Anda di halaman 1dari 10

Askep Artritis Reumatoid Sdki Slki Siki

Oleh Ida Radliyatul Fahmi, S.Kep., Ners  Mei 04, 2021  Posting Komentar


DAFTAR ISI(SHOW)

Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dan inflamasi dimana sistem kekebalan menyerang sel-
sel sehat di tubuh dan menyebabkan peradangan di bagian tubuh yang terkena, terutama daerah
persendian. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan asuhan
keperawatan atau askep artritis reumatoid menggunakan pendekatan sdki slki dan siki.

Tujuan :

 Memahami tentang definisi, epidemiologi, penyebab dan tanda gejala artritis reumatoid

 Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan medik atau pengobatan artritis reumatoid

 Merumuskan diagnosa keperawatan pada askep artritis reumatoid menggunakan


pendekatan Sdki

 Merumuskan Luaran keperawatan dan Kriteria hasil pada askep artritis reumatoid dengan
pendekatan Slki

 Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep artritis reumatoid dengan pendekatan


Siki 

Image by Laboratoires Servier on wikimedia.org

Konsep Medik dan Askep Artritis Reumatoid

Definisi

Artritis reumatoid adalah penyakit inflamatorik kronis dan sistemik, dan paling sering menyerang
sendi periferal, otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah yang mengelilingi. Remisi parsial dan
eksaserbasi yang tidak bisa diduga menandai rangkaian penyakit yang berpotensi melumpuhkan ini. 
Artritis reumatoid muncul di seluruh penjuru dunia, menyerang wanita hampir tiga kali lebih banyak
daripada pria. Bisa muncul pada usia berapa pun, tetapi puncak insidensinya pada usia 35 sampai 50
tahun. 

Penyakit ini biasanya membutuhkan penanganan seumur hidup dan kadang-kadang pembedahan.
Pada sebagian besar pasien, artritis reumatoid muncul mengikuti rangkaian intermiten dan
memungkinkan penderita melakukan aktivitas normal, tetapi 10% penderita mengalami
ketidakmampuan total akibat deformitas artikular parah, gejala ekstra artikular yang berkaitan, atau
keduanya. 

Prognosisnya memburuk jika pasien mengalami perkembangan nodulus, vaskulitis, dan titer tinggi
pada faktor reumatoid (rheumatoid factor - RF). 

Stadium Artritis Reumatoid

Jika tidak diobati, proses inflamatorik dalam sendi muncul dalam empat stadium, yaitu: 

Stadium pertama

Pada stadium pertama sinovitis muncul akibat kongesti dan edema membran sinovial serta kapsul
sendi. Infiltrasi oleh limfosit, makrofag, dan netrofil terus menyebabkan respons inflamatorik lokal.
Sel-sel ini, dan sel sinoviail yang mirip-fibroblas, memproduksi enzim yang membantu degradasi
tulang dan kartilago.

Stadium kedua 

Pada stadium kedua panus atau lapisan jaringan granulasi yang menebal mulai terbentuk, sehingga
menutup dan menginvasi kartilago dan akhirnya menghancurkan kapsul sendi dan tulang. 

Stadium ketiga

Pada stadium ketiga mulai muncul ankilosis fibrosa atau invasi fibrosa di panus dan pembentukan
parut yang memacetkan ruang sendi. 

Atrofi tulang dan kesejajaran yang salah menyebabkan deformitas yang terlihat jelas dan mengganggu
artikulasi tulang yang berlawanan, sehingga menyebabkan atrofi dan ketidakseimbangan otot serta
kemungkinan dislokasi atau subluksasi parsial.

Stadium keempat

Pada stadium keempat Jaringan fibrosa mengapur, sehingga menyebabkan ankilosis bertulang dan
imobilitas. 

Epidemiologi

Di seluruh dunia, insiden tahunan ertritis reumatoid mencapai sekitar 3 kasus per 10.000 penduduk.
Prevalensi sekitar 1% dan meningkat seiring bertambahnya usia serta memuncak antara usia 35 - 50
tahun. 

Artritis reumatoid mempengaruhi hampir semua populasi, meskipun jauh lebih umum di beberapa
kelompok seperti 5-6% di beberapa kelompok penduduk asli Amerika.
Hubungan kekerabatan tingkat pertama dari individu dengan artritis reumatoid memiliki risiko 2
hingga 3 kali lipat lebih tinggi. Kesesuaian penyakit pada kembar monozigot adalah sekitar 15-20%,
menunjukkan bahwa faktor nongenetik memainkan peran penting. 

Wanita terkena artritis reumatoid kira-kira 3 kali lebih sering daripada pria, tetapi perbedaan jenis
kelamin berkurang pada kelompok usia yang lebih tua. 

Sebuah penelitian dari Denmark menemukan bahwa tingkat artritis reumatoid lebih tinggi pada
wanita yang melahirkan hanya 1 anak dibandingkan pada wanita yang telah melahirkan 2 atau 3 anak.
Namun angka tersebut tidak meningkat pada wanita nulipara atau yang memiliki riwayat keguguran.

Penelitian di denmark ini juga menemukan risiko artritis yang lebih tinggi di antara wanita dengan
riwayat preeklamsia, hiperemesis selama kehamilan, atau hipertensi gestasional. 

Etiologi

Penyebab Artritis reumatoid tidak diketahui. Faktor genetik, lingkungan, hormonal, imunologi,
dan infeksi diduga memainkan peran penting. 

Selain iitu, faktor sosial ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat mempengaruhi perkembangan dan
hasil penyakit.

Faktor genetik

Faktor genetik menyumbang 50% dari risiko seseorang mengembangkan artritis reumatoid. Sekitar
60% pasien RA di Amerika Serikat membawa epitop bersama dari klaster human leukocyte antigen
(HLA)-DR4, yang merupakan salah satu situs pengikatan peptida molekul HLA-DR tertentu yang terkait
dengan artritis reumatoid.

BACA JUGA

 Askep Asam Urat gout Sdki Slki Siki


 Askep Fraktur Tibia Sdki Slki Siki
 Askep Pasien Dengan Multipel Mieloma
 Asuhan Keperawatan Spondilitis Ankilosis

Gen selain dari kompleks histokompatibilitas utama (MHC) juga terlibat. Hasil dari sekuensing gen
keluarga dengan RA menunjukkan adanya beberapa gen resistensi dan kerentanan, termasuk PTPN22
dan TRAF5. 

Infeksi

Selama beberapa dekade, beberapajenis mikroorganismei telah hipotesakan sebagai penyebab


potensial artritis reumatoid antara lain organisme Mycoplasma, virus Epstein Barr (EBV), dan virus
rubella. 

Beberapa bukti yang dikaitkan dengan hipotesa ini antara lain:

 Laporan tentang gangguan mirip flu sebelum dimulainya artritis

 Induksi arthritis pada hewan percobaan dengan bakteri atau produk bakteri seperti dinding
sel streptokokus

 Adanya produk bakteri, antara lain RNA bakteri pada sendi pasien
 Perubahan penyakit setelah diinduksi beberapa agen yang memiliki efek antimikroba seperti
garam emas, agen antimalaria, dan minocycline.

 Bukti yang muncul juga menunjukkan hubungan antara artritis reumatoid dengan bakteri
periodontopatik. Misalnya cairan sinovial pasien artritis reumatoid telah ditemukan
mengandung antibodi tinggi terhadap bakteri anaerob yang biasanya menyebabkan infeksi
periodontal seperti porphyromonas gingivalis. 

Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga berperan dalam artritis reumatoid, sebagaimana dibuktikan oleh jumlah
wanita yang lebih banyak menderita penyakit ini, adanya perbaikannya selama kehamilan,
kekambuhan pada periode postpartum awal, dan penurunan insiden pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral. 

Faktor gaya hidup

Penggunaan tembakau adalah faktor risiko gaya hidup utama untuk artritis reumatoid. Perokok
memiliki resiko yang lebih tinggi terkena artritis reumatoid. 

Selain itu, kebiasaan diet juga mempengaruhi timbulnya artritis reumatoid. Beberapa jenis diet yang
termasuk faktor risiko antara lain :

 Asupan daging merah

 Kekurangan vitamin D

 Konsumsi kopi yang berlebihan

 Asupan garam tinggi

Faktor imunologi

Hampir semua elemen imunologi utama memainkan peran mendasar dalam proses autoimun artritis
reumatoid. Kondisi patologis seperti proliferasi sinovial dan kerusakan sendi melibatkan sel T dan B
serta berbagai sitokin. Sel B juga menghasilkan banyak autoantibodi seperti RF dan ACPA yang
mengeluarkan sitokin.

Tanda dan gejala 

Stadium awal 

 Anoreksia 

 Letih 

 Tidak enak badan 

 Demam ringan dan persisten 

 Gejala artikular samar 

 Berat badan turun.


Stadium akhir 

 Lesi kardiopulmoner 

 Sindrom terowongan karpal 

 Kehancuran proses odontoid (bagian dari vertebra servikal kedua) 

 Fungsi sendi menurun 

 Infeksi 

 Sendi yang terasa perih dan nyeri, awalnya hanya jika pasien menggerakkannya tetapi
akhirnya muncul bahkan saat pasien beristirahat 

 Sendi yang terasa panas saat disentuh 

 Limfadenopati 

 Miositis 

 Osteoporosis 

 Perikarditis 

 Neuritis periferal, yang menyebabkan mati rasa atau kesemutan di kaki bawah atau
pelemahan dan hilangnya sensasi di jari tangan 

 Pleuritis 

 Nodulus atau fibrosis pulmoner 

 Nodulus reumatoid subkutaneus, bulat atau oval, tidak perih

 Skleritis dan episkleritis 

 Jari berbentuk-spindel, yang disebabkan oleh edema dan kongesti yang terlihat jelas di sendi 

 Otot kaku, lemah, atau nyeri, terutama setelah tidak beraktivitas dan saat bangun di pagi
hari 

 Penyakit sendi temporomandibular, yang mengganggu proses mengunyah dan menyebabkan


sakit telinga 

 Vaskulitis, yang bisa menyebabkan lesi kulit, ulser kaki, dan komplikasi sistemik multipel 

Pemeriksaan  diagnostik 

 Sinar-X pada stadium awal menunjukkan demineralisasi tulang dan pembengkakan jaringan-
lunak. Pada stadium selanjutnya, sinar-X menunjukkan kartilago hilang dan ruang sendi
menyempit. Akhirnya, sinar-X menunjukkan kehancuran dan erosi kartilago dan sendi,
subluksasi, dan deformitas. 
 RF positif pada 75% sampai 80% pasien, yang diindikasikan dengan titer 1:160 atau lebih
tinggi. 

 Analisis cairan sinovial menunjukkan peningkatan volume dan turbiditas namun viskositas
turun dan jumlah sel darah putih meningkat (umumnya lebih dari 10.000/ mm3). 

 Elektroforesis protein serum bisa menunjukkan kenaikan kadar globulin serum. 

 Tingkat sedimentasi eritrosit dan kadar protein reaktif-C naik pada 85% sampai 90% pasien
(bisa digunakan untuk memantau respons terhadap terapi karena kenaikan biasanya
sebanding dengan aktivitas penyakit.) 

 Jumlah darah lengkap biasanya menunjukkan anemia sedang, leukositosis ringan, dan
trombositosis.

 Penatalaksanaan Medik

 Salisilat, terutama aspirin, merupakan unsur utama dari terapi RA, karena bisa meringankan
inflamasi dan nyeri sendi.

 Obat anti-inflamatorik nonsteroidal (misalnya indomethacin, fenoprofen, dan ibuprofen


antimalaria (hidroxychloroquine), sulfazalazine (Azulfidine), gold salt, dan kortikosteroid
(prednisone) juga bisa digunakan.

 Imunosupresan misalnya methotrexate (Trexall), cyclophosphamide (Cytoxan), dan


azathioprine (Imuran) juga bersifat terapeutik dan lebih sering digunakan di awal proses
penyakit. 

 Inhibitor COX-2, misalnya celecoxib (Celebrex), secara signifikan mengurangi risiko


pendarahan Gl. 

 Cyclophosphamide (Cytoxan), yang menekan sistem imun dan berkaitan dengan efek
merugikan toksik, bisa diberikan pada pasien yang tidak berhasil sembuh dengan terapi lain. 

 Obat lain untuk terapi Artritis reumatoid meliputi: 

 Etanercept (Enbrel), yaitu agens yang bisa diinjeksi, dan infliximab (Remicade), yang
diberikan secara I.V. setiap 2 bulan, menghambat faktor nekrosis protein inflamatorik. 

 Leflunomide (Arava) menghalangi pertumbuhan sel baru. 

 Anakinra (Kinerel), yaitu agens yang bisa diinjeksi, menghalangi protein inflamatorik lain,
yaitu interleukin-1. 

 Tindakan suportif antara lain tidur selama 8 sampai 10 jam setiap malam, sering beristirahat
di sela-sela aktivitas sehari-hari, dan membelat sendi yang mengalami inflamasi. 

 Program terapi fisik, antara lain latihan jangkauan-pergerakan dan latihan terapeutik
individual yang dilakukan dengan hati-hati, bisa mencegah hilangnya fungsi sendi. 

 Kompres panas bisa merilekskan otot dan meringankan nyeri. Sebagian besar panas biasanya
bekerja paling baik pada penderita penyakit kronis. Kantung es efektif saat episode akut.
 Intervensi dini dengan pembelatan dan alat pelindung sendi, yang dipandu oleh terapis
okupasional, bisa menunda perkembangan deformitas sendi secara efektif.

 Penyakit parah bisa membutuhkan sinovektomi, rekonstruksi sendi, atau artroplasti sendi
total.

 Artroplasti reseksional kepala metatarsal dan ulnar distal, pemasukan prostesis Silastic di
antara sendi metakarpofalangeal dan interfalangeal proksimal, dan artrodesis (fusi sendi)
merupakan prosedur pembedahan yang bermanfaat. Artrodesis mengorbankan mobilitas
sendi untuk stabilitas dan meringankan nyeri. 

 Sinovektomi (pembuangan sinovium yang destruktif dan proliferatif, biasanya pada


pergelangan tangan, lutut, dan jari tangan) bisa menghalangi atau menunda rangkaian
penyakit. 

 Osteotomi (pemotongan tulang atau eksisi baji tulang) bisa menyejajarkan permukaan sendi
dan mendistribusikan tekanan kembali. 

 Tendon bisa mengalami ruptur secara spontan, sehingga membutuhkan perbaikan dengan
pembedahan. Transfer tendon bisa mencegah deformitas atau meringankan kontraktur. 

 Afresis bisa memperlambat artritis reumatoid atau mencegahnya semakin memburuk. 

Asuhan Keperawatan (Askep) Artritis reumatoid pendekatan Sdki Slki dan Siki

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan

1. Nyeri kronis b/d kondisi muskuloskeletal kronis (D.0078)

Luaran: Tingkat Nyeri menurun (L.08066)

 Keluhan nyeri menurun


 Merigis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah dan kesulitan tidur menurun
 Anoreksia, mual, muntah menurun
 Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
 Pola napas dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:
a. Manajemen Nyeri (I.08238)

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Perawatan Kenyamanan (I.08245)

 Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan


 Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
 Identifikasi masalah emosional dan spiritual
 Berikan posiis yang nyaman
 Berikan kompres dingin atau hangat
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Berikan pemijatan
 Berikan terapi akupresur
 Berikan terapi hipnotis
 Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi
 Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi
 Jelaskna mnegenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
 Ajarkan terapi relaksasi
 Ajarkan latihan pernafasan
 Ajarkan tehnik distraksi dan imajinasi terbimbing
 Kolaborsi pemberian analgesic, antipruritis, anthihistamin, jika perlu

2. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Nyeri dan kekakuan sendi (D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik meningkat (L.05042)

 Pergerakan ekstremitas meningkat


 Kekuatan Otot Meningkat
 Rentang Gerak (ROM) meningkat
 Gerakan tidak terkoordinasi menurun
 Gerakan Terbatas menurun
 Kelemahan Fisik Menurun
 Intervensi: Dukungan Ambulasi (I.06171)
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu Seperti tongkat, dan kruk.
 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan Seperti  berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
sesuai toleransi.
3. Defisit perawatan diri

Luaran: Perawatan Diri Meningkat (L.11103)

 Kemampuan mandi meningkat


 Kemampuan menggunakan pakaian meningkat
 Kemampuan makan meningkat
 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK Meningkat)
 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat
 Minat melakukan perawatan diri meningkat
 Mempertahankan kebersihan diri meningat

Intervensi : Dukungan Perawatan Diri (I.11348)

 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia


 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
makan
 Sediakan lingkungan yang teraupetik
 Siapkan keperluan pribadi
 Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan

4. Gangguan Citra Tubuh b/d perubahan fungsi tubuh (D.0083)

Luaran: Harapan Meningkat (L.09068)

 Verbalisasi keputusasaan menurun


 Perilaku Pasif menurun
 Afek datar menurun
 Pola Tidur membaik

Intervensi Keperawatan: Promosi Citra Tubuh (I.09305)

 Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan


 Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
 Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
 Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri sendiri
 Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
 Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
 Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
 Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
 Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
 Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
 Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
 Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
 Anjurkan menggunakan alat bantu
 Latih fungsi tubuh yang dimiliki
 Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
 Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok
Referensi:

1. Lynda Martin. 2004. Rheumatoid arthritis: Symptom, diagnosis, and


Management. Nursing Times
2. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William
& Wilkins : Norristown Road.
3. Howard R Smith. 2021. Rheumatoid Arthritis (RA). Med Scape. Emedicine.
https://emedicine.medscape.com/article/331715-overview
4. InformedHealth.org. 2020. Rheumatoid arthritis: Overview. Cologne,
Germany: Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK384455/
5. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
6. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1
cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2019.  Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan
II. DPP PPNI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai