Anda di halaman 1dari 49

Nama : Ulfatun Azizah

NIM : 6411418128

Kelas : 3C

Mata Kuliah : Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT REMATIK DAN OSTEOPOROSIS

A. PENYAKIT REMATIK
1. Definisi
Rematik adalah penyakit yang menimbulkan rasa sakit akibat otot atau persendian yang
mengalami peradangan dan pembengkakan. Rematik terdiri atas berbagai jenis dan bisa
menjangkiti persendian mana pun pada tubuh.

2. Jenis – Jenis Penyakit Rematik


Berikut ini adalah beberapa jenis penyakit rematik :
1. Osteoarthritis
Osteoarthritis disebut juga sebagai penyakit sendi degeneratif yang disebabkan oleh
proses penuaan. Arthritis jenis ini biasanya menyerang berbagai sendi seperti pada lutut,
pinggul, tulang belakang, kaki, dan pangkal ibu jari. Diyakini faktor mekanik dan genetik
cukup berperan dalam munculnya osteoarthritis.
2. Rheumatoid Arthritis
Pada rheumatoid arthritis, sistem kekebalan tubuh menyerang membran sinovial yang
mengakibatkan nyeri, pembengkakan, serta kekakuan pada sendi. Diagnosa dini sering
kali sulit dilakukan karena gejala awal yang samar dan memburuk secara bertahap.
3. Gout
Gout disebabkan karena gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh, sehingga
menghasilkan kristal asam urat yang disimpan pada sendi, terutama pada jempol kaki.
Akibatnya sendi menjadi bengkak, kemerahan, dan nyeri.
4. Psoriatic Arthritis
Psoriatic arthritis memiliki banyak kesamaan dengan rheumatoid arthritis, terutama
karena keduanya merupakan penyakit autoimun. Kondisi ini sering terjadi pada orang-
orang yang menderita psoriasis. Penyakit ditandai dengan peradangan pada sendi, yang
diikuti oleh pembengkakan dan nyeri. Jika tidak ditangani dapat menyebabkan sendi
menjadi lumpuh.
5. Juvenile Arthritis
Juvenile arthritis adalah radang sendi yang memicu peradangan dan kekakuan sendi
selama lebih dari 6 minggu, pada anak berusia 16 tahun atau lebih muda. Peradangan
dapat menyebabkan kemerahan, bengkak, dan nyeri pada sendi, meskipun banyak anak
yang mengalaminya tidak mengeluh nyeri.
6. Septic Arthritis
Septic arthritis disebabkan karena infeksi oleh jamur, virus, atau bakteri. Pada septic
arthritis, kuman menyusup ke dalam sendi dan menyebabkan nyeri yang parah disertai
pembengkakan. Biasanya kuman hanya menyerang satu sendi. Bakteri paling sering
menyerang lutut, meskipun sendi lain juga dapat terkena, termasuk pinggul, pergelangan
kaki, siku, dan bahu.
7. Ankylosing Spondylitis
Ankylosing Spondylitis merupakan penyakit kronis yang dapat mengakibatkan
peradangan yang cukup parah, terutama pada tulang belakang. Kondisi ini dapat
menyebabkan kekakuan pada tulang belakang. Nyeri punggung bawah yang disertai
dengan kekakuan yang terus-menerus selama beberapa bulan merupakan gejala yang
paling sering muncul.
8. Polymyalgia Rheumatica
Kondisi ini sering menyerang penderita yang berusia di atas 50 tahun. Polymyalgia
rheumatica menyebabkan sakit parah dan kekakuan pada bahu, pinggul, dan leher.
Karena gejala yang muncul mirip dengan kondisi lain, membuat polymyalgia rheumatica
sering kali sulit didiagnosis secara akurat. Namun, jika didiagnosis cukup dini, biasanya
responsnya akan baik terhadap pengobatan yang dilakukan.
9. Systemic Lupus Erythematosus
Systemic lupus erythematosus adalah penyakit autoimun yang mempengaruhi seluruh
sistem tubuh bersamaan dengan beberapa organ dalam. Kondisi ini biasanya terjadi pada
wanita ketika pada masa-masa pengasuhan anak. Systemic lupus erythematosus bisa
mengancam jiwa, sehingga penting untuk dilakukan diagnosis secara dini.
10. Fibromyalgia
Jenis arthritis ini mempengaruhi jaringan lunak tubuh dan disebabkan karena kerusakan
fungsi neurotransmitter di otak yang ditandai dengan kekakuan, pegal, dan nyeri otot.
3. Penjelasan Penyakit
1. Rheumatoid Arthritis
a. Definisi
Radang sendi atau artritis rheumatoid merupakan penyakit autoimun (penyakit yang
terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang
persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada
membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan,
bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang
lain yaitu berupa demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan
kurang darah. Namun kadang kala si penderita tidak merasakan gejalanya.
Diperkirakan kasus RA diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai
dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.
b. Epidemiologi
Rheumatoid arthritis bervariasi di berbagai negara di dunia, dengan angka
kejadian yang lebih tinggi di Amerika dan Eropa, dan insiden yang lebih rendah di
Asia Tenggara dan Timur Tengah.
Prevalensi rheumatoid arthritis secara global pada tahun 2010 adalah 0,24%,
menunjukkan tidak adanya perubahan bermakna sejak tahun 1990. Disability-
adjusted life year (DALY) meningkat dari 3,3 juta pada tahun 1990 menjadi 4,8 juta
pada tahun 2010, baik karena pertumbuhan populasi maupun meningkatnya usia
harapan hidup. Meta-estimasi prevalensi rheumatoid arthritis pada negara
berpenghasilan rendah dan menengah adalah:

 Asia Tenggara : 0,4%


 Timur Tengah : 0,37%
 Eropa : 0,62%
 America : 1,25%
 Pasifik Barat : 0,42%
Pengukuran kualitas hidup menggunakan penilaian World Health Organization
Quality of Life (WHOQOL-BREF) menunjukkan bahwa skor WHOQOL secara
signifikan lebih rendah pada pasien dengan rheumatoid arthritis dibandingkan
kontrol normal. Disabilitas fungsional merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dengan rheumatoid arthritis.
Angka kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk dewasa (di
atas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%, sedangkan prevalensi pada anak dan
remaja ditemukan satu per 100.000 orang. Prevalensi rheumatoid arthritis lebih
banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1
dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi
didapatkan pada dekade keempat dan kelima kehidupan.
c. Faktor Risiko
Beberapa analisis genomik menunjukkan bahwa etiologi rheumatoid arthritis
dipengaruhi faktor regulasi imun yang menjadi predisposisi penyakit ini, seperti
seleksi sel T, presentasi antigen, atau perubahan dalam afinitas peptida, yang secara
autoreaktif memicu respon imun adaptif. Salah satu faktor imunologi yang telah
lama diketahui adalah adanya human leukocyte antigen (HLA)-DRB1 yang
ditemukan pada pasien dengan temuan faktor rheumatoid atau ACPA positif.
Terdapat beberapa faktor risiko yang telah diketahui berhubungan dengan etiologi
rheumatoid arthritis, seperti:
 Genetik
Kerentanan terhadap rheumatoid arthritis berkaitan dengan hipervariabilitas alel
DRβ1, yang dikenal sebagai kerentanan epitope. Selain itu, 70% pasien
memiliki korelasi genetika pada HLADR4 dibandingkan kelompok kontrol
dengan peningkatan risiko rheumatoid arthritis sebesar 4 hingga 5 kali lipat.
Gen lain yang terlibat dalam perjalanan penyakit ini adalah protein tyrosine
phosphatase 22 (PTPN 22) lokus TRAF1/C5, 6q23, 4q27, CD40,
dan CCL21 pada populasi Kaukasia, serta peptidyl arginasedeiminase (PADI-
4), FCRL3, dan SLC22A4 yang meningkatkan risiko timbulnya rheumatoid
arthritis dua kali lipat terutama pada populasi Asia.
 Infeksi
Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, Proteus sp.,
dan Escherichia coli berkaitan dengan risiko timbulnya rheumatoid arthritis
secara langsung serta melalui produknya seperti heat-shock proteins. Salah satu
mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya induksi faktor rheumatoid,
yang merupakan autoantibodi berafinitas tinggi yang melawan Fc pada
imunoglobulin. Secara khusus, rheumatoid arthritis berhubungan dengan
penyakit periodontal melalui ekspresi PADI-4 oleh Porphyromonas
gingivalis yang dapat memicu sitrulinisasi protein.
 Usia dan Jenis kelamin
Risiko rheumatoid arthritis lebih besar dua hingga tiga kali lipat pada wanita
dibandingkan pria serta ditemukan pada usia lanjut dengan rata-rata usia awal
43 tahun. Keadaan ini berhubungan dengan kondisi hormonal seperti titer
dehidroepoandrosteron, estradiol, dan testosteron.
 Lingkungan
Merokok menimbulkan interaksi gen-lingkungan dengan HLA-DR pada
rheumatoid arthritis dengan faktor rheumatoid dan anti-sitrulinasi positif (salah
satunya dengan cara meningkatkan protein sitrulin modifikasi pada paru).
Paparan terhadap rokok, dan beberapa faktor lingkungan lainnya, dapat memicu
mekanisme yang mempercepat deaminisasi arginin menjadi sitrulin pada
autoantigen yang terdapat dalam paru melalui up-
regulation aktivitas peptidylarginine–deiminase makrofag yang diaktifkan saat
apoptosis.
d. Tanda Gejala
Berikut ini beberapa gejala yang timbul saat mengalami penyakit rheumatoid
arthritis, di antaranya:
 Flare
Ketika penderita rheumatoid arthritis memiliki gejala termasuk
peradangan dan nyeri sendi, ini disebut flare, yang dapat berlangsung seminggu
atau sebulan. Ini bisa bergantian dengan periode remisi, yaitu periode ketika
gejala berkurang sampai tidak ada sama sekali. Periode remisi bisa bertahan
minggu, bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Setelah periode remisi, jika gejala
rheumatoid arthritis datang kembali, maka hal ini disebut kekambuhan. Kondisi
ini umum bagi pasien RA untuk memiliki periode flare, remisi, dan
kekambuhan, dan perjalanan penyakit bervariasi dengan masing-masing pasien.
Selain gejala dengan ciri khas bengkak, nyeri, kaku sendi dan otot, pasien yang
mengalami RA juga mungkin mengalami gejala rheumatoid arthritis lain, di
antaranya:
 Kelelahan
 Demam ringan
 Kekurangan energi
 Kehilangan nafsu makan
 Adanya benjolan di bawah kulit (nodul rematoid)
 Napas yang terlalu pendek karena kerusakan atau peradangan di paru
 Suara parau
 Masalah pada mata
Selain gejala di atas, perlu diingat bahwa kekakuan otot dan sendi karena
rheumatoid arthritis biasanya meburuk pada pagi hari atau setelah
mengekstensikan sendi untuk istirahat selama beberapa waktu.
 Nyeri sendi
Rheumatoid arthritis hampir selalu memengaruhi sendi tangan. Namun,
RA dapat memengaruhi setiap sendi di tubuh, termasuk pergelangan tangan,
siku, lutut, kaki, pinggul, dan bahkan rahang. Biasanya, sendi yang terkena
simetris, berarti sendi sama di kedua sisi tubuh yang terpengaruh. Rheumatoid
arthritis bisa sangat menyakitkan, dan peradangan kronis dapat menyebabkan
hilangnya tulang rawan, kelemahan tulang, dan deformitas sendi.
 Peradangan di organ
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit sistemik yang artinya dapat
memengaruhi seluruh tubuh. Selain otot dan sendi, RA dapat menyebabkan
masalah pada area lain di tubuh:
 Mata dan mulut: inflamasi atau radang pada kelenjar di mata dan mulut
menyebabkan kekeringan dan penyakit autoimun yang disebut dengan
sindrom sijogren, yang mampu menyebabkan peradangan di bagian putih
mata (skleritis).
 Paru-paru: Radang di lapisan pembungkus paru (pleuritis) atau paru itu
sendiri dapat menyebabkan napas yang putus-putus dan nyeri dada.
 Limpa: Radang di limpa (sindrom Felly dapat menyebabkan penurunan sel
darah putih yang meningkatkan risiko infeksi.
 Kulit: Benjolan keras di bawah kulit (nodul rheumatoid) secara tipikal
berlokasi di sekitar sendi yang terkena, seringkali pada titik yang sering
tertekan seperti siku, jari, atau lutut.
 Pembuluh darah: Radang pembuluh darah (vaskulitis) dapat membatasi
suplai aliran darah di jaringan sekitar yang menyebabkan kematian jaringan
(nekrosis).
e. Diagnosis
Diagnosis rheumatoid arthritis didasarkan pada anamnesis tampilan klasik berupa
kekakuan, nyeri, serta bengkak pada sendi. Pemeriksaan fisik yang ditemukan khas
pada rheumatoid arthritis adalah pembengkakan sendi yang simetris dengan
konsistensi kenyal dan spongy. Pemeriksaan penunjang yang membantu dalam
diagnosis rheumatoid arthritis meliputi hasil laboratorium seperti faktor rheumatoid
dan penanda inflamasi, serta pemeriksaan radiologi yang menunjukkan sinovitis dan
erosi periartikular.
 Anamnesis
Inflamasi pada rheumatoid arthritis timbul perlahan dalam periode minggu
hingga bulan dengan tampilan awal klasik berupa kekakuan, nyeri serta bengkak
pada sendi. Keadaan ini dapat hilang timbul dan disebut dengan rheumatisme
palindromik, yaitu pembengkakan pada satu atau dua sendi yang dapat
berlangsung beberapa hari hingga minggu kemudian hilang dan kembali muncul
pada sendi yang sama dengan pola yang semakin meningkat seiring waktu.
 Penanda klinis rheumatoid arthritis adalah poliartritis simetrik yang melibatkan
sendi interfalang proksimal (PIP), sendi metakarpofalang (MCP), pergelangan
tangan, siku, bahu, panggul, lutut, tumit, dan sendi metatarsofalangeal (MTP).
Pada awal penyakit, rheumatoid arthritis hanya melibatkan satu atau beberapa
sendi yang semakin lama semakin meningkat. Pada umumnya diawali dari sendi
tangan dan pergelangan tangan pada 90% pasien.
 Seiring waktu, sinovitis yang pada awalnya menimbulkan pembengkakan sendi
dan nyeri berubah menjadi proliferatif dan destruktif. Pada umumnya, pasien
mengalami onset poliartikular eksplosif dalam 24 hingga 48 jam dan kekakuan
sendi yang menetap hingga beberapa jam, yang merupakan karakteristik
rheumatoid arthritis. Kekakuan serupa juga dapat timbul dalam keadaan
inaktivitas atau duduk lama (fenomena gel).
 Terdapat pula gejala sistemik seperti malaise, kelelahan, demam, penurunan
berat badan, dan rasa lemah serta manifestasi ekstraartikular dengan mnemonik
FACEBOOKS, yaitu:
 Felty’s syndrome
 Atlanto-axial subluxation
 Caplans syndrome and pulmonary nodules
 Effusions (pleural exudates)
 Blood – normochromic normocytic anaemia
 Olecranon bursitis
 Oral dryness (sicca syndrome)
 Kidneys (amyloid, gold and penicilliame)
 Sensory neuropathy and scleromalacia
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang ditemukan khas pada rheumatoid arthritis adalah
pembengkakan sendi yang simetris dengan konsistensi kenyal dan spongy, yang
biasanya ditemukan pada perjalanan penyakit RA yang telah berlangsung cukup
lama. Adapun pemeriksaan fisik yang umum ditemukan dapat dibagi menjadi
tanda sistemik, artikular, dan ekstra-artikular, yaitu:
a. Sistemik
Keadaan sistemik yang ditemukan dapat berupa demam, malaise, dan rasa
lemah pada seluruh tubuh.
b. Artikular
Temuan pemeriksaan fisik artikular di antaranya adalah:
 Keterlibatan sendi yang umumnya pada tangan dan kaki dalam distribusi
yang relatif simetris
 Pembengkakan pada sendi PIP dan MCP pada awal perjalanan penyakit
 Nyeri pada pergerakan pasif, dapat ditemukan dengan menggenggam
MCP dan MTP
 Rasa hangat
 Deformitas :
 Tenosinovitis dan sinovitis persisten yang menimbulkan pembentukan
kista sinovial serta menggeser atau menyebabkan ruptur tendon. Ruptur
tendon ekstensor pada dorsum manus merupakan masalah yang sering
ditemukan.
 Deviasi ulnaris pada sendi MCP, hiperekstensi atau hiperfleksi sendi MCP
dan PIP, kontraktur fleksi siku, dan subluksasi tulang karpal dan ibu jari
(cocked-up)
 Deformitas swan-neck (hiperekstensi PIP, fleksi DIP)
dan boutonniere (fleksi PIP, ekstensi DIP)
 Ankilosis sendi
Gambar: Deformitas swan neck pada digiti 5. Sumber: Openi, 2012.

Gambar: Deformitas Boutonnière. Sumber: A Fallah, Wikimedia commons, 2013.


c. Ekstra-artikular
Manifestasi ekstra-artikular dapat ditemukan pada fase perjalanan penyakit
rheumatoid arthritis di tahap manapun. Secara epidemiologi, keadaan ini
ditemukan pada 17,8–40,9% pasien dengan 1,5–21,5% di antaranya memiliki
tampilan derajat berat dan umumnya berkaitan dengan tingkat komorbiditas
dan kematian dini yang lebih tinggi. Adapun manifestasi ekstra-artikular yang
sering ditemukan berupa:
 Sistem Indera
 Nodul rheumatoid : Merupakan nodul subkutan yang seringkali
timbul pada permukaan bertekanan tinggi, seperti prosesus olekranon
dan proksimal ulna, sendi jari, prominensia sakrum, dan tendon
Achilles. Nodul ini tidak begitu nyeri dengan konsistensi bervariasi
dari lunak dan mobile hingga menjadi massa yang keras dan melekat
dengan periosteum. Secara histologi, nodul ini ditandai dengan
adanya area nekrotik sentral yang dibatasi oleh lingkaran palisade
fibroblas dan dikelilingi oleh zona jaringan yang kaya akan limfosit,
sel plasma, dan histiosit.
 Keratokonjungtivitis Sika : Ditemukan pada 10% pasien dengan
rheumatoid arthritis yang diiringi dengan xerostomia. Gejala yang
ditimbulkan berupa adanya sensasi benda asing dengan. Diagnosis
ditegakkan melalui uji Schirmer yang positif dan adanya penurunan
waktu pecahnya air mata (tear break-up time). Pada beberapa keadaan
yang lebih lanjut dapat ditemukan skleritis, episkleritis, keratitis
ulseratif perifer, dan vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah
retina.
 Sistem Pulmonal
Keterlibatan sistem pulmonal dapat ditemukan dalam timbulnya nodul
rheumatoid, efusi pleura, penyakit paru interstitial, penyakit saluran napas
kecil, dan vaskulitis pulmonal. Keadaan ini bertanggungjawab atas 10-
20% dari angka mortalitas pasien dengan rheumatoid arthritis.
 Sistem Kardiovaskular
Manifestasi kardiak klasik pada rheumatoid arthritis adalah perikarditis, di
mana studi otopsi dan ekokardiografi pada pasien menunjukkan adanya
bukti inflamasi perikardium pada lebih dari 50% pasien, meski tidak
memiliki gejala yang khas. Umumnya ditemukan pada pasien dengan
faktor rheumatoid positif.
 Sistem Urinaria
Nefropati dapat timbul sebagai akibat dari obat, amiloidosis renal
sekunder, dan beberapa jenis glomerulonefritis dengan insiden tersering
proliferatif mesangial.
Klasifikasi yang saat ini digunakan dalam penentuan rheumatoid arthritis adalah The
2010 ACR-EULAR Classification Criteria For Rheumatoid Arthritis yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi ACR-EULAR 2010
Distribusi Sendi (0-5)
1 sendi besar2-10 sendi besar1-3 sendi kecil (sendi besar tidak dihitung) 012
4-10 sendi kecil (sendi besar tidak dihitung) 3
> 10 sendi (dengan setidaknya satu sendi kecil) 5
Serologi (0-3)
FR negatif DAN ACPA negatifFR positif rendah ATAU ACPA positif rendahFR positif 023
tinggi ATAU ACPA positif tinggi
Durasi Gejala (0-1)
< 6 minggu6 minggu 01
Reaktan Fase Akut (0-1)
CRP normal DAN LED normalCRP tidak normal ATAU LED tidak normal 01

Rheumatoid arthritis ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis pada paling sedikit 1


sendi, tidak adanya diagnosis alternatif lain yang dapat menjelaskan penyebab
sinovitis, serta skor total individu dari 4 kriteria ≥ 6. Penilaian menggunakan sistem
klasifikasi ACR-EULAR 2010 dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif.
 Diagnosis Banding
Diagnosis banding rheumatoid arthritis dapat berupa:
 Osteoartritis
 Artiritis viral, seperti akibat dari varisela
 Artiritis reaktif, seperti pada paska infeksi virus dan gout yang dapat
menyebabkan deposit kristal pada sendi
 Spondilartropati seronegatif
 Penyakit jaringan konektif seperti lupus eritematosa
 Amiloidosis
 Penyakit Lyme
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang membantu dalam diagnosis rheumatoid arthritis
meliputi hasil laboratorium seperti faktor rheumatoid dan penanda inflamasi
seperti CRP dan studi radiologi demonstrasi sinovitis dan erosi periartikular.
 Pemeriksaan darah
Temuan yang mungkin ada pada pemeriksaan laboratorium darah adalah:
 Peningkatan LED, protein C-reaktif atau viskositas plasma
 Anemia normokromik normositik, trombositosis reaktif, dan peningkatan
ringan alkali fosfatase dan gamma-GT umum ditemukan pada keadaan akut
 Lakukan pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menjadi nilai dasar
sebelum inisiasi terapi serta pemeriksaan asam urat/cairan sinovial untuk
menyingkirkan kemungkinan gout polyarticular
 Pemeriksaan mikroskopis urin dapat menunjukan adanya penyakit jaringan
konektif
 Faktor rheumatoid – positif pada 70-80% pasien
Radiologi
Temuan radiologi yang mungkin didapatkan adalah :
 X-ray: osteopenia dan/atau erosi periartikular. Lakukan pula foto polos
dada untuk menyingkirkan keterlibatan paru.
 USG dan MRI memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi sinovitis,
erosi serta tanda inflamasi yang mungkin tidak terdeteksi dengan X-ray
f. Pengobatan
Pengobatan rheumatoid arthritis dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan
peradangan, sekaligus mencegah kerusakan sendi lebih lanjut. Berikut ini adalah
beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan untuk menangani rheumatoid
arthritis.
1. Penanganan mandiri
Penanganan yang dapat dilakukan di rumah untuk mengurangi gejala
rheumatoid arthritis adalah:
 Membatasi aktivitas dan beristirahat.
 Mengompres area yang nyeri dengan es yang dibalut kain, selama 20 menit.
 Menggunakan sepatu dengan sol khusus.
 Mengonsumsi makanan yang mengandung omega 3, seperti ikan salmon,
ikan tuna, atau biji-bijian, serta makanan kaya antioksidan, seperti keledai
atau brokoli.
2. Obat-obatan
Dokter akan memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala, menghambat
perkembangan penyakit, sekaligus mencegah kerusakan sendi. Obat yang dapat
diberikan antara lain:
 Obat antirematik (disease-modifying antirheumatic drugs)
Contoh obat ini antara
lain methotrexate, leflunomide, hydroxylchloroquine, sulfasalazine, adalim
umab, etanercept, atau infliximab.
 Obat antiinflamasi nonsteroid
Contoh obat jenis ini adalah diclofenac dan ibuprofen.
 Obat kortikosteroid
Contoh obat ini adalah prednisone dan methylprednisolone
3. Terapi khusus untuk rheumatoid arthritis
Di samping pemberian obat, terapi khusus juga bisa dilakukan untuk menjaga
kelenturan sendi, sehingga penderita dapat kembali menjalani aktivitas. Terapi
khusus ini berupa:
 Fisioterapi
Terapi ini dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas
sendi.
 Terapi okupasi
Terapi ini diberikan untuk membantu penderita menjalani aktivitas sehari-
hari.
4. Operasi
Jika sudah terjadi kerusakan sendi, dokter ortopedi dapat melakukan operasi
untuk mengembalikan kemampuan sendi dalam melakukan aktivitas. Operasi
yang dilakukan dapat berupa:
 Operasi perbaikan tendon
Operasi ini dilakukan untuk memperbaiki tendon yang putus atau
mengendur
 Sinovektomi
Operasi ini dilakukan dengan mengangkat lapisan sendi yang mengalami
peradangan.
 Penggantian sendi total
Operasi ini mengangkat bagian sendi yang rusak dan menggantinya dengan
sendi buatan dari bahan logam atau plastik.
 Operasi penggabungan sendi
Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat jaringan yang rusak dan
menyambungkan kembali dengan pen. Bila perlu, tulang penderita yang
sudah rusak ditambahkan dengan tulang dari bagian tubuh lain.
 Total joint replacement.
Saat operasi, dokter bedah akan mengangkat bagian sendi yang rusak dan
memasukkan alat buatan dari metal dan plastik.
 Tendon repair.
Sendi yang mengalami peradangan dan kerusakan dapat menyebabkan
tendon di sekitar sendi Anda melonggar atau sobek. Dokter bedah dapat
memperbaiki tendon di sekitar sendi Anda.
 Fusi sendi.
Operasi penyatuan sendi dianjurkan untuk menstabilkan sendi atau
meluruskannya kembali. Akan tetapi, metode ini hanya digunakan apabila
kedua metode lainnya tidak dapat dilakukan.
Beberapa operasi dapat dilakukan dengan teknik sayatan kecil (sebesar lubang
kunci) yang dinamakan artroskopi. Teknik operasi ini menggunakan alat khusus
berbentuk selang panjang dengan kamera di ujungnya. Walaupun ada beragam
metode pengobatan untuk rheumatoid arthritis, belum ada obat yang dapat
menyembuhkan rheumatoid arthritis.
g. Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan baik, rheumatoid arthritis dapat menyebabkan beberapa
komplikasi, di antaranya:
 Cervical myelopathy
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis menyerang sendi tulang leher dan
mengganggu saraf tulang belakang.
 Carpal tunnel syndrome
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis menyerang sendi pergelangan
tangan, sehingga menekan saraf di sekitarnya.
 Sindrom Sjogren
Kondisi ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar air mata dan
ludah, sehingga menimbulkan keluhan mata kering dan mulut kering.
 Limfoma
Limfoma merupakan sejenis kanker darah yang tumbuh pada sistem getah
bening.
 Penyakit jantung
Kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh menimbulkan peradangan
di pembuluh darah jantung.
Selain komplikasi akibat penyakitnya sendiri, pengobatan rheumatoid arthritis juga
dapat menimbulkan efek samping berupa osteoporosis, yang membuat tulang
menjadi rapuh dan rentan patah.
h. Pencegahan
Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain:
• Olahraga teratur dan ringan untuk menjaga fleksibilitas sendi. Pilihan olahraga
yang baik untuk pengidap arthritis adalah berenang karena tidak memberikan
tekanan pada sendi.
• Hindari melakukan aktivitas berlebihan dan terus-menerus, yang melibatkan
persendian.
• Makan makanan yang kaya antioksidan untuh mencegah dan mengurangi
peradangan sendi. Perhatikan asupan makanan Anda. Perbanyak makan buah
sayur dan hindari berbagai jenis makanan yang tinggi lemak dan gula.
• Pertahankan diet yang sehat dan jaga berat badan ideal untuk mengurangi risiko
timbulnya arthritis dan mengurangi gejala pada pengidapnya.rena penyebabnya
pun belum diketahui, hingga kini tindakan untuk mencegah penyakit rheumatoid
artritis juga belum diketahui.
2. Osteoarthritis
a. Definisi
Osteoartritis (OA, dikenal juga sebagai artritis degeneratif, penyakit
degeneratif sendi) adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan
yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Osteoartritis terdiri
atas "osteoartritis primer" yang dikenal juga sebagai artritis degeneratif atau
penyakit degeneratif sendi, dan "osteoartritis sekunder" yang disebabkan oleh
trauma tropisme atau cedera.
Pada sendi, suatu jaringan tulang rawan yang biasa disebut "kartilago"
biasanya menutup ujung-ujung tulang penyusun sendi. Suatu lapisan cairan yang
disebut cairan sinovial terletak di antara tulang-tulang tersebut dan bertindak sebagai
bahan pelumas yang mencegah ujung-ujung tulang tersebut bergesekan dan saling
mengikis satu sama lain. Pada kondisi kekurangan cairan sinovial lapisan kartilago
yang menutup ujung tulang akan bergesekan satu sama lain. Gesekan tersebut akan
membuat lapisan tersebut semakin tipis dan pada akhirnya akan menimbulkan rasa
nyeri.
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan
tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari
lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula
sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan
sendi.

b. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan sebagian besar bentuk arthritis dan penyebab utama
disabilitas pada lansia. OA merupakan penyebab beban utama untuk pasien, pemberi
pelayanan kesehatan, dan masyarakat. WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang
lansia akan menderita OA, dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak
sendi. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun. Bisa terjadi pada pria
dan wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia yang lebih muda. Prevalensi
Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40 tahun, 30% pada
usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun.7 Berdasarkan studi yang dilakukan
di pedesaan Jawa Tengah menemukan prevalensi untuk OA mencapai 52% pada pria
dan wanita antara usia 40-60 tahun dimana 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
c. Faktor Risiko
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu faktor predisposisi
dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan
seseorang untuk terserang OA. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung
kepada faktor mekanis/ gerak tubuh yang memberikan beban atau tekanan pada
sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya OA.

 Faktor Predisposisi
1. Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di
sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi kalsifikasi tulang rawa dan
menurunkan fungsi kondrosit yang semuanya mendukung terjadinya OA
2. Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi
perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan
tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 50- 80 tahun.
Hal trsebut diperkirakan karena pada masa usia 50-80 tahun wanita
mengalami pengurangan hormone estrogen yang signifikan.
3. Ras/Etnis
Prevalensi OA lutut pada pasien di Negara Eropa dan Amerika tidak
berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika-
Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia.
4. Faktor genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan.
5. Faktor Gaya hidup
Kebiasaan merokok
Banyaknya penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif
antara merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan
terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat merusak sel tulang
rawan sendi. Hubungan anatara merokok dengan hilangnya tulang rawan
pada OA dapat dijelaskan sebgai berikut:
 Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang
rawan sendi.
 Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi
hilangnya tulang rawan.
 Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam
darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan. Perokok aktif mempunyai
pengertian orang yang melakukan langsung aktivitas merokok dalam
arti mengisap batang rokok yang telah di bakar. Sedang perokok pasif
adalah seorang yang tidak melakukan aktivitas merokok secara
langsung, akan tetapi ia ikut menghirup asap yang dikeluarkan oleh
perokok aktif.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
 Riwayat merokok
 Perokok aktif
 Perokok pasif
 Bekas perokok
 Derajat berat merokok dalam Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun:
 Ringan : 20 batang perhari
 Sedang : 10-20 batang per hari
 Berat : > 20 batang perhari
6. Penyakit lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemia, dengan catatan pasien tidk mengalami obesitas
7. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat di modifikasi. Selama
berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi. Peningkatan berat
badan akan melipat gandakan beban sendi saat berjalan terutama sendi
lutut. Obesitas dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Obesitas berat adalah indeks masa tubuh (IMT) > 27 kg/m2
2. Obesitas ringan adalah IMT 25-27 kg/m2
3. Tidak obesitas adalah IMT ≤ 25 kg/m2
8. Osteoporosis
Osteoporosi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan
osteoartritis. Salah satu faktor resiko osteopororsis adalah minum-minum
alkohol. Sehingga semakin banyak orang mengkonsumsi alkohol sehingga
akan mudah menjadi osteoporosis dan osteoporosis akan menyebabkan
osteoartritis.
 Faktor Biomekanis
1. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut yang aut termasuk robekan pada ligament krusiatum dan
meniscus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham
menemukan bahwa ornga dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5-6 kali
lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada
kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang
lama dan pengangguran.
2. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutu anatara lain kelainan local pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, legg-calve Perthes disease dan dysplasia
asetubulum. Kelemahan otot quadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut
termasuk kelainan local yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.
3. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat terutama yang banyak
menggunakan kekuatan bertumpu pada lutut dan pinggang. Prevalensi lebih
tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan
penambang dibandingkan pekerja yang tidak menggunakan kekuatan lutut
seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan anatara pekerjaan
yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama ( 2 jam atau lebih setiap hari), berjalan
jauh ( 2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10kg-20 kg)
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setia hari
merupakan faktor risiko OA lutut.
5. Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari
marathon dan kung fu memiliki risiko meningkatkan untuk menderita OA
lutut. Kelemahan otot quadrisep primer merupakan faktor risiko bagi 8
terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi
shock yang menyerap materi otot. Tetapi, disisi lain seseorang yang memliki
aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA. Ketika seseorang
tidak mengalami gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat
aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan
menyebabkan proses degeneratif berlebihan.
d. Tanda Gejala
Osteoartritis terjadi ketika kartilago (tulang rawan) yang merupakan bantalan di
ujung tulang secara bertahap mengalami penurunan kualitas. Kartilago merupakan
jaringan yang lunak dan licin yang melunakkan gerakan sendi. Pada osteoarthritis,
permukaan yang licin dari kartilago menjadi kasar. Akhirnya ketika tulang rawan
menjadi kasar dan terkikis, maka tulang dengan tulang selanjutnya akan saling
bergesekkan. Gejala osteoarthritis umumnya berkembang secara perlahan-lahan dan
semakin parah seiring waktu. Tingkat keparahan gejala dan lokasi yang diserang
bisa berbeda-beda pada tiap penderita. Tanda dan gejala osteoartritis meliputi:
 Persendiaan terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya
terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan
menimbulkan rasa sakit setiap melakuka gerakan tertentu, terutama pada waktu
menopang berat badan, namun bisa membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa
pasien, nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk dikursi
atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Kaku sendi pada OA tidak lebih dari
15-30 menit dan timbul istirahat beberapa saat misalnya setelah bangun tidur.
 Adanya pembengkakan/peradangan pada persendiaan. Pembengkakan bisa pada
salah satu tulang sendi atau lebih. Hal ini disebabkan karena reaksi radang yang
menyebabkan pengumpulan cairan dalam ruang sendi, biasanya teraba panas
tanpa ada kemerahan.
 Nyeri sendi terus-menerus atau hilang timbul, terutama apabila bergerak atau
menanggung beban.
 Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.
 Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendiaan
 Kesulitan menggunakan persendiaan
 Bunyi pada setiap persendiaan (krepitus). Gejala ini tidak menimbulkan rasa
nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendiaan (umumnya tulang lutut)
 Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin 9
rusak, tulang mulai berubah bentuk dan meradang, menimbulakan rasa sakit
yang amat sangat
e. Diagnosis
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan dokter untuk mendiagnosis
osteoarthritis adalah tes fisik, tes pencitraan, dan tes laboratorium. Beberapa tes fisik
yang biasa dilakukan berguna untuk mengukur beberapa hal, yakni:
 Pergerakan sendi yang menimbulkan suara seperti retak
 Pembengkakan sendi (tulang sekitar sendi terasa lebih besar dari normal)
 Pergerakan sendi terbatas
 Nyeri saat sendi ditekan
 Nyeri saat bergerak seperti biasa
Sedangkan tes pencitraan meliputi pemeriksaan:
1. Sinar-X
Sinar-X atau foto rontgen mampu mendeteksi tulang rawan yang hilang, dengan
menunjukkan adanya penyempitan ruang antara tulang-tulang di sendi. Selain
itu, foto rontgen juga bisa menunjukkan kemunculan taji tulang di sekitar
persendian.
2. MRI
Magnetic resonance imaging atau MRI bekerja dengan menggunakan
gelombang radio dan teknologi magnet kuat. Pemeriksaan ini dapat
menampilkan gambar detail dari tulang dan jaringan lunak, termasuk tulang
rawan. MRI biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosis osteoarthritis secara
langsung. Namun, setidaknya dapat membantu memberikan lebih banyak
informasi jika ada kondisi lain yang lebih kompleks.
Untuk tes laboratorium, bisa dilakukan dengan:
1. Tes darah
Sebenarnya tidak ada tes darah yang cukup spesifik untuk mendeteksi
osteoartritis. Akan tetapi, tapi tes-tes tertentu dapat membantu menyingkirkan
penyebab lain dari nyeri sendi, seperti rheumatoid arthritis.

2. Analisis cairan sendi


Dokter bisa menggunakan suntikan untuk mengeluarkan cairan dari dalam sendi
yang bermasalah. Selanjutnya, cairan tersebut akan diuji dan diperiksa lebih
lanjut guna menentukan kemungkinan adanya peradangan di dalam. Jika Anda
kerap mengeluhkan nyeri pada persendian, cara ini juga berfungsi untuk mencari
tahu penyebab rasa sakit tersebut.
f. Pengobatan
Beberapa pilihan pengobatan untuk osteoarthritis adalah sebagai berikut:
1. Konsumsi obat-obatan
Gejala rasa sakit, nyeri, dan kekakuan akibat osteoartritis, bisa ditolong dengan
pemberian obat-obatan tertentu, seperti:
 Acetaminophen
Acetaminophen, seperti Tylenol dan Paracetamol, telah terbukti efektif
untuk mengobati gejala pada orang dengan osteoarthritis. Penggunaan obat
ini dipercaya bisa meredakan nyeri dalam taraf ringan hingga sedang.
Akan tetapi, Anda dianjurkan untuk lebih berhati-hati dan memerhatikan
dosis konsumsi obat ini. Pasalnya, terlalu banyak minum obat
acetaminophen bisa berujung pada kerusakan fungsi hati.
 NSAID
Nonsteroid anti-inflammatory drugs, atau disingkat NSAID, adalah obat
yang sering digunakan untuk meringankan nyeri dan masalah pada
muskuloskeletal. NSAID yang dijual bebas, seperti ibuproven (Advil dan
Motrin IB) dan naproxen sodium (Aleve), bisa meredakan nyeri
osteoarthritis.
Jenis obat NSAID tersebut biasanya memiliki dosis yang sedang.
Sementara untuk NSAID dengan dosis yang lebih tinggi, tersedia
berdasarkan resep dokter. Obat ini juga bisa membantu meringankan
peradangan sekaligus menghilangkan rasa sakit.
 Duloxetione
Obat duloxetine (Cymbalta) biasanya digunakan sebagai obat untuk
mengobati depresi dan kecemasan. Di samping itu, duloxetine juga
diminum untuk membantu meredakan nyeri kronis, termasuk osteoarthritis.
2. Melakukan terapi
Bukan hanya dengan obat-obatan saja. Anda bisa mempercepat pemulihan
gejala dengan rutin melakukan terapi, meliputi:
 Terapi fisik
Terapi fisik adalah prosedur perawatan yang akan membantu Anda untuk
melatih otot-otot di sekitar persendian yang nyeri. Terapi ini juga dapat
meningkatkan jangkauan gerak, sekaligus meredakan rasa sakit. Dalam
melakukan terapi ini, Anda akan dibantu oleh seorang terapis sehingga
mempermudah program latihan yang nantinya Anda jalani.
 Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah jenis perawatan yang biasanya ditujukan khusus
untuk mengobati orang dengan keterbatasan fisik dan mental. Namun,
metode pengobatan ini juga tak kalah baik untuk diterapkan jika Anda
memiliki osteoarthritis lutut.
Seorang terapis okupasi yang akan bertugas membantu Anda dalam
menemukan cara yang paling tepat untuk beraktivitas sehari-hari.
Khususnya karena keterbatasan Anda akibat serangan rasa nyeri dan sakit
karena adanya peradangan sendi.
3. Prosedur operasi
Jika beberapa perawatan sebelumnya tidak cukup membantu, dokter mungkin
akan menyarankan prosedur seperti:
 Suntikan kortikosteroid
Pemberian suntikan obat kortikosteroid bisa membantu meredakan nyeri
pada persendian Anda. Selama prosedur berlangsung, dokter akan membuat
area di sekitar persendian Anda mati rasa terlebih dahulu. Selanjutnya,
barulah dokter akan menyuntikkan obat tersebut ke sendi sasaran.
 Suntikan pelumas
Pemberian suntikan pelumas, misalnya asam hialuronat, disinyalir bisa
mengurangi rasa sakit pada sendi. Alasannya karena asam hialuronat
memiliki kandungan komponen yang mirip seperti cairan pelumas sendi.
Alhasil, asam hialuronat bisa berperan menyerupai bantalan untuk sendi.
 Operasi penggantian sendi
Operasi penggantian sendi (artroplasti) bertujuan untuk mengangkat
permukaan sendi yang rusak, dan menggantinya dengan suatu bahan
khusus. Bahan tersebut bisa terbuat dari plastik atau logam khusus. Hanya
saja, permukaan sendi buatan tersebut bisa kehilangan fungsinya sehingga
perlu diganti dengan yang baru.
g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjai akibat osteoarthiritis dapat terjadi apabila penyakit ini
tidak ditangani dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu :
 Komplikasi Akut berupa, osteonecrosis, Ruptur Baker Cyst, Bursitis
 Komplikasi Kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang terparah
ialah terjadi kelumpuhan.
h. Pencegahan
Berikut merupakan cara pencegahan agar tidak mengalami osteoarthritis :
1. Menjaga Berat Badan
Seperti diungkapkan oleh Thitinan Srikulmontree, MD, peneliti dari American
College of Rheumatology, obesitas adalah salah satu penyebab utama
dari osteoarthritis. Penumpukan lemak di tubuh akan memberikan tekanan
ekstra pada bantalan sendi, khususnya yang berada di bagian pinggul dan lutut.
Oleh karena itu, sangat disarankan bagi Healthy People untuk mengontrol berat
badan sehingga bisa menurunkan risiko osteoarthritis.
2. Mengontrol Kadar Gula Darah
Penyakit diabetes dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur gula
darah (glukosa), yang pada akhirnya bisa memicu osteoarthritis. Hal itu karena
kadar glukosa yang tinggi dapat mempercepat pembentukan molekul tertentu
yang membuat tulang rawan menjadi kaku dan lebih sensitif. Diabetes juga
dikatakan dapat memicu peradangan sistemik yang mengarah pada penipisan
tulang rawan.
3. Rajin Olahraga
Ingin olahraga, tetapi sibuk kerja? Michael Silverman, seorang terapis
di Hospital for Special Surgery, menawarkan trik sehat yang bisa dipraktikkan
di mana saja, terutama di tempat kerja. Sisihkan waktu untuk naik-turun tangga
setidaknya 15 menit sehari. Latihan sederhana itu dapat mendorong pembakaran
kalori dan juga membantu memompa jantung. Jadi, tidak ada alasan untuk
malas olahraga ya, Healthy People.
4. Menghindari Cedera
Karena tulang rawan tidak bisa sembuh dengan sempurna, orang yang
mengalami cedera sendi memiliki risiko arthritis tujuh kali lebih besar. Patah
tulang dan dislokasi tulang juga dapat meningkatkan risiko osteoarthritis.
Kondisi ini terjadi pada sekitar 50 persen orang yang mengalami cedera
traumatis.
5. Gaya Hidup Sehat
Faktor usia dan genetik membuat orang lebih mudah terkena osteoarthritis.
Dibanding pria, wanita lebih rentan terhadap kondisi ini. Untuk
mencegahnya, Healthy People perlu menerapkan gaya hidup sehat. Hindari pula
kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum alcohol dan kurang tidur.
3. Gout
a. Definisi
Gout adalah sejenis sakit sendi atau arthritis yang ditandai dengan pembengkakan
pada sendi akibat kadar asam urat berlebih dalam tubuh. Meski penyakit ini dapat
menyerang sendi mana saja, umumnya Gout menyerang jempol kaki. Kondisi ini
sering menyebabkan pembengkakan besar dan menimbulkan rasa sakit yang
menyiksa, dan terkadang bahkan tidak tertahankan, serta dapat berlangsung
selama beberapa hari hingga berminggu-minggu.
Gout diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Gout primer yang merupakan akibat
langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan
ekrei asam urat. Dan Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat
yang berlebihan atau eksresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit
lain atau pemakaian obat tertentu.
Ada berbagai tahap melalui mana gout berkembang, dan penyakit ini terbagi
menjadi beberapa jenis gout, di antaranya:
1. Hiperurisemia asimptomatik
Seseorang mungkin memiliki kadar asam urat yang meningkat tanpa gejala luar.
Pada tahap ini, pengobatan tidak diperlukan, meskipun kristal asam urat
disimpan di jaringan dan menyebabkan sedikit kerusakan.
Orang dengan hiperurisemia asimptomatik dapat disarankan untuk menjalani
langkah-langkah untuk mengatasi faktor-faktor yang mungkin memicu
penumpukan asam urat.
2. Gout arthritis akut
Jenis gout ini terjadi ketika kristal asam urat yang telah diendapkan tiba-tiba
menyebabkan peradangan akut dan nyeri hebat. Serangan mendadak ini disebut
sebagai flare dan biasanya akan mereda dalam waktu 3 hingga 10
hari. Flare kadang-kadang dapat dipicu oleh karena stres, minum alkohol dan
obat-obatan, serta cuaca dingin.
3. Gout interval atau interkritis
Janis gout ini adalah periode di antara serangan gout arthritis akut. Flare
berikutnya mungkin tidak terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
meskipun jika tidak diobati, seiring waktu, mereka dapat bertahan lebih lama
dan terjadi lebih sering. Selama interval ini, kristal asam urat lebih lanjut
disimpan di jaringan.
4. Gout tophaceous kronis
Gout tophaceous kronis adalah jenis gout yang paling melemahkan. Kerusakan
permanen mungkin terjadi pada persendian dan ginjal. Pasien dapat menderita
artritis kronis dan mengembangkan topfi/tophi – benjolan besar kristal asam urat
di area tubuh yang lebih dingin seperti sendi jari.
Butuh waktu lama tanpa pengobatan untuk mencapai tahap gout tophaceous
kronis – sekitar 10 tahun. Sangat tidak mungkin bahwa pasien yang menerima
perawatan yang tepat akan berkembang ke tahap ini.
5. Pseudogout
Salah satu kondisi yang membingungkan dengan gout adalah pseudogout.
Gejala pseudogout sangat mirip dengan gejala gout.
Perbedaan utama antara gout dan pseudogout adalah bahwa persendiannya
teriritasi oleh kristal kalsium fosfat daripada kristal asam urat. Pseudogout
membutuhkan perawatan yang berbeda dengan asam urat.
b. Epidemiologi
Data NHANES III pada tahun 1988 hingga 1994 di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa artritis gout menyerang lebih dari 3 juta pria dengan usia 40
tahun atau lebih, dan 1,7 juta wanita dengan usia 40 tahun atau lebih (Weaver,
2008). Sedangkan di tahun 2007 hingga 2008 penderita artritis gout meningkat
menjadi 8,3 juta penderita, dimana jumlah penderita artritis gout pada pria sebesar
6,1 juta penderita dan penderita wanita berjumlah 2,2 juta. Hal ini menunjukkan
bahwa prevalensi penderita artritis gout di Amerika Serikat meningkat dalam dua
dekade ini (Zhu et al, 2011).
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis gout.
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, jumlah kasus artritis
gout dari tahun ke tahun mengalami peningkatan di bandingkan dengan kasus
penyakit tidak menular lainnya. Pada tahun 2007 jumlah kasus artritis gout di Tegal
sebesar 5,7% meningkat menjadi 8,7% pada tahun 2008, dari data rekam medik di
RSU Kardinah selama tahun 2008 tercatat 1068 penderita baik rawat inap maupun
penderita rawat jalan yang melakukan pemeriksaan kadar asam urat 40% di
antaranya menderita hiperurisemia (Purwaningsih, 2009).
c. Faktor Risiko
Penyakit artritis gout memiliki beberapa faktor risiko, antara lain:
 Genetik: Jika anggota keluarga mengidap gout, kemungkinan besar seseorang
dalam keluarga akan mendapatkannya juga.
 Kondisi kesehatan lainnya: Kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes, dan
penyakit jantung dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.
 Obat-obatan: Obat-obatan diuretik yang diminum untuk tekanan darah tinggi
dapat meningkatkan kadar asam urat; begitu juga beberapa obat yang menekan
sistem kekebalan yang digunakan oleh pengidap rheumatoid arthritis, pengidap
psoriasis, serta penerima transplantasi.
 Jenis kelamin dan usia: Gout lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
(sampai sekitar usia 60 tahun). Para ahli percaya bahwa estrogen alami
melindungi wanita sampai titik itu.
 Diet: Makan daging merah dan kerang meningkatkan risiko.
 Alkohol: Bagi kebanyakan orang, mengonsumsi lebih dari dua gelas minuman
keras sehari dapat meningkatkan risiko gout.
 Soda: Fruktosa dalam soda manis baru-baru ini terbukti meningkatkan risiko
asam urat.
 Obesitas: Orang gemuk memiliki risiko gout lebih tinggi dan cenderung
mengembangkannya pada usia yang lebih muda daripada orang dengan berat
badan normal.
 Operasi Bypass: Mereka yang telah menjalani operasi bypass lambung memiliki
peningkatan risiko gout.
d. Tanda Gejala
Awalnya penyakit gout arthritis disebabkan oleh kelebihan asam urat dalam
darah atau hiperurisemia. Asam urat diproduksi dalam tubuh selama pemecahan
purin – senyawa kimia yang ditemukan dalam jumlah tinggi pada makanan tertentu
seperti daging, unggas, dan makanan laut.
Biasanya, asam urat dilarutkan dalam darah dan dikeluarkan dari tubuh
melalui urine melalui ginjal. Jika terlalu banyak memproduksi asam urat, atau tidak
cukup diekskresikan, asam urat dapat menumpuk dan membentuk kristal tajam yang
memicu peradangan dan nyeri pada sendi dan jaringan di sekitarnya. Tanda dan
gejala gout arthritis hampir selalu terjadi secara tiba-tiba, dan sering terjadi di malam
hari. Gejalanya termasuk:

1. Nyeri sendi yang sering


Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita pada satu atau beberapa sendi,
seringkali terjadi pada malam hari; nyeri semakin memburuk dan tak
tertahankan. Sendi membengkak dan kulit di atasnya tampak:
 Merah atau keunguan
 Kencang dan licin
 Teraba hangat
Menyentuh kulit di atas sendi yang terkena bisa menimbulkan nyeri yang luar
biasa.
2. Gout arthritis biasanya terjadi di kaki
Gout adalah penyakit yang paling sering menyerang sendi di pangkal ibu jari
kaki dan menyebabkan suatu keadaan yang disebut podagra; tetapi penyakit ini
juga sering menyerang pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan dan sikut.
Kristal dapat terbentuk di sendi-sendi perifer tersebut karena persendian lebih
dingin daripada persendian di pusat tubuh dan urat cenderung membeku pada
suhu dingin. Kristal juga terbentuk di telinga dan jaringan yang relatif dingin
lainnya. Sebaliknya, gout jarang terjadi pada tulang belakang, tulang panggul
ataupun bahu.
3. Mengalami demam hingga takikardia
Gejala lainnya dari gout arthritis adalah demam, menggigil, perasaan tidak enak
badan dan denyut jantung yang cepat (takikardia). Gout arthritis cenderung
lebih berat pada penderita yang berusia di bawah 30 tahun. Biasanya, pada pria
gout timbul di usia pertengahan, sedangkan pada wanita muncul pada saat
pasca-menopause.
6. Gout arthritis biasanya menyerang satu sendi
Serangan gout arthritis pertama biasanya hanya mengenai satu sendi dan
berlangsung selama beberapa hari. Gejalanya menghilang secara bertahap, di
mana sendi kembali berfungsi dan tidak timbul gejala sampai terjadi serangan
berikutnya. Tetapi jika penyakit ini semakin memburuk, maka serangan yang
tidak diobati akan berlangsung lebih lama, lebih sering terjadi dan mengenai
beberapa sendi. Sendi yang terkena bisa mengalami kerusakan yang permanen.
7. Gout arthritis yang menahun
Artritis gout dapat menahun dan berat, yang menyebabkan terjadinya kelainan
bentuk sendi. Pengendapan kristal asam urat di dalam sendi dan tendon terus
berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi.
Benjolan keras dari kristal asam urat (tofi) diendapkan di bawah kulit di sekitar
sendi. Tofi juga bisa terbentuk di dalam ginjal dan organ lainnya, di bawah kulit
telinga atau di sekitar sikut. Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa
pecah dan mengeluarkan massa kristal yang menyerupai kapur.
e. Diagnosis
Gout arthritis dapat menjadi sulit untuk didiagnosis karena gejalanya, ketika muncul
mirip dengan kondisi lainnya. Walaupun hiperurisemia terjadi pada sebagian besar
orang yang mengalami gout artritis, hiperurisemia mungkin tidak muncul selama
gejala. Selain itu, sebagian besar orang dengan hiperurisemia tidak mengalami gout.
Salah satu tes diagnostik yang dapat dilakukan dokter adalah:
1. Tes cairan sendi
Cairan yang diambil dari area yang terkena sendi menggunakan jarum kemudian
diekstraksi. Cairan tersebut diperiksa untuk melihat apakah ada kristal asam urat
atau tidak.
Karena infeksi sendi juga dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan gout,
dokter dapat mencari bakteri saat melakukan tes cairan sendi untuk mengetahui
penyebab bakteri.
2. Tes darah
Dokter juga dapat melakukan tes darah untuk mengukur kadar asam urat dalam
darah, tetapi, sebagaimana disebutkan, orang dengan kadar asam urat tinggi
tidak selalu mengalami gout. Sama halnya, beberapa orang dapat mengalami
gejala asam urat tanpa meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
3. Pemindaian
Selanjutnya, dokter dapat mencari kristal asam urat di sekitar sendi atau di
dalam tophus menggunakan ultrasound atau CT scan. Sinar-X tidak dapat
mendeteksi gout, tetapi dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab lain.
f. Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa
nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi
yang diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout.
Penatalaksanaan utama pada penderita artritis gout meliputi edukasi pasien tentang
diet, lifestyle, medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan
perawatan komorbiditas.
Pengobatan artritis gout bergantung pada tahap penyakitnya. Hiperurisemia
asiptomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut artritis gout
diobati dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini
diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut
sendi.
Beberapa lifestyle yang dianjurkan antara lain menurunkan berat badan,
mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air
yang cukup. Modifikasi diet pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai
indeks masa tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein
atau rendah karbohidrat (diet atkins) sebaiknya dihindari. Pada penderita artritis gout
dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk mengkonsumsi 2 liter air tiap
harinya dan menghindari kondisi kekurangan cairan. Untuk latihan fisik penderita
artritis gout sebaiknya berupa latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan
menimbulkan trauma pada sendi.
Penanganan diet pada penderita artritis gout dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu avoid, limit, dan encourage. Pada penderita yang dietnya diatur
dengan baik mengalami penurunan kadar urat serum yang bermakna.
Tujuan terapi serangan artritis gout akut adalah menghilangkan gejala, sendi
yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk
menjamin respon yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat untuk artritis gout
akut, yaitu NSAID, kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan kerugian.
Pemilihan untuk penderita tetentu tergantung pada beberapa faktor, termasuk waktu
onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap
obat karena adanya penyakit lain, efikasi serta resiko potensial.NSAID biasanya
lebih dapat ditolerir dibanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang dapat
diprediksi.
Untuk penderita artritis gout yang mengalami peptic ulcers , perdarahan atau
perforasi sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan NSAID. Kolkisin
dapat menjadi alternatif namun memiliki efek kerja yang lebih lambat dibandingkan
dengan NSAID. Kortikosteroid baik secara oral, intraartikular, intramuskular,
ataupun intravena lebih efektif diberikan pada gout monoartritis, penderita yang
tidak toleran terhadap NSAID dan penderita yang mengalami refrakter terhadap
pengobatan lainnya.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengobatan serangan
artritis gout diobati dalam 24 jam pertama serangan, salah satu pertimbangan
pemilihan obat adalah berdasarkan tingkatan nyeri dan sendi yang terkena. Terapi
kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang berat dan serangan artritis gout
terjadi pada banyak sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin
dengan NSAID, kolkisin dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat
lainnya. Untuk kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan
karena dikawatirkan menimbulkan toksik pada saluran cerna. Obat golongan NSAID
yang di-rekomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi artritis gout akut adalah
indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat tersebut dapat menimbulkan efek
samping serius pada saluran cerna, ginjal, dan perdarahan saluran cerna. Obat
golongan cyclooxigenase 2 inhibitor celecoxib merupakan pilihan pada penderita
artritis gout dengan masalah pada saluran cerna.

Kolkisin oral merupakan salah satu obat pilihan utama ketika terjadi serangan
gout artritis akut, akan tetapi pemberian obat ini tidak dianjurkan pada penderita
yang onset serangannya telah lebih dari 36 jam. Pemberian kolkisin Nama obat Rute
pemberian Dosis Aspirin Indometasin Piroksikam Ibuprofen Asam mefenamat
Meloksikam Natrium diklofenak Oral Oral Oral Oral Oral Oral Oral 4-6 gram/hari
2-4kali 25 mg/hari 10-20 mg/hari 1200-2400 mg/hari 750-1500 mg/hari 7,5-15
mg/hari 100-150 mg/hari 150 dimulai dengan loading dosis sebesar 1,2 mg dan
diikuti dengan 0,6 mg satu jam kemudian sebagai profilaksis diberikan 12 jam
kemudian dan dilanjutkan sampai serangan artritis gout akut berhenti dan dosis
maksimal kolkisin 2 mg per hari.
Pemilihan kortikosteroid sebagai terapi inisial serangan gout artritis akut
direkomendasikan untuk mempertimbangkan jumlah sendi yang terserang. Satu atau
dua sendi kecil yang terserang sebaiknya menggunakan kortikosteroid oral, namun
jika sendi yang terserang adalah sendi besar, disarankan pemberian kortikosteroid
intraartikular. Kortikosteroid oral dapat diberikan seperti prednison 0,5 mg/kg/hari
dengan lama pemberian 5 sampai 10 hari atau2 sampai 5 hari dengan dosis penuh
kemudian ditappering off selama 7 sampai 10 hari . Didapatkannya peran NLRP3
inflamasom yang mana menghasilkan IL-1â diasumsikan sitokin ini dapat menjadi
target terapi untuk keadaan inflamasi artritis gout. IL-1 inhibitor, rilonacept juga
menunjukkan keefektifan dalam menekan artritis gout akut dan kadar C reactive
protein.
Indikasi terapi hiperurisemia adalah tofus, gambaran radiografik adanya erosi
akibat gout, nefrolitiasis karena asam urat, nefropati urat, profilaksis untuk
kemoterapi yang menginduksi artritis gout, dan penderita kambuhan yang
mengganggu kualitas hidup. Target terapi pada artritis gout adalah untuk
mengurangi keluhan dan gejala dimana kadar asam urat yang dituju adalah
sekurangkurangnya.
g. Komplikasi
Menurut Rotschild, komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative
arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin,
protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada
proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago,
dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk
mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase
yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat
mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi
anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya
batu ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin
memilki pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut.
Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada
penderita dengan uric acid nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena
peningkatan kandungan asam urat dalam urin), rendahnya pH (yang mana
menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin (menyebabkan
peningkatan konsentrasi asam urat pada urin).
h. Pencegahan
 Minum banyak cairan.
Jaga tubuh agar tetap terhidrasi dengan baik, dengan minum banyak air. Batasi
berapa banyak minuman manis yang diminum, terutama yang dimaniskan
dengan sirup jagung fruktosa tinggi.
 Batasi atau hindari alkohol.
Diskusikan dengan dokter tentang apakah jumlah atau jenis alkohol apa pun
yang aman untuk diminum. Berdasarkan penelitian, risiko gejala asam urat bisa
meningkat karena konsumsi bir yang berlebihan, terutama pada pria.
 Dapatkan protein dari produk susu rendah lemak.
Produk susu rendah lemak sebenarnya memiliki efek perlindungan terhadap
asam urat adalah sumber protein terbaik.
 Batasi asupan daging, ikan, dan unggas.
Sejumlah kecil mungkin dapat ditolerir, tetapi perhatikan jenis apa saja dan
seberapa banyak yang dampaknya menimbulkan masalah kesehatan.
 Pertahankan berat badan yang diinginkan.
Pilih porsi yang memungkinkan untuk mempertahankan berat badan yang sehat.
Menurunkan berat badan dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh.
Namun, hindari penurunan berat badan cepat atau cepat karena hal itu dapat
meningkatkan kadar asam urat untuk sementara.
B. OSTEOPOROSIS
1. Definisi
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme dimana tubuh
tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang diperlukan untuk proses pematangan
tulang. Pada osteoporosis terjadi pengurangan masa/jaringan tulang per unit volume tulang
dibandingkan dengan keadaan normal. Dengan bahasa awam dikatakan tulang menjadi lebih
ringan dan lebih rapuh dari biasanya, meskipun mungkin zat-zat dan mineral untuk
pembentukan tulang didalam darah masih dalam batas nilai normal. Proses pengurangan ini
terjadi di seluruh tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.
Osteoporosis adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi rapuh sehingga berisiko
lebih tinggi untuk terjadinya fraktur (pecah atau retak) dibandingkan tulang yang normal.
Osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan tulang baru dan resorpsi
tulang tua. Osteoporosis biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala khusus sampai
akhirnya terjadi fraktur. Karena inilah osteoporosis sering disebut sebagai 'silent disease '.
Terdapat beberapa jenis Osteoporosis antara lain :
a. Osteoporosis Primer
Sekitar 65-80% wanita dan 45-60% pria dengan osteoporosis menderita
osteoporosis primer. Padawanita dengan fraktur kompresi karena osteoporosis primer
didapat masatulang kortikaldan trabekular yang kurang. Jumlah trabekula yang kurang
dan pertanda biokimiawi serta histologik merupakan bukti terjadinya resorpsi tulang
yang meningkat dibandingkan kontrol pada umur yang sama. Hormonestron dan
androstendion berkurang secara bermakna pada wanita dengan osteoporosis, dan hal ini
merupakan sebagian sebab didapatkannya resorpsi tulang yang bertambah banyak dan
pengurangan masa tulang. Absorbsi kalsium pada wanita dengan kondisi ini menjadi
lebih rendah. Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi:
 Osteoporosis tipe 1
Disebut juga postemenoposal osteoporosis. Osteoporosis tipe ini bisa terjadi pada
dewasa muda dan usia tua, baik laki-laki maupun perempuan. Pada perempuan usia
antara 51-75 tahun beresiko 6 kali lebih banyak daripada laki-laki dengan kelompok
umur yang sama. Tipe osteoporosis ini berkaitan dengan perubahan hormon setelah
menopause dan banyak dikaitkan dengan patah tulang pada ujung tulang pengumpil
lengan bawah. Pada osteoporosis jenis ini terjadi penipisan bagian keras tulang yang
paling luar (kortek) dan perluasan rongga tulang.
 Osteoporosis tipe 2
Disebut juga senile osteoporosis (involutionalosteoporosis). Tipe 2 ini banyak
ditemui pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih banyak pada wanita dibanding
laki-laki pada umur yang sama. Kelainan pertulangan terjadi pada bagian kortek
maupun dibagian trabikula. Tipe ini sering dikaitkan dengan patah tulang kering
dekat sendi lutut, tulang lengan atas dekat sendi bahu, dan patah tulang paha dekat
sendi panggul. Osteoporosis jenis ini, terjadi karena gangguan pemanfaatan vitamin
D oleh tubuh, misalnya karena keadaan kebal terhadap vitamin D (vitDresisten) atau
kekurangan dalam pembentukan vitamin D (vit D synthesa) dan bisa juga
disebabkan karena kurangnya sel-sel perangsang pembentukan vitamin D
(vitDreseptor).
b. Osteoporosis Sekunder 2
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5% dari seluruh
osteoporosis. Osteoporosis sekunder terdapat pada 20-35% wanita dan 40-55% pria,
dengan gejalanya berupa fraktur pada vertebra dua atau lebih. Diantara kelainan ini yang
paling sering terjadi adalah pada pengobatan dengan steroid, mieloma, metastasis ke
tulang, operasi pada lambung, terapi antikonvulsan, dan hipogonadisme pada pria.
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor di luar tulang diantaranya: Karena
gangguan hormon seperti hormon gondok, tiroid, dan paratiroid, insulin pada penderita
diabetes melitus dan glucocorticoid, Karena zat kimiadan obat-obatan seperti nikotin,
rokok, obat tidur, kortikosteroid, alkohol. Penyebab lain seperti istirahat total dalam
waktu lama, penyakit gagal ginjal, penyakit hati, gangguan penyerapan usus, penyakit
kanker dan keganasan lain, sarcoidosis, penyakit sumbatan saluran paru yang menahun,
berkurangnya daya tarik bumi dalam waktu lama seeperti pada awak pesawat ruang
angkasa yang berada di luar angkasa sampai berbulan bulan.
2. Epidemiologi
Di Indonesia jumlah wanita lansia penderita osteoporosis mengalami trend yang
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan bencana sosial luar biasa pada masyarakat,
karena peningkatan biaya pengobatan atau perawatan serta dapat menurunkan kualitas hidup.
Saat ini saja 22-55 persen wanita lansia Indonesia menderita osteoporosis. Jika diubah dalam
angka, maka ada sekitar 8,5 juta lansia yang mencapai total 17 juta dari 222 juta penduduk
Indonesia menderita osteoporosis. Seiring meningkatnya jumlah penduduk menjadi 261 juta
pada tahun 2020 maka jumlah penderita diperkirakan akan meningkat menjadi 5-11juta. Dan
dengan penduduk 273 juta pada2050 maka jumlah penderita menjadi 5,2-11,5juta.
3. Faktor Risiko
Resiko paling tidak menguntungkan penderita osteoporosis adalah terjadinya fraktur
tulang yang apabila tidak ditangani dengan tuntas sampai dengan rehabilitasi
medik,makapasien akanmengalami disabilitas, gangguan fungsi aktivitas dari tingkat
sederhana sampai berat dan mengalami keterbatasan dalam bersosialisasi yang ujungnya
dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Faktor resiko osteoporosis dapat dibedakan
menjadi faktor resiko yang sifatnya tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Untuk yang
tidak dapat diubah diantaranya:
a. Gender
Pada umumnya perempuan mempunyai tulang yang lebih ringan dan lebih kecil
dibandingkan laki-laki
b. Usia lanjut
c. Riwayat osteoporosis dalam keluarga
Umumnya tipe perawakan tubuh dalam anggota keluarga saling mirip satu dengan
lainnya.
d. Ras
Perempuan Asia dan Kaukasia lebih mudah terkena osteoporosis dibandingkan
perempuan Afrika.
e. Bentuk badan
Semakin kecil dan kurus tubuh seseorang, semakin beresiko mengalami osteoporosis.
Beberapa penyakit seperti anoreksia, diabetes, diare kronis,penyakit ginjal dan hati.
Sedangkan untuk faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah diantaranya adalah:
a. Berhenti merokok
b. Kurangi konsumsi alkohol,
c. Segera atasi kekurangan asupan kalsium
d. Lakukan program latihan fisik, menambah berat badan bagi yang kekurangan berat
badan (kurus)
e. Hindari penggunaan obat-obatan steroid, fenobarbital, fenitoin
4. Tanda Gejala
Umumya, kepadatan tulang setiap orang mencapai puncaknya ketika berada di sekitar
usia 20-an. Saat mulai memasuki usia sekitar 35 tahun, komposisi dan kekuatan tulang mulai
melemah. Hal tersebut kemudian terus berlanjut seiring bertambahnya usia, yang membuat
komposisi tulang mulai menipis secara perlahan. Di usia ini, tulang tidak lagi membentuk
komposisi dan jaringan untuk menghasilkan struktur baru. Jika kondisi tersebut berlangsung
terus-menerus, tulang akan semakin keropos yang akhirnya mengakibatkan osteoporosis.
Pada tahap awal, penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala tertentu. Dalam
beberapa kasus, orang yang kondisi tulangnya sudah keropos bahkan tidak mengetahui secara
pasti kondisi mereka, sampai sudah benar-benar mengalami patah tulang. Gejala utama dari
osteoporosis yang bisa terasa adalah tulang mudah patah karena insiden kecil, seperti terjatuh,
terpeleset, dan lain sebagainya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dapat muncul
beberapa gejala osteoporosis yang meliputi:
 Nyeri tulang punggung bawah
 Nyeri leher
 Postur tubuh bungkuk
 Penurunan tinggi badan secara bertahap
 Mudah sekali mengalami patah tulang
5. Diagnosis
Penyakit osteoporosis kerap baru terdiagnosis setelah terjadi keretakan tulang.
Pemeriksaan dengan rontgen atau sinar-X berguna untuk mengidentifikasi keretakan tulang,
tapi bukanlah metode yang tepat untuk mengukur kepadatan tulang. Jika Anda berisiko tinggi
terkena osteoporosis, Anda disarankan untuk memeriksa kepadatan tulang dengan
pemindaian DEXA (absorpsiometri sinar X dengan energi ganda).
 Pemindaian DEXA: Mengukur Kepadatan Tulang
DEXA mengukur kepadatan mineral tulang (bone mineral density/BMD). Hasil DEXA
Anda akan dibandingkan dengan hasil kepadatan tulang orang yang umumnya sehat,
sesuai dengan usia dan jenis kelamin yang sama dengan Anda. Prosedur ini berdurasi
sekitar 15 menit dan tidak menimbulkan rasa sakit. Hasil pemindaian DEXA dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
 Di atas Standar Deviasi (SD) (-1) berarti normal
Antara SD (-1) dan (-2,5) diklasifikasikan sebagai osteopenia. Osteopenia adalah
kondisi saat kepadatan tulang lebih rendah dari rata-rata, tapi belum serendah tulang
osteoporosis
 Di bawah SD (-2,5) dikategorikan sebagai osteoporosis.
Pemindaian DEXA dapat mendiagnosis osteoporosis, tapi hasil BMD bukanlah satu-
satunya faktor yang menentukan risiko keretakan tulang Anda. Dokter juga akan
memperhitungkan usia, jenis kelamin, dan berbagai cedera yang Anda alami
sebelumnya untuk menentukan apakah Anda membutuhkan perawatan untuk
osteoporosis.
International Osteoporosis Foundation (IOF) mendeteksi bahwa akses terhadap fasilitas
pindai DEXA scan menjadi persoalan utama di Indonesia. Setengah dari jumlah total
mesin DEXA yang ada hanya berada di Jakarta. Harga pemeriksaan tes DEXA yang
berkisar Rp 700.000 juga relatif sulit terjangkau oleh kebanyakan orang Indonesia. Hal
ini juga membuat angka pasti jumlah penderita osteoporosis di Indonesia sulit diketahui.
Pemeriksaan yang lebih umum dilakukan adalah dengan ultrasound, tapi standarisasinya
masih dipertanyakan.
 FRAX: Memprediksi Keretakan Tulang
FRAX adalah program yang dapat memprediksi risiko keretakan tulang. Alat kalkulasi
ini diperuntukkan bagi pasien berusia antara 40-90 tahun. FRAX dapat menghitung
risiko keretakan tulang Anda untuk 10 tahun ke depan. World Health Organization
(WHO) telah mengembangkan alat tersebut berdasarkan kriteria tiap negara termasuk
Indonesia.
6. Pengobatan
Penanganan osteoporosis mengutamakan langkah-langkah untuk menghindari penderita jatuh
maupun mengalami keretakan. Berikut ini adalah langkah-langkah awal yang disarankan bagi
penderita osteoporosis, serta orang-orang lanjut usia, atau berisiko terhadap kondisi berikut
ini.
 Jaga tubuh Anda tetap bugar dan sehat dengan olahraga dan mengatur pola makan.
Tubuh yang aktif dapat membantu Anda tetap bebas bergerak dan mengurangi risiko
terjatuh serta mengalami keretakan tulang.
 Berkonsultasilah dengan dokter jika Anda mulai sulit berjalan atau sulit berdiri dengan
tegap. Dokter akan mendiskusikan tindakan pencegahan agar Anda tidak cedera saat
beraktivitas. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan meminimalkan penyebab
cedera seperti kualitas penglihatan, penggunaan obat-obatan, serta kekuatan otot dan
keseimbangan.
 Mengalami keretakan tulang karena jatuh adalah risiko yang akan terjadi ketika Anda
menua. Meski demikian, kondisi ini bukan tidak bisa dihindari. Ada hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko retak tulang yang dapat terjadi akibat
jatuh.
Mengenal Pengobatan untuk Osteoporosis
Jika tulang Anda mengalami keretakan atau Anda seorang penderita osteoporosis, Anda
memerlukan penanganan yang dapat mengurangi risiko terjadinya keretakan yang lebih parah
di masa mendatang. Pilihan penanganan osteoporosis yang akan diberikan ditentukan
berdasarkan usia, kepadatan tulang, dan faktor risiko keretakan. Anda mungkin tidak
memerlukan atau menginginkan obat-obatan untuk mengobati osteoporosis, tapi Anda tetap
perlu menjaga tercukupinya kadar kalsium dan vitamin D. Dokter mungkin akan
menyarankan perubahan pola makan dan konsumsi suplemen untuk memenuhi kebutuhan ini.
Pilihan Penanganan Osteoporosis
Pengobatan yang dijalani pasien osteoporosis secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu
pengobatan yang bersifat nonhormon dan hormon.
 Obat-obatan yang Bersifat Nonhormon
Pengobatan nonhormon meliputi pemberian kalsium dan suplemen vitamin D,
bisphosphomate, dan strontium ranelate.
 Kalsium dan suplemen vitamin D
Kalsium dan suplemen vitamin D bermanfaat mengurangi risiko patah tulang
pangkal paha. Usahakan mengonsumsi kalsium sebagai berikut:
 600 IU atau 15 mikrogram untuk orang dewasa di atas 20 tahun.
 800 IU atau 20 mikrogram untuk manula di atas 70 tahun.
Jika Anda tidak mendapat cukup kalsium dalam pola makan Anda, tanyakan tentang
kemungkinan konsumsi suplemen kalsium. Untuk mencegah keretakan tulang atau
pengobatan osteoporosis, Anda memerlukan dosis kalsium sebanyak 1,2 gram per
hari dan vitamin D sebanyak 20 mikrogram. Dosis ini hanya bisa didapatkan
terutama dari obat-obatan yang diformulasikan dalam resep dokter.
 Bisphosphonate
Obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan ini biasa
diberikan dalam bentuk tablet atau suntikan. Bisphosphonate bekerja dengan
memperlambat laju sel-sel yang meluruhkan tulang (osteoclast). Ada beberapa
bisphosphonate berbeda seperti alendronate, etidronate, ibandronate, risedronate,
dan asam zolendronic. Selalu ikuti petunjuk penggunaan obat yang diberikan dokter
mengenai dosis dan cara konsumsi yang benar. Iritasi pada kerongkongan, kesulitan
menelan, dan sakit perut bisa menjadi efek samping yang timbul dari mengonsumsi
bisphosphonate meski belum tentu terjadi pada setiap orang. Efek samping lain yang
sangat jarang terjadi adalah nekrosis pada rahang.
 Strontium ranelate
Strontium ranelate dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang dilarutkan dalam air. Obat
ini bisa menjadi alternatif jika penggunaan bisphosphonate dirasa tidak cocok.
Strontium ranelate memicu sel-sel yang membentuk jaringan tulang yang baru
(osteoblasts) dan menekan kinerja sel-sel peluruh tulang. Efek samping yang
mungkin timbul pada konsumsi strontium ranelate adalah mual dan diare.
 Obat-obatan yang Bersifat Hormon
Pengobatan hormon meliputi pemberian SERMs, terapi penggantian hormon, testosteron,
hormon paratiroid, dan kalsitonin.
 Selective estrogen receptor modulators (SERMs)
SERMs adalah obat yang menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko retak,
terutama pada tulang punggung. Satu-satunya bentuk SERMs yang tersedia untuk
pengobatan osteoporosis adalah raloxifene, garam hidroklorida. Raloxifene
dikonsumsi tiap hari dalam bentuk tablet. Efek samping penggunaan raloxifene
adalah:
 rasa panas/berkeringat di malam hari
 kram kaki
 meningkatkan risiko terjadinya gumpalan darah
 Terapi penggantian hormon
Terapi berupa hormon estrogen ini ditujukan bagi wanita pada
masa menopause untuk menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan
selama pengobatan. Meski begitu terapi ini tidak secara spesifik direkomendasikan
untuk pengobatan osteoporosis. Bahkan saat ini hampir tidak lagi digunakan karena
berisiko memicu timbulnya beberapa penyakit lain seperti kanker payudara, kanker
endometrium, kanker ovarium dan stroke. Sebaiknya diskusikan lebih lanjut
mengenai pengaruh dari terapi ini bersama dokter Anda.
 Pengobatan testosterone
Pengobatan testosteron khususnya diterapkan kepada para pria pengidap
Hipogonadisme atau ketidakmampuan memroduksi hormon seks dengan normal.
 Hormon paratiroid (PTH) (Teriparetida)
Sementara obat-obatan lain lebih memperlambat tingkat penipisan tulang, PTH
dapat meningkatkan kepadatan tulang. Namun pengobatan ini hanya digunakan
untuk sebagian orang yang kepadatan tulangnya sangat rendah dan jika pengobatan
lain tidak membawa manfaat. Hormon paratiroid diberikan dalam bentuk suntikan.
Efek samping yang biasa terjadi adalah mual dan muntah.
 Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang diproduksi secara alami oleh kelenjar tiroid. Hormon
ini memperkuat kepadatan tulang dengan menghambat sel-sel yang meluruhkan
tulang. Kalsitonin atau salcatonin dikonsumsi tiap hari dalam bentuk semprotan
yang dihirup atau suntikan. Efek samping yang umum dari pengobatan ini adalah
mual, muntah, dan diare.
7. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi pada osteoporosis :
a. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi medis dimana terjadi kerusakan atau
terputusnya kontinuitas jaringan baik tulang maupun tulang rawan yang biasanya disertai
oleh cedera di jaringan sekitarnya. Pada orang dengan penyakit osteoporosis, orang
tersebut akan lebih mudah mengalami fraktur patologik disebabkan oleh telah menurunnya
densitas massa tulang dan rapuhnya mikroarsitektur tulang.
Fraktur osteoporotik akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Insidens
fraktur pergelangan tangan meningkat pada secara bermakna setelah usia 50-an, fraktur
vertebra setelah usia 60-an, dan fraktur panggul setelah usia 70-an. Pada perempuan,
risiko fraktur 2 kali lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama dan lokasi
fraktur tertentu. Karena angka harapan hidup perempuan lebih besar dari laki-laki, maka
prevalensi fraktur osteoporotik pada perempuan akan menjadi jauh lebih tinggi dari laki-
laki.
Densitas massa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur
osteoporotik. Setiap penurunan densitas massa tulang sebesar 1 standar deviasi
berhubungan dengan peningkatan risiko fraktur sebesar 1,5-3,0. Namun pengukuran
densitas tulang juga harus memperhatikan usia dari pasiennya karena tidak ada
manfaatnya jika kita tidak memperhatikan pula hal tersebut. Seorang wanita yang berumur
80 tahun dengan T-score -1 akan memiliki risiko fraktur yang lebih tinggi dari seorang
wanita berusia 50 tahun dengan T-score yang sama.
 Fraktur Kompresi Vertebra
Fraktur yang terjadi karena kompresi (ketika dua tulang menumbuk dengan tulang
ketiga yang berada diantara kedua tulang tersebut). Contoh : Tulang vertebrata dengan
tulang vertebrata lainnya

 Fraktur Kolum Femur


Fraktur kolum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering terjadi
pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan
dan osteoporosis pasca menopause.
Klasifikasi fraktur kolum femur:
 Fraktur intrakapsuler
Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct) dimana biasanya
penderita terjatuh dengan posisi miring sehingga daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras seperti jalanan ataupun lantai dan trauma
tidak langsung (indirect) yang disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah karena kepala femur terikat kuat dengan ligament di dalam
acetabulum oleh ligament iliofemoral dan kapsul sendi sehingga mengakibatkan
fraktur di daerah kolum femur. Pembagian klasifikasi fraktur kolum femur
dilakukan berdasarkan:
 Lokasi anatomi :
 Fraktur subkapital
 Fraktur trans-servikal
 Fraktur basis kolum femur
 Arah garis patah :
 Tipe 1 (sudut 30°)
 Tipe 2 (sudut 50°)
 Tipe 3 (sudut 70°)
 Dislokasi atau tidak dari fragmennya (dibagi menurut Garden) :
 Garden 1 : incomplete
 Garden 2 : Fraktur kolum femur tanpa dislokasi
 Garden 3 : Fraktur kolum femur dengan dislokasi sebagian
 Garden 4 : Fraktur kolum femur dan dislokasi total

 Fraktur ekstrakapsuler
Fraktur Intertrochanter Femur
Merupakan fraktur antara trochanter mayor dan trochanter minor femur. Fraktur
ini termasuk fraktur ekstrakapsuler. Banyak terjadi pada orangtua terutama pada
wanita di atas usia 60 tahun. Biasanya terjadi trauma yang ringan, daerah paha
terbentur lantai. Hal ini dapat terjadi karena pada wanita tua, tulang sudah
mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang dewasa dapat terjadi fraktur
ini disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi (tabrakan motor). Penderita
biasanya datang dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh disertai rasa
nyeri hebat. Penderita terlentang di tempat tidur dengan tungkai bawah eksorotasi
dan terdapat pemendekan sampai tiga sentimeter disertai nyeri pada setiap
pergerakan. Pada bagian luar pangkal paha terlihat kebiruan akibat hematoma
subkutan. Pada foto Rontgen terlihat patah daerah trochanter dengan leher femur
dalam posisi varus yang bisa mencapai 90o.

b. Kifosis
Kifosis adalah salah satu bentuk kelainan tulang punggung, di mana punggung yang
seharusnya berbentuk kurva dan simetris antara kiri dan kanan ternyata melengkung ke
depan melebihi batas normal. Kelainan ini di masyarakat awam sering disebut sebagai
“Bungkuk”. Kifosis dapat disebabkan oleh beberapa sebab berupa hasil dari penyakit
degeneratif (seperti radang sendi ), masalah perkembangan, osteoporosis dengan fraktur
kompresi dari vertebra , dan/atau trauma. Selain itu kifosis juga dapat dipengaruhi oleh
kelainan otot, cacat lahir bawaan, kekurangan vitamin D dan kalsium, serta diperparah
dengan posisi duduk yang salah.

Kifosis ringan mungkin belum disadari karena nyaris tak menimbulkan keluhan
kecuali rasa lelah, punggung nyeri, serta kaku yang awalnya dianggap wajar akibat
kegiatan harian. Sakit leher dan punggung adalah gejala yang paling sering terjadi. Pada
Kifosis yang berat akan terjadi sesak napas karena paru-paru tidak dapat mengembang
sempurna. Pada kasus yang sangat parah bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali
justru orang lain yang sudah lama tidak bertemu yang menyadari adanya kifosis
(kebungkukan) ini.

Kifosis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu :


 Kifosis Postural (Postural Kyphosis)
Kifosis jenis ini merupakan kifosis yang paling sering dan umum terjadi. Kifosis ini
dapat terjadi baik pada orang tua maupun muda. Pada orang tua, kelainan ini sering
disebut hyperkyphosis atau “Dowager’s hump” sedagkan pada orang muda, kelainan
ini sering disebut “bungkuk udang”. Kifosis jenis ini jarang menimbulkan nyeri dan
tidak menimbulkan gangguan pada saat dewasa. Kelainan ini bersifat reversibel dan
dapat diperbaiki dengan memperbaiki ketidakseimbangan otot. Sekitar sepertiga dari
kasus kifosis postural yang sangat berat memiliki fraktur vertebral.
 Kifosis Scheuermann’s (Scheuermann’s Kyphosis)
Kifosis jenis ini dapat menyebabkan rasa sakit dan buruk secara kosmetik. Kifosis ini
banyak diemukan pada remaja dan menunjukkan deformitas yang lebih buruk dari
kifosis postural. Puncak atau apex dari kurvanya terletak di vertebrae torakal dan
bersifat kaku, Pada kifosis postural, vertebraenya tampak normal namun pada kifosis
Scheuermann’s bentuknya tampak iregular. Gejala umum yang sering terjadi adalah
cepat lelah karena dibutuhkan kerja otot yang intens untuk berdiri atau duduk dengan
baik.
 Kifosis Kongenital (Congenital Kyphosis)
Kifosis ini dapat terjadi pada janin dimana kolumna spinalnya tidak berkembang
dengan baik pada rahim ibu. Vertebraenya mungkin mengalami malformasi atau
berfusi bersama dan menyebabkan kifosis yang progresif seiring dengan
perkembangan anak. Pengobatan dengan bedah sangat disarankan pada usia-usia yang
awal dan dapat membantu menjaga kurva kelengkungan yang normal. Kifosis
kongenital juga dapat muncul tiba-tiba pada remaja terutama pada anak-anak yang
menderita cerebral palsy atau kelainan neurologi.
 Kifosis Nutrisi (Nutritional Kyphosis)
Kifosis ini disebabkan oleh defisiensi nutrisi terutama pada masa anak-anak seperti
defisiensi vitamin D (menyebabkan rickets) yang mana akan menyebabkan tulang
menjadi lebih lembut dan rapuh serta menghasilkan lengkungan pada spinal dan
tungkai akibat berat badan anak.

c. Loss Of Height
Reduksi pada tinggi badan orang-orang usia yang sudah lanjut merupakan hal yang
biasa terjadi. Hal ini disebabkan oleh degenerasi dari diskus intervertebralis dari spinal,
degenerasi osteoarthritis tulang kartilago pada paha, dan deformasi dari vertebrae spinal.
Sebuah studi di Ohio State University Medical Center menunjukkan bahwa
kehilangan 2 inchi atau lebih tinggi badan pada orang dewasa dapat menjadi sebuah
penanda yang kuat terjadinya osteoporosis di panggul. Hasil dari studi tersebut
menunjukkan bahwa kehilangan tinggi badan sebanyak 2-3 inchi meningkatkan risiko atau
kemungkinan lebih dari 4 kali lipat para wanita memiliki osteoporosis di panggul
(diverifikasi dengan bone density testing).
8. Pencegahan
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa gejala dan tidak
terdeteksi, sampai timbul gejala nyeri karena mikrofraktur atau karena patah tulang anggota
gerak. Karena tingginya morbiditas yang terkait dengan patah tulang, maka upaya
pencegahan merupakan prioritas. Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam 3 kategori
yaitu primer, sekunder dan tersier (sesudah terjadi fraktur)
a. PencegahanPrimer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah dan
mudah.Yang termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
 Kaksium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari ataupun dari tambahan
kalsium, pada umumnya aman kecuali pada pasien dengan hiperkalsemia atau
nefrolitiasis. Jenis makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau
dan jeruk sitrun. Sedangkan diet tinggi protein hewani dapat menyebabkan kehilangan
kalsium bersama urin. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa perempuan yang
melakukan diet vegetarian lebih dari 20 tahun mengalami kehilangan mineral tulang
lebih rendah yaitu sebesar 18% dibandingkan perempuan non vegetarian sebesar 35%.
 Latihan Fisik (Exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota tubuh/ gerak dan
penekanan pada aksis tulang sepertijalan, joging, aerobik atau jalan naik turun bukit.
Olahraga renang tidak memberikan manfaat yang cukup berarti. Sedangkan jika
latihan berlebihan yang mengganggu menstruasi (menjadi amenorrhea) sangat tidak
dianjurkan karena akan mengakibatkan terjadinya peningkatan kehilangan massa
tulang. Demikian pula pada laki-laki dengan latihan fisik berat dan berat dapat terjadi
kehilangan massa tulang.
 Hindari faktor yang dapat menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan resorpsi
tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, minum alkohol dan
mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya osteoporosis. Kondisi yang
diduga akan menimbulkan osteoporosis sekunder, harus diantisipasisejak awal.
b. PencegahanSekunder
 Konsumsi Kalsium Tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, 1200-1500 mg per hari,
untuk mencegah negative calcium balance. Pemberian kalsium tanpa penambahan
estrogen dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan massa tulang pada awal
periode menopause. Penurunan massa tulang terlihat jelas pada perempuan
menopause yang asupan kalsiumnya kurang dari400 mg per hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kalsium bersama dengan estrogen dapat menurunkan
dosis estrogen yang diperlukan sampai dengan 50%. Estrogen Replacement Therapy
(ERT) Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko osteoporosis.
Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada mereka yang tidak ada kontraindikasi.
ERT menurunkan resiko fraktur sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan
vertebra.
 Latihan fisik (Exercise)
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya
tetap sama dengan latihan beban dan tarikan pada aksis tulang. Perlu diperhatikan
berat ringannya osteoporosis yang terjadi karena hal ini berhubungan dengan dosis
dan cara gerakan yang bersifat spesifik tersebut. Latihan tidak dapat dilakukan secara
masal karena perlu mendapat supervisi dari tenaga medis/paramedis terlatih individu
per individu.
 Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat meningkatkan massa tulang
apabila digunakan selama 2 tahun. Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya
efek peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin diindikasikan bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan ERT, pasien pasca menopause lebih dari 15 tahun,
pasien dengan nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat terapi
kortikosteroid dalam waktu lama.
 Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vitamin D dan tiazid, tergantung kepada kebutuhan
pasien. Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan kalsium. Dua puluh
lima hidroksi vitamin D dianjurkan diminum setiap hari bagi pasien yang
menggunakan suplemen kalsium.
c. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasienjangan dibiarkan imobilisasi terlalu
lama. Sejak awal perawatan disusun rencana mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai
dengan aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat adalah
bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik,
pemakaian ortose spinal/ korset dan program fisioterapi/okupasi terapi akan
mengembalikan kemandirian pasien secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

dr. Marianti. 2016. Osteoporosis. (Online) diakses tanggal 16 September 2019.


https://www.alodokter.com/osteoporosis/diagnosis

Mayasari, Kartika. 2015. Jenis – Jenis Rematik. (Online) diakses tanggal 14 september 2019.
https://www.klikdokter.com/rubrik/read/2700082/jenis-jenis-rematik

Putri, Aghnia Jolanda. 2018.Reumatoid Atritis. (Online) diakses tanggal 13 September 2019.
https://www.alomedika.com/penyakit/reumatologi/reumatoid-artritis/etiologi

Ramadani, Meri. 2010. Faktor-Faktor Resiko Osteoporosis dan Upaya Pencegahannya.


Jurnal Kesehatan Masyarakat 4 (2)
Sadhana, Udadi dan Indra Wijaya. Patologi Anatomi 2. Universitas Diponegoro: Semarang
Savitri, Tiana. Penyakit Oasteoarthritis (Pengapuran Sendi). (Online) diakses tanggal 15
September 2019. https://hellosehat.com/penyakit/oa-osteoarthritis-pengapuran-
sendi/

Widyanto, Fandi Wahyu. 2014. Artritis Gout Dan Perkembangannya. UMM Jurnal Gout 10
(2) : 145-152.

Anda mungkin juga menyukai