Anda di halaman 1dari 162

BAB I

Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Sains

A. Kedudukan keterampilan proses dalam pembelajaran sains

Ilmuwan Italia Francesco Redi (1626–1698) pernah melakukan sebuah


penelitian yang secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut (Buxton &
Provenzo, 2007): Redi melihat bahwa belatung-belatung terlihat muncul secara
spontan di tepi daging yang busuk. Redi kemudian bertanya, apa yang
menyebabkan belatung-belatung tersebut muncul di tepi daging? Redi
memperhatikan dengan hati-hati daging yang disajikan di pasar. Dia mengamati
bahwa kadang-kadang ada lalat hinggap di daging. Redi menduga bahwa lalat-
lalat tersebut menjadi penyebab munculnya belatung, tetapi dia tidak dapat
mengendalikan lalat-lalat untuk melihat bagaimana belatung tersebut memiliki
kemungkinan untuk berhubungan dengan lalat.

Redi menyusun sebuah kondisi yang dapat mengontrol tingkat masuknya


lalat-lalat dengan cara meletakkan daging di dua tempat yang berbeda bentuk
tutupnya. Redi memanipulasi variabel-variabel dengan cara memberikan jalan
masuk kepada lalat untuk dapat hinggap di daging dan mencegahnya hinggap di
daging yang lainnya. Redi merekam pengamatannya dalam sebuah cara yang
sistematis sepanjang waktu percobaan.

Redi merefleksikan apa yang diamati dan direkam sehingga sampai pada
kesimpulan bahwa lalat-lalat yang hinggap pada daging meninggalkan telur
sebagai cikal bakal munculnya belatung. Melalui pengamatan yang terkontrol
pada lalat-lalat dan belatung-belatung tersebut, Redi telah membuat eksperimen
ilmiah. Redi tidak hanya sekedar mengamati, tetapi mengamati secara sistematis,
mengontrol variabel-variabel yang memiliki pengaruh pada obyek yang diamati.

Redi telah melakukan dua aktivitas mendasar, yakni proses meneliti dan
memperoleh pengetahuan dari hasil penelitian. Dua hal inilah yang juga dilakukan
oleh Galileo Galilei, Isaac Newton, dan ilmuwan lain di dunia. Setiap

1
pengetahuan yang diperoleh, maka ada proses yang mengawalinya. Prosedur yang
ditempuh tersebut dinamakan proses sains. Keterampilan yang digunakan
dinamakan keterampilan proses sains. Keterampilan proses merupakan bagian
yang integral dengan sains. Oleh karena itu, belajar sains tidak pernah lepas dari
belajar keterampilan proses.

Keterpaduan proses dan produk dikemukakan oleh Abruscato & DeRosa


(2010) sebagai berikut:

Science seeks explanations of the natural world. It consists of the


following components:
 a systematic quest for explanations
 The dynamic body of knowledge generated through a systematic quest
for explanation

Menguatkan pendapat Abruscato & DeRosa, Chiappetta & Koballa, Jr. (2010)
mengemukakan sains memiliki tiga dimensi, yakni sebagai cara berpikir, cara
menyelidiki, kumpulan pengetahuan, dan interaksi sains-teknologi-masyarakat.
Sains sebagai cara berpikir memiliki ciri-ciri diantaranya keyakinan, sangat ingin
tahu tentang alam, dan berimajinasi.

Seorang ilmuwan yakin bahwa hukum-hukum yang mengatur alam dapat


dihasilkan dari pengamatan dan penjelasan-penjelasan yang mengikutinya.
Keyakinan tersebut didorong oleh rasa ingin tahu yang besar terhadap fenomena
alam. Permasalahan-permasalahan yang ditemukan saat ilmuwan mengamati alam
akan membawa para ilmuwan tersebut mengimajinasikan jalan keluarnya
(Collette & Chiappetta, 1994).

Ilmuwan harus melakukan penelitian terhadap benda-benda dan peristiwa-


peristiwa di alam jika ingin memahami dan menemukan hukum-hukum yang
menjelaskannya. Penjelasan tentang benda dan peristiwa yang terjadi di alam akan
terungkap melalui pengamatan, percobaan, dan aktivitas ilmiah yang sistematis.
Sains sebagai cara untuk menyelidiki menyediakan berbagai metode untuk
menemukan penjelasan atas alam. Collette & Chiappetta (1994) mengemukakan
beberapa metode ilmiah yang digunakan untuk melakukan di antaranya

2
mengamati, mengumpulkan data, membuat hipotesis, melakukan eksperimen, dan
menyimpulkan.

Hasil dari aktivitas-aktivitas yang merupakan metode ilmiah tersebut akan


menghasilkan fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dinamakan kumpulan
pengetahuan (body of knowledge). Kumpulan pengetahuan yang terkait dengan
dunia-hidup dan dunia-tak hidup tersebut disusun ke dalam cabang-cabang sains
yakni astronomi, biologi, kimia, fisika, dan seterusnya sehingga membentuk isi
sains (content of science).

Penyelidikan Proses ilmiah Produk ilmiah


baru pada baru.
fenomena alam.

Sikap Ilmiah dan Proses


ilmiah

Sikap ilmiah (rasa


Penyelidikan
ingin tahu, rendah
terhadap fenomena
hati, keraguan/tidak Produk ilmiah (Fakta,
alam (benda-benda,
mudah percaya, konsep, prinsip, teori,
peristiwa-peristiwa,
pikiran yang hukum).
hubungan-hubungan
terbuka, dsb.
antara benda dan
peristiwa alam, dsb) Proses ilmiah
(mengidentifikasi
masalah,
mengamati,
menganalisis,
menginferensi,
Gambar 1. Hubungan produk ilmiah, proses, dsb) dalam menyelidiki fenomena
dan sikap
alam. (Sumber: Carin (1993))

Hubungan antara proses sains dan produk yang berupa pengetahuan dikemukakan
oleh Carin (1993) sebagaimana Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, terlihat jelas
bahwa proses sains merupakan bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari
pengetahuan-pengetahuan yang membentuk bangunan ilmu pengetahuan.

Membelajarkan sains tidak sekedar memberikan pengetahuan untuk dihafal


oleh siswa tetapi juga mengetahui cara memperoleh fakta-fakta dan bagaimana
menghubungkan fakta-fakta tersebut. Ilmuwan telah menggunakan berbagai

3
macam prosedur yang bersifat analitik dan empirik dalam usaha mereka
memahami alam semesta. Prosedur-prosedur yang dilakukan ilmuwan tersebut
juga dilakukan oleh para siswa yang belajar ilmu pengetahuan alam, meskipun
masih duduk di sekolah dasar. Siswa sekolah dasar adalah ilmuwan juga karena
rasa keingintahuan yang dimiliki. Siswa sekolah dasar adalah ilmuwan kecil yang
membutuhkan bimbingan.

Keterampilan proses sains juga dinamakan dengan keterampilan belajar


seumur hidup karena keterampilan ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-
hari dan dalam mata pelajaran yang berbeda. Seorang guru yang membantu
siswanya belajar menggunakan proses ilmiah untuk menghadapi persoalan akan
menjadikan seorang siswa dapat belajar seumur hidupnya. Dengan demikian,
telah jelas bahwa keterampilan proses sains merupakan bagian yang teramat
penting, tidak hanya dalam pembelajaran sains, tetapi juga dalam kehidupan
sehari-hari seumur hidup peserta didik. Sebagaimana sebuah ungkapan, “give a
man a fish and he eats for a day; teach him how to fish and he eats for a
lifetime.”

B. Keterampilan proses sains dasar dan terintegrasi


Keterampilan proses sains terdiri dari berbagai macam keterampilan dan satu
dengan yang lain saling berhubungan. Keterampilan proses sains dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yakni keterampilan proses sains dasar dan keterampilan
proses sains terintegrasi (Rezba et. al., 2007).
1. Keterampilan proses sains dasar
Keterampilan proses sains dasar adalah keterampilan yang digunakan saat
seseorang melakukan (do) sains. Anak-anak menggunakan keterampilan ini untuk
mengeksplorasi lingkungan sekitar mereka. Anak-anak menggunakan panca
indera mereka untuk mengamati benda-benda dan berbagai peristiwa. Anak-anak
juga mencari pola yang muncul dalam pengamatan tersebut. Sekali waktu, anak-
anak memprediksi kejadian yang akan terjadi. Mereka kemudian menginferensi
dengan cara menjelaskan fenomena yang diamati dan mengubah inferensiya
ketika informasi baru muncul. Mereka mengelompokkan berdasarkan persamaan
dan perbedaan sehingga terbentuk konsep baru. Mereka mengkomunikasikan hal-

4
hal yang diketahui dan dilakukan menggunakan lisan maupun tulisan. Untuk
mendeskripsikan benda-benda dan peristiwa secara kuantitatif, mereka melakukan
pengukuran. Keterampilan-keterampilan tersebut memberikan kontribusi yang
besar terhadap efektivitas pembelajaran sains di sekolah.
2. Keterampilan proses sains terintegrasi

Jika anda telah menguasai keterampilan proses sains dasar, maka anda bisa
mempelajari keterampilan proses sains terintegrasi. Keterampilan proses sains
terintegrasi ini akan mengantar anda sampai pada keterampilan melakukan
eksperimen (experimenting). Keterampilan proses terintegrasi yang
dikombinasikan dengan keterampilan proses sains dasar dapat digunakan untuk
mewujudkan iklim kelas dimana seorang siswa mengeksplorasi, menginvestigasi,
dan menemukan. Siswa yang menerapkan keterampilan proses sains dasar akan
mencari tahu tentang bagaimana segala sesuatu bekerja dan mencari jawaban atas
pertanyaan mereka sendiri dengan cara mendesain dan melakukan eksperimen.

Keterampilan proses sains terintegrasi mencakup keterampilan


mengindentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, menganalisis percobaan,
membuat tabel dan grafik dari data, mendefinisikan variabel, mendesain
percobaan, dan melakukan percobaan. Siswa akan terdorong untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka secara mandiri dengan mempelajari keterampilan-
keterampilan proses ini. Siswa juga memiliki perangkat untuk menafsirkan hasil
pengamatan, menginferensi, memprediksi, dan mendesain percobaan untuk
menguji gagasannya.

Keterampilan proses sains terintegrasi didasari oleh keterampilan proses sains


dasar. Sebagai contoh, keterampilan memprediksi digunakan untuk merumuskan
hipotesis. Sebuah hipotesis adalah jenis khusus dari prediksi dan menjadi dasar
dalam menyusun suatu percobaan.
Belajar sains dengan cara demikian mungkin menjadi pengalaman baru bagi
seorang guru yang biasa diajar dengan cara ceramah saja. Guru yang ingin
menekankan keterampilan ini dalam pembelajaran mereka harus percaya diri
mampu membuat anak bisa melakukan keterampilan proses tersebut. Oleh karena
itu, guru harus menguasai terlebih dahulu keterampilan-keterampilan proses

5
tersebut. Aktivitas-aktiviatas yang disajikan pada Bab 2 dan Bab 3 akan
membantu calon guru dan para guru menguasai keterampilan proses sains.

BAB II

6
Keterampilan Proses Sains Dasar

A. Mengamati (observing)
Pengamatan yang cermat sangat penting dalam berbagai penyelidikan ilmiah.
Keterampilan ini menjadi dasar bagi keterampilan proses yang lain. Oleh karena
itu, keterampilan proses mengamati juga disebut sebagai the queen of the science
processes (Howe & Jones, 1993).

Hackett et. al. (2008) mengemukakan bahwa mengobservasi adalah, ”use


your sense to learn about object or event.” Menguatkan pendapat ini, Abruscato
& DeRosa (2010) mengemukakan bahwa mengamati adalah menggunakan indera
untuk memperoleh informasi atau
data tentang berbagai benda dan
peristiwa. Merinci pengertian
jumlah indera yang digunakan,
Howe & Jones (1993)
mengemukakan, “Observing: using
one or more of the five senses to
notice characteristics of objects or
events. Rezba et al. (1995)
mengemukakan bahwa melalui Gambar 2. Siswa melakukan pengamatan
pengamatan, kita belajar tentang
dunia yang menakjubkan di sekitar kita. Kita mengamati berbagai fenomena di
lingkungan sekitar mengunakan kelima indera: penglihatan, pembau, peraba,
perasa, dan pendengaran.

Rezba et al. (2007) menuturkan bahwa mengobservasi sebuah benda atau zat
berarti mengeksplorasi seluruh sifat-sifatnya. Benda-benda yang kita amati bisa
memiliki berbagai macam sifat seperti warna, tekstur, aroma, bentuk, berat,
volume, dan suhu. Benda-benda tersebut mungkin bisa menghasilkan suara
dengan atau tanpa memberikan perlakuan pada benda tersebut.

7
Gambar 3. Aktivitas mengamati dan ekpresi setiap indera yang digunakan

Benda atau zat yang berbeda memiliki sifat-sifat yang berbeda. Hal itulah
yang membuat benda atau zat berbeda satu dengan yang lainnya. Kita mampu
mengenal karakteristik benda dengan cara melihatnya, mendengarkannya,

8
menyentuhnya, merasakannya, atau membauinya. Mengobservasi meliputi
mengidentifikasi dan menggambarkan karakteristik benda. Hal penting yang harus
ditekankan adalah pengamatan tidak boleh dicampuradukkan dengan penafsiran.

Mengamati tidak sama dengan menginferensi. Menginferensi adalah


menafsirkan hasil pengamatan. Bell (2008) mengemukakan, ”an observation is
what you see, feel, taste, hear or smell. An inference is what you think.” Sebagai
contoh, seorang siswa diminta untuk mengamati akuarium (Gambar 4). Siswa
kemudian diminta untuk menuliskan tiga hasil pengamatan pada akuarium
tersebut.

Gambar 4. Akuarium

Contoh hasil pengamatan antara lain, beberapa ikan lebih besar dari ikan yang
lainnya, terdapat dua ekor siput di dalam akuarium, air di dalam akuarium tidak
penuh, dan ada bintik-bintik hitam di dasar akuarium. Adapun contoh hasil
inferensi adalah bintik-bintik hitam adalah kotoran ikan.

Abruscato & DeRosa (2010) mengemukakan lima pertanyaan mendasar bagi


orang yang hendak melakukan observasi, yakni

1. Apa saja unsur-unsur yang membentuk sistem?


2. Apa saja ciri-ciri tiap unsur yang membentuk sistem?
3. Apa konteks atau latar belakang ruang dari sistem?
4. Bagaimana interaksi antar unsur yang satu dengan yang lain?
5. Apa ciri sistem yang mudah terlihat?

Contoh penerapan lima pertanyaan di atas dapat dicermati pada tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi dari sebuah kupu-kupu berdasarkan lima pertanyaan mendasar dalam
melakukan pengamatan.
Unsur Ciri-ciri Latar Aturan Ciri sistem
belakang Interaksi yang nampak

9
ruang
Kaki 2 buah Diterangi  Kaki-kaki Penuh warna,
panjang, 2 cahaya dari dan sayap- diam, rapuh
buah pendek, luar, tanaman sayapnya
hitam melekat di
Antenna Hitam, dada
banyaknya 2,  Kepala
panjang ada di
Sayap Kuning, hitam, depan
biru, dada
melengkung, 2  Perut ada
buah di
Kepala Hitam, bulat belakang
dada Merah, hitam, dada
lebih besar  Kupu-
daripada kupu
kepala hinggap di
Perut Kuning, daun
berbintik-
bintik hitam, 8
ruas

Dalam melakukan pengamatan, siswa tidak


hanya mengandalkan indera mereka saja, tetapi
juga dapat menggunakan bantuan alat. Sharp et
al. (2009) mengatakan, “Careful observation is
an important skill to develop in science.
Teachers can use devices such as viewing
frames or magnifying glasses to help children
look more closely.” Alat yang biasa digunakan
oleh anak sekolah dasar adalah lensa pembesar.
Saat menggunakan lensa pembesar untuk Gambar 5. Lensa pembesar merupakan
salah satu alat untuk memaksimalkan
kali yang pertama bersama siswa, anda pengamatan.
harus mengajarinya cara untuk memfokuskan lensa. Kegiatan berikut ini dapat
anda gunakan bersama siswa.

Siapkan benda-benda dengan berbagai ukuran seperti balok, koin, pensil,


buku, dan penghapus serta kaca pembesar. Pada kegiatan ini, siswa akan melihat
benda dengan berbagai ukuran dari jarak yang bervariasi. Aktivitas ini untuk

10
menemukan bahwa kemampuan penglihatan siswa terbatas. Siswa akan
membandingkan jarak pandang mereka dengan teman satu kelas. Siswa akan
memiliki kesempatan untuk melakukan percobaan dengan kaca pembesar secara
luas.

Buatlah sudut-sudut benda untuk dipandang, misalnya sudut penghapus


adalah tempat diletakkan penghapus untuk dilihat. Masing-masing sudut harus ada
benda yang akan dilihat dan diletakkan di tempat yang agak tinggi, misalnya meja
atau kursi. Berikan label “dekat”, “pertengahan”, dan “Jauh”. Mulailah dengan
meminta siswa melihat benda dalam tiga jarak yang berbeda kemudian
menggambarkan hasilnya di selembar kertas.

Fasilitasi siswa untuk mendiskusikan bagaimana ukuran dan jarak suatu


benda dari mata mempengaruhi tingkat kemudahan untuk dilihat. Doronglah
siswa untuk melihat benda lain di dalam kelas yang bervariasi jaraknya untuk
memperkuat hasil pengamatan formal mereka. Minta mereka memikirkan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1) Manakah benda yang paling mudah dilihat?
Mengapa? 2) Apakah benda menjadi lebih mudah saat dekat atau jauh? Fasilitasi
siswa untuk berdiskusi sehingga memahami bahwa semakin besar dan semakin
dekat suatu benda dari mata, maka akan semakin mudah dilihat.

Lanjutkan diskusi menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

 Seberapa kecil benda yang kamu lihat sebelum bendanya tidak dapat kamu
lihat lagi? Sejauh apakah?
 Apa yang menyebabkan kamu menemui kesulitan untuk melihatnya?
 Apa yang akan kamu lakukan jika bendanya terlalu jauh atau terlalu kecil
untuk dilihat?
 Apakah kamu tahu alat yang dapat membantu kamu untuk melihat lebih
mudah?
Terimalah semua bentuk jawaban untuk pertanyaan pertama, tetapi
pastikan bahwa siswa memahami bahwa kemampuan mata mereka terbatas. Saat
mereka mendiskusikan pertanyaan kedua dan ketiga, tekankan bahwa apabila
mereka tidak dapat mendekati benda, mereka dapat menggunakan alat yang

11
mereka sebutkan, misalnya kacamata, lup, teropong, atau teleskop, untuk
membuat bendanya terlihat lebih besar dan mudah dilihat.
Berikan pada mereka kaca pembesar—satu untuk sudut pengamatan atau
setiap satu siswa sesuai dengan ketersediaan alat. Minta siswa untuk melihat
temannya satu sama lain dan benda-benda di dalam kelas melalui kaca pembesar
agar merasakan untuk apa alat tersebut sebenarnya.
Dorong siswa untuk melakukan percobaan menggunakan kaca pembesar,
seperti melihat menggunakan dua buat mata sekaligus, salah satu mata, dan
memegangnya dengan jarak yang bervariasi dari mata—untuk menemukan cara
terbaik menggunakan alat tersebut. Tekankan pada mereka, tidak ada cara yang
“benar” untuk menggunakan kaca pembesar, tetapi mereka harus menemukan cara
terbaik untuk memaksimalkan fungsi kaca pembesar.
Apabila siswa sudah menentukan cara terbaik menggunakan kaca
pembesar, minta mereka menggambarkan apa yang mereka amati. Minta mereka
kembali ke sudut pengamatan semula dan mengulangi pengamatan pada benda-
benda di sudut pengamatan menggunakan kaca pembesar. Minta kembali mereka
menggambarkan ukuran dan bentuk benda yang mereka lihat seakurat mungkin.
Minta siswa untuk menunjukkan gambar hasil pengamatan mereka
sebelum dan sesudah menggunakan kaca pembesar. Minta mereka mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
 Apakah kedua gambar tersebut sama atau berbeda? Jika berbeda, pada bagian
apanya yang berbeda?
 Bagaimana lup mempengaruhi penglihatan kamu?
 Bagaimana orang-orang dalam kehidupan sehari-hari memanfaatkan kegunaan
kaca pembesar?
 Adakah alat lain yang kamu tahu dapat membantu orang menjadi lebih baik
saat menggunakan indera dan anggota badan lainnya?
Siswa seharusnya mampu untuk menyimpulkan berdasarkan gambar mereka
bahwa kaca pembesar akan membuat benda-benda menjadi lebih besar. Anda
mungkin perlu menekankan bahwa yang dimaksud dengan lebih besar adalah
terlihat lebih besar ukurannya.

Kegiatan berikut ini dapat digunakan untuk melatih keterampilan proses sains
anda: Perhatikan tanaman di halaman atau di dalam rumah anda. Ambillah segala

12
informasi yang bisa diperoleh dari tanaman tersebut menggunakan seluruh indera
kecuali indera perasa. (AWAS: Mengecap benda atau zat asing memerlukan
kehati-hatian tinggi; jangan pernah mengecap sesuatu kecuali anda yakin bahwa
benda atau zat tersebut tidak berbahaya.) Tuliskan minimal 10 hasil pengamatan
anda di bawah ini. Untuk setiap hasil pengamatan, catatlah alat indera yang anda
gunakan untuk memperoleh informasi. Contoh acuan untuk hasil pengamatan:

Tabel 2. Kolom pertama diisi dengan jawaban sesuai dengan pengamatan dan kolom
kedua diisi indera yang digunakan.
No. Pengamatan Indera
1. Apa warnanya? Apakah warna yang dimiliki pohon Penglihatan
tersebut merata?
2. Apakah tanamannya tinggi, pendek, beruas, terbentang Penglihatan
tidak beraturan?
3. Bagaimana tepi daunnya, bergerigi atau rata? Penglihatan
4. Apakah daunnya mengkilap? Penglihatan
5. Bagaimana tekstur batang dan permukaan daunnya? Peraba
6. Apakah tanaman tersebut memiliki bagian yang Pembau
mengeluarkan aroma/bau?

Dalam aktivitas di atas, anda diinteraksikan dengan pengamatan yang bersifat


kualitatif. Pengamatan-pengamatan kualitatif misalnya, daun berwarna hijau
(indera penglihatan), bunganya berbau menyengat (indera pembau), dan
seterusnya.

Pengamatan yang menghasilkan data kualitatif tidaklah cukup untuk


mendeskripsikan suatu benda yang diamati secara detail. Oleh karena itu,
pengamatan yang lebih detail yang terkait dengan digunakannya alat ukur dan
berdasarkan jumlah sesuai dengan ukuran baku perlu dilakukan. Pengamatan yang
demikian dinamakan pengamatan kuantitatif. Contoh hasil pengamatan kuantitatif
yang diperoleh dari pengamatan sebuah tanaman antara lain,

 Satu daun panjangnya 7 cm dan lebarnya 4 cm. (penggaris)

 Massa satu daun 5 gram. (neraca)

 Suhu tempat tumbuhnya tanaman adalah 2 C. (termometer)

 Setiap kelompok daun ada 5 helai daun.

13
 Luas daun bunganya sama dengan 4 penjepit kertas.

Setiap hasil pengamatan kualitatif menunjukkan indera yang digunakan dalam


pengamatan suatu objek untuk memperoleh informasi dari objek tersebut,
sedangkan pengamatan kuantitatif akan diidentifikasikan instrumen yang
digunakan untuk membantu indera untuk memperoleh informasi dari benda yang
diamati. Meskipun demikian, keduanya tetap saja menggunakan indera (Edwards
& Fisher, 1977).

Berikut ini akan dipaparkan beberapa aktivitas yang berkaitan dengan


mengasah keterampilan mengamati. Aktivitas-aktivitas di bawah ini dapat
diterapkan pada berbagai jenjang pendidikan dengan modifikasi-modifikasi yang
diperlukan.

B. Berlatih keterampilan mengamati


1. Benda yang mirip dengan permen

Alat dan bahan

 1 buah permen yang keras


 1 gelas air
 1 buah penggaris

Anggaplah anda tidak tahu apa yang disebut dengan permen. (Benda tersebut
mungkin saja magnet lemari es yang berbentuk permen). Pikirkan benda tersebut
sekedar sebuah “benda.” Tuliskan 10 hal berdasarkan pencermatan anda tentang
benda tersebut. Selanjutnya, tentukan indera yang anda gunakan untuk mengamati
masing-masing hal yang sudah anda tuliskan. Anda mungkin menggunakan lebih
dari satu indera untuk mengamati satu hal yang sudah anda tuliskan. Apakah anda
menggunakan seluruh indera? Mungkin anda tidak mendengar sesuatu dari benda
tersebut. Jika benda tersebut tidak mengeluarkan suara, maka anda dapat mencatat
hasil pengamatan dengan “tidak mengeluarkan suara”. Cara lain untuk mengamati
benda tersebut menggunakan telinga anda adalah dengan memberikan perlakukan
pada benda tersebut. Perlakuan yang diberikan pada benda tersebut harus
menghasilkan suara kemudian anda harus mendeskripsikan bunyi yang dihasilkan.
Sebagai contoh, anda dapat menjatuhkannya di atas meja (Howe & Jones, 1993).

14
2. Mata tertutup bertemu mainan

Sediakanlah berbagai mainan berbentuk binatang, mobil, dan sebagainya.


Minta siswa mengerjakan aktivitas ini secara berpasangan. Siswa pertama ditutup
matanya sedangkan siswa kedua mengamati aktivitas siswa pertama. Letakkan
mainan-mainan di sebuah meja dan berada agak jauh dengan siswa pertama.
Siswa kedua menuntun siswa pertama untuk mendekati mainan. Setelah dekat,
siswa pertama akan menyentuh salah satu mainan yang disediakan sedangkan
siswa kedua mengingat mainan yang disentuh siswa pertama. Siswa pertama
boleh membauinya, memperlakukan mainan sehingga menimbulkan bunyi, dan
sebagainya asalkan dengan mata tetap tertutup. Setelah merasa cukup melakukan
pengamatan, siswa pertama meletakkan mainan yang dipilih untuk disentuh dan
kembali ke tempat semula. Setelah itu, siswa pertama membuka penutup mata dan
menunjukkan benda yang tadi diamati. Aktivitas ini dilakukan secara bergantian
(Howe & Jones, 1993).

3. Mengamati lilin
Rezba et. al. (1995) mengemukakan percobaan berikut ini menunjukkan
proses pengamatan dimana obyeknya mengalami perubahan. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan kimia maupun perubahan fisika. Perubahan kimia adalah
perubahan benda yang disertai dengan perubahan struktur kimia bahan penyusun
benda tersebut. Adapun perubahan fisika tidak disertai dengan perubahan struktur
kimia benda dan hanya fisik-nya saja yang mengalami perubahan.

Contoh dari pengamatan yang mengalami perubahan sepanjang prosesnya


adalah pembuatan berondong jagung. Sebelum diolah, bahan jagung berbentuk
bulat pipih relatif kecil berukuran 1 cm  0,5 cm  0,5 cm, berwarna kuning
kecoklatan, berkulit putih halus, berkilat, dan keras. Selama proses perubahan,
kulit retak, massa mengembang menembus kulit, dan menghasilkan suara pelan
gemeretak. Setelah proses satu butir berondong jagung berntuknya tak teratur
berukuran kurang lebih 2 cm  1 cm  2 cm, berwarna putih dengan tekstur
mengembang, tak teratur, terasa seperti jagung.

15
Sebagai latihan untuk pengamatan yang berubah ini, ambillah sebuah lilin,
korek api, tempat liling dari tanah liat, dan sebuah penggaris. Isilah daftar isian
kualitatif dan kuantitatif sebelum lilin dinyalakan. Amatilah lilin ketika terbakar,
lalu catat pengamatan kualitatif dan kuantitatif, masukkan dalam daftar isian.

Tabel 3. Hasil pengamatan sebelum proses pembakaran

Pengamatan sebelum proses pembakaran yang terjadi pada lilin


Pengamatan Kualitatif Pengamatan Kuantitatif
Warna … Massa …
Bau … Panjang …
Rasa … Diameter …
Permukaan … Diameter helai sumbu …
Berbentuk …

Tabel 4. Hasil pengamatan saat proses pembakaran

Pengamatan saat proses terjadi pada lilin


Pengamatan Kualitatif Pengamatan Kuantitatif
Warna sumbu …
Bentuk nyala api …
Gerakan api …
Warna api …
Lilin (terjadi apa) …

Tabel 5. Hasil pengamatan sebelum proses pembakaran

Pengamatan setelah api dipadamkan


Pengamatan Kualitatif Pengamatan Kuantitatif
Warna lilin … Massa:
Bentuk … Panjang lilin …
Keadaan sumbu …
Bau …
Rasa …

Kebutuhan yang paling utama di dalam sains adalah kegiatan pengamatan


dengan penginderaan yang cermat dan tepat. Penginderaan dapat dilakukan
dengan menggunakan panca indera, antara lain, mata, hidung, telinga, lidah, dan

16
kulit, yang merupakan indera penglihat, pembau, pendengar, perasa atau pengecap
dan peraba. Penginderaan menggunakan panca indera menghasilkan pengamatan
kualitatif, sementara untuk menghasilkan suatu pengamatan kuantitatif diperlukan
alat bantu yang sudah terbakukan, misalnya neraca, meteran, dan termometer.
Benda yang berat, menurut indera peraba dapat dikuantitatifkan dengan
menimbang benda itu dengan neraca, demikian halnya dengan benda yang
panjang menurut indera penglihatan, dapat diukur beratnya dan benda yang terasa
asam menurut indera pengecap dapat diukur berapa PH keasamannya.

Bila ditinjau dari sudut langkah ilmiah, langkah pengamatan merupakan


langkah pertama dan utama, yaitu mengamati gejala tentang kebendaaan. Gejala
itu harus diamati secara cermat, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Pengamatan ini dimungkinkan pula dengan menggunakan alat bantu karena
kemungkinan panca indera kita tidak mampu untuk menangkapnya, misalnya
ketika kita mengamati amuba. Amuba dapat teramati dengan baik jika kita
menggunakan mikroskop.

Demikian juga bintang yang untuk mengamatinya kita memerlukan bantuan


teleskop. Sementara untuk mengkuantitatifkan pengamatan kualitatif, jelas kita
menggunakan alat ukur baku yang telah disepakati pada perjanjian internasional,
misalnya termometer.

Pengamatan pada umumnya dapat dilakukan secara langung, tetapi dapat pula
dilakukan secara tidak langsung. Pengamatan tidak langsung biasa terjadi pada
materi yang cukup pelik, misalnya pengamatan tentang jejak elektron,
pengamatan tentang sinar , sinar , dan sinar .

Di dalam melakukan suatu pengamatan, kita harus mampu mengamati semua


kondisi yang perlu diamati dengan cermat dan teliti. Kemampuan untuk
melakukan pengamatan memerlukan latihan semenjak dini karena tanpa latihan,
pasti pengamatanyang kita lakukan tidak akan menghasilkan hasil pengamatan
yang memuaskan. Dengan latihan melakukan pengamatan yang kontinyu, maka
akan menjadikan dan melatih indera kita melakukan pengamatan dengan baik.
Dengan berlatih melakukan pengamatan yang terus menerus, berarti akan melatih

17
kita di dalam pengukuran. Kecermatan di dalam menggunakan panca indera dan
ketelitian menggunkaan alat ukur akan membantu kita di dalam wahana penelitian
yang kita lakukan.

Akhirnya, pencatatan hasil pengamatan secara kualitatif maupun kuantitatif


yang dilakukan secara cermat harus dilakukan. Untuk itu diperlukan satu lembar
catatan hasil pengamatan yang akurat dan terstruktur sesuai dengan tujuan
pengamatan dapat dirancang sesuai dengan kondisi pengamatan. Dengan adanya
pencatatan hasil pengukuran yang terorganisasi dengan baik, maka dapat dipakai
sebagai landasan kerja berikutnya dan dapat pula dipakai sebagai bahan yang
dapat dipresentasikan kepada siapapun yang membutuhkan.

C. Mengkomunikasikan (communicating)

Keterampilan berkomunikasi merupakan aspek yang sangat penting dalam


sebuah penyelidikan ilmiah. Tanpa keterampilan ini, seorang ilmuwan tidak bisa
menyampaikan hasil pekerjaannya kepada orang lain. Hasil-hasil penyelidikan
hanya akan dipahami oleh ilmuwan itu sendiri. Keterampilan ini juga harus
dikuasai oleh siswa pada
berbagai jenjang, bahkan
sejak siswa duduk di
sekolah dasar yang masih
anak-anak.

Siswa sekolah dasar


adalah ilmuwan kecil yang
mengekspresikan
pikirannya melalui berbagai
cara sehingga orang lain
dapat memahaminya
(Martin et. al., 2005). Gambar 6. Gambar dan simbol merupakan cara
Bahasa yang digunakan mengkomunikasikan gagasan seseorang.
anak dapat berupa bahasa percakapan, tulisan, maupun simbol-simbol. Martin et.
al. (2005) juga mengemukakan, “Development of useful communication skills is

18
to ask children to define words and terms operationally, to describes objects and
events as thye are perceived, and to record information and make data tables,
graphs, and models to show what they found.” Selain itu, menurut Abruscato &
DeRosa (2010), siswa juga menggunakan peta, grafik, persamaan matematika,
dan alat peraga lainya untuk berkomunikasi.

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang jelas, akurat, dan tidak
ambigu. Seorang guru, seharusnya berusaha untuk memberikan pengaruh positif
melalui kata-kata yang ditulis atau diucapkan. Siapapun ingin mengekspresikan
gagasan, perasaan, dan kebutuhan kita kepada orang lain. Kita juga telah belajar
lewat kehidupan kita bahwa komunikasi merupakan perangkat yang sangat
mendasar untuk memecahkan masalah (Rezba et. al., 1995).

Ketika anda hendak menggambarkan sebuah benda kepada seseorang, maka


maksud anda akan lebih dimengerti jika menggunakan metode komunikasi yang
efektif. Anda akan berkomunikasi dengan efektif jika anda,

1. Anda hanya menggambarkan apa yang anda amati (lihat, baui, dengar, dan
rasakan) dan bukan hasil inferensi (penjelasan) dari sebuah benda atau
peristiwa.

Beberapa kata di bawah ini dapat anda gunakan untuk mengkomunikasikan


apa yang anda amati,

Dibau harum, busuk, berasap, tawar, seperti rempah-


rempah/tajam/harum, pedas (tajam), tajam/menyengat,
beraroma lemon, berminyak, semriwing (berbau mint),
berjamur, beraroma kayu

Dikecap manis, asam, pahit, pedas, tawar

Diraba kasar, halus, berpasir, berbulu, dingin, panas, hangat, tajam,


berminyak, berlilin, lengket, basah, kering, lincin

Didengar keras, tinggi, rendah, lemah, berdering, (suara) robek, (suara)


kayu patah, (suara kaca) pecah

19
Lihat warna, bentuk, cerah, gelap, berawan, berbuih, mengkilap,
kusam

2. Gambaran atas sesuatu yang diamati diberikan dengan bahasa yang jelas,
akurat, dan tidak ambigu,

3. Anda harus mengkomunikasikan informasi secara akurat menggunakan


sebanyak mungkin hasil pengamatan kualitatif dan pengamatan kuantitatif
sesuai dengan keadaan yang akan digambarkan. Beberapa keadaan (benda,
peristiwa) memungkinkan untuk dilakukan pengamatan secara kualilatif tetapi
tidak secara kuantitatif, ataupun sebaliknya. Keadaan yang lain
memungkinkan untuk digunakan kedua jenis pengamatan.

4. Komunikasi yang dilakukan harus mempertimbangan sudut pandang (kultur,


bahasa asal, dsb.) dan pengalaman yang pernah dialami oleh orang yang anda
ajak bicara,

5. Anda harus menyediakan suatu cara untuk memperoleh umpan balik dari
orang yang anda ajak berkomunikasi untuk melihat keefektifan komunikasi
anda, dan

6. Anda hendaknya membuat gambaran alternatif atas keadaan jika diperlukan.

Kemampuan kita dalam berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar


untuk segala sesuatu yang kita lakukan. Grafik, charta, peta, simbol, diagram,
persamaan matematis, tabel, gambar, peta konsep, model dan demonstrasi visual,
sebagaimana kata-kata yang dituliskan dan diucapkan, seluruhnya merupakan
metode-metode komunikasi yang digunakan secara berkala dalam sains.

1. Peta konsep
Tujuan mendasar dari pembelajaran adalah untuk membantu siswa
menemukan makna baru atas apa yang dipelajari dan memaknai apa yang
dilakukan. Kita menyebutnya dengan pembelajaran bermakna (meaningful
learning). Pembelajaran bermakna mengimplikasikan bahwa hasil pembelajaran
adalah bahwa seseorang harus dapat menghubungkan pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang sudah diperoleh. Pengetahuan-pengetahuan tersebut

20
dapat berupa fakta, konsep, maupun prinsip. Ketiga jenis pengetahuan inilah yang
digunakan di dalam peta konsep.
Fakta adalah peristiwa tunggal yang terjadi di masa lalu atau saat ini dan tidak
dapat digunakan untuk memprediksi. Sekarang anda sedang membaca buku, ini
adalah sebuah fakta. Hal yang sama sebagaimana kemarin anda makan atau
minum.
Konsep adalah ciri yang sama dan ada pada fakta yang banyak atau kumpulan
fakta yang saling berhubungan sehingga membentuk gagasan baru yang dapat
dinamai. Kata magnet, kutub magnet, tarik-menarik, dan tolak-menolak
merupakan contoh-contoh konsep yang dihasilkan dari akumulasi-akumulasi
fakta. Perhatikan gambar di bawah,

Sebuah percobaan dilakukan untuk menentukan letak gaya magnet yang


paling kuat. Magnet berbentuk U didekatkan pada benda-benda magnetis dengan
cara membedakan bagian-bagian magnet yang didekatkan. Pada satu percobaan,
ujung U (bawah) yang didekatkan, pada percobaan yang lain ujung atas U yang
didekatkan (anggap magnet batang diberdirikan seperti huruf U untuk
menentukan atas-bawahnya). Ditemukan bahwa baik magnet U, magnet batang,
magnet silinder, dan magnet jarum memiliki bagian yang paling kuat medan
magnetnya. Berdasarkan fakta tersebut, dibuatlah sebuah istilah yang
menunjukkan satu tempat di sebuah magnet yang memiliki medan paling kuat
yakni, ”kutub” (pole). Istilah kutub (magnet) merupakan abstraksi dari fakta-fakta
yang berupa letak bagian magnet yang memiliki medan magnet paling kuat.
Kutub adalah konsep.

Sebuah percobaan lain dilakukan pada magnet, yakni dengan cara


mendekatkan masing-masing kutub yang sejenis dan tidak sejenis. Berdasarkan
hasil percobaan ditemukan bahwa setiap kali kutub yang sejenis didekatkan,
magnet akan saling menjauhi sedangkan setiap kali kutub yang berbeda
didekatkan, magnet akan saling mendekati. Peristiwa menjauhi (repel) dan tarik-
menarik (attract) merupakan konsep juga.
Dunia makhluk hidup mengenal tiga jenis binatang, yakni pemakan daging,
pemakan tumbuhan, dan pemakan segala. Pada awalnya, sebuah pengamatan

21
dilakukan terhadap berbagai jenis binatang. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa kambing, sapi, dan kerbau hanya mau makan tumbuh-tumbuhan.
Sedangkan hasil pengamatan yang lain menunjukkan bahwa kucing, harimau, dan
singa menyukai daging dan ayam menyukai kedua jenis makanan. Fakta yang
diperoleh disini adalah jenis makanan kambing adalah tumbuh-tumbuhan,
demikian juga sapi dan kerbau. Berdasarkan jenis makanannya, dibuatlah sebuah
kelompok hewan yang makanannya berjenis tumbuhan dan di kelompok lain
merupakan hewan yang makanannya berjenis daging atau segalanya. Kelompok
tersebut kemudian diberi nama yakni herbivora, karnivora, dan omivora. Nama
herbivora, karnivora, dan omnivora adalah konsep.
Prinsip adalah pola yang terbentuk dari dua atau lebih konsep. Prinsip
memiliki sisi prediktif, atau dapat digunakan untuk memprediksi. ”Magnet dengan
kutub sejenis tolak-menolak dan magnet dengan kutub berlainan jenis tarik-
menarik” merupakan sebuah prinsip. Prinsip juga dapat dinyatakan dalam bentuk
”jika ... maka ...”, yakni ”jika kutub sejenis didekatkan, maka magnet akan tolak
menolak.”
Ketiga pengetahuan di atas akan diketahui hubungan yang satu dengan
yang lainnya melalui peta konsep. Peta konsep adalah alat komunikasi yang
bersifat grafis untuk menata dan menyajikan pengetahuan. Peta konsep memuat
konsep-konsep yang biasanya dituliskan dalam lingkaran atau kotak, dan
hubungan-hubungan atara konsep-konsep ditunjukkan dengan menghubungkan
antara dua konsep. Seringali, konsep yang berada pada sebuah segmen
dihubungkan dengan konsep yang berada di segmen yang lain. Hubungan ini
disebut dengan ”hubungan-silang” (cross link). Kata-kata yang berada di garis
penghubung berperan sebagai kata-kata penghubung atau frase-frase penghubung
dan berfungsi memperjelas hubungan antara dua konsep dan kita sebut dengan
kata-kata penghubunga (linking words). Dua konsep atau lebih yang terhubungkan
tersebut akan memberikan makna yang kita sebut dengan proposition. Konsep-
konsep yang dicantumkan dalam peta konsep dapat terdiri dari satu kata atau
lebih, bahkan kadang menggunakan simbol ”+” ataupun ”%” (Novak & Canas,
2008).

22
Bagian terakhir dari peta konsep yang tidak kalah penting adalah contoh
spesifik dari benda atau kejadian. Contoh-contoh tersebut dapat membantu
memperjelas makna konsep yang dibangun. Sebenarnya, fakta bukanlah bagian
dari peta konsep; namanya saja peta konsep dan bukan peta fakta. Oleh karena itu,
kadang-kadang fakta yang menjadi contoh ini diletakkan dalam peta konsep
dengan cara yang berbeda dengan konsep. Apabila konsep berada di dalam kotak-
kotak, maka fakta tidak diletakkan dalam kotak-kotak.
Ciri lain dari peta konsep adalah konsep-konsep disusun secara hirarkis,
dimana konsep paling umum berada di bagian paling atas peta, sedangkan yang
paling spesifik berada di paling bawah. Dalam menyusun hirarki peta konsep,
sangat disarankan menggunakan acuan sebuah pertanyaan pertanyaan utama yang
akan kita cari jawabannya. Kita sebut pertanyaan ini dengan focus question. Peta
konsep juga berkenaan dengan keadaan atau peristiwa yang akan kita pahami
dengan cara menata pengetahuan dalam bentuk peta konsep sehingga
menyediakan sebuah konteks. Inilah yang menjadikan sebuah konsep dapat
berbeda jika dipandang dalam konteks yang berbeda (Novak & Canas, 2008).
Proposition (gagasan): dibaca
sebagai sebuah kalimat lengkap
Konsep (kata dari paling atas hingga paling
Konsep
benda, gambar bawah sehingga memberikan
paling umum
dengan kata-kata, makna.
simbol, atau kata
kerja
Kata-kata Kata-kata
penghubung penghubung

Konsep 1 Konsep 2
Kata-kata
Kata-kata penghubung penghubung silang Kata-kata penghubung

Konsep 1a Kata-kata Konsep 2a


penghubung silang
Kata-kata penghubung (kata kerja, kata Kata-kata penghubung
depan, atau kata
Gambar 6. Struktur peta konsep dan bagian-bagiannya (Science wet, 2004).
sambung)
Konsep 1b Konsep 2b
2. Menyusun peta konsep
Kata-kata penghubung Kata-kata penghubung
Kata-kata
Konsep 1c penghubung 23(kata Konsep 2c
kerja, kata depan,
atau kata sambung)
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi konsep
kunci dalam sebuah paragraf, laporan penelitian, sebuah bab, atau cukup
mendaftar konsep-konsep dalam sebuah tema. Bagi beberapa orang, akan sangat
terbantu jika nama-nam konsep dituliskan pada kartu-kartu terpisah sehingga
dapat dipindah sekehendak hati. Langkah kedua, urutkanlah konsep yang paling
mendasar dan paling inklusif (umum) pada bagian paling atas peta konsep.
Kadang-kadang sukar mengenali hal tersebut. Oleh karena itu, memahami konteks
dari konsep yang akan kita buat peta-nya atau memiliki gagasan terkait dengan
keadaan di mana konsep tersebut disusun akan sangat berguna. Langkah ketiga,
tuliskan di kertas dan tambahkan konsep-konsep yang lebih spesifik. Langkah
keempat, hubungkan konsep-konsep tersebut dengan garis. Namai garis-garis
penghubung dengan kata-kata penghubung. Kata-kata penghubung yang
digunakan haruslah menjelaskan dengan baik hubungan konsep-konsep tersebut
sehingga masuk akal ketika dibaca. Hubungan-hubungan tersebut akan
menciptakan makna. Langkah kelima, tambahkan contoh-contoh yang spesifik
dari konsep yang diberikan (Novak & Canas, 2008).

Berikut ini diberikan sebuah artikel yang akan dibuat peta konsepnya.

Apa yang menyebabkan perubahan musim?

Anda telah belajar bahwa rotasi Bumi menyebabkan


terjadinya siang dan malam. Gerakan Bumi lain yang juga penting
adalah revolusi, yakni gerakan Bumi mengelilingi Matahari dalam
waktu satu tahun. Sebagaimana Bulan adalah satelit Bumi, maka
Bumi adalah satelit Matahari. Seandainya orbit Bumi mengelilingi
Matahari berbentuk lingkaran, maka jarak Bumi ke Matahari akan
selalu tetap. Namun, ternyata tidaklah demikian. Orbit Bumi
mengelilingi Matahari berbentuk ellips. Matahari tidak berada di
tengah-tengah ellips, tetapi berada pada salah satu titi fokusnya. Oleh
karena itu, jarak Bumi-Matahari berubah-ubah. Bumi berada pada
jarak paling dekat ke Matahari –kira-kira 147 juta km– pada tanggal 3
Januari. Jarak terjauh Bumi ke Matahari sekitar 152 juta km, terjadi
pada tanggal 4 Juli.
Sumbu Bumi tidaklah tegak lurus terhadap garis mendatar,
tetapi miring sebesar 23,5 dari garis yang ditarik tegak lurus
terhadap bidang orbit. Kemiringan inilah yang menyebabkan
perubahan musim. Jumlah cahaya matahari yang diterima oleh

24
belahan Bumi yang menghadap Matahari menjadi lebih besar.
Sebagaimana terlihat pada gambar 7, sudut penyinaran yang berbeda
menyebabkan belahan Bumi yang miring menghadap Matahari
menerima cahaya Matahari lebih lama setiap harinya daripada
belahan Bumi yang membelakangi Matahari. Lama penyinaran
Matahari adalah salah satu sebab musim panas lebih hangat daripada
musim dingin, meskipun hal tersebut bukanlah satu-satunya
penyebabnya.
Kemiringan Bumi juga menyebabkan radiasi Matahari
mengenai belahan Bumi dengan sudut yang berbeda. Cahaya
Matahari mengenai belahan Bumi yang miring menghadap Matahari
dengan sudut yang lebih besar, yakni mendekati 90 derajat, daripada
belahan Bumi yang membelakangi Matahari. Oleh karena itu, belahan
Bumi yang menghadap Matahari akan menerima radiasi lebih banyak.
Musim panas terjadi di belahan Bumi yang menghadap
Matahari, dimana radiasi Matahari mengenai Bumi dengan sudut
lebih besar dan waktu paparan radiasi lebih besar. Sementara itu,
belahan Bumi yang menerima radiasi lebih kecil mengalami musim
dingin.

(Summer solstice)
21 –22 Maret
21 –22 Juni Bumi belahan utara
musim panas (Winter solstice)
Bumi belahan utara
musim dingin

21 –22 Des.
22 –23 Sept.

Gambar 7. Kemiringan sumbu Bumi menjadi faktor utama pergantian


musim.

Solstices (titik balik matahari)


Solstice adalah waktu dimana sinar matahari mengenai
tropic of cancer (daerah pada 23,5 di atas equator) atau tropic of
capicorn (daerah pada 23,5 di selatan equator). Soltice menunjukkan
panjang siang hari terlama dalam satu tahun. Pada belahan Bumi
bagian utara, summer solstice terjadi pada tanggal 21 atau 22 Juni,

25
dan winter solstice terjadi pada tanggal 21 atau 22 Desember.
Keduanya diilustrasikan pada gambar 7. Di belahan Bumi selatan,
winter solstice terjadi pada bulan Juni dan summer solstice terjadi
pada bulan Desember. Summer solstice adalah saat-saat dimana Bumi
mengalami siang paling lama dalam satu tahun. Setelah itu, lama
siang akan semakin lama semakin berkurang, hingga memasuki
winter solstice yang merupakan saat-saat dimana Bumi mengalami
siang paling cepat dalam satu tahun. Kemudian waktu siang
berangsur-angsur mulai semakin lama kembali (Feather & Zike,
2005; Hackett, et . al., 2008 & Tarbuck & Lutgens, 2006, Hewitt, et.
al, 2007).

Konsep yang akan dimasukkan ke dalam peta konsep dari artikel di atas
adalah: Perubahan musim, jumlah cahaya matahari yang diterima Bumi, jumlah
cahaya matahari, lama penyinaran matahari, sudut penyinaran, musim panas, dan
musim dingin. Berdasarkan cakupan makna, konsep perubahan musim adalah
konsep yang paling umum karena tema besar inilah yang sedang dibicarakan.
Jumlah cahaya, lama penyinaran, sudut penyinaran merupakan konsep yang lebih
khusus, sebagaimana musim panas dan musim dingin yang merupakan bagian dari
perubahan musim. Peta konsep yang dihasilkan adalah sebagaimana gambar 8.

26
Gambar 8. Peta konsep dari artikel ”Apa yang menyebabkan perubahan musim?”

3. Mengevaluasi Peta konsep

Seorang guru dapat menggunakan peta konsep untuk mengevaluasi sejauh


mana (maha) siswa memahami materi yang dipelajari; tentunya dengan
menugaskan membuat peta konsep. Peta konsep yang dibuat tersebut kemudian
dinilai menggunakan sebuah rubrik. Contoh rubrik yang dapat digunakan untuk
menilai misalnya (Bartels dalam Centeach, 2011),

Skor 3:

1. Menunjukkan kepahaman terhadap konsep dan prinsip dalam topik yang


dipetakan dan menggunakan istilah dan notasi dengan benar.
2. Mengenali seluruh konsep dan menunjukkan kepahaman hubungan
antarkonsep.
3. Membuat peta konsep dengan lengkap dan memberikan contoh-contohnya;
meletakkan konsep pada susunan yang benar dan menempatkan kata-kata
penghubung (linking words) pada seluruh hubungan; menghasilkan sebuah
peta konsep yang mudah dipahami.

Skor 2:

 Terdapat beberapa kesalahan dalam terminologi dan menunjukkan


ketidakpahaman terhadap konsep
 Mencantumkan konsep-konsep yang penting tetapi melakukan kesalahan
dalam membuat hubungan antarkonsep
 Meletakkan hampir semua konsep dalam hirarki yang sesuai dan
mencantumkan kata-kata penghubung pada hampir semua hubungan
antarkonsep; menghasilkan peta konsep yang mudah dipahami

Skor 1:

27
 Melakukan kesalahan pada sebagian besar istilah dan menunjukkan
pemahaman yang sangat kurang terhadap konsep
 Hubungan antarkonsep sebagian besar salah
 Hanya sedikit konsep yang diletakkan di peta konsep dengan benar atau
menggunakan sedikit sekali kata-kata penghubung; peta konsep yang
dihasilkan sukar dipahami.

Skor 0:

 Tidak menunjukkan kepahaman atas konsep dan prinsip sama sekali


 Gagal menggunakan konsep-konsep yang tepat atau menghubungkan konsep
dengan benar
 Produk yang dihasilkan bukanlah peta konsep
D. Berlatih keterampilan mengkomunikasikan
1. Pita mobius

Coba pikirkanlah bagaimana anda akan mendeskripsikan gambar di bawah ini


pada seseorang dengan detail sehingga orang tadi dapat menggambarnya dengan
benar.

Gambar 9. Pita Mobius

Gambar 9 adalah pita mobius. Pita tersebut merupakan pita timbal balik yang
dibuat menggunakan satu helai pita persegi panjang. Kedua ujung persegi panjang
ditemukan satu sama lain dengan salah satunya dibalik (Weisstein, 1999).

4. Memberi dan mengikuti petunjuk

Pada aktivitas ini, selain anda mendeskripsikan benda-benda, anda akan


berlatih untuk memberikan petunjuk kepada rekan satu kelompok. Untuk
mengawalinya, pikirkanlah prosedur yang anda akan harapkan untuk diikuti oleh
orang lain. Anda dapat menggunakan tema-tema berikut, tetapi juga dapat

28
menggunakan tema yang lainnya. Tema-tema yang dapat anda gunakan misalnya
cara mengikat sepatu, cara sikat gigi, cara membuat magnet, dan sebagainya.

Prosedur yang harus anda lakukan:

1. Pilihlah seorang rekan untuk melakukan aktivitas ini bersama anda.


2. Duduklah di belakang rekan anda sehingga dia tidak dapat melihat anda.
Anda juga dapat duduk disamping rekan anda asalkan ada pembatas yang
tak tembus cahaya antara anda berdua.
3. Rencanakanlah bagaimana anda akan mengkomunikasikan prosedur-
prosedur kepada rekan anda.
4. Berikan petunjuk yang cermat kepada rekan anda. Rekan anda hanya dan
hanya boleh melakukan hal-hal yang anda katakan.
5. Setelah anda selesai, mintalah rekan anda mengevaluasi kualitas prosedur
yang anda deskripsikan menggunakan syarat-syarat komunikasi efektif
yang pernah dikemukakan sebelumnya.
E. Mengklasifikasi (classifying)
1. Jenis-jenis klasfikasi

Anda mungkin pernah medengar seorang anak menanyakan, “Apa perbedaan


antara kambing dan sapi?” , “Benda berwarna hitam di dasar akuarium itu hewan
atau tumbuhan?”, “Selain air, benda apa lagi yang termasuk benda cair?”, ataukah
“Manakah buah-buahan di kebun yang boleh dimakan?” Seluruh pertanyaan-
pertanyaan tersebut berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasi.

Mengklasifikasi (classifying) adalah proses menyeleksi, mengelompokkan,


dan menyusun segala sesutu, berdasarkan persamaan dan perbedaan. Kemampuan
mengklasifikasi sangat penting karena sangat menentukan sejauh mana seseorang
mampu memahami, mengkonseptualisasi, dan menemukan makna pada suatu
benda ataupun peristiwa.
Setiap hari, kita menemukan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang sangat
banyak. Agar kita terbantu dalam memahami benda-benda yang sangat banyak,
peristiwa-perstiwa, dan benda-benda hidup yang ada bumi, maka kita perlu
menetapkan bentuk-bentuk penggolongan pada mereka.

29
Hal mendasar yang menjadi patokan ketika kita melakukan klasifikasi adalah
bahwa hasil klasifikasi tersebut memiliki manfaat. Pikirkanlah nomor siswa anda
yang mengklasifikasian anda pada angkatan tertentu atau prodi tertentu. Para
ilmuwan mengklasifikasi anda (manusia) untuk memenuhi tujuan administrasi
atau kelancaran proses pembelajaran di bangku kuliah; perusahaan telepon
mengklasifikasi kita agar kita dapat menerima panggilan telepon; pejabat dekanat
mengklasifikasi kita agar kita dapat melakukan tugas-tugas jurusan. Klasifikasi
juga digunakan pemerintah pada kita dalam jenis kelamin, usia, penghasilan.
Terdapat juga klasifikasi yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari: the
yellow pages, klasifikasi sistem desimal Dewey di perpustakaan, sistem untuk
menyusun barang-barang di swalayan, dan sebagainya. Sebagai seorang guru,
anda akan mengklasifikasi (merangking) siswa berdasar pengatahuan yang
mereka tahu. Selanjutnya, penting untuk diingat bahwa klasifikasi adalah
keterampilan proses yang penting dalam pembentukan konsep.
Mengklasifikasi adalah proses yang digunakan oleh ilmuwan untuk
menjadikan benda-benda dan peristiwa-peristiwa tersusun dengan baik. Sistem
klasifikasi digunakan dalam sains dan disiplin ilmu yang lain untuk
mengidentifikasi benda-benda, tempat-tempat, gagasan-gagasan atau peristiwa-
peristiwa dan untuk menunjukkan kesamaan, perbedaan, dan hubungan antara
benda-benda, tempat-tempat, gagasan-gagasan dan peristiwa-peristiwa tersebut
(Abruscato & DeRosa, 2010; Chiappetta & Koballa, Jr., 2010).
Rezba et al. (2007) mengemukakan bahwa pada umumnya, klasifikasi dapat
dilakukan dengan tiga cara yakni klasifikasi biner, klasifikasi multi-tingkat (multi-
stage) dan serial ordering. Dalam sistem klasifikasi biner, kelompok benda dibagi
menjadi dua buah subkelompok berdasarkan apakah masing-masing memiliki
sifat-sifat tertentu ataukah tidak. Untuk membuat klasifikasi biner, terlebih dahulu
harus mengidentifikasi karakteristik hanya dimiliki oleh benda tertentu. Setelah
itu, kelompokkan benda-benda yang memiliki karakteristik khusus tersebut pada
satu kelompok dan kelompokkan benda yang tidak memiliki karakteristik khusus
pada kelompok yang lain. Sebagai contoh, biolog mengklasifikasi makhluk hidup
dalam dua kelompok: hewan dan tumbuhan (tumbuhan dikelompokkan pada
kelompok yang tidak memiliki ciri-ciri hewan). Ilmuwan kemudian

30
mengklasifikasikan hewan ke dalam dua kelompok: hewan yang memiliki tulang
belakang dan tidak memiliki tulang belakang. Saat membuat klasifikasi biner,
sangat dimungkinkan pada satu kelompok memiliki satu anggota.
Klasifikasi multitingkat dibuat dengan membuat klasifikasi biner kemudian
masing-masing subkelompoknya dibagi menjadi sub-subkelompok sehingga
dihasilkan lapisan atau tingkat di bawah subkelompok. Jika tiap subkelompok
dibuat klasifikasi biner terus-menerus, maka sebuah hirarki yang tersusun atas
kelompok dan subkelompok dihasilkan. Sistem klasifikasi ini disebut dengan
klasifikasi multitingkat (multi-stage classification). Sebagaimana dalam skema
biner, kelompok-kelompok ditentukan dengan menyortir benda-benda yang
memiliki karakteristik tertentu berbeda dari yang lainnya yang memiliki
karakteristik tersebut. Hewan, sebagai contoh, diklasifikasikan dalam vertebrata
dan avertebrata. Selanjutnya, hewan vertebrata dapat diklasifikasikan dalam
hewan yang memiliki rambut dan tidak memiliki rambut.
Adapun cara serial ordering Rezba et. al. (2007) mengemukakan,
Serial ordering is a kind of classification where objects are placed in order by
the extent to which they possess a particular property, such as diameter or
mass. Buttons or rocks, for example, may be placed in order from smallest to
largest or from heaviest to lightest.

a. Klasifikasi biner

Dalam sistem klasifikasi biner, kelompok benda dibagi menjadi dua buah
subkelompok berdasarkan kepemilikan sifat-sifat tertentu. Untuk membuat
klasifikasi biner anda harus mengidentifikasi karakteristik yang hanya dimiliki
oleh benda tertentu. Setelah itu, kelompokkan benda-benda yang memiliki
karakteristik khusus tersebut pada satu kelompok dan kelompokkan benda yang
tidak memiliki karakteristik khusus pada kelompok yang lain. Sebagai contoh,
ahli biologi mengklasifikasi makhluk hidup dalam dua kelompok: hewan dan
tumbuhan (tumbuhan dikelompokkan pada kelompok yang tidak memiliki ciri-ciri
hewan). Ilmuwan kemudian mengklasifikasikan hewan ke dalam dua kelompok:
hewan yang memiliki tulang belakang dan tidak memiliki tulang belakang. Saat
membuat klasifikasi biner, sangat dimungkinkan pada satu kelompok memiliki
satu anggota.
Perhatikan hewan-hewan pada gambar 9.

31
Gambar 9. Hewan-hewan dapat diklasifikasikan menurut ciri-ciri tertentu
Perhatikanlah gambar 9 yang menunjukkan berbagai macam hewan. Untuk
membuat klasifikasi biner dari hewan-hewan tersebut, anda dapat menempuhkan
dengan mengamati persamaan dan perbedaannya. Identifikasilah karakteristik
yang nampak pada hewan-hewan tersebut. Tabel 6 dapat digunakan sebagai alat
bantu pengklasifikasian.

Tabel 6. Hasil klasifikasi biner

No. Karakteristik yang YA TIDAK


teramati
1. Bersayap Ayam, elang Lumba-lumba, unta,
jerapah, badak,
kambing, ikan, paus,
hiu, gajah
2. Berkaki empat unta, jerapah, badak, Ayam, elang hiu, ikan,
kambing, paus, lumba-lumba,
gajah
Perhatikan, sebagaimana diberikan dalam contoh, setiap karakteristik pada
subkelompok mengakomodasi seluruh benda dari kelompok asal dan setiap benda
dapat dikelompokkan dalam salah satu kelompok. Pada karakteristik ”bersayap”,
maka semua kelompok ”Ya” merupakan binatang yang memiliki sayap,
sedangkan pada kelompok yang lain merupakan binatang-binatang yang tidak
memiliki sayap.

b. Klasifikasi multitingkat (multistages)

32
Klasifikasi multitingkat dibuat dengan membuat klasifikasi biner kemudian
masing-masing subkelompoknya dibagi menjadi sub-subkelompok sehingga
dihasilkan lapisan atau tingkat di bawah subkelompok. Jika tiap subkelompok
dibuat klasifikasi biner terus-menerus, maka sebuah tingkatan-tingkatan yang
tersusun atas kelompok dan subkelompok dihasilkan. Sistem klasifikasi ini
disebut dengan klasifikasi multitingkat (multi-stage classification).
Sebagaimana dalam skema biner, kelompok-kelompok ditentukan dengan
menyortir benda-benda yang memiliki karakteristik tertentu berbeda dari yang
lainnya yang memiliki karakteristik tersebut. Hewan, sebagai contoh,
diklasifikasikan dalam vertebrata dan avertebrata. Selanjutnya, hewan vertebrata
dapat diklasifikasikan dalam hewan yang memiliki rambut dan tidak memiliki
rambut.
Kita akan gunakan gambar 9 untuk membuat klasifikasi multistages.
Kelompok asal dibagi terlebih dahulu menjadi dua kelompok besar, yakni hewan
bersayap dan tidak bersayap. Setelah itu, binatang yang bersayap dibagi lagi
menjadi dua kelompok, yakni pemakan daging dan pemakan segala. Adapun
binatang tidak bersayap dibagi menjadi dua kelompok lagi, yakni binatang yang
hidup di air dan binatang yang hidup di darat. Binatang yang hidup di air
kemudian dibagi lagi menjadi binatang yang termasuk mamalia dan binatang yang
termasuk ikan.

Kelompok
Asal

Bersayap: Tidak bersayap: Lumba-lumba,


Ayam, elang unta, jerapah, badak, kambing, ikan,
paus, hiu, gajah

Pemakan Pemakan
daging: elang segala: ayam Hidup di air: lumba- Hidup di darat: unta,
lumba, ikan beta, hiu, jerapah, badak, gajah
paus
Gambar 10. Klasifikasi multitingkat 3, 4

33 Mamalia: Aves: ikan


lumba-lumba,
hiu, paus
Selain karakteristik yang telah kita diskusikan, klasifikasi multi-tingkat
memiliki ciri-ciri berikut ini:
1. Banyak tingkat yang dihasilkan bergantung pada cara kita mengamati
(kejelian kita mengamati).
2. Manakala setiap benda di kelompok asal terbagi ke dalam kategori dengan
sendirinya, maka skema telah lengkap.
3. Deskripsi yang unik untuk setiap benda dapat diperoleh dengan mendaftar
seluruh karakteristik yang dimiliki benda. Untuk contoh pada tabel xxx, dapat
dideksripsikan, ikan beta adalah hewan tidak bersayap, hidup di dalam air dan
termasuk ikan (bukan mamalia air).

c. Klasifikasi serial ordering


Klasifikasi serial ordering disusun dengan cara mengurutkan benda-benda
berdasarkan ukuran, warna, atau karakteristik lain. Toko besi biasa mengurutkan
pipa air (pralon) menurut diameternya. Toko cat menata kaleng cat berdasarkan
warna atau ukurannya. Dalam sains, mineral dapat digolongkan berdasarkan
tingkat kekerasannya, benda-benda digolongkan berdasarkan tingkat
kemampuannya menghantarkan gelombang suara, dan logam dapat digolongkan
menurut tingkat konduktivitas panasnya.
F. Berlatih keterampilan mengklasifikasi
1. Struktur tulang daun

Pada tahun 1970-an, Karplus mengenalkan siklus belajar yang terdiri dari
tiga tahapan, yakni exploration, introduction term, dan application. Tahap
exploration memfasilitasi siswa untuk berinteraksi dengan benda-benda dan
fenomena-fenomena. Pada tahapan ini, selain aktivitas hands-on siswa juga
menggunakan keterampilan berpikirnya, sehingga minds mereka pun juga on.
Pada tahap ini, para siswa umumnya mengerjakan lembar kerja siswa yang telah
dibuat oleh guru. Tahap introduction term merupakan tahap terakhir dari siklus
belajar Karplus. Tahapan ini bertujuan mengenalkan istilah-istilah baru kepada
siswa.

Aktivitas mengklasifikasi merupakan salah satu proses yang digunakan


untuk menemukan suatu konsep, prinsip, hukum, bahkan teori. Contoh dari

34
aktivitas mengklasifikasi dapat menggunakan kegiatan mengelompokkkan
struktur tulang daun.

Berikanlah macam-macam daun seperti gambar di bawah ini. Apabila


memungkinkan, minta siswa membawa sendiri daun-daun yang dibutuhkan untuk
percobaan.

Gambar 11. Daun dari berbagai jenis pohon memungkinkan untuk memiliki
kesamaan bentuk pertulangannya.

Mintalah siswa untuk mencermati dengan saksama tulang daun masing-


masing daun dan menggambarnya. Selanjutnya, siswa diminta untuk
membandingkan gambar yang dibuat dan mengelompokkan menurut
kemiripannya. Hasil yang didapat misalnya, daun mangga berada dalam satu
kelompok dengan daun jambu. Proses pengumpulan data akan menjadi lebih
mudah dengan bantuan tabel. Adapun tabel yang bisa digunakan misalnya seperti
tabel 7.

35
Tabel 7. Contoh tabel untuk melakukan klasifikasi bentuk tulang daun

Klasifikasi Daun
Daun Bentuk Tulang Daun Deskripsi Usulan Nama
1. Bentuk tulang Menjari
daun menyebar
dari pusat seperti
tangan manusia

2.
dst.

Aktivitas mengklasifikasi dapat divariasi berkaitan dengan tekstur daun, bentuk


daun, warna, dan ukuran.

2. Sekrup dan paku


Kegiatan ini diawali dengan meminta siswa untuk mengelompokkan
seluruh siswa dalam satu kelas dalam dua kelompok, misalnya laki-laki dan
perempuan. Selanjutnya, kelompok laki-laki dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar misalnya berambut lurus dan berambut ikal. Kelompok siswa
yang berambut ikal dikelompokkan lagi ke dalam dua kelompok berdasarkan
karakterisitik tertentu lainnya. Kegiatan ini terus dilakukan hingga sebuah
kelompok diisi seorang siswa.
Selanjutnya siswa bekerja dalam kelompok untuk mengindentifikasi
berbagai macam bahan-bahan pertukangan, mesin, dan listrik. Bahan-bahan

36
tersebut mencakup paku dan sekrup. Hal yang perlu diperhatikan adalah kehati-
hatian dalam bekerja menggunakan benda-benda tajam, seperti paku. Siswa harus
menggunakan sarung tangan tebal dan kaca mata pelindung tiap kali mengamati
benda-benda yang tajam.
Siswa kemudian dikelompokkan dengan masing-masing kelompok
beranggotakan 3 orang. Masing-masing kelompok mendapat sebuah wadah yang
berisi benda-benda tersebut. Banyak benda yang diterima siswa kira-kira
sebanyak 15-20 buah.

1 2 3

4 5 6

10 11 12
7 8 9

13 14 15
Gambar 12. 1. Paku rangka, 2. Paku bingkai, 3. Mur sayap, 4. Mur
persegi, 5. Sekrup kayu kepala bulat, 6. Sekrup mesin kepada datar, 7.
Sekrup kayu kepala oval, 8. Sekrup bermata, 9. Sekrup atap, 10.
Sekrup mesin kepada oval, 11. Paku biasa, 12. Sekrup bulat kepada
datar, 13. Mur bertutup, 14. Mur heksagonal, 15. Sekrup mesin kepala
bulat
Setelah masing-masing kelompok menerima perlengkapan percobaan,
minta siswa untuk mengeluarkan seluruhnya di meja dan mengamatinya satu per
satu. Selanjutnya, siswa mengelompokkan seluruh bahan-bahan tersebut ke dalam
dua kelompok besar menurut satu sifat yang dimiliki oleh satu bahan dan tidak

37
dimiliki oleh bahan yang lain, misalnya berujung runcing dan tidak berujung
runcing. Bahan-bahan yang berujung runcing kemudian dikelompokkan ke dalam
dua kelompok besar yakni memiliki alur seperti bidang miring yang dibuat
melingkar. Kegiatan ini terus dilakukan hingga sampai pada satu bahan yang
spesifik (Watson & Miller, 2009).
G. Mengukur (measuring)

“Berapa lamakah
perjalanan dari rumah
menuju sekolah?”
“Kalau kita berlari
mengelilingi lapangan
sekolah, berapakah jarak
yang ditempuh?
“Suhu pada malam
hari turun berapa derajat?”
Anak-anak dapat
menjawab pertanyaan-
pertanyaan di atas apabila Gambar 13. Aktivitas mengukur merupakan salah satu
aktivitas mengamati secara kuantitatif.
mampu memilih dan
menggunakan alat ukur dengan benar. Siswa akan belajar sains lebih baik jika
memiliki dorongan yang lebih baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
mereka secara mandiri.
Mengukur adalah membandingkan antara besaran yang belum diketahui
dengan standar. Sebagai contoh, jika anda mengukur massa sebuah apel, maka
besaran yang belum diketahui adalah massa apel tersebut dan standar-nya adalah
gram sebagaimana ditunjukkan oleh neraca yang digunakan. Apabila anda
mengukur tinggi badan seseorang, maka besaran yang belum diketahui adalah
tinggi badan sedangkan yang menjadi standar adalah centimeter.
Mengukur adalah cara terkuantifikasikannya sebuah pengamatan.
Keterampilan yang dibutuhkan tidak hanya ketepatan dalam memilih dan
menggunakan alat ukurnya, tetapi juga melakukan penghitungan-penghitungan
menggunakan istrumen tersebut (Abruscato & DeRosa, 2010). Pengukuran akan
menambah ketepatan pada hasil pengamatan, pengklasifikasian, dan

38
pengkomunikasian. Siswa dapat menggunakan alat-alat ukur standar, semacam
penggaris, neraca, gelas ukur, kalkulator, dan stopwatch, ataupun menggunakan
satuan-satuan yang tidak standar, misalnya kelereng, penjepit kertas, dan
semacamnya untuk mengukur jarak (Martin et al., 2005).
Setelah melakukan pengukuran, siswa perlu untuk mengkomunikasikan hasil
yang mereka peroleh. Oleh karena itu, siswa membutuhkan bahasa yang dipahami
oleh siapa saja. Bahasa tersebut salah satunya adalah sistem metrik. Saat ini,
ilmuwan di seluruh dunia dan hampir semua orang menggunakan sistem metrik
untuk menyatakan sebuah pengukuran. Satuan Sistem Internasional menggunakan
tujuh besaran pokok. Besaran-besaran tersebut pada awalnya didefinisikan
melalui pengukuran langsung. Besaran selain besaran pokok yang diperoleh
dengan cara mengkombinasikan besaran pokok disebut dengan besaran turunan.

Tabel 8. Daftar besaran dan satuan pokok dalam Sistem Internasional

Besaran Pokok SI
Besaran Pokok Satuan Pokok Simbol
Panjang meter m
Massa kilogram kg
Waktu sekon s
Suhu kelvin K
Jumlah zat mole mol
Arus listrik ampere A
Intensitas cahaya candela cd

1. Notasi ilmiah

39
Para ilmuwan kadang bekerja dengan angka-angka yang sangat besar dan
sangat kecil. Sebagai contoh, massa bumi kira-kira sama dengan,
6000 000 000 000 000 000 000 000 kilogram
dan massa sebuah electron sama dengan
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 911 kilogram.
Jika dituliskan, dua besaran tersebut akan memakan tempat dan sukar ketika
digunakan dalam perhitungan. Pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan angka-angka
sangat besar dan sangat kecil menjadi lebih mudah dengan cara menyederhanakan
penulisannya. Cara penyederhanaannya adalah menuliskan bilangan desimalnya
menggunakan bilangan “pangkat dari sepuluh.” Metode ini dikenal dengan nama
notasi eksponensial. Notasi ilmiah didasarkan pada notasi eksponensial. Dalam
notasi ilmiah, hasil pengukuran dapat dituliskan menggunakan bilangan bulat
antara 1 sampai 10 dikalikan dengan pangkat bilangan bulat dari 10,
M  10n
Dalam hal ini, 1  M  10 dan n adalah bilangan cacah. Sebagai contoh, 40000
meter dapat ditulis dalam bentuk 4  104 (Zitzewitz, et. al., 1995)

2. Prefiks dalam sistem metris

Ada saatnya kita mengukur sesuatu dalam ukuran yang sangat kecil, oleh
karena itu menggunakan satuan pengukuran yang kecil lebih dianjurkan.
Sebaliknya, ada saatnya kita melakukan pengukuran untuk sesuatu yang hasilnya
sangat besar, maka penggunaan satuan pengukuran yang lebih besar lebih
dianjurkan. Pada saat yang lain, kita mungkin perlu mengubah satuan yang kecil
menjadi lebih besar dan sebaliknya.

Salah satu kemudahan yang diberikan sistem SI adalah penggunaan istilah


di dalamnya. Istilah tersebut menjadikan proses konversi menjadi lebih mudah.
Metode yang digunakan sistem metris adalah dengan menggunakan prefik untuk
mengkonversi satuan pengukuran yang besar menjadi kecil dan sebaliknya. Oleh
karena itu, kita tidak perlu mengingat-ingat aturan konversi, misalnya 12 inchi
sama dengan 1/3 yard sama dengan 1/5280 mil. Prefik berperan sebagai pengali
yang dapat mengubah satuan pokok menjadi lebih besar atau kecil dengan cara
mengalikannya dengan bilangan 10.

40
Prefik antara 1/1000 dari sebuah satuan hingga 1.000 dari sebuah satuan adalah:

Nama Simbol Makna


Prefik Prefik Prefik

kilo k 1000 kali satuan pokok

hecto h 100 kali satuan pokok

deka da 10 kali satuan pokok

(tanpa prefik) … ukuran satuan (meter, liter, gram) … 1 kali satuap pokok

deci d 1/10 dari satuan pokok

centi c 1/100 dari satuan pokok

mili m 1/1000 dari satuan pokok

Berdasarkan rincian di atas, terlihat bahwa kilo, hekto, dan deka menjadikan
satuan pokok menjadi lebih besar, sedangkan deci, centi, dan mili menjadikan
satuap pokok menjadi lebih kecil. Dengan zaman yang semakin terkomputerisasi,
penggunaan prefik yang lain menjadi semakin familiar misalnya giga, mega,
micro, dan nano (Rezba et. al., 2007).

Tabel 9. Prefiks yang digunakan bersama satuan SI (Zitzewit et. al., 1995)
Awalan-awalan yang digunakan bersama satuan SI
Awalan Simbol Pecahan Contoh
−12
pico p 1/1 000 000 000 000 atau 10 picometer (pm)
nano n 1/1 000 000 000 atau 10−9 nanommeter (nm)
micro  1/1 000 000 atau 10−6 microgram (g)
milli m 1/1 000 atau 10−3 milligram (mg)
centi c 1/1 00 atau 10−2 centimeter (cm)
deci d 1/10 atau 10−1 decimeter (dm)
Awalan Simbol Pengali Contoh
tera T 1 000 000 000 000 atau 1012 terameter (Tm)
giga G 1 000 000 000 atau 109 gigameter (Gm)
mega M 1 000 000 atau 106 megagram (Mg)
kilo k 1 000 atau 103 kilometer (km)
hecto h 100 atau 102 hectometer (hm)
deka da 10 atau 101 dekagram (dag)

3. Membandingkan hasil pengukuran

41
Pada keterampilan proses sebelumnya, kita telah pelajari bahwa para ilmuwan
mengkomunikasikan hasil penelitian dan pekerjaan mereka. Sebelum seluruh data
diterima sepenuhnya, ilmuwan yang lain memeriksa hasil eksperimen tersebut
untuk mencari kemungkinan adanya kekeliruan dan mencoba juga untuk
mereproduksi hasil yang diperoleh. Hasil penelitian (pengukuran) seringkali
dilaporkan dengan ketidakpastian (uncertainty). Pengukuran ulang yang berada
lebih ke dalam dari batas ketidakpastian akan mengoreksi pengukuran awal.
Perhatikan percobaan mini berikut:
Kumpulkanlah lima buah mur dengan ukuran yang sama dan sebuah neraca pegas.
1) Ukurlah pertambahan panjang neraca pegas saat tidak ada mur yang
digantungkan, satu, dua, dan tiga mur digantungkan pada neraca pegas. 2) Buatlah
grafik yang menunjukkan panjang pegas melawan massa. 3) Prediksikan panjang
pegas jika empat buah mur digantungkan, 4) Ujilah prediksi yang kamu buat, 5)
Deskripsikanlah bentuk grafik yang dihasilkan dan jelaskan bagaimana kamu
menggunakan grafik untuk memprediksi.
Anggaplah tiga orang siswa melakukan eksperimen di atas dengan beberapa
kali pengukuran. Siswa pertama memperoleh panjang antara 14,4 cm sampai 14,8
cm untuk mur sebanyak 2 buah. Siswa pertama kemudian melaporkan hasil
pengukurannya sebagai 14,6  0,2 cm. Siswa kedua melaporkan panjang
pegasnya sama dengan 14,8  0,2 cm, sedangkan siswa ketiga melaporkan
panjangnya 14,0  0,1 cm.
Apakah anda dapat menyimpulkan bahwa ketiga hasil pengukuran tersebut
saling sesuai? Apakah hasil yang diperoleh siswa pertama mudah untuk dihasilkan
kembali? Hasil pengukuran siswa pertama dan kedua saling beririsan (overlap),
oleh karena itu keduanya dapat dikatakan memiliki panjang pegas 14,5 sampai
14,8 cm. Namun, tidak ada irisan antara keduanya dengan hasil yang diperoleh
siswa ketiga (Zitzewitz et. al., 2005).

4. Presisi dan akurasi

Presisi dan akurasi adalah karakteristik nilai-nilai hasil pengukuran. Seberapa


presisi dan akurat-kah pengukuran yang dihasilkan oleh ketiga siswa tadi. Tingkat
ketepatan (exactness) sebuah hasil pengukuran disebut dengan presisi. Ukuran

42
yang dihasilkan oleh siswa ketiga merupakan hasil pengukuran yang paling presisi
karena berada di dalam rentang  0,1 cm. Ukuran yang dihasilkan oleh dua siswa
lainnya kurang presisi karena memiliki ketidakpastian lebih besar. Tingkat presisi
suatu pengukuran bergantung pada instrumen dan teknik pengukuran. Secara
umum, alat yang memiliki pembagian yang lebih banyak pada skalanya akan
menghasilkan pengukuran yang lebih tepat. Ukuran presisi suatu pengukuran
sama dengan setengah skala terkecil dari sebuah alat ukur. Contoh lain, sebuah
percobaan dilakukan untuk mengukur kecepatan cahaya dan hasilnya bervariasi di
antara 3,000  108 m/s dan 3,002  108 m/s, dengan rata-rata 3,001  108 m/s. Hasil
ini akan menjadikan pengukur melaporkan bahwa kelajuan cahaya sama dengan
(3,001  0,001)  108 m/s. Sesuai dengan hasil pengukuran ini, kelajuan cahaya
dapat sebesar 3,000  108 m/s hingga 3,002  108 m/s. Ketepatan hasil
pengukurannya adalah 0,001  108 m/s (Zitzewitz et. al., 1995).

Akurasi adalah sejauh mana hasil pengukuran sesuai dengan nlai standar
yang telah diterima. Pada percobaan mengukur kelajuan cahaya, akurasinya
adalah selisih antara hasil pengukuran dan nilai yang telah ditetapkan: 2,998  108
m/s. Dengan demikian akurasinya adalah 3,001  108 m/s – 2,998  108 m/s =
0,003 108 m/s. Hasil pengukuran dapat sangat akurat apabila alat ukurnya sangat
sensitive. Namun, ketidakakuratan dapat terjadi karena instrumen yang digunakan
belum dikalibrasi atau karena anda salah membaca alat ukur. Akurasi sebuah alat
ukur haruslah secara rutin diperiksa. Cara mengkalibrasi alat ukur adalah dengan
menggunakan alat tersebut untuk mengukur sesuatu yang ukurannya telah
diketahui secara akurat. Ketidakpastian dalam pengukuran dipengaruhi oleh
tingkat akurasi pengukuran. Sebaliknya, presisi tidak dipengaruhi karena
didasarkan pada pembagian skala terkecil dalam alat ukur.

43
Akurasi rendah Akurasi tinggi Akurasi tinggi
Presisi tinggi Presisi rendah Presisi tinggi

Gambar 14. Akurasi adalah sejauh mana sebuah hasil pengukuran sama dengan nilai yang
benar. Sedangkan presisi adalah sejauh mana hasil pengukuran sama dengan hasil
pengukuran yang lain (Sumber: Mathisfun, 2009)

5. Angka penting

Presisi seluruh alat ukur memiliki keterbatasan, oleh karena itu jumlah digit
angka yang valid untuk suatu pengukuran juga terbatas. Angka-angka yang valid
disebut dengan angka penting (significant digit). Anggap saja, anda akan
mengukur sebuah batang pensil.

Gambar 15. Mengukur panjang pensil menggunakan penggaris

Hasil pengukuran manunjukkan bahwa panjang pensil sama dengan 4,3


lebih. Setelah anda cermati baik-baik, ujung pensil terlihat di antara 43 dan 44
sehingga anda menyatakan bahwa panjang pensil sama dengan 4,36 cm atau 43,6
mm. Digit terakhir merupakan digit perkiraan; ujung pensil mungkin tidak benar-
benar tepat di angka 6, tetapi tidak mungkin kurang dari 5 dan lebih besar dari 7.
Hasil pengukuran 43, 6 mm berisi dua angka yang diyakini sebagai hasil
pengukuran, yakni 4 dan 3, dan angka hasil perkiraan yakni 6.

Anggap saja ujung pensil tepat di tanda 43 mm. Dalam hal ii, anda
haruslah mencatat hasil pengukuran dengan bentuk 43, 0 mm. Angka nol

44
meunjukkan bahwa tanda pada penggaris tidak menunjukkan nilai tidak lebih
panjang meskipun hanya 0,1 mm atau kurang dari 43 mm.

Angka nol kadang-kadang memberikan permasalahan tersendiri. Angka


nol pada 43, 0 mm merupakan angka penting. Namun, sebuah angka nol yang
yang menunjukkan letak desimal, bukanlah sebuah angka penting. Oleh karena
itu, nilai 0,0034 kilogram hanya memiliki 2 angka penting. Adapun hasil
pengukuran yang menunjukkan nilai 0,0040760 memiliki 5 angka penting.

Berikut ini dikemukakan ringkasan aturan yang digunakan untuk


menentukan banyak angka penting, 1) angka tidak nol adalah angka penting, 2)
seluruh angka nol setelah tanda decimal merupakan angka penting, 3) angka nol
di antara angka bukan nol merupakan angka penting, 4) angka nol yang hanya
digunakan untuk menunjukkan spasi suatu desimal bukanlah angka penting
(Zitzewitz et. al., 1995).

6. Mengukur panjang
a. Penggaris

Satuan pokok untuk mengukuran panjang adalah meter. Panjang satu


meter adalah kira-kira jarak antara lantai dengan pegangan pintu. Simbol yang
digunakan untuk menunjukkan satuan meter adalah m. Untuk mengukur panjang,
kita dapat menggunakan penggaris atau pita ukur. Beberapa satuan yang biasa
digunakan ketika seseorang mengukur panjang adalah millimeter (mm),
centimeter (cm), dan kilometer (km).

45
Gambar 16. Alat ukur panjang

Cara yang benar dalam membaca skala adalah menempatkn mata anda
tegak lurus terhadap skala yang digunakan dan mensejajarkan skala dalam
penggaris dengan benda yang diukur. Kekelirua yang biasa terjadi adalah karena
posisi mata yang keliru saat membaca skala.

Gambar 17. Cara mengukur yang benar ditunjukkan pada gambar tengah

b. Jangka sorong (vernier calipers)

Gambar 18. Jangka sorong (vernier calipers)

46
Keterangan:
Rahang dalam: Digunakan untuk mengukur sisi luar bagian benda. Bagian ini
terdiri dari rahang tetap dan rahang geser.

47
Rahang luar: Digunakan untuk mengukur sisi dalam bagian benda. Bagian ini terdiri
dari rahang tetap dan rahang geser.
Depth probe: digunakan untuk mengukur kedalaman suatu benda.
Skala utama: Skala utama menggunakan satuan cm.
Skala utama kedua: Skala ini menggunakan satuan inchi.
Skala vernier: setiap skala menunjukkan ukuran 1/10 mm
Skala vernier: skala ini menggunakan satuan inchi.
Pengunci: digunakan untuk menahan bagian yang bergerak saat pengukuran.

Gambar 19. Bagian-bagian jangka sorong.


sangat kecil. Bagian-bagian jangka sorong dapat dicermati pada gambar 19.
Kita dapat menggunakan jangka sorong untuk mengukur benda yang
a) Menggunakan jangka sorong untuk mengukur diameter luar
Langkah untuk mengukur diameter luar atau bagian luar sebuah benda
adalah sebagai berikut:
(1) Geser rahang dalam
melebar sehingga benda
yang akan diukur dapat
Gambar 20. Langkah ke-3
dimasukkan di antara dua
rahang.

(2) Letakkanlah benda yang


akan diukur di antara dua rahang.
(3) Geser rahang merapat sehingga benda yang akan diukur terjepit di
antara dua rahang. Pastikan rahang menjepit kencang.
(4) Perhatikan skala utama (cm) tepat
sebelah kiri ujung skala vernier.
Terlihat bahwa skala menunjukkan 10
mm (1 cm) lebih.

Gambar 21. Langkah ke-4

48

Gambar 22. Langkah ke-5


(5) Perhatikan pembacaan skala utama yang
berada tepat di sebelah kiri skala 0 dari skala
vernier. Pada gambar 21, pembacaan
ditunjukkan pada 6 mm lebih.

(6) Perhatikan kesepuluh skala vernier. Temukan


dua skala, skala utama dan skala vernier yang
saling berhimpitan. Pada gambar 22, keadaan
ini ditunjukkan oleh skala kelima pada skala
vernier, sehingga 5  0,05 mm = 0,25 mm.

Gambar 23. Langkah ke-6

(7) Hasil pengukuran ditunjukkan dengan menjumlahkan ketiga


pembacaan skala. Sebagaimana ditunjukkan gambar 23, hasil
pengukuran menunjukkan panjang 16,25 mm.

b) Menggunakan jangka sorong untuk


Gambar mengukur
24. Langkah ke-7diameter dalam

49

Gambar 25. Langkah ke-3


(1) Posisikan rahang dalam sehingga benda yang
hendak dukur dapat dimasukkan.
(2) Masukkan benda yang akan diukur diameter
bagian dalam-nya.
(3) Geserlah rahang dalam ke kanan sehingga
kedua rahang mendorong benda yang akan
diukur dengan kencang.
(4) Cermati pembacaan skala.

d. Mikrometer sekrup
Mikometer sekrup adalah alat ukur panjang yang dapat digunakan untuk
mengukur diameter benda atau ketebalan benda yang sangat kecil, misalnya kabel,
kertas, dan silet hingga ketepatan 0,01 mm.

Landasan Poros Lengan dengan skala utama

Roda bergigi
Rangka
Kunci Bidal dengan
Gambar 26. Bagian-bagian mikrometer skala
sekrupnonius
Frame
Penjelasan dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut,
1. Frame (bingkai), bentuknya seperti huruf “c” dan terbuat dari logam yang
kuat dan tahan panas. Bingkai yang kuat dan tahan panas sangat
dibutuhkan agar tidak terjadi perenggangan dan pengerutan sehingga
mengganggu proses pengukuran. Bingkai micrometer yang dilapisi plastik
bertujuan menghambat transfer panas dari tangan saat anda lama dalam
memegang bingkai. Apabila bingkai memanas hingga suhunya mencapai
10 C, setiap baja yang panjangnya 10 cm akan memanjang sebesar 1/100
mm.

50
2. Landasan (anvil)
Landasan adalah bagian yang diam saat benda yang akan diukur dijepit di
antara anvil dan spindle.
3. Spindle (gelondong)
Bagian penjepit yang dapat digerakkan maju dan mundur.

4. Pengunci
Pengunci berfungsi untuk menahan gelondong agar tidak bergerak saat
digunakan untuk menjepit.
5. Lengan
Letak skala utama
6. Bidal
Letak skala nonius
7. Roda bergigi
Fungsi roda bergigi adalah untuk memajukan atau memundurkan poros
(penjepit) untuk menjepit benda yang akan diukur.

Langkah-langkah mengukur menggunakan mikrometer sekrup adalah sebagai


berikut,

1. Bukalah pengunci mikrometer kemudian buatlah celah dengan menggeser


poros. Celah yang dibuat haruslah lebih besar daripada benda yang akan
diukur.
2. Masukkan benda yang akan diukur kemudian jepit menggunakan poros dan
landasan.
3. Pastikan anda mendengar bunyi “klik” saat memutar roga bergigi.
4. Kuncilah mikrometer agar poros tidak lagi bergerak-gerak.
5. Bacalah skala pada mikrometer sekrup. Cara membaca skala pada mikrometer
dapat dicermati pada petunjuk di bawah ini,
a) Posisikan mikrometer tegak lurus terhadap arah pandangan.
b) Bacalah skala utama pada mikrometer. Skala pada bagian atas
menunjukkan satuan mm (millimeter) dalam bilangan bulat, yakni 1 mm, 2
mm, dan seterusnya. Skala pada bagian bawah menunjukkan pecahan 0,5.

51
Gambar 27. Pembacaan skala micrometer sekrup
Gambar 27 menunjukkan bahwa pembacaan skala utama berada pada 7
mm, sedangkan skala utama bagian bawah menunjukkan 0,5 lebih dari
skala 7 mm. Dengan demikian, skala utama pada mikrometer
menunjukkan angka 7,5 mm. Pembacaan skala menunjukkan bahwa nilai
akhir hasil pengukuran bukanlah 7,5 mm tetapi ada kelebihannya.
Kelebihan tersebut dapat dilihat pada skala nonius.
c) Setiap satu skala pada skala nonius menunjukkan 0,01 mm. Gambar
menunjukan pembacaan skala sama dengan 22. Oleh karena itu, skala
noniusnya sama dengan 22 dikali 0,01, yanni 0,22 mm. Setelah
memperoleh pembacaan skala nonius, maka kedua pembacaan
dijumlahkan sehingga diperoleh 7,5 mm + 0,22 mm = 7,72 mm.

e. Mengukur Massa

Sebelum lebih jauh dipaparkan tentang cara mengukur massa, perlu


diketahui bahwa ada besaran lain yang sering dipertukarkan dengan massa, yakni
berat. Massa dan berat memiliki karakterisik yang berbeda. Massa adalah banyak
zat yang dikandung oleh suatu benda, sedangkan berat adalah gaya gravitasi yang
menarik suatu benda menuju pusat Bumi.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dimana pun benda berada, selama


tidak ada tambahan zat ataupun pengurangan zat, massa benda tersebut tetap akan
sama. Sebuah besi dengan massa 7
kg di Bumi, saat dipindah ke Bulan
massanya akan tetap sama. Hal ini
berbeda dengan Berat yang
merupakan gaya tarik akibat adanya

52
gravitasi. Besar berat suatu benda dipengaruhi oleh massa benda itu sendiri dan
percepatan gravitasi suatu benda lain. Bumi dan Bulan sama-sama memiliki
gravitasi, tetapi Bumi menghasilkan gaya gravitasi pada suatu benda lebih besar
daripada Bulan karena Bumi memiliki massa yang lebih besar daripada Bulan.
Jarak antara dua benda juga mempengaruhi gaya gravitasi. Saat jarak antara dua
benda meningkat, gaya gravitasinya menurun.

Satuan yang dipergunakan Gambar 28. Neraca dua lengan.


untuk mengukur massa adalah
kilogram. Satu kilogram adalah massa satu liter air. Salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur massa adalah timbangan dua lengan.

Sebelum melakukan penimbangan, timbangan harus selalu di-nol-kan. Ini


berarti bahwa dalam keadaan tidak ada beban dan bandul timbangan, timbangan
berada dalam keadaan setimbang. Indikator timbangan berada tepat di tengah.
Apabila indikator kesetimbangan tidak berada di tengah, putarlah roda penyesuai
nol pelan-pelan sehingga jarum indikator berada tepat di tengah. Neraca ini
memiliki beban standar dalam satuan gram (standard gram masses) yang
besarnya telah diketahui. Oleh karena itu, timbangan ini hanya bisa mengukur
massa yang dibatasi oleh variasi beban standar.

f. Mengukur Suhu

Kulit kita sebenarnya dapat digunakan untuk mengukur suhu benda. Kita
dapat membedakan suhu dua benda dengan cara membandingkan. Sebagai
contoh, saat kulit kita menyentuh dua wadah yang masing-masing berisi air panas
dan air dingin. Kita akan mengatakan bahwa salah satu air lebih panas daripada
air satunya. Akan tetapi, kita tidak dapat menyebutkan secara pasti suhu masing-
masing air tersebut. Jadi, pengukuran suhu dengan kulit kita memberikan hasil
yang tidak pasti. Antara satu orang dengan orang lainnya dapat memberikan hasil
pengukuran yang berbeda. Karenanya, kita membutuhkan alat ukur suhu.

53
Termometer merupakan alat ukur suhu yang banyak digunakan orang. Sebagai
alat ukur suhu, termometer menggunakan bahan yang bersifat termometrik.
Mengapa? Termometrik menunjukkan sifat suatu bahan yang dapat berubah
dengan adanya perubahan suhu. Sifat termometrik ini dapat ditemukan pada raksa
(merkuri) dan alkohol. Karenanya, raksa dan alkohol digunakan dalam
termometer. Jadi, berdasarkan jenis bahan yang digunakan, kita mengenal
termometer raksa dan termometer alkohol.

Raksa mengkilap sehingga


mudah dilihat. Selain itu, raksa
dengan cepat mengambil panas dari
benda yang sedang diukur. Dengan
begitu, suhu raksa cepat sama
dengan suhu benda yang diukur.
Raksa juga mempunyai pemuaian
yang teratur sehingga kenaikan suhu
benda mudah diukur. Raksa
mempunyai titik beku 39 C dan
Gambar 29. Termometer klinis
titik didih 357 C. karena titik
didihnya tinggi, termometer raksa sesuai untuk pengukuran suhu tinggi.

Bagaimana dengan alkohol? Seperti raksa, alkohol juga cepat mengambil


panas dari benda yang sedang diukur. Hanya saja, kecepatan alkohol tidak secepat
raksa. Selain itu, alkohol tidak berwarna sehingga perlu diwarnai ketika
digunakan dalam termometer. Alkohol mempunyai titik beku 144 C dan titik
didih 78 C. Karena titik didihnya rendah, termometer alkohol sesuai untuk
pengukuran suhu rendah.

Selain berdasarkan jenis bahan yang digunakan, termometer juga dapat


dibedakan berdasarkan manfaat dan tempatnya. Berdasarkan hal tersebut, ada
beberapa termometer yang kita kenal. Termometer tersebut meliputi termometer
badan, termometer dinding, termometer batang, dan termometer maksimum-
minimum.

54
Termometer Badan

Termometer badan disebut juga termometer klinik atau termometer


demam. Termometer ini biasa digunakan untuk
mengukur suhu badan seseorang. Skala pada
termometer ini cukup rendah, yaitu antara 34–42
C. Hal ini sesuai dnegan suhu tubuh normal
manusia, yaitu 37 C.

Termometer badan termasuk jenis


Gambar 30. Termometer klinis
termometer raksa. Penggunaan termometer ini
mu dah. Sebelum digunakan, termometer
badan dikibas-kibaskan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar raksa berada
pada posisi semula. Selanjutnya, ujung termometer diletakkan di bawah lidah
selama beberapa menit. Pada saat penggunaan tersebut, raksa akan bergerak
melalui celah sempit di dalam termometer. Raksa akan berhenti dan menunjuk
angka yang sesuai dengan suhu badan orang yang sedang diukur.

Termometer badan biasanya terdapat pada pusat-pusat kesehatan seperti


tempat praktek dokter, balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit. Selain itu,
sebagian keluarga juga menyediakan termometer badan dalam kotak obat
keluarga.

Termometer Dinding

Sesuai dengan namanya,


termometer dinding biasanya
dipasang pada dinding ruangan.
Termometer ini digunakan untuk
mengukur suhu udara dalam
ruangan. Termometer dinding
Gambar 31. Termometer dinding
biasanya dapat kita temukan dalam
laboratorium.

Termometer Batang

55
Termometer biasa digunakan dalam kegiatan di laboratorium. Termometer batang
ada yang menggunakan raksa, ada pula yang menggunakan alkohol. Penggunaan
termometer ini cukup mudah. Salah satu ujung termometer batang berupa
pentolan kaca yang menampung raksa atau alkohol. Sementara ujung satunya
biasanya berupa kaca berlubang kecil. Pada ujung yang berlubang ini biasanya
dipasang benang. Saat digunakan, pentolan kaca ditempelkan pada benda yang
diukur, sedangkan ujung yang diberi benang digantung. Selanjutnya, raksa atau
alkohol akan bergerak naik melalui celah sempit di dalam termometer. Raksa atau
alkohol akan berhenti dan menunjuk angka yang sesuai dengan suhu benda yang
diukur. Perlu diperhatikan bahwa tangan kita tidak menyentuh termometer saat
digunakan karena dapat memengaruhi pengukuran suhu.

Gambar 32. Termometer batang

g. Mengukur Volume
Dalam sistem satuan metrik, satuan yang digunakan untuk mengukur
volume adalah liter. Simbol yang digunakan adalah L. Sat liter sama dengan
sejmulah zat yang dapat ditampung pada
sebuah kubus dengan sisi 1 dm3. Alat yang
biasa digunakan untuk mengukur volume
adalah silinder ukur (graduated cylinder).
Apabila bahan yang digunakan untuk
membuat silinder ukur berasal dari kaca,
maka cairan yang dimasukkan dalam gelas
akan membentuk cekungan yang dikenal
dengan nama meniscus. Perhatikan Gambar 33. Silinder ukur berbagai ukuran.
gambar 31. Yang menunjukkan terjadinya
meniscus.
Langkah untuk mengukur volume menggunakan silinder ukur adalah
sebagai berikut,

56
Langkah ke-1: Menentukan tambahan skala

Untuk menemukan tambahan skala, kurangkanlah dua skala berdekatan yang


diberi label dan bagilah dengan banyakn interlval di antaranya. Berapa nilai skala
tambahan pada silinder ukur 25mL? Untuk menjawabnya, kurangkan terlebih
dahulu 25 mL – 20 mL = 5 mL. Selanjutnya, bagi hasilnya dengan banyak
interval, yakni 10 sehingga diperoleh 5 mL/10 skala = 0,5 mL/skala tambahan.

Langkah ke-2: Gunakan skala yang tersedian untuk mencari nilai volume

Pada gambar terlihat bhwa volumenya lebih besar dari 20 mL karena skala
terakhir setelah meniscus adalah 20. Selanjutnya, gunakan skala tambahan. Pada
gambar terlihat beberapa skala di bawah meniscus dan masing-masing mewakili
0,5 mL sehingga diperoleh pembacaan 21 mL. Angka ini dinamakan dengan
angka pasti.

Langkah ke-3: Perkirakan angka tidak pasti dan tambahkan.

Perkirakan jarak yang dicakupi oleh meniscus di antara dua skala sebagai pecahan
decimal dan kalikan dengan nilai skala tambahan. Pada gambar terlihat meniscus
mencakup Sembilan per sepuluh bagian antara dua skala. Dengan demikian,
angka tidak pastinya sama dengan 0,9 bagian skala tambahan  (0,5 mL/skala
tambahan) = 0,45 mL. Pembacaan volume
cairan sama dengan 21,4 mL.

Mengukur gaya

Satuan yang digunakan untuk


mengukur gaya adalah newton. Gaya dapat
dikukur dengan cara menggantungkan Gambar 34. Contoh cairan di dalam silinder
ukur yang ingin diketahui volumenya.
ataupun diseret di atas permukaan mendatar.
Alat paling sederhana yang dapat digunakan
untuk mengukur gaya adalah karet. Adapun alat yang lebih modern untuk
mengukur gaya adalah dynamometer.
Berat adalah ukuran gaya yang dihasilkan dari tarikan gravitasi pada benda
lain. Gaya gravitasi Bumi, sebagaimana pernah dikemukakan memiliki nilai lebih

57
besar daripada gaya gravitas Bulan.Ingat bahwa massa adalah ukuran banyak zat
yang dikandung suatu benda.
H. Berlatih keterampilan mengukur

Satuan liter biasanya memang digunakan untuk mengukur volume cairan.


Meskipun demikian, satuan liter juga dapat digunakan untuk mengukur volume
zat padat, baik yang bentuknya berarturan maupun tidak beraturan. Lakukanlah
percobaan sederhana berikut ini:

1. Isilah silinder ukur dengan air.

2. Catatlah volume air pada silinder ukur.

3. Masukkan benda yang akan diukur, misalnya batu ke dalam silinder ukur.

4. Catatlah kenaikan permukaan air.

5. Kurangkanlah tinggi permukaan air setelah dimasukkan batu dengan tinggi


permukaan awal. Selisih yang diperoleh adalah volume batu tersebut.

I. Menginferensi (inferring)
Pak Nurwandi adalah seorang guru IPA. Pada sebuah percobaan, Pak Nur
meletakkan sebuah benda seperti pensil atau penjepit kertas (paper clip) ke dalam
sebuah kotak, menutup, dan memplesternya. Pak Nur kemudian menunjukkan
berbagai benda seperti karet penghapus, balok kayu kecil, tutup botol, sebuah
uang logam, dan sebuah bola bekel) dan menyediakan kotak lain yang belum
diplester. Pak Nur memastikan bahwa di antara benda-benda yang ditunjukkan
ada satu benda yang sama dengan di dalam kotak.
Pak Nur mengatakan, “Bagaimana caranya agar kita tahu benda apa yang ada
di dalam kotak?” Para siswa boleh mengusulkan berbagai cara untuk menemukan
jawabannya. Mereka mengusulkan agar kotaknya digoyang-goyangkan. Setelah
menggoyang-goyangkan kotak yang ada bendanya, siswa boleh memasukkan
benda yang ada di luar dan memperlakukan sebagaimana benda yang ada di kotak
yang diplester. Pak Nur kemudian bertanya, “benda apakah yang ada di dalam
kotak pertama (yang diplester)?”
Pada pembelajaran di atas, siswa akan melakukan pengamatan, memperoleh
informasi, dan mencoba untuk menjelaskan tentang informasi yang diperoleh. Hal

58
inilah yang juga dilakukan oleh para ilmuwan ketika melakukan penelitian. Para
ilmuwan mengemukakan berbagai pertanyaan seperti, “Bagaimana seseorang bsa
kena penyakit flu?”, “Apa yang menyebabkan ikan-ikan di danau ini mati?”,
“Bagaimana caranya membuat bangunan tahan gempa?” dan, “Bagaimana cara
mencegah kanker?” Akan menjadi sesuatu yang menyenangkan apabila
pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat secara sederhana dijawab. Pikiran manusia
pun nampaknya cenderung menyukai satu jawaban yang “benar” meskipun pada
kenyataannya tidak sesederhana itu karena berbagai peristiwa dapat terjadi karena
satu sebab. Penyebab-penyebab yang lebih dari satu itulah yang menyebabkan
ilmuwan tidak nyaman, bingung, dan frustasi; demikian juga anak-anak. Kita
dapat mengarahkan kebingungan mereka dan menjadikan mereka memahami
dunia mereka dengan memantik keingintahuan dan mendorong mereka bertanya,
melakukan pengamatan, memaknai pola, dan menata informasi.
Kita dapat berpikir bahwa anak-anak adalah seorang penyusun teori. Saat
berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan ingin tahu tentang segala sesuatunya,
anak-anak telah membentuk sebuah penjelasan (teori-teori) bagi mereka sendiri
tentang bagaimana segala sesuatu bekerja. Teori-teori yang dibentuk oleh anak-
anak kadang-kadang tidak berubah dan terbawa hingga dewasa. “Teori naïf (naïve
theories)” ini mungkin selaras dengan penemuan ataupun simpulan para ilmuwan
dan kadang-kadang tidak sesuai. Para ilmuwan kadang-kadang mengubah pikiran
mereka tentang segala sesuatu yang telah diyakini seiring dengan pengamatan-
pengamatan, perolehan informasi yang baru, dan usaha-usaha untuk memahami
temuan-temuan yang baru.
1. Membentuk inferensi berdasarkan observasi

Menginferensi adalah menggunakan logika untuk membuat asumsi-asumsi


dari apa yang kita amati dan tanyakan. Kemampuan siswa dalam membedakan
antara mengobservasi dan menginferensi merupakan hal yang amat penting dan
mendasar (Abruscato & DeRosa, 2010).
Hackett et al. (2008: 13) mengatakan bahwa, “Infer, form an idea or opinion
from facts or observations”. Sedangkan Rezba et al. (1995, 2007) menuturkan,
apabila sebuah observasi adalah sebuah pengalaman yang diperoleh melalui satu
atau lebih indera, maka inferensi adalah sebuah penjelasan atau interpretasi atas

59
sebuah observasi. Sebagai contoh, anggaplah seseorang memperhatikan jendela
rumah tetangganya dan melihat dua orang membawa sebuah televisi keluar dari
rumahnya. Peristiwa yang sedang terjadi adalah seseorang mengamati orang
mengangkat televisi. Pengamat mungkin terkejut dan mencoba menjelaskan
mengapa orang tersebut mengangkat televisi. Pengamatan dapat memiliki beberap
alasan terkait dengan orang mengangkat televisi keluar rumah, misalnya:
a) Seseorang membeli televisi tetangganya sendiri dan mengangkutnya menuju
rumahnya.
b) Televisi tersebut dijemput tukang servis televisi untuk diperbaiki.
c) Pemilik televisi ingin membeli televisi yang baru dengan cara tukar-tambah.
d) Televisinya rusak dan akan dibuang.
e) Televisinya dicuri.
Selain kelima penjelasan di atas, pengamat masih mungkin memikirkan
beberapa penjelasan yang lain. Setiap pernyataan yang digunakan untuk
menjelaskan secara logis sebuah peristiwa yang terobservasi disebut dengan
inferensi. Kita menggunakan pengalaman-pengalaman yang telah berlalu untuk
membangun model mental atas bagaimana dunia ini bekerja. Pengalaman-
pengalaman baru akan menjadi masuk akal ketika kita menghubungkannya
dengan pengalaman yang sudah kita punya. Menginferensi berarti membuat
hubungan antara apa yang diobservasi secara langsung dan apa yang sudah
diketahui.

Gambar 35. Proses pembentukan inferensi

Rezba et. al. (2007) mengemukakan inferensi adalah pernyataan yang


berdasarkan bukti dan mengandung penjelasan atas kumpulan pengalaman. Oleh
karena itu, setiap inferensi harus didasarkan atas observasi. Inferensi bukanlah
tebakan (guess) karena tebakan adalah sebuah opini yang dibentuk dari sedikit

60
atau bahkan tanpa bukti. Berikut ini adalah contoh pengamatan yang diikuti oleh
pernyataan inferensi:

a. Terdapat titik di halaman depan rumahku yang tidak ditumbuhi rumput.


Seseorang mungkin menumpahkan zat beracun di sana.

b. Halaman buku ini berwarna biru. Saya menduga bahwa ini buku tua atau
memang sengaja menggunakan warna kuning agar nampak tua.

c. Melalui jendela saya melihat benderanya berkibar-kibar. Di luar anginnya


pasti kencang.

d. Bintang itu lebih terang daripada yang lain. Saya menduga bahwa bintang
itu lebih dekat ke Bumi daripada bintang yang lain.

Saat menginferensi, akan sangat membantu jika anda mengikuti langkah-langkah


di bawah ini:

a. Lakukan sebanyak mungkin pengamatan pada benda atau peristiwa.

b. Ingat kembali pengalaman yang anda punya dan relevan sebanyak


mungkin untuk diintegrasikan dengan benda dan peristiwa yang anda
amati.

c. Nyatakan setiap inferensi dalam kalimat yang membedakan dengan jenis


pernyataan yang lain (pengamatan atau prediksi):

”Dari apa yang saya amati, saya menduga bahwa ... ”

”Dari pengamatan tersebut dapat diduga bahwa ... ”

”Bukti yang diperoleh menunjukan bahwa ... mungkin telah


terjadi.”

”Apa yang saya observasi mungkin terjadi karena ... ”

61
Gambar 36. Gambar jejak kaki hewan

Amatilah gambar 36 yang menunjukan jejak kaki dua ekor hewan. Agar
anda terbantu untuk memahami gambar tersebut, cermatilah dalam tiga frame.
Hasilkanlah dua pengamatan dari setiap frame, dan dari setiap frame tuliskan hasil
inferensinya (Rezba, 1997). Tuliskan sebagaimana tabel 10 di bawah.
Tabel 10. Tabel dan contoh hasil observasi dan inferensi dari gambar 24

Observasi Inferensi
Contoh Jejak kaki besar jaraknya 1. Hewan berhenti di batu besar
semakin jauh 2. Hewannya berlari

62
Posisi 1

Posisi 2

Posisi 3

Sekarang, bandingkanlah jawaban yang anda tuliskan dengan pengamatan dan


inferensi berikut ini,
Tabel 11. Contoh hasil pengamatan dan hasil inferensi

Observasi Inferensi
Contoh Jejak kaki besar jaraknya 3. Hewan berhenti di batu besar
semakin jauh 4. Hewannya berlari
Posisi 1 Terdapat kumpulan jejak kaki yang Salah satu hewan lebih kecil daripada yang
berbeda ukurannya lain
Jejak kaki besar dan kecil menuju Kedua hewan tersebut berjalan menunju
ke tempat yang sama sesuatu yang sama
Terdapat tiga jari pada setiap jejak Kedua binatang tersebut adalah burung

63
Jejak kecil dan jejak besar saling 1. Binatang yang besar mengejar binatang
mendekati yang kecil
2. Kedua binatang berjalan di selokan
(saluran)
Jejak kaki besar terlihat terpisah 1. Binatangnya berjalan di atas batu
jauh 2. Binatangnya lari
Posisi 2 Kedua jejak kaki menyatu 1. Binatang yang besar menangkap dan
memakan atau membawa binatang yang
lebih kecil
2. Kedua binatang berada di tempat yang
sama pada waktu yang berbeda

Kedua jejak kaki bercampur 1. Kedua binatang tersebut menemukan


makanan di tempat yang sama
2. Kedua binatang saling berdesak-desakan
3. Kedua binatang berkelahi

Posisi 3 Jejak kecil tidak terlihat lagi 1. Binatang yang lebih besar memakan
binatan yang kecil
2. Binatang yang kecil terbang
3. Bagian salju di tempat tersebut sangat
keras sehingga binatang kecil tidak dapat
meninggalkan jejak
Jarak jejak kecil dekat satu dengan Binatang yang lebih besar sedang berjalan
lainnya dan tidak berlari

2. Mengoreksi hasil inferensi

Pada saat menginferensi, kita akan menghubungkan hasil pengamatan dengan


informasi yang baru diperoleh. Pola-pola hasil inferensi pun menjadi terbentuk.
Apabila pada waktu yang lain kita menemukan suatu informasi baru yang sesuai
dengan pola yang dihasilkan, maka kita boleh percaya diri. Sebaliknya, hasil
inferensi mungkin perlu ditinjau ulang apabila informasi baru yang diperoleh
tidak sesuai dengan hasil inferensi.
Pada aktivitas berikut ini, anda akan belajar bagaimana melakukan observasi
dan inferensi secara bersama-sama. Hal yang harus diperhatikan saat melakukan
inferensi adalah anda hanya menggunakan kata-kata dan gagasan-gagasan yang
anda paham.
Seringkali, setelah kita menghasilkan sebuah inferensi dari hasil pengamatan,
informasi-informasi baru diperoleh. Informasi-informasi baru tersebut akan
membuat anda meninjau kembali hasil inferensi untuk melihat adanya
kemungkinan dikoreksi atau dimodifikasi. Bahkan, tidak jarang informasi yang

64
baru menjadikan hasil inferensi ditolak. Sains memiliki sifat yang dinamis. Hasil-
hasil inferensi dalam sains akan terus berubah seiring dengan berkembangnya
sains itu sendiri dan juga teknologi.
Aktivitas-aktivitas berikut ini akan melatih anda membuat inferensi
berdasarkan hasil observasi.

J. Berlatih keterampilan menginferensi


Jejak kaki di atas pasir

Gambar 37. Tiga segmen gambar jejak kaki di atas pasir (Sumber: Howe & Jones, 1993).
Perhatikan gambar 37, tiga buah gambar di atas menunjukkan sebuah pasir yang
3 jejak kakinya. Ketiga gambar tersebut berurutan, artinya gambar 1
terdapat
dilanjutkan gambar 2, kemudian gambar 3. Titik-titik hitam pada jejak pada
gambar A menunjukkan jejak yang dalam. Siapkan kertas lain dan tuliskanlah
hasil pengamatan dan inferensi berdasarkan hasil pengamatan anda. Satu hasil
pengamatan bisa menghasilkan lebih dari satu inferensi.

K. Memprediksi (predicting)

Teman anda mungkin pernah menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:


Apakah mata pelajaran IPA besok pagi akan ada kuis yang sukar? Menurutmu,
apakah hari ini akan terjadi hujan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan meminta
anda untuk melakukan aktivitas memprediksi. Memprediksi merupakan aktivitas
yang tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga memiliki peran
penting dalam sains.
Pada tingkatan yang mendasar, aktivitas memprediksi dapat digunakan
sebagai alat untuk memotivasi anak. Siswa didorong untuk meninjau kembali

65
pengetahuan yang pernah diperoleh saat melakukan prediksi. Meminta
memprediksi apa yang akan terjadi mendorong siswa untuk melakukan aktivitas
berpikir reflektif.
Dalam sebuah sesi pelajaran, guru mengatakan,”Nak, mari kita buat panjang
lintasan 30 meter. Puput, ambilah trundle wheel dan gelindingkanlah dilapangan
sampai terdengan bunyi “klik” sebanyak 20 kali.” Puput melakukannya dan diam
berdiri di meter yang ke-20. Semua orang dapat memiliki gambaran seberapa jauh
20 meter.
Guru kemudian mengatakan sambil memberi tanda dengan kapur, “Di sini
titik Puput mulai berjalan. Berjalanlah ke arah lain sejauh 20meter dan berhenti.
Puput akan menggunakan trundle wheel untuk mengukur jarak kalian berjalan.
Kita akan melihat sebaik apa kalian melakukan perkiraan.”
Siswa yang memperkirakan jarak yang mereka hasilkan dari Puput berarti
sedang memprediksi sebuah hasil pengukuran. Melalui aktivitas memperkirakan,
siswa tidak hanya membuat gambaran mental sebuah satuan tetapi juga secara
personal dan mental merasakan hasil akhirnya. Saat pengukuran dilakukan, maka
mereka akan benar-benda memberikan perhatian terhadap hasilnya. Oleh karena
itu, keadaan kedua dimana mereka menyaksikan proses pengukuran dan
mengetahu hasilnya merupakan pengalaman yang lebih berharga dan memiliki
nilai keterlibatan lebih besar (Howe & Jones, 1993)
Prediksi merupakan tebakan terbaik tentang masa depan berdasarkan
informasi yang dimiliki. Prediksi didasarkan pada pengamatan, pengukuran, dan
inferensi tentang hubungan-hubungan antara variabel-variabel yang teramati.
Sebuah prediksi yang tidak berdasarkan pengamatan hanyalah sekedar dugaan
saja. Prediksi yang akurat dihasilkan dari pengamatan yang akurat dan dari
pengukuran yang benar (Abruscato & DeRosa, 2010; Martin et al., 2005).
Menurut Rezba et al. (2007), prediksi adalah sebuah ramalan atas apa yang
akan teramati pada masa datang. Kemampuan untuk membuat predisksi tentang
suatu benda atau peristiwa membantu kita untuk menentukan perilaku yang sesuai
pada lingkungan kita. Memprediksi sangat terkait dengan mengamati,
menginferensi, dan mengklasifikasi; sebuah keterkaitan yang menakjubkan –
keterampilan yang satu bergantung kepada keterampilan yang lain. Prediksi
dilakukan berdasarkan pengamatan yang saksama dan inferensi yang dihasilkan

66
dari hubungan antara peristiwa-peristiwa yang teramati. Ingat bahwa inferensi
adalah penjelasan atau interpretasi atas pengamatan dan bahwa inferensi didukung
oleh pengamatan. Klasifikasi digunakan ketika seseorang mengidentifikasi adanya
kesamaan atau perbedaan atas sesuatu yang kita amati untuk menyajikan susunan
yang teratur atas kelompok benda atau peristiwa yang kita amati. Keteraturan
susunan atas benda dan peristiwa membuat kita mengenal pola dan memprediksi
dari pola tersebut apa yang akan teramati pada masa datang.
Anak-anak perlu belajar untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Jika hal ini terjadi, apa yang mengikutinya? Apa yang terjadi jika aku melakukan
ini? Sebagai seorang guru, anda harus sangat berhati-hati atas jenis prediksi yang
terkait dengan perilaku dan unjuk kerja (performance) siswa?
Definisi singkat berikut ini akan membantu anda membedakan observasi,
inferensi, dan prediksi.
a) Informasi yang diperoleh melalui indera: observasi
b) Mengapa hal itu terjadi: inferensi
c) Apakah hal yang saya harapkan untuk teramati pada masa depan: prediksi
Tiga pernyataan di bawah ini akan lebih menjelaskan perbedaan antara
ketiganya:
a) Getaran ini berasal dari gunung berapi. (Ini adalah inferensi, karena sebagai
penjelasan atas observasi).
b) Saya merasa bumi bergetar. (Ini adalah observasi, karena memperoleh
informasi menggunakan indera).
c) Sekitar dua menit lagi, gunung berapi itu akan meletus. (Ini adalah prediksi,
karena merupakan ramalan atas apa yang akan teramati pada masa datang).
Keterampilan proses mengamati, menginferensi, dan memprediksi dapat
secara jelas dibedakan satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, anda akan
melihat nanti bahwa ketiganya memiliki keterkaitan yang erat.
Kita memahami dunia tempat tinggal dengan cara mengamati,
menafsirkan hasil pengamatan, dan menjelaskannya. Seringkali, kita menemukan
berbagai pola yang terjadi di dalamnya. Saat mampu menjelaskan cara segala
sesuatu bekerja menggunakan pikiran, maka kita telah membentuk model-model
mental untuk memprediksi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi pada masa
yang akan datang. Berikut ini beberapa contoh bentuk-bentuk prediksi, 1) Jika
saya tekan saklar, maka lampunya akan mati; 2) Kertas yang diremas menjadi

67
seukuran bola tenis akan jatuh bersama dengan bola tenis jika dijatuhkan secara
bersama-sama pada ketinggian yang sama.
Masing-masing pertanyaan dalam prediksi didasarkan pengamatan dan
pola-pola yang telah terbentuk berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan.
Kemampuan dalam menafsirkan dan menjelasan hasil pengamatan mempengaruhi
kualitas prediksi kita.
Prediksi adalah pernyataan berargumen yang tidak hanya didasarkan pada
hasil pengamatan kita, tetapi juga merupakan hasil model mental yang dibentuk di
dalam pikiran untuk menjelaskan hal-hal yang diamati. Prediksi bukalah aktivitas
asal tebak karena sekedar menebak merupakan aktivitas yang didasari sedikit
pengamatan atau bahkan tanpa menggunakan pengamatan.

Pada zaman dahulu, orang percaya bahwa bumi berbentuk datar.


Kepercayaan ini dihasilkan sebagaimana hasil observasi pada saat itu dengan
segala keterbatasan instrumen yang digunakan untuk melakukan pengamatan.
Berdasarkan simpulan pada saat itu, dihasilkanlah prediksi apabila seorang
pelaut berlayar jauh, pada akhirnya akan jatuh dari Bumi. Tidak sedikit orang
yang mempercayai prediksi tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan akhirnya
membuktikan bahwa Bumi berbentuk bulat. Kapal yang berlayar jauh dan tidak
jatuh menjadi bukti bahwa Bumi tidaklah datar. Pengamatan yang baru
menyebabkan orang mengubah inferensi mereka tentang bagaimana bumi
dibentuk dan prediksi mereka tentang jatuhnya kapal dari bumi.

Pengujian terhadap prediksi yang dibuat dapat menjadikan kita lebih


saksama dalam melakukan pengamatan yang nantinya akan mendukung atau
menolak prediksi yang dibuat. Apabila pengamatan yang baru sesuai dengan pola
yang dihasilkan dari pengamatan dan prediksi yang dibuat, maka kita akan
menjadi semakin yakin dengan prediksi yang dibuat. Sebaliknya, apabila
pengamatan yang baru tidak mendukung prediksi, maka kita harus merevisi atau
menolak prediksi yang telah dibuat. Pengamatan yang baru menuntun kita pada
inferensi yang baru dan prediksi yang baru. Dengan demikian, peta keterampilan
proses kita akan berbentuk seperti berikut ini:

68
69
Gambar 38. Daur yang menunjukkan ”observasi-inferensi-prediksi-observasi 2-dst.”

Manakala data baru (observasi) dikumpulkan, teori-teori (inferensi-


inferensi) diusulkan untuk menjelaskan hasil observasi dan memprediksi apa yang
belum terobservasi. Pada kenyataannya, sebuah teori akan diterima setelah
melewati tiga ujian:

a. Dapat menjelaskan apa yang telah diobservasi.

b. Dapat memprediksi apa yang belum diobservasi.

c. Dapat diuji dengan pengamatan yang lebih saksama dan dapat dimodifikasi
dengan ditemukannya data baru.

Mengamati, menginferensi, dan memprediksi adalah keterampilan berpikir


yang saling terkait. Kita menggunakan keterampilan ini untuk memahami dunia
kita. Gagasan-gagasan kita tentang bagaimana sesuatu bekerja seharusnya selalu
ditinjau ulang dan memiliki kemungkinan untuk direvisi. Sains seharusnya
dipandang sebagai sesuatu yang tentatif; selalu berubah seiring dengan adanya
dihasilkannya pengamatan-pengamatan baru yang berasal dari pengujian prediksi
kita.

L. Berlatih keterampilan memprediksi

Alat dan bahan



Selembar kertas tisu kamar mandi berukuran 5 cm2

Selembar kertas minyak berukuran 5 cm2

Selembar kertas tisu makan berukuran 5 cm2

Selembar kertas marmer emas berukuran 5 cm2

70

Sebuah plastik flip besar

Sebuah pipet tetes

Sebuah lup

Sebuah gelas ukur (100 mL)

Sebuah gelas ukur (150–250 mL)

Persiapan

1. Beri nama kertas tisu kamar mandi dengan ”A”

2. Beri nama kertas minyak dengan ”B”

3. Beri nama kertas marmer emas dengan ”C”

4. Beri nama kertas tisu makan dengan ”X”

5. Masukkan ”X” ke dalam plastik flip dan jangan dibuka terlebih dahulu.

6. Beri label gelas ukur besar dengan ”Sampah”

Prosedur

1. Periksalah alat dan bahan

 Tiga lembar kertas (A, B, dan C)

 Plastik berisi kertas ”X”

 Lup

 Pipet tetes

 Gelas ukur berisi air

 Gelas ukur bertuliskan ”sampah”

2. Bacalah pertanyaan 1 di lembar jawaban.

3. Gunakan kertas A, B, dan C saja. Jangan gunakan kertas yang ada di dalam
plastik.

71
4. Jatuhkan setetes air dari gelas ukur di atas kertas A, B, dan C. Gunakan lup
untuk melihat apa yang terjadi pada setiap kertas.

5. Jawab pertanyaan 1 di lembar jawaban.

6. Perhatikan kertas X di dalam plastik. Jangan buka plastiknya! Kamu boleh


mengamatinya menggunakan lup.

7. Jawablah pertanyaan 2 dan 3 di lembar jawaban.

8. Letakkan kertas A, B, dan C di gelas ukur bertuliskan ”Sampah.”

Lembar jawaban

1. Apa yang terjadi dengan tetesan air pada masing-masing kertas?


Pada kertas A, tetesan air __________________________________

Pada kertas B, tetasan air __________________________________

Pada kertas C, tetesan air __________________________________

2. Kamu tidak boleh meneteskan air di kertas X. Namun, kamu boleh menduga apa
yang terjadi jika kertas X ditetesi air.
Tulis dugaan kamu: _______________________________________

3. Mengapa kamu menduga hal itu dapat terjadi?


_________________________________________________________

_________________________________________________________

Setelah anda melakukan kegiatan di atas, coba lakukanlah self assesment terhadap
performance anda.

Prosedur penskoran

1. Pertanyaan 1: skor maksimum 3 poin

Contoh jawaban yang dapat diterima:



Pada kertas B dan C air tidak terserap, berada di permukaan kertas,
berbentuk bola, tidak menyebar.

72

Pada kertas A air menyerap; menyebar; mengembang.

2. Pertanyaan 2: Karena kertas X sama dengan kertas A maka prediksi yang


dibuat harus mengindikasikan bahwa adanya kesamaan dua kertas tersebut.

3. Pertanyaan 3: Siswa menjelaskan prediksi yang dibuat untuk menjawab


pertanyan 2, misalnya: kertasnya lunak, kertas X tidak mengkilat, seperti
kertas A. (Sumber kegiatan: Rezba, 1995)

BAB III

Keterampilan Proses Sains Terintegrasi

A. Mengidentifikasi variabel (identifying variables)

Pada bagian ini, anda akan belajar mengenali variable-variabel dalam konteks
yang beragam. Variabel adalah faktor-faktor yang berubah atau memiliki potensi
untuk berubah ketika dilakukan eksperimen (Rezba, et. al., 2007). Variabel
disebut juga ciri dari sebuah benda atau peristiwa yang bisa berubah dan memiliki
jumlah yang berbeda-beda (Carin, 1993). Sedangkan Abruscato & DeRosa (2010)
mendefinisikan variabel sebagai seluruh faktor yang dapat membuat perubahan
dalam sebuah penyelidikan. Tinggi dan berat seorang anak dalam masa
pertumbuhan, waktu sebuah lilin dapat menyala ketika ditutup dengan gelas, dan
volume air hujan setiap hari merupakan contoh variabel (Carin, 1993).
Sebuah eksperimen mengandung sebuah variabel bebas (independent
variable), sebuah variabel tak-bebas (dependent variable), dan beberapa variabel
control (controlled variable).
a) Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang akan diuji. Variabel ini merupakan
variabel yang dimanipulasi atau diubah oleh orang yang melakukan eksperimen.
Sebagai contoh, jika seseorang ingin menyelidiki ketertarikan kupu-kupu terhadap
bunga berwarna kuning maka warna bunga adalah variabel bebas.
Asal istilah variabel bebas, yakni independent variable kadang menyulitkan
untuk digunakan. Oleh karena itu, pemakai Bahasa Inggris lebih suka

73
menggunakan istilah manipulated variable daripada independent variable karena
makna independent variable adalah not dependent. Makna tersebut
mengimplikasikan bahwa yang disampaikan oleh istilah bukan sesuatu yang
”menjadi artinya” tetapi justru menunjukkan sesuatu yang ”bukan artinya”.
b) Variabel tak bebas
Variabel tak bebas adalah perubahan-perubahan yang diukur dalam sebuah
eksperimen. Perubahan variabel ini tergantung pada variabel bebas. Perubahan
variabel terikat merupakan respon dari perubahan variabel terikat. Istilah ’variabel
tak bebas’ seringkali menyulitkan untuk diucapkan. Oleh karena itu, orang lebih
suka menggunakan istilah variabel terikat.
Sebagai contoh dalam penyelidikan tentang ketertarikan kupu-kupu terhadap
warna bunga, maka variabel bebasnya adalah jumlah kupu-kupu yang hinggap di
bunga warna kuning.
c) Variabel kontrol
Sebuah eksperimen yang baik adalah hanya mengukur pengaruh dari sebuah
variabel. Oleh karena itu, variabel yang berubah hanyalah variabel bebas dan
variabel terikat. Faktor-faktor lain dapat berubah harus dijaga agar tetap tidak
berubah atau dikontrol. Dalam eksperimen tentang ketertarikan kupu-kupu
terhadap bunga berwarna kuning, yang menjadi variabel kontrol adalah jenis
kupu-kupu yang sama dan bunga dengan jenis yang sama diletakkan dalam
kondisi, pencahayaan, dan suhu yang sama.
Perhatikanlah pernyataan berikut:
Tinggi tanaman bergantung pada jumlah air yang diterima
Pernyataan di atas menunjukkan adanya dua variabel, yakni tinggi tanaman
dan jumlah air. Seorang siswa yang meneliti laju pertumbuhan tanaman dapat
mengubah-ubah jumlah air yang digunakan untuk menyirami tanaman untuk
mencari tahu pengaruh jumlah air yang digunakan untuk menyirami dengan tinggi
tanaman. Baik tinggi tanaman maupun jumlah air, keduanya merupakan faktor
pembentuk eksperimen yang dapat berubah. Sekali lagi, variabel adalah faktor
dalam sebuah eksperimen yang dapat berubah.
Sebagai latihan, bacalah dengan saksama pernyataan-pernyataan di bawah ini
dan jawablah pertanyaannya.

1. Semakin besar gaya yang diberikan pada suatu benda, semakin besar
percepatan yang dihasilkan.

74
Tentukanlah variabel bebas dan variabel terikatnya.
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
___________________________________________________________

2. Seorang guru memberikan puzzle yang sama kepada murid kelas 4, 5 dan 6.
Seluruh murid memiliki waktu yang sama untuk menyelesaikan puzzle yang
diterima.
Tentukanlah variabel bebas dan variabel terikatnya.
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
___________________________________________________________
3. Sebuah eksperimen dilakukan menggunakan elektromagnet yang dibuat dari
sebuah baterai dan kabel yang dililitkan pada paku. Eksperimen menggunakan
paku dengan ukuran yang bervariasi. Eksperimen mengukur jumlah paper clip
yang dapat diangkat oleh paku.
Tentukanlah variabel bebas dan variabel terikatnya.
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
___________________________________________________________

Mengontrol variabel merupakan salah satu pekerjaan yang memerlukan cara


berpikir secara operasional. Proses berpikir ini terlihat sukar dilakukan oleh anak-
anak di bawah usia kelas 6 sekolah dasar. Namun, dengan struktur pembelajaran
yang cermat, siswa di bawah usia kelas 6 sekolah dasar pun bisa melakukan
proses ini.
Keterampilan proses ini dapat dilatih menggunakan sebuah permainan.
Anggap saja anda, anda memiliki dua regu, regu A dan regu B, untuk
ditandingkan dalam permainan penalty shooter. Regu A memiliki kesempatan 5
kali tendangan dan regu B memiliki kesempatan 10 kali tendangan. Pelempar dari
grup B berdiri lebih jauh dari gawang daripada penendang dari grup A. Selain itu,

75
grup B hanya boleh menggunakan bola yang berisi udara lebih sedikit daripada
bola yang digunakan oleh grup A.
Setelah pertandingan dilakukan, mintalah pendapat dari kedua kelompok.
Mereka mungkin akan mengatakan kepada anda untuk mengubah peraturannya
dengan tiga ketentuan berikut:

 Kedua kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan


tendangan.
 Kedua kelompok menggunakan bola yang sama.
 Kedua kelompok berdiri sama jauh dari gawang.

Sekarang, anda akan menekankan kepada kedua grup tiga faktor berikut ini:
banyak lemparan, jenis peralatan, jarak dari gawang, yang merupakan variabel-
variabel (faktor-faktor dalam eksperimen yang divariasi atau diubah). Agar
pertandingan berjalan dengan adil, ketiga faktor eksperimen tersebut harus sama.

B. Berlatih mengidentifikasi dan mengontrol variabel


1. Usia baterai dan nilai ekonomis
Masing-masing baterai memiliki iklan yang menawarkan kalau merknya
memiliki masa hidup paling lama. Namun, pernahkah anda menguji masing-
masing merk baterai dengan cara membandingkannya? Berikut ini cara pengujian
yang bisa dilakukan.

Bahan-bahan

1) Empat buah senter dengan tipe, ukuran dan merek yang sama.

2) Dua buah batu baterei baru ukuran sama (disesuaikan dengan senter yang
dipilih), dari merek-merek berikut ini :

 Duracell

 Energizer

 Eveready

 Alkaline

Apabila memungkinkan, gunakan semua merek batu baterei yang ada di


pasaran.

76
3) Dua buah batu baterei lain dengan ukuran yang sama untuk mengetes
senter maupun bolam (pada senter), sebelum melakukan percobaan.

Prosedur

1) Pengujian ini lebih baik dilaksanakan pada hari Sabtu malam (saat hari libur).

2) Tiap senter dites terlebih dahulu menggunakan batu baterai tes.

3) Masing-masing senter diberi label sesuai dengan batu baterai yang


dimasukkan ke dalam senter tersebut.

4) Senter yang berisi dua macam batu baterai tersebut dinyalakan bersamaan.
Catat waktu saat senter mulai dinyalakan pada tabel pengamatan.

Tabel 12. Tabel untuk merekam data keadaan baterai dan usia
baterai.

Merk Waktu
Dinyalakan Mati atau Redup Waktu Total
Menyala
Energizer
Eveready
Duracell
Alkaline

5) Ketika bangun tidur, cek apakah senter masih menyala. Pengecekan


dilanjutkan secara periodik dengan interval waktu yang sama (misalnya tiap
setengah atau satu jam), sampai senter padam.

6) Apabila saat bangun tidur senter tidak menyala, kedua batu batereinya diganti
dengan batu baterei tipe sama. Nyalakan dan catat waktu pada saat
dinyalakan, ikuti terus hingga senter padam.

7) Untuk batu baterei non-alkaline, pengujian bisa dimulai pada hari Minggu
pagi (apabila awal pengujian adalah hari Sabtu malam). Nyalakan dan catat
waktu saat senter mulai dinyalakan. Catat berapa lama waktu nyala kedua

77
jenis batu baterei tersebut. Senter mungkin tidak benar-benar padam dengan
jenis batu baterei ini, sehingga penghitungan lama waktu nyalanya adalah
hanya sampai nyala batu baterei redup.

Kegiatan Lanjutan

Untuk memilih batu baterei yang paling menguntungkan, tentu tidak cukup hanya
mengandalkan pada variabel waktu nyala batu baterei yang paling lama. Salah
satu variabel lainnya adalah harga. Kegiatan berikut ini merupakan lanjutan dari
kegiatan di atas.

Catatlah harga masing-masing batu baterai. Kemudian hitung harga dua buah batu
baterai. Hitunglah baterei yang “paling ekonomis” (harga dibagi waktu menyala).
Hasilnya dinyatakan dalam Rupiah per menit.

Diskusi

 Dari eksperimen telah didapatkan waktu nyala paling lama dan juga sudah
didapatkan data Rupiah per menit. Dari batu baterei yang diamati, manakah
yang seharusnya dipilih ?

 Selain dari dua variabel di atas, faktor apalagi yang diperlukan dalam memilih
suatu jenis batu baterei ?

 Bandingkan antara waktu nyala baterei dan iklan dari perusahaan yang
mempoduksi batu baterei jenis tersebut. Sesuaikah ? Lalu, apa gunanya iklan
tersebut dan pengaruhnya pada peningkatan penjualan batu baterei ?
(petunjuk: cari data penjualan masing-masing batu baterei, baik dari koran
atau pun internet).

78
Berdasarkan eksperimen umur hidup baterai, tentukanlah variabel kontrol
yang anda gunakan pada kotak di bawah ini.

Eksperimen di atas dapat lebih diperumit menggunakan cara lebih ‘manual’.


Eksperimen tidak lagi menggunakan senter tetapi menggunakan rangkaian listrik
sederhana. Anda dapat mempertimbangkan jenis kabel, jenis bola lampu, jenis
penghubung, dan letak rangkaian listrik ditempatkan.

2. Pendulum
Dalam kegiatan ini, anda akan menyelidiki perilaku pendulum sederhana
untuk melihat apakah anda dapat menentukan pengaruh variabel tertentu pada
seberapa lama pendulum berayun dari kondisi semula menuju ke tempat semula
lagi. Waktu untuk menempuh satu getaran penuh disebut dengan periode.
Alat dan bahan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut,
 Benang
 Klip kertas
 Ring mur baut
 Penggaris
 Selotape
 Penggaris 1 meter-an
 Jam tangan

Buatlah pendulum sebagaimana ditunjukkan pada gambar xxx. Selanjutnya,


perhatikanlah variabel-variabel berikut ini,

 Periode pendulum
 Berat bandul yang digunakan dalam pendulum
 Panjang pendulum
 Sudut simpangan
 Cara menyimpangkan dan melepaskan

Dapatkan anda mengelompokkan variabel-variabel tersebut sebagai variabel


bebas, variabel terikat, dan variabel control? Periode pendulum merupakan

79
variabel terikat. Jika anda memiliki panjang pendulum sebagai variabel bebas,
maka berat bandul, sudut simpangan, cara menyimpangkan dan melepaskan
merupakan variabel kontrol.

Pendulum dapat dibuat menggunakan cara sebagai berikut,

1) Potong sehelai benang minimal satu meter.


2) Bukalah paper clip sehingga menjadi kait dan ikatkan salah satu kait pada
benang.
3) Ukurlah panjang pendulum yang dikehendaki dari ujung mur hingga
poros yang menjadi ujung benang.
4) Rekatkan benang pada tongkat atau penggaris yang kaku.
5) Pegangi penggaris di meja dengan kuar agar tidak bergerak saat bandul
diayunkan.
6) Tarik mur (bandul) kira-kira sejauh 15 derajat atau kurang dari keadaan
setimbang. Lepaskan bandul sehingga mengayun pelan tanpa menumbuk.
Bandul mungkin saja menyimpang dari arah sejajar dengan meja. Hal ini
tidak perlu dikhawatirkan; tetaplah menghitung.
7) Ambil dua buah data untuk masing-masing percobaan. Apabila hasil
penghitungan menunjukkan hasil yang berbeda, ulangilah sehingga
memperoleh dua hasil yang mendekati sama.
8) Apabila anda ingin menjadikan berat sebagai variabel bebas, maka
pastikan panjang pendulum tetap dan tambahkan saja mur pada kait untuk
percobaan yang berbeda. Lanjutkan percobaan untuk tiga atau empat buah
mur sebagai bandul.
9) Apabila anda menginginkan panjang sebagai variabel bebas, maka
pastikan berat pendulum tetap dan ubahlah panjang benang untuk setiap
percobaan. Mulailah dari pendulum dengan ukuran terpanjang kemdian
lebih pendek dan lebih pendek (Sumber kegiatan: Howe & Jones, 1993).

Tekan disini menggunakan tangan

80
Gambar 39. Rangkaian pendulum (Sumber: Howe & Jones, 1993)

C. Membuat tabel data (Constructing a table of data)

Hasil pengukuran yang diperoleh saat penyelidikan dilakukan disebut dengan


data. Pengukuran terhadap waktu, suhu, dan volume merupakan contoh data. Data
yang ditata ke dalam tabel akan membantu seseorang melihat pola yang
terkandung dalam data tersebut.
Selanjutnya, Rezba et. al. (2007) menjelaskan bahwa meskipun tidak ada
aturan baku dalam membuat sebuah tabel data, tetapi terdapat konvensi atau
kesepakatan tidak tertulis terkait dengan pola penataan data tersebut yang
memfasilitasi komunikasi antara penulis dan pembaca. Sebagai contoh, saat

81
membuat tabel data, variabel bebas dicatat dalam kolom sebelah kiri sedangkan
variabel terikat dicatat dalam kolom sebelah kanan.
Saat mencatatkan data-data ke dalam tabel, buatlah nilai-nilai dari variabel
bebas berada dalam keadaan teratur. Cara menyusun nilai-nilai untuk variabel
bebas memang tidak diatur secara baku, tetapi pada umumnya, data-data
diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar. Pengaturan ini menjadikan
nilai-nilai variabel bebas menjadi terpola dengan baik.

Kolom untuk variabel bebas Kolom untuk variabel terikat

Gambar 40. Penempatan variabel dalam tabel

Beberapa eksperimen seringkali harus melakukan pengulangan percobaan


dalam mengambil sebuah data. Pengulangan ini akan meningkatkan keyakinan
karena mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengukuran. Saat
pengulangan pengukuran dilakukan, kolom untuk variabel terikat dibagi-bagi
menjadi lebih kecil sehingga data dapat dicatat setiap percobaan dilakukan. Informasi
yang berkaitan dengan rata-rata, median, atau modus dicatat pada kolom tambahan
sebelah kananya. Kolom tersebut sering disebut dengan data turunan.

Percobaan ke-
1 2 3

82
(Kolom variabel bebas) (Kolom variabel terikat) (Kolom data turunan)

Gambar 41. Penempatan variabel dengan beberapa kali percobaan dan data turunan

Daftar cek di bawah ini dapat anda gunakan untuk menilai kemampuan
siswa membuat tabel.
Tabel 13. Daftar cek untuk menilai keterampilan proses membuat tabel (Sumber: Rezba,
2007).

No. Kriteria Ya Tidak


1. Judul memuat unsur variabel terikat dan variabel
bebas
2. Kolom sebelah kiri untuk varibel bebas
3. Nama dan satuan disertakan pada variabel bebas
4. Susunan variabel bebas teratur
5. Variabel terikat diletakkan di kolom sebelah kanan
6. Nama dan satuan disertakan pada variabel terikat
7. Kolom variabel terikat dibagi menjadi beberapa
bagian jika percobaan (pengambilan data) dilakukan
berulang
8. Seluruh data variabel terikat terekam
9. Menggunakan kolom untuk nilai-nilai turunan jika
diperlukan
10. Nama dan satuan nilai-nilai turunan disertakan
11. Seluruh nilai-nilai turunan dihitung dengan benar

D. Berlatih membuat tabel


1. Menghitung jarak pantulan bola

83
Sebuah eksperimen dilakukan untuk menentukan jarak pantulan bola saat bola
dijatuhkan dari ketinggian tertentu. Sebuah bola dijatuhkan dari ketinggian
tertentu kemudian memantul di lantai. Tinggi pantulan kemudian diukur. Hasil
yang diperoleh adalah sebagai berikut: Bola dijatuhkan dari ketinggian 60 cm dan
memantul setinggi 50 cm. Bola dijatuhkan dari ketinggian 35 cm dan memantul
setinggi 30 cm. Bola dijatuhkan dari ketinggian 30 cm dan memantul setinggi 24
cm. Bola dijatuhkan dari ketinggian 75 cm dan memantul dengan ketinggian 60
cm. Isikanlah data tersebut pada tabel di bawah ini.

Tabel 14. Pengaruh Ketinggian Jatuhnya Bola terhadap Ketinggian Pantulan Bola

Tinggi Bola (cm) Tinggi Pantulan (cm)

2. Panjang bayangan
Sebuah eksperimen dilakukan untuk menentukan panjang bayangan tongkat
yang dihasilkan saat cahaya matahari tidak dapat diteruskan oleh sebuah
tongkat yang diberdirikan. Tongkat dengan panjang 50 cm, bayangan yang
dihasilkan sepanjang 35 cm. Bayangan sepanjang 7 cm dibentuk oleh tongkat
dengan panjang 15 cm. Tongkat dengan panjang 30 cm membentuk bayangan
sepanjang 20 cm dan tongkat dengan panjang 70 cm membentuk bayangan
sepanjang 53 cm.

Tabel 15. Bagaimana Pengaruh Panjang Tongkat terhadap Panjang Bayangan?

Panjang Tongkat (cm) Panjang Pantulan (cm)

84
E. Membuat grafik dan mendeskripsikan hubungan antarvariabel
(constructing a graph and describing relationships between variables)

Data kuantitatif, selain menggunakan tabel, juga dapat dikomunikasikan


menggunakan grafik. Grafik merupakan cara menata data kuantitatif dan
dituangkan dalam bentuk visual. Grafik merupakan sebuah cara untuk
menunjukkan hubungan antara dua variabel. Sebagai contoh, tinggi badan, umur,
berat badan, dan populasi penduduk suatu daerah. Informasi yang disajikan dalam
bentuk grafik ini sewaktu-waktu dapat berubah dan suatu grafik bisa digunakan
untuk menunjukkan perubahan sifat yang terjadi secara alami (Howe & Jones,
1993).
Bagian ini akan mengenalkan dua jenis grafik utama: grafik batang dan grafik
garis. Grafik batang memiliki variasi bentuk lain, yakni histogram dan piktograf.
Grafik batang digunakan untuk menunjukkan hubungan antara variabel diskontinu
dan variabel kontinu. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 42 yang
membandingkan curah hujan tahunan dari beberapa kota. Variabel diskontinu
adalah kota, dan variabel kontinu jumlah curah hujan.
Curah hujan (inchi)

60
50
40Gambar 42. Data curah hujan tahunan dari beberapa kota
30
Pictographs
20 adalah grafik yang menggunakan gambar untuk mewakili banyak
Tangerang

dari sesuatu. Gambar


10 disesuaikan dengan data yang ingin disampaikan. Misalnya,
Bandung

Cilacap
Bogor
Jakarta

0
Bekasi

85
sebuah survei dilakukan untuk mengetahui jumlah sepeda motor di jalan raya
sebuah kota dalam kurun waktu antara tahun 2008–2012. Hasil survei ditunjukkan
oleh tabel di bawah ini.

Tabel 16. Banyak pengendara sepeda motor dari tahun 2008–2012

No. Tahun Banyak pengendara


sepeda motor
1. 2008 500.000
2. 2009 600.000
3. 2010 700.000
Jika data 4. 2011 800.000 tersebut
diwujudkan 5. 2012 900.000 dalam
pictographs maka dapat berwujud:

2008
:

2009
:

2010
:

2011
:

Gambar 43. Piktograf untuk tabel 16


Grafik garis menunjukkan hubungan antara dua variabel kontinu. Di dalam
Tinggi (meter)

30 2012
Gambar 44, tingginya suatu pohon yang tumbuh berhubungan dengan usia nya.
:
Tinggi dan usia keduanya adalah variabel berkesinambungan karena apapun
25
satuan-satuan yang digunakan untuk mengukurnya, nilai-nilai diantaranya mudah
20
untuk dibayangkan. = 100.000
pengendara.
15

10

5
86

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Usia tanaman (tahun)
Gambar 44. Pertumbuhan Pohon hutan hujan

Rezba et. al. (2007) mengemukakan bahwa terdapat tiga tahap dalam
membuat grafik garis, yakni: (1) memberikan label ”x” dan ”y” pada kedua
sumbu kedua sumbu, (2) menentukan skala interval untuk setiap sumbu, dan (3)
memplot pasangan data sebagai sebuah titik pada grafik. Anggap saja ada sebuah
data yang menghubungkan antara jumlah pemupukan dengan tinggi tanaman dan
anda akan membuat grafik dari data tersebut. Data disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 17. Banyak pemupukan yang diberikan dan tinggi tanaman

Banyak Pemupukan (kg) Tinggi Tanaman (cm)


3 28
6 53
9 76
Apa yang harus dilakukan? Setelah membuat sumbu vertikal dan horizontal,
tuliskan nama variabel pada kedua sumbu tersebut. Perhatikan dalam menentukan
letak variabel pada kedua sumbu. Variabel bebas menempati sumbu-x atau sumbu
horizontal sedangkan variabel terikat menempati sumbu vertikal atau sumbu-y.

87
Gambar 45. Grafik yang menunjukkan hubungan antara banyak pemupukan dan tinggi
tanaman.

Grafik di atas terlihat mudah untuk dibuat karena data yang cukup sederhana.
Sayangnya, tidak semua data akan sesederhana yang kita perkirakan. Perhatikan
gambar di bawah ini.

88
Gambar 46. Data-data yang diplot pada grafik tidak selalu berbentuk pola yang teratur
sempurna.

Plot data pada grafik di atas mengesankan tidak membentuk sebuah pola.
Meskipun demikian, pola tidak selalu harus menggunakan data-data yang ’terpola
secara sempurna’, misalnya membentuk garis yang tepat lurus. Kita harus dapat
melihat pola terdekat atau pola secara umum yang dihasilkan. Setelah polanya
teridentifikasi, cobalah buat garis terbaik yang menunjukkan tren yang terlihat.
Jangan membuat garis yang bentuknya zig-zag yang menghubungkan titik-titik
satu demi satu. Tugas anda adalah menunjukkan tren umum data-data tersebut.
Buatlah garis sehingga separuh dari seluruh titik berada di salah satu sisi dan
separuh dari seluruh titik berada di sisi yang lain. Beberapa titik yang ada pada
grafik mungkin saja tidak tepat dilalui garis. Garis tersebut merupakan garis
terbaik dari pola yang diberikan. Apabila menggunakan gambar 34, maka garis
terbaik yang dapat dibuat adalah sebagai berikut,

Gambar 47. Garis terbaik untuk menunjukkan pola yang terbentuk dari data yang diplot
pada sebuah gafik.

89
Berikut ini dipaparkan rambu-rambu untuk menilai kualitas siswa dalam membuat
grafik.
Tabel 18. Daftar cek untuk menilai keterampilan proses membuat tabel (Rezba, 2007)

No. Kriteria Ya Tidak


1. Judul menginformasikan tentang variabel terikat dan
variabel bebas
2. Variabel bebas berada di sumbu X
3. Menyertakan nama/satuan pada variabel bebas
4. Skala pada sumbu-X mewakili nilai-nilai variabel
bebas
5. Variabel terikat berada di sumbu Y
6. Menyertakan nama/satuan pada variabel terikat
7. Skala pada sumbu-Y mewakili nilai-nilai variabel
terikat
8. Data di-plot dengan benar
9. Graris terbaik dibuat dengan benar.

Setelah grafik dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mendeskripsikan


hubungan antara dua variabel yang ada pada grafik tersebut. Hubungan
antarvaribel dapat dinyatakan dalam sebuah kalimat tertentu. Sebagi contoh,
perhatikan grafik di bawah ini.

90
Gambar 48. Grafik garis yang menunjukkan pengaruh waktu pemanasan terhadap suhu
air.

Hubungan antara waktu pemanasan dan suhu air dapat dituliskan menggunakan
kalimat umum sebagai berikut,

Apabil __________________________, maka ___________________________


(variabel bebas) (variabel terikat)

Sehingga hubungan dapat ditulis,


Apabila waktu pemanasan semakin lama, maka suhu air semakin tinggi
Hubungan antarvariabel juga dapat dikemukakan dengan mendahulukan variabel
terikat sehingga dapat ditulis, suhu air semakin tinggi apabila waktu
pemanasan semakin lama.
Setelah hubungan antara variabel diketahui, maka grafik ditafsirkan
sehingga memberikan makna yang lebih jelas. Perhatikan grafik pertumbuhan
tanaman pada gambar 49.
100

80
Tinggi (cm)

60

40

20

0
0 2 4 91 6 8 10
Waktu (minggu)

Gambar 49. Grafik pertumbuhan tanaman


Gambar 49 menunjukkan bahwa tanaman bertambah tinggi 5 cm selama
minggu pertama dan kedua. Selanjutnya, laju pertumbuhannya meningkat.
Peningkatan laju pertumbuhan ditunjukkan dengan kurva grafik semakin tajam.
Laju pertambahan yang sekitar 1,5 cm tiap minggu tetap terjaga untuk beberapa
minggu (sebagaimana ditunjukkan oleh garis yang lurus) kemudian lajunya
menurun. Garis lurus menunjukkan bahwa laju pertumbuhan konstan sedangkan
garis yang membentuk kurva naik atau turun menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan tanaman naik atau turun. Selama dua minggu terakhir, tanaman tetap
tumbuh tetapi dengan laju yang menurun. Kurva ini berhubungan dengan cara
beberapa tanaman tumbuh. Para awalnya, tanaman disibukkan dengan aktivitas
membangun sistem akar agar dapat mencapai tinggi maksimal. Selanjutnya laju
pertumbuhan meningkat, untuk beberapa saat laju pertumbuhannya tunak, dan
akhirnya mulai menurun saat mencapai tinggi maksimal yang normal (Howe &
Jones, 1993).

F. Berlatih membuat grafik dan menafsirkan grafik


Berdasarkan tabel yang diberikan di bawah ini, buatlah grafik yang sesuai.

1. Pengaruh kelajuan terhadap konsumsi bahan bakar


Tabel 18. Data kelajuan mobil dan konsumsi bahan bakar

Kelajuan Mobil Km/Liter


(Km/jam)
22 7
26 5,7
30 4,3
34 3,2
38 2,1

92
2. Pengaruh suhu terhadap kecepatan pendinginan
Tabel 19. Data suhu almari es dan lama pembekuan

Suhu Almari Es Lama Pembekuan


(°C) (menit)
–29 13
–21 19
–12 31
–7 45
–3 57
0 67

Buatlah garis terbaik yang menunjukkan pola pada grafik di bawah.

3. 4.

5.

Gambar 50. Hasil plot data ke dalam


grafik.
Berikan penjelasan atas masing-masing grafik di bawah ini.

93
6.
250
200
Posisi (m)

150
100

50
0
–50
Gambar 51. Grafik
7. –100 Waktu (s) posisi vs. waktu
–150
0 10 20 30 40 50 60
25
20
Posisi (m)

15
10
5
0
–5
–10 Gambar 52. Grafik posisi vs. waktu.
–15
0 10 20 30
8.
Waktu (s)
Kecepatan (m/s)

25
20
15

10
5
Gambar 53. Grafik kecepatan vs. waktu.

1
G. Mengajukan hipotesis 3 4 5 hypotheses)
2 (constructing 6
Waktu (s)
Seorang guru melakukan percobaan dengan skenario sebagai berikut: Isilah
sebuah kantong plastik menggunakan udara yang dingin dan kantong plastik
lainnya menggunakan udara yang panas. Gunakanlah pengering rambut untuk

94
meniupkan udara yang panas. Mintalah siswa anda menjelaskan, mengapa
kantong plastik yang diisi udara panas melayang hingga langit-langit. Murid-
murid dapat mengemukakan hipotesis bahwa udara yang panas lebih ringan
(memiliki kerapatan lebih kecil) daripada udara yang lebih dingin. Minta para
murid untuk mengajukan sebuah prediksi yang dapat diuji berdasarkan hipotesis.
Sebagai contoh, jika kita mengisikan udara panas dan udara dingin, masing-
masing ke dalam kantong plastik yang berbeda dengan ukuran yang sama, maka
kantong plastik dengan udara yang panas akan menjadi lebih ringan.
Sebuah eksperimen biasanya berawal dari sebuah masalah yang harus
dipecahkan, sebuah pertanyaan yang harus dijawab, atau sebuah keputusan yang
harus dibuat. Dengan mengubah salah satu faktor dalam sebuah penyelidikan
secara sengaja, maka hasilnya faktor yang lain akan berubah. Sebelum
penyelidikan dan eksperimen dilakukan, sebuah hipotesis seringkali dinyatakan.
Hipotesis adalah prediksi tentang hubungan-hubungan antara variabel-variabel.
Hipotesis menyediakan petunjuk ketika peneliti hendak mengambil data dalam
penelitian (Rezba et al., 2007).
Jika variabel yang relevan telah ditentukan, maka hipotesis yang dapat diuji
(testable hypotheses) dapat dinyatakan. Istilah ”hipotesis yang dapat diuji”
digunakan karena istilah ini mengindikasikan salah satu fungsi dari sebuah
hipotesis. Sebuah hipotesis harus mengarahkan peneliti pada desain penyelidikan
untuk mengujinya. Untuk membuat sebuah hipotesis, seseorang harus
menunjukkan tentang apa yang terjadi pada variabel terikat jika variabel bebas
diubah. Prediksi ini dapat didasarkan pada fakta, pendapat atau sumber apapun
yang dimiliki. Sebagai contoh, untuk membuat sebuah hipotesis yang terkait
dengan sebuah permasalahan, Apakah yang mempengaruhi kelajuan mobil?
Seseorang dapat memilih variabel ukuran ban untuk diuji. Hipotesis yang
dikemukakan berdasarkan variabel tersebut adalah jika ukuran ban membesar,
maka kelajuan mobil menurun.

H. Mendefinisikan variabel secara operasional (defining variables


operationally)

95
Selama melakukan eksperimen, peneliti melakukan pengukuran terhadap
variabel-variabel. Namun, sebelum melakukan pengukuran, peneliti harus
memutuskan bagaimana mengukur setiap variabel.
Dengan men-spesifikasi prosedur yang digunakan untuk mengukur variabel,
maka seseorang telah definisi operasional. Mendefinisikan variabel secara
operasional maknanya menentukan cara untuk mengukur variabel tersebut.
Dengan demikian, sebuah definsi operasional menyatakan apa yang diamati dan
bagaimana mengukurnya.
Peneliti yang berbeda dapat menggunakan definisi operasional yang berbeda
untuk variabel yang sama. Sebagai contoh, anggap sebuah penyelidikan dilakukan
untuk menguji pengaruh vitamin E pada ketahanan tubuh seseorang. Variabel
”ketahanan tubuh seseorang” dapat difenisikan dengan berbagai cara:
a. lama seseorang dapat terjaga
b. jarak yang dapat ditempu seseorang dengan berlari tanpa henti
Masing-masing definisi di atas adalah definisi operasional dari variabel yang sama
(Rezba et al., 2007).
I. Mendesain penyelidikan (designing investigations)
Keterampilan membuat desain penyelidikan hanya akan dibatasi oleh
imajinasi peneliti. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa desain penyelidikan
tersebut harus rumit. Sebaliknya, semakin sederhana desain penyelidikan yang
dibuat, maka peneliti akan lebih dapat diharapkan untuk memperoleh data yang
berguna.
Sebuah penyelidikan dapat didefinisikan sebagai suatu susunan kondisi-
kondisi yang terencana untuk menghasilkan data yang akan mendukung ataupun
tidak mendukung hipotesis. Penyelidikan menjadi semakin terarah dan dapat
dilakukan jika variabel bebas dan variabel terikat dinyatakan secara jelas dalam
hipotesis.
Anggap seorang peneliti ingin menguji hipotesis: semakin luas permukaan zat
cair yang bersentuhan dengan udara, maka penguapan terjadi lebih cepat. Desain
penyelidikan yang mungkin dibuat adalah sebagai berikut:
Tuangkan 100 mL air yang berada dalam suhu ruang ke dalam loyang alumunium
dengan luas 5, 6, 7, 8, dan 9 cm 2. Biarkan loyang-loyang tersebut dalam ruang
terbuka. Setelah dua jam, ukurlah volume masing-masing air. Perhatikan bahwa
desain tersebut berisi definisi operasional bagi variabel bebas dan terikat, yakni

96
membiarkan air dalam ukuran loyang yang berbeda ukurannya sebagai variabel
bebas dan mengukur volume air sebelum dan setelah selang waktu tertentu
sebagai variabel terikat (Rezba et al., 1995; 2007).
J. Melakukan eksperimen (experimenting)
Rezba et al. (2007) mengemukakan bahwa melakukan eksperimen merupakan
aktivitas yang menggunakan seluruh keterampilan proses sains yang telah
dipaparkan sebelumnya. Sebuah eksperimen bisa diawali dari sebuah pertanyaan.
Dari sinilah langkah-langkah untuk menjawab pertanyaan yang mencakup
mengidentifikasi variabel, memformulasikan hipotesis, mengidentifikasi faktor-
faktor yang harus dijaga tetap konstan, membuat definisi operasional, mendesain
sebuah penyelidikan, melakukan percobaan ulang, mengumpulkan data, dan
menginterpretasi data.
Bagian yang tidak terpisahkan dari melakukan eksperimen adalah membuat
laporan. Laporan hasil eksperimen dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Pernyataan dari pertanyaan atau permasalahan yang diselidiki.
b) Pernyataan atas hipotesis yang akan diuji.
c) Deskripsi tertulis dari desain penyelidikan yang akan digunakan untuk
menguji hipotesis. Termasuk mendeskripsikan bagaimana variabel-variabel
yang digunakan didefinisikan secara operasional, faktor-faktor yang harus
dijaga konstan)
d) Pelaporan data dalam tabel termasuk pengulangan percobaan.
e) Membuat grafik dari data.
f) Sebuah pernyataan yang menunjukkan hubungan yang teramati di antara
variabel-variabel.
g) Perbandingan temuan peneliti dengan hipotesis untuk melihat apakah hipotesis
tersebut didukung atau ditolak berdasarkan penyelidikan

97
BAB IV

Memaknai Keterampilan Proses dalam Kurikulum

A. Proses kognitif dan keterampilan proses sains

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 mengemukakan


bahwa Standar Kompetensi Lulusan untuk mata pelajaran IPA adalah sebagai
berikut,

98
1. Melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil
pengamatannya secara lisan dan tertulis.
2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan
tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya, dan interaksi antara
makhluk hidup dengan lingkungannya.
3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan, dan tumbuhan,
serta fungsinya dan perubahan pada makhluk hidup.
4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya,
perubahan wujud benda, dan kegunaannya.
5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan, dan manfaatnya.
6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan
permukaan bumi, dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.
(Standar Kompetensi Lulusan IPA Sekolah Dasar)

1. Melakukan pengamatan dengan peralatan yang sesuai, melaksanakan


percobaan sesuai prosedur, mencatat hasil pengamatan dan pengukuran
dalam tabel dan grafik yang sesuai, membuat kesimpulan dan
mengkomunikasikannya secara lisan dan tertulis sesuai dengan bukti yang
diperoleh
2. Memahami keanekaragaman hayati, klasifikasi keragamannya berdasarkan
ciri, cara-cara pelestariannya, serta saling ketergantungan antar makhluk
hidup di dalam ekosistem
3. Memahami sistem organ pada manusia dan kelangsungan makhluk hidup
4. Memahami konsep partikel materi, berbagai bentuk, sifat dan wujud zat,
perubahan, dan kegunaannya
5. Memahami konsep gaya, usaha, energi, getaran, gelombang, optik, listrik,
magnet dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
6. Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya
(Standar Kompetensi Lulusan IPA Sekolah Menengah Pertama)

1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan


dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit
instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik
kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan
dan tertulis

99
2. Memahami prinsip-prinsip pengukuran dan melakukan pengukuran
besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti,
dan obyektif
3. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika
benda titik, kekekalan energi, impuls, dan momentum
4. Mendeskripsikan prinsip dan konsep konservasi kalor sifat gas ideal,
fluida dan perubahannya yang menyangkut hukum termodinamika
serta penerapannya dalam mesin kalor
5. Menerapkan konsep dan prinsip optik dan gelombang dalam berbagai
penyelesaian masalah dan produk teknologi
6. Menerapkan konsep dan prinsip kelistrikan dan kemagnetan dalam
berbagai masalah dan produk teknologi
(Standar Kompetensi Lulusan IPA Fisika Sekolah Menengah Atas)

1. Merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis,


menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen,
menggunakan berbagai peralatan untuk melakukan pengamatan dan
pengukuran yang tepat dan teliti, mengumpulkan, mengolah,
menafsirkan dan menyajikan data secara sistematis, dan menarik
kesimpulan sesuai dengan bukti yang diperoleh, serta berkomunikasi
ilmiah hasil percobaan secara lisan dan tertulis
2. Memahami keanekaragaman hayati dan klasifikasinya, peranan
keanekaragaman hayati bagi kehidupan dan upaya pelestariannya.
3. Menganalisis hubungan antar komponen ekosistem, perubahan materi
dan energi, serta peranan manusia dalam keseimbangan ekosistem
4. Memahami konsep sel dan jaringan, keterkaitan antara struktur dan
fungsi organ, kelainan dan penyakit yang mungkin terjadi pada sistem
organ, serta implikasinya pada sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
5. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan, proses metabolisme dan hereditas, evolusi dan
implikasinya dengan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
6. Memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi serta implikasinya pada
sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
(Standar Kompetensi Lulusan IPA Biologi Sekolah Menengah Atas)

1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan


dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit
instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik
kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan
dan tertulis

100
2. Memahami hukum dasar dan penerapannya, cara perhitungan dan
pengukuran, fenomena reaksi kimia yang terkait dengan kinetika,
kesetimbangan, kekekalan masa dan kekekalan energi
3. Memahami sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid, larutan
elektrolit-non elektrolit, termasuk cara pengukuran dan kegunaannya
4. Memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta
penerapannya dalam fenomena pembentukan energi listrik, korosi
logam, dan pemisahan bahan (elektrolisis)
5. Memahami struktur molekul dan reaksi senyawa organik yang meliputi
benzena dan turunannya, lemak, karbohidrat, protein, dan polimer serta
kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari
(Standar Kompetensi Lulusan IPA Kimia Sekolah Menengah Atas)

Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan yang dikemukakan, terlihat bahwa kata


kerja yang menunjukkan proses kognitif (cognitive process) sangat mudah
ditemukan. Proses kognitif yang tercantum dalam SKL misalnya, memahami,
menerapkan, dan menganalisis. Proses-proses tersebut merupakan rincian proses
kognitif hasil pemikiran Anderson et. al. sebagai revisi dari taksonomi Bloom.

Domain kognitif yang tercantum dalam SKL sebenarnya tidak hanya proses
kognitif yang menjadi bagian taksonomi kognitif saja, tetapi juga mencakup
keterampilan proses sains. Demikian sebagaimana dikemukakan Howe & Jones
(1993)

A generap approach to articulating the goals of education was developed


bay Benjamin Bloom, who is widely regarded for his leadership in
classifying educational goals into domains and for developing taxonomies
of the domain. Bloom’s three domains are:
1. Cognitive domain (knowledge of facts, concepts, and higher-
level ideas)
2. Affective domain (feelings, attitudes, and values)
3. Psychomotor domain (motor skills, such as small and large
muscle control)
For the purpose of planning instruction in elementary science, an expansion
of the list seems appropriate. The cognitive domain is divided into two
subcategories,
1. Cognitive domain
a. Content knowledge ( facts, concepts, and higher-level ideas)
b. Science process skills (inquiry skills such as observing,
inferring, classifying, and measuring)
2. Affective domain (feelings, attitudes, and values)

101
3. Psychomotor domain (motor skills, such as small and large muscle
control)
4. Social domain (skills ef getting along with others)

Berdasarkan uraian di atas, keterampilan proses sains dapat dimasukkan ke dalam


domain kognitif, khususnya proses kognitif.

Dalam proses pembelajaran, diperlukan tujuan dari proses pembelajaran yang


diselenggarakan, baik tujuan proses maupun tujuan produk. Saat ini, taksonomi
yang secara luas digunakan adalah Taksonomi Bloom, baik untuk domain
kognitif, domain afektif, maupun domain psikomotor.

Apabila dicermati dengan saksama, standar kompetensi dari tingkat


pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas selalu terdiri dari dua
unsur, yakni dan unsur verba atau frase verba dan unsur kata nominal atau frase
nominal. Unsur kata kerja atau frase verba menunjukkan proses kognitif yang
harus dikuasai oleh siswa. Proses kognitif tersebut terbagi menjadi beberapa
tingkatan mulai dari tingkat pertama hingga keenam.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagian besar menyebutkan


proses kognitif yang harus dikuasai tanpa menyertakan tingkatan kognitif dan
rincian aktivitas keterampilan proses sains yang terkait dengan proses kognitif
tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pengetahuan yang menjelaskan
bahwa proses kognitif tidak hanya berkaitan dengan penilaian saja, tetapi juga
cara pengajaran dan cara memperoleh pengetahuan.

Pada awalnya, Bloom hanya menekankan bahwa tingkatkan kognitif yang


dikembangkan hanyalah berkaitan dengan penilaian saja. Namun, taksonomi
tersebut kemudian dikembangkan oleh Anderson et. al. sehingga cakupan
taksonomi tidak hanya mencakup penilaian saja, tetapi juga cara pengajaran dan
cara memperoleh pengetahuan (proses). Inilah yang menjadikan proses kognitif
juga dapat mengandung keterampilan proses sains.

Penggunaan keterampilan proses sains pada umumnya tidak memperhatikan


kaitannya dengan tingkat kognitif padahal antara proses kognitif dengan
keterampilan proses sains berhubungan dengan erat dan disampaikan dalam satu

102
SKL. Oleh karena itu, letak tingkatan kognitif masing-masing keterampilan proses
sains tidak banyak diketahui. Pada bagian inilah akan dipaparkan kedudukan
keterampilan proses sains pada tingkat kognitif.

B. Taksonomi Bloom yang direvisi dan keterampilan proses sains

Pada bagian sebelumnya disampaikan bahwa, taksonomi kognitif yang sesuai


dengan keterampilan proses sains adalah taksonomi Bloom yang telah direvisi
atau revised taxonomy (RT). Sebelum dipaparkan lebih jauh kedudukan
keterampilan proses sains di dalam taksonomi, akan menjadi lebih baik jika
diperkenalkan terlebih dahulu tentang RT.
Beberapa hal berikut ini menjadi unsur-unsur yang ditekankan dalam
perubahan taksonomi (Anderson et. al.,2001).
1. Perubahan penekanan
a. Fokus utama revisi adalah penggunaannya
RT menekankan penggunaan taksonomi tidak hanya untuk mengevaluasi,
tetapi juga untuk merencanakan kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan
kombinasi antara ketiganya.
b. Sasaran revisi
Taksonomi sebelumnya sasaran penggunanya hanyalah sebatas pada para
dosen tanpa contoh kasus dari khazanah pendidikan dasar dan menengah.
Adapun RT dirancang untuk dapat digunakan terutama oleh guru-guru
dalam seluruh jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA.
2. Perubahan terminologi
a. Perubahan nama kategori
Tujuan-tujuan pendidikan mengindikasikan bahwa siswa dapat melakukan
sesuatu (kata kerja) atau melakukan menggunakan sesuatu (kata benda).
Oleh karena itu, nama-nama kategori yang merupakan kata benda diubah
menjadi kata kerja.
b. Perubahan nama kategori
Taksonomi asal menggunakan kata benda atau frasa nomina, sedangkan
RT menggunakan kata kerja. Alasan pengubahan ini adalah, 1) kata kerja
lebih mewakili proses kognitif, dan 2) kata kerja lazim dijumpai dalam
rumusan tujuan dan rencana unit pelajaran para guru.
3. Perubahan Struktur
a. Kata kerja dan kata benda dalam rumusan tujuan menjadi dimensi-dimensi
yang terpisah

103
b. Dasar análisis adalah dimensi pengetahuan dan proses kognitif.

Anderson et. al. (2001) mengemukakan empat dimensi pengetahuan dan


enam proses kognitif. Dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif.
Sedangkan proses kognitif terdiri dari yang merupakan revisi dari Taksonomi
Bloom, yakni mengingat (remembering), memahami (understanding),
mengaplikasikan (applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi
(evaluating), dan mengkreasi (creating).
1. Dimensi pengetahuan
a. Factual knowledge (pengetahuan faktual)

Pengetahuan faktual (factual knowledge) terdiri dari dua bagian, yakni


knowledge of terminology (pengetahuan tentang istilah) dan knowledge of specific
details and elements (pengetahuan tentang rincian dan unsur-unsur).

1) Knowledge of terminology (pengetahuan tentang istilah)

Knowledge of terminology mencakup pengetahuan tentang simbol dan label


(label adalah kata atau ungkapan singkat yang digunakan untuk menggambarkan
seseorang atau sesuatu) tertentu baik verbal maupun nonverbal (mis., kata-kata,
bilangan-bilangan, tanda-tanda, gambar-gambar). Simbol dan label tersebut dalam
masing-masing disiplin ilmu digunakan untuk mengemukakan fenomena tertentu
dan mengkomunikasikan fenomena tersebut kepada orang lain.

Seorang pebelajar pemula harus menyadari bahwa mengetahui simbol dan


label merupakan hal yang amat penting. Sebagaimana seorang ahli dalam satu
disiplin ilmu yang menggunakan simbol dan label untuk mengkomunikasikan
hasil pekerjaannya kepada orang lain, maka seorang pemula juga perlu
menggunakan simbol dan label untuk mempelajari disiplin ilmu tersebut.

Contoh-contoh knowledge of terminology antara lain, pengetahuan tentang


alfabet dan pengetahuan tentang istilah ilmiah (mis., ungkapan untuk
menunjukkan nama bagian dari sel dan nama-nama partikel sub atomik).

104
2) Knowledge of specific details and elements (pengetahuan tentang rincian dan
unsur-unsur)

Knowledge of specific details and elements (pengetahuan tentang rincian dan


unsur-unsur) merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa,
lokasi-lokasi, orang-orang, tanggal, sumber informasi, dan semisalnya.
Pengetahuan ini mencakup pengetahuan yang spesifik, semacam tanggal sebuah
peristiwa. Fakta yang spesifik dapat dipahami secara berdiri sendiri tanpa harus
digabungkan dengan hal lain untuk dipahami.

Adapun contoh dari pengetahuan tentang rincian dan unsur-unsur antara lain
pengetahuan tentang fakta-fakta praktis yang berpengaruh bagi kesehatan,
pengetahuan tentang nama-nama, tempat, dan kejadian yang memiliki signifikasi
lebih dalam sebuah berita, dan pengetahuan tentang produk dan komoditi ekspor
utama dari sebuah negara.

b. Conceptual knowledge (pengetahuan konseptual)

Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) mencakup pengetahuan


tentang kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi dan hubungan-hubungan yang
terkandung di dalamnya. Conceptual knowledge mencakup skema, model mental,
atau teori-teori. Skema-skema, model-model, atau teori-teori ini menunjukkan
pengetahuan seseorang tentang bagaimana sebuah disiplin ilmu tertentu ditata,
bagaimana bagian-bagian yang berbeda dari informasi dikaitkan dengan cara yang
lebih sistematis, dan bagaimana bagian-bagian tersebut berfungsi secara bersama-
sama. Sebagai contoh, sebuah model mental tentang terjadinya cuaca melibatkan
gagasan tentang bumi, matahari, gerakan bumi mengelilingi matahari, dan
perubahan bagian bumi yang menghadap matahari sepanjang tahun.

Conceptual knowledge mencakup tiga subtipe: knowledge of classifications


and categories (pengetahuan tentang klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori),
knowledge of principles and generalizations (pengetahuan tentang prinsip-prinsip
dan kategori-kategori), dan knowledge of theories, models, and structures
(pengetahuan tentang teori-teori, model-model, dan struktur-struktur). Klasifikasi-

105
klasifikasi dan kategori-kategori menjadi dasar dalam membentuk prinsip-prinsip
dan generalisasi-generalisasi. Selanjutnya, prinsip-prinsip dan generalisasi-
generalisasi akan membentuk teori-teori, model-model, dan struktur-struktur.

1) Knowledge of classifications and categories (pengetahuan tentang klasifikasi-


klasifikasi dan kategori-kategori)

Klasifikasi dan kategori memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai
disiplin ilmu untuk membentuk struktur dan mensistematiskan sebuah fenomena.
Pengetahuan tentang klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori merupakan
pengetahuan yang sifatnya lebih umum dan seringkali lebih abstrak daripada
pengetahuan tentang terminologi dan fakta-fakta yang spesifik. Klasifikasi-
klasifikasi dan kategori-kategori merupakan hasil dari hubungan-hubungan antara
dua atau lebih unsur-unsur yang spesifik.

Pada umumnya, klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori merupakan hasil


dari sebuah kesepakatan dan sebuah gagasan untuk memudahkan proses
komunikasi, sedangkan pengetahuan tentang rincian dan unsur-unsur dihasilkan
berasal dari pengamatan (observation), eksperimen, dan penemuan (discovery).
Pengetahuan tentang klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori pada umumnya
merupakan sebuah refleksi cara seorang ilmuwan berpikir dan menghadapi
permasalahan di lapangan, sedangkan pengetahuan tentang rincian diturunkan dari
hasil proses berpikir dan pemecahan masalah (problem solving) tersebut. Contoh-
contoh pengetahuan tentang klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori antara
lain, pengetahuan tentang bentuk-bentuk usaha, pengetahuan tentang bagian-
bagian kalimat (mis., kata benda, kata kerja, kata sifat), pengetahuan tentang
permasalahan-permasalahan psikologis, dan pengetahuan tentang perbedaan
periode geologi.

2) Knowledge of principles and generalizations (pengetahuan tentang prinsip-


prinsip dan generalisasi-generalisasi)

Pengetahuan tentang prinsip-prinsip mencakup pengetahuan tentang sebuah


abstraksi yang merangkum hasil pengamatan sebuah fenomena. Prinsip-prinsip

106
dan generalisasi-generalisasi mengumpulkan banyak fakta-fakta dan peristiwa-
peristiwa, menggambarkan proses yang terjadi dan hubungan-hubungan antara
fakta-fakta tersebut (sehingga membentuk klasifikasi-klasifikasi dan kategori-
kategori), dan akhirnya menggambarkan proses dan hubungan-hubungan yang
terjadi antara klasifikasi-klasifikasi dan kategori-kategori.

Adapun contoh pengetahuan tentang klasifikasi-klasifikasi dan kategori-


kategori antara lain, pengetahuan tentang hukum-hukum fisika dan pengetahuan
tentang prinsip-prinsip utama yang terlibat dalam belajar.

3) Knowledge of theories, models, and structures (pengetahuan tentang teori-


teori, model-model, dan struktur-struktur)

Subtipe ini mencakup pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi-


generalisasi sekaligus hubungan-hubungan di antaranya yang menyajikan sebuah
penjelasan yang jelas dan sistematis atas sebuah fenomena. Contoh dari
pengetahuan jenis ini antara lain, pengetahuan tentang teori lempeng tektonik dan
pengetahuan tentang model genetic (mis., DNA).

c. Procedural knowledge (pengetahuan prosedural)

Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan tentang bagaimana” melakukan


sesuatu. “Sesuatu” tersebut mulai dari permasalahan yang sering dihadapi sampai
permasalahan yang benar-benar baru. Pengetahuan prosedural seringkali
berbentuk urutan langkah-langkah yang harus diikuti, mencakup keterampilan,
algoritma, teknik, dan metode, yang secara umum dikenal dengan nama prosedur.
Pengetahuan prosedural juga mencakup pengetahuan tetang kriteria yang
digunakan untuk menentukan kapan menggunakan prosedur tertentu.

1) Knowledge of subject-specific skills and algorithms (pengetahuan tentang


keterampilan dan algoritma khusus dalam suatu subjek)

Sebagaimana telah dikemukakan, procedural knowledge dapat dinyatakan


sebagai sebuah deretan langkah-langkah yang biasa disebut dengan prosedur.
Kadangkala langkah-langkah yang harus diikuti telah ditentukan, tetapi
kadangkala tidak (langkah selanjutnya ditentukan setelah langkah yang

107
sebelumnya ditempuh). Meskipun hasil akhir dari pengetahuan ini bukan
merupakan pernyataan tertentu (open ended), tetapi secara umum hasil akhir dari
pengetahuan ini merupakan sesuatu yang tertentu (mis., menuju pada satu tujuan
yang telah ditentukan). Contoh pengetahuan jenis ini antara lain, pengetahuan
tentang keterampilan melukis menggunakan cat air, pengetahuan tentang berbagai
algoritma untuk memecahkan persamaan kuadrat, dan pengetahuan tentang
keterampilan yang digunakan untuk melakukan lompat tinggi.

2) Knowledge of subject-specific techniques and methods (teknik dan metode


khusus dalam suatu bidang ilmu)

Berkebalikan dengan keterampilan khusus dan algoritma yang seringkali


berujung pada hasil tertentu, beberapa prosedur tidak mengantar pada pemecahan
masalah tunggal atau jawaban tunggal sebagaimana jenis pengetahuan ini.
Sebagai contoh, untuk mendesain sebuah penelitian kita bisa mengikuti metode
ilmiah umum, tetapi desain eksperimen yang dihasilkan akan sangat bervariasi
bergantung pada sejumlah besar faktor. Contoh dari jenis pengetahuan ini antara
lain, pengetahuan tentang metode penelitian yang relevan dengan ilmu alam,
pengetahuan tentang teknik yang digunakan para ilmuwan untuk memecahkan
masalah, dan pengetahuan tentang metode untuk mengevaluasi konsep-konsep
tentang kesehatan.

3) Knowledge criteria for determining when to use appropriate procedures


(pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan prosedur yang sesuai)

Sebagai tambahan pengetahuan tentang prosedur yang harus dilakukan, siswa


diharapkan juga mengetahui kapan menggunakan prosedur tersebut. Beberapa
contoh jenis pengetahuan ini antara lain, pengetahuan tentang kriteria untuk
menentukan jenis karangan yang harus ditulis (mis., narasi ataukah persuasif), dan
pengetahuan untuk menentukan prosedur statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dalam sebuah eksperimen.

d. Metacognitive knowledge (pengetahuan metakognitif)

1) Strategic knowledge (pengetahuan strategik)

108
Pengetahuan strategik merupakan pengetahuan tentang strategi umum untuk
belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Strategi-strategi dalam subtype
pengetahuan ini dapat digunakan untuk berbagai bidang ilmu dan tugas-tugas
yang berbeda, tidak sebagaimana strategi yang hanya bisa digunakan untuk tujuan
tertentu (mis., menyelesaikan persamaan kuadrat atau menerapkan Hukum
Bernoulli).

Subtipe ini mencakup pengetahuan tentang beragam strategi yang digunakan


siswa untuk mengingat bahan-bahan mata pelajaran, memaknai sebuah teks, atau
memahami apa yang mereka dengar ketika guru berceramah atau membaca buku.
Strategi ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum, yakni rehearsal
(latihan kembali), elaboration (pengembangan), dan organizational (berkenaan
dengan pengaturan).

Strategi rehearsal melibatkan pengulangan kata dan istilah secara berulang


untuk diingat kembali oleh seseorang. Strategi ini pada umumnya bukanlah
strategi yang efektif untuk mencapai pemahaman yang mendalam atas sesuatu
yang ingin dipelajari. Sebaliknya, strategi elaboration (pengembangan) mencakup
penggunaan berbagai hal yang dimaksudkan untuk membantu ingatan (mnemonic)
untuk menyelesaikan tugas yang berkenaan dengan ingatan, di samping
merangkum, memparafrase, dan memilih gagasan utama dari sebuah teks. Strategi
“pengembangan” menjadikan pemrosesan bahan-bahan yang dipelajari menjadi
lebih mendalam. Dengan demikian, akan dihasilkan pemahaman yang lebih
mendalam terhadap materi yang dipelajari. Adapun strategi organizational
mencakup beragam bentuk membuat outline (garis besar) dan membuat peta
konsep (concept map) dari sebuah teks. Di sini siswa mengubah sebuah materi
dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Strategi ini seringkali menghasilkan
pemahaman yang lebih baik daripada strategi rehearsal. Contoh dari pengetahuan
jenis ini adalah pengetahuan bahwa latihan kembali merupakan salah satu cara
untuk mempertahankan informasi, pengetahuan tentang beragam strategi
mnemonic untuk ingatan (mis., penggunaan akronim untuk mengingat warna
pelangi, me-ji-ku-hi-bi-ni-u), pengetahuan tentang beragam strategi

109
pengembangan (elaboration) semacam memparafrase dan merangkum, dan
pengetahuan tentang beragam strategi yang sifatnya teratur semacam membuat
garis besar atau membuat diagram.

2) Knowledge about kognitif task including contextual and conditional


knowledge (pengetahuan tentang tugas-tugas berpikir, meliputi pengetahuan
kontekstual dan pengetahuan kondisional)

Di samping pengetahuan tentang keberagaman strategi, seseorang juga


memiliki pengetahuan tentang tugas-tugas berpikir (kognitif). Tugas-tugas
berpikir bertingkat-tingkat mulai dari yang sangat mudah hingga sangat sulit.
Keadaan ini menjadikan perbedaan dalam sistem kognitif yang dituntut dan
membutuhkan strategi kognitif yang berbeda. Sebagai contoh, proses kognitif
recalling membutuhkan seseorang untuk secara aktif mengeksplorasi ingatan dan
menemukan informasi yang relevan, sedangkan recognizing hanya membutuhkan
kemampuan membedakan dan memilih jawaban yang benar.

Beberapa contoh pengetahuan jenis ini antara lain, mengetahui bahwa tugas-
tugas yang melibatkan proses kognitif recall (mis., bentuk soal mengisi titik-titik)
secara umum memerlukan proses kognitif yang lebih kompleks daripada tugas-
tugas yang melibatkan proses kognitif recognize (mis., bentuk soal pilhan ganda),
mengetahui bahwa tugas mengingat sederhana (mis., mengingat nomor telepon)
hanya membutuhkan rehearsal (latihan kembali/mengulang), dan mengetahui
bahwa strategi pengembangan semacam merangkum dan memparafrase dapat
menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam.

3) Self-knowledge (pengetahuan diri)

Self-knowledge merupakan jenis pengetahuan yang tidak kalah pentingnya


dibandingkan dengan pengetahuan tentang strategi dan tugas-tugas kognitif. Self-
knowledge meliputi pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan seseorang
terkait dengan belajar dan kognisi. Sebagai contoh, seorang siswa yang secara
umum mengetahui bahwa dia mampu mengerjakan soal lebih baik jika bentuk
soalnya pilihan ganda daripada jika bentuk soalnya esai akan memiliki self-

110
knowledge tentang keterampilan mengerjakan soal (test-taking skills). Selain itu,
salah satu tanda seorang ahli adalah bahwa mereka mengetahui kapan mereka
tidak mengetahui sesuatu kemudian memiliki strategi untuk menemukan
informasi yang dibutuhkan dan sesuai. Akhirnya, seorang siswa perlu menyadari
perbedaan strategi-strategi umum yang nampaknya mereka akan gunakan dalam
kondisi-kondisi yang berbeda.

Adapun proses kognitif yang terkandung dalam RT adalah sebagai berikut:


1. Mengingat (remembering)
Proses kognitif mengingat berkaitan dengan pengambilan kembali
pengetahuan yang relevan dari ingatan jangka panjang (long-term memory).
Proses kognitif yang terkait dengan kategori ini adalah recognizing dan recalling.
Nama lain dari recognizing adalah identifying, sedangkan nama lain dari recalling
adalah retrieving (Anderson et. al., 2001). Menurut Diaz, Pelletier & Provenzo
(2006) macam pengetahuan yang diingat kembali atau dikenali dapat berupa
tanggal, peristiwa, tempat, gagasan utama, ataupun konsep dari suatu bidang ilmu.
Prinsip-prinsip juga merupakan jenis pengetahuan yang diingat atau diidentifikasi
(Chiappetta & Koballa, Jr., 2010).
a. Recognizing (mengenal)
Recognizing berkaitan dengan proses mengambil pengetahuan dari ingatan
jangka panjang untuk disesuaikan dengan informasi yang disajikan. Dalam
recognizing, siswa memeriksa dengan seksama ingatan jangka panjang untuk
memperoleh informasi yang identik atau sama dengan informasi yang disajikan.
Saat disajikan informasi baru, siswa menentukan apakah informasi tersebut sesuai
dengan pengetahuan yang telah dia pelajari ataukah tidak. Nama lain dari
recognizing adalah identifying (mengidentifikasi) (Anderson et. al., 2001).
Menurut Nitko & Brookhart (2007) contoh kemampuan yang diukur misalnya
mengidentifikasi dan memberi label bagian-bagian serangga.
b. Recalling
Kategori recalling melibatkan pengambilan kembali pengetahuan yang
relevan dari ingatan jangka panjang ketika suatu pemicu diberikan. Bentuk
pemicu yang diberikan biasanya berupa pertanyaan. Dalam recalling, seorang
siswa memeriksa dengan seksama ingatan jangka panjang untuk mencari sepotong
informasi dan membawanya ke working memory untuk diproses. Nama lain dari

111
recalling adalah retrieving. Menurut Nitko & Brookhart (2007) contoh
kemampuan yang diukur misalnya mengingat kembali (menyebutkan) nama-nama
bagian bunga.
Berdasarkan uraian sub kategori remembering, recognizing merupakan sub
kategori yang paling sesuai untuk keterampilan proses sains mengamati
(observing). Recognizing melibatkan aktivitas memanggil kembali ingatan jangka
panjang yang merupakan pengetahuan yang telah dimiliki. Carin (1993)
mengemukakan, ” ... observation always take place from a framework or prior
knowledge. ... Observation ... are colored by prior knowledge.”
Saat seseorang melakukan pengamatan dan mengkomunikasikan hasil
pengamatannya, dipastikan selalu menggunakan pengetahuan yang pernah
diperoleh. Sebagai contoh, seorang siswa mengatakan ”benda ini dingin”, maka
sebenarnya siswa tersebut sedang membandingkan informasi yang baru saja
diperoleh, misalnya sebongkah es, dengan kesan yang pernah diperoleh tentang
dingin. Kesan dingin yang pernah diperoleh itu yang disebut dengan ingatan
jangka panjang, sehingga pada aktivitas menyentuh bongkahan es, siswa harus
membandingkan sebagaimana proses kognitif recognizing.
Selain observing, keterampilan proses sains yang berkaitan dengan proses
kognitif ini adalah communicating. Keterampilan proses ini dilakukan saat siswa
menyampaikan hasil pengamatan. Carin (1993) menyebutkan dua keterampilan
proses yang terkait dengan proses kognitif ini, yakni recording data dan creating
models. Recording data adalah keterampilan mengumpulkan informasi tentang
benda dan peristiwa, sedangkan creating models adalah aktivitas menyajikan
informasi menggunakan ilustrasi grafis atau bentuk tiga dimensi.
Sebenarnya, keterampilan ini selalu mengiringi keterampilan proses yang
lainnya. Hal ini dikarenakan setiap keterampilan proses sains memiliki
kemungkinan untuk dikomunikasikan, bukankah hasil kreasi (tingkat kognitif
tertinggi) juga perlu untuk dikomunikasikan?
2. Memahami (understanding)
Siswa dikatakan memahami jika mereka mampu membentuk suatu makna dari
pesan-pesan yang disampaikan saat pengajaran, baik pesan secara tertulis, lisan,
maupun grafik; baik disajikan saat guru ceramah, buku, ataupun melalui layar
computer (Krathwohl, 2002). Siswa dikatakan telah paham jika mampu

112
menghubungkan pengetahuan “baru” yang diperoleh dengan pengetahuan yang
telah dimiliki (Anderson et al., 2001). Proses kognitif yang termasuk dalam
kategori memahami adalah: interpreting, exemplifying, classifying, summarizing,
dan comparing (Krathwohl, 2002).
a. Interpreting (menginterpretasi)
Aktivitas menginterpretasi terjadi ketika seorang siswa mampu menafsirkan
kembali sebuah informasi dari satu bentuk ke dalam bentuk yang lainnya.
Menginterpretasi bisa dalam bentuk mengemukakan informasi berbentuk kalimat
ke dalam kalimat yang lain (misalnya memparafrase), gambar ke dalam kata-kata,
kata-kata ke dalam gambar, angka-angka ke dalam kata-kata, kata-kata ke dalam
angka, dan sebagainya (Anderson et al., 2001).
Dalam melakukan interpretasi atas sebuah informasi, siswa mengemukakan
sebuah informasi dalam bentuk yang lain. Contoh penilaian yang bisa digunakan
adalah membuat diagram alur fotosintesis. Nitko & Brookhart (2007)
mencontohkan kemampuan yang diukur menggunakan proses kognitif ini adalah
menjelaskan proses pencernaan makanan menggunakan kata-kata sendiri.
Kemampuan menginterpretasi terkait dengan keterampilan proses sains
creating models, interpreting data dan replicating. Keterampilan creating models
interpreting data, recording data, dan replicating dapat menempati tingkat
kognitif understanding apabila model yang dibuat merupakan hasil translasi
informasi dari bentuk yang lain. Contoh creating models misalnya membuat
diagram dari tabel yang diberikan. Interpreting data misalnya menafsirkan grafik
yang menghubungkan dua variabel, sedangkan replicating misalnya
menyampaikan kembali informasi yang berupa simbol, pola-pola, ataupun
prosedur ke dalam bentuk lain.
b. Exemplifying (mencontohkan)
Exemplifying terjadi ketika seorang siswa memberikan sebuah contoh
spesifik, ilustrasi, atau contoh kasus dari sebuah konsep atau prinsip yang telah
dipelajari. Exemplifying mencakup aktivitas mengidentifikasi ciri-ciri sebuah
konsep atau prinsip (mis., sebuah segitiga sama kaki memiliki dua buah sisi yang
sama panjang) dan menggunakan ciri-ciri tersebut untuk memilih atau membuat
sebuah contoh (mis., mampu memilih segitiga sama kaki dari beberapa segitiga
yang ditunjukkan) (Anderson et. al., 2001).

113
Dalam proses kognitif ini, seorang siswa diberikan sebuah konsep atau prinsip
dan harus memilih atau memberikan contoh yang spesifik atau contoh kasus yang
belum disampaikan saat proses pengajaran berlangsung. Salah satu contoh tugas
yang berkaitan dengan proses kognitif ini adalah ketika siswa diminta untuk
memberikan contoh sampah organik dan sampah non-organik dan memberikan
alasan mengapa sampah tersebut termasuk sampah organik dan sampah non-
organik. Nitko & Brookhart (2007) mencontohkan kemampuan yang diukur
menggunakan proses kognitif ini adalah memberikan contoh konkret batuan beku
dan memberikan alasan mengapa benda tersebut termasuk batuan beku.
Keterampilan proses sains yang terkait dengan proses kognitif ini adalah
inferring. Dalam aktivitas inferring, siswa memberikan penjelasan atas benda atau
peristiwa yang diamati. Sebagai contoh, setelah mempelajari materi tentang
mamalia, siswa diminta untuk mencari contoh hewan mamalia yang belum pernah
dikenalkan pada saat pembelajaran. Siswa kemudian melakukan pengamatan
terhadap berbagai hewan dan menentukan sekaligus memberikan alasan bahwa
hewan tersebut merupakan mamalia.
c. Classifying (mengklasifikasi)
Proses kognitif mengklasifikasi terjadi saat siswa mengenali bahwa sesuatu
(mis., suatu contoh) merupakan bagian dari kategori tertentu misalnya konsep.
Mengklasifikasi melibatkan aktivitas untuk mendeteksi fitur-fitur yang relevan
atau pola yang “cocok” dengan contoh dan konsep atau sebuah prinsip.
Mengklasifikasi adalah sebuah proses yang melengkapi proses kognitif
“mengilustrasikan”. Exemplifying dimulai dengan konsep yang umum atau
prinsip-prinsip kemudian meminta siswa memberikan contoh sedangkan
classifying dimulai dengan memberikan contoh-contoh kemudian meminta siswa
menemukan sebuah konsep umum atau prinsip. Istilah lain dari mengklasifikasi
adalah mengkategorikan (categorizing) dan mengelompokkan. Adapun
keterampilan proses yang menempati sub kategori ini adalah classifying.
d. Summarizing (merangkumkan)
Aktivitas merangkumkan terjadi ketika seorang siswa menyajikan sebuah
pernyataan yang merepresentasikan informasi atau mengabstrasikan sebuah tema.
Merangkumkan melibatkan aktivitas membentuk penyajian sebuah informasi,
sebagai contoh membuat ringkasan dan menentukan sebuah tema dari karangan.

114
(Anderson et. al., 2001). Keterampilan proses yang berkaitan dengan proses
kognitif ini adalah generalizing. Generalizing merupakan aktivitas mengabstraksi
benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang merupakan fakta-fakta sehingga
menjadi sebuah nama atau pernyataan yang sifatnya abstrak dan merangkum
semua benda dan peristiwa terkait. Contoh dari generalizing adalah pernyataan
“logam yang dipanaskan akan memuai”. Pernyataan ini merupakan prinsip yang
merupakan hasil generalisasi dari konsep logam, pemanasan, dan pemuaian.
e. Inferring (menginferensi)
Menginferensi melibatkan aktivitas ditemukannya sebuah pola yang nampak
dalam rangkaian contoh atau beberapa kasus. Aktivitas menginferensi terjadi
manakala seorang siswa mampu membuat abstrak dari suatu konsep atau prinsip
yang menjelaskan tentang sebuah susunan contoh dengan cara memilah ciri-ciri
yang relevan, dan yang paling penting, melihat hubungan di antara anggota
susunan contoh tersebut. Siswa diberikan rangkaian deret: 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21
kemudian diminta untuk menentukan angka setelah 21. Dalam proses kognitif ini,
seorang siswa mampu untuk memfokuskan dirinya pada nilai numeris setiap
angka daripada hanya sekedar melihat ciri-ciri yang tidak relevan dalam angka
tersebut, misalnya bentuk angka atau angka tersebut termasuk genap atau ganjil.
Siswa mampu menemukan pola dalam deret angka tersebut, misalnya angka
ketiga merupakan hasil penjumlahan angka pertama dan kedua, dan seterusnya.
Dalam proses menginferensi terdapat aktivitas membandingkan contoh-contoh
yang diberikan dan dipandang secara keseluruhan. Dengan kata lain, sebuah
contoh tidak dipandang berdiri sendiri, tetapi dipandang sebagai anggota suatu
susunan contoh. Seorang siswa perlu melihat pola yang terbentuk untuk
menentukan angka selanjutnya dalam rangkaian angka di atas (mis., angka
berikutnya pada deret angka di atas adalah 34 yang merupakan jumlah dari 13 dan
21).
Proses kognitif ini sesuai dengan dua buah keterampilan proses yakni
inferring dan predicting. Keterampilan proses sains inferring tidak hanya
memberikan penjelasan atas suatu hasil pengamatan tunggal. Namun, lebih dari
itu, inferring juga mencakup ditariknya sebuah simpulan dari suatu percobaan.
Simpulan yang ditarik merupakan hasil dari pencermatan terhadap benda-benda

115
dan perisitwa-peristiwa yang membentuk pola-pola tertentu. Adapun predicting,
keterampilan proses ini serupa dengan contoh di atas, yakni menentukan angka
yang akan muncul setelah angka terakhir dengan melihat pola yang terbentuk
sebelumnya.
f. Comparing (membandingkan)
Proses kognitif membandingkan melibatkan aktivitas mendeteksi persamaan
dan perbedaan antara dua atau lebih benda, peristiwa, atau gagasan misalnya
menentukan sejauh mana peristiwa kontemporer tentang revolusi ilmu
pengetahuan pada saat ini mirip dengan revolusi pengetahuan yang pernah terjadi
pada masa lalu. Proses kognitif membandingkan mencakup juga menemukan
korespondensi satu-satu (one-to-one correspondences) antara beberapa unsur dan
pola dalam sebuah benda, peristiwa, atau gagasan (Anderson et. al., 2001).
Keterampilan proses yang berkaitan dengan proses kognitif ini adalah
classifying. Classifying melibatkan aktivitas mengamati persamaan dan perbedaan
dari benda-benda dan peristiwa-peristiwa sehingga keduanya dapat ditata dalam
sebuah konsep, prinsip, atau hukum.
g. Explaining

Proses kognitif explaining terjadi ketika siswa mampu untuk membentuk


dengan menggunakan model sebab-akibat dari sebuah sistem. Model tersebut
dapat diturunkan dari teori formal sebagaimana seringkali terjadi dalam sains.
Proses kognitif explanation yang lengkap melibatkan pembentukan sebuah model
sebab-akibat yang memasukkan masing-masing bagian utama dari sebuah sistem
atau peristiwa penting dalam sebuah rantai peristiwa, kemudian menggunakan
model tersebut untuk menentukan bagaimana satu bagian dalam sistem atau satu
“link” dalam satu bagian rantai peristiwa mempengaruhi yang lain. Istilah lain
untuk explaining adalah “membentuk sebuah model.”

Dalam proses kognitif “menjelaskan”, saat diberikan sebuah deskripsi dari


sebuah sistem, seorang siswa membentuk dan menggunakan model sebab-akibat
dari sistem tersebut. Sebagai contoh, seorang siswa diminta untuk menjelaskan
bagaimana suhu mempengaruhi pembentukan petir.

116
Beberapa bentuk tes dapat ditujukan untuk menilai kemampuan siswa untuk
menjelaskan, mengemukakan alasan, menyelesaikan masalah, mendesain ulang,
dan memprediksi. Dalam aktivitas “mengemukakan alasan”, seorang siswa
diminta untuk mengemukakan alasan atas sebuah peristiwa yang terjadi. Sebagai
contoh, “Mengapa udara masuk ke dalam pompa sepeda saat kamu menarik
tangkai pompa ke atas?” Dalam kasus ini, jawabannya adalah: “udara dipaksa
masuk karena tekanan udara di dalam pompa lebih kecil daripada di luar”. Selain
itu juga mengemukakan prinsip yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Dalam aktivitas ”memecahkan masalah”, seorang siswa diminta untuk


mendiagnosis kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi saat sebuah sistem tidak
berfungsi. Sebagai contoh, ”Anggap kamu menarik pompa ke atas dan
menekannya ke bawah beberapa kali tetapi tidak ada udara yang masuk ke ban
sepeda. Apa yang salah?” Dalam kasus ini, siswa harus menemukan penjelasan
dalam bentuk indikasi-indikasi, misalnya ”silinder pompanya bocor” atau
”katupnya rusak sehingga terus membuka.”

Dalam ”mendesain ulang”, seorang siswa diminta untuk mengubah sistem


untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ”Bagaimana kamu dapat
meningkatkan fungsi pompa sepeda sehingga pekerjaan kamu semakin efisien?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang siswa harus membayangkan bahwa dia
sedang mencoba mengubah atau memodifikasi satu atau lebih komponen dalam
sistem, misalnya ”mengolesi piston dan silinder dengan pelumas.”

Dalam ”memprediksi”, siswa diminta untuk mengemukakan apa yang terjadi


pada suatu bagian jika salah satu bagian lain dari sistem diubah. Sebagai contoh,
”Apa yang terjadi jika kamu memperbesar garis tengah silider pompa?”
Pertanyaan ini mengharuskan siswa untuk membuat sebuah model mental dari
pompa untuk melihat bahwa jumlah udara yang bergerak di sepanjang pompa
dapat meningkat karena membesarnya silinder.

Proses kognitif explaining secara jelas mencakup dua hal, yakni penjelasan
tentang hasil pengamatan dan peramalan apa yang terjadi pada masa datang

117
berdasarkan argument yang logis. Oleh karena itu, keterampilan proses sains yang
sesuai dengan proses kognitif ini adalah inferring dan predicting.
3. Applying (mengaplikasikan)
Kategori mengaplikasikan (applying) melibatkan penggunaan prosedur untuk
melakukan latihan atau memecahkan masalah. Siswa harus mengenali informasi-
informasi yang relevan dan aturan-aturan yang berlaku untuk sampai pada
pemecahan masalah (Collette & Chiappetta, 1994). Proses ini menggunakan suatu
prosedur tertentu dalam suatu situasi tertentu. Proses yang termasuk dalam
domain ini adalah menjalankan (executing) dan melaksanakan (implementing)
(Krathwohl, 2002).
a. Executing (menggunakan)
Dalam proses kognitif executing, seorang siswa menerapkan prosedur ke
dalam tugas yang telah dikenali (mis., latihan). Tugas seorang siswa adalah
menggunakan prosedur yang telah dikenal untuk menyelesaikan tugasnya.
Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar menghitung nilai sebuah variabel
menggunakan rumus tertentu. Siswa diberi sebuah rumus: rapat jenis =
massa/volume dan harus mampu menjawab pertanyaan: “Berapakah rapat jenis
sebuah benda yang memiliki massa 18 kg dengan volume 3 m3?” (Anderson et.
al., 2001).
Keterampilan proses sains yang berkaitan dengan proses kognitif ini adalah
using numbers, replicating, dan manipulating materials. Keterampilan proses
using number menuntut siswa mengaplikasikan aturan-aturan matematis untuk
menyelesaikan permasalahan. Apabila permasalahan yang dihadapi tidak
membutuhkan modifikasi aturan matematis, maka keterampilan proses using
number bersesuaian dengan executing.
Replicating merupakan keterampilan proses dimana siswa menggunakan
prosedur yang telah dipahami untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu.
Contoh dari replicating adalah melakukan eksperimen atau percobaan
menggunakan prosedur yang baku.
Manipulating materials menuntut siswa untuk dapat menggunakan alat dan
bahan yang digunakan untuk percobaan dan eksperimen dengan terampil dan
efektif. Prosedur untuk menggunakan yang telah diketahui dan tinggal mengikuti,
menjadikan keterampilan proses ini bersesuaian dengan proses kognitif executing.
b. Implementing (mengimplementasikan/melaksanakan)

118
Proses kognitif implementing terjadi ketika seorang siswa memilih dan
menggunakan sebuah prosedur, menerapkan ide dan teori untuk menyelesaikan
tugas yang baru. Siswa juga harus mampu menjelaskan alasan penggunaan
prosedur, ide, atau teori bagi situasi baru yang dihadapi.
Keterampilan proses yang bersesuaian dengan proses kognitif ini adalah using
number, manipulating materials dan experimenting. Berbeda dengan using
number pada proses kognitif executing, using number pada proses kognitif ini
membutuhkan siswa untuk memodifikasi aturan-aturan matematis yang digunakan
untuk menyelesaikan persoalan. Prosedur yang dilakukan bukanlah prosedur yang
bersifat tetap, tetapi memungkinkan untuk mengalami perubahan-perubahan
langkah untuk menyelesaikan persoalan.
Hal yang sama juga berlaku pada keterampilan proses manipulating materials
dan experimenting. Keterampilan proses manipulating materials dan
experimenting bersesuaian dengan proses kognitif implementing jika prosedur
yang diikuti membutuhkan modifikasi. Hal terpenting adalah bahwa persoalan
yang diselesaikan bukanlah berasal dari siswa, tetapi dari guru.
4. Analyze (menganalisis)
Kategori menganalisis melibatkan usaha memilah sesuatu yang utuh menjadi
unsur-unsurnya dan menentukan unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain.
Proses menganalisis mencakup proses kognitif differentiating, organizing
(mengorganisasikan), dan attributing (menguraikan) (Krathwohl, 2002: 215).
a. Differentiating (membedakan)
Proses kognitif differentiating melibatkan proses memilah-milah bagian-
bagian yang relevan atau penting dari sebuah informasi. Proses kognitif ini terjadi
ketika seorang siswa membedakan informasi relevan dari informasi tidak relevan.
Contoh dari proses kognitif ini adalah menuliskan langkah-langkah utama tentang
cara bekerjanya sesuatu dan menuliskan tahapan terbentuknya petir setelah
membaca sebuah bab dari buku (Anderson et. al., 2001).
b. Organizing (mengorganisasikan)
Proses kognitif organizing melibatkan proses mengidentifikasi unsur-unsur
sebuah informasi atau peristiwa dan mengenali unsur-unsur tersebut saling
mendukung satu sama lain untuk membentuk sebuah struktur yang koheren.
Dalam organizing, seorang siswa menemukan pola di antara potongan-potongan
informasi yang diberikan kepada mereka menggunakan kriteria seperti relevansi,

119
sebab-akibat, dan urutan. Contoh dari proses kognitif ini adalah menata sebuah
laporan penelitian dalam urutan hipotesis, metode, data dan simpulan.
c. Attributing (menguraikan)
Proses kognitif attributing terjadi ketika siswa mampu menentukan sudut
pandang dan gagasan pokok dari berbagai bentuk komunikasi. Attributing
melibatkan sebuah proses dekonstruksi, di mana siswa menentukan gagasan
pokok seorang pengarang atau maksud pengarang dari sebuah bahan yang
disajikan (Anderson et. al., 2001).
Keterampilan proses yang bersesuaian dengan proses kognitif analyze adalah
identifying variable. Keterampilan proses ini mengharuskan siswa mengenali
karakteristik perisitiwa yang tetap atau berubah di bawah kondisi yang berubah.
5. Evaluating (mengevaluasi)
Evaluating didefinisikan sebagai sebuah aktivitas memberikan penilaian
berdasarkan kriteria atau standar. Kategori ini mencakup proses kognitif checking
(penilaian tentang konsistensi internal) dan critiquing (penilaian berdasarkan
kriteria eksternal) (Krathwohl, 2002).
a. Checking (mengecek)
Proses kognitif checking melibatkan proses mengetes inkonsistensi atau
kesalahan internal dalam sebuah operasi atau produk. Checking terjadi ketika
seorang siswa melakukan tes apakah sebuah simpulan sesuai dengan premis-
premisnya ataukah tidak, apakah data mendukung atau tidak mendukung
hipotesis, atau apakah materi mengandung bagian yang saling kontradiksi
(Anderson et. al., 2001).
b. Critiquing (mengkritisi)
Proses kognitif critiquing melibatkan aktivitas memberikan penilaian terhadap
sebuah produk atau proses pengerjaan berdasarkan standar atau kriteria eksternal.
Dalam critiquing seorang siswa mengemukakan dan menjelaskan fitur-fitur positif
dan negatif dari sebuah produk dan memberikan penilaian (judgement) setidaknya
berdasarkan sebagian dari fitur yang terdapat pada produk tersebut. Critiquing
merupakan inti dari proses berpikir kritis (critical thinking). Sebuah contoh
penugasan yang merupakan proses kognitif ini adalah meminta siswa untuk
memberikan penilaian terkait dengan kebermanfaatan suatu solusi untuk
mengurangi pemanasan global terkait dengan efektifitas dan biaya untuk
mengimplementasikan solusi tersebut (Anderson et. al., 2001).

120
Keterampilan proses yang bersesuaian dengan proses kognitif evaluating
adalah making decision. Keterampilan proses ini berisi aktivitas memilih tindakan
dari sekian tindakan berdasarkan argumen dan logika yang diterima.
6. Creating (mengkreasi)
Creating melibatkan aktivitas meletakkan unsur-unsur yang secara serempak
memberikan suatu fungsi atau membentuk sebuah koherensi. Proses kreatif ini
dapat dibagi menjadi tiga fase: 1) pemaparan masalah (problem representation), di
mana seorang siswa mencoba untuk memahami tugasnya dan menghasilkan
pemecahan masalah yang mungkin digunakan; 2) merencanakan pemecahan
masalah (solution planning), di mana seorang siswa memikirkan tentang berbagai
kemungkinan solusi permasalahan dan memformulasikan rencana pemecahan
masalah yang memiliki kemungkinan untuk dapat dikerjakan; dan 3)
mengeksekusi pemecahan masalah, di mana seorang siswa berhasil mengeksekusi
rencana yang mereka buat. Dengan demikian, proses kreatif yang terlibat dapat
dirinci sebagai berikut: 1) tahap di mana siswa meninjau berbagai kemungkinan
pemecahan masalah dan siswa mencoba memahami tugas yang harus mereka
selesaikan (generating), 2) selanjutnya, siswa memformulasikan sebuah metode
pemecahan masalah dan menyiapkannya sebagai sebuah rencana tindakan
(planning), dan 3) mengeksekusi rencana tindakan dan dihasilkan jalan keluar dari
permasalahan (producing) (Anderson et. al., 2001).
Keterampilan proses yang sesuai dengan proses kognitif ini adalah
formulating hypotheses dan experimenting. Formulating hypotheses meminta
siswa untuk mengemukakan pernyataan yang sifatnya tentatif untuk menjawab
persoalan dengan sementara dan dapat diuji. Adapaun experimenting
menunjukkan keterampilan proses sains paling kompleks dimana persoalan tidak
lagi berasal dari guru tetapi dari siswa. Keterampilan proses experimenting
mencakup keterampilan proses mendesain metode penyelidikan sehingga unsur
kreatif sangat berperan dalam keterampilan proses ini.
Berikut dirinci ikhtisar dari kesesuaian proses kognitif dan keterampilan
proses sains:
Tabel 20. Proses kognitif dan keterampilan proses sains yang bersesuaian

No. Proses Kognitif Keterampilan Proses


Sains

121
1. Remembering Observing, recording
data, creating models.
2. Understanding Creating models,
interpreting data,
replicating, inferring,
classifying, generalizing,
predicting.
3. Apply Using number,
replicating, manipulating
materials, experimenting
4. Analyze Identifying variable

5. Evaluating Making decision

6. Creating Formulating hypotheses,


designing experiment,
experimenting

C. Penerapan keterampilan proses sains dalam kurikulum


Ringkasan pada tabel 20 dapat membantu anda untuk menentukan
keterampilan proses yang dikehendaki ada dalam setiap proses kognitif. Mari kita
simak salah satu contoh berikut ini:

Salah satu Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di Sekolah Dasar adalah:

Tabel 21. Contoh SK/KD dari kelas V mata pelajaran IPA

Standar Kompetensi Dasar


Kompeten
si
Memaham  Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi
i hubungan melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
antara  Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan
gaya, lebih mudah dan lebih cepat
gerak, dan
energi,
serta
fungsinya

122
Proses kognitif yang tercantum dalam Standar Kompetensi adalah “memahami”
(understanding) yang menempati tingkatan kognitif kedua. Oleh karena itu, siswa
minimal harus menguasai materi pesawat sederhana hingga taraf memahami. Kata
kerja pada kompetensi dasarnya adalah menjelaskan, artinya siswa harus dapat
mengemukakan kembali menggunakan bahasanya sendiri tentang prinsip kerja
pesawat sederhana. Berkaitan dengan hakikat sains, kemampuan tersebut akan
tertanam lebih mudah dan lebih baik apabila menggunakan cara pembelajaran
sains yang sesuai hakikatnya. Rencana pembelajaran tentang pengungkit di bawah
ini akan menjelaskan letak keterampilan proses sains yang hendaknya ada dalam
proses kognitif. Rencana pembelajaran di bawah ini menggunakan alat percobaan
SEQIP.

Alokasi waktu : 1 kali pertemuan 2  35 menit

A. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Proses
a. Diberikan satu set alat percobaan pengungkit, siswa kelas V mampu
merangkai alat percobaan berdasarkan petunjuk praktikum bersama
kelompoknya dengan benar.
b. Menggunakan alat percobaan pengungkit SEQIP, siswa kelas V mampu
melakukan percobaan berdasarkan petunjuk percobaan bersama
kelompoknya dengan benar.
c. Menggunakan alat percobaan pengungkit SEQIP dan lembar kerja siswa,
siswa kelas V mampu melakukan pengamatan secara kuantitatif bersama
kelompoknya dengan benar.
d. Siswa mampu menyimpulkan hubungan antara besar kuasa, panjang
lengan beban dan panjang lengan kuasa pada pengungkit menggunakan
data pada tabel dengan benar.
2. Tujuan Produk

a. Siswa dapat menunjukkan titik tumpu, titik beban, dan titik kuasa pada
pengungkit dengan benar tanpa menggunakan bantuan apapun (buku teks,
buku catatan, diskusi dengan teman).

123
b. Siswa dapat menunjukkan cara pengungkit meringankan pekerjaan dalam
kehidupan sehari-hari dengan benar tanpa menggunakan bantuan apapun
(buku teks, buku catatan, diskusi dengan teman).

c. Siswa dapat menjelaskan prinsip pengungkit dalam meringankan


pekerjaan dengan benar tanpa menggunakan bantuan apapun (buku teks,
buku catatan, diskusi dengan teman).

d. Siswa dapat membandingkan keuntungan mekanis pengungkit melalui


penerjemahan gambar dengan benar tanpa menggunakan bantuan apapun
(buku teks, buku catatan, diskusi dengan teman).

e. Siswa dapat memberi contoh alat-alat teknik yang menggunakan prinsip


pengungkit dengan benar tanpa menggunakan bantuan apapun (buku teks,
buku catatan, diskusi dengan teman).

B. Kegiatan Pembelajaran

1. Pendahuluan

a. Guru membuka pembelajaran dan menjelaskan pokok bahasan yang akan


dipelajari.

b. Guru mengawali pembelajaran dengan menugaskan beberapa siswa untuk


membuka kaleng dengan tangan mereka tanpa bantuan alat apapun
(observing). Guru menanyakan apa yang mereka alami saat membuka
kaleng tanpa alat bantu (siswa mungkin akan ada yang menjawab mudah
ada juga yang menjawab sulit) (communicating).

124
Gambar 54. Siswa merasakan mencabut paku tanpa alat bantu

c. Siswa ditugasi untuk mencoba mencabut paku menggunakan palu ber-


kakatua. Guru menanyakan apa yang dialami siswa jika dibandingkan saat
tidak menggunakan palu. (Harapanya siswa menjawab lebih mudah
dengan dibantu palu) (observing, communicating).

d. Siswa ditanya mengapa saat mencabut paku menggunakan palu terasa


mudah. Untuk menjwabnya siswa diajak melakukan berbagai percobaan.

Gambar 55. Siswa merasakan mencabut paku menggunakan alat bantu

125
2. Inti

a. Siswa menerima lembar kerja siswa dari guru.

b. Siswa melakukan percobaan setelah merangkai alat berdasarkan lembar


kerja siswa.

c. Siswa melakukan percobaan dengan mengikuti petujuk dari guru secara


langsung dan menjawab pertanyaan guru.

Gambar 56. Siswa merangkai alat dan melakukan percobaan

d. Siswa dan guru mendiskusikan hasil percobaan ke-1. Siswa diarahkan


untuk mendapatkan kesimpulan bahwa dengan pesawat sederhana
pekerjaan menjadi lebih mudah.

e. Siswa ditanya bagaimana caranya agar keuntungan yang diperoleh dengan


penggunaan pesawat sederhana semakin besar?

f. Siswa dibiarkan memberikan berbagai jawaban menurut pengetahuan awal


mereka.

g. Siswa diajak membuktikan jawaban mereka dengan melakukan percobaan


kedua. Petunjuk disampaikan secara langsung oleh guru. Siswa melakukan
percobaan bersama-sama. Hasilnya ditulis di lembar pengamatan masing-
masing.

h. Siswa mempresentasikan hasil pengamatannya.

126
i. Siswa dan guru membahas hasil pengamatan. Siswa memperhatikan guru
menyampaikan berbagai istilah penting yang terkait dengan pengungkit.
(seperti titik putar sebagai titik tumpu, titik beban, titik kuasa, lengan
beban, lengan kuasa dan dengan ditunjukan tempatnya).

3. Penutup

a. Siswa melakukan refleksi tentang makna pembelajaran bagi kehidupan


sehari-hari serta kemanfaatannya dengan mendiskusikan berbagai
peralatan yang menggunaan prinsip pengungkit.

b. Siswa mengerjakan pertanyaan tertulis.

Gambar 57. Siswa mengerjakan soal tes

c. Guru menutup pembelajaran dengaan memberikan tugas rumah.

C. Lembar Kerja Siswa

Pengungkit

Alat dan bahan:

1. Satu buah bidang


2. 2 kaki bidang
3. Neraca
4. As
5. Mangkuk
6. Penyeimbang
7. Beban 50 gram

127
Prosedur:

Susunlah alat-alatmu seperti gambar di bawah ini!

Lakukan secara bersama-sama dengan teman satu kelompokmu!

Gambar 58. Rangkaian alat percobaan pengungkit.

Jika sudah selesai tersusun lakukan hal-hal di bawah ini (replicating):

1. Masukkan sebutir beban 50 gram ke dalam mangkuk. Ukurlah berat beban dan
mangkuk menggunakan neraca pegas (observing, measuring). Catat hasilnya
dalam kolom kedua pada tabel pengamatan 1 (recording data).

2. Pasanglah mangkuk pada lubang No. 12 pada lengan sebelah kiri. Letakkan
neraca pegas pada lubang No. 12 pada lengan kanan. Tariklah neraca pegas
sehingga kedudukan pengungkit setimbang. Catat besar skala neraca pegas
pada kolom terakhir pada tabel pengamtan (observing, measuring, recording
data).

3. Pindahkan neraca pegas pada lubang no. 11. Baca besar neraca dan catat pada
kolom No. 4 (observing, measuring, recording data).

4. Ulangi prosedur 3 untuk lubang No. 10 dan 9.

5. Susun ulang alat percobaan seperti gambar.

128
6. Letakkan ember berisi beban pada lubang No. 12 dan neraca pegas pada
lubang No. 12.

7. Tariklah neraca pegas sehingga kedudukan pengungkit setimbang. Baca besar


neraca pegas dan catat pada tabel pengamatan 2 (observing, measuring,
recording data).

8. Pindahkan ember dan beban ke lubang No. 11. Baca besar neraca pegas dan
catat pada tabel yang disediakan (observing, measuring, recording data).

9. Ulangi prosedur No. 8 untuk lubang No. 10 dan 9.

Hasil pengamatan:

Tabel pengamatan 1

Beban Gaya
Panjang lengan Berat Panjang lengan Besar
kiri kanan
(No. Lubang) (No. Lubang)
1 2 3 4
12 12
12 11
12 10
12 9

Tabel pengamatan 2

Beban Gaya
Panjang lengan Berat Panjang lengan Besar
kiri kanan
(No. Lubang) (No. Lubang)
1 2 3 4
12 12
11 12
10 12
9 12

129
Pertanyaan:

1. Cermatilah hasil pembacaan neraca pegas untuk tabel pengamatan 1 dan letak
neraca pegas. Bandingkanlah dengan berat beban. Ceritakan hasil pengamatan
kamu (interpreting data).
2. Cermatilah hasil pembacaan neraca pegas untuk tabel pengamatan 1 dan letak
neraca pegas. Bandingkanlah dengan berat beban. Ceritakan hasil pengamatan
kamu (interpreting data).

Simpulan:

1. Tuliskan hubungan antara jarak neraca (kuasa) ke poros dengan besar gaya
(inferring).
2. Tuliskan hubungan antara jarak beban ke poros dengan besar gaya (inferring).
D. Soal Tes

Isilah titik-titik di bawah ini dengan benar!

1. Pada gambar di bawah ini tunjukan bagian-bagian yang disebut titik tumpu,
titik kuasa, titik beban .... (Observing)

___________________

___________________ ___________________

Gambar 59. Gunting sebagai pesawat sederhana

2
2. Perhatikan gambar di bawah. Titik tumpu ditunjukkan oleh angka ....
(inferring; alat belum pernah dikenalkan saat pembelajaran)

3
130

1
Gambar 60. Gerobak dorong sebagai pesawat sederhana

3. Perhatikan gambar di bawah ini! Pada gambar di bawah, gambar yang


membutuhkan gaya paling besar adalah gambar .... (classifying)

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 61. Macam-macam posisi titik kuasa pada pengungkit.

131
4. Perhatikan gambar di bawah ini! Urutan gambar dari yang membutuhkan gaya
terkecil sampai terbesar yaitu ...., ...., .... (Classifying)

(1)
(2)

(3)
Gambar 62. Berbagai macam posisi pengungkit.

5. Agar gaya yang dibutuhkan lebih kecil, maka lengan kuasa harus semakin ....
(Inferring)

Apabila kegiatan pembelajaran dan soal-soal dicermati, maka bisa ditemukan


berbagai keterampilan proses yang digunakan di dalamnya. Keterampilan-
keterampilan tersebut tidak hanya mencakup proses kognitif remembering saja,
tetapi hingga understanding. Hal ini dikarenakan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang disyaratkan untuk dipenuhi dalam kurikulum sampai pada
tingkatan understanding. Membelajarkan dan mengevaluasi materi pengungkit
pun juga harus mencapai tingkatan tersebut. Pembelajaran sains yang hanya
menggunakan keterampilan observing (indera penglihatan) dengan membaca
buku dan melihat gambar pengungkit, tidaklah cukup untuk memenuhi standar
kompetensi ini.

BAB V

132
Keterampilan Proses Sains dan Siklus Belajar

A. Berpikir ilmiah dalam pembelajaran sains

Pada awal buku, disampaikan bahwa pembelajaran sains merupakan


kombinasi dari proses dan produk yang dihasilkan. Selama proses dilakukan
hingga ditemukan, terdapat berbagai sikap ilmiah yang menyertainya.
Selanjutnya, dijelaskan tentang berbagai proses ilmiah (keterampilan proses sains)
yang digunakan dalam pembentukan produk. Sampai disini, kita belum memiliki
kerangka kerja yang mengatur proses-proses tersebut dalam tahapan yang lebih
mudah dipahami.

Abrsucato & DeRosa (2010) mengemukakan sains adalah proses mencari


penjelasan menggunakan cara berpikir yang ilmiah. Berpikir ilmiah adalah sebuah
proses mengajukan pertanyaan dan mencari penjelasan (atas pertanyaan tersebut).
Untuk mengajarkan aktivitas berpikir ilmiah, akan sangat membantu jika guru
menggunakan sebuah kerangka kerja (frame work) yang praktis dan dapat
diajarkan. Salah satu kerangka kerja yang dapat digunakan adalah model yang
terdiri dari tiga tahap: pemodelan deskriptif (descriptive modeling), pemodelan
eksplanatori (eksplanatory modelling), dan pemodelan eksperimen (experimental
modeling).

Sebelum mencoba untuk menjelaskan suatu permasalahan, hendaknya kita


harus mampu menggambarkan apa yang kita ketahui tentang permasalahan
tersebut. Sebagian besar waktu pembelajaran kelas rendah digunakan untuk
mengembangkan keterampilan mengobservasi untuk membuat model deskriptif.

Seorang ilmuwan yang cakap mengenali perbedaan antara memandang dan


mengamati. Keterampilan mengobservasi yang anda ajarkan kepada anak akan
berbeda pada kerumitan dan teknologi yang digunakan dalam pengamatan oleh
ilmuwan yang telah berpengalaman. Misalnya, seorang ilmuwan yang
menggunakan mikroskop elektron untuk mengukur jarak dalam satuan angstroms

133
akan menanyakan pertanyaan deskriptif yang sama dengan anak kelas 1 SD yang
menggunakan penggaris untuk mengukur jarak dalam satuan sentimeter.

Model deskriptif menunjukkan hubungan-hubungan yang mengharuskan


adanya penjelasan. Penjelasan-penjelasan tersebut menghasilkan hipotesis, atau
hubungan-hubungan yang akan diuji. Inilah yang disebut dengan Model
eksplanatori.

Model ekperimental menguji prediksi-prediksi yang didasarkan pada


hipotesis. Untuk mendesain eksperimen yang baik memerlukan sebuah prediksi
yang dapat diuji, penggunaan variabel bebas, variabel terikat, dan variabel
kontrol. Eksperimen yang dilakukan biasanya menghasilkan pengamatan-
pengamatan baru, yang membawa pada pemahaman yang lebih mendalam yang
dapat memodifikasi model deskripsi, memperdalam model eksplanatori, dan
mengantarkan pada lebih banyak eksperimen. Dengan demikian, sains adalah
ilmu yang dinamis.

Abruscato & DeRosa (2010) merinci aktivitas berpikir untuk masing-masing


model sebagai berikut:

Tabel 22. Keterampilan proses sains dalam tiga model ilmiah

Keterampilan proses sains dalam metode ilmiah


 Pemodelan deskriptif  Pemodelan eksplanatori  Pemodelan eksperimental
Mengajukan pertanyaan Mengajukan pertanyaan Mengajukan pertanyaan
Mengamati Berhipotesis Memprediksi
Menghitung/men-tally Menginferensi Mengidentifikasi variabel
Mengklasifikasi Menginterpretasi data Mengontrol variabel
Mengukur Mengkomunikasikan Mengontrol eksperimen
Membandingkan Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan

134
B. Siklus belajar sebagai wadah keterampilan proses sains
Siklus belajar merupakan model pembelajaran yang berisi tahapan-tahapan
berdaur. Siklus belajar telah mengalami perkembangan sejak ditemukannya pada
tahun 1900an sehingga muncul dalam berbagai bentuk. Pada tahun 2006, Bybee
beserta koleganya mengenalkan sebuah model siklus belajar baru yang
dikembangkan dari Siklus belajar Atkin & Karplus yakni BSCS 5 E (Bybee et. al.,
2006). Siklus belajar BSCS 5 E terdiri dari lima tahap yang seluruhnya diawali
dari huruf “E”, yakni engagement, exploration, explanation, elaboration, dan
evaluation. Siklus belajar ini mengandung unsur yang sama dengan Siklus belajar
Atkin & Karplus ditambah engagement dan evaluation.

Atkin dan Karplus BSCS 5 E

Exploration Engagement

Exploration

Invention
(Term introduction)
Explanation
Gambar 63. Pengembangan Siklus Belakar Atkin dan Karplus

Elaboration
Fase pertama: Engagement. Pembelajaran yang efektif akan terjadi jika
siswa mempelajari sesuatu yang memiliki makna. Sebagaimana seorang penulis
Discovery
(Concept Application) Evaluation
novel atau film, mereka harus dengan cepat mengangkap perhatian pembaca atau
penonton. Demikian halnya seorang guru sekolah, mereka akan menemukan
bahwa kesempatan untuk menangkap dan memegang perhatian anak seringkali
tertutup dengan cepat. Seorang guru harus menyusun sebuah skenario yang
digunakan untuk menarik perhatian siswa sekaligus menetapkan pertanyaan utama
yang meningkatkan keinginan anak untuk mempelajari mata pelajaran tersebut
(Abruscato, 2010: 44). Melalui fase inilah hal tersebut dilakukan. Melalui fase ini
guru akan mengatahui tentang apa yang telah diketahu oleh siswa tentang topik
yang akan mereka pelajari sekaligus memotivasi mereka untuk mempelajarinya
(Ciappetta & Koballa Jr., 2010).

135
Fase ini bertujuan untuk memfokuskan siswa pada benda, permasalahan,
keadaan kelas, atau peristiwa. Aktivitas-aktivitas dalam fase ini akan
menghubungkan siswa dengan hal-hal yang pernah dialami. Selain itu, fase ini
menjadi alat pendeteksi adanya adanya miskonsepsi pada diri siswa. Aktivitas
guru pada fase ini misalnya mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang materi
yang akan dipelajari atau hal-hal yang berhubungan dengan materi, menunjukkan
sebuah permasalahan dan mendemonstrasikan discrepant event yang menjadikan
siswa mengalami disequilibrium cognitive (Bybee et. al., 2006)

Terdapat tiga tipe pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk mencari tahu
lebih dalam: memperoleh informasi, pengajuan pertanyaan umum, “Saya ingin
tahu apa yang terjadi ketika ...?” misalnya, “Saya ingin tahu pada tahapan apa ulat
berubah menjadi kupu-kupu?” atau “Fase apa saja yang dilewati bulan selama
satu bulan?” Pertanyaan dapat juga bersifat eksperimental, “Apa yang akan terjadi
jika.....?” Seperti halnya, “Apa yang akan terjadi jika kita meletakkan tanaman di
dalam almari?” Terakhir, pertanyaan dapat juga “Bagaimana cara melakukannya”
atau “Bagaimana saya dapat membangun jembatan yang lebih baik” (Abruscato &
DeRosa, 2010: 45).

Pada dasarnya, seluruh anak ingin mengetahui apa yang terjadi pada
lingkungan sekitarnya. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka kemukakan berasal
dari apa yang mereka amati—“Mengapa itu dapat terjadi?” Mereka juga masih
memiliki kepolosan sehingga akan mudah tertarik dengan kejadian-kejadian yang
tidak sesuai dengan pikiran mereka. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat
dilakukan guru adalah memancing rasa ingin tahu mereka sehingga muncul
respon positif yang berupa pertanyaan. Cara itu, menurut Wright (2006),
dilakukan dengan memberikan kejadian-kejadian ganjil (discrepant events) pada
peserta didik. Dinamakan kejadian aneh karena kejadian ini “tidak masuk akal”
bagi seorang peserta didik. Hasil sebuah discrepant events merupakan kejadian
yang sangat berbeda dari yang dibayangkan oleh peserta didik (Friedl, 1991).

Kejadian-kejadian ganjil merupakan kejadian yang menurut peserta didik


aneh dan tidak sesuai dengan konsepsi awal mereka. Kejadian ganjil akan

136
mengejutkan, membuat peserta didik heran, dan bertanya-tanya. Kejadian-
kejadian ganjil merupakan kejadian yang tidak sesuai dengan “kaidah alam” yang
terbangun di dalam benak pada umumnya. Hasil kejadian ganjil, setelah
didemonstrasikan, sangat berbeda dengan prediksi sebelum kejadian ganjil
didemonstrasikan. Menurut Lawson & Wollman dalam Collette & Chiappetta
(1994), kejadian yang disajikan harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak
dapat dijawab oleh peserta didik menggunakan pengetahuan awal yang mereka
miliki.

Fase kedua: Exploration. Apabila aktivitas-aktivitas pada fase Engagement


berhasil menarik perhatian siswa, maka siswa akan kebutuhan mereka untuk
mengeksplorasi gagasan yang disajikan akan tergugah secara psikologi.
Engagement membawa siswa pada disequilibrium, sedangkan exploration
mengantarkan siswa pada equilibrium (Bybee et. al., 2006)

Fase Eksplorasi menyediakan kesempatan bagi anak untuk memperoleh


informasi baru yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan utama. Aktivitas
dalam fase ini sifatnya terpusat pada siswa. Aktivitas yang dilakukan oleh siswa
bisa berbentuk memperoleh informasi atau bereksperimen (Abruscato & DeRosa,
2010).

Desain pembelajaran pada fase ini hendaknya memberikan pengalaman


konkret bagi siswa terkait dengan konsep atau prinsip yang akan mereka pelajari.
Siswa diarahkan untuk memikirkan tentang karakteristik dan pola yang
terkandung dalam fenomena yang mereka temui dalam first-hand experiences
mereka. Siswa diminta untuk merekam pengamatan dan menata
(mengorganisasikan) data atau informasi yang mereka peroleh (Chiappetta &
Koballa, Jr, 2010).

Fase kedua: Explanation. Kata “explanation” berarti tindakan dan proses di


mana konsep-konsep, proses-proses, atau keterampilan-keterampilan menjadi
jelas dan dipahami. Pada fase kedua ini, guru dan siswa menggunakan istilah-
istilah yang terkait dengan gagasan yang sedang dipelajari. Pada fase ini, guru
mengarahkan perhatian siswa pada aspek-aspek yang spesifik dari pengalaman

137
fase Engagement dan Exploration. Pertama, guru meminta siswa memberikan
penjelasan. Kedua, guru memberikan penjelasan ilmiah secara langsung, eksplisit,
dan formal terkait proses yang dilalui pada saat Engagement dan Exploration.
Penjelasan yang disampaikan guru harus didasarkan pada penjelasan siswa dan
secara gamblang menghubungkan penjelasan dengan pengalaman yang diperoleh
pada saat Engagement dan Exploration. Kunci dari fase ini adalah menyajikan
konsep-konsep, proses-proses, atau keterampilan-keterampilan secara ringkas,
jelas, dan langsung untuk menuju fase berikutnya (Bybee et. al., 2006)

Abruscato & DeRosa (2010) mengemukakan bahwa dalam fase ini, siswa
diberi kesempatan untuk mengekspresikan apa yang telah mereka temukan selama
fase eksplorasi. Jika eksplorasi berjalan efektif, siswa akan membuat hubungan
yang menjawab pertanyaan utama. Jika siswa menunjukkan adanya miskonsepsi,
guru harus mengoreksinya dengan mengarahkan pikiran anak yang salah melalui
perolehan data baru dan konsep yang benar. Penjelasan (explanation) dapat
disajikan menggunakan tulisan, diagram, secara lisan, atau kinestetik melalui
simulasi.

Fase keempat: Elaboration. Fase elaborasi merupakan saat para siswa


mengaplikasikan, berlatih, dan mentransfer pengetahuan baru yang mereka
peroleh. Seringkali, fase ini menantang anak untuk mengaplikasikan pengetahuan
baru mereka ke dalam konteks yang berbeda, menguatkan dan memperdalam
pemahaman mereka terhadap informasi baru tersebut (Abruscato & DeRosa,
2010).

Fase kelima: Evaluation. Evaluasi dapat berbentuk formatif dan sumatif.


Evaluasi formatif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Tujuannya
untuk memberikan informasi kepada guru dan anak segala sesuatu yang berkaitan
dengan kemajuan proses pembelajaran. Melalui evaluasi formatif, guru menerima
umpan balik lewat hasil yang diperoleh siswa. Hasil tersebut menunjukkan apakah
siswa mengalami kemajuan dalam mencapai tujuan pembelajaran ataukah tidak.
Sedangkan siswa akan menerima umpan balik untuk meningkatkan atau
mengarahkan mereka menuju tujuan pembelajaran yang dicapai. Evaluasi sumatif

138
biasanya dilakukan di akhir bab untuk mengetahui apakah siswa telah belajar apa
yang diajarkan oleh guru (Abruscato & DeRosa, 2010). Adapun rincian aktivitas
guru dan siswa dapat dicermati pada tabel 1 di bawah.

Tabel 23. Rincian aktivitas guru dan siswa dalam Siklus Belajar BSCS 5E (Bybee et. al.,
2006)
Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Model
Engagement  Menarik perhatian siswa.  Menanyakan tentang benda Model
 Membuat siswa merasa ingin atau fenomena, misalnya, Deskriptif
tahu (mis., menggunakan ”Mengapa hal itu bisa terjadi?”,
discrepant event). ”Apa yang sudah aku ketahui
 Menjadikan siswa bertanya- tentang hal ini?”, ”Bagaimana
tanya. aku mencari tahu tentang hal
 Mengungkapkan apa yang itu?”.
siswa ketahui atau pikirkan  Menunjukkan minat pada topik
tentang konsep yang akan yang akan disampaikan.
dipelajari.
Exploration  Mendorong siswa untuk  Berpikir secara bebas dalam Model
bekerja bersama-sama tanpa ruang lingkup aktivitas. Ekplanatori dan
instruksi langsung (direct  Menguji prediksi-prediksi dan Model
instruction) dari guru. hipotesis-hipotesis yang Eksperimen
 Mengamati dan diajukan.
mendengarkan para siswa  Merumuskan prediksi dan
yang sedang berinteraksi hipotesis baru.
dengan siswa lainnya.  Mencoba kemungkinan-
 Memberikan pertanyaan yang kemungkinan jawaban dari
mengadung penyelidikan pertanyaan-pertanyaan dan
untuk mengarahkan kembali mendiskuskan dengan teman
siswa pada aktivitas yang lain.
penyelidikan jika diperlukan.  Merekam hasil pengamatan dan
 Berperan sebagai konsultan gagasan-gagasan yang muncul.
bagi siswa.  Mengajukan pertanyaan yang
berhubungan dengan topik.
Explanation  Mendorong para siswa untuk  Menjelaskan jawaban-jawaban Model
menjelaskan konsep-konsep yang mungkin atau menjawab Eksplanatori
dan definisi-definisi pertanyaan siswa lain.
menggunakan kalimat  Mendengarkan penjelasan
mereka sendiri. siswa lain dengan kritis.
 Meminta siswa menyajikan  Mengajukan pertanyaan yang
bukti-bukti dari gagasan terkait dengan penjelasan siswa
mereka. lain.
Lanjutan ...  Mendengarkan dan mencoba
 Jika diperlukan, guru
mengklarifikasi definisi- untuk memahami penjelasan
definisi, penjelasan- yang disampaikan oleh guru.
penjelasan, dan istilah-istilah  Menggunakan hasil
ilmiah. pengamatan untuk
 Menggunakan pengalaman menjelaskan.
siswa saat melakukan fase
exploration sebagai dasar
untuk menjelaskan konsep.
 Menilai perkembangan

139
pemahaman siswa.
 Mengoreksi konsepsi yang
salah
Elaboration  Menciptakan tantangan bagi  Mengaplikasikan istilah-istilah Model
siswa untuk menerapkan dan baru, definisi-defnisi, Eksplanatori
mentransfer pengetahuan penjelasan-penjelasan, dan
yang baru saja diperoleh keterampilan-keterampilan
 Mengkonfirmasi pemahaman pada kondisi yang baru tetapi
siswa dengan menanyakan, mirip.
”Apa yang sudah kamu  Menarik simpulan berdasarkan
ketahui?” dsb. bukti-bukti.
 Mengecek pemahaman
terhadap topik satu sama lain.
Evaluation  Mengamati siswa saat  Menunjukkan pemahaman atau
mereka menerapkan konsep pengetahuan terhadap konsep
dan keterampilan yang baru. atau keterampilan.
 Menilai pengetahuan dan  Mengevaluasi kemajuan dan
keterampilan siswa. pengetahuan masing-masing.
 Mencari bukti-bukti yang  Mengajukan pertanyaan yang
menunjukan bahwa pikiran mendorong penyelidikan baru
dan perilaku mereka telah di masa datang.
mengalami perubahan.
 Menyediakan kesempatan
bagi para siswa untuk menilai
pembelajaran mereka sendiri
dan keterampilan dalam
kelompok mereka sendiri.

Sintaks Siklus Belajar 5 E kadang-kadang sulit diimplementasikan dalam


pembelajaran apabila harus mengikuti urutan secara kaku. Oleh karena itu, dalam
fase explanation seringkali dibutuhkan adanya exploration sebagai sarana untuk
menjelaskan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu modifikasi siklus belajar BSCS
5 E sehingga di dalam fase explanation dapat juga mengandung aktivitas
exploration. Modifikasi tersebut adalah menggabungkan fase explanation dan fase
exploration sehingga tahapan yang ditempuh hanya 4 fase dengan fase kedua
mengandung 2 fase hasil penggabungan. Siklus belajar tersebut Penulis namakan
Siklus belajar Semi Lima E atau Siklus belajar EMILIE karena seolah-olah masih
mengandung 5 tahap tetapi
BSCS terwadahi
5E dalam 4 tahap.

Engagement
EMILIE LEARNING CYCLE
Exploration Engagement

Exploration dan explanation


Explanation Elaboration

Elaboration 140

Evaluation
Evaluation

Gambar 64. Modifikasi Siklus Belajar BSCS 5 E

Contoh dari aplikasi Siklus belajar Emilie misalnya untuk topik hidrostatika.
Contoh ini pernah diterapkan untuk para mahasiswa program bilingual di Prodi
PGSD, FIP, UNY.

1. Tahapan dalam Siklus Belajar Emilie


a. Engagement
Tabel 24. Tahap Engagement
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan Bahan
Mahasiswa Keterampilan
Prose Sains
1) Dosen 1) Mahasiswa Strategi: Guided Demonstrasi Botol air mineral
menanyakan mengamati discovery ceramah, ukuran 1,5 liter,
kepada demonstrasi Tanya jawab Cartesian diver.
mahasiswa dari dosen Keterampilan
“mengapa 2) Mahasiswa proses sains:
kapal feri menjawab observing,
dengan massa pertanyaan inferring,
yang sangat dosen communicating
besar tidak menggunakan
tenggelam konsepsi
sedangkan awal mereka
uang logam
yang massanya
jauh lebih kecil
dari kapal feri
tidak
tenggelam?”
2) Engagement
juga dapat

141
dilakukan
dengan
mendemonstras
ikan percobaan
Cartesian
diver. Tentang
percobaan ini
bisa akses ke:
http://www.scie
ncetoymaker.or
g/diver/index.h
tml
3) Dosen
menanyakan,
“perkirakan
apa yang
terjadi jika
bagian bawah
botol ditekan?”
Kebanyakan
mahasiswa
akan menjawab
diver akan
bergerak ke
atas, padahal
seharusnya ke
bawah.

2. Explanation
Tabel 25. Tahap explanation
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan Bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen menjelaskan Mahasiswa Strategi: Guided Ceramah, Gelas ukur, air,
tentang tekanan, memperhatikan discovery demonstrasi plastisin
mendemostrasikan penjelasan dari berbentuk balok
prinsip hidrostatika, dosen dan Keterampilan
dan menjelaskan mengamati proses sains:
aspek demonstrasi. observing,
matematisnya. inferring,
communicating

3. Exploration
Tabel 26. Tahap exploration
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan

142
Proses Sains
Dosen 1) Mahasiswa Strategi: Guided Eksperimen 1) Satu buah
memfasilitasi melakukan discovery bidang
mahasiswa untuk percobaan 2) 2 kaki bidang
melakukan secara Keterampilan 3) As
percobaan mencari berkelompok proses: 4) 2 Ember
massa jenis zat cair menggunakan observing, 5) Penyeimbang
(air) dan LKM untuk inferring, 6) Beban
menentukan kriteria menentukan experimenting, 7) Air
mengapung- massa jenis communicating,
tenggelam. zat cair (air) measuring
2) Mahasiswa
melakukan
percobaan
menentukan
kriteria
mengapung
dan
tenggelam
menggunakan
ukuran massa
jenis.

4. Explanation
Tabel 27. Tahap explanation
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen menjelaskan Mahasiswa Strategi: Guided Demonstrasi 1) Wadah
tentang hubungan menerima discovery , ceramah, 2) Air
massa dengan penjelasan dosen Tanya jawab 3) Plastisin
keadaan benda yang tentang hubungan Keterampilan
dicelupkan di zat massa dengan proses sains:
cair (air). keadaan benda observing,
yang dicelupkan inferring,
di zat cair. communicating

5. Exploration
Tabel 28. Tahap exploration
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan

143
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen Mahasiswa Strategi: Guided Percobaan 1) Plastisin
memfasilitasi melakukan discovery 2) Gelas ukur
mahasiswa untuk percobaan untuk 250 mL
melakukan menemukan Ketermpilan 3) Air
percobaan pengaruh volume proses sains:
menemukan terhadap keadaan Observing,
pengaruh volume benda yang tercelup communicating,
terhadap keadaan di zat cair (air). measuring,
benda yang inferring
tercelup di zat
cair (air).

6. Explanation
Tabel 29. Tahap explanation
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen menjelaskan Mahasiswa Strategi: Demonstrasi, 1) Plastisin
tentang percobaan memperhatikan Guided ceramah, 2) Gelas ukur
yang dilakukan. penjelasan dosen discovery Tanya jawab 250 mL
dan demonstrasi 3) Air
ketika penjelasan Keterampilan
berlangsung. proses sains:
observing,
inferring
7. Exploration
Tabel 30. Tahap exploration
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen Mahasiswa Strategi: Penugasan, _
memfasilitasi merancang Group eksperimen
mahasiswa percobaan dan investigation
merancang menemukan
percobaan untuk kesimpulannya. Keterampilan
menemukan proses:
pengaruh massa experimenting,
jenis zat cair observing,
terhadap gaya measuring,
angkat. communicatin
g, inferring

8. Explanation
Tabel 31. Tahap explanation
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen membahas Mahasiswa Strategi: Ceramah, 1) Tempat VCD

144
dan menjelaskan mengikuti Guided demonstrasi 2) Plastisin
percobaan yang pembahasan yang discovery 3) Wadah
dirancang dan diberikan dosen. 4) Air
dilakukan oleh Keterampilan
mahasiswa. proses sains:
observing,
inferring

9. Evaluation
Tabel 32. Tahap evaluation
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen memberikan Mahasiswa Strategi: Penugasan Soal tes
soal tes dan menilai mengerjakan soal Guided
unjuk kerja tes. discovery
mahasiswa.
Keterampilan
proses sains:
inferring

10. Elaboration
Tabel 33. Tahap elaboration
Aktivitas Dosen Aktivitas Strategi dan Metode Alat dan bahan
Mahasiswa Keterampilan
Proses Sains
Dosen meminta Mahasiswa Strategi: Penugasan Akses internet,
mahasiswa untuk mengerjakan Guided buku referensi
memperkaya tugas dari dosen. discovery
pengetahuan
tentang hukum Keterampilan
Archimedes dengan proses sains:
cara menulis artikel
tentang sejarah
ditemukannya
hukum Archimedes
dan cara kapal
selam bekerja.

2. Materi

HYDROTATICS: FLUID AT REST

145
You are familiar with the three states of matter around you. Using the air
you breathe, drink and swim using the water, and put up buildings using solid
objects. In general, you are familiar with the properties of these objects.
Nevertheless, there still remains a possibility that the properties may surprise us
because we have not met before.

A fluid is any material that flows and offers little resistance to a change in
its shape when under pressure. Fluid can be liquid or gas and both can flow.

Most activities of our lives depend on two things, namely liquid and gas
substances. We live and breathe using gaseous atmosphere. Two-thirds of the earth
which is covered by the water makes our planet unique in the universe, where the
human being live. Fluida are useful for supporting air planes to fly, boats float,
and the submarine to dive or float

Talk about balloon filled with air, we know the air has molecules which
are free to move and in addiction the air molecules have mass. Then, the moving
air molecules are going to push the balloon wall, which push itself is a form of
force. Air molecules striking the wall has an
area of the collision. The forces that push per
one unit area is called the pressure.
Mathematically, pressure is defined as,

F
P =
A

Fig. 1. Pascal’s vases show that a


Swimming and diving are the example
container’s shape has no effect
of pressure phenomenon. The deeper you dive, on pressure
the greater pressure you feel the pressure. The
pressure of a substance on the surface is the
weight per unit area of the substance on the
surface. Weight, W, of water above you is,

W = mg

146
Recall that  = m/V dan V = Ah. Therefore, w = Vg =  Ahg. Substituting this
value for W will give ,

P= ; P = hg

Therefore, the pressure os h


proportional only to the depth of the fluid l
and its density. The shape of the container A
has no effect, as shown in figure 1.

When an object of height l is placed in a Fig 2. An object immersed in an


liquid.
fluid, force is exerted on all sides. See
figure 2. The forces on the four sides are balanced. The forces on the top and
bottom, however, are given by,

Ftop = ptopA =  Ahg

Fbottom = pbottomA =  (h + l)Ag

The force on the bottom is larger than that on the top. The difference is,

Fbottom – Ftop =  (h + l)Ag –  Ahg

=  Alg =  Vg

Thus, there is an upward force of the liquid on the object. This force is
called the buoyant force. Note that the volume of the volume of the immersed
object is the same as the volume of the fluid displaced by the immersed object.
This relationship was discovered by the Greek scientist Archimedes in 212 B.C.
and is called Archimedes’ principle. An object immersed in a fluid is buoyed up by
a force equal to the weight of the fluid displaced by the object. It is important to
note that the buoyant force does not depend on the weight of the submerged
object, only the weight of the displaced fluid. A solid cube of aluminium, a solid

147
cube of iron, and a hollow cube of iron, all of the same volume, would experience
the same buoyant force.

Archimedes’ principles applies to objects of all densities. It the density of


the object is greater than that of the fluid, the upward buoyant force will be less
than the weight of the object and the object will sink. If the density of the object is
equal to the density of the fluid, the buoyant force and Wobject will be equal. The net
force will be zero and the object will neither sink or float. If the density of the
object is less than that of the fluid, the object will float. The portion of the object
submerged will just displace a volume of fluid with a weight equal to the weight
of the object.

3. Lembar Kerja Mahasiswa


Berdasarkan kegiatan pembelajaran, mahasiswa akan melakukan satu
eksperimen dan dua percobaan. Eksperimen dilakukan untuk mengukur kerapatan
air, sedangkan percobaan dilakukan untuk menemukan hukum Archimedes.

Measuring Water Density

Objective:

Determine water desity.

Tools and materials:

1. The board
2. 2 buffer boards
3. As
4. 2 bowls
5. Balancing
6. weights
7. Water

Procedure:

1. Design the tools like the picture below! (manipulating materials)

148
2. If you have arranged, please fill out the table below. (measuring, recording
data, constructing a table data)
No. Mass of Mass of Volume of Water density
weights(gram) water (m) water �m �
(gram) (V) () = � �(gram/ cm3)
�V�
(cm3)
1.
2.
3.

3. According to the table, make a chart with a mass of water as the x-axis and
the volume of water as the y-axis. (constructing a graph)

4. Based on the tables and charts, how mass and volume ratio? (describing
relationships between variables)

149
5. What is the state of the water density can you conclude? (inferring)

Sink or Float-1

Objective:

Determine how object density affect bouyancy

Tools and materials:

1) A bucket
2) Balance
3) Plastisin
4) VCD container

Procedure:

1) Calculate the mass of VCD container and clay using Ohaus balance and write
the result in the box below. (measuring, recording data)

2) Calculate the volume of VCD container and clay and write the result in the
box below. (measuring, recording data)

150
3) Calculate the density of VCD container and clay and write the result in the
box below. (measuring, recording data)

4) Put VCD container and clay into water and observe then write your
observation in the box below. (observing, comparing, recording data)

5) Write your conclusion int he box below. (comparing, inferring)

Sink or Float-2

Objective:

Determine how object volume affect bouyancy

Tools and materials:

1) 1 Beaker glass
2) Clay
3) Water

Procedur:

a) Fill up a beaker to 200 mL. (manipulating materials, measuring)

151
b) Put the clay into beaker glass. If the clay sink, put the volume of water
displaced by the clay. (observing)
c) Shape the clay so that it can float (manipulating materials)
d) Observe water rise in the beaker glass. (observing, measuring)
e) What is the volume of water displaced by the sinking clay in comparison with
the volume of water that is displaced by the floating clay, write your
comparison. (observing, comparing, measuring)

f) What is the relationship between the state of an object immersed in a liquid


with its volume? (inferring)

4. Soal tes
Penilaian yang digunakan pada perangkat pembelajaran ini adalah
menggunakan tes dan non-tes.
1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi massa jenis dan jelaskan
bagaimana faktor-faktor tersebut berhubungan. (inferring, communicating)
2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan zat cair pada suatu wadah
dan jelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut berhubungan (inferring)
3. Perhatikan gambar di bawah.

152
Apabila sumbat pada botol di atas dilepas secara bersama-sama, gambarkan
pancaran air pada ketiga lobang (observing, inferring, communicating).

4. Berdasarkan konsep tekanan hidrostatis, buatlah sketsa sebuah bendungan


yang dilihat dari samping (inferring, communicating).
5. Sebuah benda yang dicelupkan ke dalam air akan mengalami gaya angkat.
Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi dan jelaskan bagaimana faktor-
faktor tersebut berhubungan (inferring, communicating).
6. Sebuah kubus besi dengan panjang rusuk 1 m dicelupkan ke dalam air.
a. Berapakah besar gaya angkat yang diperoleh besi?
b. Berapakah besar berat besi setelah dicelupkan ke dalam air?
(besi = 9  103 kg/m3 , air = 1  103 kg/m3) (inferring, using number,
communicating)
7. Kamu pernah mengamati demonstrasi Cartesian diver, jelaskan mengapa saat
botol ditekan, diver tenggelam dan mengapa saat tekanan dilepas diver
kembali ke atas (inferring, communicating).

153
Bab VI

Keterampilan Proses Sains dan Pembelajaran Tematik

Tahun 2013 merupakan tahun yang

Dengan selesainya pemaparan tentang aplikasi keterampilan proses sains


dalam pembelajaran sains sekaligus pemberian contoh penilaiannya, maka selesai
pula bagian terakhir dari buku ini. Sekali lagi, penulis berharap agar buku ini
dapat memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya. Tuhan
menghendaki tidak ada satu pun kitab yang tidak pernah keliru melainkan kitab
sudi, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca yang budiman diharapkan
demi semakin baiknya karya ini.

154
DAFTAR PUSTAKA

Abruscato, J & DeRosa, D. A. (2010). Teaching children science-a discovery


approach-7ed. Boston: Allyn & Bacon.

Anderson, Lorin W. et al (Eds). (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and


Assessing: A Revision of Blooms’ Taxonomy of Educational Objectives. New
York: Addison Wesley Longman, Inc.

Bell, R. L. (2008). Teaching the nature of science through process skills-activities


for grades 3–8. Boston: Pearson.

Buxton, Cory A. & Provenzo Eugene F. Jr. (2007). Teaching science in


elementary and midde school-a cognitive and cultural approach. Los
Angeles: SAGE Publications.

Bybee, W. Roger et. al. (2006). The BSCS 5E instructional model: origins,
effectiveness, and applications. Colorado Springs: BSCS.

Carin, A. W. (1993). Teaching science through discovery-7ed. New York:


Macmillan Publishing Company.

Center of Teach. (2011). Concepts map rubrics. Artikel diambil dari


http://centeach.uiowa.edu/materials/Concept%20Map%20Rubrics.pdf para
tanggal 2 Oktober 2012.

Chiappetta, E. L & Koballa, T. R., Jr. (2010). Science instruction in the middle
and secondary schools. Boston: Allyn & Bacon.

155
Collette, A. T. & Chiappetta, E. L. (1994). Science instruction in the middle and
secondary schools. NewYork: Macmillan.

Diaz, C. F., Pelletier, C.M., & Provenzo, Jr., Eugene F. (2006). Touch the future,
Teach! Boston: Pearson Education Inc.

Edward, Clifford H. & Fisher, Robert, L. (1977). Teaching elementary school


science: a competency-based approach. New York: Praeger Publisher.

Feather Jr. Ralph M & Zike Dinah. (2005). Astronomy. Columbus:


Glencoe/McGraw-Hill.

Friedl, Alfred E. (1991). Teaching science to children-an integrated approach.


New York: Mc Graw-Hill.

Hacket, J. K. et al. (2008). Science-A closer look. New York. Macmillan/Mcgraw-


Hill.

Hewitt, P. G., et al. (2007). Conceptual integrated science. San Fransisco:


Pearson.
Howe, A. C & Jones, L. (1993). Engaging children in science. New York:
Macmillan Publishing Company.

Jacobson, Willard. J. & Bergman, Abby Barry. (1991). Science for children-a
book for teachers, 3rd ed. Boston: Allyn and Bacon.

Krathwohl, David. R. (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview.


Jurnal elektronik, Theory Into Practice, Vol. 1, No. 4. Versi Elektronik
tersedia di http://www.tcd.ie/vp-
cao/bd/pdf/Krathwohl_2002_revision_of_Bloom's_Taxonomy.pdf diakses
tanggal 17 Maret 2012.

Mathisfun. (2009). Accuracy and Precision. Artikel diambil dari


http://www.mathsisfun.com/accuracy-precision.html pada tanggal 1
November 2012.

Martin, R. et al. (2005). Teaching science for all children-inquiry methods for
constructing understanding. Boston: Pearson.

Nitko, A. J. & Brookhart, S. M. (2007). Educational Assessment of Students. New


Jersey: Pearson Education Inc.

Novak, Joseph. D & Canas, Alberto, J. (2008). The theory underlying concept
maps and how to construct and use them. Artikel diambil dari

156
http://cmap.ihmc.us/publications/researchpapers/theorycmaps/theoryunderlyi
ngconceptmaps.htm pada tanggal 10 Agustus 2012.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar


Kompeten Lulusan

Rezba, R. J. et al. (1995). Learning and assessing science process skills. Iowa:
Kendall/Hunt.

Rezba, R. J. et al. (2007). Learning and assessing science process skills. Iowa:
Kendall/Hunt.

Sharp, J., Peacock, G., Johnsey, R., et al. (2009). Primary science-teaching theory
and practice (4th ed). British: Learning Matters.

Tarbuck, Edward J. & Lutgens, Frederick L. (2006). Earth science-11th ed. New
Jersey: Pearson.

Watson, Sandy & Miller, Ted. (2009). Classification and the Dichotomous Key.
Artikel diambil dari http://esc.tricountyesc.org/cos/scienceresources/6-
Article-Classification-and-the-Dichotomous-Key.pdf pada tanggal 1 Oktober
2012.

Weisstein, Eric W. (1999). Möbius Strip. Artikel diambil dari


http://mathworld.wolfram.com/MoebiusStrip.html pada tanggal 1 November
2012.

Wright, Emmet. L. (2006). Motivated the unmotivated with scienific discrepant


events. Diambil pada tanggal 18 Nopember 2006
http://go.hrwcom/resources/go_sc/gen/HSTPROGO.PDF.

Zitzewitz et. al., (1995). Physics-principles and problems. Ohio:


MacMillan/McGraw-Hill

Zitzewitz et. al., (2005). Physics-principles and problems. Ohio:


MacMillan/McGraw-Hill

157
Sumber gambar

Gambar 1 Carin (1993).


Gambar 2 Dokumentasi pribadi
Gambar 3 Dokumentasi pribadi
Gambar 4 Jacobson & Bergman (1991)
Gambar 5 http://www.tts-group.co.uk/_rmvirtual/media/tts/images/TMG-
G.jpg
Gambar 6. http://www.activateevolution.ca/GettingAround/educators/pdf/Le
ssonPlan2.pdf
Gambar 7. http://o1.aolcdn.com/dims-
shared/dims3/PATCH/resize/600x450/http://hss-
prod.hss.aol.com/hss/storage/patch/b6f8da60ae6440be8a6c2767d
5f4e8a9
Gambar 8. http://endlessmobius.blogspot.com/2011/10/mobius.html
Gambar 9.  kambing:
http://www.dairygoatjournal.com/goats/pix/oberhasli-01.jpg
 elang: http://www.renderat.com/renders/flying-eagle-
wallpaper_copy.png
 ikan: http://www.bettafishguru.com/images/suitable-betta-
fish-companions.jpg
 jerapah: http://www.fantom-xp.com/en_15__Giraffe.html
 http://www.fantom-xp.com/wallpapers/15/Giraffe.jpg
 gajah: http://www.stevescottsite.com/elephant.jpg
 badak: http://www.jekita.com/wp-
content/uploads/2012/05/badak-jawa-rhinoceros-sondaicus-
hewan-langka-di-dunia.jpg
 unta:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/43/
07._Camel_Profile%2C_near_Silverton%2C_NSW
%2C_07.07.2007.jpg/487px-07._Camel_Profile

158
%2C_near_Silverton%2C_NSW%2C_07.07.2007.jpg
 ayam: http://hen.com/hen.jpg
 Paus:
http://www.bbc.co.uk/nature/images/ic/credit/640x395/k/ki/ki
ller_whale/killer_whale_1.jpg
 Hiu:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/39/Tiger_s
hark.jpg

Gambar 10. Dokumentasi pribadi


Gambar 11.  daun pepaya: http://t2.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcT761-
VIYmJbxGzgKbBwt8qWJLobHXpFL9C4lJwam0RXLzw3h
7lPgMDljjcNQ
 daun jambu
biji:http://farm3.static.flickr.com/2232/2421223466_0969360
081.jpg
 daun mangga:
http://thomasaquinuskrisnaldi.files.wordpress.com/2011/08/ds
c_3663.jpg
 daun ubi
jalar:http://abughifari.files.wordpress.com/2009/04/ubi-
jalar.jpg
 daun
pandan:http://3.bp.blogspot.com/_0Q3f3as2CPI/TIpCJ8ZbhJI
/AAAAAAAAADs/BLTeixe3owA/s1600/pandan+3.JPG
 daun jagung:http://www.vcbio.sci.kun.nl/public/Final-
Images/PL_Final512z_301-
350/PL0316_512zMaizeLeafMacro.jpg
 daun ubi kayu: http://srv.fotopages.com/2/6799127/Daun-
Ubi-Kayu.jpg
Gambar 12.  flathead: http://www.kfc-
fastener.com/uploadfiles/pro_largeimg/227312010090806385
9573.jpg
 casing nail:
http://www.globalwiremesh.com/bh/edit1/UpImage/casingnai
l.jpg
 common nail:
http://www.commonnail.com/upfiles/nails02.jpg
 cap nut: http://www.nutmanufacturers.com/picture/cap-
nuts/brass-cap-nut.jpg
 flathead wood screw:
http://www.easynotecards.com/uploads/456/96/55665c11_13
2d0123d91__8000_00000018.jpg
 roofing nail:

159
http://www.asia.ru/images/target/photo/51577344/Roofing_N
ail.jpg
 square nut: http://www.hyjgj.net/eng/product_pic/Square
%20nut.jpg
 oval head wood screw:
http://www.kennedyhardware.com/images/P/nohs2.jpg
 round head wood screw:
http://i01.i.aliimg.com/img/pb/359/080/372/372080359_949.j
pg
 round: http://www.alliedboltinc.com/productimages/Slotted
%20Round%20Head%20Wood%20Screw.jpg
 wing nut:
http://dakiniland.files.wordpress.com/2012/04/right-wing-
nut.jpg
 hex nut:
http://www.salesfastener.com/proimage/20115301652551.jpg
 oval head machine screw: http://ecx.images-
amazon.com/images/I/41bYAWRIRoL._SL500_AA300_.jpg
 scaffold nail:
http://i00.i.aliimg.com/img/pb/181/568/396/396568181_344.j
pg
 round head machine screw:
http://2.imimg.com/data2/EG/LB/MY-627560/round-head-
machine-screw-250x250.jpg
 screw eye:
http://www.easynotecards.com/uploads/466/7/55665c11_132
d0123d91__8000_00000027.jpg
 screw hook:
http://www.easynotecards.com/uploads/467/8/55665c11_132
d0123d91__8000_00000032.jpg
Gambar 13. Dokumentasi pribadi
Gambar 14. Dokumentasi pribadi
Gambar 15.  Pensil:
http://sanctuaryofmyreflections.files.wordpress.com/2012/06/
pencil_sxu-731460.jpg
 Penggaris:
http://www.androidfreeware.net/img2/smart_ruler_android_2.
gif
Gambar 16.  meter ruler:
http://www.arkaysales.com/ekmps/shops/arkaysales/images/1
-metre-folding-plastic-rule-228-p.jpg
 measuring tape, protape: http://t3.gstatic.com/images?
q=tbn:ANd9GcQpczD7j7erhw9uYqMQK78uhalTZNgBwgkf
MPASH6ptIne8RavkwL5ziK8A3Q
 measuring tape panjang:

160
http://www.engineersupply.com/images/Keson-Measuring-
Rulers-Tapes/ES2314-Keson-KL1810200F-Measuring-Tape-
md.jpg
 Pita ukur: http://1.bp.blogspot.com/-
V5J3hUV6W1M/UAbPkLpmAmI/AAAAAAAAACE/HYkL
RfwkOjg/s1600/measuring-tape.jpg
Gambar 17. http://images.tutorvista.com/content/measurement-and-
experimentation/parallax-error.jpeg
Gambar 18. http://image.made-in-china.com/2f0j00sCSaAwoEZUpY/Vernier-
Caliper-BIT08VC001-.jpg
Gambar 19. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f6/Vern
ier_caliper.svg/2000px-Vernier_caliper.svg.png
Gambar 20. http://img.ehowcdn.com/article-new/ehow/images/a04/gl/l3/read-
vernier-caliper-800x800.jpg
Gambar 21. http://www.tresnainstrument.com/how_to_read_a_vernier_caliper
.html
http://www.tresnainstrument.com/how_to_read_a_vernier_caliper
.html
http://www.tresnainstrument.com/how_to_read_a_vernier_caliper
.html
http://www.tresnainstrument.com/how_to_read_a_vernier_caliper
.html
Gambar 25. http://1.bp.blogspot.com/_6lmQgJm3awI/TTksYUYrwjI/AAAA
AAAAAAY/jqdL4lbwXsA/s1600/Picture+336.jpg
Gambar 26. http://www.phy.uct.ac.za/courses/c1lab/vfig10a.jpg
Gambar 27. http://www.phy.uct.ac.za/courses/c1lab/vfig12a.jpg
Gambar 28. http://wb7.itrademarket.com/pdimage/36/1355136_img0341a.jpg
Gambar 29. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/93/Clinical_th
ermometer_38.7.JPG
Gambar 30. http://commons.wikimedia.org/wiki/Image:Clinical_thermometer_38.7.JPG

Gambar 31. http://e_minila_010402.blogs.friendster.com/my_blog/


Gambar 32. http://www.northernbrewer.com/shop/media/catalog/product/cach
e/3/image/800x600/9df78eab33525d08d6e5fb8d27136e95/i/m/im
age_518.jpg
Gambar 33. http://www.aquix.com.sg/web/products/SN05-0002.jpg
Gambar 34.
http://chem.wisc.edu/deptfiles/genchem/lab/labdocs/modules/gradcyl/p
ic/131951st.jpg
Gambar 35. Dokumen pribadi
Gambar 36. http://www.artofteachingscience.org/2010/11/02/the-dinosaur-footprint-puzzle-
a-content-or-process-approach/
Gambar 37. Howe & Jones
Gambar 38. Dokumentasi pribadi
Gambar 39. Dokumentasi pribadi
Gambar 41. Dokumentasi pribadi

161
Gambar 42. Dokumentasi pribadi
Gambar 43. Dokumentasi pribadi
Gambar 44. Dokumentasi pribadi
Gambar 45. Dokumentasi pribadi
Gambar 46. Dokumentasi pribadi
Gambar 47. Dokumentasi pribadi
Gambar 48. Dokumentasi pribadi
Gambar 49. Dokumentasi pribadi
Gambar 50. Dokumentasi pribadi
Gambar 51. Dokumentasi pribadi
Gambar 52. Dokumentasi pribadi
Gambar 53. Dokumentasi pribadi
Gambar 54. Dokumentasi pribadi

162

Anda mungkin juga menyukai