Anda di halaman 1dari 39

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

RHEUMATOID ARTHRITIS
Nur Fatimah Maharani 2140312142
Diah Nurza Efendi 2140312078

Preseptor:
Dr. dr. Dwitya Elvira, Sp.PD-KAI, FINASIM
PENDAHULUAN
Latar Belakang

◦Rheumatoid Arthritis (RA) : penyakit autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang
menyerang sistem muskuloskeletal namun dapat melibatkan organ dan sistem tubuh secara keseluruhan,

◦Ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial yang disertai
gangguan pergerakan diikuti dengan kematian prematur

◦Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi

◦Wanita risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena RA dibanding laki-laki.

◦Kejadian meningkat seiring dengan bertambahnya usia


◦Etiologi RA belum diketahui secara pasti, namun telah diketahui : akibat adanya interaksi antara
faktor genetik (endogen) dan lingkungan (eksogen).

◦Faktor genetik yang diduga berperan pada patogenesis AR sangat banyak, antara lain HLA-DR4,
HLA-DRB1, PTPN22, PADI4, STAT4, TRAF1-C5 dan TNFAIP3.

◦Faktor lingkungan yang juga diduga berperan yaitu infeksi, merokok dan lain-lain
◦ Batasan Masalah
◦ Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, tatalaksana dan komplikasi Rheumatoid Arthritis.
◦ 1.3 Tujuan Penulisan
◦ Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Rheumatoid Arthritis.
◦ 1.4 Metode Penulisan
◦ Metode penulisan adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
Batasan Masalah

Referat ini membahas definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, patogenesis, manifestasi


klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, tatalaksana dan prognosis karena DHF.

Tujuan penulisan

Referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang DHF.

Metode penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatur.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

◦Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti
peradangan.

◦Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.

◦Rheumatoid Arthritis (RA) : penyakit autoimun yang etiologinya belum diketahui dan ditandai
oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular.

◦Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu monosiklik, polisiklik dan progresif.


Epidemiologi

◦ Wanita memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena RA dibanding laki-laki.
◦ Kejadian meningkat seiring dengan bertambahnya usia
◦ Insidensi kasus tertinggi pada kelompok usia 50-54 tahun
◦ Prevalensi tertinggi : Pima Indians (5,3%) dan Chippewa Indians (6,8%) dan prevalensi
terendah : China dan Jepang (0,2-0,3%)
◦ Jumlah penderita AR di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
◦ Namun diperkiraan <1,3 juta orang menderita AR di Indonesia dengan perhitungan
berdasarkan angka prevalensi AR di dunia antara 0,5-1%, dari jumlah penduduk Indonesia 268
juta jiwa pada tahun 2020
Faktor Resiko
1. Tidak Dapat Dimodifikasi
◦ Faktor genetik
◦ Usia
◦ Jenis kelamin
2. Dapat Dimodifikasi
◦ Gaya hidup : Status sosial ekonomi, Merokok, diet, infeksi, pekerjaan
◦ Faktor hormonal
◦ Bentuk tubuh
Etiopatogenesis dan Patofisiologi Rheumatoid
Arthritis

◦Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti

◦Dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan
psikologis).

◦Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering faktor cuaca yang lembab
dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus.
◦ Patogenesis terjadinya proses autoimun, → melalui reaksi imun komplek dan reaksi imunitas selular.
◦ Antigen apa sebagai pencetus awal tidak jelas , mungkin infeksi virus.
◦ Terjadi pembentukan faktor rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal, sehingga terjadi reaksi
imun komplek (autoimun).
◦ Terjadi berbagai peran yang saling terkait, antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran
imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan berbagai mediator inflamasi
◦ Berbagai sitokin berperan dalam proses inflamasi yaitu TNF α, IL-1, yang terutama dihasilkan oleh
monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel mesenzim seperti sel fibroblast sinovium,
osteoklas, kondrosit serta merangsang pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix
metalloproteases (MMPs).
◦ Proses inflamasi karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari pemeriksaan laboratorium : adanya
RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam darah.
◦ RF :antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi terhadap antibodi
dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar, kemungkinan virus atau bakteri.
◦ Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA.
◦ Hal ini : karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu sitokin yang
merangsang terjadinya sinovitis.
◦ Sel B berperan melalui pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya.
◦ Kerusakan sendi diawali : reaksi inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada membran
sinovial. → terbentuknya pannus → pannus mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk oleh
sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago.
◦ Di samping proses lokal tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Reaksi sistemik yang terjadi :
pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung, osteoporosis
serta mampu mempengaruhi hypothalamic-pituitary-adrenalaxis, sehingga menyebabkan kelelahan dan
depresi
◦ Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di bawah sinovium, poliferasi
ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan pembuluh darah oleh sel radang dan trombus.
◦ Pada RA yang secara klinis : secara makros : terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang
sendi dengan pembentukan vili. Secara mikros : terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan
terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau segmental berupa
distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan perivaskuler.
◦ Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen, tendon dan tulang.
Manifestasi Klinis

◦RA : penyakit autoimun sistemik dengan inflamasi sistemik


◦Bersifat kronik dan progresif
◦Tampilan awal klasik berupa kekakuan, nyeri dan bengkak pada sendi.
◦Onset terjadi secara perlahan dalam beberapa minggu hingga bulan
◦Manifestasi klinis klasik artikular : poliartritis simetrik dengan durasi gejala >6 minggu terutama
melibatkan sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki yang terdiri dari metacarpophalangeal (MCP),
proximal interphalang (PIP) dan metatarsophalangeal (MTP), diikuti oleh pergelangan tangan dan kaki,
siku, bahu, lutut, namun dapat mengenai seluruh sendi
◦Keluhan diikuti dengan kekakuan sendi pada pagi hari selama 1 jam atau lebih
◦Disertai gejala konstitusional : lemas, low grade fever (<38.5°C) dan penurunan berat badan.
◦Pada pemeriksaan sendi : pembengkakan (atau sinovitis), nyeri tekan, teraba hangat dan gerakan
sendi terbatas.
◦Jika pasien RA tidak mendapatkan terapi yang adekuat : adanya deformitas sendi.
◦Deformitas yang sering ditemukan yaitu swan neck dan boutonniere pada jari pasien serta deviasi
ulnar
◦Inflamasi pada RA juga : menyebabkan manifestasi ekstraartikular pada berbagai organ seperti
mata, jantung dan pembuluh darah, paru-paru, hematologi, otot, mukokutan, saraf, ginjal dan kulit
PENEGAKAN
DIAGNOSIS
Anamnesis
◦ Riwayat penyakit lkronologis dan deskriptif
◦ Umur, banyak ditemukan pada usia lanjut.
◦ Jenis kelamin, penyakit rheumatoid arthritis lebih banyak diderita oleh wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.
◦ Nyeri sendi, nyeri merupakan keluhan utama pada pasien dengan reumatik. Pada pasien RA, nyeri paling sering terjadi pada pagi hari,
membengkak disiang hari, dan sedikit lebih berat dimalam hari.
◦ Kaku sendi, merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan sendinya. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan
yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi.
◦ Bengkak sendi dan deformitas, pasien sering mengalami bengkak sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan posisi struktur
ekstremitas (dislokasi atau sublukasi).
◦ Disabilitas dan handicap. Disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ, atau sistem tidak dapat bekerja secara adekuat. Handicap adalah
apabila disabilitas menyebakan aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk aktivitas sosial.
◦ Gejala siskemik, penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan multisystem akan menyebabkan
peningkatan reaktan fase akut seperti peninggian LED atau CRP. Selain itu akan disertai dengan gejala siskemik seperti panas, penuruanan
berat badan, kelelahan, lesu, dan mudah terangsang. Kadang-kadang pasien mengeluhkan hal yang tidak spesifik seperti merasa tidak enak
badan. Pada orang tua disertai dengan gangguan mental.
◦ Gangguan tidur dan depresi, ganguan tidur dapat disebabkan oleh adanya nyeri kronik, terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi
nonsteroid.
Pemeriksaan Fisik
◦ Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau
deformasi, sementara tungkai yang nyeriakan lebih lama diletakkan dilantai, biasanya diikut oleh gerakan
lengan yang asimetris, disebut gaya berjalan antalgik.
◦ Sikap/postur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur
posisi sendiri tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi fleksi.
◦ Deformasi, akan lebih terlihat pada saat bergerak.
◦ Perubahan kulit, kemerahan disertai dengan kemerahan disertai deskuamasi pada kulit disekitar sendi
menunjukan adanya inflamasi pada sendi.
◦ Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses inflamasi di daerah sendi tersebut.
◦ Bengkak sendi bisa disebabkan karena cairan, jaringa lunak, atau tulang.
◦ Nyeri raba
◦ Pergerakan sinovitis menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah.
◦ Krepitus, merupakan bunyi yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang diserang.
◦ Atrofi dan penurunan kekuatan otot.
◦ Ketidakstabilan.
◦ Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan normal seperti
bangkit dari kursi atau kekuatan menggenggam.
◦ Nodul sering ditemukan dalam berbagai atopic, umunya ditemukan pada permukaan ekstensor
(punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum).
◦ Perubahan kuku, adanya jari tangan, timble pitting onycholysis atau serpihan darah.
◦ Pemeriksaan sendi satu persatu, meliputi pemeriksaan rentang pergerakan sendi, adanya bunyi krepitus
dan bunyi lainnya.
◦ AR mempengaruhi berbagai organ dan sistem lainnya yaitu :
◦ Kulit : nodul subkutan (nodul rheumatoid) terjadi pada banyak pasien dengan RA yang nilai RF-nya normal, sering lebih dari titik-titik tekanan
(misalnya, olekranon. Lesi kulit dapat bermanifestasi sebagai purpura teraba atau ulserasi kulit).
◦ Jantung : morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler yang meningkat pada pasien RA. Faktor resiko non tradisional tampak memainkan peran penting.
Serangan jantung, disfungsi miokard, dan efusi perikrdial tanpa gejala yang umum dan gejala perikarditis konstriktif jarang. Miokarditis, vaskulitis
koroner, penyakit katup, dan cacat konduksi kadang-kadang diamati.
◦ Paru : RA mempengaruhi paru-paru dalam beberapa bentuk termasuk efusi pleura, fibrosis interstisial, nodul (Caplan sindrom), dan obliterans
bronchiolitis-pengorganisasian pneumonia.
◦ Ginjal : ginjal biasanya tidak terpengaruh oleh RA langsung. Umumnya akibat pengaruh obat-obatan (misalnya : obat anti-inflamatory peradangan
(amyloidosis)).
◦ Vascular : lesi vaskuler dapat terjadi diorgan mana saja namun yang paling sering ditemukan di kulit. Lesi dapat hadir sebagai perpura gambling,
borok kulit, atau infak digital.
◦ Hematologi : sebagian besar pasien aktif memiliki penyakit anemia kronis, termasuk anemia normokromik-normositik, trombositiosis, dan
eosinofilik, meskipun yang terakhir ini sering terjadi. Leukopenia ditemukan pada pasien dengan sindrom Felty.
◦ Neurologis : biasanya saraf jeratan, seperti padasaraf median di carpal, lesi vasculitis, multiple mononeuritis, dan myelopathy leher rahim dapat
menyebabkan konsekuensi serius neurologis.
◦ Okular : keratoconjunctivitis siscca adalah umum pada orang dengan RA dan sering manifestasi awal dari sindrom Sjogren sekunder. Mata mungkin
juga episkleritis uveitis, dan scleritis nodular yang dapat menyebabkan scleromalacia.
Pemeriksaan Laboratorium
◦ Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis artritis reumatoid.
◦ Beberapa hasil uji serologis laboratorium menunjukan adanya kenaikan titer antibodi IgM yang bereaksi terhadap perubahan IgG α-1
dan IgG α-2 yang juga meningkat.
◦ Faktor reumatoid (RF) ditemukan negatif (<5%) pada 30% penderita AR stadium dini
◦ Kenaikan C-Reactive Protein (CRP) umumnya terjadi sampai >0,7 pg/mL.
◦ Pada pemeriksaan darah rutin sering ditemukan kenaikan laju endap darah (LED) hingga >30mm/jam.
◦ Kenaikan CRP atau LED dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit.
◦ Pada AR sering pula ditemukan penurunan kadar Hb yang bila kemudian diperiksa melalui apusan darah tepi menunjukan anemia
normositik normokrom akibat pengaruhnya pada sumsum tulang.
◦ Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik
peradangan pada artritis, namun hal tersebut tidak mendiagnosis RA.
◦ Pemeriksaan cairan sinovial diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif, dan kadar glukosa
rendah. Analisi cairan sinovial tidak menunjukkan satupun temuan spesifik untuk artritis reumatois, namun menunjukkanmkeadaan
inflamasi pada sendi. Cairan sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, dan peningkatan kandungan protein.
Pemeriksaan Radiologis
◦ Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam diagnosis, menilai komplikasi penyakit dan evaluasi
pengobatan AR.
◦ Penilaian awal radiologi diperlukan sebagai dasar untuk menilai progresifitas penyakit
◦ Klasifikasi Larsen
◦ Pemeriksaan USG muskuloskeletal berguna untuk mengidentifikasi sinovitis subklinis, baik untuk
diagnosis dan evalusi aktivitas penyakit.
◦ Grey-scale ultrasonography dengan doppler diketahui lebih sensitif dalam mendeteksi tanda inflamasi
dan destruksi sendi dibanding pemeriksaan Rontgen sendi.
◦ USG dapat mendeteksi erosi pada sendi kecil di tahap awal penyakit, dan seringkali sebelum erosi
terlihat pada Rontgen sendi
◦ Pemeriksaan MRI dapat berguna untuk menunjukkan patologi pada tulang. MRI memiliki kemampuan
lebih untuk memvisualisasikan keterlibatan sinovial atau jaringan lunak dan defek tulang rawan.
Penelitian telah menunjukkan keunggulan MRI dalam mendeteksi secara dini erosi tulang dibandingkan
Rontgen sendi. MRI juga dapat mendeteksi edema sumsum tulang, hipertrofi sinovial dan pembentukan
pannus sebelum timbulnya erosi tulang sehingga menjadikannya lebih sensitif.
Kriteria Diagnosis
ACR 1987 ACR 2010
◦ Kaku pagi hari di sendi dan sekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
◦ Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) 3 daerah sendi atau lebih
secara bersamaan yang diobservasi oleh dokter.
◦ Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu pembengkakan
persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal), MCP
(metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.
◦ Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi misalnya PIP
(proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau MTP
(metatarsophalangeal).
◦ Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi dokter.
◦ Faktor rheumatoid serum positif, terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum
yang diperiksa dengan cara yang membrikan hasil positif kurang dari 5% kelompok
kontrol yang diperiksa.
◦ Perubahan gambaran radiologis, perubahan gambaran radiologis yang khas pada AR
pada pemeriksaan sinar X tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau
daerah yang berdekatan sendi.
Tata Laksana
◦ Non Farmakologis
◦ Edukasi
◦ Pengertian tentang patofisiologi
◦ Penyebab penyakit
◦ Prognosis penyakit
◦ Semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks
◦ Sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini
◦ Metode-metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
◦ Istirahat
◦ Latihan-latihan spesifik
◦ Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua kali dalam sehari.23Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk
mengurangi nyeri pada sendi.23
◦ Mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling baik diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah mendapat latihan khusus, seperti
fisioterapi atauterapis kerja.23
◦ Latihan latihan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi.
◦ Alat pembantu dan adaptif
◦ Alat pembantu dan adaptif ini mungkin diperlukan saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti tongkat untuk membantu berdiri dan berjalan.
Farmakologis
◦ Bedah
◦ Tindakan bedah perlu dipertimbangkan bila :
◦ Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif
◦ Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
◦ Ada ruptur tendon
Sinovektomi, khususnya pada sendi lutut berguna untuk meluruskan kembali dan memperbaiki tendon. Sendi buatan dapat
dilakukan misalnya pada sendi panggul, lutut, jari-jari tangan. Artrodesis mungkin perlu dilakukan pada nyeri atau deformitas
yang berat.
◦ Kriteria Remisi
Lima dari kriteria di bawah ini harus terpenuhi minimal selama 2 bulan berurutan:
◦ Kaku pagi hari < 15 menit
◦ Tidak ada kelelahanzh
◦ Tidak ada nyeri sendi
◦ Tidak ada nyeri sendi pada pergerakan
◦ Tidak dijumpai pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi atau pada tendon sheats
◦ LED < 30 mm/jam (wanita), <20 mm/jam (pria)
Prognosis
◦ Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan artritis reumatoid pada setiap pasien tidak dapat di prediksi.
Faktor-faktor yang menjadikan prognosis buruk:
◦ Poliartritis generalisata (jumlah sendi yang terkena > 20)
◦ LED dan CRP yang tinggi walaupun sudah menjalani terapi
◦ Manifestasi ekstraartikuler, misalnya nodul/vaskulitis
◦ Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset
Komplikasi
◦ Osteoprosis
◦ Carpal Tunnel Syndrome
KESIMPULAN
◦ Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi kronik yang tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan
poliarthritis perifer dan simetris.
◦ Beberapa faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi dari Rheumatoid Arthritis (RA) adalah faktor genetik, hormon seks,
faktor infeksi, serta Protein heat shock (HSP).
◦ Pada pasien penderita reumatoid artritis, membran sinovial telah mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan
infiltrasi dari sel-sel pemicu inflamasi, terutama sel T CD4+. Untuk menegakkan diagnosis dapat berdasarkan kriteria ARA
(American Rheumatism Association).
◦ Penatalaksanaan untuk penyakit Rheumatoid Arthritis (RA) dapat berupa tatalaksana non- farmakologis dan farmakologis
◦ Non-farmakologis: edukasi, istirahat, latihan-latihan fisik, alat-alat pembantu dan adaptif serta terapi-terapi yang lain.
◦ Farmakologis: Obat - obatan antiinflamasi nonsteroid, glukokortikoid, DMARD, serta tata laksana bedah
◦ Komplikasi dari Rheumatoid Arthritis (RA) dapat berupa osteoporosis dan Carpal Tunnel Sydrome (CTS). Prognosis
penyakit ini buruk dengan beberapa faktor menjadi penyebabnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai