Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3 BLOK TRAUMATOLOGI


TRAUMA AKIBAT KDRT

Disusun oleh:
Anton Giri Mahendra G0012022
Nadira As’ad G0012144
Prima Canina G0012164
Mahardika Frityatama G0012124
Reza Satria H.S. G0012178
Rima Aghnia P.S. G0012186
Febimilany Riadloh G0012078
Ika Mar’atul Kumala G0012094
Farrah Putri Amalia G0012026
Atika Iffa Syakira G0012034
Syayma Karimah G0012218

TUTOR: Muthmainah,dr.,NeuorosCi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma merupakan kerusakan pada tubuh manusia yang disebabkan oleh perpindahan
energi yang berlebihan baik disengaja ataupun tidak yang menimbulkan suatu perubahan struktur
baik anatomis ataupun histologis dan perubahan fungsi dari tubuh manusia. Adapun kasus dalam
skenario kali ini sebagai berikut:

KORBAN KDRT
Seorang perempuan, berusia 28 tahun, diantar polisi ke IGD karena menjadi korban
KDRT. Menurut keterangan pasien, sekitar 4 jam sebelumnya, saat pasien sedang menonton
televise, suami tiba-tiba memukul pasien dengan botol kaca namun berhasil ditahan hingga
botol each dan menimbulkan luka di tangan pasien. Pasien lari kea rah dapur dikejar suaminya.
Suami pasien kemudian melukai perut dan menusuk punggung pasien dengan pecahan botol.
Pasien jatuh mengenai panic berisi air mendidih dan tersiram aor panas hingga mengalami luka
bakar di leher bagian depan dan dada sampai ke perut. Pasien mengeluh nafasnya sesak, dan
nyeri perut kanan atas. Pasien masih sadar tapi merasa lemas dan ketakutan. Untung tetangga
ada yang datang menolong dan lapor ke polisi sehingga suami pasien melarikan diri.
Dari pemeriksaan dokter IGD didapatkan kesadaran pasien GCS 15, jalan napas bebas,
vital sign didapatkan nadi 120x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 360C, akral dingin dan
lembab, RR 32x/menit.
Pada pemeriksaan status lokalis terdapat vulnus laceratum region palmar sepanjang 3
cm. Pasien juga mengalami combustion grade II 15% pada region colli anterior dan thoraco
abdominal.
Pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah terdapat jejas vulnus penetratum,
pergerakan hemithorax sinistra tertinggal, perkusi hemithorax sinistra bagian bawah redup,
auskultasu suara vesikuler menurun.
Abdomen tampak distended, vulnus penetratum region abdomen kanan atas, bising usus
menurun, pekak hepar (+), defans muskuler (-), perut teraba tegang, undulasi (-) pekak beralih
(+).
Dokter memasang WSD segera, lalu keluar darah sebanyak 75 cc dan RR post WSD
24x/menit. Paska pemasangan WSD bubble (-), undulasi (+). Setelah pasien stabil, polisi memint
dokter untuk membuatkan visum et repertum.
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI

Jump 1
Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.
1. Vulnus Laceratum : Luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan
atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini
dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan
dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
2. Combustio : Luka bakar karena listrik, kimia dsb.
3. WSD : Pembedahan di dada. Memasukkan pipa khusus ke dalam
thorax. Berfungsi untuk diagnostic, terapi, atau mengeluarkan substansi patologis pada
cavum pleura. Indikasi: hemothorax dan pneumothorax
4. Vulnus Penetratum : Luka yang menembus rongga, contohnya luka yang
menembus cavum pleura.
5. Hemithorax sinistra tertinggal: Terjadi pada kasus pulmo sinistra yang memiliki jejas,
cairan, dan udara.
6. Defense musculaire : Nyeri tekan diseluruh apang abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan (tekanan) pada peritoneum parietale. Refleks proteksi dari abdomen.
7. Abdomen destended : peningkatan tekanan abdomen karena adanya gas atau
cairan.
8. Undulasi : Pemeriksaan untuk mengetahui ada tdaknya cairan pada
rongga abdomen.
9. Pekak beralih : Suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi pada
rongga abdomen. Biasanya karena ada cairan, contoh: asites.
10. Bubble (-) : tidak didapatkannya gelembung pada pemeriksaan dengan
menggunakan WSD.
11. Visum et Repertum : Laporan tertulis yang dibuat oleh dokter yang telah
disumpah, berisikan apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksa.
Termasuk dalam membuat kesimpulan dari pemeriksaan untuk kepentingan peradilan.
Semacam pengganti barang bukti. Pemohon untuk dibuatkan visum et repertum adalah
penyidik, hakim pidana, hakim perdata, dan hakim agama.
Jump 2
Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
1. Seorang perempuan usia 28 tahun, korban KDRT, diantar polisi ke IGD.
2. Menurut keterangan pasien, 4 jam sebelumnya tangan pasien terluka karena pecahan
botol akibat menghindar dari pukulan suami pasien.
3. Perut dan punggung pasien ditusuk oleh suami dengan pecahan botol.
4. Pasien terjatuh dan mengenai panci berisi air mendidih serta tersiram air panas hingga
mengalami luka bakar di leher bagian depan dan dada sampai ke perut.
5. Pasien mengeluh napasnya sesak dan nyeri perut kanan atas.
6. Pasien masih sadar namun merasa lemas dan ketakutan.
7. Dari pemeriksaan fisik oleh dokter didapatkan GCS 15, jalan napas bebas, Nadi
120x/menit, TD 90/60 mmHg, suhu 36oC, akral dingin dan lembab, RR 32x/menit,
hemithorax sinistra posterior bagian bawah tertinggal, perkusi hemithorax sinistra
bagian bawah redup, auskultasi suara vesikuler menurun, abdomen tampak distended,
vulnus penetratum region abdomen kanan atas, bising usus menurun, pekak hepar (+),
defans muskuler (-), perut teraba tegang, undulasi (-), pekak beralih (+).
8. Dari pemeriksaan status lokalis didapatkan vulnus laceratum ragio palmar sepanjang
3 cm, combustion grade II 15% pada region colli anterior dan thoracoabdominal.
9. Dokter memasang WSD segera lalu keluar darah sebanyak 75 cc dan RR post WSD
24x/menit. Paska pemasangan WSD bubble (-), undulasi (+)
10. Setelah pasien stabil, polisi meminta dokter untuk membuatkan visum et repertum.
Jump 3
Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai
permasalahan tersebut.
1. Bagaimana hubungan antara onset dengan prognosis pada kasus yang dialami oleh
pasien?
2. Apa interpretasi pemeriksaan keadaan umum pasien?
3. Apa yang dimaksud dengan luka bakar? Bagaimana dengan luka bakar yang dialami oleh
pasien?
4. Apa yang menyebabkan pasien mengalami sesak napas, nyeri perut kanan atas, dan
lemas?
5. Mengapa dokter melakukan pemasangan WSD? Apa interpretasi hasil pemeriksaan
sebelum dan sesudah pemasangan WSD?
6. Apa interpretasi pemeriksaan status lokalis pasien?
7. Apa saja jenis luka yang dapat diklasifikasikan menurut penyebab terjadinya?
8. Bagaimana primary dan secondary survey untuk kasus ini?
9. Bagaimana biomekanika trauma pada scenario?
10. Bagaimana interpretasi pemeriksaan thorax pada kasus ini?
11. Bagaimana visum et repertum yang dikeluarkan oleh dokter pada kasus ini?
12. Bagaimana interpretasi pemeriksaan abdomen pada kasus ini?
13. Apakah ada golden periode untuk luka tusuk pada abdomen dan luka bakar?
14. Bagaimana tatalaksana untuk kasus ini?
Jump 4
Menginventarisasi permasalahan-permasalahan dan membuat pernyataan secara
sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalahan pada
langkah 3.
Perempuan, 28 tahun.
Korban KDRT di
bawa ke IGD

Anamnesis: 4 jam sebelumnya: Pemeriksaan Fisik: pemeriksaan status lokalis:


tangan pasien terluka karena GCS 15
jalan napas bebas vulnus laceratum ragio
pecahan botol akibat menghindar
dari pukulan suami pasien Nadi 120x/menit palmar sepanjang 3 cm.
Perut dan punggung pasien TD 90/60 mmHg
ditusuk oleh suami dengan suhu 36oC combustion grade II 15%
pecahan botol. akral dingin dan lembab pada region colli anterior
Pasien terjatuh dan mengenai RR 32x/menit dan thoracoabdominal.
panci berisi air mendidih serta hemithorax sinistra posterior
tersiram air panas hingga bagian bawah tertinggal
mengalami luka bakar di leher perkusi hemithorax sinistra
bagian depan dan dada sampai ke bagian bawah redup
perut. auskultasi suara vesikuler
Pasien sadar namun mengeluh menurun
lemas, ketakutan, napasnya sesak, abdomen tampak distended
dan nyeri perut kanan atas. vulnus penetratum region
abdomen kanan atas
bising usus menurun
pekak hepar (+)
defans muskuler (-)
perut teraba tegang
undulasi (-)
pekak beralih (+).

Dokter memasang WSD segera lalu keluar darah


sebanyak 75 cc dan RR post WSD 24x/menit. Paska
pemasangan WSD bubble (-), undulasi (+)

Setelah kondisi pasien


stabil, polisi meminta
dokter untuk
membuatkan visum et
repertum.
Jump 5
Merumuskan tujuan pembelajaran (Learning Objective)
1. Mengapa dokter melakukan pemasangan WSD? Apa interpretasi hasil pemeriksaan
sebelum dan sesudah pemasangan WSD?
2. Apa interpretasi pemeriksaan status lokalis pasien?
3. Apa saja jenis luka yang dapat diklasifikasikan menurut penyebab terjadinya?
4. Bagaimana primary dan secondary survey untuk kasus ini?
5. Apakah ada golden periode untuk luka tusuk pada abdomen dan luka bakar?
6. Bagaimana tatalaksana untuk kasus ini?

Jump 7
Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh.
1. Interpretasi Keadaan Umum
a. Kesadaran pasien GCS 15 = menunjukkan bahwa pasien sadar penuh. Penilaian GCS
dapat digunakan untuk menentukan berat tidaknya suatu cidera kepala apabila dicurigai adanya
trauma kepala selain digunakan mengetahui penurunan kesadaran.
b. Nadi 120x/menit = dikategorikan mengalami takikardi karena sudah melebihi 100 kali
per menit.
c. Tekanan darah 90/60 = hipotensi

d. Suhu 36⁰C = hipotermi.


e. Akral dingin dan lembab = ekstremitas dingin dan lembab.
f. RR 32x/menit = di kategorikan takipneu. Frekuensi pernapasan normal pada dewasa
adalah 12-20 kali per menit. Abnormalitas dari pernapasan ini dapat diakibatkan oleh berbagai
macam penyebab, antara lain adalah gangguan pada ventilasi dan gangguan dari jalan nafas
pasien.
Tekanan darah rendah 90/60 mmHg, nadi 120x/menit, temperatur hipotermi 36oC, akaral
dingin dan lembab. Pada pemeriksaan status sirkulasi dapat dikategorikan mengalami takikardi
karena sudah melebihi 100 kali per menit. Keadaan ini disebabkan karena perfusi oksigen yang
menurun di jaringan akibat terjadinya sumbatan jalan napas, gangguan ventilasi maupun akibat
kehilangan darah akibat perdarahan aktif pada pasien. Peningkatan denyut nadi tersebut
merupakan kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan agar tetap adekuat. Apabila
dilihat dari tekanan darah dan laju pernapasan per menit, kondisi pasien dapat digolongkan syok
hipovolemik derajat 3. Penanganan syok hipovolemik derajat ini adalah dengan resusitasi
menggunakan Ringer Laktat dan mempersiapkan transfusi darah.
Sesuai dengan interpretasi di atas, pasien sudah mengalami syok. Adapun kriteria umum
syok :
a. Tekanan darah sistolik rendah (<80mmHg)
b. Denyut nadi meningkat : dewasa > 100x/menit; remaja >120x/menit; prasekolah
>140x/menit; bayi >160x/menit.
c. Oliguria (<0,5cc/kgBB/jam, dewasa)
d. Asidosis metabolic
e. Perfusi jaringan yang buruk ditandai dengankulit dingin, pucat, basah serta CRT > 2
detik.
Menurut beratnya gejala, dapat dibedakan empat stadium syok:

No Stadium Plasma yang hilang Gejala


1 Presyok (compensated) 10-15% Pusing, takikardi
±750 ml ringan, sistolik 90-100
mmHg
2 Ringan 20-25% Gelisah, keringat
(compensated) 1000-1200 ml dingin, haus, diuresis
berkurang, takikardi
>100/menit, sistolik 80-
90 mmHg
3 Sedang 30-35% Gelisah, pucat, dingin,
(reversible) 1500-1750 ml oliguri, takikardi
>100/menit, sistolik 70-
80 mmHg
4 Berat 35-50% Pucat, sianotik, dingin,
(ireversibel) 1750-2250 ml takipnea, anuri, kolaps
pembuluh darah,
takikardi/tak teraba
lagi, sistolik 0-40
mmHg
2. Luka menurut penyebab
Luka dalam bahasa medis disebut vulnus, yaitu kerusakan anatomi tubuh dan atau
diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari luar.Menurut dunia medis vulnus
dikelompokan kedalam dua bagian yaitu vulnus apertum dan vulnus occlusum.Vulnus apertum
atau luka terbuka apabila kulit rusak melampaui tebalnya kulit.Sedangkan Vulnus occlusum atau
luka tertutup apabila luka tidak melampaui tebalnya kulit.
Vulnus apertum ada yang disebabkan sesuatu yang tajam atau juga yang tumpul.
A. Luka tajam
Sifat:
1. Tepi luka licin
2. Tidak terdapat jembatan jaringan
3. Tidak ada jaringan nekrosis
Contoh:
a. Vulnus scissum (luka iris) :panjang>dalam luka
b. Vulnus ictum (luka tusuk): dalam> lebar luka

B. Luka tumpul
Contoh
a. Vulnus sclopetum (luka tembak) : ujung peluru steril karena panas, ekor peluru infeksius
karena dingin.
b. Vulnus lacerosum (luka laserasi) : benturan luas dan ada memar.
c. Vulnus penetratum (luka penetrasi) :jika luka menembus rongga tubuh, e.g:
pleura,peritoneum.
d. Vulnus avulsum (luka avulse) :lepasnya sebagian atau seluruh jaringan, e.g: telinga
lepas.
e. Degloving : "flap"* yang terelevasi secara paksa, masih ada bagian yang berhubungan
dengan tubuh yang merupakan pedikel "flap" tersebut. *adalah pemindahan kulit dan atau
jaringan dibawahnya guna menutupi defek dengan menyertakan pedikel untuk vaskularisasi.
f. Open fracture (patah tulang terbuka) : bila juga merusak jaringan vaskuler, epidermis,
dan subkutan.
g. Bite (luka gigit) : e.g: gigitan anjing, ular, serangga.
Vulnus occlusum terjadi bila tidak melibihi ketebalan kulit yang meliputi lapisan epidermis
dan dermis. Ada beberapa macam luka tertutup diantaranya;
a. Excoriasi (luka lecet) : merusak sebatas bagian superficial kulit.
b. Contusion (luka memar) :e.g: Contusio musculorum atau Contusio cerebri.
c. Blebs (luka lepuh) :timbul bulla dibawah epidermis yang berisi cairan, e.g: luka bakar.
d. Hematoma : darah mengelompok disuatu tempat yang sebelumnya tidak ada. Darah ini
haruS dikeluarkan dikarenakan bisa terjad infeksi, menghambat penyembuhan, dapat menjadi
jaringan ikat.
e. Sprain :kerusakan (laesi) pada ligamen-ligamen atau kapsul sendi.
f. Dislocation (cerai sendi) :longgar atau lepasnya hubungan antar tulang yang disebut
sendi.
g. Close fracture (patah tulang tertutup) :patah tulang tanpa merusak jaringan yang lain.
h. Laceration Interna Organ :e.g : limpa.

Berdasarkan penyebab luka


1. Ekskoriasi atau luka lecet: terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
2. Vulnus scisum/ insision atau luka sayat: terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
3. Vulnus laseratum atau luka robek: terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
4. Vulnus punctum/ ictum atau luka tusuk: terjadi akibat adanya benda tajam yang runcing,
seperti pisau, paku, jarum, dll yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Vulnus morsum: luka akibat gigitan binatang tertentu.
6. Vulnus combustio atau luka bakar: luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari,
listrik, maupun bahan kimia.
7. Contusio atau Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
8. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
3. Combustio
A. Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau 2.
radiasi (radiation).
Mekanisme injury nya berupa :

1. Luka Bakar Termal

Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.

2. Luka Bakar Kimia

Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena
kontak dengan zat – zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.

3. Luka Bakar Elektrik

Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.

4. Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

B. Klasifikasi Beratnya Luka Bakar

1. Faktor yang Mempengaruhi Berat Ringannya Luka Bakar

Beberapa faktor yang mempengaruhi berat - ringannya injuri luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri
dan usia. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut di atas:

a. Kedalaman luka bakar


Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 5 kategori yang didasarkan pada elemen
kulit yang rusak, meliputi :

1) Superfisial (derajat 1)

2) Superfisial – Kedalaman Partial (Partial Thickness)

3) Dalam – Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness)

4) Kedalaman Penuh (Full Thickness)

5) Subdermal

b. Luas luka bakar

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi : (1) rule of
nine,(2)Lundand Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan
menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase
dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut
metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar.

Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940- an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari metode
ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili
9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat gambar 1).

Gambar 1. Rule of nine


c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)

Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang
mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar
yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan
dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan
implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara
permanen. Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau
feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya
ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner.

d. Mekanisme injuri

Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat
ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan
perhatian khusus.

Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan
otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan
voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan
lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat
mempengaruhi morbiditi.

Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi otot
tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra. Pada luka bakar karena zat
kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi.

e. Usia

Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1
tahun dan klien yang berusia di atas 65 th. Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada
orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan
fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan
mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka
lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi
pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.

C. Penatalaksanaan

Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan
kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting. Secara
klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu :

1. Fase Emergent (Resusitasi)

Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi
dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan sebelum di rumah
sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan (c) periode resusitasi.

Hal tersebut akan dibahas berikut :

a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)

Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar
dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau menghilangkan sumber
panas.

1) Jauhkan penderita dari sumber LB

a) Padamkan pakaian yang terbakar

b) Hilangkan zat kimia penyebab LB

c) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia

d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan tidak
menghantarkan arus (nonconductive)

2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

a) Perhatikan jalan nafas (airway)

b) Pastikan pernafasan (breathing) adekuat

c) Kaji sirkulasi

3) Kaji trauma yang lain

4) Pertahankan panas tubuh

5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena

6) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)


4. Interpretasi status lokalis :
- Vulnus laceratum regio palmar 3 cm
Pasien mengalami luka berbentuk robekan sepanjang 3 cm pada telapak tangan pasien
- Combustio Grade II 15% pada regio colli anterior dan thoracoabdominal
Pasien mengalami luka bakar dengan luas 15 % dari total area tubuh, hal ini dapat
ditentukan dari regio yang terkena luka bakar. Kedalaman luka bakar mencapai derajat 2
yaitu luka dapat sampai menimbulkan lepuh dan sangat sensitif terhadap rangsangan
nyeri.

- Vulnus penetratum, pergerakan tertinggal, hasil perkusi redup, dan auskultasi suara
vesikuler menurun pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah.
Pasien mengalami luka tusuk pada rongga dada bagian kiri di sebelah bawah sehingga
cavum pleura terisi darah. Oleh karena cavum pleura terisi cairan maka suara vesikuler
menurun dan pada perkusi terdengar redup di tempat yang seharunya terdengar bunyi
sonor. Pergerakan dinding dada tertinggal karena cavum pleura tidak dapat mengambang
secara normal karena terisi darah.
- Vulnus penetratum regio abdomen kanan atas.
Pasien mengalami luka tusuk pada bagian perut sebelah kanan atas, organ yang dapat
terkena hepar, colon, dan ileum.
- Bising usus menurun
Bising usus dapat menurun karena ada trauma yang menyebabkan perforasi di usus
maupun karena adanya infeksi.
- Defans muskuler (-)
Merupakan salah satu tanda terjadinya peritonitis selain rebound tenderness. Apabila
positif berarti terasa nyeri pada palpasi abdomen. Apabila negatif berarti tidak terasa
nyeri pada palpasi abdomen dan tidak terjadi peritonitis pada pasien tersebut.
- Perut teraba tegang
Merupakan suatu tanda adanya perdarahan internal sehingga otot berusaha berkontraksi
untuk membuat pembuluh darah vasokonstriksi sehingga jumlah perdarahan berkurang.
- Undulasi (-)
Belum ada cairan dalam jumlah banyak yang mengisi cavum peritoneum.
- Pekak beralih (+)
Ada cairan yang mengisi sebagian cavum peritoneum dan dapat berpindah ke area yang
lebih rendah apabila pasien merubah posisi tubuhnya.
- Bubble (-)
Tidak ada udara yang terperangkap dalam cavum pleura. Apabila hasilnya positif
kemungkinan pasien juga mengalami pneumothorax.
- Undulasi (+) pasca WSD
Kemungkinan perndarahan internal bertambah banyak sehingga menyebabkan undulasi
yg tadinya negatif menjadi (+)

3. Pasien mengeluh sesak nafas, sakit perut kanan atas, lemas, dan interpretasi
pemeriksaan thorax
Pada pemeriksaan thorax, didapatkan jejas vulnus penetratum di hemithorax sinistra
posterior bagian bawah. Adapun luka tusuk pada bagian tersebut dapat mengenai cavum pleura
yang dapat berakibat pada pneumothorax maupun hemothorax. Pneumothorax adalah keadaan di
mana cavum pleura terisi oleh udara, sedangkan hemothorax adalah keadaan di mana cavum
pleura terisi oleh darah. Hal ini diperkuat dengan adanya hasil inspeksi berupa pergerakan
dinding hemithorax sinistra yang tertinggal, menunjukkan bahwa pernafasan pada pulmo sinistra
tidak adekuat. Kemungkinan disebabkan oleh terdesaknya pulmo sinistra oleh udara atau darah.
Pada pemeriksaan perkusi thorax, didapatkan suara redup pada hemithorax sinistra. Hal
ini mengindikasikan bahwa pada hemithorax sinistra terdapat cairan, kemungkinan adalah darah
(kondisi hemothorax). Pemeriksaan ini pula yang akan membedakan pneumothorax dan
hemothorax, karena pada perkusi pneumothorax akan didapatkan suara sonor akibat adanya
udara berlebih.
Sementara pada auskultasi didapatkan suara vesikuler menurun, ini juga dapat
disebabkan karena adanya cairan dalam rongga pleura seperti dijelaskan sebelumnya.
Kondisi hemothorax yang kemungkinan besar dialami pasien inilah yang juga
menyebabkan keluhan sesak nafas pada pasien. Akibat terdesaknya pulmo sinistra oleh cairan di
rongga pleura, pulmo sinistra tidak dapat menampung udara pernafasan secara adekuat sehingga
kebutuhan oksigen tubuh pasien tidak terpenuhi secara cukup dan pasien merasa sesak nafas.
Sakit perut pada region hipocondriaca dextra dalam kasus di skenario dimungkinkan
karena trauma yang langsung mengenai region tersebut. Sensitasi pada organ-organ visera di
dalamnya, seperti hepar, colon ascenden, dan colon transversum, dapat menyebabkan impuls
nyeri secara langsung.

4. Pekak hepar menghilang


Pada umumnya dari hasil pemeriksaan fisik, perkusi ada hepar akan menghasilkan suara
pekak karena hepar merupakan organ padat. Namun pada beberapa keadaan rentang pekak hepar
dapat menghilang, diantaranya bila hepar mengecil, terdapat udara bebas di bawah diafragma
seperti yang terjadi pada perforasi organ berongga (usus, lambung) , dan pada peritonitis.
Observasi secara serial dapat memperlihatkan pengurangan rentang bunyi pekak pada perkusi di
daerah hepar setelah terjadi resolusi hepatitis atau gagal jantung kongestif.

5. Water Seal Drainage (WSD)

Mekanisme pernapasan normal bekerja dengan prinsip tekanan negatif. Tekanan di dalam
rongga paru lebih rendah dari pada tekanan pada atmosfer, yang akan mendorong udara masuk
ke dalam paru selama inspirasi. Ketika rongga dada terbuka, untuk beberapa alasan, akan
menyebabkan paru kehilangan tekanan negative yang berakibat pada kolapsnya paru.
Pengumpulan udara, cairan atau substansi lain di dalam rongga paru dapat mengganggu fungsi
kardiopulmonal dan bahkan menyebabkan paru kolaps. Substansi patologik yang terkumpul
dalam rongga pleura dapat berupa fibrin, bekuan darah, cairan(cairan serous, darah, pus) dan gas.
Tindakan pembedahan pada dada hampir selalu menyebabkan pneumotoraks. Udara dan
cairan yang terkumpul dalam rongga intrapleura dapat membatasi ekspansi paru dan mengurangi
pertukaran gas. Setelah tindakan operasi, perlu mengevakuasi dan mempertahankan tekanan
negatif dalam ruangan pleura. Dengan demikian selama dan segera setelah pembedahan toraks,
kateter dada diletakkan secara strategis pada ruangan pleura, dijahit pada kulit dan dihubungkan
dengan alat drainase untuk mengeluarkan sisa udara atau cairan dari ruangan pleura maupun
mediastinum.
WSD (Water Seal Darinage) merupakan pipa khusus yang dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan trokar atau klem penjepit bedah. WSD dalah suatu sistem drainage yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga
pleura). Tujuan pemasangan WSD adalah untuk mengalirkan atau sebagai fungsi drainage udara
atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut sehingga
tetap atau kembali dalam keadaan normal. Rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura/lubrican.
Pada trauma toraks WSD dapat berarti:
1. Diagnostik : menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
syok.
2. Terapi : Mengeluarkan darah,cairan atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanic of breathing", dapat kembali
seperti yang seharusnya.
3. Preventif : Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanic of breathing" tetap baik.

Indikasi pemasangan WSD:


1. Hemotoraks, efusi pleura
2. Pneumotoraks ( > 25 % )
3. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
4. Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontra indikasi pemasangan WSD:


1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

Cara pemasangan WSD:


1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris
anterior dan media.
2. Lakukan analgesia/anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan subkutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus
interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari
melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura/menyentuh paru.
5. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan
forceps.
6. Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada.
7. Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X-Ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

Ada beberapa macam WSD:


1. WSD dengan satu botol
Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana. Botol berfungsi selain sebagai water
seal juga berfungsi sebagai botol penampung. Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
Umumnya digunakan pada pneumotoraks.
2. WSD dengan dua botol
Botol pertama sebagai penampung/drainase. Botol kedua sebagai water seal
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level. Dapat dihubungkan sengan
suction control.

3. WSD dengan 3 botol


Botol pertama sebagai penampung/drainase. Botol kedua sebagai water seal. Botol ke
tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.
Komplikasi trauma thorax:
1. Laserasi, mencederai organ (hepar, lien)
2. Perdarahan
3. Emfisema subkutis
4. Tube terlepas
5. Infeksi
6. Tube tersumbat

Perawatan yang perlu dilakukan:


1. Fiksasi chest tube pada dinding dada dan fiksasi semua sambungan selang dengan baik.
2. Awasi chest tube supaya tidak terlipat atau tertekuk.
3. Catat tanggal dan waktu pemasangan WSD dan jenis WSD yang digunakan.
4. Cek level water seal chamber dan suction control chamber.
5. Perhatikan gelembung udara pada water seal.
6. Monitor tanda–tanda vital dan status pernafasan.
7. Perhatikan dan catat cairan drainase yang keluar, jumlah dan konsistensinya.
8. Rawat luka drainase.

6. Visum et Repertum

Visum et repertum adalah laporan tertulis oleh dokter yang telah disumpah berupa apa
yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksa dan membuat kesimpulan dari
pemeriksaan yang digunakan untuk kepentingan peradilan (Idries, 1997). Sedangkan menurut
Dahlan S. pada tahun 1999 adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh Dokter (kapasitas sbg
ahli) atas permintaan resmi penegak hukum yg berwenang berupa apa yang dilihat dan
ditemukan pada obyek yang dapat dipertanggungjawabkan atas sumpah dan janji saat terima
jabatan.

Manfaat visum et repertum dalam hal perdata diantaranya adalah pengaturan warisan,
perceraian, pencarian izin menikah kembali, mengurus asuransi, dan perbankan. Sedangkan
dalam hal pidana adalah untuk menegakkan penyidikan dan peradilan. Selain dalam hal perdata
dan pidana, manfaat visum et repertum adalah untuk paternitas dan identifikasi. Dasar dari visum
et repertum adalah pasal 133 KUHP yang berbunyi:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat

(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau
bagian lain badan mayat

Ada empat jenis visum et repertum(selanjutnya disebut VeR): luka, jenazah, psikiatri, dan
kejahatan seksual. Untuk deskripsi luka pada VeR karena digunakan untuk peradilan dan
bukan hanya para tenaga medis, deskripsi luka menggunakan bahasa yang umum digunakan.
Deskripsi luka berupa jenis, jumlah, lokasi, bentuk, ukuran, tepi, dinding, sekitar, dan arah
pukul/ luka. Tingkatan luka dibagi menjadi tiga: ringan, sedang, dan berat.
Bahasa umum Bahasa medis
- Luka robek - Vulnus laceratum
- Luka lecet - Vulnus eksoriasi
 Lecet tekan  (-)
 Lecet geser  (-)
- Luka tembak - Vulnus penetratum (tembakan menembus
hanya sampai rongga) / perforatum (terdapat
luka masuk dan keluar)
- Jejas jerat - (-)
- Jejas gantung - (-)
- Luka bakar - Vulnus combustio
- Memar - (-)
- Luka iris - Vulnus scissum
- Luka tusuk - Vulnus punctum
Tingkatan luka Deskripsi
Ringan Luka yang tidak menimbulkan halangan atau
penyakit dalam menjalankan pekerjaan jabatannya
Contoh: luka lecet
Sedang Luka yang dapat menimbulkan penyakit atau
halangan dalam melakukan pekerjaannya tapi hanya
dalam kurun waktu tertentu atau beberapa hari saja.
Contoh: luka memar, luka robek
Berat - Penyakit atau luka yang tidak dapat sembuh
sempurna
- Luka yang mengancam maut
- Halangan menetap dalam mengerjakan
pekerjaan jabatan
- Kehilangan salah satu panca indra
- Cacat besar/ diharuskan amputasi
- Mengakibatkan kelumpuhan
- Mengakibatkan gangguan daya pikir 4
minggu atau lebih
- Mengakibatkan keguguran atau matinya
janin dalam kandungan
Contoh: robek pada jaringan hati, limpa
Format VeR

1. Pro justitia (untuk keadilan)


- Ordonansi Materai 1921 pasal 23 juncto pasal 31 ayat 2 sub 27
- Sebagai pengganti materai untuk surat-surat resmi yang dipakai untuk perkara-
perkara di pengadilan
2. Pendahuluan
- Identitas pemeriksa pembuat VeR
- Identitas peminta VeR
- Saat dan tempat dilakukan pemeriksaan
- Identitas barang bukti, sesuai dengan identitas yang tertera di VeR/ label/ segel
- Sifat: objektif administratif
3. Pemberitaan hasil pemeriksaan
- Segala sesuatu yang dilihat, ditemukan pada barang bukti oleh dokter pemeriksa
- Dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
- Sifat: objektif medis
4. Kesimpulan
- Intisari pemeriksaan/ hasil pemeriksaan
- Pendapat dari pemeriksa
- Sesuai pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
- Sifat: subjektif medis
5. Penutup
- Pernyataan bahwa VeR dibuat atas sumpah dokter
- Menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
- Sifat: objektif yuridis
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., et al. 1995. Nursing care plans guidelines for planning patient care 2nd ed.
Philadelphia: F.A. Davis Co.

Luckmann & sorensen. 1993. Medical-surgical nursing a psychophysiologic approach 4th ed.
Philadelphia: W.B. Saunder Co.

Nettina, S. 1996. The Lippincott manual of nursing practice 6th ed. Lippincott: Lippincott-Raven
Publisher.

Thompson, J.M. 1987. Clinical nursing. St. Louis: Mosby

Bickley, Lynn S; Szilagyi, Peter G. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan
Bates. Jakarta : EGC

Wijaya Prasetya Ika. Syok Hipovolemik. Editor : Sudoyo Aru, dkk.Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
2006. Hal 180-1.
Kirby R. Shock and Shock Resusitation. In Proceedings of the SocietaCulturale Italiana
Veterinari Per Animali Da Compagnia Congress. Italy, 2007.
Pusponegoro AD, 2005. Luka. Dalam : Sjamsuhidajat R, De Jong W, penyunting .
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke - 2 . Jakarta: EGC, h . 66 - 88.

Anda mungkin juga menyukai