Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan masalah .................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3
A. Pengertian ................................................................................ 3
B. Macam-Macam Antihistamin .................................................. 3
C. Efek Antihistamin Terhadap Reseptor H1 Dan H2 ................. 5
D. Penggunaan Umum ................................................................. 7
E. Farmakokinetik Antihistamin Secara Umum .......................... 8
F. Mekanisme Kerja .................................................................... 9
G. Efek Samping .......................................................................... 9
H. Obat-Obat Antihistamin .......................................................... 11
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 26
A. Kesimpulan.............................................................................. 26
B. Saran ........................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistami.
Sejak itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi.
Pada umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum
luas artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin,
antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut
antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan
menimbulkan efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah,
gugup dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering
menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat
antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang. Dekade ini muncul
antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang
tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin
(penghambatan saingan).

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan
dibahas didalam makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dati antihistamin
2. Bagaimana efek antihistamin terhadap reseptor h1 dan h2
3. Mengetahui macam-macam antihistamin
4. Mengetahui farmakokinetik dari antihistamin
5. Mengetahui mekanisme kerja dari antihistamin
6. Mengetahui efek samping dari antihistamin
7. Mengetahui obat-obat antihistamin

1
8. Mengetahui indikasi antihistamin
9. Mengetahui kontraindikasi antihistamin
10. Mengetahui kontraindikasi dan interaksi obat

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk
mengetahui kewaspadaan universal. Sedangkan tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui pengertian dati Antihistamin
2. Mengetahui efek antihistamin terhadap reseptor H1 dan H2
3. Mengetahui macam-macam Antihistamin
4. Mengetahui farmakokinetik dari Antihistamin
5. Mengetahui mekanisme kerja dari Antihistamin
6. Mengetahui efek samping dari Antihistamin
7. Mengetahui obat-obat Antihistamin
8. Mengetahui indikasi Antihistamin
9. Mengetahui kontraindikasi Antihistamin
10. Mengetahui kontraindikasi dan interaksi obat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,
yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan
histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

B. Macam-Macam Antihistamin
1. Antihistamin (AH1) non sedatif.
a. Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin
diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam
pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang.
Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan
tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%).
Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam
dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2
X sehari.
b. Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin
benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar
puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja
lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di

3
dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas
keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat,
terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal
bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6%
obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c. Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr. 1.
Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma
dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action
cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X
sehari (malam hari).
d. Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom
C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya
cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh
8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu
paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu
kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan
waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke
berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin
(DCL) bersifat aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi.
Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi
40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada
gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan
adalah 10 mg 1 X sehari.
2. Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan
sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
a. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya
adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine

4
(khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik
ini), dan prometazina.
b. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis
reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi
sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani
peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan
lafutidina.
c. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah
ciproxifan, dan clobenpropit.
d. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa
obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang
awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin. Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan
nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara
menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

C. Efek Antihistamin Terhadap Reseptor H1 Dan H2


1. H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin
dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih dan
rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal,
flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat

5
menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara
kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2
kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan
ke-2.
a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor)
feniramin, difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin),
azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen
(Zaditen), dan oksatomida (Tinset). Obat-obat ini berkhasiat sedatif
terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.
b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin
(Semprex), setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin
(Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan sukar
mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak
bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih
panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek
anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat
sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.
2. H2-blockers (Penghambat asma)
Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang
meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2
di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga
mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak
digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan
pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan
kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas
lambung (cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa
ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan
roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.

6
D. Penggunaan Umum
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk
rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi
anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk
perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi
serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers.
Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain,
yakni daya antikolinergis, antiemetis dan daya menekan SSP (sedative), dan
dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan
beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis (oral,
injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang
disebabkan oleh pembebasan histamine.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak
digunakan pada sejumlah gangguan berikut:
1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi.
Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah
berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga
mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam
bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat
ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells
dan efektif untuk mencegah serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a. l.
histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari
mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan
segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i. m. atau hidrokortison i. v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap
meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat
dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan

7
oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative
dan efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan
demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin (dan turunannya
pizotifen) danoksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya
prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga
berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam
sediaan obat batuk popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya
difenhidramin dan turunan4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat
spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga
berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin, meklizin dan
dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8. Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid.
selain itu, antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi
untuk selesma dan flu.

E. Farmakokinetik Antihistamin Secara Umum


Setelah pemberian oral, antihistamin diabsorpsi secara baik. Efeknya
timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama
kerja antihistamin setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk
golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan
mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap
pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa
paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal,
otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1
ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami
hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama

8
mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama
dalam bentuk metabolitnya.

F. Mekanisme Kerja
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang
menimbulkan rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir
(alias ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine,
Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di
obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk
klorfeniramin maleat). Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik
dan dapat Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak
menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen
antibodi. menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain
itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai
sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain
memiliki kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik
dan anastetik lokal
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase
histidin sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian
senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi
pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH 1.

G. Efek Samping
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun
jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan.
Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan bagi
pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.

9
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan
kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat
mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang
menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo,
tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria,
gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga
ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada
epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1
diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering,
disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan.
Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien
yang mendapat antihistamin nonsedatif. AH1 bisa menimbulkan alergi pada
pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa
dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi.
Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang
mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat
memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang
berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval
QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan kausal antara
penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat
perlu dibuktikan lebih lanjut.

10
H. Obat-Obat Antihistamin
1. Antagonis reseptor H1
a. Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)

Difenhidramin adalah antihistamine yang digunakan untuk merawat


alergi. Difenhidramin juga digunakan untuk mengobati insomnia,
gejala flu, tremor pada penderita parkinson, dan mual.
1) Kelas :
Antihistamin generasi 1, Agen antiemetik
2) Sediaan :
Ampul 1 ml (10 mg/ml), Vial 15 ml (10 mg/ml), Tablet 25 mg, Sirup
(12, 5 mg/5 ml).
3) Dosis
Untuk reaksi alergi
a) 25-50 mg peroral setiap 6-8 jam jangan melebihi 300 mg/hari
b) 10-50 mg (tidak lebih dari 100 mg) IV/IM setiap 4-6 jam, jangan
melebihi 400 mg
4) Efek Samping :
a) Sedasi
b) Kebingungan
c) Dapat menurukan fungsi kognitif pada pasien geriatri
d) Faring kekeringan
e) Sputum bronchial
f) Anemia hemolitik
g) Kejang

11
h) Takikardi
i) Hipotensi
j) Gugup
k) Kegelisahan
l) Penglihatan kabur
5) Indikasi :
a) Symptomatik gejala alergi yang disebabkan oleh pelepasan
histamin termasuk alergi hidung dan alergi dermatosis,
tambahan untuk epinefrin dalam pengobatan anafilaksis,
bantuan tidur malam hari, pencegahan atau pengobatan mabuk,
antitusif, manajemen sindrom, parkinsonian termasuk
obat-induced.
b) Gejala estrapiramidal :topikal untuk menghilangkan nyeri dan
gatal yang terkait dengan gigitan serangga, luka ringan dn luka
bakar atau ruam karena racun.
6) Kontra Indikasi:
a) Hipersensitif terhadap difenhidramin atau komponen lain dari
formula.
b) Asma akut karena aktifitas antikolinergik antagonis H1 dapat
mengentalkan sekresi bronchial pada saluran pernafasan
sehingga memperberat serangan asma akut
c) Pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau
menstimulasi SSP paradoksikal. .
b. Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)

Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya. Garam


Pheniramine Maleate diindikasikan untuk perawatan Hidung gatal dan

12
berair, Bersin, Rhinitis alergi, Mabuk, Bersin, Iritasi mata, Mabuk dan
kondisi lainnya.
1) Indikasi:
Gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.
2) Peringatan:
Hamil, menyusui, mengganggu ketrampilan mengemudi dan
menjalankan mesin, glaukoma sudut sempit, pasien dengan lesi
fokal di korteks serebrum: sensitivitas silang dengan obat sejenis;
lihat juga keterangan di atas.
3) Interaksi:
Memperkuat efek trankuilizer; hipnotik, penghambat MAO,
alkohol; lihat juga keterangan di atas.
4) Kontraindikasi:
Hipertrofi prostat berat, serangan asma akut, bayi prematur; lihat
juga keterangan di atas.
5) Efek Samping:
Mengantuk, keluhan saluran cerna, mulut kering, palpitasi, retensi
urin, halusinasi, gelisah, bingung pada dosis tinggi, agitasi pada
anak, kenaikan tekanan intra okuler; jarang: diskrasia darah; lihat
juga keterangan di atas.
6) Dosis:
Oral : 22, 5-30 mg 2-3 kali sehari.
c. Klorfenamin :

Chlorpheniramine merupakan obat yang dapat digunakan untuk


meredakan alergi. Misalnya alergi yang disebabkan makanan,

13
obat-obatan, gigitan serangga, paparan debu atau bulu binatang, dan
alergi serbuk sari. Saat alergi terjadi, produksi histamin dalam tubuh
meningkat secara berlebihan sehingga memunculkan suatu gejala yang
disebut reaksi alergi. Reaksi alergi ini bisa bermacam-macam
bentuknya, contohnya seperti bersin-bersin, hidung mampat atau
sebaliknya meler, gatal dan ruam pada kulit, mata berair, dan
pembengkakan di beberapa bagian tubuh. Dalam meredakan
gejala-gejala alergi tersebut, chlorpheniramine bekerja dengan cara
menghambat efek zat histamin
1) Golongan : ANTIHISTAMIN
2) Manfaat : MENGOBATI REAKSI ALERGI
3) Digunakan oleh : Anak DiAtas Umur 1 Tahun Hingga Dewasa
4) Bentuk Obat : TABLET, SIRUP, SUNTIK
5) DOSIS CHLORPHENIRAMINE
Anak Usia 1-2 Tahun : 1 Mg dua kali sehari (pagi dan malam)
Anak Usia 2-6 Tahun : 1 Mg setiap 4-6 jam. Batas maksimal dosis
per hari adalah Mg
Anak Usia 6-12 Tahun : 2 Mg setiap 4-6 jam. Batas maksimal dosis
per hari adalah 12 Mg
Anak Usia 12 hingga Dewasa : 4 Mg setiap 4-6 jam. Batas maksimal
ddosis per hari adalah 24 Mg
6) Efek Samping
Beberapa efek samping yang umum terjadi setelah mengonsumsi
obatantihistamin ini adalah:
a) Pandangan kabur
b) Mulut kering
c) Sakit kepala
d) Pusing
e) Mengantuk
f) Rewel pada pasien anak-anak
g) Konsentrasi berkurang

14
h) Sulit buang air kecil
i) Nyeri perut
7) Farmakologi
Klorfenamin adalah antihistamin yang ampuh. Klorfenamin
terutama bekerja sebagai inverse agonist dari H1 reseptor histamin.
Obat ini juga disebutkan mempunyai aktivitas anti kolinergis
melalui efek antagonis dari reseptor asetilkolin muskarinis.
Senyawa dextrorotatorystereoisomer, yaitu deksklorfenamin,
dilaporkan memiliki nilai Kd sebesar 15 nM untuk reseptor H1 dan
1, 300 nM untuk reseptor asetilkolion muskarinis pada jaringan otak
manusia. Selain merupakan sebuah antagonis reseptor histamin H1,
klorfenamin juga ditemukan mempunyai efek serotonin reuptake
inhibitor yang ampuh (nilai Kd = 15. 2 nM untuk serotonin
transporter). Senyawa ini mempunyai afinitas yang lemah untuk
norepinephrine dan dopamine transporter (nilai Kd = 1, 440 nM dan
1, 060 nM). Anti histamin lainnya yang serupa, yaitu
brompheniramine, merupakan kunci dalam penemuan senyawa
selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) zimelidine. Pada
sejumlah kecil bukti klinis, klorfenamin menunjukkan kemampuan
yang setara dengan beberapa obat anti depresi untuk menghambat
proses reuptake serotonin dan bisa berguna untuk terapi depresi dan
gangguan kecemasan.
8) Farmakokinetik
Pada suatu studi klinis, waktu paruh klorfenamin pada dewasa
bervariasi dari 13. 9 dan 43. 4 jam setelah pemberian dosis tunggal.
9) Indikasi:
Gejala alergi seperti hay fever, urtikaria; pengobatan darurat reaksi
anafilaktik.

15
2. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor
H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
a. Famotidina :

Famotidine adalah obat dengan fungsi untuk mengobati tukak pada


perut atau usus. Obat ini dapat digunakan untuk mencegah tukak usus
kambuh kembali setelah pengobatan. Obat ini juga digunakan untuk
mengobati masalah-masalah perut dan tenggorokan tertentu yang
disebabkan oleh terlalu banyak asam (misalnya, sindrom
Zollinger-Ellison, esofagitis erosif) atau aliran mundur asam lambung
ke kerongkongan (gastroesophageal reflux penyakit GERD).
Famotidine dikenal sebagai blocker H2 histamin.
1) Komposisi :
a) Tiap tablet salut selaput mengandung famotidin 20 mg.
b) Tiap tablet salut selaput mengandung famotidin 40 mg.
2) Cara Kerja Obat :
a) Famotidin bekerja dengan menghambat secara kompetitif
reseptor histamin H2.
b) Aktivitas farmakologi yang penting dan famotidin adalah
menghambat sekresi gastrik, sehingga volume sekresi gastnk
dan konsentrasi asam menurun.

16
3) Indikasi :
Famotidin diindikasikan untuk:
a) Terapi jangka pendek pengobatan ulkus duodenum akut.
b) Pemeliharaan pasien ulkus duodenum pada dosis yang dikurangi
sesudah sembuh dari tukak aktif.
c) Pengobatan pada kondisi hipersekresi patologis (misal:
Zolltnger-Ellison Syndrome, multiple endocrine adenomas).
4) Dosis :
a) Ulkus duodenum akut: Dewasa : sehari 40 mg atau 2 kali 20 mg
sebelum tidur malam.
b) Pemeliharaan ulkus duodenum: Dewasa : sehari 20 mg sebelum
tidur malam.
c) Hipersekresi patologis (misal : Zollinger-Ellison Syndrome,
multiple Endocrine Adenomas). Dewasa : dosis awal 20 mg/6
jam, dosis dapat ditingkatkan sampai 160 mg/6 jam pada pasien
dengan Zollinger-BIHson Syndrome yang parah.
d) Dosis pada penderita dengan kelainan ginjal:
1. 60 > CLCR > 30 : setengah dosis normal.
2. CLCR < 30 : seperempat dosis normal.
5) Peringatan dan Perhatian :
a) Penqgunaan famotidin pada kehamilan dan ibu menyusui hanya
bila benar-benar dibutuhkan, dan diketahui bahwa manfaatnya
lebih besar dari resikonya.
b) Keamanan dan manfaat famotidin pada anak-anak belum
diketahui.
c) Dosis harus disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal.
Sebelum terapi dengan ‘famotidin malignasi gaster harus
disingkirkan.
6) Efek Samping :
a) Sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare.
b) Thrombocytopenia dan arthralgia.

17
7) Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap famotidin.
b. Ranitidin :

Ranitidin adalah obat maag yang termasuk dalam golongan


antihistamin, lebih tepatnya disebut H2-antagonis. Ranitidin digunakan
untuk mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat mengurangi
rasa nyeri uluhati akibat ulkus atau tukak lambung, dan masalah asam
lambung tinggi lainnya.
1) Komposisi ranitidin :
a) Ranitidin 150 mg
Tiap tablet Ranitidin 150 mg mengandung Ranitidin HCl 168
mg yang setara dengan ranitidin 150 mg.
b) Ranitidin 300 mg
Tiap tablet Ranitidin 300 mg mengandung Ranitidin HCl 336
mg yang setara dengan ranitidin 300 mg.
2) Cara kerja Ranitidin :
a) Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2
sel-sel parietal lambung, yang menghambat sekresi asam
lambung; volume lambung dan konsentrasi ion hidrogen
berkurang. Tidak mempengaruhi sekresi pepsin, sekresi faktor
intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin.
DEPKES
b) H2 antagonis adalah inhibitor kompetitif histamin pada reseptor
H2 sel parietal. Mereka menekan sekresi asam normal (alami)
oleh sel parietal dan sekresi asam yang dirangsang makan.
Mereka melakukannya dengan dua mekanisme: histamin yang

18
dilepaskan oleh sel-sel ECL dalam perut diblokir dari
pengikatan dengan reseptor H2 sel parietal yang merangsang
sekresi asam, dan zat lain yang meningkatkan sekresi asam
(seperti gastrin dan asetilkolin) efek yang dimiliki pada sel
parietal dikurangi ketika reseptor H2 diblokir.
DRUGBANK
c) Penghambatan kompetitif histamin pada H2-reseptor sel parietal
lambung, yang menghambat sekresi asam lambung, Volume
lambung, dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak
mempengaruhi sekresi pepsin, faktor intrinsik stimulasi sekresi
pentagastrin, atau serum gastrin.
DIH
3) Efek samping ranitidin :
a) Sakit kepala
b) Efek samping pada susunan saraf pusat, jarang terjadi : malaise,
pusing, mengantuk, insomnia, vertigo, agitasi, depresi,
halusinasi.
c) Kardiovaskular, jarang dilaporkan : aritmia seperti takikardia,
bradikardia, atrioventricular block, premature ventricular beats.
d) Gastrointestinal : konstipasi / susah buang air besar, diare, mual,
muntah, nyeri perut, jarang dilaporkan : pankreatitis.
e) Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : atralgia, mialgia.
f) Hematologik : leukopenia, granulositopenia, trombositopenia.
Kasus jarang terjadi seperti agranulositopenia, pansitopenia,
trombositopenia, anemia aplastik pernah dilaporkan.
g) Endokrin : ginekomastia, impoten, dan hilangnya libido pernah
dilaporkan pada penderita pria.
h) Kulit, jarang dilaporkan : ruam, eritema multiforme, alopesia.
i) Lain-lain : kasusu hipersensitivitas / alergi yang jarang terjadi.

19
4) Indikasi ranitidin :
a) Mengobati ulkus lambung dan duodenum
b) Melindungi lambung dan duodenum agar tidak sampai teradi
ulkus
c) Mengobati masalah yang disebabkan oleh asam pada
kerongkongan, contohnya pada GERD
d) Mencegah tukak lambung agar tidak berdarah Digunakan
sebelum operasi bedah, supaya asam datang tidak tinggi selama
pasien tidak sadar.
e) Mengobati Sindrom Zollinger-Ellison (Tingginya kadar hormon
gastrin yang menyebabkan lambung memproduksi terlalu
banyak asam).
f) Mengobati sakit maag beserta gejala-gejala yang
ditimbulkannya.
5) Dosis Ranitidin:
Direkomendasikan dosis ranitidin untuk dewasa berkisar antara 150
mg sehari sekali atau 150 mg dua kali sehari atau 300 mg sekali
sehari tergantung pada kondisi pasien. Obat ini dapat diminum
sebelum atau setelah makan.
6) Peringatan dan perhatian :
Jangan gunakan obat ini jika Anda alergi pada ranitidine.
Heartburn kadang mirip dengan gejala serangan jantung.
Cari bantuan medis jika Anda mengalami nyeri dada atau dada
terasa berat, rasa sakit menyebar ke lengan atau bahu, mual,
berkeringat, dan badan terasa sakit.
7) Kontraindikasi ranitidin :
Obat ranitidine harus digunakan dengan hati-hati pada kondisi ini
bawahini:
a) Lansia
b) Ibu hamil
c) Ibu menyusui

20
d) Kanker lambung
e) Penyakit ginjal
f) Mengonsumsi obat non-steroid anti-inflamasi
g) Sakit paru paru
h) Diabetes
i) Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
j) Porfiria akut (gangguan metabolisme langka)
3. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat
kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati
penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah
ciproxifan, dan clobenpropit.
4. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat
lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang
awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.
a. Promethazine

Promethazine merupakan obat yang dapat digunakan untuk beberapa


kondisi, salah satunya mencegah rasa mual, baik mual akibat vertigo

21
maupun mual yang muncul akibat mabuk perjalanan. Selain itu,
promethazine juga bisa digunakan untuk mengatasi gangguan tidur
karena obat ini memiliki efek sedatif. Promethazine masuk ke dalam
golongan obat antihistamin. Oleh karena itu, obat ini juga bisa dipakai
untuk menangani reaksi alergi yang timbul akibat pajanan debu, gigitan
serangga, serbuk sari, dan bulu binatang.
1) Kategori : obat bebas terbatas
2) Bentuk obat : tablet, sirup, cairan injeksi, topikal
3) Kandungan : 12, 5 mg; 25 mg; 50 mg; 5 mg/5mL; 25 mg/5mL; 60
mg/5mL; 25mg/mL; 20mg/g (krim 2%
4) Golongan : Antihistamin, Anti Vertigo
5) Kegunaan : Digunakan sebagai obat alergi, pengobatan darurat
reaksi anafilaksia, sedasi, mual muntah, dan pencegahan motion
sickness.
6) Dosis:
Oral : 25 mg, malam hari, bila perlu dinaikkan sampai 50 mg, atau
10-20 mg 2-3 kali/hari. Anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan; 2-5
tahun, 5-15 mg/hari, 5-10 tahun 10-25 mg/hari.
7) Mekanisme Kerja:
Promethazine sebagai antihistamin tergolong ke dalam
H1-antagonis. Seperti antihistamin H1-antagonis lainnya
promethazine berkompetisi dengan histamine bebas untuk berikatan
dengan reseptor H1 yang berada di saluran gastrointestinal, uterus,
pembuluh darah besar, dan otot bronkus. Rasa mual dapat teratasi
akibat adanya aktivitas dari pusat antikolinergik yang dapat juga
berimplikasi pada aktivitas di area chemoreceptor medullar.
8) Indikasi :
a) Sebagai obat penenang
b) Untuk sedasi pra operasi dan untuk melawan mual postnarcotic
c) Sebagai obat antialergi untuk memerangi demam (rinitis alergi),
dll

22
d) Untuk mengobati reaksi alergi dapat diberikan sendiri atau
dalam kombinasi dengan dekongestan oral seperti
pseudoefedrin.
e) Sebagai pengobatan tambahan untuk kondisi anaphylactoid (IM
/ IV rute pilihan)
f) Bersama dengan kodein atau dekstrometorfan terhadap batu
g) Sebagai anti mabuk atau obat mabuk laut ketika digunakan
dengan Ephedrine atau Pseudoephedrine.
h) Untuk mengatasi morning sickness sedang sampai berat dan
hiperemesis gravidarum. Dalam prometazin Inggris adalah obat
pilihan pertama, sedang disukai sebagai obat yang lebih tua
dengan yang ada pengalaman yang lebih besar digunakan dalam
kehamilan (baris kedua menjadi metoclopramide atau
proklorperazin).
i) Sebelumnya itu digunakan sebagai antipsikotik, meskipun
umumnya tidak diberikan untuk tujuan ini sekarang; prometazin
hanya memiliki sekitar 1/10 dari kekuatan antipsikotik dari
klorpromazin.
j) Juga digunakan untuk mempotensiasi setiap opiat. Umumnya
dikombinasikan dengan petidin (AKA, meperidin, atau
Demerol) dalam merek disebut Mepergan, kombinasi
meperidin/ prometazin. Juga sering digunakan bersama dengan
kodein, dalam bentuk sirup. Kombinasi tersebut menyebabkan
efek euforia lebih kuat daripada dengan kodein saja.
9) Kontraindikasi
Hipersensitivitaspada Promethazine adalah sebuah kontraindikasi.
Sebagai tambahan, Promethazine tidak boleh dikonsumsi jika Anda
memiliki kondisi berikut:
a) Anak-anak di bawah usia dua tahun
b) Depresi
c) Glaukoma sudut sempit

23
d) Koma
e) Laktasi
f) Hipersensitivitas
10) Efek Samping
a) Berkedut atau gerakan tak terkendali pada mata Anda, bibir,
lidah, wajah, lengan, atau kaki
b) Gemetar yang tidak terkendali, meneteskan air liur, kesulitan
menelan, masalah pada keseimbangan atau saat berjalan
c) Merasa resah, gelisah
d) Demam tinggi, kaku pada otot, berkeringat, detak jantung cepat
atau tidak teratur, napas cepat
e) Merasa akan pingsan
f) Kejang-kejang
g) Kulit pucat, mudah luka atau berdarah, tenggorokan sakit, gejala
flu
h) Penglihatan menurun pada malam, mata berair, sensitif terhadap
cahaya meningkat
i) Halusinasi
j) Mual dan nyeri perut, ruam kulit, dan sakit kuning (menguning
pada kulit atau mata) ;
k) Jarang buang air kecil
l) Nyeri sendi atau bengkak disertai dengan demam, kelenjar
bengkak, nyeri otot, tingkah laku atau pikiran yang berbeda dari
biasanya, warna kulit tidak merata; atau
m) Detak jantung lambat, denyut nadi lemah, pingsan, napas lambat
(bahkan napas bisa berhenti).
11) Indikasi
a) Kondisi alergi Bersin, gatal, mata berair, hidung atau
tenggorokan gatal, dan pilek yang disebabkan oleh hay fever
(rinitis alergi), atau alergi pernapasan lainnya.
b) Syoknafilaktik

24
12) Kontra indikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin
khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature,
ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer,
hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk
asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor
(MAOI), dan pasien tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,
yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab
alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan
penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

B. Saran
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan keperawatan yang
luas, agar kita mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya kita harus
ditengah-tengah masyarakat, oleh karena itu jangan lupa masalah yang timbul
dalam keperawatan kita sebagai bahan untuk mengasah kita untuk
memecahkan suatu masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah itu
dengan sesegera mungkin.

26
DAFTAR PUSTAKA

Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007. Jakarta: PT. Gramedia

Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran


Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.

Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan


alergi melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi:
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU

27

Anda mungkin juga menyukai