِلَهَ إِالَّ للا‬/arabic-font]

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang patut diibadahi kecuali
Allah” …. (QS. Muhammad: 19).

Ayat tersebut memerintahkan untuk berilmu terlebih dahulu sebelum beramal. Oleh karena itu
Imam Bukhari dalam kitab shahihnya menulis satu bab khusus tentang pentingnya ilmu sebelum
beramal. Beliau beri judul Bab al-‘Ilmu Qabla al-Qauli wa al-‘Amal (Bab Tentang Pentingnya
Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat). Sebelum mencantumkan hadits-hadits Rasulullah yang
berkaitan dengan judul Bab, beliau menempatkan terlebih dahulu surah Muhammad ayat 19 di
atas.

Ilmu dipentingkan sebelum beramal, karena syarat diterimannya amal setelah ikhlas adalah
mutaba’ah. Yakni amal tersebut harus benar dan bersesuaian dengan syari’at dan sunnah. Oleh
karena itu guna menyambut Ramadhan dengan ilmu, perlu kiranya menyegarkan kembali
pelajaran tentang fiqh ibadah pada bulan Ramadhan. Semisal fiqh puasa, shalat tarwih, zakat,
sedekah, dan iabadah-ibadah lainnya.

7. Membersihkan Hati Dari Berbagai Sifat Dendam dan Hasad Kepada Sesama Muslim

Dendam dan dengki (hasad) merupakan sifat tercela. Sementara terbebas dari sifat tercela tersebut
merupakan ciri orang beriman dan bertakwa. Terbebas dari sifat pendendam merupakan tanda
penghuni surga, sebagai dijelaskan oleh Allah dalam surah al-A’raf ayat 43 dan al-Hijr ayat 47:

[arabic-font]

‫ُورهِم‬
ِ ‫صد‬ ْ َ‫سا إِ َّال ُو ْس َع َها أُو َٰلَئِكَ أ‬
ُ ‫[ َونَزَ ْعنَا َما فِي‬٧:٤٢] َ‫ص َحابُ ْال َجنَّ ِة ۖ ُه ْم فِي َها خَا ِلد ُون‬ ُ ِّ‫ت َال نُ َك ِل‬
ً ‫ف نَ ْف‬ َّ ‫َوالَّذِينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
[٧:٤٣] .… ۖ ‫ار‬ َ
ُ ‫[ ِِّم ْن ِغ ِّل تَجْ ِري ِمن تَحْ تِ ِه ُم ْاْل ْن َه‬/arabic-font]

“dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Kami tidak memikulkan
kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-
penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada
di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai ….”. (QS Al-A’raf:43)

[arabic-font]

ُ ‫علَ َٰى‬
َ‫س ُرر ُّمتَقَا ِبلِين‬ َ ‫ُورهِم ِ ِّم ْن ِغ ِّل ِإ ْخ َوانًا‬
ِ ‫صد‬ُ ‫[ َونَزَ ْعنَا َما فِي‬١٥:٤٦] َ‫س ََلم ِآمنِين‬ ُ ‫ِإ َّن ْال ُمتَّقِينَ فِي َجنَّات َو‬
َ ‫[ادْ ُخلُوهَا ِب‬١٥:٤٥] ‫عيُون‬
[١٥:٤٧] [/arabic-font]

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat)
mata air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka): “Masuklah ke dalamnya dengan
sejahtera lagi aman” Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka,
sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan”. (QS Al-Hijr:
45-47)

Demikian pula dengan sifat hasad (iri hati dan dengki). Ia merupakan sifat buruk yang sangat
berbahaya. Ia dapat menghapuskan amalan kebaikan bagai api yang melahap kayu bakar.

Seorang Muslim hendaknya membersihkan dirinya dari sifat buruk ini sebelum memasuki bulan
Ramadhan. Agar ia memasuki bulan mulia tersebut dengan hati yang bersih dan dada yang lapang.
Agar dapat melaksanakan amaliah Ramadhan dengan hati tenang. Jangan sampai berbagai
kebaikan yang dilakukan berupa shiyam, qiyam, sedekah, tilawah, dan ibadah lainnya menjadi sia-
sia karena sifat dengki (hasad). Sebab hasad dapat melahap kebaikan seperti api yang
menghanguskan kayu bakar.
Demikian tujuh hal yang perlu diperhatikan seorang Muslim dalam menyambut Ramadhan.
Semoga dengan melakukan ketujuh hal tersebut Allah mengaruniakan taufiq dan kemudahan
dalam mengisi Ramadhan. Sehingga kita dapat meraup keutamaan Ramadhan yang dijanjikan
Allah dan Rasul-Nya. Moga-moga kita keluar sebagai alumni Ramadhan yang memperoleh gelar
taqwa. Waffaqanallahu wa iyyakum lil ‘Ilmin Nafi’ wal ‘amalis Shalih. (A. Huzaimah el
Munawiy).

Sumber: Materi Tarhib Ramadhan 1435 H Syekh Ali Abdurrahman Al-‘Uwaisyiz hafidzahullah
disertai tambahan penjelasan dari penulis.

Sumber dari: http://wahdah.or.id/7-persiapan-menyambut-ramadhan/

Wahai kaum muslimin, hendaknya kita mengetahui bahwa salah satu nikmat yang banyak
disyukuri meski oleh seorang yang lalai adalah nikmat ditundanya ajal dan sampainya kita di
bulan Ramadhan. Tentunya jika diri ini menyadari tingginya tumpukan dosa yang menggunung,
maka pastilah kita sangat berharap untuk dapat menjumpai bulan Ramadhan dan mereguk
berbagai manfaat di dalamnya.

Bersyukurlah atas nikmat ini. Betapa Allah ta’ala senantiasa melihat kemaksiatan kita sepanjang
tahun, tetapi Dia menutupi aib kita, memaafkan dan menunda kematian kita sampai bisa
berjumpa kembali dengan Ramadhan.

Ketidaksiapan yang Berbuah Pahit

Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan dua perkara yang wajib kita waspadai.
َ ‫]اَلتَّ َه ُاونُ بِ ْاْل َ ْم ِر إِذَا َح‬, yaitu kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap
Salah satunya adalah [ُ‫ض َر َو ْقتُه‬
untuk menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah.
Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut dan
terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukuman atas ketidaksiapan dalam
menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan mata.[1]

Abu Bakr Az Zur’i menyitir firman Allah ta’ala berikut,

‫ضيت ُ ْم بِ ْالقُعُو ِد أَ َّو َل َم َّرة‬ ْ


ِ ‫ي َعد ًُّوا إِنَّ ُك ْم َر‬ َ ‫طائِفَة ِم ْن ُه ْم فَا ْست َأذَنُوكَ ِل ْل ُخ ُروجِ فَقُ ْل لَ ْن ت َْخ ُر ُجوا َم ِع‬
َ ‫ي أَبَدًا َولَ ْن ت ُقَاتِلُوا َم ِع‬ َ ‫َّللاُ إِلَى‬
َّ َ‫فَإ ِ ْن َر َجعَك‬
ْ
(٨٣) َ‫فَا ْقعُدُوا َم َع الخَا ِلفِين‬

“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka
minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), Maka katakanlah: “Kamu tidak boleh
keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku.
Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. karena itu duduklah
bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (At Taubah: 83).

Renungilah ayat di atas baik-baik! Ketahuilah, Allah ta’ala tidak menyukai keberangkatan
mereka dan Dia lemahkan mereka, karena tidak ada persiapan dan niat mereka yang tidak lurus
lagi. Namun, bila seorang bersiap untuk menunaikan suatu amal dan ia bangkit menghadap Allah
dengan kerelaan hati, maka Allah terlalu mulia untuk menolak hamba yang datang menghadap-
Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib menjadi orang yang tidak layak menjalankan perintah
Allah ta’ala yang penuh berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita
tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.

Allah ta’ala berfirman,

ُ ‫ار ُه ْم َك َما لَ ْم يُؤْ ِمنُوا ِب ِه أ َ َّو َل َم َّرة َونَذَ ُر ُه ْم فِي‬


(١١٠) َ‫ط ْغ َيا ِن ِه ْم َي ْع َم ُهون‬ َ ‫ص‬َ ‫َونُ َق ِ ِّلبُ أ َ ْفئِدَت َ ُه ْم َوأَ ْب‬

“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al An’am: 110).

Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan

Bila kita menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya
serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan.

Allah ta’ala berfirman,

(٤٦) َ‫ط ُه ْم َو ِقي َل ا ْقعُدُوا َم َع ْالقَا ِعدِين‬


َ َّ‫َّللاُ ا ْن ِب َعاثَ ُه ْم فَثَب‬ ُ ُ‫َولَ ْو أ َ َراد ُوا ْال ُخ ُرو َج ْل َعدُّوا لَه‬
َّ َ‫عدَّة ً َولَ ِك ْن ك َِره‬

“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan
itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan
mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal
itu.” (At Taubah: 46).

Harus ada persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak
mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam ayat di atas
mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan disebabkan keengganan
mereka untuk melakukan persiapan.

Sebagai persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.


‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,

ً‫ش ْعبَانَ ِإالَّ قَ ِليَل‬ ُ َ‫ش ْعبَانَ ُكلَّهُ َكانَ ي‬


َ ‫صو ُم‬ َ ‫صو ُم‬ َ ‫ام ِه ِم ْن‬
ُ َ‫ش ْعبَانَ َكانَ ي‬ ِ ‫ط أ َ ْكث َ َر ِم ْن‬
ِ َ‫صي‬ ُّ َ‫ش ْهر ق‬ َ ُ‫َولَ ْم أ َ َره‬
َ ‫صائِ ًما ِم ْن‬

“Saya sama sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa
dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau
berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali
sedikit hari.”[2]

Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban,
dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.

Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, meeka selalu mempersiapkan diri menyambut
Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,

‫ضانَ ث ُ َّم يَدْع ُْونَ للاَ ِستَّةَ أَ ْش ُهر أ َ ْن يَت َقَبَّلَهُ ِم ْن ُه ْم‬ َ ‫كَانُوا يَدْع ُْونَ للاَ ِستَّةَ أ َ ْش ُهر أ َ ْن يُبَ ِلِّغَ ُه ْم‬
َ ‫ش ْه َر َر َم‬

”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai
bulan Ramadlan.”[3]

Tindakan mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan,
permohonan dan bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya. Tentunya, mereka tidak hanya
berdo’a, namun persiapan menyambut Ramadhan mereka iringi dengan berbagai amal ibadah.

Abu Bakr al Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan,

‫شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع‬

“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan
adalah bulan untuk memanen.”[4]

Sebagian ulama yang lain mengatakan,

‫السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود‬
‫صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من العمر‬

“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun,
Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen,
pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan
amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang
mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa
umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.”[5]
Wahai kaum muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang
disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa, qiyamullail,
bersedekah, dan berbagai amal shalih di bulan Rajab dan Sya’ban, semua itu untuk menanam
amal shalih di bulan Rajab dan diairi di bulan Sya’ban. Tujuannya agar kita bisa memanen
kelezatan puasa dan beramal shalih di bulan Ramadhan, karena lezatnya Ramadhan hanya bisa
dirasakan dengan kesabaran, perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-hari Ramadhan
tidaklah banyak, perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan yang
sebaik-baiknya.

Jangan Lupa, Perbarui Taubat!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ ‫طا ٌء َو َخي ُْر ْال َخ‬


‫طائِينَ الت َّ َّوابُون‬ َّ ‫ُك ُّل اب ِْن آدَ َم َخ‬

“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa
adalah yang bertaubat.”[6]

Taubat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin memasuki
Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh perjalanan selama
mengarungi Ramadhan.

Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap
saat. Allah ta’ala berfirman,

(٣١) َ‫َّللاِ َج ِميعًا أَيُّ َها ْال ُمؤْ ِمنُونَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬
َّ ‫َوتُوبُوا إِلَى‬

“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (An Nuur: 31).

Taubat yang dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita kerjakan. Kita bertaubat, lidah
kita mengucapkan, “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati kita lalai, akan tetapi
setelah ucapan tersebut, dosa itu kembali terulang. Namun, yang dibutuhkan adalah totalitas dan
kejujuran taubat.

Jangan pula taubat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadhan sementara di luar Ramadhan
kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan sekaligus
madrasah untuk membiasakan diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik untuk melaksanakan
ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.

Wahai kaum muslimin, mari kita persiapkan diri kita dengan memperbanyak amal shalih di dua
bulan ini, Rajab dan Sya’ban, sebagai modal awal untuk mengarungi bulan Ramadhan yang akan
datang sebentar lagi.

Ya Allah mudahkanlah dan bimbinglah kami. Amin.


Waffaqaniyallahu wa iyyakum.

lhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.

Sebentar lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Sudah saatnya kita mempersiapkan ilmu
untuk menyongsong bulan tersebut. Insya Allah, kesempatan kali ini dan selanjutnya,
muslim.or.id mulai menampilkan artikel-artikel seputar puasa Ramadhan. Semoga dengan
persiapan ilmu ini, ibadah Ramadhan kita semakin lebih baik dari sebelumnya.

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al Qur’an

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan
pada bulan ini pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

ُ َ‫ش ْه َر فَ ْلي‬
ُ‫ص ْمه‬ َّ ‫ش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال‬
َ ‫ان فَ َم ْن‬ ِ َّ‫ضانَ الَّذِي أ ُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُ ْرآَنُ ُهدًى ِللن‬
ِ َ‫اس َوبَ ِيِّنَات ِمنَ ْال ُهدَى َو ْالفُ ْرق‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini)
Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah
memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari
bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab
ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”[1]

Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika
Ramadhan Tiba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫اطين‬ َّ ‫ت ال‬
ِ َ‫شي‬ ِ َ‫ص ِفد‬ ِ َّ‫ت أَب َْوابُ الن‬
ُ ‫ار َو‬ ُ ‫ت أَب َْوابُ ْال َجنَّ ِة َو‬
ْ َ‫غ ِلق‬ ْ ‫ضانُ فُتِ َح‬
َ ‫إِذَا َجا َء َر َم‬

”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun
dibelenggu.”[2]

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan
tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan
Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna
terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan
Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan
Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah
sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan
terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”
[3]

Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar
(malam kemuliaan). Pada malam inilah –yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan- saat
diturunkannya Al Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman,

3( ‫ش ْه ٍر‬ ِ ‫) لَ ْيلَةُ ْالقَد ِْر َخي ٌْر ِم ْن أَ ْل‬2( ‫) َو َما أَد َْراكَ َما لَ ْيلَةُ ْالقَد ِْر‬1( ‫ِإنَّا أ َ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَد ِْر‬
َ ‫ف‬

”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan).
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan.” (QS. Al Qadr: 1-3).

Dan Allah Ta’ala juga berfirman,

َ َ‫إِنَّا أ َ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ٍة ُمب‬


َ‫ار َك ٍة إِنَّا ُكنَّا ُم ْنذ ِِرين‬

”Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya
Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan: 3). Yang dimaksud malam yang
diberkahi di sini adalah malam lailatul qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath
Thobari rahimahullah[4]. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama di antaranya Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.[5]

Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫وإِ َّن ِل ُك ِل ُم ْس ِل ٍم دَع َْوة ً يَدْع ُْو بِ َها فَيَ ْست َِجيْبُ لَه‬,
َ َ‫ضان‬
َ ‫ش ْه ِر َر َم‬ ِ َّ‫إِ َّن ِلِلِ فِى ُك ِل يَ ْو ٍم ِعتْقَا َء ِمنَ الن‬
َ ‫ار فِى‬

”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan
Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”[6]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ‫اإل َما ُم ْالعَا ِد ُل َودَع َْوة ُ ْال َم‬


ِ ُ ‫ظل‬
‫وم‬ َّ ‫ثَلَثَةٌ الَ ت ُ َردُّ دَع َْوت ُ ُه ُم ال‬
ِ ‫صائِ ُم َحتَّى يُ ْف ِط َر َو‬

“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin
yang adil, dan do’a orang yang dizholimi”.[7] An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits
ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia
berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”[8] An Nawawi
rahimahullah mengatakan pula, “Disunnahkan bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam
keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya, juga pada perkara yang ia
sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.”[9]

Raihlah berbagai keutamaan di bulan tersebut, wahai Saudaraku!

Semoga Allah memudahkan kita untuk semakin meningkatkan amalan sholih di bulan
Ramadhan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

adist Nabi yang menggambarkan keistimewaan bulan Ramadhan, seperti dibukanya pintu-pintu
surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan terbelenggunya para setan, seharusnya tidak hanya
ditafsirkan secara tekstual melainkan dengan konteks yang diinginkan teks hadist itu.

Dinyatakan bahwa di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, maksudnya adalah di bulan ini
banyak lahan amal ibadah yang sengaja Allah sediakan agar dapat digarap setiap muslim untuk
meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman. Sedangkan pernyataan bahwa pintu-pintu
neraka ditutup, maksudnya adalah banyak hal di bulan suci ini yang dapat menghalangi seorang
muslim untuk berbuat maksiat.

Oleh karena itu, hadist itu ditambah dengan pernyataan bahwa setanpun ikut terbelenggu. Ini
adalah kiasan, yang artinya adalah; setan akan sangat kesulitan untuk menggoda muslim ketika
sedang berpuasa di bulan suci.

Akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan seorang muslim tetap terjaga dari godaan setan.
Setan akan terus menggoda manusia dengan berbagai macam cara termasuk dengan situasi dan
kondisi sehari-hari pada bulan puasa itu. Walaupun mungkin tidak sampai membuat puasa batal
secara hukum, akan tetapi nilai-nilai esensi yang terkandung dalam puasa akan hilang sehingga
puasanya menjadi sia-sia. Demikianlah seperti yang disabdakan oleh Nabi:

َّ ‫ام ِه ِإ َّال ال‬


‫س َه ُر‬ ِ ‫س لَهُ ِم ْن ِق َي‬ ُ ‫ام ِه ِإ َّال ْال ُجو‬
َ ‫ع َو ُربَّ قَا ِئم لَ ْي‬ ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬
ِ ‫ص َي‬ َ ‫صا ِئم لَي‬
َ َّ‫ُرب‬

“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar, dan
berapa banyak orang sholat di tengah malam tidak mendapatkan apa-apa selain begadang”
[HR. Nasa’i].

Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menjalankan ibadah
puasa akan mendapat apa yang dijanjikan secara sempurna. Semua tergantung dari sejauh mana
manusia menunaikan hak-hak puasa itu.
Ada yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sempurna, ia tidak hanya mampu menjaga
diri dari segala yang membatalkan dan merusak puasa, melainkan ia mampu memakmurkannya
dengan berbagai macam kebajikan.

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/orang-orang-yang-rugi-dalam-bulan/

Anda mungkin juga menyukai