Anda di halaman 1dari 21

PELANGGARAN LALU LINTAS DI UNIVERSITAS

INDONESIA SEBAGAI WUJUD DARI KETIDAKPATUHAN


HUKUM

Kelompok 9:
Athika Fauzyah Syafitri, 1506676405
Fauzannamru Muzwan
Gabriel Stevent Damanik, 1506675970
Gianina Hakita, 1506727955
Giga Adriel, 1506676102
Martha Easter Ludovika, 1506747894
Natasya Afditami, 1506676462
Nisrina Irbah Sati, 1506677010
Sarah Rizki Nabila, 1506726914

Observasi Kelompok
Untuk Pemenuhan Tugas Mata Kuliah
Hukum dan Masyarakat

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, manusia dituntut untuk memiliki mobilitas yang cepat
dikarenakan keperluan dan kepentingan manusia semakin kompleks. Maka dari
itu, timbul tuntutan manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain
demi memenuhi kebutuhannya. Dalam melakukan mobilisasi tersebut, manusia
dimudahkan dengan keberadaan alat transportasi. Namun, karena tidak hanya satu
atau dua orang yang menggunakan alat transportasi ini, maka dibuat lah peraturan
yang semula dikenal UU No 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan
Jalan namun telah diubah seiring dengan perubahan yang terjadi di masyarakat
menjadi UU No 12 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menurut Utrecht, suatu hukum dibuat untuk menertibkan kehidupan
bermasyarakat dan mesti ditaati oleh seluruh anggota masyarakat karena dengan
melakukan pelanggaran dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah. Hal
ini dapat diartikan, hukum telah dibuat oleh pemerintah untuk kesejahteraan
masyarakatnya, namun jika dilanggar maka pemerintah mempunyai wewenang
untuk menindak atau memberikan sanksi terhadap orang yang melanggar. Bisa
dikatakan juga, hukum ada untuk menjaga keseimbangan dalam masyarakat dan
terjaminnya kepentingan dari anggota-anggota masyarakat. Namun kenyataannya,
masih banyak orang yang tidak patuh terhadap hukum, ketidaktaatan akan hukum
tersebut juga diejawantahkan pada keseharian masyarakat dalam berlalu lintas.
Padahal hukum tersebut ada untuk menjamin keselamatan orang – orang yang
berlalu lintas, namun sangat disayangkan kepatuhan dan kesadaran hukum
agaknya belum ada dalam diri masing – masing orang.
Angka pelanggaran lalu lintas yang terjadi di Indonesia masih tergolong
tinggi. Dinyatakan oleh AKBP Budiyanto, pada tahun 2015 pihaknya telah
menindak 1.307.828 pelanggar. Angka ini meningkat 14,9% dibanding tahun

2
sebelumnya, yaitu sebanyak 865.197 pelanggar1. Tidak hanya di kota – kota besar
yang banyak terjadi pelanggaran lalu lintas, namun dalam ruang lingkup lebih
kecil lagi, di kampus Universitas Indonesia Depok pun dapat terlihat berbagai
macam bentuk pelanggaran lalu lintas setiap harinya. Hal ini menjadi dilema
karena Universitas Indonesia yang selama ini dicitrakan sebagai miniatur Bangsa
Indonesia, yang selama ini disebut-sebut memiliki putra dan putri terbaik Bangsa
Indonesia, justru menjadi tempat dimana pelanggaran lalu lintas kerap terjadi.
Di Universitas Indonesia sendiri, berlaku Surat Edaran Nomor:
01/PT02.H15/PLK/2008 tentang Tata Tertib Lalu Lintas di Lingkungan Kampus
UI. Namun saat ini, pelanggar peraturan tersebut dibiarkan dan tidak menerima
teguran dari petugas. Dari sini lah Kelompok 9 mata kuliah Hukum dan
Masyarakat A ingin membahas bagaimana kesadaran dan kepatuhan hukum
tentang lalu lintas di Universitas Indonesia.

II. TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui hubungan antara teori kepatuhan hukum dengan pelanggaran
yang terjadi di Universitas Indonesia;
2. Mengetahui hubungan antara teori kesadaran hukum dengan pelanggaran
yang terjadi di Universitas Indonesia;
3. Mengetahui penerapan peraturan tentang lalu lintas yang ada di
Universitas Indonesia.

III. MANFAAT PENULISAN


1. Memberikan evaluasi dari efektivitas peraturan tentang lalu lintas di
Universitas Indonesia;
2. Memberikan solusi atas ketidakpatuhan hukum yang masih sering
dilakukan untuk mencegah kecelakaan lalu lintas.

1
Edi Suwiknyo, Ditlantas Polda Metro Jaya: Jumlah Pelanggar Lalu Lintas Naik Hampir 15%
pada 2015, diakses dari http://kabar24.bisnis.com/read/20160103/15/506488/ditlantas-polda-
metro-jaya-jumlah-pelanggar-lalu-lintas-naik-hampir-15-pada-2015

3
BAB II
PERMASALAHAN

Berdasarkan data yang didapatkan dari observasi kelompok selama empat


hari. Yang dimana observasi tersebut dimulai dari hari Jumat (6 April 2016)
hingga Senin (9 April 2016), dapat disimpulkan bahwa beberapa permasalahan
yang terjadi mengenai pelanggaran lalu lintas di kawasan Universitas Indonesia
(UI) adalah sebagai berikut:

1. Pengendara dan Penumpang Kendaraan Bermotor Roda Dua Tidak


Menggunakan Helm
Yakni tidak menggunakan pelindung kepala sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 57 ayat (1) jo ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan2. Pasal tersebut mengatur bahwa baik pengendara
maupun penumpang kendaraan bermotor roda dua harus menggunakan
helm yang memenuhi kualifikasi SNI (Standar Nasional Indonesia).

2. Mengendarai Kendaraan Melawan Arus Lalu Lintas


Adalah sikap tidak peduli dari para pengguna jalan dalam mengendarai
kendaraannya pada tempat dimana pengendara lain yang juga sedang
berlawanan arah dengan mereka.3.

3. Tidak Menghiraukan Peringatan di Stasiun Kereta


Berarti bahwa saat sirene kereta api sudah berbunyi, para pengguna jalan
tidak menunjukkan ketertiban dan menunggu di balik portal yang telah
diturunkan.

2
Kartika Febryanti, Undang-Undang yang Mewajibkan Penggunaan Helm Standar, diakses dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4957/undang--undang-yang-mengatur-penggunaan-
helm-standar-kendaraan-roda-dua
3
UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

4
4. Sepeda Motor dengan Muatan Lebih dari yang Ditentukan
Seharusnya sepeda motor hanya dapat memuat dua orang, yang terdiri dari
1 (satu) orang pengemudi dan 1 (satu) orang penumpang. Namun beberapa
pengguna jalan melakukan pelanggaran dengan memuat lebih dari 2 (dua)
orang dalam 1 (satu) kendaraan bermotor roda dua.

5. Berhenti bukan pada tempatnya


Adalah dimana pengemudi memberhentikan kendaraannya pada tempat
yang diberi rambu dilarang berhenti.4

6. Menerima atau Melakukan Panggilan Saat Sedang Mengemudi


Adalah suatu keadaaan dimana seseorang pengemudi kendaraan bermotor
secara tidak wajar melakukan kegiatan menelepon melalui ponsel atau
dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan
konsentrasi dalam mengemudi di jalan.

Yang menjadi inti masalah dominan dari permasalah pada observasi


kelompok kami adalah banyaknya pelanggaran rambu lalu lintas, dimana rambu
lalu lintas disini adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf,
angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan5. Walaupun dalam data kuantitatif
observasi kelompok kami menunjukkan jumlah pengguna jalan yang mematuhi
peraturan masih lebih banyak daripada yang jumlah pengguna jalan yang
melanggar peraturan lalu lintas, namun kejadian pelanggaran yang dilanggar
pengguna jalan di kawasan Universitas Indonesia ini tergolong memprihatinkan.

4
Ibid
5
Ibid

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penyajian Data Hasil Observasi


Kelompok kami melakukan observasi di beberapa lokasi di sekitar lingkungan
kampus Universitas Indonesia dalam 3 (tiga) hari yang berbeda. Lokasi tersebut
yaitu:
a. Pintu Masuk Motor Pondok Cina;
b. Pintu Masuk Stasiun UI;
c. Pertigaan FH-MUI.
Adapun alasan pemilihan tempat dikarenakan lokasi-lokasi tersebut
merupakan lokasi yang ramai dilewati oleh pengendara kendaraan bermotor.
Observasi di Pintu Masuk Motor Pondok Cina kami lakukan pada hari Jumat, 6
Mei 2016 pukul 12.45-13.49, 14.45-15.45, dan 16.32-17.27. Observasi di Pintu
Masuk Stasiun UI kami lakukan pada hari Sabtu, 7 Mei 2016 pukul 12.20-12.43,
dan13.55-14.55. Observasi di Pertigaan FH-MUI kami lakukan pada hari Senin, 9
Mei 2016 pukul 16.15-16.45. Yang menjadi obyek observasi kami adalah
pengguna kendaraan bermotor roda 2(dua). Data hasil observasi kami adalah
sebagai berikut:

Hasil Observasi Pelanggaran Lalu Lintas di Pintu Masuk Motor Pondok


Cina
Jumat, 6 Mei 2016
Pukul 12.45 – 13.49

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 9
Tidak menggunakan Helm 137
Sambil menggunakan Handphone 1
Berhenti sembarangan 3
Menunggu kereta di depan palang kereta -
api

6
Melawan arus -
Tidak melakukan pelanggaran 356
TOTAL 506

Hasil Observasi Pelanggaran Lalu Lintas di Pintu Masuk Motor Pondok


Cina
Jumat, 6 Mei 2016
Pukul 14.45 – 15.45

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 45
Tidak menggunakan Helm 178
Sambil menggunakan Handphone 8
Berhenti sembarangan -
Menunggu kereta di depan palang kereta -
api
Melawan arus -
Tidak melakukan pelanggaran 642
TOTAL 873

Hasil Observasi Pelanggaran Lalu Lintas di Pintu Masuk Motor Pondok


Cina
Jumat, 6 Mei 2016
Pukul 16.32 – 17.27

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 2

7
Tidak menggunakan Helm 94
Sambil menggunakan Handphone -
Berhenti sembarangan -
Menunggu kereta di depan palang kereta 107
api
Melawan arus -
Tidak melakukan pelanggaran 433
TOTAL 636

Hasil Observasi Pelanggaran Lalu Lintas di Pintu Masuk Stasiun Universitas


Indonesia
Sabtu, 7 Mei 2016
Pukul 12.20 – 12.43

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 24
Tidak menggunakan Helm 66
Sambil menggunakan Handphone -
Berhenti sembarangan 13
Menunggu kereta di depan palang kereta -
api
Melawan arus -
Tidak melakukan pelanggaran 83
TOTAL 186

Hasil Observasi Pelanggaran Lalu Lintas di Pintu Masuk Stasiun Universitas


Indonesia
Sabtu, 7 Mei 2016
Pukul 16.32 – 17.27

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 15
Tidak menggunakan Helm 126
Sambil menggunakan Handphone 1
Berhenti sembarangan -

8
Menunggu kereta di depan palang kereta -
api
Melawan arus 6
Tidak melakukan pelanggaran 498
TOTAL 646

Hasil Observasi Pelanggaran Lalu Lintas di Pertigaan FH-MUI


Senin, 9 Mei 2016
Pukul 16.15 – 16.45

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 3
Tidak menggunakan Helm 33
Sambil menggunakan Handphone 1
Berhenti sembarangan 31
Menunggu kereta di depan palang kereta -
api
Melawan arus -
Tidak melakukan pelanggaran 29
TOTAL 97

HASIL OBSERVASI PELANGGARAN LALULINTAS


DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA

JENIS PELANGGARAN JUMLAH


>2 orang di motor 98
Tidak menggunakan Helm 634
Sambil menggunakan Handphone 10
Berhenti sembarangan 47
Menunggu kereta di depan palang kereta 107
api
Melawan arus 6
Tidak melakukan pelanggaran 2041
TOTAL 2944

9
B. Analisis Sosiologis Terkait Pelanggaran Lalu Lintas
Pada periskop ini, kami akan membahas pelanggaran lalu lintas yang
begitu maraknya terjadi di kawasan Universitas Indonesia (UI) dari sisi
Sosiologis. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang kami lakukan
kepada 10 responden yang mengaku pernah melakukan pelanggaran lalu lintas di
kawasan UI, 9 responden menyatakan bahwa mereka sadar akan adanya hukum
atau regulasi yang mengatur perihal pelanggaran, dan menyatakan bahwa mereka
melakukan pelanggaran tersebut secara terus menerus (pelanggaran dilakukan
lebih dari sekali dan berlanjut). Berdasarkan pernyataan pelanggar lalu lintas yang
kami wawancarai, mereka menyadari akan adanya regulasi namun tidak memilih
untuk tidak mematuhinya. Hal ini selaras dengan pendapat Paul Scholten yang
menyatakan bahwa kesadaran hukum (legal awareness) tidak selalu diikuti
dengan kepatuhan hukum.
Ewick dan Sylbey, merumuskan “kesadaran hukum” itu mengacu ke cara-
cara di mana orang-orang memahami hukum dan institusi-institusi hukum, yaitu
pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan
tindakan orang-orang. Bagi Ewick dan Sylbey, “kesadaran hukum” terbentuk
dalam tindakan dan karenanya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara
empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai
perilaku” dan bukan “hukum sebagai aturan” norma atau asas”.6
Sudikno Mertokusumo mendefinisikan kesadaran hukum sebagai
kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang
seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. 7 Ini
berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain.
Soerjono Soekanto mengemukakan keterkaitan antara kesadaran dan kepatuhan
hukum (legal obedience): Dalam praktik sosial, kepatuhan hukum masyarakat
akan terbentuk ketika masyarakat telah memiliki kesadaran hukum. Kepatuhan

6
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 298
7
Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, (Yogyakarta: Liberty),
1981, hlm. 3

10
hukum masyarakat baru terpenuhi ketika masyarakat telah tahu dan paham
mengenai hukum yang berlaku, diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui pelanggaran lalu lintas
dilakukan berulang-ulang karena telah diterima oleh masyarakat bukan menjadi
sesuatu hal yang menyimpang, atau dengan kata lain telah dianggap dan diterima
sebagai perilaku yang biasa saja. Telah terjadi penerimaan nilai dalam masyarakat,
atau sikap permisif. Definisi permisif sendiri adalah bersifat terbuka (serba
membolehkan; suka mengizinkan)8. Sikap permisif pada masyarakat yang
dimaksud adalah keterbukaan masyarakat, dan memperbolehkan hal-hal yang
sejatinya merupakan pelanggaran, namun diterima dan dianggap lumrah karena
dilakukan oleh banyak orang dalam suatu waktu tertentu. Seperti contoh sikap
permisif masyarakat terhadap pelanggaran lalu lintas. Sikap permisif masyarakat
ini membuat perbuatan pelanggaran tersebut tidak lagi dikategorikan sebagai
perilaku menyimpang.
Berdasarkan observasi, ditemukan bahwa efektivitas regulasi lalu lintas di
kawasan UI dapat dikatakan rendah. Menurut Soerjono Soekanto, sesuatu dapat
dikatakan efektif ketika dapat mencapai tujuannya9. Efektivitas suatu hukum
menurut Soerjono Soekanto antara lain adalah hukum, penegak hukum, sarana
dan fasilitas, masyarakat dan kebudayaan. Dalam hal laporan ini, yang menurut
kami menjadi faktor dominan penyebab ketidakefektifan regulasi lalu lintas ini
adalah faktor penegak hukum. Hal ini karena dalam kawasan UI, petugas
Pembinaan Lingkungan Kampus Universitas Indonesia (PLK UI) menoleransi
adanya pelanggaran lalu lintas, seperti contoh tidak adanya larangan masuk
kawasan UI bagi pengguna motor tanpa menggunakan Helm. Ketika penegak
hukum, dalam hal ini PLK UI, melakukan pembiaran ini, mengakibatkan tidak
adanya efek jera bagi pelanggar yang membuat pelanggaran lalu lintas dilakukan
berulang ulang, dari hari ke hari.

C. Analisis Antropologis Terkait Pelanggaran Lalu Lintas

8
KBBI Online, diakses dari kbbi.web.id/permisif pada 9 Mei 2016
9
Soejono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, (Bandung: CV. Ramadja Karya,
1988), hlm. 186

11
Pelanggaran Hukum dapat ditinjau dari sisi antropolgi. Istilah antropologi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata antropos dan logos10. Antropos artinya
manusia dan logos merupakan ilmu atau studi tentang manusia atau lebih jelasnya
ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia, baik dari segi hayati mapun dari
segi budaya.
Menurut pendapat Prof. Koentjaraningrat, penjelasan antroplogi
merupakan ilmu tentang manusia merupakan istilah tua 11. Di Amerika Serikat,
istilah antropologi dipakai dalam arti yang sangat luas, karena meliputi baik
bagian fisik maupun sosial dari ilmu tentang manusia. Untuk menyederhanakan,
maka pada umumnya antropologi dikenal sebagai ilmu tentang budaya.
Bila kita melihat dari pemikiran Prof. Soerjono Soekanto yang
merupakan seorang yang ahli dalam antropologi hukum yang memulai pencarian
relasi hukum dan kebudayaan menggunakan situasi perbuatan melanggar hukum,
lalu diproses oleh lembaga-lembaga hukum. Maka, proses hukum dalam
masyarakat melalui proses (budaya) dari perbuatan, pelanggaran, sanksi di
masyarakat, dan diadili di lembaga hukum (baik pengadilan adat maupun
pengadilan modern).
Dalam hal berlalu lintas, kita dapat melihat proses seperti yang dikatakan
oleh Prof. Soerjono Soekanto. Sebelum ada pelanggaran, pasti ada hukum yang
dibuat terlebih dahulu. Hukum itu dibuat oleh manusia sendiri. Dengan kata lain,
manusialah yang menciptakan hukum. Masyarakat banyak yang berkendara dalam
lalu lintas, lalu ada yang melakukan pelanggaran terhadap hukum lalu lintas maka
mendapatkan sanksi di masyarakat seperti ditilang polisi, ditegur, dan lain-lain.
Ketika hukum yang mengatur menghendaki bahwa harus dibawa ke pengadilan,
maka sang pengendara akan diadili di pengadilan.
Kebudayaan sendiri memiliki peran penting terhadap eksistensi hukum.
Dimensi kebudayaan ini masuk kedalam norma-norma hukum. Kebudayaan juga
memberi ruang dalam proses penyelesaian perkara secara informal, seperti yang
terjadi dalam masyarakat Kpelle di Liberia Tengah, Afrika. Kebudayaan itu ada di
10
Diakses dari http://www.academia.edu/7491060/Antropologi_politik
11
Todi Sutardi, Antropoogi: Mengungkap Keberagaman Budaya, (Bandung: Setia Purna Inves,
2007) diakses dari https://books.google.com/books?isbn=979925597X

12
mana-dimana, dan membentuk sebuah pemahaman hukum yang sifatnya pluralis.
Budaya yang berbeda-beda menciptakan perbedaan akan tiap-tiap hukum yang
ada di tiap-tiap negara, bahkan bisa juga di tiap-tiap daerah dalam negara yang
sama.
Bila kita membicarakan hukum, maka akan sangat erat kaitannya dengan
kebudayaan. Hukum sendiri merupakan produk kebudayaan, karena sejatinya
produk hukum adalah produk ciptaan manusia. Dalam studi hukum dikenal
struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Hukum diciptakan
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya
sesuai dengan kebudayaan setempat. Dengan kata lain, kebudayaan membentuk
hukum.
Menurut Prof. Tjip, hukum bukanlah skema yang final12, tetapi terus
bergerak sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman umat manusia.
Dengan kata lain, hukum akan terus berubah sesuai dengan perkembangan zaman
dan dinamika manusia ini terlahir dalam proses kebudayaan yang berbeda.
Indonesia adalah negara yang penduduknya pluralis dan terus berkembang.
Hukum yang mengatur haruslah dapat mengikuti perkembangan penduduk
Indonesia yang bermacam-macam ini. Begitu pula dalam hal berlalu lintas.
Penduduk di Indonesia sudah makin berkembang, maka peraturan lalu lintasnya
juga harus berkembang mengikuti masyarakatnya. Transportasi yang digunakan
oleh masyarakat sekarang lebih beragam dan jumlahnya lebih banyak. Maka,
hukum yang mengatur juga pasti berkembang dengan bertambahnya jenis
kendaraan dan jumlahnya. Terlebih lagi, ada jasa transportasi baru yang berbasis
online. Untuk menjaga ketertiban, harus ada hukum yang mengatur akan jasa
transportasi ini yang salah satunya adalah bagaimana hak dan kewajiban mereka
dalam berlalu-lintas. Di kawasan UI, sudah ada peraturannya berlalu lintasnya
sendiri. Peraturan lalu lintas di UI pastinya akan terus berkembang seiring dengan
zaman demi terjaganya ketertiban berlalu lintas di kawasan UI. Pengendara yang
berkendara di kawasan UI bermacam-macam, ada mahasiswa, penduduk
setempat, pegawai, masyarakat yang memotong jalan, dan lain-lain. Maka dari itu,

12
https://core.ac.uk/download/pdf/11704315.pdf

13
hukum yang mengatur juga haruslah dapat menjaga ketertiban UI dengan
membuat peraturan bagi semua pengendara yang bisa menjaga ketertiban lalu
lintas UI.
Luhmann dan Habermas mendasarkan analisisnya pada teori-teori yang
menyangkut evolusi struktur-struktur sosial dan proses-proses hukum dan ko-
variasi sosial. Luhmann menggunakan skema evolusioner atau tiga tahapan
perkembangan masyarakat yaitu13:
1. Masyarakat tersegmentasi (segmented society) yang hidup secara
berkelompok atau terpencar yang dihubungkan oleh kekerabatan yang
kuat, meski tidak memiliki struktur kenegaraan;
2. Masyarakat yang terstrata (strartified society) secara bertingkat serta;
3. Masyarakat yang terdiferensiasi (differentiated society) secara fungsional.
Pada intinya, Luhmann mengatakan masyarakat modern berhadapan dengan
meningkatnya kompleksitas lingkungannya melalui proses diferensiasi,
segmentasi, stratifikasi masyarakat yang merupakan gabungan antara segmentasi
dan stratifikasi, serta fungsionalitas masyarakat.
Pelanggaran lalu lintas, seperti yang terjadi di kawasan Universitas Indonesia,
adalah juga karena kompleksitas lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat
modern. Jenis transportasi yang semakin bertambah, ada polisi yang sedang
melakukan razia, ada polisi yang sedang patroli, pengendara angkutan umum yang
ugal-ugalan, jalan yang semakin lebar atas regulasi pemerintah atau sempit karena
pedagang kaki lima yang berdagangan sembarangan, jalan yang ditutup polisi,
kemacetan, dan faktor-faktor lainnya dapat membuat atau mendorong masyarakat
untuk melakukan pelanggaran lalu lintas. Dengan kata lain, masyarakat sadar akan
hukum yang berlaku dalam hal berlalu lintas, akan tetapi, mereka tidak patuh
karena kompleksitas tersebut.
Sementara itu, Habermas mengidentifikasi tahapan-tahapan evolusioner dalam
masyarakat dan menganalisis hubungan antara tahapan-tahapan ini melalui
perkembangan moral hukum dengan mengemukakan tahapan-tahapan

13
Diakses dari http://www.academia.edu/6463404/Teori_Sistem_Luhmann

14
perkembangan hukum dan masyarakat, yaitu, Prakonvensional, Konvensional,
Postkonvensional14.
a. Tingkat Prakonvensional
 Tahap 1 adalah tahap di mana ada orientasi pada kepatuhan dan
hukuman.
 Tahap 2 adalah tahap di mana ada kesadaran bahwa setiap kejadian
bersifat relatif dan lebih berorientasi pada kesenangan sendiri.
b. Tingkat Konvensional
 Tahap 3 adalah tahap di mana ada orientasi mengenai individu
yang baik
 Tahap 4 adalah tahap di mana ada kesadaran akan kewajiban untuk
melaksanakan norma-norma yang ada dan mempertahankan pentingnya
keberadaan norma.
c. Tingkat Postkonvensional
 Tahap 5 adalah tahap di mana ada orientasi pada perjanjian antara
individu dengan lingkungan sosialnya.
 Tahap 6 adalah tahap di mana ada norma etik dan norma pribadi
yang bersifat subjektif. Dibutuhkan unsur etik atau yang sifatnya
universal sebagai sumber untuk menentukan suatu perilaku yang
berhubungan dengan moralitas.
Perkembangan individu ini mempengaruhi tingkat pelanggaran atau
ketidakpatuhan hukum yang ada. Bila kita hubungkan tahap-tahap di atas dengan
pelanggaran hukum yang terjadi, maka dapat kita lihat bahwa dalam tahap 6 ada
unsur yang bersifat subjektif yang menilai apakah sebuah perbuatan baik atau
tidak. Bagaimanapun juga, unsur subjektif dari setiap orang berbeda. Setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda akan apa yang baik dan apa yang buruk.
Dalam hal berlalu lintas, bila seseorang menganggap memutar arah di tempat
yang tidak seharusnya bukan merupakan sesuatu yang buruk, ia akan tetap
melakukannya.

14
Diakses dari https://www.academia.edu/8596185/Perkembangan_moral

15
D. Pelanggaran Lalu Lintas di Lingkungan Universitas Indonesia dari
Perspektif Hukum
Di dalam literatur-literatur hukum yang ditulis oleh pakar-pakar terkenal di
dunia dibedakan adanya dua macam kesadaran hukum, yaitu:
1. Legal consciousness as within the law, kesadaran hukum sebagai
ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai degan aturan hukum
yang disadarinya atau dipahaminya.
2. Legal consciousness as against the law, kesadaran hukum dalam
wujud menentang hukum atau melanggar hukum. 15
Achmad Ali menyatakan kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas
hukum adalah tiga unsur yang saling berhubungan. Dalam hal ini perlu diketahui
bahwa meskipun kesadaran dan ketaatan hukum sangat berhubungan erat, namun
tetap tidak persis sama dan tidak dapat dicampuradukkan. Kendati demikian,
kedua unsur itu memang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan
hukum dan perundang-undangan di dalam masyarakat.16
Apabila kita kembali pada respons 10 responden dimana 9 diantaranya
menyatakan menyadari hukum apa yang berlaku di lingkungan Universitas
Indonesia namun memilih untuk tidak mentaatinya, maka disini terjadi suatu legal
consciousness as against the law, yang mana membuktikan bahwa segenap warga
Universitas Indonesia telah mengetahui hukum apa yang berlaku, namun memilih
untuk tidak mematuhi hukum tersebut. Sehingga tampak bahwa terjadi fenomena
kesadaran hukum, namun tidak diiringi dengan kepatuhan hukum.
Perlu kita ketahui bahwa dalam lingkungan Universitas Indonesia berlaku
Surat Edaran Nomor 01/PT02.H15/PLK/U/2008, bahwa Tata Tertib Lalu Lintas di
Lingkungan Kampus UI meliputi17:
1. Wajib membawa kelengkapan surat berkendaraan bermotor (SIM dan
STNK);
2. Wajib memperhatikan dan mematuhi rambu-rambu dan marka jalan yang
ada;
15
Achmad Ali, Op. Cit, hlm.. 510
16
Ibid, hlm. 299
17
Tata Tertib Lalu Lintas, diakses dari http://plk.ui.ac.id/tata_tertib_lalu_lintas pada 04 May 2016
pukul 16:06

16
3. Wajib mengemudikan kendaraan pada kecepatan maksimal 40 km/jam;
4. Wajib memarkirkan kendaraan di tempat parkir yang telah ditentukan;
5. Wajib memakai helm bagi pengendara kendaraan bermotor roda dua.
Yang mana ketentuan-ketentuan tersebut sejalan dengan regulasi di tingkat
nasional, yakni Pasal 57 UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Sehingga apabila suatu peraturan yang telah berlaku dalam taraf nasional
kemudian justru tidak dapat diterapkan dengan baik dalam taraf yang lebih
rendah, maka implementasi akan produk hukum tersebut perlu dievaluasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Departemen Adkesma BEM UI
2016 didapatkan suatu fakta bahwa hukum di Universitas Indonesia sendiri
belumlah dapat ditegakkan secara tegas. Hal ini lah yang kemudian berujung pada
lahirnya beberapa kebijakan-kebijakan tidak tepat sasaran di tingkat universitas
yang semula berguna untuk mewujudkan ketertiban dan keamanan dalam lalu
lintas UI.

17
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesadaran dan kepatuhan hukum merupakan dua hal yang fundamental dalam
kehidupan bermasyarakat. Namun, ada kalanya kesadaran hukum tidak diiringi
dengan kepatuhan hukum. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari
dalam diri seseorang maupun dari lingkungan sekitarnya. Meskipun sudah
terdapat peraturan yang mengikat dan mengatur masyarakat, seringkali peraturan
tersebut dilanggar dan diabaikan dengan berbagai macam alasan.
Adapun pelanggaran yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari
adalah pelanggaran lalu lintas. Berdasarkan hasil dari observasi yang dilakukan
oleh kelompok, di kawasan Universitas Indonesia masih terdapat banyak
pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh beberapa pengendara motor. Padahal,
sudah terdapat peraturan mengenai tata tertib lalu lintas di lingkungan kampus
Universitas Indonesia melalui Surat Edaran Nomor: 01/PT02.H15/PLK/2008.
Namun pada realitanya, masyarakat (dalam hal ini pengendara motor) yang
melewati kawasan kampus Universitas Indonesia, tetap melanggar ketentuan yang
ada di dalam peraturan tersebut sekalipun sudah memiliki kesadaran hukum.
Pelanggaran tersebut dapat dikatakan sudah menjadi perilaku yang diulang-ulang
dan menjadi sebuah kebiasaan. Hal ini berkaitan dengan rendahnya keefektifan
regulasi tentang lalu lintas di kawasan UI. Rendahnya efektivitas regulasi tersebut
disebabkan oleh kurangnya pengawasan terhadap pengendara motor, serta
penegakan hukum yang kurang jelas dan tegas bagi oknum yang melanggar lalu
lintas di kawasan Universitas Indonesia.

B. SARAN
Demi menjaga ketertiban dan keamanan di lingkungan kampus Universitas
Indonesia, maka seharusnya semua pihak, yaitu PLK, civitas academica
Universitas Indonesia, maupun warga yang berada di dalam kawasan UI, bekerja
sama dalam mengawasi lalu lintas di kawasan umum tersebut. Pengendara motor pun harus
memiliki kesadaran hukum yang disertai dengan kepatuhan terhadap hukum yang telah

18
ditetapkan, sehingga dapat mencegah dan mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan
dari pelanggaran terhadap tata tertib lalu lintas. Peran PLK sebagai Pembinaan Lingkungan
Kampus juga sangat penting dan harus dilaksanakan dengan benar, serta diperlukan tindakan
yang tegas terhadap pelanggar lalu lintas, untuk memberikan efek jera sehingga terciptanya
kepatuhan hukum dan keamaan di kawasan UI.

19
LAMPIRAN

Tidak menunggu dibalik portal yang telah diturunkan


(Pondok Cina)

Mengendarai kendaraan bermotor roda dua dengan muatan lebih dari dua
orang
(Halte Stasiun Universitas Indonesia)

20
Penumpang tidak menggunakan helm
(Pondok Cina)

Kegiatan observasi untuk menghitung jumlah kendaraan bermotor serta


jumlah pelanggaran oleh pengemudi kendaraan bermotor dengan bantuan
aplikasi
(Halte Stasiun Universitas Indonesia)

21

Anda mungkin juga menyukai