Pembimbing
Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp. JP(K)
disusun oleh:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus ini dapat kami selesaikan tepat
pada waktunya.
Pada laporan kasus ini kami menyajikan makalah mengenai laporan kasus
gagal jantung kongestif dan penyakit jantung katub. Adapun tujuan penulisan
laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen
ii
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik
Medan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. dr. T. Bahri Anwar, Sp. JP(K) atas kesediaan beliau
sebagai pembimbing kami dalam penulisan laporan ini. Besar harapan kami,
melalui laporan ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai gagal jantung
kongestif semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari
berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya kesehatan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................ 2
1.3. Manfaat.............................................................................. 2
BAB IV KESIMPULAN............................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan
pada semua umur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang. 6
Insidens gagal jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20
per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada
semua umur yang berjenis kelamin perempuan sebesar 10 per 1.000 orang. 5 Di
Indonesia pada tahun 2007 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak
38.438 orang dengan proporsi 9,88% dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585
orang dengan proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per
100.000. Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, jumlah penderita gagal jantung
yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang, kemudian meningkat pada
tahun 2001 menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi 155
orang.7
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung
akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang
lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung.8
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload).8
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin.11 Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum
kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa.
Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah
pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa
berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral)
sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam Rematik. Demam rematik akut
dapat menyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan
endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup. Bila
6
miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung
sehingga dapat menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada gagal
jantung.8
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi
ventrikel kiri pada penderita hipertensi.8
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.8
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa
dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam
darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.
Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada
endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan
gagal jantung 2 – 3% dari kasus.8
Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding
jantung merentang untuk menahan lebih banyak darah.
8
Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya
(NYHA)17
c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian
besar pasien (80-90%), antara lain:19
Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan
gelombang ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.
LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium
kiri menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri
LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T menunjukkan
adannya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi
Aritmia jantung
d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat
dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini
merupakan baku utama (gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan
kasus gagal jantung.
13
b. Penatalaksanaan Farmakologis21
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
Riwayat adanya angioedema
Stenosis bilateral arteri renalis
Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
Stenosis aorta berat
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE,
ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang
15
tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB,
kecuali telah mendapat antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:
Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun
sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
β-bloker / Penghambat sekat-β (BB)
Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah
adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat
memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak
ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan
dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik
sehingga memperbaiki perfusi miokard.
Meningkatkan LVEF
Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:
LVEF < 40%
Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama
pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat
inotropik intravenous, dan dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24
jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
16
Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
LVEF < 35%
Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Memulai pemberian spironolakton :
Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan
meningkatkan dosis jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)
Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak
uji klinis adalah
Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi.
17
2.2.6. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa serta melengkapi informasi yang diperoleh
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, dapat dilaksanakan pemeriksaan sebagai
berikut:
A. ECG
B. Echocardiogram 26,27
C. Stress test (treadmill atau exercise ECG) 27
D. Cardiac catheterization untuk melokalisasi oklusi yang timbul dan
abnormalitas daripada arteri. Fungsi daripada jantung dan katup juga
dapat dinilai. 27
E. Cardiac MRI, pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan
pembantu echocardiograph untuk hasil yang lebih pasti dalam melihat
20
gerakan normal annulus dan imobilisasi bagian basal daun katup, yang
mengganggu penutupan sistolik.35
Ruptur chordae tendinae yang primer (idiopatik) berhubungan dengan
ketidakmampuan katup berat yang akut. Penyakit jantung iskemik dapat
meninggalkan skar atau disfungsi ringan dari otot-otot papilari, yang merusak
penutupan katup.36
Pembesaran ventrikel kiri yang nyata apapun penyebabnya dapat
menyebabkan regurgitasi mitral karena kedua mekanisme berikut: (1)
terganggunya jarak pemisah antara otot-otot papilari, (2) tertariknya annulus
mitral sehingga diameternya membesar.30
kontraksi sistolik, volume ventrikel kiri kembali normal pada jantung yang belum
gagal. Pada regurgitasi mitral, pengosongan sistolik dari ventrikel kiri dipermudah
dengan penurunan total hambatan kontraksi ventrikel kiri (afterload lebih rendah
daripada normal), yang disebabkan oleh sebagian output ventrikel kiri
dipindahkan ke atrium kiri yang hambatannya relatif lebih rendah dibandingkan
dengan aorta.
bertahun-tahun, bagaimana pun juga volume yang overload untuk waktu yang
lama akan berakhir pada gangguan fungsi sistolik, penurunan output, dan tanda-
tanda gagal jantung.
2.3.4. Manisfestasi Klinis Mitral Regurgitasi 34,36
Jika berhubungan dengan penyakit jantung koroner dan infark mikard akut
(khususnya, infrak miokard inferior yang dapat menyebabkan disfungsi otot
papilari), regurgitasi mitral akut biasanya disertai dengan tanda dan gejala gagal
jantung kirimisalnya dyspnea, kelelahan, dan orthopnea. Pada kasus-kasus
tersebut, edema paru biasanya menjadi manisfestasi awal karena overload volume
yang cepat yang terjadi pada atrium kiri dan sistem vena pulmonalis.
Gejala-gejala pada regurgitasi mitral kronik terutama disebabkan karena
rendahnya cardiac output , terutama saat beraktivitas, ditandai dengan kelelahan
dan kelemahan. Pasien dengan regurgitasi mitral yang berat atau yang disertai
gangguan kontraksi biasanya mengeluhkan sesak nafas, orthopnea, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea. Pada regurgitasi mitral berat yang kronis, dapat
ditemukan tanda-tanda gagal jantung kanan (misalnya bertambahnya lingkar
perut, bengkak pada ekstremitas).
Pada pemeriksaan fisik pasien mitral regurgitasi kronik, palpasi impuls
apikal jantung yang teraba biasanya berpindah lebih ke lateral ke aksila karena
pembesaran ventrikel kiri.
Pada auskultasi, S1 mungkin melemah pada regurgitasi mitral akut dan
regurgitasi mitral yang berat dengan kerusakan daun katup. Pelebaran split S2
dapa tterjadi karena cepatnya penutupan katup aorta. Yang sering ditemukan pada
regurgitasi mitral yang kronik adalah adanya S3, yang menggambarkan
peningkatan volume darah yang dikembalikan ke ventrikel kiri melalui katup
mitral pada awal diastole. P2 dapat mengeras apabila terdapat hipertensi
pulmonal.
Murmur yang dapat didengar pada pasien-pasien regurgitasi mitral
memiliki karakteristik sebagai berikut:
A. Kualitas
Biasanya high pitch, seperti blowing
27
B. Lokasi
Biasanya terdengar lebih jelas disekitar apeks. Murmur dapat menjalar ke
aksila kiri atau regio subskapula. Disfungsi katup posterior menyebabkan murmur
menjalar ke sternum atau area aorta. Disfungsi katup anterior menyebabkan
murmur menjalar ke punggung.
C. Durasi
Biasanya bersifat holosistolik atau pansistolik. Murmur bisa saja terbatas
pada awal sistolik pada pasien regurgitasi akut. Murmur juga dapat terbatas di
akhir sistolik pada pasien dengan prolapsus katup mitral ataupun disfungsi otot
papilari.Pada kasus ini, S1 mungkin normal karena penutupan awal dari ujung-
ujung katup tidak mengalami hambatan. Klik midsistolik yang mengawali
murmur mengarahkan ke prolapsus katup mitral.
D. Intensitas
Terdapat hubungan kecil antara intensitas murmur dan keparahan
regurgitasi mitral. Intensitasnya mungkin melemah pada regurgitasi mitral yang
berat yang disebabkan oleh disfungsi ventrikel kiri, infark miokard akut, atau
regurgitasi katup periprosthetic.
Pada pasien dengan regurgitasi mitral akut yang berat, murmur sistoliknya
seringkali berbeda, tergantung pada patofisiologi penyebabnya. Murmur dapat
bersifat decrescendo, menggambarkan penyamaan tekanan yang cepat dari atrium
kiridan ventrikel kiri pada saat sistolik karena penurunan relative compliance
atrium kiri.
Penjelasan ini akurat untuk regurgitasi mitral reumatik, namun memiliki
beberapa pengecualian. Sebagai contoh, disfungsi otot-otot papilari akibat iskemik
dengan penutupan katup mitral yang normal, regurgitan dapat langsung memancar
kearah dinding atrium kiri, tepat di bagian posterior aorta. Pada keadaan ini,
murmur terdengar lebih jelas sepanjang tepi sternum kiri atau pada daerah aorta
dan sulitdibedakan dengan murmur pada stenosis aorta. Untungnya, perbedaan
murmur sistolik antara regurgitasi mitral dengan stenosis aorta tsersebut dapat
ditentukan dengan maneuver sederhana. Apabila pasien diminta untuk
menggenggam atau mengepalkan tangan, resistensi pembuluh darah sistemik akan
28
akhir tergantung pada fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi juga tergantung dari
etiologi penyakit.
Pasien harus dianjurkan untuk diberikan terapi prophylaxis endokarditis
setelah operasi. Pasien dengan katup buatan mekanis harus mendapata
ntikoagulan jangka panjang. Pasien harus dipantau secara berkala untuk
mendeteksi kemunduran dari fungsi katup prostetik.
Penyebab utama mitral stenosis (MS) adalah demam rematik.18,45 25% dari
semua penyakit jantung rematik mempunyai MS dan 40% pasien demam rematik
menderita gabungan antara MS dan MR.45
Stenosis dari katup mitral biasanya terjadi 20-40 tahun dari karditis
rematik akut. Pada infeksi akut, dapat terjadi pembentukan fokus inflamasi
multipel (badan Aschoff, infiltrate mononuclear perivaskular) pada endocardium
dan miokardium. Selanjutnya, apparatus katup akan terjadi penebalan, kalsifikasi,
kontraksi, dan terjadi adhesi belahan katup sehingga terjadi stenosis.45
2.6.2. Patofisiologi MS
Area dari muara katup mitral adalah sekitar 4-6 cm 2. Apabila ukuran dari
muara tersebut berkurang, gradien tekanan yang melewati katup mitral akan
meningkat untuk mempertahankan aliran yang adekuat.
38
Pada pasien dengan MS, gejala biasanya tidak akan muncul sampai
dengan luas katup < 2-2,5cm2. Apabila sudah mencapai tahap ini, latihan sedang
atau takikardia akan memicu dispneu akibat peningkatan tekanan transmitral dan
atrium kiri.
Gejala yang berat dapat dijumpai apabila luas katup kurang dari 1 cm 2.
Apabila penyempitan katup terjadi, terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang
akan menyebabkan transudasi cairan dari interstitium dan dyspnea pada saat
istirahat atau aktivitas ringan.45
Hemoptisis dapat juga terjadi pada penderita akibat ruptur vena bronkial.
Dilatasi atrium kiri juga akan meningkatkan resiko fibrilasi atrium dan
terbentuknya emboli.45
Sekitar 15% kasus terjadi emboli yang berhubungan dengan atrial fibrilasi.
Emboli dapat menyebabkan infark, stroke dan sebagainya. Nyeri dada juga dapat
dijumpai pada 15% kasus. Nyeri dada yang terjadi sama dengan angina pektoris.
Nyeri dada yang terjadi disebabkan karena hipertensi ventrikel kanan akibat
penyakit vaskular paru atau aterosklerosis.18
Suara serak dapat terjadi karena kompresi nervus rekuren laryngeal kiri
oleh arteri pulmonal akibat pembesaran atrium kiri. Sedangkan penekanan pada
bronkus dapat menyebabkan batuk persisten. Hemoptisis dapat terjadi namun
biasanya tidak fatal.
Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar kasus dijumpai nadi yang ireguler
akibat AF dan adanya tanda gagal jantung kiri dan kanan. Murmur diastolic dan
S1 yang mengeras terkadang sulit dinilai. Suara P2 yang keras terkadang dapat
teraba pada ICR II sebelah kiri apabila dijumpai hipertensi pulmonal.
(braunwald)
Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan pembesaran atrium kiri
(bayangan ganda pada siluet jantung, batas jantung kiri yang merata karena atrium
kiri yang membesar, dan pergeseran dari bronkus utama), corakan pembuluh
darah paru yang menonjol, kalsifikasi katup mitral, dan edema interstitial. (emed)
BAB III
LAPORAN KASUS
menderita penyakit yang sama (-). Riwayat DM (-), riwayat hipertensi tidak jelas.
Riwayat merokok (+) sudah 20 tahun sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat nyeri
sendi berpindah-pindah dan nyeri menelan saat kecil (+).
Status Presens:
Ortopnea : (+) Dispnea: (+) Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)
Pemeriksaan Fisik:
Auskultasi
43
Asites (-)
Akral : hangat
44
AF, QRS rate 140 x/menit, aksis normal, gelombang P sulit dinilai, PR interval
sulit dinilai, QRS duration 0,08s, Q patologis (-), ST-T changes (-), LVH (+),
VES (-),
CTR 60%, aorta dilatasi, pulmonal menonjol, kongesti (+), infiltrat (-), apeks
downward
13 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 32,3 detik
14 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 27,2 detik
15 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 33,9 detik
16 Oktober 2012
AGDA: pH : 7,47
pCO2 : 29,4 mmHg
pO2 : 146,6 mmHg
47
16 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
Waktu Trombin Kontrol : 15,20 detik
Pasien : 17,1 detik
INR : 1,15
APTT Kontrol : 35,0 detik
Pasien : 30,9 detik
Waktu Trombin Kontrol : 12,6 detik
Pasien : 16,2 detik
18 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
Waktu Trombin Kontrol : 12,20 detik
Pasien : 18,4 detik
INR : 1,50
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 31,6 detik
Waktu Trombin Kontrol : 17,0 detik
Pasien : 18,2 detik
Fibrinogen : 330 mg/dL
D-dimer : 1.345 ng/mL
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 33,9 detik
19 Oktober 2012
Faal Hemostasis:
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 36,3 detik
Waktu Protrombin Kontrol : 12,0 detik
Pasien : 16 detik
INR : 1,40
APTT Kontrol : 33,3 detik
Pasien : 44,4 detik
Waktu Trombin Kontrol : 17,4 detik
Pasien : 17,9 detik
Fibrinogen : 350 mg/dL
D-dimer : 1.571 ng/mL
48
20 Oktober 2012
Darah lengkap: Hb : 13,40 g%
Eritrosit : 4,7 x 106/mm6 (4.20-4.87)
Leukosit : 17,22 x 103/mm3 (4.5-11.0)
Trombosit : 191 x 103/mm3
Ht : 40% (43-49)
Hitung Jenis: E/B/N/L/M : 0,1/0,2/82,3/7,5/9,9 %
Faal Hemostasis
APTT Kontrol : 33,4 detik
Pasien : 25,8 detik
D-dimer : 2.200 ng/mL
21 Oktober 2012
Darah lengkap: Hb : 12,6 g%
Eritrosit : 4,34 x 106/mm6 (4.20-4.87)
Leukosit : 14,41 x 103/mm3 (4.5-11.0)
Trombosit : 179 x 103/mm3
Ht : 37,6% (43-49)
Faal Hemostasis
Waktu Protrombin Kontrol : 12,0 detik
Pasien : 20,7 detik
INR : 1,82
APTT Kontrol : 33,4 detik
Pasien : 33,9 detik
Fibrinogen : 145 mg/dL
D-dimer : 1.600 ng/mL
AGDA: pH : 7,553
pCO2 : 26,2 mmHg
pO2 : 195,1 mmHg
HCO3 : 22,6 mmol/L
Total Co2 : 23,4 mmol/L
BE : 1,4 mmol/L
SaO2 : 99,8%
Faal Ginjal: Ureum : 53 mg/dL
Kreatinin : 0,63 mg/dL
49
22 Oktober 2012
APTT Kontrol : 32,5 detik
Pasien : 29,7 detik
Elektrolit: Natrium : 133 mEq/L
Kalium : 3,7 mEq/L
Klorida : 105 mEq/L
23 Oktober 2012
Waktu Protrombin Kontrol : 12,20 detik
Pasien : 13,00 detik
INR : 1,00
APTT Kontrol : 33,5 detik
Pasien : 25,6 detik
24 Oktober 2012
Darah lengkap: Hb : 10,80 g%
Eritrosit : 3,73 x 106/mm6 (4.20-4.87)
Leukosit : 28,98 x 103/mm3 (4.5-11.0)
Trombosit : 208 x 103/mm3
Ht : 32,3% (43-49)
Pengobatan :
1. Bed rest semi fowler
2. O2 4-6L/menit
50
1. ASTO
2. Echocardiography
Tanggal S O A P
debar (+) HR: 106 x/i ec RHD 3. IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
RR: 28 x/i 2. AF RVR 4. Inj Digoxin 0,25 mg 2x1
T: 36,5ºC 3. ALI 5. Captopril 6,25 mg 3x1
Mata: Konj.palpebra 6. Furosemid 40 mg 1x1
inferior anemis (-/-), 7. Spironolakton 1x25 mg
Sklera ikterik (-/-) 8. KSR 600 mg 2x1
TVJ: R+2 cm H2O 9. Aspilet 80 mg 1x1
Cor: S1 (N) S2 (N) 10. Clopidrogel 75 mg 1x1
irreguler, murmur (+) 11. Simvastatin 20 mg 1x1
EDM grade 3/6 di 12. Heparin 20.000 IU/24 jam
URSB, gallop (-) 13. Morfin drip 2 amp+ 50 cc
Pulmo : SP: Vesikuler NaCl 0,9% (1,5 cc/jam)
ST: Ronki basah 14. Inj Metilprednisolon 1 fl/8
basal (-/-) jam i.v.
Abd: Soepel, Hepar: 15. Inj Ketorolac 1 gram/8 jam
3 jari BAC, lien: ttb, 16. Inj Ranitidin 1 gram/12 jam
BU (N). Cek aPTT
Ekstremitas: akral
hangat, edema (-/-),
pistol shot sign (+),
pulsasi arteri dorsalis
pedis (-), sensasi rasa
(-)
22 Nyeri Sens: CM 1. CHF Fc I- 1. Bed rest Semi Fowler
Oktober dada TD:160/60 mmHg II ec 2. O2 4 liter/menit
kanan HR: 88 x/i MVHD ec 3. IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
RR: 26 x/i RHD 4. Inj Digoxin 0,25 mg 2x1
T: 37,6ºC 2. AF RVR 5. Captopril 6,25 mg 3x1
Mata: Konj.palpebra 3. ALI post 6. Furosemid 40 mg 1x1
inferior anemis (-/-), trombekto 7. Spironolakton 1x25 mg
Sklera ikterik (-/-) mi 8. KSR 600 mg 2x1
TVJ: R-2 cm H2O 9. Aspilet 80 mg 1x1
Cor: S1 (N) S2 (N) 10. Clopidrogel 75 mg 1x1
irreguler, murmur (+) 11. Simvastatin 20 mg 1x1
EDM grade 3/6 di 12. Heparin 20.000 IU/24 jam
URSB, gallop (-) 900 IU/jam
Pulmo : SP: Vesikuler 13. Morfin drip 2 amp+ 50 cc
ST: Ronki basah NaCl 0,9% (1,5 cc/jam)
basal (-/-) 14. Inj Metilprednisolon 1 fl/8
Abd: Soepel, Hepar: jam i.v.
2 jari BAC, lien: ttb, 15. Inj Ceftriaxone 1 gram/12
BU (N). jam (H-1)
Ekstremitas: akral 16. Inj Ketorolac 1 gram/8 jam
dingin, edema (-/-), 17. Inj Ranitidin 1 gram/12 jam
pistol shot sign (+), 18. PCT 3 x 500 mg
pulsasi arteri dorsalis
56
BAB IV
KESIMPULAN
Tatalaksana:
1. Bed rest semi fowler
2. O2 4-6L/menit
3. IVFD Nacl 0.9% 10gtt/i mikro
4. Inj Furosemide 20 mg/12 jam
5. Benzatin Penicillin 1,2 juta Unit
6. Inj Digoxin 0,25 mg 1x1
7. Heparin bolus 3000 unit
8. Simarc 2 mg 1x1 tab
9. Captopril 6,25 mg 3x1
10. Spironolakton 1x25 mg
Prognosis: malam
61
DAFTAR PUSTAKA
23. Miller, C.A. et al., 2011. Valvular Heart Disease. In: Lilly, L.S.,
Pathophysiology of Heart Disease: 5th ed. China: Lippincot Williams &
Wilkins
24. Otto, C.M. et al., 2008. Valvular Heart Disease. In: Libby, P. et al.
Braunwald’s Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine: 8 th
ed. USA: Elsevier
25. Carabello, B.A., 2010. Aortic Valve Disease. In: Levine, G.N., Cardiology
Secrets: 3rd ed. USA: MOSBY Elsevier
26. Mayo Clinic. Aortic Valve Stenosis. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/aortic-valve stenosis/. [Accessed
October 30 2012].
27. Center for Aortic Disease. 2012. Available from:
http://www.ucaorta.org/aortic-stenosis.html. [Accessed October 30 2012].
28. Dugdale DC, Chen MA, and Zieve D. Aortic Stenosis. 2012. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001230/.
[Accessed October 30 2012].
29. Braunwald, E., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In:Kasper, D.L. et
all, ed. 17 th Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New
York: McGraw-Hill, 2152-2180.2.
30. Divisi “Critical Cardiology” dan Kardiologi Klinik Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2008. Jakarta.
31. Dumitru, I., Baker, M., 2010. Heart Failure. Ohama: Departement of
Internal Medicine, Section of Cardiology, University of Nebraska Medical
Center. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/163062-
overview[accessed 08 oktober 2012].
32. Hunt, S.A., Abraham, W.T., Chin, M.H., et al 2009 Focused Update
Incorporated Into the ACC/AHA Guidelines for the Diagnosis
andManagement of Heart Failure in the Adult: A Report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force onPractice
Guidelines (Committee to revise the 1995 Guidelines for the Evaluation
and Management of Heart Failure). Circulation 119;e391-e479.
33. Jessup, M., Brozena S., 2003. Heart Failure. N Engl J Med ; 2007-2018.
64
http://emedicine.medscape.com/article/155724-overview#showall.
[Accessed October 29 2012].