Anda di halaman 1dari 57

Lo : muhamad hidayat

Satria ekatama

1. Osteoarthritis (OA)

Osteoarthtitis (OA) merupakan penyakit sendi degenatif yang berkaitan

dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki

paling sering terkena OA. Prevelansi OA lutut radiologis di indonesia cukup

tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12,7% pada wanita.

Osteoartitris adalah gangguan yang sedikit lebih banyak pada perempuan dari

pada laki-laki dan terutama ditemukan pada orang-orang yang berusia lebih dari

45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses penuaan normal,

sebab insidens bertambah dengan menungkatnya usia. Osteoartitris dahulu di beri

nama artitris “yag rusak karena dipakai” karena sendi namun, menjadi aus denang

bertambahnya usia. Tetapi temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia

dan biomekanik telah menyanggah teori ini.

Kondrosit adalah sel yang tugasnya yang membentuk proteoglikan dan

kolagen pada rawan sendi. Dengann alasan-alasan yang masih belum diketahui,

sintesis proteoglikan dan kolagen meningkat tajam pada osteoartitris. Tetapi

substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga

pembentukan tidak mengimbangi kebutuhan. Sejumlah kecil kartilago tipe I

menggantikan tipe II yang normal, sehingga terjadi perubahan pada diameter dan

orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanika dari kartilago. Rawan sendi

kemudian kehilangan sifat kompresebilitas yang unik. Walaupun penyebab yang

sebenarnya dari osteoartitris tetap tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses


penuaan dan hubunhgannya dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit,

menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada

perkembangan osteoartitris.

Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk osteoartitris.

Perkembangan osteoartitris pada sendi-sendi interfalang distal dengan (nodus

herbeden) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih dominan pada perempuan.

Nodus heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada perempuan di bandingkan

laki-laki.

2. Arthritis gout (pirai)

Gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh hipokrates

pada zaman yunani kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai penyakit

kalangan sosial elite yang disebabkan karena terlalu banyak makan, minum

anggur dan seks. Sejak saat itu banyak teori etiologis dan terapeutik yang telah

dikemukakan, namun kini banyak yang telah diketahui mengenai penyakit hout

dan tingkat keberhasilan pengobatannya juga tinggi.

Gout merupakan istilah yang dipakai untuk gangguan metabolik, sekurang-

kurangnya ada sembilan gangguan yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi

asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout

primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang

berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan

karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang

berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.


Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat

monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk

seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan

mengakibatkan nyeri hebat yang sering menyertai gout. Jika tidak diobati,

endapan kristal akan menyebabkan kerusaka yang hebat pada jaringan sendi dan

jaringan lunak.

3. Arthritis Rheumatoid (AR)

Artitris reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem

organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus

yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pasien

biasanya terjadi destruksi sendi progresif, walaupun episode peradangan

peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.

Artritis reumatoid kira-kira hanya dua setengah kali lebih sering menyerang

perempuan dari pada laki-laki. Insidens meningkat dengan bertambahnya usia,

terutama pada perempuan. Insiden puncak adalah antara 40 hingga 60 tahun.

Penyakit ini menyerang orang-orang diseluruh dunia dari berbagai suku bangsa.

Sekitar 1% orang dewasa menderita atritis reumatoid yang jelas, dan dilaporkan

bahwa di amerika serikat setiap tahun timbul kira-kira 750 kasus baru per satu juta

penduduk.

Penyebab atritis reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal

mengenai patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat di tunjukkan

memiliki hubunngan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan dengan penanda


genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kaukasia. Namun pada

orang amerika afrika, jepang dan india chippewa, hanya ditemukan kaitan dengan

HLA-Dw4.

Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi

pencernaan oleh produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik

lainnya. Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada

sendi, serta di lepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabolit asam

arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga

adalah bagian dari respon autoimuns terhadap antigen yang diproduksi secara

lokal.

Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus

merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang

meradang kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi

kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam pinus tersebut.

1.4 Artritis Rematoid

1.4.1 Definisi

Penyakit inflamasi sistemik, bagian terberatnya biasanya terjadi pada

sendi. Penyakit ini umum, mengenai 1% populasi orang dewasa dan lebih sering

terjadi pada wanita. Orang pada semua usia dapat terkena, tetapi awal mulanya

khas pada dekade keempat hingga keenam (3).

Pada rematoid arthritis kompleks imun mengendap di sendi yang terkena,

menyebabkan respons peradangan yang diperkuat oleh eikosanoid. Limfosit dan

makrofag menumpuk di sinovium, sementara leukosit terutama berada di cairan


sinovium. Eikosanoid utama yang dihasilkan oleh leukosit adalah leukotrien, yang

meningkatkan proliferasi sel T dan bekerja sebagai kemoatraktan. Makrofag

manusia mensintesis produk-produk COX PGE2 dan TXA2 serta sejumlah besar

leukotrien (5).

Yang melibatkan sendi sinovial manapun, tetapi biasanya merupakan

poliartritis simetris yang terjadi terutama pada sendi interfalang proksimal,

metatarprofalageal, pergelangan tangan, bahu, dan lutut. Pasien mengeluh nyeri

dan kaku, terutama pada pagi hari. Sendi yang terkena terasa hangat dan bengkak

akibat efusi sendi dana hiperplasia sinovial. Permulaannya biasanya tidak terlihat

dalam waktu mingguan atau bulanan, tetapi gejala yang langka dapat berkembang

lebih akut dalam beberapa hari. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini mengikuti

serangkaian remisi dan relaps yang berulang, parsial atau komplet disertai dengan

kehilangan lanjutan fungsi saat setiap relaps. Penyakit ini jarang mengalami

kemajuan secara cepat yang disertai penghancuran sendi dan kecacatan berat.

Beberapa pasien memiliki satu bagian artritis yang membengkak dan tidak

mengalami masalah lebih lanjut (3).

Pada 75% pasien, faktor reumatoid dapat diidentifikasi dari serum dan

cairan sinovial. Faktor ini merupakan antibodi, biasanya IgM, IgG, dan IgA, yang

bereaksi dengan kompartemen Fc dari IgG sehingga membentuk kompleks imun.

Pasien dengan serum yang mengandung antibodi ini dikenal sebagai seropositif.

Hal ini berkaitan dengan penyakit yang lebih agresif dibandingkan penyakit tanpa

faktor reumatoid (seronegatif). Antibodi terhadap protein citrullinated siklik


(CCP) baru-baru ini tampak sama sensitifnya, tetapi jauh lebih spesifik

dibandingkan faktor reumatoid dalam mendiagnosis artritis reumatoid. (3)

1.4.2 Etiologi dan Patogenesis

Meskipun banyak penelitian yang telah dilakukan, penyebab artritis

reumatoid masih belum diketahui dengan pasti tetapi diasumsikan disebabkan

oleh virus Epstein-Barr dan Parvovirus B19. Berikut penjelasan tentang virus

Epstein-Barr dan Parvovirus B19 yaitu (3) :

a. Virus Epstein-Barr (EBV)

EBV/agen penyebab mononucleosis menular, adalah virus herpes yang

mengandung DNA yang sangat umum di seluruh dunia, menginfeksi lebih

dari 98% populasi manusia pada usia 40 tahun (8).

EBV pertama kali terlibat dalam patogenesis RA dalam penelitian

Alspaugh dan Tan, yang melaporkan bahwa serum dari pasien dengan RA

reaktif terhadap antigen nuklir pada limfosit yang mengalami transformasi

EBV. Antigen nuklir RA ini diduga sebagai tiroid yang kaya glisin/alanin

EBNA-1. Antibodi terhadap pengulangan ini bersifat silang-reaktif dengan

protein 62 kDa yang terdapat dalam sinovium. Memiliki peningkatan 10 kali

lipat muatan DNA EBV pada sel mononuklear darah perifer dibandingkan

dengan kontrol normal; elevasi ini stabil dan tidak terpengaruh oleh ada

tidaknya RF (Faktor Reumatoid), umur, lama RA, aktivitas penyakit, atau

perawatan RA. Juga memiliki jumlah sel β yang terinfeksi EBV yang beredar

secara signifikan dan DNA EBV dalam air liur. Beban DNA EBV sinovial

paling tinggi dengan setidaknya onecopy epitop bersama HLA-DRB1 yang


merupakan faktor risiko genetik terkuat untuk RA. Fungsi sel T spesifik-EBV

juga terganggu, sebagian besar sel CD8+ T yang menginfiltrasi sinovium

mengenali faktor transfersivasi EBV, BZLF-1 dan BMLF-1, yang penting

dalam pengendalian reaktivasi EBV. Epitop bersama HLA-DR4 merupakan

faktor risiko kuat untuk RA. Bila dikaitkan dengan frekuensi rendah sel T

yang spesifik untuk glikoprotein gp110 EBV maka penting dalam

pengendalian infeksi EBV. Sel-sel ini dianggap sebagai sel T tekanan penekan

yang tidak fungsional, kemungkinan disebabkan oleh stimulasi EBV berulang,

dan efek primer diferensiasi sel T dan proliferasi sel.

Antibodi yang diarahkan terhadap peptida citrullinated cyclic (CCPs)

semakin penting dalam diagnosis dini RA. Citrullination adalah proses

deiminasi peptidil arginin ke peptidil citrulline, yang dikenal secara khusus

oleh antibodi anti-PKC. Autoantibodi ini diarahkan terhadap protein

citrullinated di sinovium termasuk fibrin, filaggrin, faktor perinuclear, dan

keratin yang sangat spesifik untuk RA (sensitivitas 68%, spesifisitas 98%) (8).

b. Parvovirus B19 (B19V)

Parvovirus B19 (B19V) adalah untai tunggal DNA virus keluarga

Parvoviridae dan Genus Erythrovirus. Meskipun parvoviruses sering

menyebabkan penyakit pada hewan. Pada orang dewasa dan mungkin

beberapa anak, Parvovirus B19 dapat menyebabkan artritis seronegatif yang

biasanya mudah dikontrol dengan analgetik. Arthropathy merupakan

presentasi klinis utama Parvovirus B19 pada orang dewasa. Kebanyakan

memiliki beberapa nyeri sendi. Secara umum, waktu gejala bersama


bertepatan dengan timbulnya ruam diharapkan pada anak. Arthritis biasanya

membaik dalam 1-3 minggu tetapi dapat bertahan selama berbulan-bulan.

Infeksi Parvovirus B19 tidak terkait dengan artritis degeneratif kronis. Namun,

pada mereka yang melakukan, lutut yang paling sering terlibat Perempuan

sekitar dua kali lebih mengalami artritis oleh infeksi parvovirus daripada laki-

laki. Mungkin sampai 15% dari semua kasus baru arthritis adalah karena

parvovirus, dan riwayat kontak terakhir dengan pasien dan serologi positif

umumnya menegaskan diagnosis. Arthritis ini tidak berkembang menjadi

bentuk lain dari radang sendi. Biasanya gejala sendi 1-3 minggu terakhir,

tetapi pada 10-20% dari mereka yang terkena itu bisa berlangsung minggu ke

bulan (9).

Artritis reumatoid adalah suatu kelainan autoimun yang mempengaruhi

individu dengan predisposisi genetik. dengan paparan terhadap stimulus antigenik

yang sesuai. Setelah diawali, penyakit ini tampak berkembang dengan sendirinya

dan biasanya berakibat pada kehancuran sendi. Dapat dilihat diagram patogenesis

rematoid artritis sebagai berikut (3) :

GAMBAR I.1

Predisposisi Pemicu
herediter lingkungan

Aktivasi sel CD4+ T

Aktivasi Aktivasi Aktivasi sel B


endoteliel makrofag

Faktor
Perekrutan Kondrosit reumatoid
sel inflamasi Osteoblas
Osteoklas
Kompleks
Destruksi imun
(Charles. 2014)

1.4.3 Patologi

Keterlibatan sendi pada artritis reumatoid ditandai dengan peradangan dan

hiperplasi sinovium yang diikuti dengan kehacnuran struktur-struktur sendi.

Sinovium dimasukan ke dalam lipatan vili disertai hiperplasia dari sel-sel lapisan

sinovial. Sinovium diinfiltrasi oleh limfosit dan sel plasma. Agregat limfoid

dengan pusat germinal sering terlihat. Fibrin memancar ke permukaan sinovial,

terkadang membentuk badan longgar yang dikenal sebagai badan beras. Polimorf

neutrofil terdapat dalam sinovium superfisial dalam jumlah yang signifikan saat

eksaserbasi akut (3).

Perubahan pada sinovium bersifat reversibel. Seiring berjalannya waktu,

jaringan granulasi (pannus) tumbuh di atas permukaan dari kartilago artikular,

mengganggu nutrisi, serta menyebabkan degradasi matriks. Saat ini, kerusakan

sendi permanen terjadi. Resporsi tulang subkondral mengakibatkan gambaran

radiologi “erosi”. Jika banyak kartilago artikular yang hilang, jaringan granulasi

dari kedua sisi sendi membentuk adhesi. Kadang-kadang diikuti dengan

penyatuan fibrosa (ankilosis fibrosa) (3).

Kehancuran kapsul sendi dan tendon, yang terkikis oleh sinovium

terinflmasi dari sarung tendon berakibat pada deformitas yang berkelanjutan.


Deviasi ulnar pada jari-jari sering kali terjadi dan dislokasi serta subluksasi

mengakibatkan deformitas boutunnière dan swan-neck yang khas. Adanya atrofi

otot di sekitar sendi (misalnya interossei pada tangan), sedangkan kombinasi

atrofi tidak terpakai dan hiperemi lokal berakibat pada hilagnya tulang yang dekat

pada ujung tulang (osteoporosis juxta-artikular). Keterlibatan vertebra servikal

dapat mengakibatkan sublukasi anlantoaksial dan kompresi medula spinalis.

Hiperekstensi saat inkubasi untuk anestesi umum dapat menimbulkan kerusakan

neurologis (3).

1.4.4 Gambaran Klinis

Kriteria gambaran klinis arthritis rheumatoid menurt American Rheumatisms

Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah (10) :

1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada

persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-

kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal

2. Atritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau

persendian (soft rissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran

tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi scara

bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang

memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,

pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan

kanan

3. Artritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi

pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas


4. Artritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak

bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical

polyarthritis simultaneously)

5. Nodul reumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau

permukaan ekstensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang

dokter

6. Faktor reumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor reumatoid

serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang

dari 5% kelompok kontrol

7. Terdapat perubahan gambaran radiologis, yang khas pada pemeriksaan

sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus

menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokaslisasi

pada sendi atau daerah yang berderkatan dengan sendi

1.4.5 Diagnosis

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi

4 dari 7 kriteria gejala klinis. Kriteria 1 sampai 4 harus tedapat minimal selama 6

minggu. Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat

menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada

pemeriksaan laboratorium terdapat yakni (10) :

 Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis

reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien

lepra, tuberkolosis pasru, sirosis hepatitis, hepatitis infeksiosa, lues,

endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis


 Protein C-reaktif biasanya positif

 LED meningkat

 Leukosit normal atau meningkat sedikit

 Anemia normositik hipokron akibat adanya inflamasi yang kronik

 Trombosit meningkat

 Kadar albumin seum turun dan globulin naik

Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering

adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroliaka juga sering

terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi

juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi (10).

1.4.6 Penatalaksanaan Artritis Reumatoid

Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri,

mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi

dan kemampuan mobilisasi penderita. Adapun penatalaksanaan umum pada

rheumatoid arthritis antara lain (10) :

a. Non-Farmakologi

1. Pemberian Informasi

Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan

yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan dengan baik dan

terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang

lama.

2. Pengaturan aktivitas dan istirahat


Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal

penting untukmengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang

terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu

dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus

diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot

dan pergerakan sendi.

3. Kompres panas dan dingin

Kompres panas dan dingin digunakan untukmendapatkan efek

analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektif

daripada kompres dingin.

4. Diet

Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur

dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat

dalam minyak ikan.

5. Pembedahan

Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai

tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk

menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk

mengganti sendi.

b. Farmakologi
Pengobatan rheumatoid arthritis dapat diberikan secara oral maupun topikal

seperti gel, salep, dan patch), tetapi harus disesuaikan dengan respon fiologis

pasien secara tepat. Berikut ini golongan obat yang diberikan secara oral (12) :

1) Golongan Imunosupresan

Golongan Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan

untuk menekan respon imun seperti pencegahan penolakan transplantasi,

mengatasi penyakit auotimun dan mencegah rhesus dan neonatus.

Contoh golongan imunosupresan yaitu sebagai berikut (12) :

TABEL I.1
Obat Dosis
Aziotropin Per oral 50 mg
Metotreksat Per oral 2,5 mg
Siklosporin Per oral 25 mg
50 mg
Sulfasalazin Per oral 500 mg
(Elin dkk., 2008)

Dalam penelitian Basant dkk (2018) melakukan penelitian tentang

Evaluasi klinis DMARDs dan NSAIDs pada rheumatoid arthritis di

Chhattisgarh dengan hasil penelitian yaitu Hidroksiklorokuinon

(DMARDs) dan Nimesulid (NSAIDs) tidak menyebabkan toksisitas

yang nyata, memberikan hasil yang memuaskan dalam dosis rendah

serta meningkatkan efek terapi (20).

2) AINS

Dalam dosis penuh yang lazim AINS sekaligus memperlihatkan

efek analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat berguna


pada pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang.

Contoh AINS yang diberikan yaitu (12) :

TABEL I.2

Dosis
Obat Aturan Pakai
Dewasa Anak
Aspirin 2,6 – 5,2 g 60 – 100 4 x sehari
mg/kg
Celexocib 200 – 400 - 1 atau 2 x sehari
mg
Diklofenak 150 – 200 - 3 – 4 x sehari Extended
mg release : 2 x sehari
Diflunsial 0,5 – 1,5 g - 2 x sehari
Etodolac 0,2 – 1,2 g - 3 – 4 x sehari
Fenoprofen 0,9 – 3 g - 4 x sehari
Flurbiprofen 200 – 300 - 2 – 4 x sehari
mg
Ibuprofen 1,2 – 3,2 g 20 – 40 3 – 4 x sehari
mg/kg
Indometasin 50 – 200 mg 2 – 4 mg/kg 2 – 4 x sehari Extended
release : 1 x sehari
Ketoprofen 150 – 300 - 3 – 4 x sehari Extended
mg release : 1 x sehari
Meklofenamat 200 – 400 - 3 – 4 x sehari
mg
Meloksikam 7,5 – 15 mg - 1 x sehari
Nabumeton 1–2g - 1 atau 2 x sehari
Naproksen 0,5 – 1 g 10 mg/kg 2 x sehari Extended release :
1 x sehari
Naproksen 0,55 – 1 g - 2 x sehari
sodium
Nonasetilasi 1,2 – 4,8 g - 2 – 6 x sehari
salisilat
Oksaprozin 0,6 – 1,8 g - 1 – 3 x sehari
Piroksikam 10 – 20 mg - 1 x sehari
Sulindak 300 – 400 - 2 x sehari
mg
Tolmetin 0,6 – 1,8 g 15 – 30 3 – 4 x sehari
mg/kg
Valdekoksib 10 mg - 1 x sehari
(Elin dkk., 2008)
3) Kortikosteroid

Mekanisme kerja kortikosteroid memiliki aktivitas glukokortikoid

dan mineralokokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat

beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein,

dan lipid; efek terhadap kesetimbangan air dan elektrolit; dan efek

terhadap pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat

ini sangat rumit dan bergantung pada kondisi hormonal seseorang.

namun, secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek

terhadap metabolisme KH (glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi (12).

Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor

yang spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik

yang selanjutnya akan menghasilkan perubahan dalam sintesis protein

lain. Protein yang terakhir inilah yang akan mengubah fungsi seluler

organ target sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis,

meningkatnya asam lemak, meningkatnya reabsorpsi Na, meningkatnya

reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif, dan efek antiinflamasi.

Contoh kortikosteroid yang digunakan, yaitu (12) :

TABEL I.3

Obat Dosis
Deksametason Cairan inj 5 mg
Hidrokortioson Serbuk Inj100mg/ 2 mL
Kortison Cairan Inj 25 mg/mL
Triamsinolon Cairan Inj 40 mg/mL
(Elin dkk., 2008)

4) Golongan Emas

Contoh golongan emas dan pembagian dosisnya yaitu (12) :


TABEL I.4
Obat Dosis
Aurothioglukosa dan gold Suspensi steril 50 mg/ml
sodium thiomalat IM 50 mg/ml
Auranofin Kapsul 3 mg
(Elin dkk., 2008)

5) Agen Biologi

Contoh agen biologi dan pembagian dosisnya yaitu (12) :

TABEL I.5
Obat Dosis
Etanercept Subkutan 25 mg
Inflixima IV 100 mg
Adalimubab Subkutan 40 mg/0,8 ml
Anakinra Subkutan 100 mg/0,67 ml
(Elin dkk., 2008)

6) Obat Lainnya

Contoh obat golongan lain dan pembagian dosisnya yaitu (12) :

TABEL I.6
Obat Dosis
Hidroksikloroquin dan Per oral 100 mg, 150 mg, 155 mg,
Klorokuin dan 250 mg
Penisilamina Kapsul 125 mg dan 250 mg
Tablet 250 mg
(Elin dkk., 2008)
methotrexat atau DMARDs
+ AINS lainnya, + prednison
dalam 3 bulan pertama

Tanggapan Buruk

DMARD lainnya mono Kombinasi DMARDs Mono DMARD


Rx (metotreksat jika Rx biologis atau combo
tidak digunakan di atas) dengan DMARDs

Tanggapan Buruk

Coba kombinasi lain, obat tiga kali lipat (DMARDs biologi), tambahkan
prednison dosis rendah untuk jangka panjang, pertimbangkan DMARD baris
kedua

Algoritma Pengobatan Reumatoid Artritis

(Yuwono B., 2018)

1.4.7 Evaluasi Hasil Terapi

Terapi rheumatoid arthritis yang diberikan harus dievaluasi agar dapat diperbaiki

bila terapi yang diberikan kurang tepat, yaitu sebagai berikut (12) :

 Ciri-ciri klinis perbaikan meliputi reduksi pembengkakan sendi,

pengurangan rasa sakit pada sendi yang aktif terkait, dan penurunan urat

sampai ke palpasi sendi.

 Perbaikan gejala meliputi pengurangan sakit sendi dan kekakuan di pagi

hari, onset dengan waktu yang panjang untuk kelelahan di sore hari dan

perbaikan kemampuan dalam penampilan aktivitas harian.

 Radiograf sendi bisa menjadi penilaian dalam menaksir progres penyakit


 Pengamatan laboratorium memberikan nilai yang kecil terhadap

pengamatan respon terapi namun sangat penting untuk mendeteksi dan

mencegah efek samping obat.

Hasil dari pengamatan laboratorium, yakni (7) :

TABEL I.7

Obat Dosis Yang Tes Tes


biasa Pengamatan Pengamatan
digunakan awal pemeliharaan
NSAID Lihat tabel Scr atau Sama dengan
I.2 BUN, CBC awal plus stool
setiap 2 – 4 guaiac setiap 6
minggu – 12 bulan
setelah terapi
dimulai
selama 1 – 2
bulan; salisilat
: leve
Methotreksat Oral atau IM Utama : AST, CBC dengan
: 7,5 – 15 ALT-P, platelet, AST,
mg/ minggu albumin, total albumin setiap 1
bilirubin, – 2 bulan
studi hepatitis
B dan C, CBC
dengan
platelet
leflunomid ALT setiap bula
sebagai awal
dan secara
periodik ketika
stabil
Hidroksikloroquin Opthalmoscopy
setiap 9 – 12
bulan dan
Amslergrid di
rumah setiap m2
week
sulfasalazin Sama dengan
awal setiap 1-2
bulan
etanercept Tidak ada
infliximab Tidak ada
adalimumab 40 mg SC, Tidak ada
setiap 2
minggu

Anakinra 100 mg SC Tidak ada


(subkutan)
perhari

auranofin Oral : 3 mg 1 Utama : UA, Sama dengan


atau 2 kali CBC dengan awal setiap 1 –
perhari platelet 2 bulan
Gold Thiomalate IM : dosis uji Utama dan Sama dengan
10 mg sampai stabil : awal setiap
kemudian UA, CBC dosis
dosis dengan
perminggu platelet
25 – 50mg. preinjeksi
setelah ada
respon
interval dosis
dapat
ditingkatkan
Azathioprin Oral : 50 – CBC dengan Sama dengan
150 mg platelet, AST awal setiap 1 –
perhari setiap 2 2 bulan
minggu
selama 1 – 2
bulan
Penisilamina Oral : 125 – Utama : UA, Sama dengan
250 mg CBC dengan awal setiap 1 –
perhari, dapat platelet 2 bulan, tetapi
ditingkatkan kemudian setiap 2 minggu
dengan 125 – setiap minggu bila dosis
250 mg selama 1 berubah
setiap 1 – 2 bulan
bulan; max.
750 mg/hari
Siklosforamid Oral : 1 – 2 UA, CBC, Sama dengan
mg/kg/hari dengan awal tetapi
platelet, setiap setiap 2 – 4
minggu minggu
selama 1
bulan
Siklosporin Oral : 2,5 Scr, tekanan Sama dengan
mg/kg/hari darah setiap dosis awal
bulan
Kortikosteroid Oral, IV, IM, Glukosa, Sama dengan
IA, dan tekanan darah dosis awal
injeksi setiap 3 – 6
jaringan bulan
lunak :
variabel
(Elin dkk., 2008)

 Pasien harus ditanya tentang adanya gejala yang mungkin berhubungan

dengan efek samping obat, yaitu (12) :

TABEL I.8

Obat Pengamatan Gejala


tokisistas yang
diperlukan
NSAID dan salisilat Ulserasi dan Kotoran berdarah,
pendarahan GI, kotoran berwarna
kerusakan renal hitam, dispepsua,
nausea/muntah,
lemas, pusing, sakit
abdomen, edema,
penambahan berat,
bernafas pendek
Kortikosteroid Hipertensi, Tekanan darah jika
hiperglisemia, memungkinkan
osteoporosis polyuria, polydiosia,
edema, bernafas
pendek, perubahan
visual, penambahan
berat, sakit kepala,
tulang parah atau
nyeri tulang
Azathioprin Myelosupresi, Gejala myelosupresi,
hepatotoksik, (kelelahan yang
kelainan sangat, mudah
limfoproliferasi mengalami
pendarahan atau
memar, infeksi),
penyakit kunig

Gold (IM atau oral) Myelospresi, Gejala myelosupresi,


proteinuria, rash, edema, rash, ulcer
stomatitis oral, diarrhea
Hidroksikloroquinon Kerusakan makular, Perubahan visual
rash, diarrhea meliputi pernurunan
penglihatan di
malam hari atau
penglihatan
pheriferal, rash,
diarrhea
Methotreksat Mielosupresi, Gejala myelosupresi,
hepatik fibrosis, bernafas pendek,
sirosis, pulmonary nausea/muntah,
infiltrates atau pembengkakan
fibrosis, stomatitis, nodus limfe, batuk,
rash luka di mulut,
diarrhea, penyakit
kuning
Leflunomid Hepatitis, GI Nausea/muntah,
distress, alopecia gastritis, diarreha,
kehilangan rambut,
penyakit kuning
Penisilamin Mielosupresi, Gejala
proteinuria, rash, Myelosupresi,
stomatitis, dysgeusia edema, rash,
diarrhea
Sulfasalazin Mielosupresi, rash Gejala
Myelosupresi,
fotosensitivitas,
rash, nausea/muntah

Etanercept Reaksi lokal tempat Gejala infeksi


Adalimubab injeksi, infeksi
Anakinra
Infliximab Reaksi imun, infeksi Reaksi postinfusion,
gejala infeksi
(Elin dkk., 2008)

4. Ankylosing spondilitis

Definisi
Spondilitis ankilosans adalah suatu penyakit peradangan kronik progresif.

Penyakit ini biasanya menyerang sendi-sendi sakroiliaka dan persendian tulang

belakang. Sendi panggul dan sendi kostovertebram juga dapat terserang oleh

penyakit ini. Spondilitis ankilosans pernah diduga sebagai suatu varian dari atritis

reumatoid. Tetapi anggapan ini tidak berlaku lagi berdasarkan tidak adanya faktor

reumatoid, nodul-nodul reumatoid, dan perbedaan dalam perubahan yang terjadi

pada tulang belakang. Perbandinangan 9:1 antara laki-laki dan perempuan pada

penyakit sudah dianggap tidak lagi akurat setelah ditetapkannya kriteria diagnosis

yang lebih baik. Laki-laki kelihatannya cenderung mengalami penyakit pada

tulang belakang yang lebih progresif dan lebih sering didiagnosis menderita

spondilitis ankilosans. Hal ini membuat rasio berubah menjadi sekitar tiga laki-

laki berbanding satu perempuan dengan keterlibatan dengan tulang punggung.

Spondilitis ankilosans menyerang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang

belakang dan ligamen-ligamen paravertebral. Apabila diskus intervertebralis juga

terinvasi oleh jaringan intervaskular dan vibrosa, maka akan timbul klasifikasi

sendi-sendi dan struktur artikular. Klasifikasi pada jaringan lunak akan

menjebatani satu tulang satu tulang vertebra dengan vertebra lainnya. Jaringan

sinovial disekitar sendi yang terserang akan meradang. Penyakit jantung juga

dapat timbul bersamaan dengan spondilitis ankilosans.

Penyebab spondilitis masih belum diketahui. Kelihatannya mada faktor

genetik yang terlibat. Saat ini kira-kira 90% pasien yang didiagnosis sebagai

spondilitis ankilosans juga memiliki anti gen HLA-B27 positif.


Jenis arthritis yang terutama menyerang tulang belekang. Ankylosing

spondilitis merupakan kondisi kronis. Pada ankylosing spondilitis, sendi dan

ligament di sepanjan tulang belakang mengalami peradangan. Peradangan

menyebabkan nyeri dan kaku yang biasanya dimulai dari punggung bawah atau

bokong, dan dapat menyebar ke tulang belakang bagiatn atas, dada dan leher.

Seiring waktu, sendi dan tulang belakang (vertebra) dapat menyatu akibat

pembentukan tulang baru (ankylosis), sehingga tulang belakang menjadi kaku dan

tidak fleksibel. Sendi lainnya, misalnya panggul, bahu dan lutut juga dapat

terkena. Ankylosing spondilitis adalah penyakit sistemik, yang berarti dapat

mengenai organ.

Penyebab

Penyebabnya tidak diketahui, akan tetapi genetika dan keturunan memiliki

peran penting. Beberapa bukti menunjukkan bahwa ankylosing spondilitis

mungkin dicetuskan oleh infeksi. Penelitian memfokuskan pada bakteri khusus

yang mungkin berpengaruh pada perkembangan ankylosing spondilitis.

Penyakit ini lebih sering pada pria dibandingkan wanita. Ankylosing

spondilitis dapat berkembang pada masa kanak-kanak, dan anak laki-laki lebih

cenderung menderita penyakit ini. Ketika seorang anak menderita ankylosing

spondilitis, gejala biasanya sering pada ras Kaukasia, Asia dan Hispanik.

Gejala

Tanda pertama dari ankylosing spondilitis adalah peradangan pada area

tulang baelakang bagian bawah bertemu dengan pelvis. Hal ini seringkali terjadi

pada usia 17 sampai 35 tahun. Gejala awal yang paling sering, yaitu :
 Nyeri dan kaku yang kronis pada punggung bawah, bokong dan

panggul

 Nyeri dan kaku yang memburuk selama periode istirahat atau tidak

beraktivitas dan membaik dengan gerakan dan olahraga

 Nyeri punggung pada malam hari atau awal pagi

 Merasa sangat kaku di pagi hari

Patogenesis

Seiring waktu, rasa nyeri dan kaku dapat berkembang ke tulang belakang

bagian atas dan bahkan ke tulang iga dan leher. Pada akhirnya, peradangan akan

menyebabkan tulang sakroiliaka dan vertebra menyatu. Ketika tulang menyatu,

tulang kehilangan fleksibilitasnya dan menjadi kaku. Tulang iga yang menyatu

dapat membatasi mengembangnya dada sehingga bernapas menjadi sulit.

Peradangan pada sendi-sendi lainnya dapat membatasi pergerakan.

Perokok yang menderita ankylosing spondilitis memiliki kerusakan tulang

belakang yang lebih banyak dibandingkan dengan bukan perokok. Penderita

penyakit ini juga dikatikan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan

stroke.

Diagnosis

Gejala ankylosing spondilitis seringkali menyerupai bentuk arthritis lainnya

seperti arthritis psoriatic, arthritis yang berkaitan dengan penyakit inflamasi usus

atau arthritis reaktif.

Untuk mendignosis ankylosing spondilitis, dokter akan memeriksa riwayat medis,

melakukan pemeriksaan fisik sendi dan tulang belakang, melakukan pemeriksaan


pencitraan pelvis dan melakukan pemeriksaan darah untuk memeriksa gen HLA-

B27.

Penatalaksanaan
Tak ada terapi untuk ankylosing spondilitis dan kerusakan yang

diakibatkannya tidak dapat dikembalikan. Pengobatan difokuskan pada

meredakan nyeri dan kaku, mencegah deformitas dan memungkinkan penderita

untuk beraktivitas secara normal. Pilihan terapi, antara lain :

a. Farmakologi

 Analgetik

Dokter mungkin akan merekomendasikan obat nyeri yang dijual bebas

atau meresepkan obat nyeri tertentu

 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)

Terapi lini pertama yang direkomendasikan untuk ankylosing spondilitis.

Obat ini membantu meredakan gejala nyeri dan kakau

 Disease Modifying Antireheumatic Drugs (DMARD)

Beberapa pasien yang tidak merespon AINS dapat diberikan DMARD

untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan

 Kortikosteroid

Injeksi kortikosteroid ke dalam sendi atau sekeliling tendon juga dapat

meredakan nyeri. Meskipun begitu, terapi ini bekerja paling baik pada

pasien dengan arthritis selain tulang belakang. Terapi ini tidak mengurangi

nyeri dan kaku di tulang belakang

 Pembedahan

Pembedahan pengganti sendi dapat mengembalikan fungsi sendi yang

rusak

 Fisioterapi
Digunakan metode fisik, misalnya pemijatan dan manipulasi, untuk

meningkatkan rasa nyaman dan fleksibilitas spinal

b. Non farmakologi

 Aktivitas fisik

Aktivitas fisik teratur adalah komponen yang paling penting dari

seluruh pengobatan ankylosing spondilitis, tujuannya adalah untuk

mencegah kekakuan permanen dan menjaga kisaran gerak di leher dan

punggung. Latihan pernapasan dalam dan aktivitas aerobic akan

membantu dada dan tulang iga fleksibel. Berenang adalah pilihan yang

baik karena membantu tulang belakang, leher, bahu dan panggul tetapi

fleksibel. Latihan penguatan secara umum dan aerobic dapat memperbaiki

kesehatan dan fungsi menyeluruh pada individu dengan ankylosing

spondilitis. Konsultasikan dengan dokter spesialis rehabilitasi medis atau

fisioterapi untuk mendapatkan program latihan yang sesuai.

 Berhenti merokok

Ankylosing spondilitis dapat mempengaruhi paru dan iga, yang akan

membuat benapas semakin sulit. Merokok akan memperburuk masalah

paru akibat ankylosing spondilitis dan merupakan faktor risiko penting

untuk osteoporosis

 Jaga postur yang baik

Menjaga posisi tubuh yang benar harus dilakukan untuk mencegah sendi

menyatu di posisi yang tidak diinginkan

 Atur tempat kerja


Hindari mengangkat, dan membungkuk lama. Pertahankan postur yang

baik dengan menyesuaikan tinggi menja atau monitor computer. Beberapa

orang merasakan manfaat dari duduk dan berdiri bergantian, dan

penggunaan bantal untuk meyokong punggung nyeri. Bila memungkinkan,

bekerjalah lebih cepat dan atur waktu untuk beristirahat dalam sehari.

5. Systemic Lupus Erythematosus (lupus)

Lupus eritematesus sistemik adalah penyakit rematik autoimun yang

ditandai adanya inflamasi terrsebar luas, yang mempengaruhi setiap organ

atau sistem dalam tubuh. penyakit ini berhubungan dengan deposisi

autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan

jaringan. SLE paling sering merusak jantung , sendi , kulit , paru-paru ,

pembuluh darah , hati , ginjal , dan sistem saraf . Perjalanan penyakit tidak

dapat diprediksi, dengan periode sakit (flare disebut) bergantian dengan

remisi . Penyakit ini terjadi sembilan kali lebih sering pada wanita

dibandingkan pada pria, terutama pada wanita melahirkan anak di usia 15

sampai 35 tahun, dan juga lebih umum pada mereka dari keturunan non-

Eropa.

Etipatologi dari SLE belum diketahui secara pasti. Di duga melibatkan

interaksi yang kompleks dan multifaktorial antara variasi genetik dan

faktor lingkungan. Faktor genetik diduga berperan penting dalam

presdiposisi penyakit ini. Pada kasus SLE yang terjadi secara sporadik
tanpa identifikasi faktor genetik , berbagai faktor lingkungan diduga

terlibat atau belum diketahui faktor yang bertanggung jawab.

Interaksi antara seks, status hormonal dan aksis hipotalamus-hipofise-

adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis SLE. Adanya

gangguan mekanisme pengaturan imuns seperti gangguan pembersihan

sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan kontributor yang penting

dalam perkembangan penyakit ini. Hilangnya tolerensi imun,

meningkatkan beban antigenik (antigenic load), bantuan sel T yang

berlebihan, gangguan supresi sel B dan peralihan respon imun dari T

helper 1(Th1) ke autoantibodi patogenik. Terpons imun yang terpapar

faktor eksternal/lingkungan seperti radiasi ultraviolet (UV) atau infeksi

virus dalam periode yang cukup lama bisa juga menyababkan disregulasi

sistem imun.

Pemahaman terhadap patogenesis/imunopatologi SLE merupakan hal yang

sangat penting agar bisa memberikan terapi yang sesuai. Dalam makalah

ini akan di bahas berbagai faktor yang terlibat dalam patogenesis SLE.

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit peradangan kronis yang

memiliki manifestasi protean dan mengikuti kursus kambuh dan remisi. Lebih

dari 90% kasus SLE terjadi pada wanita, sering dimulai pada usia subur. Lihat

gambar di bawah ini. Sistemik lupus eritematosus fotosensitif (SLE)

Ruam eritematosus sistemik lupus eritensis (SLE) biasanya terjadi pada wajah

atau ekstremitas, yang merupakan daerah yang terkena sinar matahari. Meskipun
ruang interphalangeal terpengaruh, metacarpophalangeal (MCP) dan

interphalangeal proximal (PIP) dan distal interphalangeal (DIP) sendi terhindar.

Foto milik Dr. Erik Stratman, Marshfield Clinic.

Lihat Galeri Media Lihat Petunjuk Cutaneous untuk Mendiagnosis Penyakit

Rheumatologic secara Akurat, slideshow Gambar Kritis, untuk membantu

mengenali manifestasi kutan pada penyakit rematologi. Juga, lihat Gangguan

Autoimun: Membuat Sense of Nonspesifik Gejala slideshow untuk membantu

mengidentifikasi beberapa penyakit yang dapat menyebabkan berbagai gejala

nonspesifik.

Tanda dan gejala

SLE adalah penyakit autoimun kronis yang dapat mempengaruhi hampir

semua sistem organ; dengan demikian, presentasi dan kursusnya sangat bervariasi,

mulai dari indolent hingga fulminan.

Pada SLE onset masa kanak-kanak, ada beberapa gejala klinis yang lebih

umum ditemukan dibandingkan pada orang dewasa, termasuk ruam malar, ulkus /

keterlibatan mukokutan, keterlibatan ginjal, proteinuria, gips seluler kemih,

kejang, trombositopenia, anemia hemolitik, demam, dan limfadenopati. [1]

Pada orang dewasa, pleuritis Raynaud dan sicca dua kali lebih umum seperti

pada anak-anak dan remaja. [1] Presentasi klasik dari trias demam, nyeri sendi,

dan ruam pada wanita usia subur harus segera menginvestigasi diagnosis SLE. [2,

3] Pasien dapat hadir dengan manifestasi berikut [4]:

 Konstitusional (misalnya kelelahan, demam, artralgia, perubahan berat

badan)
 Muskuloskeletal (misalnya, artralgia, artropati, mialgia, arthritis ringan,

avascular necrosis)

 Dermatologic (misalnya, ruam malar, fotosensitivitas, diskoid lupus)

 Ginjal (misalnya, gagal ginjal akut atau kronis, penyakit nefritik akut)

 Neuropsikiatri (misalnya kejang, psikosis)

 Paru (misalnya pleuritis, efusi pleura, pneumonitis, hipertensi pulmonal,

penyakit paru interstisial)

 Gastrointestinal (mis., Mual, dispepsia, nyeri perut)

 Kardiak (misalnya, perikarditis, miokarditis)

 Hematologi (mis., Cytopenia seperti leukopenia, limfopenia, anemia, atau

trombositopenia)

Pada pasien dengan temuan klinis sugestif, riwayat keluarga penyakit

autoimun harus meningkatkan kecurigaan lebih lanjut dari SLE.

Lihat Presentasi Klinis untuk lebih detail.

Diagnosa

Diagnosis SLE didasarkan pada kombinasi temuan klinis dan bukti

laboratorium. Keakraban dengan kriteria diagnostik membantu dokter untuk

mengenali SLE dan subklasifikasi penyakit kompleks ini berdasarkan pola

manifestasi organ target.

Kehadiran 4 dari 11 kriteria American College of Rheumatology (ACR)

menghasilkan sensitivitas 85% dan spesifisitas 95% untuk SLE. [5, 6]

Ketika kelompok Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC)


merevisi dan memvalidasi kriteria klasifikasi ACR SLE pada tahun 2012,

mereka mengklasifikasikan seseorang sebagai memiliki SLE dengan adanya

lupus nephritis yang terbukti dengan biopsi dengan ANA atau antibodi anti-

dsDNA atau jika 4 dari kriteria diagnostik, termasuk setidaknya 1 kriteria

klinis dan 1 imunologi, telah dipenuhi. [7] ACR mnemonic kriteria diagnostik

SLE Berikut ini adalah kriteria diagnostik ACR dalam SLE, yang disajikan

dalam mnemonic "SOAP BRAIN MD":

 Serositis

 Ulkus mulut

 Radang sendi

 Fotosensitivitas

 Gangguan darah

 Keterlibatan ginjal

 Antibodi antinuklear

 Fenomena imunologi (misalnya, dsDNA; anti-Smith [Sm] antibodi)

 Gangguan neurologis

 Ruam Malar

 Discoid rash

Pengujian

Berikut ini adalah studi laboratorium standar yang berguna ketika SLE dicurigai:

 CBC dengan diferensial

 Kreatinin serum

 Urinalisis dengan mikroskopi


Tes laboratorium lain yang dapat digunakan dalam diagnosis SLE adalah sebagai

berikut:

 Tingkat ESR atau CRP

 Tingkat komplemen

 Tes fungsi hati

 Tes creatine kinase

 Protein spot / rasio kreatinin spot

 Tes autoantibodi

Studi pencitraan

Studi pencitraan berikut dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien yang diduga

SLE:

 Radiografi sendi

 Radiografi dada dan CT scan dada

 Echocardiography

 Brain MRI / MRA

 Cardiac MRI

Prosedur

Prosedur yang dapat dilakukan pada pasien dengan suspek SLE termasuk yang

berikut:

 Arthrocentesis

 Pungsi lumbal

 Biopsi ginjal

Pengelolaan
Manajemen SLE sering tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan

manifestasi penyakit pasien, [8] meskipun hydroxychloroquine memiliki peran

sentral untuk pengobatan jangka panjang pada semua pasien SLE.

Farmakoterapi

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati manifestasi SLE termasuk yang

berikut:

 Antimalarial (misalnya, hydroxychloroquine)

 Kortikosteroid (misalnya, metilprednisolon, prednison), penggunaan

jangka pendek direkomendasikan

 DMARD Nonbiologis: Siklofosfamid, methotrexate, azathioprine,

mycophenolate, cyclosporine

 Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS; misalnya, ibuprofen, naproxen,

diklofenak)

 DMARD Biologis (obat antirematik yang memodifikasi penyakit):

Belimumab, rituximab, dan atau imunoglobulin IV

6. Schleroderma

DEFINISI

Scleroderma adalah kronis penyakit autoimun sistemik (terutama kulit)

ditandai dengan fibrosis (atau pengerasan), perubahan pembuluh darah, dan

autoantibodi. Ada dua bentuk utama:


Sclerosis sistemik Terbatas / skleroderma melibatkan manifestasi kulit

yang terutama mempengaruhi tangan, lengan dan wajah. Hal ini sebelumnya

disebut CREST sindrom mengacu pada komplikasi berikut: C alcinosis ,

fenomena R aynaud itu , E disfungsi sophageal , S clerodactyly , dan T

elangiectasias . Selain itu, hipertensi arteri paru dapat terjadi pada hingga

sepertiga pasien, dan adalah komplikasi yang paling serius untuk bentuk

skleroderma. Sclerosis sistemik membaur / scleroderma cepat berkembang dan

mempengaruhi area besar kulit dan satu atau lebih organ internal, sering ginjal,

kerongkongan, jantung dan paru-paru. Bentuk skleroderma bisa sangat

melumpuhkan. Tidak ada pengobatan untuk skleroderma itu sendiri, tetapi

komplikasi organ individu sistem diperlakukan. Bentuk lain dari skleroderma

sistemik termasuk sinus skleroderma, yang tidak memiliki perubahan kulit, tetapi

memiliki manifestasi sistemik, dan dua bentuk lokal yang mempengaruhi kulit,

tapi bukan organ internal: morphea dan linier skleroderma.

Skleroderma (Sklerosis Sitemik) adalah suatu penyakit jaringan ikat yang

tersebar, yang ditandai dengan adanya perubahan pada kulit, pembuluh darah, otot

kerangka tubuh dan organ dalam. Kelainan ini 4 kali lebih sering terjadi pada

wanita dan jarang terjadi pada anak-anak, biasanya muncul pada usia 30-50 tahun.

Skleroderma dapat timbul sebagai bagian dari penyakit jaringan ikat campuran.

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui. Penyakit ini bisa menyebabkan gejala lokal

maupun sistemik. Perjalanan dan beratnya penyakit pada setiap penderita

berlainan. Gejala timbul akibat penimbunan kolagen yang berlebihan di dalam

kulit dan organ tubuh lainnya. Juga terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil

yang berada di dalam kulit dan organ yang terkena. Pada kulit bisa ditemui

ulserasi (borok/koreng), kalsifikasi (pengapuran) dan perubahan pigmentasi

(warna kulit). Gejala sistemik yang timbul bisa berupa fibrosis dan degenerasi

(kemunduran) jantung, paru-paru, ginjal dan saluran pencernaan. Faktor resiko

terjadinya skleroderma adalah pemaparan debu silika dan polivinil klorida.

GEJALA

Gejala dari skleroderma adalah:

- fenomena Raynaud (perubahan warna jari tangan dan jari kaki menjadi pucat,

kebiruan atau kemerahan, jika terkena panas ataupun dingin)

- nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada jari tangan dan persendian

- kulit tangan dan lengan depan tampak mengkilat dan menebal

- kulit menjadi keras

- kulit wajah menjadi kencang dan seperti topeng

- koreng di ujung jari tangan atau jari kaki

- refluks esofagus atau heartburn (rasa panas di lambung atau dada akibat

gangguan pencernaan)

- gangguan menelan

- sesudah makan perut terasa kembung


- penurunan berat badan (kerusakan pada usus halus dapat mempengaruhi

penyerapan makanan (malabsorbsi) dan menyebabkan penurunan berat badan)

- diare

- sembelit

- sesak nafas (skeroderma bisa menyebabkan terjadinya jaringan parut di paru-

paru, sehingga terjadi sesak nafas pada saat penderita melakukan aktivitas).

- nyeri pergelangan tangan

- bengek

- kulit menjadi putih atau hitam abnormal

- nyeri persendian

- rambut rontok

- mata terasa perih, gatal dan belekan

- beberapa kelainan jantung yang bisa berakibat fatal, yaitu gagal jantung dan

kelainan irama jantung

- penyakit ginjal yang berat (gejala pertama kerusakan ginjal biasanya berupa

peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, tekanan darah yang tinggi adalah

tanda yang kurang baik, walaupun biasanya bisa dikendalikan dengan

pengobatan).

Pembuluh balik yang memberi gambaran seperti laba-laba (telangiektasi)

muncul pada jari-jari tangan, dada, wajah, bibir dan lidah. Benjolan yang

mengandung kalsium bisa timbul di jari tangan, daerah bertulang lainnya atau

pada sendi.
Kadang-kadang terdengar suara yang mengganggu, bila jaringan yang

meradang bergesekan satu sama lain, terutama di lutut dan dibawah lutut.

Jari-jari tangan, pergelangan tangan dan sikut bisa terfiksasi dalam posisi fleksi

karena adanya jaringan parut di kulit.

Pertumbuhan sel abnormal di kerongkongan (Sindroma Barrett) terjadi pada

sekitar sepertiga penderita, dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya

penyumbatan kerongkongan atau kanker. Sistem penyaluran hati bisa tersumbat

oleh jaringan parut (sirosis bilier), menyebabkan kerusakan hati dan sakit kuning.

Sindroma Crest juga disebut sklerosis yang terbatas pada kulit (skleroderma),

biasanya merupakan bentuk yang tidak terlalu berat dan jarang menyebabkan

kerusakan organ. Gejalanya berupa :

- penimbunan kalsium di kulit

- fenomena Raynaud

- kelainan fungsi kerongkongan

- sklerodaktili (kerusakan kulit jari tangan)

- telangiektasis (pembuluh balik yang memberi gambaran seperti laba-laba).

Kerusakan kulit terbatas pada jari-jari tangan. Penderita sindroma Crest dapat

mengalami hipetensi pulmoner, yang dapat menyebabkan kegagalan jantung dan

kegagalan pernafasan.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

 Pemeriksaan kulit (menunjukkan adanya penebalan, pengerasan dan

pengencangan kulit)
 Pemeriksaan darah

- Laju endap darah meningkat

- Faktor rheumatoid bisa meningkat

- Tes antibodi antinuklear biasanya positif

 Analisa air kemih (menunjukkan adanya protein dan sel darah merah)

 Rontgen dada bisa menunjukkan adanya fibrosis

 Tes fungsi paru seringkali menunjukkan adanya penyakit paru restriktif

 Biopsi kulit.

PENGOBATAN

Tidak ada obat yang dapat menghentikan perkembangan skleroderma. Tetapi

obat dapat meredakan beberapa gejala dan mengurangi kerusakan organ. Obat anti

peradangan non steroid atau kadang-kadang kortikoosteroid, membantu

meredakan nyeri otot dan sendi yang berat dan kelemahan.

Penisilamin akan memperlambat penebalan kulit dan bisa menghambat

keterlibatan organ dalam, tetapi beberapa penderita tidak dapat mengatasi efek

samping obat-obatan ini. Obat imunosupresan (penekan kekebalan) seperti

metotreksat, bisa membantu beberapa penderita.

Heartburn bisa diredakan dengan makan dalam porsi kecil, minum antasid

dan obat anti histamin yang menghambat produksi asam lambung. Tidur dengan

posisi kepala yang lebih tinggi sering membantu. Pembedahan kadang-kadang

dapat mengatasi masalah refluks asam lambung yang berat.


Tetracycline atau antibiotik lainnya dapat membantu mencegah gangguan

penyerapan di usus yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri berlebih pada usus

yang rusak. Nifedipine dapat meredakan gejala dari fenomena Raynaud, tapi juga

bisa meningkatkan refluks asam.

Obat anti tekanan darah tinggi, terutama penghambat enzim pengubah

angiotensin (ACE inhibitor), berguna untuk mengobati penyakit ginjal dan

tekanan darah tinggi.

Terapi fisik dan latihan olah raga dapat membantu mempertahankan kekuatan

otot, tapi tidak dapat secara keseluruhan mencegah sendi yang terfiksasi pada

posisi fleksi.

PROGNOSIS

Perjalanan penyakit skleroderma bervariasi dan tidak dapat diduga. Kadang

akan memburuk dengan cepat dan menjadi fatal. Kadang hanya mengenai kulit

saja selama beberapa dekade, sebelum mengenai organ dalam. Kebanyakan kasus

skleroderma bersifat progresif. Pada beberapa penderita terjadi masa bebas gejala

(remisi) disertai progresivitas penyakit yang lambat.

Jika pada gejala awal terdapat kelainan jantung, paru-paru atau ginjal, maka

prognosisnya bertambah buruk. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada

penderita yang hanya menunjukkan gejala kulit. Kematian bisa terjadi akibat

gangguan pada saluran pencernaan, jantung, ginjal maupun paru-paru.

Skleroderma atau sklero sistemik adalah suatu penyakit jaringan ikat yang

jarang dijumpai, ditandai fibrosis pada kulit dan organ-organ lainnya. Berdasarkan

dari luas lesi kulit, skleroderma dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok.
Skleroderma generalisata (sklerosis sistemik) dapat merupakan salah satu dari dua

tipe berikut ini: 1) sklerosis sistemik kutaneus difus yang melibatkan kulit pada

tubuh, penyakit viseral yang menyerang banyak organ dan perjalanan penyakit

yang cepat, atau 2) sklerosis sitemik kutaneus lokalisata, termasuk varian CREST.

Skleroderma lokalisata biasanya hanya menyerang daerah kulit yang sangat

terbatas dan tidak menyerang organ visera. Sidrom yang menyerupai skleroderma

akibat lingkuangan dan pekerjaan dapat terjadi setelah terpapar agen misalnya

vinil klorida, bleomisin, dan minyak lobak.

7. Juvenile arthritis (arthritis pada anak-anak)

Ini bisa dimulai dengan buku jari yang bengkak, demam yang cepat, atau

ruam yang tidak dapat dijelaskan. Tetapi tidak peduli apa pun gejala yang muncul,

mendengar kata "arthritis" dalam diagnosis untuk anak Anda dapat menjadi tidak

terduga dan membingungkan. Arthritis adalah peradangan pada sendi, yang

berarti bahwa persendian menjadi bengkak, hangat, dan nyeri. Hampir 300.000

anak di Amerika Serikat memiliki sejenis radang sendi. Artritis dapat bersifat

jangka pendek - berlangsung hanya beberapa minggu atau bulan, kemudian pergi

selamanya - atau dapat menjadi kronis dan berlangsung selama berbulan-bulan

atau bertahun-tahun. Dalam sekitar setengah dari kasus, itu bisa bertahan seumur

hidup.

Bentuk paling umum dari juvenile arthritis adalah juvenile idiopathic arthritis

(JIA) (juga dikenal sebagai juvenile rheumatoid arthritis, atau JRA). Ini sangat

berbeda dari rheumatoid arthritis dewasa.

Penyebab JIA?
Tidak diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan JIA pada anak-anak.

Penelitian menunjukkan bahwa itu adalah penyakit autoimun. Pada penyakit

autoimun, sel darah putih tidak dapat membedakan sel-sel sehat dan kuman

seperti bakteri dan virus. Sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi

tubuh dari penjajah berbahaya ini, malah melepaskan bahan kimia yang dapat

merusak jaringan sehat dan menyebabkan peradangan dan rasa sakit.

Untuk secara efektif mengelola dan meminimalkan efek arthritis,

diagnosis dini dan akurat sangat penting. Dengan memahami gejala dan

karakteristik masing-masing jenis JIA, Anda dapat membantu anak Anda

mempertahankan gaya hidup yang aktif dan produktif.

Jenis JIA

JIA biasanya muncul pada anak-anak antara 6 bulan dan 16 tahun. Tanda-

tanda pertama sering berupa nyeri sendi atau pembengkakan atau persendian yang

hangat. Banyak rheumatologists (dokter yang mengkhususkan diri dalam

gangguan sendi) menemukan bahwa semakin besar jumlah sendi yang terkena,

semakin parah penyakitnya dan semakin kecil kemungkinan bahwa gejala-

gejalanya akan masuk ke dalam total remisi. Remisi adalah istilah medis untuk

pemulihan sementara atau permanen. Ada 7 jenis JIA:

 Sistemik JIA. Mempengaruhi seluruh tubuh. Gejalanya termasuk demam

tinggi yang sering meningkat di malam hari dan kemudian bisa tiba-tiba

jatuh ke normal. Selama timbulnya demam, anak mungkin merasa sangat

sakit, tampak pucat, atau mengembangkan ruam. Ruam itu tiba-tiba

menghilang dan kemudian dengan cepat muncul lagi. Limpa dan kelenjar
getah bening mungkin membesar. Akhirnya banyak sendi tubuh

dipengaruhi oleh pembengkakan, rasa sakit, dan kekakuan. Ruam mungkin

tiba-tiba muncul dan menghilang, berkembang di satu area dan kemudian

yang lain. Demam tinggi yang cenderung meningkat di malam hari dan

menghilang merupakan karakteristik sistemik JIA

 Oligoarthritis. Mempengaruhi empat atau lebih sendi, sering lutut atau

pergelangan kaki. Gejala termasuk rasa sakit, kekakuan, atau

pembengkakan di persendian. Dua jenis oligoartritis, persisten dan

diperpanjang, ditentukan oleh berapa banyak sendi yang akhirnya terlibat.

 Artritis poliartikular, faktor rheumatoid negatif. Sekitar 1 dari 4 anak dan

remaja dengan JIA memiliki polyarthritis, yang mempengaruhi lebih

banyak anak perempuan daripada anak laki-laki. Gejala berupa

pembengkakan atau nyeri pada lima atau lebih sendi. Sendi-sendi kecil di

tangan terkena serta sendi-sendi yang menahan beban seperti lutut,

pinggul, pergelangan kaki, kaki, dan leher. Demam ringan juga bisa

terjadi, seperti benjolan atau nodul di area tubuh yang mengalami tekanan

karena duduk atau bersandar.

 Artritis poliartikular, faktor reumatoid positif. JIA jenis ini berperilaku

paling mirip rheumatoid arthritis dewasa, dan anak-anak yang

memilikinya memiliki protein yang disebut rheumatoid factor (RF) atau

peptida sitrullinated anti-siklik (antibodi CCP) dalam darah mereka. Anak-

anak dengan JIA polartikular berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan

sendi dengan erosi dibandingkan dengan bentuk lain dari JIA.


 Artritis psoriatik. Anak-anak dengan ini juga memiliki ruam psoriasis

(ruam merah bersisik yang dapat dimulai di belakang telinga, di kelopak

mata, siku, lutut, atau kulit kepala) sendiri atau kerabat dekat dengan

psoriasis. Kuku dan kuku jari kaki mereka mungkin terpengaruh oleh

kondisi tersebut.

 Radang sendi yang berhubungan dengan enthesitis. Jenis radang sendi ini

sering mempengaruhi kaki dan tulang belakang. Anak-anak juga mungkin

memiliki peradangan di entheses - area di mana tendon bergabung dengan

tulang (di mana tendon Achilles menempel ke bagian belakang tumit).

Radang sendi yang berhubungan dengan enthesitis termasuk kelompok

khusus yang disebut ankilosa spondilitis remaja (di mana sendi punggung

bawah meradang) dan radang sendi yang berhubungan dengan penyakit

radang usus (penyakit Crohn dan kolitis ulseratif).

 Radang sendi tidak terdiferensiasi. Artritis yang tidak cocok dengan

kategori di atas atau cocok menjadi lebih dari satu kategori.

Tanda-tanda pertama radang sendi, yang dapat halus atau jelas, termasuk

pincang atau pergelangan tangan yang sakit, jari, atau lutut. Sendi bisa

tiba-tiba membengkak dan tetap membesar. Kekakuan di leher, pinggul,

atau sendi lain juga bisa terjadi.

Peradangan iris (daerah berwarna mata) dapat terjadi dengan atau tanpa

gejala sendi aktif di semua jenis JIA. Peradangan ini, lebih mungkin

terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki, disebut iridocyclitis,

iritis, atau uveitis. Anak-anak dan remaja dengan JIA harus mengunjungi
dokter mata (dokter mata) secara teratur untuk memeriksa ini.

Diagnosa

Untuk mendiagnosis JIA, dokter akan menanyakan pertanyaan tentang

gejala anak Anda, mencari tahu apakah anggota keluarga lain memiliki

masalah yang sama, dan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh. Dokter

mungkin memesan sinar X atau tes darah untuk menyingkirkan kondisi

atau infeksi lain, seperti penyakit Lyme, yang dapat menyebabkan gejala

yang sama atau terjadi bersamaan dengan artritis.

Tes lain mungkin termasuk:

 CBC (complete blood count), tes darah umum yang memeriksa semua

jenis sel dasar dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan

trombosit. Mengetahui jumlah dan tampilan setiap jenis sel dalam darah

seseorang dapat membantu dokter mengidentifikasi banyak kondisi medis.

 Kultur darah, tes untuk mendeteksi bakteri yang menyebabkan infeksi

dalam aliran darah.

 Biopsi sumsum tulang, tes yang memungkinkan dokter untuk melihat

darah di tempat ia terbentuk (di sumsum tulang) untuk mencari kondisi

seperti leukemia.

 Tingkat sedimentasi eritrosit, yang memeriksa seberapa cepat sel darah

merah mengendap di bagian bawah tabung uji. Tingkat ini sering

meningkat pada orang ketika peradangan terjadi di dalam tubuh.


 C-reactive protein (CRP) adalah protein yang dilepaskan hati ke dalam

darah pada awal infeksi atau peradangan; tingkat ini dapat meningkat jika

seseorang mengalami radang sendi.

 Tes untuk rheumatoid factor (RF) dan cyclic citrullinated peptide antibody

(CCP), zat yang dibuat dalam darah anak-anak dengan beberapa bentuk

JIA. Tapi itu ditemukan lebih sering pada orang dewasa dengan

rheumatoid arthritis.

 ANA (antibodi antinuklear), tes darah untuk mendeteksi penyakit

autoimun. Ini juga berguna dalam memprediksi anak-anak mana yang

kemungkinan memiliki penyakit mata dengan JIA.

 Sinar-X dari sendi yang terkena, dan kadang-kadang MRI, untuk

mendeteksi perubahan pada tulang dan sendi untuk mengevaluasi

penyebab nyeri tulang dan sendi yang tidak dapat dijelaskan. Dalam

beberapa kasus, dokter dapat melakukan tes yang disebut scan tulang.

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin ingin ahli bedah ortopedi memeriksa

sendi anak Anda dan mengambil sampel cairan sendi atau sinovium (lapisan

sendi) untuk pemeriksaan dan pengujian.

Perawatan

Dalam banyak kasus, JIA diobati dengan kombinasi obat, terapi fisik, dan

olahraga. Dalam beberapa kasus, seorang anak mungkin memerlukan suntikan

kortikosteroid ke dalam sendi. Dalam kasus yang sangat jarang, anak-anak dan

remaja mungkin perlu dioperasi. Penyedia perawatan kesehatan, termasuk


dokter perawatan primer, rheumatologist, dan ahli terapi fisik, akan bekerja

sama untuk mengembangkan metode pengobatan terbaik.

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan,

memperlambat atau mencegah kerusakan sendi, dan mengembalikan

penggunaan dan fungsi sendi untuk mendorong pertumbuhan yang optimal,

aktivitas fisik, dan perkembangan sosial dan emosional.

Obat-obatan

Untuk peradangan dan rasa sakit, dokter atau rheumatologist anak dapat

meresepkan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), seperti ibuprofen, seperti

Advil, Motrin, atau naproxen (Naprosyn atau Aleve). Ini dapat membantu

mengurangi peradangan dan nyeri dengan membatasi pelepasan bahan kimia

berbahaya dari sel darah putih.

Dosis yang lebih tinggi atau lebih rendah mungkin diperlukan, tergantung

pada respons anak Anda terhadap obat. Dokter atau rheumatologist harus

menjelaskan apa yang dimaksud dengan obat yang harus dilakukan dan efek

samping apa, jika ada, dapat menyebabkan. Penting bagi anak Anda untuk

terus minum obat sampai dokter mengatakan untuk berhenti.

Dokter kadang-kadang meresepkan kortikosteroid (seperti prednisone)

untuk radang sendi, tetapi mereka berusaha untuk meminimalkannya agar

dapat mengurangi masalah yang dapat terjadi dengan penggunaan steroid yang

berkepanjangan, seperti perubahan kulit, peningkatan berat badan, tekanan

darah abnormal, diabetes, dan perubahan massa tulang.


Jika NSAID tidak mengontrol peradangan sendi, dokter Anda mungkin

meresepkan obat lain seperti methotrexate. Selain itu, pilihan pengobatan

sekarang termasuk kelas obat yang lebih baru yang disebut biologi.

Administrasi Makanan dan Obat AS (FDA) telah menyetujui banyak obat-

obatan ini untuk anak-anak dan remaja dengan JIA. Beberapa suntikan

subkutan (suntikan yang diberikan tepat di bawah kulit) yang dapat dilakukan

di rumah. Lainnya adalah infus intravena (IV) melalui pembuluh darah yang

dilakukan secara teratur di rumah sakit.

Terapi fisik

Program terapi fisik yang tepat sangat penting untuk manajemen semua

jenis radang sendi. Seorang ahli terapi fisik akan menjelaskan pentingnya

kegiatan tertentu dan merekomendasikan latihan yang sesuai dengan kondisi

khusus anak Anda. Terapis mungkin merekomendasikan latihan rentang gerak

untuk mengembalikan kelenturan pada sendi kaku, nyeri dan latihan lainnya

untuk membantu membangun kekuatan dan daya tahan.

 Latihan rutin

Ketika rasa sakit menyerang, wajar jika anak Anda ingin duduk diam.

Tetapi penting untuk mempertahankan program latihan rutin. Otot harus tetap

kuat dan sehat sehingga mereka dapat membantu mendukung dan melindungi

persendian. Olahraga teratur juga membantu mempertahankan rentang gerak.

Di rumah dan di sekolah, anak Anda harus berolahraga teratur dan program

kebugaran fisik. Kegiatan yang aman termasuk berjalan, berenang, dan

bersepeda (terutama pada sepeda stasioner dalam ruangan). Pastikan bahwa


anak Anda menghangatkan otot melalui peregangan sebelum berolahraga.

Jadikan olahraga sebagai aktivitas keluarga untuk membangun kesenangan

dan antusiasme.

Tanyakan kepada dokter dan ahli terapi fisik tentang pembatasan olahraga.

Beberapa, terutama olahraga berdampak, dapat berbahaya bagi sendi dan

tulang yang melemah. Dan pastikan anak Anda makan diet seimbang yang

mengandung banyak kalsium untuk meningkatkan kesehatan tulang.

Juvenile rheumatoid (JA) mengacu pada setiap bentuk arthritis atau radang

sendi yang berhubungan dengan kondisi yang berkembang pada anak-anak atau

remaja yang kurang dari 18 tahun.

Jenis-jenis juvenile arthtritis :

a. Rheumatoid arthritis polyarticular remaja (JRA) - atau remaja idiopathic

arthritis (JIA) - biasanya mempengaruhi lima atau lebih sendi dan:

 mempengaruhi perempuan lebih sering daripada anak laki-laki

 paling sering mempengaruhi lutut, pergelangan tangan dan pergelangan

kaki

 dapat mempengaruhi berat badan-bantalan dan sendi lainnya, termasuk

pinggul, bahu, leher dan rahang

 sering mempengaruhi sendi yang sama pada kedua sisi tubuh

b. Rheumatoid arthritis Pauciarticular (JRA) - atau remaja idiopathic arthritis

(JIA) - mempengaruhi biasanya empat atau lebih sedikit sendi dan:


 biasanya mempengaruhi sendi-sendi besar: lutut, pergelangan kaki atau

pergelangan tangan

 sering mempengaruhi sendi pada salah satu sisi tubuh saja, terutama lutut

 dapat menyebabkan peradangan mata (uveitis) yang terlihat paling sering

pada muda

anak perempuan dengan positif antibodi anti-nuklir (ANA)

c. Sistemik timbulnya rheumatoid arthritis (JRA) - atau remaja idiopathic

arthritis (JIA) - dapat:

 mempengaruhi anak laki-laki dan perempuan sama-sama

 menyebabkan tinggi, demam spiking dari 103 derajat atau lebih tinggi,

yang berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan

 menyebabkan ruam yang terdiri dari pucat, bintik-bintik merah di dada

anak, paha dan bagian kadang-kadang lain dari tubuh

 menyebabkan arthritis pada sendi kecil dari tangan, pergelangan tangan,

lutut dan pergelangan kak

jenis lain juvenile arthtritis:

a. Spondyloarthropies Juvenile (ankylosing spondylitis, enthesopathy

seronegatif dan sindrom arthropathy) adalah sekelompok penyakit yang

melibatkan tulang belakang dan sendi ekstremitas bawah, paling sering

pinggul dan lutut.


b. Juvenile Psoriasis Arthritis adalah jenis rematik yang mempengaruhi

perempuan dan anak laki-laki yang terjadi dalam hubungan dengan psoriasis

kondisi kulit.

c. Dermatomiositis remaja adalah penyakit radang yang menyebabkan

kelemahan otot dan ruam kulit yang khas pada kelopak mata.

d. Lupus Eritematosus Sistemik remaja adalah penyakit autoimun terkait dengan

ruam kulit, radang sendi, radang selaput dada, penyakit ginjal dan gerakan

neurologis.

e. Juvenile Vaskulitis adalah peradangan pembuluh darah dan dapat menjadi

penyakit masa kecil yang utama dan fitur dari sindrom lain, termasuk

dermatomiositis dan lupus eritematosus sistemik.

8. Fibromyalgia

Fibromyalgia (FM atau FMS) adalah gangguan kesehatan yang ditandai dengan

kronis luas nyeri dan allodynia , sebuah respon tinggi dan menyakitkan untuk

tekanan. Ini adalah contoh dari diagnosis eksklusi . Gejala fibromyalgia tidak

terbatas pada nyeri, menyebabkan penggunaan istilah sindrom fibromyalgia

alternatif untuk kondisi tersebut. Gejala lain termasuk melemahkan kelelahan ,

gangguan tidur , dan kekakuan sendi . Beberapa pasien juga dapat melaporkan

kesulitan menelan , usus dan kandung kemih kelainan, mati rasa dan kesemutan ,

dan disfungsi kognitif . Fibromyalgia adalah sering komorbid dengan kondisi

kejiwaan seperti depresi dan kecemasan dan yang terkait dengan stres gangguan

seperti gangguan stres pasca trauma . Tidak semua orang dengan pengalaman

fibromyalgia semua yang terkait gejala. Fibromyalgia diperkirakan mempengaruhi


2-4% dari populasi, dengan perempuan untuk laki-laki . kejadian rasio sekitar 9:1

Istilah "fibromyalgia" berasal dari Latin baru, fibro-, yang berarti "jaringan

berserat", Yunani myo-, "otot", dan Yunani-algos, "sakit", sehingga istilah secara

harfiah berarti " otot dan jaringan ikat rasa sakit ")

Para otak pasien fibromyalgia menunjukkan perbedaan struktural dan

perilaku dari orang-orang yang sehat, tetapi tidak jelas apakah anomali otak

menyebabkan gejala fibromyalgia atau merupakan produk dari sebuah

penyebab umum yang mendasari tidak diketahui. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa anomali otak mungkin akibat stres anak, atau stres yang

berkepanjangan atau berat.

Secara historis, fibromyalgia telah dianggap baik muskuloskeletal penyakit

atau neuropsikiatri kondisi. Meskipun ada belum ada obat untuk

fibromyalgia, beberapa perawatan telah ditunjukkan oleh terkontrol uji klinis

untuk secara efektif mengurangi gejala, termasuk obat-obatan, intervensi

perilaku, pendidikan pasien, dan olahraga. Pendekatan terbaru dari diagnosis

fibromyalgia melibatkan rasa sakit dan indeks ukuran kunci gejala dan

tingkat keparahan.

Fibromyalgia telah diakui sebagai gangguan didiagnosis oleh US National

Institutes of Health dan American College of Rheumatology . Fibromyalgia,

gangguan sistem saraf pusat, digambarkan sebagai 'sindrom sensitisasi sentral

disebabkan oleh kelainan neurobiologis yang bertindak untuk menghasilkan

nyeri fisiologis dan kognitif serta neuro-psikologis simtomatologi. Meskipun


demikian, beberapa dokter tidak menganggap fibromyalgia penyakit karena

kurangnya kelainan pada pemeriksaan fisik dan tidak adanya tes diagnostik

objektif.

Fibromyalgia adalah sebuah gangguan nyeri kronis dan meluas pada otot serta
tulang. Rasa nyeri pada otot dan tulang biasanya disertai juga dengan gejala lain
seperti kelelahan, gangguan tidur, dan masalah pada suasana hati. Gejala seperti
ini dianggap subjektif, yang berarti mereka tidak dapat ditentukan atau diukur
dengan tes. Karena gejalanya subjektif dan tidak ada penyebab yang jelas
diketahui, fibromyalgia sering salah didiagnosis sebagai penyakit lain.

Lebih dari 5 juta orang Amerika di atas usia 18 tahun telah didiagnosis dengan
kondisi ini. Antara 80 dan 90 persen orang yang didiagnosis dengan kondisi ini
adalah wanita. Pria dan anak-anak juga dapat didiagnosis dengan gangguan
tersebut. Kebanyakan orang didiagnosis pada usia paruh baya.

Penyebab

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari penyebab dari fibromyalgia, di


antaranya adalah :

1. Genetik. Penyakit ini cenderung turun temurun dalam keluarga, diduga hal ini
terjadi akibat dari mutasi genetik tertentu yang dapat membuat seseorang lebih
rentan untuk mengalami fibromyalgia.
2. Infeksi. Beberapa penyakit dapat memicu atau memperberat kondisi ini.
3. Cedera fisik
4. Fibromyalgia kadang-kadang dapat dipicu oleh cedera fisik, seperti kecelakaan
mobil.
5. Stres dapat menciptakan efek jangka panjang yang dihadapi tubuh selama
berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Stres telah dikaitkan dengan gangguan
hormonal yang dapat berkontribusi pada penyakit ini.

Faktor Risiko

Faktor risiko untuk fibromyalgia meliputi :

1. Jenis Kelamin. Penyakit ini didiagnosis lebih sering pada wanita dibandingkan
pada pria.
2. Riwayat keluarga. Seseorang mungkin lebih mungkin terserang jika ada
keluarganya yang memiliki kondisi tersebut.
3. Gangguan medis lainnya. Jika seseorang menderita osteoarthritis, rheumatoid
arthritis atau lupus, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita
fibromyalgia.

Gejala

Fibromyalgia adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala berikut :

 Nyeri yang terus-menerus (≥3 bulan) dan bersifat meluas (nyeri / nyeri tekan di
kedua sisi tubuh, di atas dan di bawah pinggang, termasuk tulang belakang
aksial (biasanya otot paraspinus, scapular, dan trapezius).
 Kaku
 Lelah. Penderita fibromyalgia umumnya merasa lelah ketika bangun tidur
meskipun jam tidurnya cukup. Waktu tidur sering terganggu akibat dari rasa
nyeri dan banyak penderita fibromyalgia yang mengalami gangguan tidur seperti
kaki yang terasa gelisah dan tiba-tiba sulit bernafas saat tidur.
 Kesulitan kognitif. Gejala ini dikenal dengan “fibro fog” yang berarti gangguan
pada kemampuan untuk fokus, memperhatikan dan berkonsentrasi pada tugas-
tugas tertentu.

Beberapa gejala lain yang tidak dapat dijelaskan, cemas dan/ atau depresi, serta
gangguan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Diagnosis

Pedoman yang diperbarui merekomendasikan bahwa diagnosis dapat ditegakkan


dari gejala yang dirasakan. Bila seseorang mengalami nyeri yang meluas dan terus
menerus selama tiga bulan atau lebih lama dan nyeri yang muncul tidak memiliki
penyebab lain yang dapat diidentifikasi.

Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendeteksi fibromyalgia. Sebaliknya, tes
darah dapat digunakan untuk membantu menyingkirkan penyebab lain yang
mungkin menjadi penyebab timbulnya penyakit ini. Tes darah yang dilakukan
adalah :

 Darah lengkap
 Laju sedimentasi eritrosit
 Tes peptida citrullinated
 Faktor rheumatoid
 Tes fungsi tiroid.

Penanganan

Penanganan pada fibromyalgia bertujuan untuk meminimalkan gejala dan


meningkatkan kualitas hidup. Penanganan yang dilakukan berupa pemberian obat-
obatan serta terapi. Berikut penjelasan lengkapnya :
1. Obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan berupa penghilang rasa sakit dan memperbaiki


kualitas tidur.

 Obat penghilang rasa sakit

Obat penghilang nyeri yang dijual bebas seperti acetaminophen, ibuprofen atau
natrium naproxen dapat membantu. Beberapa dokter akan menyarankan pereda
nyeri dengan resep seperti tramadol. Pemberian obat golongan narkotika tidak
disarankan karena dapat menyebabkan ketergantungan dan bahkan dapat
memperburuk rasa sakit dari waktu ke waktu.

 Antidepresan

Duloxetine dan milnacipran dapat membantu meringankan rasa sakit dan


kelelahan yang terkait dengan fibromyalgia. Dokter mungkin meresepkan
amitriptyline atau cyclobenzaprine relaksan otot untuk membantu tidur.

 Obat anti kejang

Obat-obatan yang dirancang untuk mengobati epilepsi sering berguna dalam


mengurangi jenis rasa sakit tertentu. Gabapentin kadang membantu mengurangi
gejala fibromyalgia sedangkan pregabalin adalah obat pertama yang disetujui oleh
Food and Drug Administration untuk mengobati penyakit ini.

2. Terapi lain

Perubahan gaya hidup dan terapi lain untuk fibromyalgia dapat mengurangi rasa
sakit sekaligus membuat keadaan terasa lebih baik secara keseluruhan. Hal yang
dapat dilakukan adalah :

 Olahraga rutin
 Akupunktur
 Meditasi
 Yoga
 Cukup tidur di malam hari
 Terapi pijat
 Diet yang sehat dan seimbang.

Komplikasi

Rasa nyeri dan kurang tidur yang terkait dengan penyakit ini dapat mengganggu
kemampuan penderita untuk berfungsi di rumah atau di tempat kerja. Rasa
frustrasi juga dapat menyebabkan depresi dan kecemasan yang berhubungan
dengan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai