1. Upaya pengendalian Pencemaran Lingkungan udara dilihat dari aspek teknis, aspek
hukum dan aspek peran serta masyarakat.
a. Aspek Teknis:
b. Aspek Hukum:
Dari kurva tersebut dapat diketahui bahwa dengan jumlah populasi sebesar satu
juta jiwa didapatkan jumlah stasiun pemantau diperlukan sebanyak 3 buah.
Target penurunan beban pencemaran untuk tiap jenis pencemar yang melampaui
BMUA daerah ataupun nasional dan dapat ditinjau ulang setiap 5 (lima) tahun.
Target waktu pemenuhan BMUA selama minimum dan rata-rata setelah minimal 5
tahun dan selanjutnya dilakukan pemantauan secara berkala untuk mengetahui
kesesuaian BMUA.
Upaya instansi terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing :
a. Instansi lingkungan hidup daerah:
- Mengkoordinir pelaksanaan rencana aksi.
- Melaksanakan evaluasi dan bersama-sama dengan instansi terkait meninjau
kembali upaya pelaksanaan rencana aksi.
- Menyebarluaskan rencana aksi serta hasil evaluasi kepada masyarakat secara
tertulis dan/atau situs resmi pemerintah daerah paling sedikit 1 (satu) tahun
sekali.
- Menyampaikan hasil evaluasi dan laporan pencapaian pemenuhan BMUA
daerah kepada gubernur paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.
b. Instansi terkait melaksanakan rencana aksi yang telah ditetapkan :
- Rencana pemantauan kemajuan kegiatan
- Evaluasi pelaksanaan pemantauan setiap bulan
- Merencanakan perbaikan metode dan cara pemantauan untuk periode
selanjutnya
- Memberikan sangsi kepada industri yang lalai dalampencemaran udara
Penentuan indeks status mutu udara menggunakan persamaan dan Indeks ini
digunakan untuk menilai status mutu udara suatu kota dengan mengacu pada lima
parameter, yaitu CO, PM10, NO2, SO2 dan O3. Adapun persamaan yang digunakan
adalah
3𝑆𝑐𝑟 𝐶𝑂 + 2𝑆𝑐𝑟 𝑃𝑀10 + 2𝑆𝑐𝑟 𝑁𝑂2 + 2𝑆𝑐𝑟 𝑆𝑂3 + 𝑆𝑐𝑟(𝑂3 )
𝐼𝑆𝑀 =
10
Dari persamaan tersebut dapat diketahui status mutu udara dari suatu kota dimana
dengan ketentuan sebagai berikut :
∆C ∆t
JAM Konsentrasi (PM10) ∆C / ∆t
(C1 - C0 ) (t1 - t0 )
0:30 33.53 0 0 0
1:00 34 0.47 30 0.016
1:30 36.83 3.3 60 0.055
2:00 37 3.47 90 0.039
2:30 35.07 1.54 120 0.013
3:00 35 1.47 150 0.01
3:30 35 1.47 180 0.009
4:00 35.08 1.55 210 0.008
4:30 37 3.47 240 0.015
5:00 37.32 3.79 270 0.015
6:30 47 13.47 420 0.033
7:00 48.08 14.55 450 0.033
11:30 65 31.47 720 0.044
18:00 37.51 3.98 1110 0.004
18:30 37 3.47 1140 0.004
19:00 36.47 2.94 1170 0.003
19:30 36 2.47 1200 0.003
20:00 36.55 3.02 1230 0.003
20:30 37 3.47 1260 0.003
21:00 40.52 6.99 1290 0.006
22:00 46.73 13.2 1350 0.01
22:30 49 15.47 1380 0.012
23:00 49.65 16.12 1410 0.012
∆t 30
f(t0) 0
f (tn) 0.012
𝑛−1
0.374
𝑓(𝐶𝑖)
𝑡=𝑛
∆t/2 15
𝑛−1
2 𝑓(𝐶𝑖) 0.748
𝑖−1
𝑛 −1
𝑓 𝑡0 + 𝑓 𝑛 + 2 𝑓(𝐶𝑖) 0.76
𝑖−1
KPM10 11.4
Didapatkan nilai KPM10 = 11.4
- Data diplotkan ke dalam grafik. Dari kurva tersebut maka dapat diketahui bagaimana
pola reduksi PM10. Jika nilai KPM10 bertanda negatif (-), artinya reduksi PM10 lebih
besar dari emisi PM10. Dan jika nilai KPM10 bertanda (+), artinya reduksi PM10 lebih
kecil dari emisi PM10. Nilai PM10 sama dengan nol (0) artinya proses reduksi maupun
emisi PM10 udara ambien berjalan seimbang.
0.06
laju perubahan kontrasi ∆C / ∆t
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0:30
1:00
1:30
2:00
2:30
3:00
3:30
4:00
4:30
5:00
6:30
7:00
22:00
0:00
11:30
18:00
18:30
19:00
19:30
20:00
20:30
21:00
22:30
23:00
23:30
Jam
Grafik tersebut menunjukkan bahwa yang terjadi pada data dengan arah angin antara
260 o hingga 350o adalah pada waktu dengan emisi PM10 lebih besar dari pada reduksi
PM10. Hal ini ditunjukkan pada grafik yang bernilai positif (+) pada jam dimana arah
angin berasal dari arah angin 260 o-350o atau berasal dari kuadran 3 dan 4. Dengan
diketahui hasil dari perhitungan tersebut, maka dapat dilihat penghasil emisi terbesar
berasal dari arah atau kuadran berapa dan terjadi pada waktu kapan.