NIM : 6411418128
Kelas : 3C
A. PENYAKIT REMATIK
1. Definisi
Rematik adalah penyakit yang menimbulkan rasa sakit akibat otot atau persendian yang
mengalami peradangan dan pembengkakan. Rematik terdiri atas berbagai jenis dan bisa
menjangkiti persendian mana pun pada tubuh.
b. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan sebagian besar bentuk arthritis dan penyebab utama
disabilitas pada lansia. OA merupakan penyebab beban utama untuk pasien, pemberi
pelayanan kesehatan, dan masyarakat. WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang
lansia akan menderita OA, dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak
sendi. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun. Bisa terjadi pada pria
dan wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia yang lebih muda. Prevalensi
Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40 tahun, 30% pada
usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun.7 Berdasarkan studi yang dilakukan
di pedesaan Jawa Tengah menemukan prevalensi untuk OA mencapai 52% pada pria
dan wanita antara usia 40-60 tahun dimana 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
c. Faktor Risiko
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu faktor predisposisi
dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan
seseorang untuk terserang OA. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung
kepada faktor mekanis/ gerak tubuh yang memberikan beban atau tekanan pada
sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya OA.
Faktor Predisposisi
1. Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di
sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi kalsifikasi tulang rawa dan
menurunkan fungsi kondrosit yang semuanya mendukung terjadinya OA
2. Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi
perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan
tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 50- 80 tahun.
Hal trsebut diperkirakan karena pada masa usia 50-80 tahun wanita
mengalami pengurangan hormone estrogen yang signifikan.
3. Ras/Etnis
Prevalensi OA lutut pada pasien di Negara Eropa dan Amerika tidak
berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika-
Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia.
4. Faktor genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan.
5. Faktor Gaya hidup
Kebiasaan merokok
Banyaknya penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif
antara merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan
terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusak sel tulang
rawan sendi. Hubungan anatara merokok dengan hilangnya tulang rawan
pada OA dapat dijelaskan sebgai berikut:
Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang
rawan sendi.
Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi
hilangnya tulang rawan.
Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam
darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan. Perokok aktif mempunyai
pengertian orang yang melakukan langsung aktivitas merokok dalam
arti mengisap batang rokok yang telah di bakar. Sedang perokok pasif
adalah seorang yang tidak melakukan aktivitas merokok secara
langsung, akan tetapi ia ikut menghirup asap yang dikeluarkan oleh
perokok aktif.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
Derajat berat merokok dalam Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun:
Ringan : 20 batang perhari
Sedang : 10-20 batang per hari
Berat : > 20 batang perhari
6. Penyakit lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemia, dengan catatan pasien tidk mengalami obesitas
7. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat di modifikasi. Selama
berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi. Peningkatan berat
badan akan melipat gandakan beban sendi saat berjalan terutama sendi
lutut. Obesitas dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Obesitas berat adalah indeks masa tubuh (IMT) > 27 kg/m2
2. Obesitas ringan adalah IMT 25-27 kg/m2
3. Tidak obesitas adalah IMT ≤ 25 kg/m2
8. Osteoporosis
Osteoporosi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan
osteoartritis. Salah satu faktor resiko osteopororsis adalah minum-minum
alkohol. Sehingga semakin banyak orang mengkonsumsi alkohol sehingga
akan mudah menjadi osteoporosis dan osteoporosis akan menyebabkan
osteoartritis.
Faktor Biomekanis
1. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut yang aut termasuk robekan pada ligament krusiatum dan
meniscus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham
menemukan bahwa ornga dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5-6 kali
lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada
kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang
lama dan pengangguran.
2. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutu anatara lain kelainan local pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, legg-calve Perthes disease dan dysplasia
asetubulum. Kelemahan otot quadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut
termasuk kelainan local yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.
3. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat terutama yang banyak
menggunakan kekuatan bertumpu pada lutut dan pinggang. Prevalensi lebih
tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan
penambang dibandingkan pekerja yang tidak menggunakan kekuatan lutut
seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan anatara pekerjaan
yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama ( 2 jam atau lebih setiap hari), berjalan
jauh ( 2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10kg-20 kg)
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setia hari
merupakan faktor risiko OA lutut.
5. Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari
marathon dan kung fu memiliki risiko meningkatkan untuk menderita OA
lutut. Kelemahan otot quadrisep primer merupakan faktor risiko bagi 8
terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi
shock yang menyerap materi otot. Tetapi, disisi lain seseorang yang memliki
aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA. Ketika seseorang
tidak mengalami gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat
aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan
menyebabkan proses degeneratif berlebihan.
d. Tanda Gejala
Osteoartritis terjadi ketika kartilago (tulang rawan) yang merupakan bantalan di
ujung tulang secara bertahap mengalami penurunan kualitas. Kartilago merupakan
jaringan yang lunak dan licin yang melunakkan gerakan sendi. Pada osteoarthritis,
permukaan yang licin dari kartilago menjadi kasar. Akhirnya ketika tulang rawan
menjadi kasar dan terkikis, maka tulang dengan tulang selanjutnya akan saling
bergesekkan. Gejala osteoarthritis umumnya berkembang secara perlahan-lahan dan
semakin parah seiring waktu. Tingkat keparahan gejala dan lokasi yang diserang
bisa berbeda-beda pada tiap penderita. Tanda dan gejala osteoartritis meliputi:
Persendiaan terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya
terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan
menimbulkan rasa sakit setiap melakuka gerakan tertentu, terutama pada waktu
menopang berat badan, namun bisa membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa
pasien, nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk dikursi
atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Kaku sendi pada OA tidak lebih dari
15-30 menit dan timbul istirahat beberapa saat misalnya setelah bangun tidur.
Adanya pembengkakan/peradangan pada persendiaan. Pembengkakan bisa pada
salah satu tulang sendi atau lebih. Hal ini disebabkan karena reaksi radang yang
menyebabkan pengumpulan cairan dalam ruang sendi, biasanya teraba panas
tanpa ada kemerahan.
Nyeri sendi terus-menerus atau hilang timbul, terutama apabila bergerak atau
menanggung beban.
Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.
Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendiaan
Kesulitan menggunakan persendiaan
Bunyi pada setiap persendiaan (krepitus). Gejala ini tidak menimbulkan rasa
nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendiaan (umumnya tulang lutut)
Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin 9
rusak, tulang mulai berubah bentuk dan meradang, menimbulakan rasa sakit
yang amat sangat
e. Diagnosis
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan dokter untuk mendiagnosis
osteoarthritis adalah tes fisik, tes pencitraan, dan tes laboratorium. Beberapa tes fisik
yang biasa dilakukan berguna untuk mengukur beberapa hal, yakni:
Pergerakan sendi yang menimbulkan suara seperti retak
Pembengkakan sendi (tulang sekitar sendi terasa lebih besar dari normal)
Pergerakan sendi terbatas
Nyeri saat sendi ditekan
Nyeri saat bergerak seperti biasa
Sedangkan tes pencitraan meliputi pemeriksaan:
1. Sinar-X
Sinar-X atau foto rontgen mampu mendeteksi tulang rawan yang hilang, dengan
menunjukkan adanya penyempitan ruang antara tulang-tulang di sendi. Selain
itu, foto rontgen juga bisa menunjukkan kemunculan taji tulang di sekitar
persendian.
2. MRI
Magnetic resonance imaging atau MRI bekerja dengan menggunakan
gelombang radio dan teknologi magnet kuat. Pemeriksaan ini dapat
menampilkan gambar detail dari tulang dan jaringan lunak, termasuk tulang
rawan. MRI biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosis osteoarthritis secara
langsung. Namun, setidaknya dapat membantu memberikan lebih banyak
informasi jika ada kondisi lain yang lebih kompleks.
Untuk tes laboratorium, bisa dilakukan dengan:
1. Tes darah
Sebenarnya tidak ada tes darah yang cukup spesifik untuk mendeteksi
osteoartritis. Akan tetapi, tapi tes-tes tertentu dapat membantu menyingkirkan
penyebab lain dari nyeri sendi, seperti rheumatoid arthritis.
Kolkisin oral merupakan salah satu obat pilihan utama ketika terjadi serangan
gout artritis akut, akan tetapi pemberian obat ini tidak dianjurkan pada penderita
yang onset serangannya telah lebih dari 36 jam. Pemberian kolkisin Nama obat Rute
pemberian Dosis Aspirin Indometasin Piroksikam Ibuprofen Asam mefenamat
Meloksikam Natrium diklofenak Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral 4-6 gram/hari
2-4kali 25 mg/hari 10-20 mg/hari 1200-2400 mg/hari 750-1500 mg/hari 7,5-15
mg/hari 100-150 mg/hari 150 dimulai dengan loading dosis sebesar 1,2 mg dan
diikuti dengan 0,6 mg satu jam kemudian sebagai profilaksis diberikan 12 jam
kemudian dan dilanjutkan sampai serangan artritis gout akut berhenti dan dosis
maksimal kolkisin 2 mg per hari.
Pemilihan kortikosteroid sebagai terapi inisial serangan gout artritis akut
direkomendasikan untuk mempertimbangkan jumlah sendi yang terserang. Satu atau
dua sendi kecil yang terserang sebaiknya menggunakan kortikosteroid oral, namun
jika sendi yang terserang adalah sendi besar, disarankan pemberian kortikosteroid
intraartikular. Kortikosteroid oral dapat diberikan seperti prednison 0,5 mg/kg/hari
dengan lama pemberian 5 sampai 10 hari atau2 sampai 5 hari dengan dosis penuh
kemudian ditappering off selama 7 sampai 10 hari . Didapatkannya peran NLRP3
inflamasom yang mana menghasilkan IL-1â diasumsikan sitokin ini dapat menjadi
target terapi untuk keadaan inflamasi artritis gout. IL-1 inhibitor, rilonacept juga
menunjukkan keefektifan dalam menekan artritis gout akut dan kadar C reactive
protein.
Indikasi terapi hiperurisemia adalah tofus, gambaran radiografik adanya erosi
akibat gout, nefrolitiasis karena asam urat, nefropati urat, profilaksis untuk
kemoterapi yang menginduksi artritis gout, dan penderita kambuhan yang
mengganggu kualitas hidup. Target terapi pada artritis gout adalah untuk
mengurangi keluhan dan gejala dimana kadar asam urat yang dituju adalah
sekurangkurangnya.
g. Komplikasi
Menurut Rotschild, komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative
arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin,
protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada
proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago,
dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk
mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase
yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat
mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi
anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya
batu ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin
memilki pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut.
Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada
penderita dengan uric acid nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena
peningkatan kandungan asam urat dalam urin), rendahnya pH (yang mana
menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin (menyebabkan
peningkatan konsentrasi asam urat pada urin).
h. Pencegahan
Minum banyak cairan.
Jaga tubuh agar tetap terhidrasi dengan baik, dengan minum banyak air. Batasi
berapa banyak minuman manis yang diminum, terutama yang dimaniskan
dengan sirup jagung fruktosa tinggi.
Batasi atau hindari alkohol.
Diskusikan dengan dokter tentang apakah jumlah atau jenis alkohol apa pun
yang aman untuk diminum. Berdasarkan penelitian, risiko gejala asam urat bisa
meningkat karena konsumsi bir yang berlebihan, terutama pada pria.
Dapatkan protein dari produk susu rendah lemak.
Produk susu rendah lemak sebenarnya memiliki efek perlindungan terhadap
asam urat adalah sumber protein terbaik.
Batasi asupan daging, ikan, dan unggas.
Sejumlah kecil mungkin dapat ditolerir, tetapi perhatikan jenis apa saja dan
seberapa banyak yang dampaknya menimbulkan masalah kesehatan.
Pertahankan berat badan yang diinginkan.
Pilih porsi yang memungkinkan untuk mempertahankan berat badan yang sehat.
Menurunkan berat badan dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.
Namun, hindari penurunan berat badan cepat atau cepat karena hal itu dapat
meningkatkan kadar asam urat untuk sementara.
B. OSTEOPOROSIS
1. Definisi
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme dimana tubuh
tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang diperlukan untuk proses pematangan
tulang. Pada osteoporosis terjadi pengurangan masa/jaringan tulang per unit volume tulang
dibandingkan dengan keadaan normal. Dengan bahasa awam dikatakan tulang menjadi lebih
ringan dan lebih rapuh dari biasanya, meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk
pembentukan tulang didalam darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini
terjadi di seluruh tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.
Osteoporosis adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi rapuh sehingga berisiko
lebih tinggi untuk terjadinya fraktur (pecah atau retak) dibandingkan tulang yang normal.
Osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan tulang baru dan resorpsi
tulang tua. Osteoporosis biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala khusus sampai
akhirnya terjadi fraktur. Karena inilah osteoporosis sering disebut sebagai 'silent disease '.
Terdapat beberapa jenis Osteoporosis antara lain :
a. Osteoporosis Primer
Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis menderita
osteoporosis primer. Padawanita dengan fraktur kompresi karena osteoporosis primer
didapat masatulang kortikaldan trabekular yang kurang. Jumlah trabekula yang kurang
dan pertanda biokimiawi serta histologik merupakan bukti terjadinya resorpsi tulang
yang meningkat dibandingkan kontrol pada umur yang sama. Hormonestron dan
androstendion berkurang secara bermakna pada wanita dengan osteoporosis, dan hal ini
merupakan sebagian sebab didapatkannya resorpsi tulang yang bertambah banyak dan
pengurangan masa tulang. Absorbsi kalsium pada wanita dengan kondisi ini menjadi
lebih rendah. Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi:
Osteoporosis tipe 1
Disebut juga postemenoposal osteoporosis. Osteoporosis tipe ini bisa terjadi pada
dewasa muda dan usia tua, baik laki-laki maupun perempuan. Pada perempuan usia
antara 51-75 tahun beresiko 6 kali lebih banyak daripada laki-laki dengan kelompok
umur yang sama. Tipe osteoporosis ini berkaitan dengan perubahan hormon setelah
menopause dan banyak dikaitkan dengan patah tulang pada ujung tulang pengumpil
lengan bawah. Pada osteoporosis jenis ini terjadi penipisan bagian keras tulang yang
paling luar (kortek) dan perluasan rongga tulang.
Osteoporosis tipe 2
Disebut juga senile osteoporosis (involutionalosteoporosis). Tipe 2 ini banyak
ditemui pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih banyak pada wanita dibanding
laki-laki pada umur yang sama. Kelainan pertulangan terjadi pada bagian kortek
maupun dibagian trabikula. Tipe ini sering dikaitkan dengan patah tulang kering
dekat sendi lutut, tulang lengan atas dekat sendi bahu, dan patah tulang paha dekat
sendi panggul. Osteoporosis jenis ini, terjadi karena gangguan pemanfaatan vitamin
D oleh tubuh, misalnya karena keadaan kebal terhadap vitamin D (vitDresisten) atau
kekurangan dalam pembentukan vitamin D (vit D synthesa) dan bisa juga
disebabkan karena kurangnya sel-sel perangsang pembentukan vitamin D
(vitDreseptor).
b. Osteoporosis Sekunder 2
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5% dari seluruh
osteoporosis. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan 40-55% pria,
dengan gejalanya berupa fraktur pada vertebra dua atau lebih. Diantara kelainan ini yang
paling sering terjadi adalah pada pengobatan dengan steroid, mieloma, metastasis ke
tulang, operasi pada lambung, terapi antikonvulsan, dan hipogonadisme pada pria.
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor di luar tulang diantaranya: Karena
gangguan hormon seperti hormon gondok, tiroid, dan paratiroid, insulin pada penderita
diabetes melitus dan glucocorticoid, Karena zat kimiadan obat-obatan seperti nikotin,
rokok, obat tidur, kortikosteroid, alkohol. Penyebab lain seperti istirahat total dalam
waktu lama, penyakit gagal ginjal, penyakit hati, gangguan penyerapan usus, penyakit
kanker dan keganasan lain, sarcoidosis, penyakit sumbatan saluran paru yang menahun,
berkurangnya daya tarik bumi dalam waktu lama seeperti pada awak pesawat ruang
angkasa yang berada di luar angkasa sampai berbulan bulan.
2. Epidemiologi
Di Indonesia jumlah wanita lansia penderita osteoporosis mengalami trend yang
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan bencana sosial luar biasa pada masyarakat,
karena peningkatan biaya pengobatan atau perawatan serta dapat menurunkan kualitas hidup.
Saat ini saja 22-55 persen wanita lansia Indonesia menderita osteoporosis. Jika diubah dalam
angka, maka ada sekitar 8,5 juta lansia yang mencapai total 17 juta dari 222 juta penduduk
Indonesia menderita osteoporosis. Seiring meningkatnya jumlah penduduk menjadi 261 juta
pada tahun 2020 maka jumlah penderita diperkirakan akan meningkat menjadi 5-11juta. Dan
dengan penduduk 273 juta pada2050 maka jumlah penderita menjadi 5,2-11,5juta.
3. Faktor Risiko
Resiko paling tidak menguntungkan penderita osteoporosis adalah terjadinya fraktur
tulang yang apabila tidak ditangani dengan tuntas sampai dengan rehabilitasi
medik,makapasien akanmengalami disabilitas, gangguan fungsi aktivitas dari tingkat
sederhana sampai berat dan mengalami keterbatasan dalam bersosialisasi yang ujungnya
dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Faktor resiko osteoporosis dapat dibedakan
menjadi faktor resiko yang sifatnya tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Untuk yang
tidak dapat diubah diantaranya:
a. Gender
Pada umumnya perempuan mempunyai tulang yang lebih ringan dan lebih kecil
dibandingkan laki-laki
b. Usia lanjut
c. Riwayat osteoporosis dalam keluarga
Umumnya tipe perawakan tubuh dalam anggota keluarga saling mirip satu dengan
lainnya.
d. Ras
Perempuan Asia dan Kaukasia lebih mudah terkena osteoporosis dibandingkan
perempuan Afrika.
e. Bentuk badan
Semakin kecil dan kurus tubuh seseorang, semakin beresiko mengalami osteoporosis.
Beberapa penyakit seperti anoreksia, diabetes, diare kronis,penyakit ginjal dan hati.
Sedangkan untuk faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah diantaranya adalah:
a. Berhenti merokok
b. Kurangi konsumsi alkohol,
c. Segera atasi kekurangan asupan kalsium
d. Lakukan program latihan fisik, menambah berat badan bagi yang kekurangan berat
badan (kurus)
e. Hindari penggunaan obat-obatan steroid, fenobarbital, fenitoin
4. Tanda Gejala
Umumya, kepadatan tulang setiap orang mencapai puncaknya ketika berada di sekitar
usia 20-an. Saat mulai memasuki usia sekitar 35 tahun, komposisi dan kekuatan tulang mulai
melemah. Hal tersebut kemudian terus berlanjut seiring bertambahnya usia, yang membuat
komposisi tulang mulai menipis secara perlahan. Di usia ini, tulang tidak lagi membentuk
komposisi dan jaringan untuk menghasilkan struktur baru. Jika kondisi tersebut berlangsung
terus-menerus, tulang akan semakin keropos yang akhirnya mengakibatkan osteoporosis.
Pada tahap awal, penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu. Dalam
beberapa kasus, orang yang kondisi tulangnya sudah keropos bahkan tidak mengetahui secara
pasti kondisi mereka, sampai sudah benar-benar mengalami patah tulang. Gejala utama dari
osteoporosis yang bisa terasa adalah tulang mudah patah karena insiden kecil, seperti terjatuh,
terpeleset, dan lain sebagainya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dapat muncul
beberapa gejala osteoporosis yang meliputi:
Nyeri tulang punggung bawah
Nyeri leher
Postur tubuh bungkuk
Penurunan tinggi badan secara bertahap
Mudah sekali mengalami patah tulang
5. Diagnosis
Penyakit osteoporosis kerap baru terdiagnosis setelah terjadi keretakan tulang.
Pemeriksaan dengan rontgen atau sinar-X berguna untuk mengidentifikasi keretakan tulang,
tapi bukanlah metode yang tepat untuk mengukur kepadatan tulang. Jika Anda berisiko tinggi
terkena osteoporosis, Anda disarankan untuk memeriksa kepadatan tulang dengan
pemindaian DEXA (absorpsiometri sinar X dengan energi ganda).
Pemindaian DEXA: Mengukur Kepadatan Tulang
DEXA mengukur kepadatan mineral tulang (bone mineral density/BMD). Hasil DEXA
Anda akan dibandingkan dengan hasil kepadatan tulang orang yang umumnya sehat,
sesuai dengan usia dan jenis kelamin yang sama dengan Anda. Prosedur ini berdurasi
sekitar 15 menit dan tidak menimbulkan rasa sakit. Hasil pemindaian DEXA dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
Di atas Standar Deviasi (SD) (-1) berarti normal
Antara SD (-1) dan (-2,5) diklasifikasikan sebagai osteopenia. Osteopenia adalah
kondisi saat kepadatan tulang lebih rendah dari rata-rata, tapi belum serendah tulang
osteoporosis
Di bawah SD (-2,5) dikategorikan sebagai osteoporosis.
Pemindaian DEXA dapat mendiagnosis osteoporosis, tapi hasil BMD bukanlah satu-
satunya faktor yang menentukan risiko keretakan tulang Anda. Dokter juga akan
memperhitungkan usia, jenis kelamin, dan berbagai cedera yang Anda alami
sebelumnya untuk menentukan apakah Anda membutuhkan perawatan untuk
osteoporosis.
International Osteoporosis Foundation (IOF) mendeteksi bahwa akses terhadap fasilitas
pindai DEXA scan menjadi persoalan utama di Indonesia. Setengah dari jumlah total
mesin DEXA yang ada hanya berada di Jakarta. Harga pemeriksaan tes DEXA yang
berkisar Rp 700.000 juga relatif sulit terjangkau oleh kebanyakan orang Indonesia. Hal
ini juga membuat angka pasti jumlah penderita osteoporosis di Indonesia sulit diketahui.
Pemeriksaan yang lebih umum dilakukan adalah dengan ultrasound, tapi standarisasinya
masih dipertanyakan.
FRAX: Memprediksi Keretakan Tulang
FRAX adalah program yang dapat memprediksi risiko keretakan tulang. Alat kalkulasi
ini diperuntukkan bagi pasien berusia antara 40-90 tahun. FRAX dapat menghitung
risiko keretakan tulang Anda untuk 10 tahun ke depan. World Health Organization
(WHO) telah mengembangkan alat tersebut berdasarkan kriteria tiap negara termasuk
Indonesia.
6. Pengobatan
Penanganan osteoporosis mengutamakan langkah-langkah untuk menghindari penderita jatuh
maupun mengalami keretakan. Berikut ini adalah langkah-langkah awal yang disarankan bagi
penderita osteoporosis, serta orang-orang lanjut usia, atau berisiko terhadap kondisi berikut
ini.
Jaga tubuh Anda tetap bugar dan sehat dengan olahraga dan mengatur pola makan.
Tubuh yang aktif dapat membantu Anda tetap bebas bergerak dan mengurangi risiko
terjatuh serta mengalami keretakan tulang.
Berkonsultasilah dengan dokter jika Anda mulai sulit berjalan atau sulit berdiri dengan
tegap. Dokter akan mendiskusikan tindakan pencegahan agar Anda tidak cedera saat
beraktivitas. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan meminimalkan penyebab
cedera seperti kualitas penglihatan, penggunaan obat-obatan, serta kekuatan otot dan
keseimbangan.
Mengalami keretakan tulang karena jatuh adalah risiko yang akan terjadi ketika Anda
menua. Meski demikian, kondisi ini bukan tidak bisa dihindari. Ada hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko retak tulang yang dapat terjadi akibat
jatuh.
Mengenal Pengobatan untuk Osteoporosis
Jika tulang Anda mengalami keretakan atau Anda seorang penderita osteoporosis, Anda
memerlukan penanganan yang dapat mengurangi risiko terjadinya keretakan yang lebih parah
di masa mendatang. Pilihan penanganan osteoporosis yang akan diberikan ditentukan
berdasarkan usia, kepadatan tulang, dan faktor risiko keretakan. Anda mungkin tidak
memerlukan atau menginginkan obat-obatan untuk mengobati osteoporosis, tapi Anda tetap
perlu menjaga tercukupinya kadar kalsium dan vitamin D. Dokter mungkin akan
menyarankan perubahan pola makan dan konsumsi suplemen untuk memenuhi kebutuhan ini.
Pilihan Penanganan Osteoporosis
Pengobatan yang dijalani pasien osteoporosis secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu
pengobatan yang bersifat nonhormon dan hormon.
Obat-obatan yang Bersifat Nonhormon
Pengobatan nonhormon meliputi pemberian kalsium dan suplemen vitamin D,
bisphosphomate, dan strontium ranelate.
Kalsium dan suplemen vitamin D
Kalsium dan suplemen vitamin D bermanfaat mengurangi risiko patah tulang
pangkal paha. Usahakan mengonsumsi kalsium sebagai berikut:
600 IU atau 15 mikrogram untuk orang dewasa di atas 20 tahun.
800 IU atau 20 mikrogram untuk manula di atas 70 tahun.
Jika Anda tidak mendapat cukup kalsium dalam pola makan Anda, tanyakan tentang
kemungkinan konsumsi suplemen kalsium. Untuk mencegah keretakan tulang atau
pengobatan osteoporosis, Anda memerlukan dosis kalsium sebanyak 1,2 gram per
hari dan vitamin D sebanyak 20 mikrogram. Dosis ini hanya bisa didapatkan
terutama dari obat-obatan yang diformulasikan dalam resep dokter.
Bisphosphonate
Obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan ini biasa
diberikan dalam bentuk tablet atau suntikan. Bisphosphonate bekerja dengan
memperlambat laju sel-sel yang meluruhkan tulang (osteoclast). Ada beberapa
bisphosphonate berbeda seperti alendronate, etidronate, ibandronate, risedronate,
dan asam zolendronic. Selalu ikuti petunjuk penggunaan obat yang diberikan dokter
mengenai dosis dan cara konsumsi yang benar. Iritasi pada kerongkongan, kesulitan
menelan, dan sakit perut bisa menjadi efek samping yang timbul dari mengonsumsi
bisphosphonate meski belum tentu terjadi pada setiap orang. Efek samping lain yang
sangat jarang terjadi adalah nekrosis pada rahang.
Strontium ranelate
Strontium ranelate dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang dilarutkan dalam air. Obat
ini bisa menjadi alternatif jika penggunaan bisphosphonate dirasa tidak cocok.
Strontium ranelate memicu sel-sel yang membentuk jaringan tulang yang baru
(osteoblasts) dan menekan kinerja sel-sel peluruh tulang. Efek samping yang
mungkin timbul pada konsumsi strontium ranelate adalah mual dan diare.
Obat-obatan yang Bersifat Hormon
Pengobatan hormon meliputi pemberian SERMs, terapi penggantian hormon, testosteron,
hormon paratiroid, dan kalsitonin.
Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs adalah obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko retak,
terutama pada tulang punggung. Satu-satunya bentuk SERMs yang tersedia untuk
pengobatan osteoporosis adalah raloxifene, garam hidroklorida. Raloxifene
dikonsumsi tiap hari dalam bentuk tablet. Efek samping penggunaan raloxifene
adalah:
rasa panas/berkeringat di malam hari
kram kaki
meningkatkan risiko terjadinya gumpalan darah
Terapi penggantian hormon
Terapi berupa hormon estrogen ini ditujukan bagi wanita pada
masa menopause untuk menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan
selama pengobatan. Meski begitu terapi ini tidak secara spesifik direkomendasikan
untuk pengobatan osteoporosis. Bahkan saat ini hampir tidak lagi digunakan karena
berisiko memicu timbulnya beberapa penyakit lain seperti kanker payudara, kanker
endometrium, kanker ovarium dan stroke. Sebaiknya diskusikan lebih lanjut
mengenai pengaruh dari terapi ini bersama dokter Anda.
Pengobatan testosterone
Pengobatan testosteron khususnya diterapkan kepada para pria pengidap
Hipogonadisme atau ketidakmampuan memroduksi hormon seks dengan normal.
Hormon paratiroid (PTH) (Teriparetida)
Sementara obat-obatan lain lebih memperlambat tingkat penipisan tulang, PTH
dapat meningkatkan kepadatan tulang. Namun pengobatan ini hanya digunakan
untuk sebagian orang yang kepadatan tulangnya sangat rendah dan jika pengobatan
lain tidak membawa manfaat. Hormon paratiroid diberikan dalam bentuk suntikan.
Efek samping yang biasa terjadi adalah mual dan muntah.
Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang diproduksi secara alami oleh kelenjar tiroid. Hormon
ini memperkuat kepadatan tulang dengan menghambat sel-sel yang meluruhkan
tulang. Kalsitonin atau salcatonin dikonsumsi tiap hari dalam bentuk semprotan
yang dihirup atau suntikan. Efek samping yang umum dari pengobatan ini adalah
mual, muntah, dan diare.
7. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi pada osteoporosis :
a. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi medis dimana terjadi kerusakan atau
terputusnya kontinuitas jaringan baik tulang maupun tulang rawan yang biasanya disertai
oleh cedera di jaringan sekitarnya. Pada orang dengan penyakit osteoporosis, orang
tersebut akan lebih mudah mengalami fraktur patologik disebabkan oleh telah menurunnya
densitas massa tulang dan rapuhnya mikroarsitektur tulang.
Fraktur osteoporotik akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Insidens
fraktur pergelangan tangan meningkat pada secara bermakna setelah usia 50-an, fraktur
vertebra setelah usia 60-an, dan fraktur panggul setelah usia 70-an. Pada perempuan,
risiko fraktur 2 kali lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama dan lokasi
fraktur tertentu. Karena angka harapan hidup perempuan lebih besar dari laki-laki, maka
prevalensi fraktur osteoporotik pada perempuan akan menjadi jauh lebih tinggi dari laki-
laki.
Densitas massa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur
osteoporotik. Setiap penurunan densitas massa tulang sebesar 1 standar deviasi
berhubungan dengan peningkatan risiko fraktur sebesar 1,5-3,0. Namun pengukuran
densitas tulang juga harus memperhatikan usia dari pasiennya karena tidak ada
manfaatnya jika kita tidak memperhatikan pula hal tersebut. Seorang wanita yang berumur
80 tahun dengan T-score -1 akan memiliki risiko fraktur yang lebih tinggi dari seorang
wanita berusia 50 tahun dengan T-score yang sama.
Fraktur Kompresi Vertebra
Fraktur yang terjadi karena kompresi (ketika dua tulang menumbuk dengan tulang
ketiga yang berada diantara kedua tulang tersebut). Contoh : Tulang vertebrata dengan
tulang vertebrata lainnya
Fraktur ekstrakapsuler
Fraktur Intertrochanter Femur
Merupakan fraktur antara trochanter mayor dan trochanter minor femur. Fraktur
ini termasuk fraktur ekstrakapsuler. Banyak terjadi pada orangtua terutama pada
wanita di atas usia 60 tahun. Biasanya terjadi trauma yang ringan, daerah paha
terbentur lantai. Hal ini dapat terjadi karena pada wanita tua, tulang sudah
mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang dewasa dapat terjadi fraktur
ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi (tabrakan motor). Penderita
biasanya datang dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh disertai rasa
nyeri hebat. Penderita terlentang di tempat tidur dengan tungkai bawah eksorotasi
dan terdapat pemendekan sampai tiga sentimeter disertai nyeri pada setiap
pergerakan. Pada bagian luar pangkal paha terlihat kebiruan akibat hematoma
subkutan. Pada foto Rontgen terlihat patah daerah trochanter dengan leher femur
dalam posisi varus yang bisa mencapai 90o.
b. Kifosis
Kifosis adalah salah satu bentuk kelainan tulang punggung, di mana punggung yang
seharusnya berbentuk kurva dan simetris antara kiri dan kanan ternyata melengkung ke
depan melebihi batas normal. Kelainan ini di masyarakat awam sering disebut sebagai
“Bungkuk”. Kifosis dapat disebabkan oleh beberapa sebab berupa hasil dari penyakit
degeneratif (seperti radang sendi ), masalah perkembangan, osteoporosis dengan fraktur
kompresi dari vertebra , dan/atau trauma. Selain itu kifosis juga dapat dipengaruhi oleh
kelainan otot, cacat lahir bawaan, kekurangan vitamin D dan kalsium, serta diperparah
dengan posisi duduk yang salah.
Kifosis ringan mungkin belum disadari karena nyaris tak menimbulkan keluhan
kecuali rasa lelah, punggung nyeri, serta kaku yang awalnya dianggap wajar akibat
kegiatan harian. Sakit leher dan punggung adalah gejala yang paling sering terjadi. Pada
Kifosis yang berat akan terjadi sesak napas karena paru-paru tidak dapat mengembang
sempurna. Pada kasus yang sangat parah bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali
justru orang lain yang sudah lama tidak bertemu yang menyadari adanya kifosis
(kebungkukan) ini.
c. Loss Of Height
Reduksi pada tinggi badan orang-orang usia yang sudah lanjut merupakan hal yang
biasa terjadi. Hal ini disebabkan oleh degenerasi dari diskus intervertebralis dari spinal,
degenerasi osteoarthritis tulang kartilago pada paha, dan deformasi dari vertebrae spinal.
Sebuah studi di Ohio State University Medical Center menunjukkan bahwa
kehilangan 2 inchi atau lebih tinggi badan pada orang dewasa dapat menjadi sebuah
penanda yang kuat terjadinya osteoporosis di panggul. Hasil dari studi tersebut
menunjukkan bahwa kehilangan tinggi badan sebanyak 2-3 inchi meningkatkan risiko atau
kemungkinan lebih dari 4 kali lipat para wanita memiliki osteoporosis di panggul
(diverifikasi dengan bone density testing).
8. Pencegahan
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa gejala dan tidak
terdeteksi, sampai timbul gejala nyeri karena mikrofraktur atau karena patah tulang anggota
gerak. Karena tingginya morbiditas yang terkait dengan patah tulang, maka upaya
pencegahan merupakan prioritas. Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam 3 kategori
yaitu primer, sekunder dan tersier (sesudah terjadi fraktur)
a. PencegahanPrimer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah dan
mudah.Yang termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
Kaksium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari ataupun dari tambahan
kalsium, pada umumnya aman kecuali pada pasien dengan hiperkalsemia atau
nefrolitiasis. Jenis makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau
dan jeruk sitrun. Sedangkan diet tinggi protein hewani dapat menyebabkan kehilangan
kalsium bersama urin. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa perempuan yang
melakukan diet vegetarian lebih dari 20 tahun mengalami kehilangan mineral tulang
lebih rendah yaitu sebesar 18% dibandingkan perempuan non vegetarian sebesar 35%.
Latihan Fisik (Exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota tubuh/ gerak dan
penekanan pada aksis tulang sepertijalan, joging, aerobik atau jalan naik turun bukit.
Olahraga renang tidak memberikan manfaat yang cukup berarti. Sedangkan jika
latihan berlebihan yang mengganggu menstruasi (menjadi amenorrhea) sangat tidak
dianjurkan karena akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kehilangan massa
tulang. Demikian pula pada laki-laki dengan latihan fisik berat dan berat dapat terjadi
kehilangan massa tulang.
Hindari faktor yang dapat menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan resorpsi
tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, minum alkohol dan
mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya osteoporosis. Kondisi yang
diduga akan menimbulkan osteoporosis sekunder, harus diantisipasisejak awal.
b. PencegahanSekunder
Konsumsi Kalsium Tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, 1200-1500 mg per hari,
untuk mencegah negative calcium balance. Pemberian kalsium tanpa penambahan
estrogen dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan massa tulang pada awal
periode menopause. Penurunan massa tulang terlihat jelas pada perempuan
menopause yang asupan kalsiumnya kurang dari400 mg per hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kalsium bersama dengan estrogen dapat menurunkan
dosis estrogen yang diperlukan sampai dengan 50%. Estrogen Replacement Therapy
(ERT) Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko osteoporosis.
Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada mereka yang tidak ada kontraindikasi.
ERT menurunkan resiko fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan
vertebra.
Latihan fisik (Exercise)
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya
tetap sama dengan latihan beban dan tarikan pada aksis tulang. Perlu diperhatikan
berat ringannya osteoporosis yang terjadi karena hal ini berhubungan dengan dosis
dan cara gerakan yang bersifat spesifik tersebut. Latihan tidak dapat dilakukan secara
masal karena perlu mendapat supervisi dari tenaga medis/paramedis terlatih individu
per individu.
Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat meningkatkan massa tulang
apabila digunakan selama 2 tahun. Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya
efek peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin diindikasikan bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan ERT, pasien pasca menopause lebih dari 15 tahun,
pasien dengan nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat terapi
kortikosteroid dalam waktu lama.
Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vitamin D dan tiazid, tergantung kepada kebutuhan
pasien. Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan kalsium. Dua puluh
lima hidroksi vitamin D dianjurkan diminum setiap hari bagi pasien yang
menggunakan suplemen kalsium.
c. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasienjangan dibiarkan imobilisasi terlalu
lama. Sejak awal perawatan disusun rencana mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai
dengan aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat adalah
bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik,
pemakaian ortose spinal/ korset dan program fisioterapi/okupasi terapi akan
mengembalikan kemandirian pasien secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Mayasari, Kartika. 2015. Jenis – Jenis Rematik. (Online) diakses tanggal 14 september 2019.
https://www.klikdokter.com/rubrik/read/2700082/jenis-jenis-rematik
Putri, Aghnia Jolanda. 2018.Reumatoid Atritis. (Online) diakses tanggal 13 September 2019.
https://www.alomedika.com/penyakit/reumatologi/reumatoid-artritis/etiologi
Widyanto, Fandi Wahyu. 2014. Artritis Gout Dan Perkembangannya. UMM Jurnal Gout 10
(2) : 145-152.