Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Pendahuluan 1-1
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Dalam Laporan ini memaparkan beberapa substansi seperti (1) Pendahuluan yang
merupakan gambaran umum dari pekerjaan yang akan dilaksanakan; (2) Pendalaman
Substansi terkait KKOP dan RTDR serta Peraturan Zonasi; (3) Gambaran Umum Kabupaten
Bolaang Mongondow dan Gambaran Umum Kota Lolak;; (4) Pendekatan dan Metodologi
Pekerjaan; (5) Tinjauan Kebijakan meliputi RTRW Kabupaten Bolaang Mongondow dan
RDTR Kawasan Perkotaan Lolak; (6) Dasar Penetapan KKOP; (7) Identifikasi Data dan
Fakta secara lebih spesifik lokasi bandara hasil pengamatan dan pengukuran lapangan; (8)
Konsep Rencana Induk Bandara sebagai indikasai arahan awal pengembangan bandara;
(9) Analisis KKOP sebagai kajian terhadap batas kawasan dan ketinggian bangunan dalam
KKOP; (10) Arahan Penataan Ruang untuk RDTR sebagai rekomendasi terhadap sistem
jaringan, zona pemanfaatan ruang, serta peraturan zonasi dalam lingkup KKOP.
Semoga laporan ini juga dapat memberikan rujukan pembangunan di KKOP Bandara Lalow
dan diakomodasi dalam penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Lolak. Dengan demikian,
maka diharapkan dapat terwujud pula Kawasan Perkotaan Lolak yang terintegrasi dengan
pengembangan KKOP Bandara Lalow.
Akhirnya tim penyusun mengucapkan terima kasih atas segala saran, komentar dan
masukan yang diberikan dalam Penyusunan Laporan Akhir Penelitian Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow.
Tim Penyusun
Daftar Isi i
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Daftar Isi ii
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
5.1 Arahan RTRW Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2011 – 2031 ...................... 5-2
5.1.1 Rencana Struktur Ruang .................................................................................... 5-2
5.1.2 Rencana Pola Ruang ......................................................................................... 5-2
5.2 Arahan RDTR Kawasan Perkotaan Lolak ................................................................. 5-5
5.2.1 Arahan Struktur Ruang....................................................................................... 5-5
5.2.2 Arahan Pola Ruang/ Rencana Peruntukan Blok Kawasan ............................... 5-15
Daftar Isi iv
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Daftar Isi v
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Daftar Isi vi
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Daftar Isi ix
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Daftar Isi x
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Pendahuluan 1-1
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) tidak hanya meliputi wilayah di dalam
Bandar Udara akan tetapi mencakup wilayah di luar Bandar Udara, bahkan umumnya
meliputi areal pemukiman penduduk.
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sesuai dengan hirarkinya,
maka rencana yang menjadi rujukan dalam perizinan mendirikan bangunan adalah Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR). Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan penjabaran dari
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota ke dalam rencana distribusi
pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada suatu kawasan. KKOP
sebagai suatu kawasan yang bersifat khusus, di mana fungsi dan ketentuan bangunan di
Pendahuluan 1-2
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
KKOP harus sesuai dengan operasi penerbangan di bandara terkait. Terkait dengan RDTR
kawasan di sekitar Bandara, maka kajian KKOP nantinya bisa menjadi rujukan bagi RDTR
kawasan yang melingkupi KKOP Bandara.
Sehubungan dengan berbagai uraian di atas maka dalam pengembangan Bandara di Lalow,
Pemda Kabupaten Bolaang Mongondow melalui Satuan Kerja Dinas Perhubungan
melaksanakan kegiatan Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten
Bolaang Mongondow.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk membuat Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) di Bandar Udara yang meliputi kajian batas-batas kawasan
penerbangan sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku di bidang
kebandarudaraan.
1.2.3 Sasaran
Pendahuluan 1-3
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Lingkup wilayah penelitian adalah seluruh kawasan yang menjadi bagian dari KKOP dan
kawasan terkena dampak / mempengarui KKOP di Bandara Lalow, Kabupaten Bolaang
Mongondow.
Pendahuluan 1-4
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
bumi yang dinyatakan dalam besar lintang dan bujur dengan satuan derajat, menit
dan detik yang mengacu terhadap bidang referensi World Geodetic System ( WGS
’84) pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Bandar Udara.
Selanjutnya dilakukan penyusunan Diskripsi BM sesuai dengan hasil perhitungan
koordinat dan ketinggian;
5. Analisis teknis kawasan sekitar KKOP melalui analisis pergerakan dan intensitas
kegiatan kawasan sekitar KKOP;
6. Penyusunan rekomendasi aturan untuk Peraturan Zonasi kawasan dalam kKOP dan
kawasan sekitar KKOP;
7. Penyusunan Bahan Sosialisasi KKOP disekitar Bandar Udara antara lain Tata Guna
Lahan, Obstacle Clearence di sekitar Bandar Udara yang menggambarkan kondisi
eksisting tata guna lahan pada masing – masing kawasan yang berisi kegiatan –
kegiatan/sesuai peruntukan lahan dan bangunan;
8. Sosialisasi Hasil Pekerjaan;
9. Hasil pekerjaan tersebut diatas harus sesuai dan betul berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/48/III/2001 tentang Pedoman
Penelitian Peraturan Menteri tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP) di Bandar Udara dan sekitarnya.
1.4 Keluaran
Adapun keluaran dari kegiatan ini, meliputi:
Pendahuluan 1-5
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Dasar pertimbangan pembentukan KKOP adalah berdasarkan ketentuan umum, antara lain:
1. Bandar Udara
Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan
lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar dan/atau pos,
serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat
perpindahan antar moda transportasi.
Titik referensi Bandar Udara/Aerodrome Reference Point (ARP) adalah titik koordinat
Bandar Udara yang menunjukkan posisi Bandar Udara terhadap koordinat geografis.
1. Landas Pacu
Suatu daerah persegi panjang yang ditentukan pada Bandar Udara di daratan atau
perairan yang dipergunakan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat udara.
2. Permukaan Utama
Adalah permukaan yang garis tengahnya berimpit dengan sumbu landas pacu yang
membentang sampai panjang tertentu di luar setiap landasan ujung landas pacu dan
lebar tertentu, dengan ketinggian untuk setiap titik pada Permukaan Utama
diperhitungkan sama dengan ketinggian titik terdekat pada sumbu landas pacu.
Adalah bidang dengan kemiringan tertentu sejajar dan berjarak tertentu dari as
landas pacu pada bagian bawah dibatasi oleh garis perpotongan dengan tepi
permukaan utama dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan
permukaan horizontal dalam. Kawasan ini merupakan penghubung antara sisi
panjang permukaan utama dengan permukaan horizontal dalam.
Adalah bidang datar di atas dan di sekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh kedua
radius dan ketinggian tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan terbang
rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.
Kawasan ini ditentukan oleh lingkaran dengan radius 4000 m dari titik tengah setiap
ujung permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang
berdekatan dan kawasan ini tidak termasuk Kawasan Ancangan Pendaratan dan
Lepas Landas, serta Kawasan Di bawah Permukaan Transisi.
Adalah bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis
perpotongan dengan permukaan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh
Pemukaan kerucut ditentukan mulai dari tepi luar permukaan horizontal dalam
menaik dengan kemiringan 5 %, dan meluas sampai ketinggian 75 m dari
permukaan horizontal dalam atau jarak mendatar 1500 m. Permukaan kerucut
merupakan penghubung antara horizontal dalam dengan horizontal luar.
Adalah bidang datar di atas dan di sekitar Bandar Udara yang dibatasi oleh radius
dan ketinggian tertentu untuk melindungi pergerakan pesawat terutama dalam posisi
missed approach climb part (misalnya kegagalan pendaratan akibat kondisi cuaca
buruk).
Kawasan ini ditentukan oleh lingkaran dengan radius 6000 m sampai dengan 15000
m dari titik tengah setiap ujung Permukaan Utama dan menarik garis singgung pada
kedua lingkaran yang berdekatan dan kawasan ini tidak termasuk Kawasan
Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas dan Kawasan Di bawah Permukaan
Kerucut.
10. Obstacle
Adalah semua benda bergerak maupun tidak bergerak (baik permanen maupun
sementara) atau bagian-bagiannya, yang berada atau terletak di suatu area yang
dimaksudkan untuk pergerakan pesawat udara atau yang melebihi di atas suatu
permukaan tertentu yang dimaksudkan untuk melindungi pesawat udara dalam
penerbangan.
2.1.1 Urgensi Pengaturan Rencana Detail Tata RUang (RDTR) Terkait KKOP
Daerah lingkungan kepentingan bandar udara (DLKP) adalah daerah di luar lingkungan
kerja bandar udara yang digunakan untuk menjamin keselamatan dan keamanan
penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpang dan kargo.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 2009 tentang penerbangan, dalam pasal 211
menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan rencana rinci tata ruang kawasan
di sekitar bandar udara.
Beberapa jenis penyusunan dan penetapan rencana rinci tata ruang meliputi:
Adapun pengertian dan definisi terkait RDTR dan Peraturan Zonasi dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
2.1.3 Pemahaman mengenai Bagian Wilayah Perkotaan (BWP), Sub BWP, Blok
dan Subblok, Zona dan Subzona
Pada dasarnya BWP adalah wilayah perencanaan dalam kegiatan RDTR. Adapun kriteria
dari wilayah perencanaan adalah:
1. wilayah administrasi;
5. bagian dari wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan
direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
Setiap BWP terdiri atas Sub BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan:
1. Morfologi BWP;
Setiap Sub BWP terdiri atas blok yang dibagi berdasarkan batasan fisik antara lain seperti
jalan, sungai, dan sebagainya. Untuk pengaturan yang lebih detail, maka blok kemudia
dapat didetailkan dalam subblok.
Terkait dengan Zona dan Subzona, sebagaimana telah diuraikan dalam subbab pengertian
dan definisi terkait, adalah fungi ruang dari Blok dan Subblok dalam BWP ataupun Sub
BWP. Apabila pada BWP hanya terdapat satu jenis subzona dari zona tertentu, subzona
tersebut dapat dijadikan zona tersendiri. Subzona juga dapat dijadikan zona tersendiri
apabila subzona tersebut memiliki luas yang signifikan atau memiliki persentase yang besar
terhadap luas BWP
Ilustrasi dari BWP, Sub BWP, Blok dan Subblok, Zona dan Subzona dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 2. 1 Ilustrasi Pembagian BWP, Sub BWP, Blok dan Subblok, Zona dan Subzona
Sumber: Permen PU No.20 Tahun 2011
Beberapa keluaran dari substansi pengaturan RDTR terkait KKOP dalam bentuk
rekomendasi antara lain:
a. Pusat Kegiatan
a. Kawasan Budidaya
b. Kawasan Lindung
Pendalaman Substansi 2 - 10
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
4. Ketentuan pemanfaatan ruang, yaitu indikasi program pemanfaatan ruang untuk tiap
blok peruntukan sesuai waktu pelaksanaannya dan sumber pendanaannya.
Pendalaman Substansi 2 - 11
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
5. Album Peta A1 skala 1 : 5.000 dan Album Peta A3 RDTR yang terdiri dari :
a. Peta Dasar
c. Peta Analisis
d. Peta Rencana
Pendalaman Substansi 2 - 12
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara 123º - 124º Bujur Timur
dan 0º30’ - 1º0’ Lintang Utara. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Bolaang
Mongondow merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara dan
memiliki batas-batas sebagai berikut:
B. Kondisi Topografi
Secara morfologis wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow dibentuk oleh dua rangkaian
pegunungan yang memanjang dari arah timur-barat. Rangkaian pegunungan ini mengapit 2
dataran luas, yaitu dataran Kotamobagu dan Dumoga-Pusian. Di bagian timur laut terdapat
kompleks gunung api Ambang yang masih aktif dengan ketinggian 1.689 meter. Sedang di
bagian barat didominasi oleh morfologi pegunungan dengan puncak tertinggi adalah
Gunung Batu Bulawan dengan ketinggian 1.790 meter yang terletak di Kecamatan Bolang
Uki.
Geologi batuan penyusun wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow sangat variasi dan
dikelompokkan menjadi beberapa formasi. Batuan tertua adalah batuan gunung api yang
termasuk dalam formasi Tinombo yang berumur Eosen. Batuan ini terdiri dari lava yang
bersusun basalt dan andesit dengan selingan batu pasir, batulanau, batugamping merah
dan kelabu, serta sedikit konglomerat.
Berikut adalah tabel yang menunjukkan ketinggian tanah dari permukaan laut menurut
kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow.
C. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow di tahun 2014 mencapai 229.604 jiwa,
dan diantaranya yang berada di Kecamatan Lolak berjumlah 26.573 jiwa atau 11,57% dari
jumlah penduduk Kabupaten Bolaang Mongondow. Sebaran penduduk di tiap kecamatan
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. 3 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Bolaang
Mongondow Tahun 2012 - 2014
Kota Lolak merupakan kawasan perkotaan yang terdiri 10 (sepuluh) desa/kelurahan dari
menempati posisi yang cukup strategis selain diperkaya oleh potensi sumberdaya kelautan
yang cukup besar.
Luas Kota Lolak berdasarkan jumlah kelurahan/desa, diuraikan pada tabel berikut;
B. Kondisi Topografi
Kota Lolak memiliki kondisi fisiografi yang cukup beragam, sebagian besar terdiri dari
kemiringan lereng >40%, kemiringan 15-40% wilayah tersebut berada pada Desa Labubuan
Uki, serta kemiringan 0-2% di wilayah pesisir utaranya. Sebagian besar wilayah Kota Lolak
berada di ketinggian <500 mdpl.
Berdasarkan data yang diperoleh berupa peta topografi sekala 1: 250.000 serta peta
topografi sekala 1:50.000 (Bakosurtanal, 1991). Uraian fisik pada Kawasan Perkotaan Lolak
terdapat pola kontur yang relatif rata, topografi melandai ke arah bagian utara dengan batas
Laut Sulawesi.
Berdasarkan ciri umum topografi (kemiringan) maka Kawasan Perkotaan Lolak dapat dibagi
menjadi dua wilayah yaitu :
Kondisi topografi dan kemiringan lereng Kota Lolak dapat dilihat pada gambar berikut ini.
C. Kondisi Geologi
Batuan di kawasan Kota Lolak berupa Formasi Tinombo Fasies Gunung Api (Tetv) dan
Formasi Tinambo Fasies Sedimen; untuk Formasi Tinombo Fasies Gunung Api (Tetv)
litologi berupa lava basal, lava andesit, selingan batu pasir hijau, sedikit konglomerat, batu
gamping merah dan kelabu, litologi serpih dan batu pasir dengan sisipan batu gamping dan
rijang yang menjadi batuan lainnya yang lebih muda.
E. Kondisi Kependudukan
Pola distribusi penduduk di Kota Lolak berdasarkan data yang tercatat pada tahun 2012
jumlah penduduk Kecamatan Lolak sebesar 14.563 jiwa dengan ditribusi wilayah 10
(sepuluh) Desa. Jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Matabang yaitu sebesar
3.282 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah Padang Lalow dengan 414 jiwa.
Distribusi penduduk Kota Lolak berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2012 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Ditinjau dari matapencahariannya, maka penduduk Kota Lolak umumnya adalah petani,
yaitu sekitar 32% dari jumlah penduduk. Mata pencaharian lainnya adalah nelayan,
pedagan, PNS, swasta, TNI/Polri, dan lainnya. Dengan demikian maka, dalam
pengembangan bandara, harus harus dirumuskan strategi pengembangan lahan, agar
masyarakat petani masih dapat bekerja, dan perlahan diperkenalkan konsep industrialisasi
pertanian untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian.
Ditinjau dari kondisi perumahan dan permukimannya, maka dapat diidentifikasi bahwa lebih
bangunan rumah umumnya bukan permanen. Rumah permanen adalah rumah yang bersifat
sementara dan mudah dibongkar. Rumah jenis ini tidak layak huni. Kondisi serupa terjadi
pada rumah semi permanen, di mana beberapa bagian rumah mudah dibongkar dan bersifat
sementara. Jenis bangunan rumah di Kota Lolak dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Selain dari sisi bangunannya, kondisi perumaha dan permukiman juga dapat dilihat dari
sumber penerangannya. Pada umumnya penduduk sudah dapat menikmati listrik yang
bersumber dari PLN, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Jika dilihat dari sumber air untuk kehidupan, baik untuk minum maupun memasak, maka
pada umumnya hanya sebagian desa saja yang dapat memperoleh air dari PDAM, yaitu di
Desa Motabang. Desa - desa lainnya memanfaatkan sumur bahkan air kemasan/isi ulang
untuk sumber air minumnya. Hal ini menunjukkan pelayanan akan air bersih yang masih
sangat kurang. Selain itu pemanfaatan sumur pada Kota Lolak berpotensi sebagai sumber
penurunan tanah, jika pemanfaatannya tidak dilakukan pengaturan.
Tabel 3. 10 Sumber Air Minum dan Sumber Air untuk Memasak Sebagian besar Keluarga
Menurut Desa Tahun 2013
Sebaran sarana perkotaan yang dapat diidentifikasi dari Kecamatan Lolak Dalam Angka
meliputi sebaran sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana tempat ibadah, sarana
restoran/ rumah makan, hotel, penginapan dan tempat kos, dan sarana perdagangan.
Sebaran sarana perkotaan tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 3. 14 Banyaknya Restoran/ Rumah Makan, Hotel, Penginapan dan Tempat Kos Menurut
Desa Tahun 2013
Restoran/Rumah Tempat
No. Desa Hotel Penginapan
Makan Kos
1 Lolak - - - 1
2 Baturapa - - - 1
3 Batu Rapa II - - - -
4 Mongkoinit - - - -
5 Motabang - - 1 -
6 Lolak Tombolango 1 - - 1
7 Pinogaluman - - - -
8 Padang Lalow - - - -
9 Lalow - - 1 1
10 Tuyat 1 - - -
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Bolaang Mongondow, Kecamatan Lolak Dalam Angka Tahun 2014
Sebaran sarana perkotaan di Kota Lolak dapat dilihat pada gambar berikut ini.
H. Perekonomian
Ditinjau dari pendapatan kawasannya, maka dapat dilihat bahwa desa yang memiliki
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi adalah Desa Lolak Tombolango, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) tertinggi adalah Desa Mongkoinit, dan Alokasi Dana Desa (ADD) tertinggi
adalah Desa Lolak. Hal tersebut mengindikasikan beberapa hal, yaitu:
1. Desa Lolak Tombolango merupakan desa dengan perputaran kegiatan ekonomi yang
tinggi
3. Desa Lolak merupakan pusat dari Kota Lolak sehingga mendapat jatah ADD terbesar.
Tabel 3. 16 Besarnya Penerimaann PAD, PBB dan ADD Menurut Desa Tahun 2013
No. Desa PAD (Rp) PBB (Rp) ADD (Rp)
1 Lolak 7.000.000 28.253.246 52.000.600
2 Baturapa 5.000.000 6.736.726 24.000.000
3 Batu Rapa II - 7.263.302 36.550.132
4 Mongkoinit 5.000.000 32.457.439 48.471.500
5 Motabang 15.000.000 24.927.206 45.000.000
6 Lolak Tombolango 15.000.000 17.646.656 40.434.952
7 Pinogaluman - - 36.000.000
8 Padang Lalow - - 33.845.071
9 Lalow - 20.613.305 40.862.976
10 Tuyat 10.000.000 12.000.000 42.000.000
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Bolaang Mongondow, Kecamatan Lolak Dalam Angka Tahun 2014
Keterangan :
PAD: Pendapatan Asli Daerah; PBB: Pajak Bumi dan Bangunan; ADD: Alokasi Dana Desa
a. Diskusi. Merupakan forum pertemuan yang dihadiri oleh anggota focus group
yang digunakan sebagai tempat konsultasi
Dalam kegiatan ini, pendekatan normatif dilakukan untuk mengetahui amanah dari produk
hukum di atasnya dan menyesuaikan substansi yang akan dihasilkan agar tidak
bertentangan dengan pedoman yang telah ditetapkan.
10. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/ 32/IV/1988 tentang
Pedoman Pemberian Tanda, Pemasangan Lampu dan Pemberian Rekomendasi di
sekitar Bandar Udara.
11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/ 110/VI/2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Ka-wasan Keselamatan Operasi Penerbangan di
Bandar Udara dan sekitarnya.
12. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. SKEP/ 48/III/2001 tentang
Pedoman Penelitian Rancangan Keputus-an Menteri Perhubungan tentang Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara dan sekitarnya
Pendekatan sistem wilayah pada prinsipnya memandang wilayah sebagai satu kesatuan
sistem. Keselarasan unsur pembentuk wilayah yang meliputi sumber daya alam, sumber
daya buatan dan sumber daya manusia beserta kegiatannya yang meliputi kegiatan
ekonomi, politik, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan, berinteraksi membentuk wujud
pembangunan perumahan dan permukiman wilayah, baik yang direncanakan maupun tidak.
Mengingat wilayah adalah suatu sistem tempat manusia bermukim dan mempertahankan
kehidupannya, maka dalam penataan ruang yang paling utama diwujudkan adalah
meningkatkan kinerja atau kualitas ruang wilayah dalam upaya melestarikan lingkungan
hidup, menyeidakan produksi barang dan jasa yang cukup serta permukiman yang sehat.
Berdasarkan pendekatan wilayah maka akan dirumuskan visi, misi dan program dalam
pengembangan wilayah dan kawasan.
1. Pertama, mengenali karakteristik kegiatan ekonomi saat ini dan potensi sumber daya
alam yang dapat menunjang kegiatan ekonomi wilayah di masa datang. Dari sini,
selanjutnya dapat dirumuskan sektor/sub sektor potensial yang dapat dijadikan
sektor/sub sektor unggulan di wilayah dikaitkan dengan tujuan dan sasaran
pertumbuhan ekonomi wilayah perencanaan, serta sasaran pertumbuhan ekonomi
regional/kewilayahan.
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
sebagai suatu dasar dan arahan pembangunan daerah, salah satu aspek penting yang
diatur adalah aspek kelembagaan. Keberhasilan pembangunan daerah tidak dapat
dilepaskan dari keberhasilan perencanaan kelembagaan yang efektif dan efisien.
1. memberikan informasi, data, dan keterangan secara konkrit dan bertanggung jawab
dalam setiap tahapan penyusunan RDTR/peraturan zonasi; dan
Puldatin Sekunder merupakan upaya untuk mendapatkan data dan fakta dari dokumen-
dokumen yang terkait. Kegiatan Puldatin secara Sekunder dilakukan dengan melakukan
inventarisasi data dan informasi dari berbagai instansi terkait di tingkat pusat, tingkat
provinsi dan tingkat Kabupaten / Kota.
Puldatin Primer merupakan upaya untuk mendapatkan data dan fakta secara langsung dari
sumbernya. Kegiatan Puldatin secara Primer dilakukan dengan mendatangi kawasan studi
yang telah ditetapkan untuk melakukan:
Bench Mark (BM) dipasang pada tempat-tempat yang sesuai dengan rencana titik-
titik tetap yang telah ditentukan diatas peta dasar dan masih berada di Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan. Tidak diperkenankan memasang BM pada
Kawasan Permukaan Utama.
Patok BM dibuat dari campuran beton bertulang dengan dimensi 100 x 30 x 30 cm,
pada bagian tengah atas dipasang titik marker dari batang kuningan berdiameter 10
cm yang berfungsi sebagai tanda posisi serta elevasi, dan diberi tanda pengenal
berupa nomor dan nama di atas marmer berdimensi 15 x 15 cm serta ditanam
sedalam ± 75 cm.
Bench Mark ditanam 0,75 m sehingga bagian yang berada di atas permukaan tanah
0,25 m. BM ditanam ditempat yang aman dan diupayakan mudah dicari.
Pemasangan Bench Mark (BM) disesuaikan dengan arah pengembangan kota atau
dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten.
Mengenai perletakan Bench Mark (BM) akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan
Pimpro/pemberi Pekerjaan
Pengukuran sipat datar bertujuan untuk menentukan ketinggian titik-titik kerangka dasar
horisontal pemetaan. Titik referensi tinggi ditentukan terhadap titik tinggi nasional (TTG) atau
titik-titik lain yang ketinggiannya dalam sistem nasional/MSL. Jalur Pengukuran Sipat Datar
Primer akan mengikuti jalur Pengukuran Poligon Primer kecuali bila ditemui daerah yang
terjal atau gunung sehingga tidak memungkinkan dilakukan pengukuran waterpass, maka
akan menggunakan cara trigono-metris.
Adapun spesifikasi teknis pengukurannya, yaitu:
Alat yang digunakan adalah waterpass tipe automatic level instrument.
Jalur pengukuran mengikuti jalur poligon utama.
Pembacaan dilakukan terhadap 3 (tiga) benang (atas, tengah, bawah).
Minimal 2 kali dalam setiap minggu alat harus dicek kesalahan garis bidik dengan
menggunakan basis 100 meter.
Usahakan jumlah slag perseksi genap.
Pada waktu pembidikan akan diusahakan agar jarak belakang ke (∑DB) sama
dengan jumlah jarak ke muka (∑DM) apabila DB DM, hasil hitungan beda tinggi
perlu dikoreksi.
Jarak pembacaan dari alat water pass ke rambu maksimum 50m.
Pada jalur yang tertutup pengukuran harus dilakukan pergi dan pulang, sedangkan
pada jalur yang terbuka harus double stand dan pulang pergi
Rambu harus diberi alas atau Straatpot, kecuali pada patok kayu dan BM.
Dalam pengukuran waterpass, rambu-rambu harus diguna-kan secara selang-seling
sehingga rambu yang diamati pada titik awal akan menjadi rambu yang diamati pada
titik akhir.
Tinggi BM dari permukaan tanah harus diukur.
Salah penutup maksimum 8D mm dimana : D adalah jumlah jarak dalam satuan
Km.
Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan pengumpulan data dan
survai kemudian dikompilasikan. Pada dasarnya kegiatan kompilasi data ini dilakukan
dengan cara mentabulasi dan mengsistematisasi data-data tersebut dengan menggunakan
cara komputerisasi.
Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga
akan mempermudah pelaksanaan kegiatan selanjutnya yaitu analisis. Penyusunan data itu
sendiri akan dibagi atas dua bagian
Metoda pengolahan dan kompilasi data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
Setelah seluruh tabel terisi, maka langkah selanjutnya adalah membuat uraian deskriptif
penjelasannya ke dalam suatu laporan yang sistematis per aspek kajian dan menuangkan
informasi kedalam analisis konsep-konsep.
Setelah dilakukan kompilasi data, maka data - data tersebut dilakukan pengolahan dan
analisis. Terkait dengan pengolahan data, terdapat beberapa data yang diolah, yaitu data
hasil pengukuran GPS, dan data pengukuran kerangka dasar dan obstacle
Vektor baseline yang akan digunakan sebagai masukan pada perataan jaring harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Selisih dari double difference float dengan double difference fix dalam
komponen panjang maksimal 6,6 Cm.
b. Dari ketiga solusi yang dihasilkan oleh perangkat lunak pemrosesan baseline,
maka double difference fix yang dijadikan masukan pada perangkat lunak
perataan jaring.
c. Ratio yang terdapat pada hasil double difference fix minimal 3.
d. Standar deviasi dari masing-masing komponen vektor baseline tidak boleh
lebih dari 3 Cm.
Kontrol kualitas hasil perataan jaring dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Standar residu dianggap baik apabila berada pada selang interval -2,5
sampai 2,5.
b. Test faktor variansi dilakukan dengan menggunakan tingkat derajat
kepercayaan (Confidence Level Used) sebesar 95%.
SP = ( z - n . 180°)
Dimana :
Z : Sudut-sudut poligon.
Jumlah jarak per seksi dihitung dengan menjumlahkan jarak kebelakang dan ke
depan setiap slag.
4.2.4.1 Umum
Kajian literatur merupakan kajian terhadap suatu ide, gagasan ataupun konsep yang
mengacu pada beberapa jenis literatur terkait. Kajian penting yang berkaitan secara
langsung dengan pokok bahasan biasanya dibahas sebagai subtopik yang lebih rinci dan
mendalam agar lebih mudah dibaca. Bagian yang kurang penting biasanya dibahas secara
singkat.
Maksud dari kajian literatur adalah untuk mengidentifikasi ide, gagasan ataupun konsep
yang bersumber dari daftar pustaka tertentu agar dapat dikembangkan ataupun digunakan
dalam suatu penyelesaian hasil kajian terkait. Untuk mencapai maksud tersebut, maka
diperlukan upaya inventarisasi daftar pustaka yang akan sesuai dengan konteks pokok
kajian, melakukan satiran dari daftar pustaka yang digunakan, dan selanjutnya menjabarkan
atau membahas substansi dari satiran yang digunakan.
Dalam melakukan kajian literatur, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu:
Inventarisasi daftar pustaka yang sesuai dilihat dari kriteria dalam daftar pustaka maupun
kriteria di luar daftar pustaka.
Literatur terdiri dari berbagai jenis menurut klasifikasinya, namun dalam konteks kajian
umumnya yang digunakan adalah klasifikasi daftar pustaka menurut kedalaman analisisnya.
Jenis literatur menurut klasifikasi tersebut terdiri dari:
Dalam kegiatan kegiatan ini, daftar pustaka yang digunakan adalah daftar pustaka yang
terkait dengan:
Definisi kebutuhan pembuatan peta didasarkan pada jenis, skala, serta tujuannya.
Pembuatan peta profil wilayah tentu berbeda dengan pembuatan peta rencana.
Skala peta yang akan dibuat tentu menentukan input atau sumber peta.
3. Memasukkan data atribut dan peta serta pengecekan georeference (jika diperlukan)
Tahapan kegiatan ini dilakukan sebagai tahap awal proses pemetaan. Tujuan dari
tahapan ini adalah mendapatkan obyek peta yang siap diproses. Seringkali dalam
tahapan ini, juga dilakukan pengecekan georeference, untuk mencocokkan peta
dasar dengan kondisi nyata di lapangan.
7. Proses Penambahan Legenda, Simbol, Notasi, Grid, Judul, Mata Angin, Sumber
Peta, Skala Sesuai Standar yang berlaku.
Tahapan ini merupakan finalisasi kegiatan pemetaan dan merupakan bagian dari
proses layout.
9. Pencetakan ke Hardcopy
Pencetakan ke hardcopy dilakukan jika peta yang diinginkan harus dalam bentuk
hardcopy. Pencetakan disesuaikan dengan skala yang diinginkan, bisa berupa skala
besar, sedang, ataupun kecil.
Definisi Kebutuhan
Pembuatan Peta
A. Analisis Topografi
Analisis topografi berfungsi untuk melihat kemiringan atau kelerengan lahan sehingga
nantinya dapat diketahui kawasan-kawasan mana yang strategis untuk pengembangan
tapak dan kawasan-kawasan bukan untuk pengembangan tapak. Analisis topografi ini
digunakan untuk mengetahui kemampuan daya dukung lahan.
Gambar di atas merupakan contoh orientasi terhadap topografi (vista), kemiringan lahan
mempengaruhi orientasi bangunan. Posisi di lembah, lereng atau di puncak bukit
memberikan alternatif orientasi pada bangunan. Dari alternatif tersebut dipilih orientasi
paling bagus untuk bangunan nantinya.
B. Analisis Klimatologi
Analisis klimatologi merupakan analisis orientasi bangunan yang didasarkan pada iklim.
Terdapat tiga hal yang harus dianalisis pada pertimbangan iklim, yaitu arah matahari,
arah angin dan suhu.
Angin terdiri dari gerakan udara. Angin ditandai oleh tiga variabel, yaitu velositas
atau kecepatan, arah dan derajat keseragaman atau turbulensi. Angin adalah
faktor iklim yang paling dipengaruhi oleh topografi.
C. Analisis Hidrologi
Jenis dan kualitas air pada suatu tapak juga merupakan sumber daya visual dan
rekreasi yang penting. Akan tetapi yang lebih penting adalah pertimbangan sistem
hidrologis atau tata air yang saling berkaitan. Pada analisis hidrologi yang dianalisis
adalah arah lintasan air. Dari sini akan ditemukan daerah genangan, sungai, daerah
puncak atau garis punggung dimana arah aliran air terpecah dan terbentuklah pola
drainase.
Kondisi hidrologi merupakan gambaran tata air pada suatu wilayah yang meliputi sungai
(bentuk, pencabangan, kedalaman, daerah tangkapan hujan, debit, arus), danau (luas,
kedalaman, elevasi muka air), air tanah (kedalaman, akifer, tekanan) dan kualitas air.
Kondisi hidrologi dipengaruhi oleh topografi dan geomorfologi wilayah. Penggambaran
kondisi hidrologi dapat dinyatakan dengan peta tematik hidrologi.
Peta daya dukung lahan merupakan peta tematik sebagai hasil analisis yang dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian pemanfaatan (ruang) fisik alamiah guna memberikan deliniasi
fungsi lindung dan fungsi budidaya pada suatu kawasan. Secara spesifik kegiatan
fungsional atas lahan tersebut diklasifikasikan berdasarkan kemampuan lahannya. Dalam
kepentingan studi ini Sistem Klasifikasi Kemampuan Lahan menurut SK MENTAN No.
837/Kpts/UM/1980 dan No.683/Kpts/UM/II/1981, digunakan sebagai pedoman analisis fisik
dasar.
Metode Super impose digunakan dengan variabel-variabel fisik dasar dalam bentuk peta-
peta sebagai input-nya. Peta-peta yang dimaksud adalah hasil analisis dari masing-masing
variabel fisik dasar, yakni kelerengan, hidrologi, jenis tanah dan geologi, klimatologi dan
kedalaman efektif tanah. Untuk lebih jelasnya lihat diagram berikut ini.
SUPER IMPOSE
Analisis Kesesuaian
Lahan
Gambar 4. 7 Pola Pikir Metode Superimpose Peta dalam Analisis Daya Dukung
Sumber: Konsultan, 2015
Analisis pola penggunaan tanah ini merupakan bahasan tentang peninjauan kondisi
penggunaan tanah saat ini berdasarkan hasil survey primer dan sekunder yaitu dengan cara
mengamati kesesuaian lahan bagi setiap peruntukan. Hasil analisis ini akan digunakan
sebagai dasar acuan untuk membuat rencana distribusi penggunaan tanah. Hasil ini juga
akan dijadikan dasar arahan yang tepat dalam menentukan peruntukan bangunan/tapak.
Analisis ini meliputi:
Analisis kawasan perumahan
Analisis kawasan pendidikan
Analisis kawasan perkantoran
Analisis kawasan perdagangan dan jasa
Analisis kawasan pertanian
Dan lainnya.
Komponen intensitas penggunaan lahan di dalam suatu ruang perkotaan digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat kepadatan atau intensitas suatu kawasan yang merupakan indicator
perlu tidaknya diadakan pengaturan-pengaturan bangunan seperti pengaturan (Chiara,
1984):
1. Koefisien dasar bangunan (KDB);
2. Koefisien lantai bangunan (KLB);
3. Tinggi bangunan;
4. Open space ratio;
5. Recreation space ratio;
6. Livability space ratio.
Formula untuk menghitung KDB adalah:
Tingkat pelayanan fasilitas umum diukur dengan cara mengkaji kemampuan suatu jenis
fasilitas dalam melayani kebutuhan penduduknya. Dalam hal ini, fasilitas umum yang
memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung arti bahwa fasilitas tersebut memiliki
kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui
kelengkapan fasilitas umum suatu bagian wilayah, dihitung tingkat pelayanannya dengan
menggunakan rumus:
d ij b j
TP X 100%
C is
dimana:
TP = tingkat pelayanan fasilitas i di kawasan j
dij = jumlah fasilitas i di kawasan j
bij = jumlah penduduk di kawasan j
Cis = jumlah fasilitas i persatuan penduduk menurut standar penentuan fasilitas
untuk kawasan
Dengan perhitungan ini, dapat diketahui tingkat pelayanan setiap fasilitas, kecuali untuk
fasilitas peribadatan, dimana perbedaan terletak pada jumlah penduduk pada kawasan yang
diamati, yaitu bj diganti oleh jumlah penduduk menurut agama.
Analisis kebutuhan sarana dilakukan dengan mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang
Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. SNI tersebut berlaku untuk:
Dalam analisis jumlah kebutuhan sarana, dilakukan perbandingan antara jumlah penduduk
hasil proyeksi dengan standar kebutuhan sarana menurut jumlah penduduk atau
diidentifikasi kebutuhan minimal untuk setiap wilayah pelayanan (RT hingga kecamatan).
Sementara untuk arahan lokasinya merumuskan lokasi sesuai dengan kriteria lokasi untuk
masing – masaing sarana perkotaan.
Adapun standar kebutuhan untuk masing-masing sarana perkotaan adalah sebagai berikut:
RW
2 Pos Hansip 2.500 12 500
3 Parkir Umum 100 500
4 Kantor Kelurahan 30.000 1.000 -
5 Pos Kantib 30.000 200 -
6 Pos Pemadam 30.000 200 -
Kelurahan
Kebakaran
7 Agen Pelayanan Pos 30.000 72 -
8 Loket Pembayaran Air 30.000 60 -
Bersih / Air Minum
9 Loket Pembayaran 30.000 60 -
Listrik
10 Parkir Umum 30.000 500 -
11 Kantor Kecamatan 120.000 2.500 -
12 Kantor Polisi 120.000 1.000 -
Kecamatan
5 Puskesmas Pembantu
dan Balai Pengobatan 30.000 300 1.500
Lingkungan
6 Apotek / Rumah Obat 30.000 250 1.500
7 Puskesmas dan Balai
Kecamatan 120.000 1.000 3.000
Pengobatan
Sumber: SNI 03-1733-2004
Tabel 4. 8 Standar Kebutuhan Sarana Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olahraga
JUMLAH RADIUS
SKALA LUAS LAHAN
NO. JENIS SARANA PENDUDUK PENCAPAIAN
PELAYANANAN MINIMAL (m2)
PENDUKUNG (m’)
1 Taman / Tempat Main RT 250 250 100
2 Taman / Tempat Main RW 2.500 1.250 1.000
3 Taman dan Lapangan
Kelurahan 30.000 9.000 -
Olahraga
4 Taman dan Lapangan
120.000 24.000 -
Olahraga
Kecamatan
4 Kuburan / Pemakaman
120.000 - -
Umum
Sumber: SNI 03-1733-2004
Faktor kemudahan pencapaian baik dalam hubungan keterkaitan antar bagian wilayah
dalam kawasan perencanaan, ataupun antar komponen dalam bagian wilayah, sangat
menentukan intensitas interaksi antar bagian wilayah maupun antar komponen pembentuk
wilayah, serta struktur tata ruang yang direncanakan.
Metoda ini merupakan upaya untuk mengukur tingkat kemudahan pencapaian antar
kegiatan, atau untuk mengetahui seberapa mudah suatu tempat dapat dicapai dari lokasi
lainnya. Pada dasarnya model ini merupakan fungsi dari kualitas prasarana penghubung
unit kegiatan yang satu dengan lainnya per satuan jarak yang harus ditempuh. Model
persamaannya adalah sebagai berikut:
FKT
A
d
dimana:
A = Nilai aksesibilitas
F = Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal)
T = Kondisi jalan (baik, sedang, buruk)
D = Jarak antara kedua unit kegiatan
E j
A ij b
d ij
dimana:
Aij = Indeks aksesibilitas
Ej = Ukuran aktifitas
dij = Jarak tempuh (jarak geografi atau waktu tempuh)
b = Parameter
Langkah selanjutnya adalah menghitung potensi pengembangan, yaitu dengan cara
mengkalikan indeks aksesibilitas dengan luas kawasan yang mungkin untuk dikembangkan,
yaitu:
Di = Ai * Hi
dimana:
Di = potensi pengembanga di kawasan i
Ai = indeks aksesibilitas dari kawasan i
Hi = luas kawasan yang mungkin dikembangkan di kawasan i
dimana:
Dr = potensi pengembangan (relatif)
Di = potensi pengembangan di kawasan i
iDi = jumlah seluruh potensi pengembangan
Selanjutnya untuk menentukan jumlah penduduk yang akan dialokasikan pada masing-
masing kawasan yang potensial adalah dengan cara mengkalikan hasil proyeksi total
penduduk untuk masa mendatang dengan Di, yang secara matematis dapat dirumuskan:
D i
P i P total x
iD i
dimana:
Pi = jumlah penduduk yang dapat dialokasikan di kawasan I
Ptotal = jumlah penduduk seluruhnya
Di/iDi = potensi relatif kawasan i
Metoda lain yang cukup mudah penggunaannya yang hingga kini masih dipergunakan
adalah Metoda Perkiraan Kebutuhan. Pada model ini,digunakan standar-standar yang
dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan sarana dan prasarana yang memiliki
implikasi terhadap kebutuhan ruang. Beberapa standar yang digunakan antara lain
mengacu pada pedoman standar lingkungan permukiman kota, pedoman standar
pembangunan perumahan sederhana, peraturan geometris jalan raya dan jembatan dan
lain-lain.
kawasan ini melebar ke arah luar secara teratur dengan sudut pelebaran tertentu
(sesuai klasifikasi landasan) serta garis tengah bidangnya merupakan
perpanjangan dari garis tengah landasan dengan jarak mendatar tertentu dan
akhir kawasan dengan lebar tertentu.
b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan dibatasi oleh tepi dalam yang
berhimpit dengan ujung-ujung permukaan utama dengan lebar tertentu (sesuai
klasifikasi landasan). Kawasan ini meluas keluar secara teratur dengan garis
tengahnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landasan sampai lebar
tertentu (sesuai klasifikasi landasan) dan jarak mendatar 2000 meter dari ujung
permukaan utama.
c. Kawasan di bawah permukaan transisi dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit
dengan sisi panjang permukaan utama dan sisi permukaan pendekatan,
kawasan ini meluas keluar sampai jarak mendatar tertentu (sesuai klasifikasi
landasan) dengan kemiringan tertentu (sesuai klasifikasi landasan).
d. Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam dibatasi oleh lingkaran dengan
radkius tententu (sesuai klasifikasi landasan) dari titik tengah tiap ujung
permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang
berdekatan, tetapi kawasan ini tidak termasuk di bawah permukaan transisi.
e. Kawasan di bawah permukaan kerucut dibatasi dari tepi luar kawasan di bawah
permukaan horizontal dalam meluas dengan jarak mendatar tertentu (sesuai
klasifikasi landasan) dengan kemiringan tertentu (sesuai klasifikasi landasan).
f. Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar dibatasi oleh lingkaran dengan
radius 15.000 meter dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik
garis singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan, tetapi kawasan ini tidak
termasuk kawasan di bawah permukaan transisi, kawasan di bawah permukaan
horizontal dalam, kawasan di bawah permukaan kerucut.
g. Kawasan di Sekitar Alat Bandu Navigasi Penerbangan, sesuai dengan alat
bandu navigasi yang ada di Bandara Lalow Kabupaten Bolaang mongondow.
2. Penetapan batas-batas ketinggian pada Keselamatan Operasi Penerbangan di
Bandara dan sekitarnya dilakukan dengan ketentuan teknis sebagai berikut :
1. Data topografi berupa besaran koordinat harus disajikan dalam Sistim Koordinat
Bandar Udara (ACS), Sistim Koordinat UTM dan Sistim Koordinat Geografis.
2. Data topografi berupa besaran titik tinggi disajikan dalam Sistem Titik Tinggi Nasional
(Mean Sea Level) dan Sistim Elevasi Bandar Udara (AES)
3. Peta situasi detail obyek obstacle diwujudkan dalam bentuk peta situasi detail obstacle
skala 1 : 2.500
4. Penampang memanjang dibuat dengan skala horizontal 1 : 2.500 dan skala vertical 1 :
500
5. Penampang melintang dibuat dengan skala horizontal 1 : 500 dan skala vertical 1 :
100
Metodologi yang dipilih dalam pelaksanaan Pekerjaan Survei GPS Untuk Pengukuran Titik
Kontrol Horisontal Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) menggunakan
teknologi NavSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning
System). Pemilihan ini dilakukan untuk meningkatkan ketelitian penentuan posisi 3 dimensi
di lokasi Bandar Udara Lalow.
Untuk menyatakan suatu posisi di permukaan bumi perlu didefinisikan suatu sistem referensi
yang digunakan atau sering disebut datum. Secara geometrik datum ini terkait dengan
antara lain :
1. Elipsoida yang digunakan, yaitu berkaitan dengan dimensi elipsoida meliputi
kedudukan dan orientasinya terhadap bumi, ukuran dan bentuk yang dinyatakan
dalam parameter jari-jari ekuator (a) dan penggepengan (f).
2. Sistem koordinat yang digunakan World Geodetic System 1984 (WGS-84) digunakan
sebagai model bumi. Kedudukan spheroid referensi WGS-84 terhadap bumi bersifat
global, artinya pusat spheroid berimpit dengan pusat bumi (geosentrik). Sumbu Z
terletak pada bidang Meridian Nol (Greenwich). Sumbu Y tegak lurus sumbu-sumbu
X dan Z dan membentuk sistem tangan kanan. Spheroid referensi WGS-84 pada
dasarnya mirip dengan Geodetic Reference System 1980 (GRS-80) dengan dengan
parameter – parameter sebagai berikut :
Setengah sumbu panjang ellipsoid (a) = 6.378.137,00 meter;
Setengah sumbu pendek ellipsoid (b) = 6.356.752,3141 meter;
Penggepengan (a-b)/a = (f) = 1/298.252572236.
WGS-84 digunakan untuk hitungan koordinat pada sistem pengamatan satelit Global
Positioning System (GPS). Dengan demikian koordinat yang diberikan dari hasil
pengamatan GPS akan selalu mengacu ke datum yang sama, yaitu dalam sistem datum
global WGS-84. Selanjutnya Indonesia mengadopsi elipsoida referensi ini menjadi salah
satu parameter Datum Sistem Referensi Geosfasial Indonesia 2013 (SRGI). Berkaitan
dengan Sistem Koordinat, pada pengukuran topografi Bandar Udara Lalouw menggunakan
sistem koordinat:
Model bumi yang diterapkan untuk menyatakan koordinat geografis yang bersifat geodetik
adalah spheroid. Koordinat yang diperoleh dari hasil pendefinisian datum ini disebut sistem
koordinat geodetik yang dinyatakan dengan lintang geodetik (), bujur geodetik (), dan
tinggi dinamis (h).
Posisi titik P pada permukaan bumi seperti gambar di atas dinyatakan dalam L,B,H atau
dalam Xp,Yp, Hp.
Pusat (origin) = pusat massa bumi (geocenter).
Sumbu Z = sejajar dengan arah dari The Conventional Terrestrial Pole
(CTP) bagi gerakan kutub, seperti yang ditentukan oleh The Bureau International de
I’heure (BIH), dan sejak tahun 1989 menjadi The International Earth Rotation
Serivice (IERS).
Sumbu X = perpotongan antara bidang meridian referensi dari WGS ’84
dengan bidang ekuator dari CTP (Meridian referensi ini sejajar dengan Meridian Nol
yang didefinisikan oleh BIH/IERS).
Sumbu Y = merupakan sistem tangan kanan (right-handed), sistem
koordinat orthogonal earth-center, earth-fixed (OCEF), yang diukur pada bidang
ekuator CTP, 90 derajat ke arah Timur dari Sumbu X.
Sistem koordinat peta atau disebut juga dengan koordinat di atas bidang proyeksi peta
adalah sistem koordinat bidang dua dimensi dengan besaran koordinat mengacu kepada
sumbu X dan Y. Arah sumbu X mengarah ke Timur sebagai besaran positifnya, sedangkan
sumbu Y mengarah ke Utara dan tegak lurus terhadap sumbu X. Salah satu sistem
koordinat peta yang digunakan pada peta-peta topografi di Indonesia adalah koordinat UTM
(Universal Transverse Mercator). Adapun ketentuan-ketentuan dari sistem proyeksi UTM
yaitu sebagai berikut :
1) Perbesaran (faktor skala) meridian sentral adalah 0,9996
2) Seluruh wilayah permukaan bidang datum (ellipsoid) dibagi dalam 60 wilayah.
Wilayah tersebut disebut zona UTM. Masing-masing zona UTM diberi nomor dari 1
hingga 60. Zona nomor satu dimulai dari bujur 180○ BB sampai 174○ BB, terus
ketimur hingga zona nomor 60, yang dibatasi oleh 174o BT sampai 180o BT. Batas
lintang dalam satu zona proyeksi UTM adalah 80o LS sampai dengan 84o LU.
Daerah ini dibagi dalam jalur-jalur dengan lebar 8 lintang dan pembagiannya dimulai
dari 80o LS kearah utara, jalur-jalur dengan lebar 8 lintang diberi kode huruf, dimulai
dari huruf C, yaitu jalur yang dibatasi oleh 80o LS sampai dengan 84o LU berturut-
turut kearah utara sampai dengan huruf X, dengan catatan huruf I dan O tidak
dipakai.
3) Masing-masing zona UTM mempunyai sistem koodirnat sendiri-sendiri, sebagai
sumbu X diambil proyeksi ekuator sedangkan sumbu Y diambil sentral. Titik potong
antara sumbu X dan sumbu Y disebut titik nol sejati.
4) Untuk menghindari harga koordinat yang bertanda negatif, maka meridian sentral
diberi absis fiktif 500.000 m. Ekuator diberi ordinat fiktif 0 m untuk titik disebelah
utara ekuator dan 10.000.000 m untuk titik disebelah selatan ekuator. [Umaryono,
1986].
Ciri-ciri pada proyeksi UTM :
Pada jarak 180.000 meter dari meridian tengah (MT) dimana silinder memotong ellipsoid
(bumi), factor skalanya = 1.
Tiap zone mempunyai sistem koordinat sendiri, yaitu :
300.000 m Timur
500.000 m Timur
600.000 m Timur
700.000 m Timur
800.000 m Timur
30.000 m Utara
20.000 m Utara
P
MERIDIAN TENGAH
10.000 m Utara
K=1
K=1
N
180.000 M
Exuator 0 m Utara
L
9.800.000 m Utara
Wilayah Indonesia terbagi atas 9 zone, mulai dari meridian 90O BT sampai 144O BT dengan
batas garis parallel (lintang) 10O LU sampai 15O LS (4 satuan daerah, yaitu L, M, N dan P), serta
tercakup dalam zone nomor 46 s/d 54 dengan nilai Meridian Tengahnya (MT) seperti terlihat
pada Tabel di bawah ini.
TH-11
Landasan pacu
TH-29
Xacs
Original point:
X = 20.000 m
Y Koordinat
Gambar 4. 12 Sistem = 20.000 m Udara (ACS)
Bandar
Untuk menyatakan posisi vertikal suatu titik pada bandar udara, maka digunakan tiga (3)
sistem tinggi yaitu :
1) Sistem tinggi Ellipsoida
Sistem tinggi elipsoid adalah tinggi suatu titik diukur dari elipsoida referensi sampai
ke titik tersebut.
2) Sistem tinggi Orthometrik.
Sistem tinggi ellipsoid adalah tinggi suatu titik diukur dari permukaan geoid referensi
sampai ke titik tersebut. Biasanya geoid dianggap berimpit dengan permukaan laut
rata-rata/Mean Sea Level (MSL). Untuk memperoleh nilai MSL, yaitu tinggi
orthometrik = 0 meter, maka dapat dihitung melalui pengamatan pasang surut laut
3) Sistem tinggi AES.
Sistem tinggi AES (Aerodrome Elevation System) adalah sistem tinggi bandar udara.
Pada sistem tinggi AES, ketinggian 0.0 m ditetapkan berdasarkan ambang
ketinggian terendah salah satu ujung landasan. Dengan demikian tinggi suatu titik
dalam AES adalah tinggi titik tersebut diukur/dihitung dari titik terendah salah satu
ujung landasan sampai ke titik tersebut
Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang)
dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang
koordinatnya telah diketahui.
Secara vektor, prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS dalam hal ini parameter yang
akan ditentukan adalah vektor posisi geosentrik pengamat (R). Untuk itu, karena vector
posisi geosentrik satelit GPS (r) telah diketahui, maka yang perlu ditentukan adalah vektor
posisi toposentris satelit terhadap pengamat ().
GPS
R=r-
(diperlukan)
Pengamat
r (diketahui)
R (dicari)
Pusat Bumi
Pada pengamatan dengan GPS, yang bisa diukur hanyalah jarak antara pengamat dengan satelit
dan bukan vektor nya. Penentuan posisi pengamat dilakukan dengan melakukan pengamatan
terhadap beberapa satelit sekaligus secara simultan, dan tidak hanya terhadap satu satelit.
Pada penerapannya, prinsip penentuan posisi dasar dengan GPS, bergantung pada mekanisme
pengaplikasianya dapat diklasifikasikan atas beberapa metode penentuan posisi [Abidin, 1995].
Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z atau ,,h) yang
mengacu kedatum WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan GPS, titik yang akan
ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic
positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap
pusat bumi dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun terhadap
titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitoring station) dengan menggunakan
metode differential (relative) positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS.
Disamping itu GPS dapat memberikan posisi secara instan (real-time) ataupun sesudah
pengamatan setelah data pengamatanya di proses secara lebih ekstensif (post processing)
yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik.
Pada metoda statik differensial ini, dengan mengurangkan data yang diamati oleh dua
receiver GPS pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan bias dari
data dapat dieliminir atau direduksi. Pengeliminasian dan pereduksian ini akan
meningkatkan akurasi dan presisi data, dan selanjutnya akan meningkatkan tingkat akurasi
dan presisi dari posisi yang diperoleh.
Pada prinsipnya, survei GPS bertumpu pada metode-metode penentuan posisi statik secara
differensial dengan menggunakan data fase. Dalam hal ini pengamatan satelit GPS
umumnya dilakukan baseline per baseline selama selang waktu tertentu (beberapa puluh
menit sampai beberapa puluh jam bergantung pada tingkat ketelitian yang diinginkan) dalam
suatu jaringan (kerangka) dari titik-titik yang akan ditentukan posisinya. Salah satu bentuk
implementasinya dari metode ini yang populer adalah survei GPS untuk penentuan
koordinat dari titik-titik kontrol untuk keperluan pemetaan ataupun pemantauan fenomena
deformasi dan geodinamika.
Penentuan posisi dengan GPS pada dasarnya didasari oleh metode pengikatan ke belakang
(resection) dengan pengukuran jarak minimal ke 4 satelit untuk memperoleh posisi 3
dimensi dan koreksi waktu (Gambar .4.15). Penentuan Posisi dengan GPS sudah teruji
kehandalan dan akurasinya dengan beberapa keunggulan sebagai berikut :
Pengukuran dengan Sistem Koordinat Global menggunakan Satelit Navigasi milik
Amerika Serikat yang tidak dipungut biaya dalam penggunaannya;
Pengukuran antar titik dapat dilakukan walaupun tidak adanya saling keterlihatan
antar titik yang diukur;
Metode yang digunakan cukup bervariasi dan beragam disesuaikan dengan tujuan
pengukuran dan kebutuhan ketelitian.
Adapun perataan jaring pengukuran dilakukan dengan teknik dan metodologi sebagai
berikut :
a. Perataan Jaring Bebas (Free Network Adjustment) dilakukan untuk menguji
konsistensi baseline terhadap jaringan;
b. Minimally Constrained Adjustment dilakukan untuk menguji konsistensi jaringan
terhadap titik ikat
c. Fully Constrained Adjustment dilakukan untuk menguji konsistensi titik yang diukur
terhadap jaringan keseluruhan.
Hasil test Chi-Square atau Variance Ratio yang harus memenuhi tingkat
kepercayaan (confidence level) 95%;
Daftar koordinat hasil perataan jaring;
Daftar baseline hasil perataan yang meliputi koreksi dari baseline hasil pengamatan;
Analisis statistik tentang residual baseline jika ditemukan koreksi yang besar pada
confidence interval yang digunakan;
Ellips kesalahan titik untuk setiap stasiun;
Ellips kesalahan garis;
Untuk menjamin hasil pengamatan dan pengolahan data-data satelit GPS agar memenuhi
standar yang ditetapkan, maka dilakukan Kontrol Kualitas baik pada proses Baseline
maupun pada proses Perataan Jaring dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Standar deviasi () setiap baseline hasil hitungan dari komponen baseline
toposentrik (N, E, H) yang dihasilkan oleh software reduksi baseline harus
memenuhi hubungan :
N ≤ M
E ≤ M
H ≤ 2 M
dimana :
10
1
10 d
2 2 2
M
1.96
= panjang baseline dalam Km.
2) Untuk baseline yang diamati dua kali, komponen Lintang dan Bujur dari kedua
baseline tidak boleh berbeda ≥ (lebih besar) dari 0.03 m, sedangkan komponen
tinggi tinggi tidak boleh berbeda ≥ (lebih besar) dari 0.06 m.
3) Integritas pengamatan jaring dinilai berdasarkan pada :
Analisis baseline yang diamati dua kali (common baseline).
Analisis terhadap perataan kuadrat terkecil untuk jaring bebas (menilai
konsistensi data).
Analisis terhadap perataan kuadrat terkecil untuk jaring terikat pada titik orde
lebih tinggi (menilai konsistensi terhadap titik kontrol).
4) Akurasi komponen horisontal jaring dinilai dari analisis elips kesalahan garis 2D yang
dihasilkan oleh perataan jaring bebas dengan kriteria semi-major axis elipse
kesalahan garis (1) lebih kecil dari harga parameter r yang dihitung dengan rumus :
r = 30 (d + 0.2)
dimana,
Selanjutnya, seluruh koordinat Geodetic titik GPS yaitu Lintang (L), Bujur (B) dan
Tinggi ELL (H) ditransformasikan ke dalam Sistem Proyeksi UTM.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Geoid adalah salah satu bidang ekuipotensial medan gaya berat bumi. Untuk keperluan
praktis umumnya geoid dianggap berimpit dengan muka air laut rata-rata (Mean Sea Level,
MSL). Geoid digunakan juga sebagai bidang referensi untuk menyatakan tinggi ortometrik.
Secara matematis geoid adalah suatu permukaan yang sangat kompleks yang memerlukan
Ketinggian dari tinggi ortometrik yang diperoleh akan bergantung pada ketelitian dari tinggi
GPS serta undulasi geoid. Penentuan undulasi geoid secara teliti (orde ketelitian cm)
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Disamping diperlukan data gaya berat yang detail,
juga diperlukan data ketinggian topografi permukaan bumi, serta data densitas material di
bawah permukaan bumi yang cukup. Untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti,
transformasi tinggi GPS ke tinggi ortometrik umumnya dilakukan secara differensial.
C. Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Pengukuran kerangka dasar vertikal dilakukan dengan menggunakan metode sipat datar.
Pengukuran sipat datar ini terdiri dari pengukuran sipat datar primer dan pengukuran sipat
datar sekunder. Pengukuran sipat datar primer adalah pengukuran kerangka dasar vertikal
sedangkan pengukuran sipat datar sekunder diperlukan untuk titik ikat pada pengukuran
spot elevasi. Pengukuran sipat datar sekunder diikatkan pada titik-titik sipat datar primer dan
titik-titik spot elevasi diikatkan pada sipat datar primer atau pada sipat datar sekunder.
Adapun spesifikasi teknis pengukurannya adalah :
Alat sipat datar yang digunakan adalah Automatic Level;
Jalur pengukuran mengikuti jalur titik BM KKOP;
Pembacaan dilakukan terhadap 3 (tiga) benang (atas, tengah, bawah);
Jumlah slag tiap seksi harus genap;
Pada waktu pembidikan diusahakan agar jarak belakang (dB) sama dengan jarak
muka (dM) apabila dB dM hasil hitungan beda tinggi perlu dikorelasi terhadap
faktor koreksi garis bidik;
Rambu harus diberi alas atau straatpot, kecuali pada patok kayu atau Bench Mark
(BM);
Dalam pengukuran sipat datar, rambu-rambu harus digunakan secara selang-seling
sehingga rambu yang diamati pada titik awal akan menjadi rambu titik akhir pada
setiap seksi;
Tinggi patok kayu dan Bench Mark (BM) dari permukaan tanah harus diukur;
Kesalahan penutup maksimum 8D mm, dimana D adalah jarak pengukuran dalam
satuan km.
4.2.15.1 Umum
Diskusi merupakan salah satu bentuk wicara yang dilakukan dari satu orang atau lebih dari
satu kelompok. Diskusi adalah suatu proses berbicara, bertukar pikiran, gagasan, pendapat
antara dua orang atau lebih secara lisan dengan tujuan mencari kesepakatan atau
kesepahaman gagasan atau pendapat. Dengan berdiskusi kita bisa dapat memperluas
pengetahuan serta memperoleh banyak pengalaman – pengalaman. Unsur penting diskusi
adalah adanya forum tanya jawab selama proses berlangsung.
Dalam teknis pelaksanaannya, diskusi dibagi menjadi dua, yaitu diskusi formal dan diskusi
non formal. Diskusi formal dilakukan dalam bentuk kegiatan resmi (direncanakan) dan
sementara diskusi non formal dilakukan tidak resmi (terlaksana secara spontan). Kedua
jenis diskusi tersebut memerlukan unsur – unsur seperti materi, pelaksana (moderator,
peserta, notulis, dan pemateri) dan perlengkapan pendukung (ATK dan lainnya yang terkait).
Maksud dan tujuan dari diskusi dalam kegiatan ini, secara lebih spesifik adalah untuk
menyampaikan atau mensosialisasikan hasil tiap tahap kegiatan (Laporan Pendahuluan,
Laporan Antara, dan Laporan Akhir) serta mendapatkan masukan dan memperoleh
kesepakatan mengenai hasil penelitian.
Metode diskusi ditentukan dari maksud dan tujuan dari diskusi. Dalam kegiatan ini, metode
diskusi yang digunakan dalam penyampaian laporan adalah metode rapat, sementara
metode untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan masyarakat dalam konsultasi publik
adalah metode diskusi kelompok terarah / Focuss Group Discussion (FGD).
A. Metode Rapat
Pengertian Rapat adalah suatu pertemuan atau perundingan yang bertujuan memutuskan
suatu permasalahan yang dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
suatu forum. Forum rapat dibentuk secara formal maupun non-formal yang menghasilkan
keputusan yang seadil mungkin sehingga menghadirkan solusi yang baik bagi semua
peserta rapat. Keputusan yang dihasilkan dalam rapat, sifatnya mengikat secara organisasi,
berlaku bagi seluruh peserta rapat, untuk dijalankan bersama.
Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan rapat oleh pemberi kerja dan
penyedia jasa, meliputi:
Agenda rapat pada dasarnya terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu rapat pembahasan
Laporan Pendahuluan; Laporan Antara; dan Laporan Akhir.
4. Materi rapat
Materi rapat disiapkan oleh penyedia jasa, berupa materi paparan tiap tahap
pelaporan.
5. Tata tertib
Tata tertib rapat perlu dirumuskan, dan bisa diberikan kepada pemimpin rapat untuk
menetapkannya baik sebelum ataupun saat pelaksanaan rapat.
FGD merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh informasi kualitatif yang
mendalam mengenai persepsi dan ide dari sekelompok orang yang memiliki keterkaitan
yang sama (misalnya mereka memiliki kepentingan bersama dalam membahas topik) atau
berasal dari latar belakang sama. FGD lebih bersifat homogen, baik homogen secara lokasi
pesertanya, homogen terkait topik bahasannya, ataupun homogen bidang keilmuannya.
Pusat Pelayanan Kota (PPK) berperan untuk melayani seluruh wilayah kota dan/atau
regional. Pusat pelayanan kota di Kota Lolak, terletak di Desa Pinogaluman, PPK
Kawasan pelayanan kota terdapat arah dan fungsi pengembangan meliputi:
Sub Pusat Pelayanan Kota merupakan pusat pelayanan kegiatan kota dengan
lingkup wilayah pelayanan sebagian pengembangan wilayah kota sebagaimana
diatur dalam rencana perwilayahan kota; Sub Pusat Kota Lolak, terletak di Desa
Lolak, Matabang.
c. Pusat Lingkungan
a. Terminal
moda angkutan ke moda angkutan lainnya, dari moda angkutan regional ke moda
angkutan lokal atau sebaliknya.
Dengan demikian maka terminal juga akan berperan sebagai simpul pengikat dari
upaya pemisahan sistem pergerakan regional dengan sistem pergerakan lokal yang
bergerak dalam sirkulasi sistem pergerakan kawasannya. Kondisi saat ini
menunjukkan bahwa Kota Lolak tidak memiliki Terminal sebagai simpul pergerakan
dan pengumpan. Rencana Letak lokasi yang cocok untuk penempatan Terminal
Regional Tipe B mengingat tipologi, serta letak Kota lolak Sebagai Ibukota
Kabupaten, Akses Trans Sulawesi adalah di Desa Pinogaluman.
b. Sistem Perparkiran
Rencana umum sistem jaringan Jalan Kota Lolak Tahun 2031 sebagai berikut :
3) Peningkatan kapasitas jalan yang tidak sesuai dengan kondisi dan standar yang
ada.
4. Utilitas Umum
a. Jaringan Listrik
Dalam sistem kelistrikan dikenal 4 tipe penataan jaringan listrik dalam hubungannya
dengan tata ruang (Jonson, 1970), yaitu:
2) Tipe II : Transmission Line Belt Favouritism, yaitu pemberian listrik pada desa-
desa yang terdekat dengan jalur tegangan tinggi yang merupakan penghubung
pusat pembangkit dengan kota-kota besar.
3) Tipe III : Size Preference, yaitu pemberian listrik yang didasarkan pada suatu
jumlah tertentu dari jumlah penduduk desa yang akan menerima listrik.
4) Tipe IV : Growth Point Preference, yaitu pemberikan listrik pada desa-desa yang
berperan sebagai titik pertumbuhan
Untuk rencana massa mendatang hanya perlu peningkatan dalam pelayanan, Dasar
perhitungan kebutuhan listrik adalah standar daya listrik tiap rumah dan kebutuhan
non-demestik seperti Sarana sosial dan Sarana umum serta penerangan jalan.
Untuk memperkirakan kebutuhan energi listrik masa datang, digunakan standar yang
didasarkan kebutuhan sebagai berikut :
b. Jaringan Telpon
Sarana penyediaan air bersih merupakan salah satu sarana yang harus selalu
ditingkatkan, namun dalam peningkatan sarana ini harus diperhatikan aspek -
aspek lain yang akan mempengaruhi sistem penyediaan air bersih yang akan
dikembangkan seperti penggunaan air baku untuk sektor atau kegiatan lain.
Kebutuhan mendesak akan air bersih yang dapat dilihat dari jumlah
Penduduk dan fungsi dari daerah perencanaan,
Ketersediaan dari air baku,
Kemungkinan pengembangan sistem di masa yang akan datang,
Kriteria yang mendukung secara teknis pengembangan sistem penyediaan
air bersih.
Sementara itu strategi pengembangan sistem penyediaan air bersih dibuat untuk
masa perencanaan, yaitu antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2031 secara
progresif untuk memenuhi kebutuhan yang diproyeksikan. Dimana skenario dari
strategi ini terdiri dari beberapa tahap pengembangan dengan target yang akan
dicapai pada setiap tahapnya.
Dalam upaya penyediaan air bersih yang di peruntukan untuk suatu daerah
dibutuhkann sumber air baku yang memadai. Sumber - sumber air yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk sistem penyediaan air bersih
berasal dari air hujan, air tanah dan air permukaan (sungai, danau, mata air)
serta sumur dalam.
Sebelum suatu sumber air baku digunakan dalam sistem penyediaan air bersih
diperlukan suatu proses analisa dan evaluasi potensi sumber air tersebut, faktor -
faktor yang harus di perhatikan seperti kualitas, kuantitas, kontinuitas dan
fluktuasinya serta lokasi dan jarak sumber air ke IPA, juga pemanfaatan dan
aspek legalitasnya.
Prioritas pemilihan sumber air baku didasarkan pada aspek teknis dan ekonomis,
dimana pemilihan sumber diprioritaskan terhadap sumber dengan kualitas air
Tinjauan Kebijakan 5 - 10
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
yang baik untuk mengurangi biaya pengolahan, sumber degan kuantitas yang
melebihi kebutuhan air bersih daerah pelayanan, serta letak sumber yang cukup
strategis ditinjau dari segi teknis.
4) Persampahan
a) Pewadahan
Wadah sampah yang baik adalah wadah sampah yang memiliki kapasitas
yang cukup, tahan lama (durable), seragam, dan mudah dalam proses
pengumpulannya, misalnya wadah yang terbuat dari plastik atau fiber
yang berpenutup. Selain ringan bahan tersebut juga relatif tahan terhadap
perubahan cuaca.
Beberapa opsi dapat diambil dalam meletakkan wadah sampah. Opsi ini
berkaitan dengan kebiasan masyarakat dan sistem pengelolaan sampah
secara keseluruhan.
Tinjauan Kebijakan 5 - 11
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
b) Pengumpulan sampah.
2) Individual langsung
Tinjauan Kebijakan 5 - 12
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
c) Pemindahan Sampah
Kontainer yang digunakan terbuat dari kayu yang kurang tahan terhadap
pelapukan, sehingga dalam waktu tertentu akan mengalami kerusakan.
Pemilihan material yang lebih tahan seperti plastik, fiber, ataupun logam
yang tahan karat dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki kualitas
pengangkutan, memperpanjang usia kontainer dan mengurangi biaya
perawatan.Penggunaan kontainer yang tertutup akan memperbaiki
estetika dan mengurangi bau, mencegah ceceran lindi dan sampah.
Perawatan kontainer (pencucian, pengecatan, dll) secara berkala akan
memperpanjang masa pakai dan lebih baik secara estetika.
2) Perletakan kontainer
Tinjauan Kebijakan 5 - 13
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Tinjauan Kebijakan 5 - 14
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Struktur disusun menurut simpul dan sentra kegiatan dari fungsi ruang, dan dirinci
menurut blok-blok perencanaan. Faktor pembentuk utama struktur ruang perencanaan
dapat berupa : struktur zona perencanaan, struktur pelayanan kegiatan dan sistem
jaringan pergerakan, dan sistem utilitas. Struktur ruang perencanaan merupakan jenjang
fungsi dan peran ruang yang melekat pada kawasan atau yang akan dicapai dalam
pengembangan ruang tersebut.
Dalam satu blok, bisa terdapat beberapa jenis zona. Misalnya pada bagian tepi jalan
dapat berupa zona perdagangan, sedangkan ditengah-tengah blok merupakan zona
perumahan. Namun tetap saja batas antar zona haruslah berupa batasan fisik seperti
yang telah disebutkan diatas.
Sebagai dasar pertimbangan dan masukan pada tahapan selanjutnya (rencana) perlu di
kaji dan dianalisa pada masing-masing blok peruntukan dengan tingkat kedetailan yang
Tinjauan Kebijakan 5 - 15
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
memadai, sebagai Rencana Detail Tata Ruang maka wilayah Kawasan Perencanaan
yang memiliki luas 5995,17 Ha, harus dibagi dalam bentuk unit anslias yang lebih kecil.
Dalam hal ini wilayah perencanaan yang dimaksudkan adalah berupa blok-blok
perencanaan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, Kawasan perencanaan
terbagi atas 4 (empat) zona, mengingat kawasan perencanaan mempuyai pola
penggunaaan lahan campuran (mixuse) maka pada beberapa blok analisa mempunyai
cenderung sama. Satu blok perencanaan merupakan kelompok suatu unit lingkungan
yang mempunyai karakteristik dan fungsi tertentu yang dibatasi oleh jaringan jalan,
sungai, atau batasan administrasi
Tinjauan Kebijakan 5 - 16
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Tinjauan Kebijakan 5 - 17
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Adalah permukaan yang garis tengahnya berimpit dengan sumbu landas pacu yang
membentang sampai panjang tertentu di luar setiap landasan ujung landas pacu dan
lebar tertentu, dengan ketinggian untuk setiap titik pada Permukaan Utama
diperhitungkan sama dengan ketinggian titik terdekat pada sumbu landas pacu.
Kawasan ini ditentukan oleh lingkaran dengan radius 6.000 m sampai dengan 15.000
m dari titik tengah setiap ujung Permukaan Utama dan menarik garis singgung pada
kedua lingkaran yang berdekatan dan kawasan ini tidak termasuk Kawasan
Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas dan Kawasan Di bawah Permukaan
Kerucut.
j. Obstacle
Adalah semua benda bergerak maupun tidak bergerak (baik permanen maupun
sementara) atau bagian-bagiannya, yang berada atau terletak di suatu area yang
dimaksudkan untuk pergerakan pesawat udara atau yang melebihi di atas suatu
permukaan tertentu yang dimaksudkan untuk melindungi pesawat udara dalam
penerbangan.
Untuk pengelolaan data lapangan dan analisa teknis, team kerja dari konsultan sebagai
pelaksana akan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1) Kecenderungan kebijaksanaan Tata Ruang Wilayah yang berada pada Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), terkait dengan Rencana
Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Kota untuk Jangka Panjang.
2) Rencana Pengembangan/Tata Letak Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang
Mongondow jangka panjang, yaitu sampai tahap ultimit.
3) Rencana Prosedur dan Pengaturan Lalu Lintas Udara (Air Traffic Control) untuk
jangka panjang.
Untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di ruang udara bandar udara dan
sekitarnya diperlukan penentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sesuai
Undang-Undang Pemerintah Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, undang-undang
tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan ketinggian benda tumbuh dan pendirian
bangunan di bandar udara dan sekitarnya.
Bidang datar diatas dan disekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan
ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan
terbang rendah pada waktu akan mendarat dan setelah lepas landas.
g) Permukaan utama
Permukaan yang garis tengahnya berimpit dengan sumbu landas pacu yang
membentang sampai panjang tertentu diluar setiap ujung landas pacu dan lebar
tertentu, dengan ketinggian untuk setiap titik pada permukaan pertama
diperhitungkan sama dengan ketinggian titik terdekat pada sumbu landas pacu.
Ketinggian bangunan, tumbuhan maupun benda lainnya disekitar lahan untuk pemasangan
fasilitas peralatan navigasi penerbangan di Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang
Mongondow, diatur/dikontrol sesuai ketentuan Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara, nomor: SKEP/48/III/2001 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor: 03-7112-
2005 tentang: Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan.
Dalam navigasi penerbangaa bandar udara adalah suatu area/tempat di atas air maupun
tanah yang digunakan untuk pendaratan, maupun keberangakatan pesawat udara, juga
sebagai tempat dimulai dan diakhirinya pelayanan navigasi penerbangan. Bandar udara
sebagai prasarana angkutan penerbangan/transportasi udara yang melayani naik, turun
penumpang, bongkar muat kargo dan atau pos, tempat perpindahan antar moda dengan
cepat, selamat, aman dan nyaman, untuk pemenuhan kondisi tersebut penyelenggara
bandar udara mengimplementasi prosedur pengoperasian bandar udara, tata letak fasilitas
sisi udara, sisi darat dan fasilitas peralatan bandar udara serta sistem pelayanan navigasi
penerbangan sesuai ketentuan/standar persyaratan teknis yang dikeluarkan oleh
International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
(DJU).
Kebijakan umum transportasi udara saat ini diarahkan pada keselamatan dan kearnanan
penerbangan, sebagai prioritas utama dengan adanya program road map zero accident.
Klasifikasi ruang udara di Indonesia disusun dengan mempertimbangkan: kaidah
penerbangan yang beroperasi, pemberian separasi, pelayanan yang disediakan,
pembatasan kecepatan, komunikasi radio digunakan dan janji aplikasi/persetujuan Air Traffic
Control (ATC) Clearance antara Pemandu Lalu-lintas Penerbangan (Air Traffic controller)
dan Penerbang.
4) Memberikan petunjuk dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan effisiensi
penerbangan, dan;
5) Memberikan notifikasi informasi terkait kepada SAR unit untuk bantuan pencarian
dan pertolongan.
Pelayanan navigasi (lalu lintas) penerbangan bandar udara terdiri dari atas :
Sistem dan prosedur penerbangan di suatu ruang udara bandar udara dan sekitarnya
dipengaruhi oleh jumlah pergerakan pesawat, jenis pesawat, terrain/kondisi obstacle dan
fasilitas peralatan navigasi penerbangan tersedia/terpasang. Kondisi terrain di kawasan
keselamatan operasi penerbangan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
cukup proposional untuk operasional penerbangan, dengan kaidah Instrument (IFR) maupun
Visual (VFR).
Sistem prosedur penerbangan untuk menuju ke dan berangkat dari Udara Lalow Kabupaten
Bolaang Mongondow, antara lain :
a. Penerbangan berkaidah Visual (Visual Flight Rules), mulai dari bandar udara
keberangkatan sampai mendarat di Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang
Mongondow atau sebaliknya, dengan cara visual/melihat tanda–tanda permukaan
bumi sebagai panutan. Kondisi cuaca dikatakan Visual Meteorological Condition
(VMC) apabila cloud base minimal 1.000 ft dan jarak pandang minimal 3 (tiga)
statute mile.
b. Penerbangan berkaidah Instrument Flight Rules, mulai dari bandar udara
keberangkatan sampai di atas peralatan navigasi terpasang di Bandar Udara Lalow
Kabupaten Bolaang Mongondow atau sebaliknya dengan kaidah/status penerbangan
instrumen. Kondisi cuaca dikatakan Instrument Meteorological Condition (IMC),
apabila cloud base bandar udara antara 1.000 ft sampai dengan 500 ft dan jarak
pandang (visibility) 1 (satu) sampai dengan kurang dari 3 (tiga) statute mile.
Guna menjamin keselamatan operasi penerbangan instrumen maupun visual diruang
udara Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow struktur ruang udara
disesuaikan dengan ketentuan SKEP Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
No:48/III/2001 tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan.
Sampai dengan radius 6.000 m dari titik tengah antena tidak diperkenankan
adanya kelompok pohon dan bangunan melebihi batas ketinggian permukaan
kerucut.
c. ILS - Localizer
Batas ketinggian di sekitar alat ILS localizer dibatasi oleh kemiringan bidang kerucut
dengan sudut 2º (dua derajat) atau 1,75% (satu koma tujuh lima persen) dari titik
tengah dasar antena localizer terhadap bidang horizontal dan bidang vertikal yang
ditarik denagn sudut 7,5º (tujuh setengah derajat) atau 13,17% (tiga belas koma
tujuh belas persen) terhadap garis tengah landasan ke arah kiri dan kanan garis
antena localizer.
Peningkatan jumlah pergerakan pesawat, kecepatan pesawat terbang yang semakin tinggi,
tingkat kesulitan pemanduan (the complexity of traffic), Sistem pengendalian yang sudah
tidak up to date, kapasitas ruang udara yang terbatas, serta kualitas pemandu/pengendali
lalu-lintas yang tidak memadai kerap mengakibatkan terjadinya Air incident dan Tragedi
penerbangan. Peralatan pengamatan penerbangan (surveilance radar) diperlukan disuatu
ruang udara yang jumlah pergerakan pesawat dan tingkat kesulitan pengendalian sangat
tinggi, demand pergerakan sudah melampaui kapasitas ruang udara/saturated.
Pohon dan atau bangunan tidak melebihi batas permukaan kerucut 1° dengan pusat
dititik tengah radar antena di counterpoise.
Fasilitas bantu pendaratan visual digunakan sebagai acuan oleh pesawat yang melakukan
pendekatan ke bandar udara, pendekatan ke landas pacu, melakukan pergerakan di landas
pacu, taxiway maupun apron agar tetap pada posisi yang aman. Dalam rangka mewujudkan
fasilitas peralatan bantu pendaratan visual secara baik yang menunjang keselamatan dan
pelayanan navigasi penerbangan, perlu tersedianya kwalitas dan kwantitas yang memadai
sesuai kebutuhan. Jenis fasilitas peralatan bantu pendaratan visual bandar udara antara lain
:Indicator and Signaling Device
Rotating Beacon;
Windshock;
Signal Gun;
Sirine;
Signal lamp.
Aerodrome Lighting
Runway lighting;
Apron lighting;
Approach lighting;
Taxiway lighting
Marking
Runway marking;
Taxiway marking;
Apron marking;
Taxiway sign.
Markers
Runway markers;
Taxiway markers;
Apron markers;
Boundary markers.
Kebutuhan fasilitas Bantu pendaratan visual Bandar Udara di Kabupaten Bolaang
Mongondow antara lain :
Tahap I
Rotating Beacon;
Windshock;
Signal lamp;
Runway lighting;
Runway marking;
Taxiway marking;
Apron marking;
Runway markers;
Taxiway markers;
Apron markers.
Tahap II s/d Tahap Ultimate
Rotating Beacon;
Windshock;
Signal Lamp
Runway lighting ;
Approach lighting;
Taxiway lighting;
Apron lighting;
Runway marking;
Taxiway marking;
Apron marking;
Runway markers;
Taxiway markers;
Apron markers.
Jalur penerbangan diadakan dengan tujuan untuk mengatur arus lalu-lintas penerbangan
dengan memperhatikan: keselamatan, pembatasan ruang udara, klasifikasi ruang udara,
fasilitas navigasi, efisiensi dan kebutuhan pengguna serta teknologi penerbangan
digunakan, penerbangan ke dan dari bandar udara dapat menggunakan jalur : Instrument
Flight Rules Route (IFR) biasa disebut airways atau menggunakan Visual Flight Rules Route
(VFR) apabila kondisi cuaca dan terrain memungkinkan. Jaringan dan rute penerbangan
dalam negeri ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan :
Anemometer;
Wind vane;
Mercury Barometer;
Dry Bulb Thermometer;
Wet Bulb Thermometer;
Rainfall meter.
Runway dikembangkan ke dua arah yaitu di ujung runway TH 29 dan TH 11. Sesuai
dengan hasil permintaan jasa angkutan udara pengembangan fasilitas runway dilakukan
3 tahap. Tahap I 1400 m x 30 m dengan pesawat rencana sejenis ATR-42; Tahap II
diperpanjang hingga 1600 m x 30 m dengan pesawat rencana sejenis ATR-72 dan
tahap selanjutnya 2200 m x 45 m dengan pesawat rencana sejenis SSJ-100 dengan
pencadangan lahan untuk runway hingga 3000 m dengan kondisi strip 300 m instrument
non presisi.
A. Acuan
Perencanaan tata letak fasilitas sisi darat, dimaksudkan untuk :
Terkait langsung;
Terkait tidak langsung;
Tidak berkaitan.
2) Tingkat pengamanan kawasan.
Terbagi lagi menjadi 3 sub kategori, yaitu
Steril;
Semi steril;
Non steril.
Lebih lanjut dalam perkembangannya kemudian, dimana aspek komersialisasi
sudah memungkinkan, sehingga operator bandar udara diberi tugas untuk
mendapatkan laba, maka terdapat kategori ketiga, yaitu :
3) Tingkatan komersial,
Terbagi lagi menjadi 3 sub kategori, yaitu :
Sepenuhnya komersial;
Semi komersial;
Non komersial.
B. Zonasi
Berdasarkan acuan tersebut di atas, dengan demikian, akan terbentuk zonasi yang
pemisahan satu dengan lainnya ditandai pagar atau cukup dengan batas jalan. Terdapat
6 zona fasilitas, yaitu :
C. Orientasi
Bangunan terminal penumpang adalah focal point (penanda) kawasan. Untuk
menguatkannya sebagai penanda, maka diberikan :
Ruang terbuka yang luas di depan bangunan. Walau secara fungsional area
ini dimanfaatkan sebagai tempat parkir, namun visualisasi fungsi sebagai
tempat parkir dikurangi, dengan rancangan tata lansekap dan penempatan
satu atau beberapa sculpture di titik-titik yang menguatkan bangunan terminal
penumpang sebagai focal point.
Jika diberikan sumbu orientasi pada bangunan dan ruang terbuka, maka di sisi-
sisi sumbu diletakkan fasilitas-fasilitas lain (yaitu : Cluster Perumahan Dinas,
Sarana Peribadatan, Cluster Fasilitas Teknis Operasional, Terminal Penumpang
VIP, dan Cluster Fasilitas Penunjang Bisnis Penerbangan) dengan
kesetimbangan asimetris. Semuanya diawali dengan perletakan deretan Sarana
Peribadatan, Kantor BMKG, Kantor Admnistrasi – Bangunan Operasi – Menara
Pengawas di sebelah barat, dan Terminal Penumpang VIP di sisi Timur.
Penataan massa bangunan komersial, diarahkan bergradasi, dengan KDB
(Koefisien Dasar Bangunan) tinggi/padat di area persimpangan antara akses
menuju/dari Zona Komersial dan Fasilitas Penunjang Bisnis Penerbangan menuju
rendah (hingga akhirnya menuju KDB 0) di area depan lapangan Parkir untuk
Umum.
Jalur pencapaian yang mengarahkan pengendara (umum) menuju bangunan
terminal penumpang, serta memberikan pandangan ke bangunan terminal
penumpang dengan sudut pandang (angle) yang tepat dan hierarkie pencapaian
yang memberikan efek penglihatan yang berbeda-beda.
Memberikan boulevard di jalur akses, dengan memisahkan 2 jalur pada 2 arah
yang berbeda/berlawanan, mulai dari jalan raya antar kota hingga ke bangunan
terminal penumpang. Di luar ini, adalah jalan 1 jalur dengan 2 lajur untuk dengan
2 arah yang berlawanan.
Memberikan jalur pedestrian penghubung dengan Sarana Peribadatan dan
Terminal Penumpang yang representatif, yang bentuk fisiknya dapat inyatakan
dengan bentuk selasar.
Selain bangunan terminal Penumpang sebagai focal point kawasan, maka terdapat juga
secondary focal point di zona fasilitas teknis operasional, yaitu Kantor Admnistrasi.
Penguatan visual bangunan ini diperkuat dengan Bangunan Operasi dan Menara
Pengawas sebagai latar belakang, dan Kantor BMKG di latar depan. Di depan Kantor
Admnistrasi diletakkan lapangan terbuka, demikian juga di depan Kantor BMKG.
Lapangan Terbuka ini sebagai sumbu visual yang memperkuat hierarki visual
Kantor Admnistrasi, namun juga tidak memperlemah visualisasi Kantor BMKG.
Visualisasinya memperlihatkan bangunan Admnistrasi sebagai ‘penguasa’ bandar
udara, namun juga memperlihatkan bangunan Kantor BMKG sebagai ‘pendukung penting
penguasa’ bandar udara.
D. Aksesibilitas
Terdapat 2 pengelompokkan akses berdasarkan asal dan tujuan, yaitu :
Dari/ke luar area bandar udara ke/dari dalam area bandar udara;
Dari/ke area fasilitas sisi darat ke/dari area fasilitas sisi udara.
Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka :
1) Dari pengelompokkan sisi darat dan luar bandar udara ini, terdapat 2 akses,
yaitu:
Satu akses untuk menuju/dari Zona Fasilitas Umum, Zona Fasilitas Teknis
Operasional, Zona Fasilitas Perumahan, Zona Komersial (dan Zona
Bangunan Sisi Udara).
Satu lagi akses menuju/dari Zona Fasilitas Penunjang Bisnis
Penerbangan (dan Zona Bangunan Sisi Udara).
Dengan demikian, persimpangan aksesibilitas dimulai di titik tuju zona fasilitas
pendukung bisnis penerbangan ini. Setelah itu, persimpangan aksesibilitas pada
area sekitar lokasi lapangan parkir untuk umum. Dari/menuju Zona Fasilitas
Perumahan terdapat akses jalur pedestrian (yang harus melewati security check
point) menuju/dari Zona Fasilitas Teknis Operasional. Jalur pedestrian, juga
terdapat antar Bangunan Terminal Penumpang dan Sarana Peribadatan, juga
antar Bangunan Terminal Penumpang dan Bangunan Terminal
Penumpang VIP. Keberadaan jalur pedestrian yang terpisah dengan jalur
transportasi dimaksudkan menandakan hierarki yang tinggi (dibanding
jalur transportasi) dan memberikan penghargaan lebih kepada pejalan kaki yang
membutuhkan koneksi antar fasilitas. Apabila terdapat pertemuan antara
keduanya, maka elevasi persimpangan tersebut dibuat lebih tinggi dibandingkan
dengan jalur transportasi dan bahan finishing yang sama dengan jalur pedestrian.
2) Kemudian dari area fasilitas sisi darat ini terdapat 2 akses menuju fasilitas
sisi udara. Satu akses berasal dari zona fasilitas teknis operasional, satu lagi
berasal dari zona fasilitas penunjang bisnis penerbangan.
Akses-akses tersebut di atas berada di luar bangunan (ruang terbuka) yang
berada di jalur-jalur transportasi dan jalur pedestrian. Ditandai dengan
keberadaan portal/pintu geser yang berada di antara 2 pagar pembatas area/zona
yang ‘diputus’ untuk aksesibiltas di antara kedua area/zona. Penanda yang lain
adalah kehadiran gardu jaga tempat kru keamanan sebagai operator ‘security
check point’. Selain akses-akses di ruang terbuka tersebut, terdapat juga akses-
akses yang berada di dalam bangunan, yaitu bangunan-bangunan yang secara
operasional berada di 2 zona. Bangunan-bangunan itu adalah :
Bangunan Terminal Penumpang;
Bangunan Terminal Penumpang VIP;
Bangunan Operasi;
Terminal Kargo.
Di dalam bangunan-bangunan tersebut, pada titik-titik aksesibiitas sebagaimana
tersebut di atas, terdapat security check point lengkap dengan petugas, metal
detector, dan x-ray detector.
ditentukan oleh faktor kondisi/situasi ketersediaan lahan yang sesuai dengan persyaratan
operasional dan keselamatan penerbangan. Analisa obstacle dibuat dengan
menggunakan data rencana panjang landas pacu hingga tahap ultimit yaitu dengan
panjang landas pacu 2.200 m, kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas dengan
instrument non presisi.
Hasil analisa Obstacle adalah pada kawasan terdapat : pada kawasan ancangan pendaratan
dan lepas landas clear tidak ada obstacle, pada kawasan di Bawah Permukaan Transisi
tidak ada obstacle, pada kawasan di Bawah Horizontal Dalam dalam obstacle berupa
bukit pada arah utara, pada kawasan di Bawah Permukaan Kerucut obstacle berupa bukit
pada arah selatan dan kawasan di Bawah horizontal luar obstacle pada arah utara dan
selatan. Bukit yang berada pada kawasan di Bawah Permukaan Horizontal Dalam
merupakan sebagai bahan material yang dapat di gunakan sebagai sub base perkerasan di
runway maupun kebutuhan perkerasan jalan pada pembangunan bandar udara.
Tabel 7. 1 Indikasi Obstacle pada Bandar Udara Baru di Kabupaten Bolaang Mongondow
No Deskripsi Keterangan
1 Permukaan Utama Datar kebun kelapa dan tegalan
2 Kawasan ancangan pendaratan Clear
3 Kawasan Transisi Clear
4 Kawasan Horisontal dalam Bukit pada arah utara
5 Kawasan Kerucut Bukit pada arah selatan
Kawasan Horizontal Luar Bukit pada arah utara dan selatan
Sumber: Analisa Konsultan
lahan yang cukup dalam rangka rencana pengembangan Bandar Udara Baru di Kabupaten
Bolaang Mongondow dimasa yang akan datang. Pada kenyataannya semakin
meningkatnya volume lalu lintas udara dan dimensi pesawat yang digunakan maka fasilitas
atau prasarana untuk rencana pengembangan bandara ini antara lain fasilitas harus
ditingkatan dengan kebutuhan tersebut. Untuk kebutuhan akan fasilitas atau prasarana ini
akan membutuhkan lahan yang cukup. Rencana peruntukan lahan dan tata massa disusun
berdasarkan persyaratan tertentu untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di
bandar udara dan untuk menjamin efisiensi hubungan antar komponen yang mempunyai
saling ketergantungan yang erat.
Dari hal tersebut di atas adalah faktor-faktor utama yang mempengaruhi penentuan lokasi
perencana tata letak bandar udara, baik sisi darat maupun sisi udara serta kawasan
sekelilingnya, adalah pertimbangan keselamatan penerbangan, keamanan dan
kelestarian daya dukung lingkungan. Untuk itu diperlukan pengkajian dan analisis yang
lebih mendalam menyangkut kondisi lahan pengembangan, baik di dalam maupun di luar
areal bandar udara. Secara garis besar analisis site menunjukkan bahwa kondisi topografi
cukup datar baik di arah runway 11 (Barat) maupun runway 29 (Timur) yang di kedua
arah dapat dengan mudah secara kontruksi untuk pengembangan runway yang merupakan
lahan kering, berlukar namun pengembangan ultimit perlu di cermati mengingat area
tersebut adanya kolam atau empang dan banyaknya wilayah genangan air. Batasan
pengembangan pada runway 11 dibatasi adanya akses jalan penduduk dan pantai
dimungkinkan untuk peletakan lampu dengan instrument non presisi approach runway.
Sedangkan pengembangan di areal di sisi udara runway untuk kebutuhan runway strip
75 m maupun runway strip 150 m dari as runway bias dilaksanankan mengingat lahan
sudah dibebaskan dengan kondisi lahan lahan kering dan adanya genanagan air. Pada
lokasi ke dua ujung runway pada tahap ultimit terdapat sungai sehingga pembuangan
aliran air hujan sangat baik. Sedangkan di bagian selatan areal bandar udara terdapat
akses jalan nasional dengan kiri kanan terdapat pemukiman dengan jarak dari as
runway ± 900 m. Lokasi ini merupakan areal yang cukup memenuhi persyaratan untuk
perletakan fasilitas-fasilitas darat serta untuk pengembangan bandar udara sesuai dengan
kebutuhan forecast, namun perlu pertimbangan terhadap akses jalan masuk. Sedangkan
bagi utara kawasan bandar udara lahan di batasi pantai dan akses jarak dari pagar bandar
udara titik terdekat adalah dengan jarak ±100 m pada bagian batas pagar bandar udara.
1. Jumlah BM yang telah dipasang di sekitar bandar udara sebanyak 10 (sepuluh) buah
BM baru, diberi nama/kode KKOP-01 sampai dengan KKOP-10 Jarak antara BM
KKOP memiliki kerapatan sebesar ± 2 km.
2. Jarak terjauh BM KKOP dengan titik ikat/referensi Badan Informatika dan Geospasial
(BIG) sejauh ± 8.8 km.
3. Distrubusi BM dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya dibidang satelit penentuan
posisi yang sekarang paling banyak digunakan adalah GPS (Global Positioning System).
Teknologi ini memberikan banyak keuntungan yaitu memiliki tingkat akurasi yang sangat
baik dan dapat digunakan dalam berbagai cuaca dan banyak pengguna. Kemampuan
teknologi ini salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pengukuran titik kontrol pada Kawasan
Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) Bandar Udara dan penyeragaman Sistem
Koordinat Bandar Udara di Indonesia. Penentuan posisi geografis dengan bantuan satelit
GPS dapat memberikan banyak manfaat dan nantinya akan menjadi infrastruktur pada
Future Air Navigation System (FANS).
Sejalan dengan teknologi dan perkembangan dibidang navigasi udara, maka pada
pemetaan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan di Bandar Udara Lalow
Kabupaten Bolaang Mongondow yang telah dilaksanakan sebelumnya dengan
menggunakan teknologi teristris, maka teknologi GPS mempunyai peranan yang sangat
penting dalam menentukan titik-titik kontrol untuk keperluan pemetaan tersebut. Tersajinya
data bentuk koordinat dalam sistem UTM dan geografi sebagai titik ikat untuk keperluan
pemetaan topografi kawasan keselamatan operasi penerbangan di Bandar Udara Lalow
Kabupaten Bolaang Mongondow.
Metodologi yang dipilih dalam pelaksanaan Pekerjaan Survei GPS Untuk Pengukuran Titik
Kontrol Horisontal Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) menggunakan
teknologi NavSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning
System). Pemilihan ini dilakukan untuk meningkatkan ketelitian penentuan posisi 3 dimensi
di lokasi Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow. Survei pengukuran untuk
titik kerangka kontrol horizontal pemetaan (KKOP), Bandar Udara Lalow sampai laporan ini
dibuat telah selesai dilaksanakan (100%). Adapun tahapan dan deskripsi pelaksanaan
pekerjaan selengkapnya dapat dilihat pada uraian dibawah ini :
Sebelum kegiatan reconnaissance dimulai, telah dilakukan pra analisis berdasarkan sebaran
titik KKOP yang telah ada. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai
geometri jaringan yang akan dibentuk Berdasarkan survey pendahuluan di lapangan,
diperoleh gambaran umum sebagai berikut :
a) Kawasan di dalam Bandara
Kondisi fisik daerah relatif banyak mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Lokasi titik KKOP yang jauh dari bandara diperlukan kendaraan untuk
pencapaian lokasi dan umumnya kondisi fisik jalan cukup baik.
Ruang pandang untuk pengamatan satelit lokasi disetiap Benchmark KKOP
hampir 85% terdapat dilokasi yang memiliki obstruksi terhadap sinyal satelit yakni
dekat dengan tiang listrik PLN, kawasan padat pemukiman dan tertutup
pepohonan.
Posisi seluruh BM terletak ditepi jalan raya dan dekat dengan pemukiman
penduduk hingga mudah ditemukan.
Penentuan desain rencana jaringan untuk pengukuran GPS Geodetik KKOP Bandar Udara
Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow. ini dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
Adapun BM KKOP yang akan diamati sebanyak 10 buah BM KKOP, yang akan diikatkan ke
titik GPS orde 1 BIG, 3 titik ARP dan 2 titik ujung landasan pacu yang diikatkan ke titik GPS
orde 1 BIG. Setelah setiap titik KKOP dilakukan pengukuran, dilakukan pengambilan
dokumentasi, yang dimaksudkan untuk mendapatkan deskripsi dari setiap titik yang diamati.
Berdasarkan rujukan di atas maka metode pengamatan GPS dilakukan dengan
menggunakan metode static fast positioning menggunakan satu titik referensi yaitu titik
N1.4043 titik GPS Orde 1 milik BIG. Adapun koordinat referensi titik N1.4043 tersebut
adalah:
TH-11
U TH-29
N1.4043
BASE
KKOP 02
KKOP 03
KKOP 01
Keterangan :
: Reference Point
: Rover Point
: Baseline Reference
Sesuai dengan spesifikasi alat yang digunakan, tinggi antena terhadap pusat pilar
diukur sebelum dan sesudah pengamatan, dimana perbedaan tinggi antena tidak
boleh melebihi 2 mm,
Kalibrasi receiver,
Inisialisasi berupa masukan beberapa parameter.
Dua hal yang sangat penting pada saat pengamatan berlangsung, yakni pemasukan data
tinggi antena dan nama file GPS.
1. Dilaksanakan dengan metode survey GPS, menggunakan 2 unit receiver GPS tipe
geodetik.
2. Lama pengamatan tipikal adalah 1 jam dan atau disesuaikan dengan panjang
baseline (jarak antar titik pilar KKOP ke titik ikat GPS Nasional yang digunakan),
seperti berikut ini :
3. Pada survey GPS penentuan koordinat pilar KKOP relatif terhadap titik ikat dapat
dilakukan secara radial positioning.
4. Pada survey GPS untuk titik ujung-ujung landasan pacu, pengamatannya harus
bereferensi pada titik ARP yang telah di ikatkan pada titik GPS nasional dan
dilakukan secara static positioning.
Teknik pengamatan dan waktu pengamatan seperti dalam tabel di atas digunakan
dengan syarat :
Tersedia 6 satelit;
PDOP yang lebih kecil dari 7;
Kondisi atmosfer dan ionosfer yang memadai;
Interval antar epok 15 detik;
Pengamatan siang hari;
Cut of Angle 15 0
Sedangkan untuk jarak baseline antar titik KKOP Bandar Udara Lalouw didapatkan jarak
hasil pengukuran jarak menggunakan koordinat pendekatan hasil marking posisi setiap BM
KKOP adalah sebagai berikut :
Sedangkan posisi titik- titik BM KKOP dan ujung-ujung landasan pacu yang akan di amati
oleh GPS Geodetik adapun tahapan pengukurannya adalah sebagai berikut : Tahap
pertama, 1 Unit Receiver GPS ditempatkan pada titik referensi N1.4043 sebagai Control Unit
dan base station, sedangkan KKOP sebagai rover.
Pengukuran Baseline
Post Processing
Perataan Jaringan
Bisa di terima
Transformasi Koordinat
Pengamatan
GPS
Perataan Jaringan
Transformasi Koordinat
Pada tahap ini dilakukan metode sederhana, yaitu meratakan sejumlah pengamatan
untuk titik-titik koordinat di posisi yang sama, dengan cara memberikan bobot setiap
pengamatan secara proporsional. Bobot pengamatan adalah harga standar deviasi
hitungan rata-rata statistik untuk titik yang bersangkutan, sewaktu dilakukan
pengujian data sebagai datum point ditetapkan di KKOP-XX dan titik KKOP-XX,
karena titik tersebut merupakan titik sekutu dari berbagai fase pengamatan (common
point) seperti ditunjukan pada diagram alir pada gambar berikut ini..
Perataan Awal
Pengukuran kerangka dasar vertikal menggunakan metode sifat datar, dengan diikatkan
terhadap BM KKOP, ARP dan titik Ujung landasan TH-11 dan TH-29. Pengukuran waterpas
di lakukan dengan loop tertutup dan terbuka, pengukuran waterpas menggunakan alat
waterpas dengan toleransi salah penutup beda tingginya maksimum (8 D) mm, dimana D
adalah jumlah jarak dalam km. Pengukuran dilakukan dengan double stand di setiap slag
dengan selisih bacaan beda tinggi antara stand 1 (satu) dan stand 2 (dua) maksimal 2 mm,
serta jumlah slag genap.
Berdasarkan hasil pengolahan data akhir (final adjustment) menggunakan metode perataan
untuk seluruh baseline maka didapatkan nilai analisis simpangan baku (standar deviasi)
masing-masing koordinat sebagai berikut.
Dari data hasil analisis simpangan baku tersebut diperoleh kenyataan, bahwa nilai
penyimpangan (kesalahan) relatif dari koordinat yang jauh dari titik referensi N1.4043,
karena semakin jauh jarak baseline maka semakin besar kesalahan/error.
Koordinat yang dihasilkan pada proses pengolahan baseline menggunakan perangkat lunak
TRIMBLE TOTAL CONTROL, adalah koordinat dalam sistem koordinat geografis dan sistem
koordinat proyeksi UTM. Hasil akhir dari proses ini divisualisasikan dalam bentuk tabel
koordinat titik BM KKOP kedua sistem tersebut.
Koordinat UTM
No Keterangan
Easting (X)m Northing (Y)m Elevation (Z)m
1 622309.671 101500.108 5.259 N1.4043
2 614536.000 98393.950 3.214 TH-11
3 615857.451 97931.601 3.739 TH-29
4 615408.896 97490.379 5.856 KKOP01
5 617118.467 96795.460 73.349 KKOP02
6 618815.260 96928.570 10.079 KKOP03
7 620578.816 96961.452 10.709 KKOP04
8 621930.517 97408.664 7.346 KKOP05
9 614033.819 97524.644 7.857 KKOP06
10 614001.566 96408.164 12.214 KKOP07
11 611750.543 96505.831 6.866 KKOP08
Koordinat UTM
No Keterangan
Easting (X)m Northing (Y)m Elevation (Z)m
12 611351.342 97635.808 3.358 KKOP09
13 610134.256 94867.941 11.199 KKOP10
Sistem Tinggi titik KKOP adalah sistem tinggi orthometrik bandara, data tinggi ini didapatkan
dari hasil pengolahan data kerangka vertikal yang telah terintegrasi dalam sistem tinggi
Ellipsoid. Pada pengolahannya setiap tinggi titik dihitung mengacu pada tinggi titik TTG 0909
BIG yang terdapat dilokasi pengukuran KKOP selanjutnya tinggi titik sistem MSL ini
dikonversi ke dalam sistem tinggi bandara menggunakan referensi nilai tinggi ambang
terendah.
Sebagai titik datum pengukuran elevasi digunakan elevasi Titik Tinggi Geodesi (TTG1280).
Hasil hitungan elevasi titik-titik BM KKOP, ARP dan ujung runway dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Kontrol kualitas hasil perhitungan pengukuran elevasi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Obstacle adalah bangunan atau benda tumbuh yang merupakan penghalang atau diduga
merupakan penghalang bagi Keselamatan Operasi Penerbangan di sekitar Bandar Udara
Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow, maupun yang dapat menimbulkan hambatan
terhadap isyarat peralatan navigasi penerbangan dan komunikasi radio antara bandar
udara dan pesawat terbang.
8.1 UMUM
Perencanaan tata letak bandar udara dapat dianalisis kemungkinan, sehingga keputusan
untuk menetapkan tata letak tersebut sebagai rencana pengembangan bandara
terhadap pentahapan pembangunan sudah dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga
dapat menciptakan dan mempertahankan tata guna lahan yang sesuai. Konsep
perencanaan tata letak mengikuti kriteria dasar pengembangan bandar udara. Berdasarkan
kriteria tersebut selanjutnya dapat dilakukan penilaian terhadap perencanaan
pengembangan, sehingga hasil evaluasi yang sudah mengakomodasikan semua aspek
dalam kriteria dasar dan mempunyai konsep yang paling menguntungkan.
Categori class : 2C
Lebar runway : 30 m
Categori class : 3C
Lebar runway : 30 m
Makasar
Categori class : 4C
Lebar runway : 45 m
Fasilitas sisi udara, baik konfigurasi maupun dimensinya direncanakan berdasarkan pada
kebutuhan pelayanan pesawat udara terbesar yang dilayani dan volume lalu lintas
pergerakan pesawat udara. Fasilitas sisi udara terdiri dari landas pacu (runway),
penghubung landas pacu (taxiway), area parkir pesawat yang disebut apron, serta area
untuk keselamatan penerbangan yang terdiri dari runway strip, runway end safety area
(RESA), serta daya dukung perkerasannya.
A. Klasifikasi Runway dan Kode Referensi Bandar Udara
Klasifikasi landas pacu (runway) ini merujuk pada bagaimana pendekatan prosedur
operasional penerbangan yang dilakukan pada landas pacu suatu bandara, mulai
dari pendekatan prosedur yang paling sederhana yaitu non- instrument approach
sampai digunakannya alat bantu untuk pendaratan dengan tingkat akurasi yang
tinggi seperti precision approach category I.
penggunaan jenis pesawat terbesar pada tahap tersebut. Untuk bandara baru
ini Tahap I dikategorikan dalam klasifikasi non instrumen runway dengan
pesawat terbesar yang instrumen non presisi runway dengan pesawat terbesar
yang direncanakan yaitu pesawat dengan 75 seat seperti ATR-72 sedangkan
direncanakan yaitu pesawat dengan 50 seat seperti ATR-42 dan Tahap II
dikategorikan dalam klasifikasi Tahap Ultimate dikategorikan instrument non
presisi runway dengan pesawat terbesar CRJ-1000.
B. Runway
1) Lebar Runway
Dalam penentuan lebar runway yang dibutuhkan untuk setiap tahapan
ditentukan berdasarkan Aerodrome Annex 14 ICAO, 2009 pada Tabel berikut
ini.
Code Number
Item
1 2 3 4
Width of Runway
Code Letter A 18 m 23 m 30 m -
Code Letter B 18 m 23 m 30 m -
Code Letter C 23 m 30 m 30 m 45 m
Code Letter D - - 45 m 45 m
Code Number
Item
1 2 3 4
Code Letter E - - - 45 m
Code Letter F - - - 60 m
Where the code letter is D or E, the over-all width of
the runway and its shoulders shall
Width of runway plus shoulders
not less than 60 m
Runway
Max Longitudinal Slope 1.5% 1.5% 1.25% 1.25%
Max effective gradient 2% 2% 1% 1%
Max longitudinal slope change 2% 2% 1.5% 1.5%
2% where the code letter is A or B; and
Max transverse slope
1.5% where the code letter is C, D or E
Width of Runway strip
Precision and non-precision
150 m 150 m 300 m 300 m
runway
Non-instrument runway 60 m 80 m 150 m 150 m
Strip
2) Panjang Runway
Pada penentuan panjang landas pacu ini dilakukan perhitungan dan analisa
dengan mendasarkan kepada: Tabel/Grafik Performance Jenis Pesawat
Rencana. Setiap jenis pesawat mempunyai karakteristik dan kinerja yang spesifik
sesuai dengan kriteria desain yang dipakai pada pesawat tersebut. Selain itu,
berat pesawat juga mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan panjang landas
pacu untuk tinggal landas (take off) maupun pendaratan (landing).
Elevasi/Ketinggian Runway
Elevasi atau ketinggian runway di atas permukaan laut rata-rata
(mean sea level) akan berpengaruh langsung terhadap kebutuhan
panjang landas pacu dalam arti bahwa semakin tinggi elevasi
runway, semakin panjang landas pacu yang dibutuhkan. Dalam
perencanaan bandara pada umumnya dipergunakan ketinggian fisik
terhadap mean sea level (msl) dengan ketentuan panjang runway
akan bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 1000 ft atau 300 m di
atas mean sea level.
Suhu Udara/Temperatur
Suhu udara di bandar udara yang berdasarkan standar ISA
Dimana :
FE = [(0,07 x (E/300)) + 1]
FT = o
0,01 x [T( C) – (15 – 0,0065 x E)] + 1
FG = [(0,10 x G) + 1]
E = Elevasi bandar udara (MSL – meter)
T = o
Suhu udara/temperatur ( C)
G = Gradient (slope rata-rata runway - %)
3) Tahap I
Pada tahap ini pesawat terbesar yang akan beroperasi adalah pesawat dengan
kategori tipe seat 50 sejenis ATR-42, dengan rute terjauh yang diperoleh dari
analisa lalu lintas udara adalah Bolaang Mongondow - Palu. Maka dapat
diperhitungkan dengan berdasarkan data–data seperti dibawah ini :
Pada tahap ini pesawat terbesar yang akan beroperasi adalah pesawat dengan
kategori seat 75 sejenis ATR-72 dengan rute terjauh Bolaang Mongondow -
Balikpapan maka dapat diperhitungkan dengan berdasarkan data–data seperti di
bawah ini :
Pada tahap ini pesawat terbesar yang akan beroperasi adalah pesawat dengan
kategori seat 100 dengan rute terjauh Bolaang Mongondow– Jakarta maka dapat
diperhitungkan dengan berdasarkan data–data seperti di bawah ini :
Dari hasil analisa panjang runway diperoleh dimensi landas pacu (runway )untuk
tiap pentahapan adalah sebagai berikut :
C. Runway Strip
Runway strip adalah sebidang lahan tertentu yang bebas halangan, meliputi runway
dan overrun yang berfungsi untuk :
Sumber : Aerodromes, Annex 14, Aerodromes & Operations, Fifth Edition, July 2009
E. Taxiway
Taxiway merupakan jalur yang menghubungkan runway dan apron. Dalam
perencanaan taxiway hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Sumber : Aerodromes, Annex 14, Aerodromes & Operations, Fifth Edition, July 2009
Sedangkan panjang taxiway yang dibutuhkan akan sangat tergantung pada runway
strip yang digunakan dan juga panjang permukaan transisi terhadap Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang dipengaruhi oleh tinggi ekor
pesawat yang parkir (Nose In/Nose Out) di apron.
Sumber : Aerodromes, Annex 14, Aerodromes & Operations, Fifth Edition, July 2009
Panjang taxiway yang dibutuhkan akan sangat tergantung pada runway strip
yang digunakan dan juga panjang permukaan transisi terhadap Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang dipengaruhi oleh tinggi ekor
pesawat yang parkir (Nose In/Nose Out) di apron.
F. Apron
1) Sistem Tata Letak Apron
Tata letak apron mengikuti pola linier, dimana apron terletak sejajar dengan
terminal.
kebisingan;
Karakteristik pergerakan jenis pesawat yang akan dilayani;
Karakteristik fisik pesawat seperti dimensi, berat, instalasi tetap dari
fasilitas pelayanan dan lain-lain;
Tipe dan ukuran fasilitas GSE (Ground Service Equipment) dan manuvernya;
Kemiringan apron. Kemiringan apron semaksimal mungkin harus lebih kecil
dari 1%, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya genangan air di apron,
namun kemiringan apron juga tidak diperbolehkan terlalu besar yang
dapat menyebabkan pesawat bergerak saat diparkir di apron.
Untuk perhitungan dimensi apron, dipengaruhi oleh dimensi pesawat (panjang,
lebar), jarak antar pesawat, serta kebutuhan self-parking taxiing untuk jenis
pesawat yang tidak memerlukan push-back tractor.
Detail kebutuhan fasilitasi sisi udara dapatdilihat pada tabel berikut ini.
III KATEGORI OPERASI RUNWAY Non Instrumen Instrumen Non Presisi Instrumen Non Presisi
barang.
B. Analisis Pentahapan
Dengan fungsi utama adalah mengangkut penumpang dengan menggunakan sarana
pesawat udara, maka untuk menentukan pentahapan, didasarkan atas :
Persyaratan jumlah penumpang per tahun seperti yang tercantum pada Keputusan
Direktur Jenderal Perhubungan No: SKEP/347/XII/1999 tentang perhitungan luas
terminal (Tabel Standar Luas Terminal Penumpang Domestik).
Berdasarkan Tabel 8.12 Standar Luasan Bangunan Terminal, terlihat bahwa hingga
jumlah penumpang tahunan sebanyak 100.000 orang, luasan telah ditentukan tetap/fixed.
Setelah jumlah penumpang tahunan sebanyak 100.000, luasan bergantung kepada
jumlah penumpang pada jam sibuk.
luas per orang yang terjadi antara tahun 2021 dan 2022, dari luasan 10 m2 per orang
Nilai akumulasi = (Jumlah pesawat dengan mesin propeller pada jam sibuk x nilai
pesawat dengan mesin propeller) + (Jumlah pesawat dengan mesin turbo propeller
pada jam sibuk x nilai pesawat dengan mesin turbo propeller) + (Jumlah pesawat
dengan mesin jet pada jam sibuk x nilai pesawat dengan mesin jet).
Dari Prakiraan pergerakan penumpang terlihat bahwa pada design years tahun 2021,
2025, 2032, 2037, 2039 adalah tahun-tahun kritis tipe pesawat dan jumlah pesawat.
Maka :
(1 x 1) + (1 x 2) + (0 x 3) = 3 < 6
Stasiun PKP-PK;
GSE Parking Area;
Bangunan Terminal Penumpang;
Terminal Kargo;
Kantor Administrasi;
Menara Pengawas;
Lapangan Parkir Kendaraan Umum Terminal Penumpang;
Pool Bis/Taksi;
Hanggar;
Jalan;
DPPU dengan sistem penyediaan dan pengisian dengan truk;
Sistem suplai listrik;
Sistem suplai air bersih;
Sistem pembuangan.
Detail dari kebutuhan fasilitas sis darat dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Fasilitas bantu pendaratan visual digunakan sebagai acuan oleh pesawat yang
Tahap I
Rotating Beacon;
Windshock;
Signal lamp;
Runway lighting;
Runway marking;
Konsep Rencana Induk Bandara 8- 28
Penelitian Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Sekitar Kawasan Bandar Udara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow
Taxiway marking;
Apron marking;
Runway markers;
Taxiway markers;
Apron markers.
Rotating Beacon;
Windshock;
Runway lighting ;
Approach lighting;
Taxiway lighting;
Apron lighting;
Runway marking;
Taxiway marking;
Apron marking;
Runway markers;
Taxiway markers;
Apron markers.
E. Meteorologi Penerbangan (Meteorology)
Data meteorologi sangat diperlukan untuk keselamatan penerbangan, terutama saat
take-off-landing dan dipergunakan dalam perhitungan bahan bakar di en-route, pay
load serta menentukan alternate aerodrome dalam mengantisipasi kegagalan
pendaratan di bandar udara tujuan. Fasilitas peralatan meteorologi bandar
udara disesuaikan dengan: klasifikasi bandar udara, sistim pelayanan lalu-lintas
penerbangan, status penerbangan, kondisi lapangan (terrain) bandar udara,
fenomena cuaca dan luasan wilayah bandar udara. Pelayan informasi meteorologi
penerbangan meliputi :
Anemometer;
Wind vane;
Mercury Barometer;
Dry Bulb Thermometer;
Wet Bulb Thermometer;
Rainfall meter.
Sumber: Laporan Final Rencana Induk Bandara Lalow Kabupaten Bolaang Mongondow 2014
Persyaratan batas-batas kawasan dan batas-batas ketinggian pada KKOP mengacu pada
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 590 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Rencana Induk Bandar Udara. Persyaratan batas-batas
kawasan dan batas-batas Ketinggian KKOP tercantum pada tabel berikut ini.
Runway Classification
Instrument
Non Instrument
Non Precision Precision
DLS & Dimensi (in metres and percentages)
Cat II & III
Code No Code No Cat. I Code No
Code No
Panjang total (m) 1600 2500 3000 3000 2500 15000d 15000 15000 15000 15000
PENDEKATAN DALAM (INNER AAPPROACH)
Lebar (m) 90 120 120
Ambang batas (m) 60 60 60
Panjang (m) 900 900 900
Kemiringan 2,5% 2% 2%
TRANSITIONAL
Kemiringan 20% 20% 14,3% 14,3% 14,3% 14,3% 14,3% 14,3% 14,3% 14,3%
TRANSISIONAL DALAM (INNER TRANSITIONAL)
Kemiringan 40% 33,3% 33,3%
BALKED LANDING
Length of inner (Panjang tepi dalam (m)) 90 120 120
Jarak dari ambang batas (m) * 1800 1800
Divergens masing-masing sisi 10% 10% 10%
Kemiringan 4% 3,3% 3,3%
Sumber : KP 590 Tahun 2014
Adapun ketentuan runway untuk take off dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Keterangan:
a. Penggunaan runway untuk penerbangan malam hari dengan pesawat udara maksimum berat lepas
landas tidak lebih dari 5.700 kg harus memenuhi ketentuan kode angka 2;
b. Panjang tepi dalam dapat dikurangi hingga 90 m jika runway akan digunakan untuk pesawat dengan
massa kurang dari 22.700 kg dan beroperasi dengan VMC di siang hari. Dalam kasus ini, lebar akhir/final
dapat mencapai 600 m, kecuali jalur penerbangan melibatkan perubahan heading melebihi 15°;
c. Permukaan take-off climb berawal dari ujung clearway jika terdapat clearway;
d. Lebar akhir/final dapat dikurangi hingga 1.200 m jika runway hanya digunakan oleh pesawat dengan
prosedur lepas landas yang tidak melibatkan perubahan heading lebih dari 15° untuk operasi yang
dilakukan dalam IMC atau malam hari;
e. Karakteristik operasional pesawat udara untuk runway yang dimaksud harus diperiksa untuk melihat
apakah perlu mengurangi kemiringan guna memenuhi kondisi pengoperasian kritis. Jika kemiringan yang
telah ditentukan dikurangi, maka perlu dilakukan penyesuaian panjang untuk take-off climb sehingga
memberikan perlindungan hingga ketinggian 300 m. Jika tidak ada objek yang mencapai 2% permukaan
take-off climb, maka objek-objek baru perlu dibatasi untuk menjaga permukaan bebas obstacle, atau
permukaan yang turun hingga kemiringan 1,6%.
Sistim penomoran titik-titik batas kawasan pada KKOP mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yaitu dengan menggunakan kode
huruf dan angka, serta penyajian data koordinat yang menggunakan Sistem Koordinat
Bandar Udara (ACS) dan Sistim Koordnat Geografis WGS-84. Urutan penomoran titik-titik
batas KKOP mengikuti arah putaran jarum jam.
Batas-batas kawasan pada KKOP Bandar Udara Baru di Kabupaten Bolaang Mongondow
disusun berdasarkan data-data koordinat kedua titik ujung runway rencana induk
pengembangan, sebagai berikut :
a. Permukaan Utama
Adalah permukaan yang garis tengahnya berimpit dengan sumbu runway yang
membentang sampai kedua titik ujung over run dan lebarnya (2 x 150 m).
Kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas adalah suatu kawasan yang
merupakan perpanjangan kedua ujung runway, di bawah lintasan pesawat udara
setelah lepas landas atau akan mendarat yang dibatasi oleh ukuran panjang dan
lebar tertentu, yaitu:
Tepi dalam dari kawasan ini berimpit dengan ujung Permukaan Utama
dengan lebar 300 m, meluas keluar secara teratur dengan garis
tengahnya merupakan perpanjangan dari garis tengah runway sampai
lebar 1.200 pada jarak mendatar 3.000 m dari ujung Permukaan Utama.
Adalah bidang dengan kemiringan tertentu sejajar dan berjarak tertentu dari as
runway, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis-garis
datar yang ditarik tegak lurus pada as runway dan pada bagian atas dibatasi oleh
garis perpotongan dengan permukaan horisontal dalam.
Tepi dalam dari kawasan ini berimpit dengan sisi panjang Permukaan
Utama dan sisi Permukaan Pendekatan dari lepas landas. Kawasan ini
meluas keluar sampai jarak mendatar 315 m dari sisi panjang Permukaan
Utama.
Kawasan ini ditentukan oleh lingkaran dengan radius 4.000 m dari titik
tengah setiap ujung permukaan utama dan menarik garis singgung pada
kedua lingkaran yang berdekatan dan kawasan ini tidak termasuk
Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas, serta Kawasan di
Bawah Permukaan Transisi.
Kawasan ini ditentukan mulai dari tepi luar Kawasan di Bawah Permukaan
Horisontal Dalam meluas sampai keluar dengan jarak mendatar 2.000 m.
Batas-batas kawasan digambarkan dengan garis-garis yang menghubungkan
titik-titik C.1.1, D.1.1, D.1.2, D.1.3, D.1.4, C.1.4, C.1.3, C.1.2, C.2.1, C.2.4,
C.2.2, D.2.2, D.2.3, D.2.4 dan D.2.1.
Kawasan ini ditentukan oleh lingkaran dengan radius 15.000 m dari titik
tengah setiap ujung permukaan utama. Kemudian menarik garis singgung
pada kedua lingkaran yang berdekatan.
Kawasan ini termasuk Kawasan di Bawah Permukaan Kerucut, Kawasan di
Bawah Permukaan Horisontal Dalam, Kawasan di Bawah Permukaan Transisi
serta Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas.
Batas-batas kawasan digambarkan dengan garis-garis yang menghubungkan
titik-titik D.1.1, D.1.2, D.1.3, D.1.4, E.1.4, E.1.3, E.1.2, E.1.1, D.2.1, D.2.4,
D.2.3, D.2.2, E.2.2, E.2.3, E.2.4 dan E.2.1.
(0,000 m AES). Batas ketinggian semua titik pada KKOP ditentukan terhadap ketinggian
ambang landasan terendah dan Ketinggian ujung-ujung runway adalah sebagai berikut :
ELEVASI
No Titik
m (MSL) m (AES)
1 TH.11-400 2.988 0.000
2 TH.11-200 3.138 0.150
3 TH.11 3.214 0.225
4 TH.29 3.739 0.751
5 TH.29+200 3.814 0.826
Hasil hitungan dan analisis batas-batas ketinggian pada KKOP adalah sebagai berikut :
a. Permukaan Utama
Ketinggian untuk setiap titik pada Permukaan Utama diperhitungkan sama dengan
ketinggian titik terdekat pada sumbu runway.
Batas ketinggian dan jarak pada Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas
dapat dilihat pada gambar lampiran.
Non Directional Beacon (NDB) ini terletak pada titik koordinat geografis. Batas ketinggian di
sekitar Non Directional Beacon (NDB) ditentukan oleh kemiringan bidang kerucut dengan
sudut 3º (tiga derajat) atau 5,24 % (lima koma dua puluh empat persen) keatas dan keluar
dari titik tengah dasar antena dan separti konstruksi rangka besi,tianga listrik dan lain-lain
melebihi batas ketinggian.
Di dalam batas tanah 200 m x 200 m : bebas bangunan dan benda tumbuh;
9.4.2 Batas Ketinggian dan Jarak di sekitar Very High Ferquency Omni Range
(DVOR) dan Distance Measurement Equipment (DME)
Dalam radius 100 m dari titik tengah lahan: bebas benda tumbuh dan
bangunan.
1 100 1,75
2 200 3,50
3 400 7,00
4 600 10,50
5 800 14,00
6 1.000 17,50
Data koordinat dan ketinggian hasil analisa obstacle ini terutama diperlukan untuk
menyusun Prosedur Operasi Standar untuk pelaksanaan ancangan pendekatan pendaratan
dan lepas landas, serta lalu lintas operasi penerbangan di sekitar bandar udara. Keberadaan
obstacle dapat membatasi dan/atau mengurangi Ketersediaan Ruang Udara. Ruang udara
pada dasarnya dapat dikelompokan atas 4 (empat) zone/sektor.
A. Pembagian Sektor
Sektor-I
Sektor-II
Sektor-III
Sektor-IV
OBSTCL KKOP
(M) (M) º ’ ” º ’ ” (M) (M) (M) (M) (M) (M) (M)
1 1 SUTET 01 616567.911 96106.077 0 52 9.678 124 2 51.459 21273.477 18511.528 222.702 219.714 47.988 45.000 174.714 Obstacle II KDPHD
2 2 SUTET 02 616242.676 95951.624 0 52 4.651 124 2 40.936 21017.497 18258.333 186.901 183.913 47.988 45.000 138.913 Obstacle II KDPHD
3 3 SUTET 03 615842.315 95898.649 0 52 2.929 124 2 27.984 20657.095 18076.110 182.214 179.226 47.988 45.000 134.226 Obstacle II KDPHD
4 4 SUTET 04 616684.674 95891.445 0 52 2.687 124 2 55.234 21454.571 18347.499 176.226 173.238 47.988 45.000 128.238 Obstacle II KDPHD
5 5 SUTET 05 616973.372 96103.525 0 52 9.591 124 3 4.576 21657.032 18643.023 56.197 53.209 47.988 45.000 8.209 Obstacle II KDPHD
6 SUTET 06 617417.331 96430.323 0 52 20.229 124 3 18.941 21968.157 19098.102 31.763 28.775 47.988 45.000 -16.225 Bukan Obstacle II KDPHD
7 SUTET 07 617752.060 96573.430 0 52 24.886 124 3 29.771 22236.845 19343.724 27.736 24.748 47.988 45.000 -20.252 Bukan Obstacle II KDPHD
KAPDL-
8 SUTET 08 618111.285 96718.153 0 52 29.596 124 3 41.393 22528.120 19598.961 28.682 25.694 47.988 45.000 -19.306 Bukan Obstacle IV TH.29
KAPDL-
9 SUTET 09 618394.384 96764.253 0 52 31.094 124 3 50.552 22780.111 19735.968 44.775 41.787 47.988 45.000 -3.213 Bukan Obstacle IV TH.29
KAPDL-
10 SUTET 10 618696.335 96816.154 0 52 32.781 124 4 0.321 23047.980 19884.676 37.967 34.979 47.988 45.000 -10.021 Bukan Obstacle IV TH.29
KAPDL-
11 SUTET 11 619035.702 96776.136 0 52 31.475 124 4 11.299 23381.523 19958.979 35.206 32.218 47.988 45.000 -12.782 Bukan Obstacle IV TH.29
KAPDL-
12 6 SUTET 12 619433.220 96739.264 0 52 30.271 124 4 24.159 23768.914 20055.456 62.758 59.770 47.988 45.000 14.770 Obstacle IV TH.29
KAPDL-
13 SUTET 13 619637.450 96735.240 0 52 30.138 124 4 30.765 23963.015 20119.105 46.843 43.855 47.988 45.000 -1.145 Bukan Obstacle IV TH.29
KAPDL-
14 SUTET 14 619766.390 96782.500 0 52 31.676 124 4 34.937 24069.113 20206.295 42.473 39.485 47.988 45.000 -5.515 Bukan Obstacle IV TH.29
KAPDL-
15 7 SUTET 15 619901.763 96745.225 0 52 30.460 124 4 39.316 24209.201 20215.819 53.184 50.196 47.988 45.000 5.196 Obstacle IV TH.29
16 8 Tower BTS 01 616998.253 99688.004 0 54 6.318 124 3 5.413 20496.745 22034.607 196.565 193.577 47.988 45.000 148.577 Obstacle I KDPHD
17 9 Tower BTS 02 617005.624 99680.402 0 54 6.070 124 3 5.652 20506.214 22029.865 196.795 193.807 47.988 45.000 148.807 Obstacle I KDPHD
18 10 Tower BTS 03 617024.153 99664.048 0 54 5.538 124 3 6.251 20529.103 22020.549 234.629 231.641 47.988 45.000 186.641 Obstacle I KDPHD
19 11 Tower BTS 04 617062.988 99643.518 0 54 4.869 124 3 7.507 20572.539 22013.995 233.249 230.261 47.988 45.000 185.261 Obstacle I KDPHD
20 12 Tower BTS 05 617090.328 99617.916 0 54 4.035 124 3 8.392 20606.801 21998.859 236.025 233.037 47.988 45.000 188.037 Obstacle I KDPHD
21 13 Tower BTS 06 617058.505 99622.051 0 54 4.170 124 3 7.362 20575.397 21992.253 214.312 211.324 47.988 45.000 166.324 Obstacle I KDPHD
22 Tower BTS 07 621296.000 101714.000 0 55 12.252 124 5 24.468 23884.278 25366.260 45.691 42.703 152.988 150.000 -107.297 Bukan Obstacle I KDPHL
23 Tower BTS 08 621357.000 101663.000 0 55 10.591 124 5 26.441 23958.698 25338.267 46.844 43.856 152.988 150.000 -106.144 Bukan Obstacle I KDPHL
24 Tower BTS 09 610691.000 96168.000 0 52 11.746 123 59 41.336 15705.847 16629.131 46.906 43.918 50.190 47.202 -3.284 Bukan Obstacle II KDPKR
25 14 Tower BTS 10 611811.000 97055.000 0 52 40.622 124 0 17.577 16470.077 17836.244 51.300 48.312 47.988 45.000 3.312 Obstacle II KDPHD
26 Tower BTS 11 611652.000 96665.000 0 52 27.922 124 0 12.430 16448.795 17415.616 40.303 37.315 47.988 45.000 -7.685 Bukan Obstacle II KDPHD
27 Tower BTS 12 621697.065 97315.006 0 52 48.998 124 5 37.400 25715.605 21346.529 46.082 43.094 128.954 125.966 -82.872 Bukan Obstacle I KDPKR
OBSTCL KKOP
(M) (M) º ’ ” º ’ ” (M) (M) (M) (M) (M) (M) (M)
28 Tower BTS 13 620135.427 97071.053 0 52 41.069 124 4 46.878 24322.150 20600.533 50.275 47.287 53.303 50.315 -3.028 Bukan Obstacle IV KDPKR
29 SPBU 617113.424 96760.000 0 52 30.967 124 3 9.112 21572.425 19308.917 9.158 6.170 47.988 45.000 -38.830 Bukan Obstacle II KDPHD
30 15 Bukit 610452.775 85441.138 0 46 22.424 123 59 33.543 19023.528 6425.440 1085.000 1082.012 152.988 150.000 932.012 Obstacle II KDPHL
31 16 Bukit 606595.231 86666.599 0 47 2.361 123 57 28.759 14977.708 6308.193 728.000 725.012 152.988 150.000 575.012 Obstacle II KDPHL
32 17 Bukit 619614.877 90341.245 0 49 1.921 124 4 29.978 26053.321 14076.398 265.000 262.012 152.988 150.000 112.012 Obstacle II KDPHL
33 18 Bukit 622852.114 90602.987 0 49 10.416 124 6 14.704 29022.489 15392.550 320.000 317.012 152.988 150.000 167.012 Obstacle II KDPHL
34 19 Bukit 603755.062 91010.342 0 49 23.840 123 55 56.909 10862.372 9470.261 395.000 392.012 152.988 150.000 242.012 Obstacle II KDPHL
35 20 Bukit 618975.047 91267.624 0 49 32.094 124 4 9.287 25143.453 14739.498 235.000 232.012 152.988 150.000 82.012 Obstacle II KDPHL
36 21 Bukit 602845.722 91677.722 0 49 45.580 123 55 27.496 9783.650 9799.888 335.000 332.012 152.988 150.000 182.012 Obstacle II KDPHL
37 22 Bukit 612671.873 92136.880 0 50 0.455 124 0 45.385 18906.855 13478.364 314.000 311.012 152.988 150.000 161.012 Obstacle II KDPHL
38 23 Bukit 615646.842 92169.925 0 50 1.506 124 2 21.627 21703.997 14492.037 330.000 327.012 132.693 129.705 197.307 Obstacle II KDPKR
39 24 Bukit 619786.312 92290.852 0 50 5.407 124 4 35.541 25571.281 15973.236 304.000 301.012 152.988 150.000 151.012 Obstacle II KDPHL
40 25 Bukit 620423.322 93537.793 0 50 46.007 124 4 56.159 25760.749 17360.588 370.000 367.012 152.988 150.000 217.012 Obstacle II KDPHL
41 26 Bukit 617698.159 94454.826 0 51 15.895 124 3 28.008 22885.635 17326.187 299.000 296.012 47.988 45.000 251.012 Obstacle II KDPHD
KAPDL-
42 27 Bukit 621269.646 95172.856 0 51 39.244 124 5 23.553 26019.611 19183.412 240.000 237.012 138.848 135.860 101.152 Obstacle IV TH.29
KAPDL-
43 28 Bukit 622093.689 95339.056 0 51 44.649 124 5 50.212 26742.532 19612.427 242.000 239.012 152.988 150.000 89.012 Obstacle IV TH.29
44 29 Bukit 616908.865 95655.875 0 51 55.014 124 3 2.485 21743.980 18199.185 206.000 203.012 47.988 45.000 158.012 Obstacle II KDPHD
45 30 Bukit 626554.699 99771.040 0 54 8.929 124 8 14.568 29489.592 25268.994 388.000 385.012 152.988 150.000 235.012 Obstacle I KDPHL
46 31 Bukit Bolangat 609195.586 85954.023 0 46 39.136 123 58 52.877 17667.495 6494.362 1115.000 1112.012 152.988 150.000 962.012 Obstacle II KDPHL
47 32 Bukit Borak 630631.341 96792.286 0 52 31.888 124 10 26.416 34321.241 23803.675 980.000 977.012 152.988 150.000 827.012 Obstacle I KDPHL
48 33 Bukit Botutulu 625983.941 91940.233 0 49 53.933 124 7 56.029 31536.976 17689.052 510.000 507.012 152.988 150.000 357.012 Obstacle II KDPHL
49 34 Bukit Buritan 618506.326 91698.233 0 49 46.120 124 3 54.128 24558.822 14991.152 265.000 262.012 152.988 150.000 112.012 Obstacle II KDPHL
Bukit
50 35 Gogongbangon 612520.672 91049.028 0 49 25.030 124 0 40.485 19123.401 12401.613 564.000 561.012 152.988 150.000 411.012 Obstacle II KDPHL
51 36 Bukit Ibulan 623639.671 92691.215 0 50 18.410 124 6 40.200 29076.223 17623.705 356.000 353.012 152.988 150.000 203.012 Obstacle II KDPHL
52 37 Bukit Inariat 628768.978 97313.912 0 52 48.893 124 9 26.175 32391.100 23680.990 856.000 853.012 152.988 150.000 703.012 Obstacle I KDPHL
53 38 Bukit Kosibak 608869.578 87258.009 0 47 21.603 123 58 42.340 16929.137 7617.523 902.000 899.012 152.988 150.000 749.012 Obstacle II KDPHL
54 39 Bukit Lambogin 623817.186 99768.546 0 54 8.875 124 6 46.010 26906.494 24362.578 278.000 275.012 152.988 150.000 125.012 Obstacle I KDPHL
55 40 Bukit Limu 624717.899 88623.626 0 48 5.943 124 7 15.043 31437.274 14140.418 475.000 472.012 152.988 150.000 322.012 Obstacle II KDPHL
56 41 Bukit Lobug 612316.425 86083.106 0 46 43.315 124 0 33.838 20570.606 7646.858 1036.000 1033.012 152.988 150.000 883.012 Obstacle II KDPHL
Bukit
57 42 Lombogowan 612467.849 87461.248 0 47 28.194 124 0 38.747 20258.403 8997.685 1035.000 1032.012 152.988 150.000 882.012 Obstacle II KDPHL
58 43 Bukit Mongkoinit 612437.281 89028.549 0 48 19.233 124 0 37.771 19711.950 10466.956 858.000 855.012 152.988 150.000 705.012 Obstacle II KDPHL
59 44 Bukit Pangi 604721.744 89600.767 0 48 37.928 123 56 28.172 12240.328 8459.018 591.000 588.012 152.988 150.000 438.012 Obstacle II KDPHL
60 45 Bukit Pokalada 619421.845 94976.089 0 51 32.854 124 4 23.774 24340.465 18387.449 435.000 432.012 67.365 64.377 367.635 Obstacle II KDPKR
61 46 Bukit Sapadaka 630434.628 99424.870 0 53 57.616 124 10 20.079 33266.155 26223.590 730.000 727.012 152.988 150.000 577.012 Obstacle I KDPHL
OBSTCL KKOP
(M) (M) º ’ ” º ’ ” (M) (M) (M) (M) (M) (M) (M)
62 47 Bukit Sauk 608247.324 88421.533 0 47 59.499 123 58 22.219 15957.543 8510.267 880.000 877.012 152.988 150.000 727.012 Obstacle II KDPHL
63 48 Bukit Toruakat 623328.396 91094.032 0 49 26.402 124 6 30.116 29309.881 16013.336 432.000 429.012 152.988 150.000 279.012 Obstacle II KDPHL
64 49 Bukit Tuduyanat 627324.777 97995.694 0 53 11.109 124 8 39.462 30802.770 23847.574 730.000 727.012 152.988 150.000 577.012 Obstacle I KDPHL
65 50 Bukit Tumoga 615616.930 88923.028 0 48 15.771 124 2 20.632 22748.049 11417.432 605.000 602.012 152.988 150.000 452.012 Obstacle II KDPHL
66 Pohon 614533.102 97820.950 0 53 5.541 124 1 45.647 18786.498 19458.192 19.421 16.433 47.988 45.000 -28.567 Bukan Obstacle II KDPHD
67 Pohon 614767.920 97821.229 0 53 5.547 124 1 53.243 19008.049 19536.004 21.666 18.678 48.223 45.235 -26.557 Bukan Obstacle II KDPTR
68 51 Pohon 614180.0914 98226.82876 0 53 18.761 124 1 34.230 18319.252 19724.717 22.389 19.401 21.005 18.017 1.383 Obstacle II KDPTR
1) Ke Manado
After take off RWY 11 left turn to intercept Radial 066° BLM VOR to proceed direct
to MNO VOR.
After take off RWY 11 mainatain take-off heading until passing 1000 ft then right
turn steer heading 290 to intercept Radial 262° BLM VOR to proceed direct to GTL
VOR.
3) Ke Ternate
After take off RWY 11 maintain take off heading until passing 1500 ft thence left
turn to intercept Radial 092° BLM VOR to proceed direct to “TNE” VOR.
4) Ke Ambon
After take off RWY 11 maintain take off heading until passing 1000 ft then right
turn steer heading 160 to intercept Radial 135° “BLM” VOR to proceed direct to
“AMN” VOR.
5) Ke Kendari
After take off RWY 11 maintain take off heading until passing 1000 ft then right
turn steer heading 220° to intercept Radial 197° BLM VOR to proceed direct to
“KDI” VOR.
6) Ke Makasar
After take off RWY 11 maintain take off heading until passing 1000 ft then right
turn steer heading 230° to intercept Radial 206° BLM VOR to proceed direct to
“RUDAL” Point.
7) Ke Tarakan
After take off RWY 11 left turn steer heading 260 to intercept Radial 291° BLM VOR
to proceed direct to “TRK” VOR.
1) Ke Manado
After take off RWY 29 right turn steer heading 090 ° to intercept Radial 066°
“BLM” VOR to proceed direct to “MNO” VOR.
After take off RWY 29 left turn steer heading 230° to intercept Radial 262°
“BLM” VOR to proceed direct to “GTL” VOR.
3) Ke Ternate
After take off RWY 29 right turn steer heading 120° to intercept Radial 092°
“BLM” VOR to proceed direct to “TNE” VOR.
4) Ke Ambon
After take off RWY 29 right turn procceed direct to “BLM” VOR, after OVH
station follow Radial 135° “BLM” VOR to proceed direct to “AMN” VOR.
5) Ke Kendari
After take off RWY 29 left turn steer heading 160° to intercept Radial 197°
“BLM” VOR to proceed direct to “KDI” VOR.
6) Ke Makasar
After take off RWY 29 left turn steer heading 170° to intercept Radial 206°
“BLM” VOR to proceed direct to “RUDAL” Point.
7) Ke Tarakan
After take off RWY 29 right turn to intercept Radial 291° BLM VOR to proceed
direct to “TRK” VOR.
1) Dari Manado
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 066° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 262° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
3) Dari Ternate
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 092° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
4) Dari Ambon
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 135° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
5) Dari Kendari
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 197° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
6) Dari Makassar
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 206° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
7) Dari Tarakan
Procceed to “BLM VOR via radial Radial 191° “BLM” VOR, after OVH station
thence make a visual/circling or instrument approach RWY 29/11.
“BLM VOR-radial Radial 262° “BLM” VOR–direct “GTL” VOR - (W 51) VV.
“BLM VOR -radial Radial 206° “BLM” VOR–RUDAL point-W 51-“MKS” VOR
VV.
“BLM VOR -radial Radial 291° “BLM” VOR – direct “TRK” VOR VV.
Beberapa arahan umum untuk perumusan rencana sistem jaringan prasarana adalah
sebagai berikut:
Pengembangan jaringan jalan primer yang ada di Kawasan Sekitar Bandara Lalow
mengikuti, arahan rencana dalam RTRW Kabupaten Bolaang Mongondow, Draf RDTR
Lolak, serta hasil tinjauan lapangan. Lebar jalan untuk jalan arteri hingga jalan lokal
tersebut, diupayakan untuk dikembangkan menjadi jalan raya, sedang, dan jalan kecil,
dengan Ruang milik jalan (Rumija) masing – masing adalah 25 m, 15 m, dan 8 m. Ketentuan
mengenai dimensi jalan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Sejalur penambahan jalur LL, Jalan Bebas Jalan Raya Jalan Jalan
Tertentu pengamanan Hambatan Sedang Kecil
Jalur tertentu, dapat untuk 30 25 15 11
ruang terbuka hijau (lansekap)
Ruang Pandangan bebas pengemudi, LEBAR MINIMUM (m)
Tertentu diluar pengaman konstruksi dan dalam Sistem Jaringan Jalan PRIMER
RUWASJA
B. Pengembangan Terminal
Sistem penyediaan parkir yang akan dikembangkan pada dasarnya ada dua yaitu melalui
off-street parking dan on-street parking,
1. Parkir di Badan Jalan (on-street parking) menggunakan sebagian badan jalan pada
salah satu sisi atau kedua sisi untuk parkir,
Sasaran dari sistem ini adalah menghindarkan gangguan bagi lalu lintas secara umum
yang diakibatkan dari penggunaan on-street parking, dengan kata lain menghindarkan
keadaan volume kendaraan lebih besar dari kapasitas jalan, sehingga menimbulkan
kemacetan,
Luas kebutuhan parkir di tempat ini bergantung pada jumlah kendaraan yang diharapkan
parkir dan sudut parkir, Umumnya parkir jenis ini menggunakan sudut parkir yang sejajar
dengan badan jalan (bila jalannya kecil) atau membentuk sudut apabila jalannya cukup
lebar, Sudut parkir yang umum digunakan adalah 30°, 45°, 60°, 90°.
Pengembangan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda diarahkan pada beberapa kawasan yang
diprioritaskan, antara lain :
Permukiman
Kawasan yang memiliki aktivitas yang tinggi, seperti pusat perdagangan dan jasa,
pusat pendidikan dan pusat kesehatan
Lokasi-lokasi dengan tingkat mobilitas tinggi dan periode yang pendek, seperti
stasiun, terminal, sekolah, rumah sakit, dan lapangan olah raga
Lokasi yang mempunyai mobilitas yang tinggi pada hari-hari tertentu, misalnya :
lapangan/gelanggang olah raga dan tempat ibadah.
Ukuran lebar pintu keluar masuk dapat ditentukan yaitu lebar 3 meter dan panjangnya
harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antar mobil (spacing) sekitar
1,5 meter, Oleh karena itu panjang lebar pintu keluar masuk minimum 15 meter,
Pergerakkan kendaraan di area parkir dapat dibedakan menjadi jalur sirkulasi gang dan
modul, Patokan umum yang dipakai adalah,
di dalam kawasan yang dilalui jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder pada
pusat kota dan sub pusat kota dengan prinsip parkir bersama
parkir dalam persil merupakan kewajiban yang harus disediakan sesuai dengan
pemanfaatan ruang yang diisyaratkan kecuali untuk rumah kecil
Gambar 10. 3 Peta Arahan Jaringan Prasarana Transportasi KKOP Bandara Lalow
Secara skematis, konsep pengembangan jaringan listrik dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Adapun bentuk dari jaringan distribusi bawah tanah menggunakan bangunan koker, tempat
di mana kabel bawah tanah ditempatkan. Visualisasi distribusi bawah tanah dapat dilihat
Gambar 10. 6 Peta Arahan Jaringan Prasarana Listrik KKOP Bandara Lalow
A. Jaringan Kabel
B. Jaringan Nirkabel
Gambar 10. 9 Peta Arahan Jaringan Prasarana Telekomunikasi KKOP Bandara Lalow
Konsep pengembangan Penyediaan Air Minum dan Sarana Prasarana Air Minum
1. SPAM
SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana
dan sarana air minum yang unit distribusinya melalui perpipaan dan unit
pelayanannya menggunakan sambungan rumah/sambungan pekarangan, hidran
umum, dan hidran kebakaran
Keterangan:
A. Sumber Air
B. IPA
C. Reservoir
D. Hidran Umum
E. Jaringan Perpipaan
2. SPAM BJP
SPAM BJP merupakan satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari
prasarana dan sarana air minum baik bersifat individual, komunal, maupun komunal
khusus yang unit distribusinya dengan atau tanpa perpipaan terbatas dan
sederhana, dan tidak termasuk dalam SPAM
Keterangan:
A. Atap Rumah
A.1 Talang Air Hujan
B. Bak Penampungan Air Hujan
B.1 Pipa Buangan Air Hujan
C. Bak Penyaring Air Hujan
D. Bak Pengendap Air Hujan
E. Mesin Pompa Air Hujan
F. Tandon Air / Profil Tank
G. Pipa Distribusi
H. Pagar Pengaman
2) IPA sederhana
3)
Keterangan:
A. Terminal Tangki Air
A.1 Kran
A.2 Pipa Distribusi
B. Mobil Tangki Air
E. Pagar Pengaman
D. Rumah
Gambar 10. 14 Peta Arahan Jaringan Prasarana Air Bersih KKOP Bandara Lalow
Gambar 10. 17 Peta Arahan Jaringan Prasarana Air Limbah KKOP Bandara Lalow
c. Pengangkutan
Sistem pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber atau
TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau
tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah
d. Pengolahan
Sistem pengolahan adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi,
dan/atau jumlah sampah
e. Pemrosesan Akhir
Sistem pemrosesan akhir adalah kegiatan mengembalikan sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman
Salah satu pertimbangan dalam menentukan zona pemanfaatan ruang di sekitar bandara
adalah tutupan lahan eksisting. Dengan mengidentifikasi tutupan lahan eksisting, maka
dapat diidentifikasi mana tutupan lahan yang dapat tetap dipertahankan untuk dijadikan
zona pemanfaatan ruang, sesuai dengan pertimbangan arahan umum untuk zona
pemanfaatan ruang di bandara pada umumnya.
Dari hasil identifikasi tutupan lahan, dapat diketahui bahwa pada umumnya tutupan lahan di
dalam KKOP umumya adalah ruang terbuka, berupa perkebunan, pertanian, dan ladang.
Tutupan lahan tersebut tetap dapat dijadikan ruang terbuka, dengan arahan sebagai Ruang
Terbuka Hijau, Zona Peruntukan Lainnya yang dapat dikembangkan sebagai peruntukan
pertanian dan pariwisata. Sementara untuk sebagian kecil lainnya berupa tutupan lahan
permukiman akan diarahkan ke dalam zona perumahan, zona sarana pelayanan umum,
zona perkantoran dan perdagangan, sesuai dengan karakteristik bangunan eksisting,
arahan dari Draf RDTR Lolak, dengan mempertimbangkan arahan umum terhadap zona
pemanfaatan ruang di kawasan bandara.
Tutupan lahan eksisting pada yang masuk dalam lingkup KKOP dapat dilihat pada gambar
10.20.
Pemanfaatan ruang lebih diarahkan pada peruntukan ruang terbangun dengan intensitas
ruang yang tidak terlalu besar dan serta minim polusi udara sehingga tidak melemahkan
jarak pandang sekitar bandara.
Pengembangan ruang terbuka (hijau dan non hijau) dengan karakter tanaman ke arah perdu
dan tidak rindang sehingga tidak melebahkan jarak pandang sekitar bandara serta bukan
tanaman yang menjadi sarang burung-burung sehingga tidak menyebabkan timbulnya
bahaya burung
Arahan untuk zona pemanfaatan ruang di wilayah dalam lingkup KKOP Bandara Lalow
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
R-3 Perumahan difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang hampir
Kepadatan seimbang antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan
Sedang
R-4 Perumahan difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang kecil
Kepadatan antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan
Rendah
K-1 Perdagangan difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan jasa
Tunggal dengan skala pelayanan regional dalam bentuk tunggal secara horizontal
K-3 Perdagangan difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan jasa
Deret dengan skala pelayanan regional dalam bentuk deret
KT-1 Perkantoran difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perkantoran pemerintahan
Pemerintah dan pelayanan masyarakat,yang dikembangkan dengan bentuk tunggal
/renggang secara horizontal maupun vertikal
SPU-1 Sarana dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi,
Pendidikan pendidikan formal dan informal,
SPU-2 Sarana dikembangkan untuk manampung fungsi transportasi dalam upaya untuk
Transportasi mendukung kebijakan pengembangan sistem transportasi darat, laut, dan udarat
SPU-3 Sarana dikembangkan untuk sarana kesehatan dengan hirarki dan skala pelayanan yang
Kesehatan disesuaikan dengan jumlah penduduk
SPU-4 Sarana Olahraga dikembangkan untuk menampung sarana olahraga baik dalam bentuk terbuka
maupun tertutup sesuai dengan lingkup pelayanannya
SPU-5 Sarana Sosial dikembangkan untukmenampung sarana sosial budaya dengan hirarki dan skala
Budaya pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk
SPU-6 Sarana dikembangkan untuk menampung sarana ibadah dengan hirarki dan skala
Peribadatan pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk
PL-1 Pertanian dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan
pengusahaan mengusahakan
tanaman tertentu, pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan
hewan
PL-3 Pariwisata dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata baik alam, buatan,
maupun budaya
I-3 Industri Kecil Area industri dengan modal kecil dan tenaga kerja yang sedikit dengan peralatan
sederhana, biasanya merupakan industri rumah tangga
Visualisasi arahan Zona Pemanfaatan Ruang dapat dilihat pada gambar 10.21
Gambar 10. 21 Peta Arahan Zona Pemanfaatan Ruang KKOP Bandara Lalow
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), yaitu angka persentase luas lantai dasar
maksimal yang diizinkan untuk dibangun pada suatu persil. KDB ditentukan dengan
mempertimbangkan tingkat kepadatan bangunan sesuai peraturan perundang-
undangan serta kondisi KDB eksisting yang berlaku.
2. Koefisien Dasar Hijau (KDH), yaitu angka persentase luas ruang terbuka hijau
minimal yang harus disediakan pada suatu persil. KDH ditentukan dengan merujuk
pada ketentuan RTH privat dalam lingkup persil.
3. Tinggi Bangunan, yaitu tinggi bangunan dihitung dari lantai dasar bangunan hingga
titik tertinggi bangunan. Tinggi bangunan mengikuti arahan ketinggian yang telah
ditetapkan dalam KKOP menurut jarak bangunan ke landas pacu
4. Koefisien Lantai Bangunan (KLB), yaitu angka persentase luas lantai total maskimal
yang diizinkan untuk dibangun pada suatu persil. KLB diperhitungkan dengan
mempertimbangkan KDB pada persil serta tinggi bangunan maksimal yang dapat
dibangun.
Adapun ketentuan intensitas pemanfaatan ruang di KKOP Bandara Lalow dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
PERUNTUKAN JARAK DARI KDB maks. KDH min. KLB maks. TINGGI (m)
LANDAS PACU (m) (%) (%) (%)
PERUNTUKAN JARAK DARI KDB maks. KDH min. KLB maks. TINGGI (m)
LANDAS PACU (m) (%) (%) (%)
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan disusun sesuai dengan kegiatan yang ada di
Kawasan Tuminting, yang terdiri dari penggunaan lahan lindung dan lahan budidaya.
Kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zona dinyatakan sebagai berikut.
Tabel 10. 5 Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan untuk Kawasan Lindung
Tabel 10. 6 Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan untuk Kawasan Budidaya
Tata masa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada
suatu persil / tapak yang dikuasai. Pengaturan tata massa bangunan di KKOP Bandara
Lalow mencakup antara lain:
• GSB muka bangunan dihitung dari batas persil, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
• untuk Rumija yang lebih besar dari 8 m, maka GSJ sama dengan 0,5 kali
lebar Rumija ditambah 1 m
• untuk Rumija yang kurang dari 8 m, GSJ sama dengan 0,5 kali lebar Rumija.
• Pada bangunan rapat dengan kepadatan tinggi hingga sangat tinggi, maka
diperkenankan tidak memiliki jarak bebas samping dan belakang
• Pada bangunan renggang untuk bangunan selain fungsi hunian dan industri,
maka jarak bebas samping maupun belakang ditetapkan 4 m pada lantai
dasar, dan pada setiap penambahan lantai, jarak bebas di atasnya ditambah
0,5 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas
terjauh 15 m.