Anda di halaman 1dari 38

Tugas

TEORI AKUNTANSI

ASET

Penyusun:
Bob As Saputra 1610536028
Indra Madani 1610536029
Sulthanika Falni 1610536036
Ahmad Satriadi 1610536050

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala,


karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“ASET”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teori
Akuntansi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Penulis

Maret 2018

ii
DAFTAR ISI

Cover ............................................................................................................. i

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................ iii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................... 1

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Aset ................................................................................. 2


2.1.1 Manfaat Ekonomik ................................................................ 2
2.1.2 Dikuasai Oleh Entitas ............................................................ 3
2.1.3 Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu .......................... 3
2.1.4 Karakteristik Pendukung ....................................................... 4
2.2 Pengukuran ........................................................................................ 6
2.2.1 Kos Sebagai Pengukuran dan Bahan Olah Akuntansi .......... 7
2.2.2 Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti ................................. 7
2.2.3 Pengukuran Kos .................................................................... 7
2.2.3.1 Batas Kegiatan ......................................................... 8
2.2.3.2 Jenis Penghargaan ................................................... 8
2.2.4 Rugi Dalam Pemerolehan Aset ............................................. 8
2.3 Penilaian ............................................................................................ 8
2.3.1 Tujuan Penilaian Aset ........................................................... 9
2.3.2 Nilai Masukkan ...................................................................... 9
2.3.2.1 Kos Historis .................................................................... 9
2.3.2.2 Kos Pengganti ................................................................. 10
2.3.2.3 Kos Harapan .................................................................... 10
2.3.3 Nilai Keluaran ........................................................................ 10

iii
2.3.3.1 Harga Jual Masa Lalu ...................................................... 10
2.3.3.2 Harga Jual Sekarang ........................................................ 11
2.3.3.3 Nilai Terealisasi Harapan ................................................ 11
2.3.4 Kos atau Pasar Yang Lebih Rendah ...................................... 11
2.3.5 Penilaian Menurut FASB ...................................................... 12
2.4 Pengakuan ......................................................................................... 13
2.4.1 Beban Tangguhan .................................................................. 14
2.4.2 Kos Bunga .............................................................................. 14
2.4.2.1 Argumen Pendukung........................................................ 14
2.4.2.2 Argumen Penolakan ......................................................... 15
2.4.2.3 Aset Memenuhi Syarat ..................................................... 16
2.4.2.4 Besarnya Kapitalisasi Bunga............................................ 16
2.4.2.5 Periode Kapitalisasi .......................................................... 16
2.4.2.6 Pengungkapan ................................................................. 17
2.5 Penyajian ........................................................................................... 17

Bab III Penutup

3.1. Kesimpulan ....................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Aset adalah sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha
dikemudian hari. Aset dipahami sebagai harta total. Namun biasanya untuk keperluan
bisnis analisis dirinci menjadi beberapa kategori seperti aset lancar, investasi jangka
panjang, aset tetap, aset tidak berwujud.
Aset merupakan elemen pelaporan keuangan yaitu neraca yang akan membentuk
informasi berupa posisi keuangan perusahaan bila dihubungkan dengan elemen yang lain
yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset mempresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang
memampukan perusahaan untuk menyediakan jasa dan barang.
Bagi manajemen, di dalam membaca neraca, nilai aset perlu dicermati karena
menjadi dasar pengukuran prestasi keuangan perusahaan. Ukuran ini menjadi
pembanding prestasi sesuatu perusahaan dengan prestasi perusahaan yang lain dalam hal
yang sama.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka kami dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengertian dan manfaat ekonomik aset?
2. Bagaimana pengukuran aset yang digunakan?
3. Bagaimana penilaian aset yang dilakukan?
4. Bagaimana pengakuan yang digunakan untuk aset?
5. Bagaimana penyajian yang dilakukan dalam melaporkan aset?

1.3. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian dan manfaat ekonomik dari aset.
2. Agar mengetahui pengukuran yang digunakan dalam aset.
3. Agar mengetahui penilaian yang dilakukan terhadap aset.
4. Agar mengetahui pengakuan yang digunakan untuk aset.
5. Agar mengetahui penyajian yang dilakukan dalam melaporkan aset.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Aset

FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No 6,


prg 25):

“Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a perticular


entity as a result of past transactions or events.”

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:

“An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and from
which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.”

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard


Board (AASB) mendefinisi aset sebagai berikut:

“Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting
entity as a result of past transaction or other past events.”

Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi yang lain luas karena aset dinilai
mempunyai sifat sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai
sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk atau
jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset. Definisi tersebut tidak
membedakan antara aset real (real assets) dan aset finansial (financial assets) dan
antara sumber ekonomik (resources) dan nonsumber ekonomik (nonresources).
APB No. 4 mendefinisi sumber ekonomik sebagai berikut :

Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to desired
uses) available for carrying on economic activities.

APB juga membedakan aset menjadi sumber ekonomik dan nonsumber


ekonomik. APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik
sebagai berikut :

2
1. Sumber produktif (productive resources) :
a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung,
pabrik, perlengkapan, sumber alam, paten, dan semacamnya, jasa dan
sumber lain yang digunakan dalam produksi barang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk
menggunakan sumber ekonomik pihak lain dan hak untuk
mendapatkan barang atau jasa dari pihak lain.
2. Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas :
a. Barang jadi yang menunggu penjualan
b. Barang dalam proses
3. Uang (money)
4. Klaim untuk menerima uang (claims to receive money)
5. Hak pemilikan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest in
other enterprises)

Sumber ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasi menjadi objek
fisis (physical objects) dan hak (rights)

APB menggolongkan bentuk atau jenis aset selain yang disebut di atas
sebagai nonsumber ekonomik meskipun tetap masuk dalam pengertian aset.
Nonsumber ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan
(deferred charges) seperti : goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan
beberapa pos yang timbul akibat penyesuaian (sering disebut pos-pos transitoris).

Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa datang


(future economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai
badan usaha tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke badan usaha.
Jaadi, manfaat ekonomik yang dimaksud oleh IASC bukan manfaat yang
dikandung oleh sumber ekonomik yang dikuasai tetapi manfaat yang didatangkan
atau mengalir ke badan usaha. Karena bukan manfaat yang dikandung, pengertian
manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat diinterpretasi sebagai aliran
masuk manfaat akibat pemrolehan sumber ekonomik baru lantaran pertukaran

3
dengan sumber ekonomik yang sebelumnya dikuasai atau lantaran aliran masuk
pendapatan.

Definisi FASB dan AASB lebih luas dibanding definisi lain dalam hal entitas
yang dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity dan reporting entity
bukannya enterprise sebagai pengendali aset, FASB dan AASB tidak membatasi
pengertian aset hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi
bisnis tetapi juga untuk organisasi nonbisnis. Kata enterprise yang digunakan oleh
IASC dan APB memberi kesan bahwa aset didefinisi dalam konteks organisasi
bisnis.

Dengan berbagai perbedaan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga


karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut
aset yaitu : (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti, (b) dikuasai
atau dikendalikan oleh entitas, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu. Kriteria
(a) merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek semantik sedangkan kriteria
(b) dan (c) lebih memuat aspek pengakuan daripada semantik.

2.1.1. Manfaat Ekonomik

Untuk dapat di sebut aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik
di masa datang yang cukup pasti. Ini mengisyaratkan bahwa manfaat tersebut
terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuan untuk mendatangkan pendapatan
atau aliran kas di masa datang. Sejalan dengan APB, FASB menyatakan bahwa
aset adalah sumber ekonomik karena potensi jasa atau utilitas yang melekat di
dalamnya yaitu suatu daya atau kapitas langka yang dapat di manfaatkan kesatuan
usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan
ekonomik yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.

Uang atau kas mempunyai manfaat karena apa yang dapat dia beli atau
karena daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat ditukarkan dengan
potensi jasa apapun yang diperlukan kesatuan usaha untuk melaksanakan kegiatan

4
ekonomiknya. Kemampuan ini di sebut dengan daya beli atas sumber ekonomik.
Daya beli uang menjadi pengukur manfaat ekonomik masa datang.

FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai apakah
pada saat tertentu suatu pos atau objek masih dapat disebut aset yaitu :

(a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada mulanya
mengandung manfaat ekonomik masa datang.
(b)Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada pada
saat penilaian.

2.1.2. Dikuasai Oleh Entitas

Sesuatu dapat dikatakan sebagai aset bila unit usaha tertentu dapat menggunakan
manfaat aset tersebut dan menguasainya sehingga dapat mengendalikan akses pihak lain
terhadap aset tersebut. Penguasaan dan pengendalian terhadap suatu aset dapat diperoleh
suatu unit usaha melalui pembelian, pemberian, penemuan, perjanjian, produksi,
penjualan, dan pertukaran.
Perlu diperhatikan bahwa pemilikan bukan merupakan kriteria utama untuk
mengakui suatu aset. Pemilikan umumnya dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang
sah menurut hukum terhadap suatu barang. Hal ini disebabkan akuntansi tidak
memusatkan pada substansi ekonomi suatu transaksi yang mempengaruhi posisi
keuangan atau hasil usaha suatu perusahaan (economic substance over legal form).
Akuntansi lebih memusatkan pada substansi ekonomi suatu transaksi yang mempengaruhi
posisi keuangan/ hasil usaha suatu perusahaan.
Most mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap suatu objek dapat
diperoleh dengan cara :

1. Pembelian (by purchase)


2. Pemberian (by gift)
3. Penemuan (by discovery)
4. Perjanjian (by agreement)
5. Produksi/transformasi (by production/transformation)
6. Penjualan (by sale)

5
7. Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by
bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial
(by commercial transactions) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis.

Pemilikan hanya merupakan karakteristik pendukung untuk mengakui aset karena


ada hak yuridis yang pasti untuk menguasainya. Bentuk fisik juga bukan faktor penentu
dari aset. Misalnya, Paten dan Hak Cipta merupakan aktiva meskipun kedua elemen
tersebut tidak memiliki bentuk fisik. Hal ini disebabkan kedua elemen tersebut memiliki
manfaat ekonomi di masa mendatang, dikuasai oleh perusahaan dan berasal dari
transaksi masa lalu.

2.1.3. Akibat Transaksi Atau Kejadian Masa Lalu

Kriteria ini sebenarnya menyempurkan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai tes
pertama pengakuan objek sebagai suatu aset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara
resmi dalam sistem pembukuan. Untuk mengakui sebagai aset, selain definisi, kriteria
yang lain seperti keterukuran, keberpautan, dan keterandalan juga harus dipenuhi.
Transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan
kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak
cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via
statemen keuangan.

Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aset apabila telah menjadi transaksi atau
peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian terhadap
manfaat dari aset tersebut. Misalnya suatu mesin dapat diklasifikasikan sebagai aset
apabila mesin tersebut benar-benar telah dibeli dari transaksi yang benar-benar sah.
Apabila mesin tersebut baru akan diperoleh sesuai dengan anggaran yang ditetapkan
(masih dianggarkan), maka mesin tersebut tidak dapat dipandang sebagai aset, karena
belum ada transaksi yang dilakukan. Meskipun definisi FASB tersebut dapat diterima
secara umum, banyak kritikan yang ditujukan ke FASB. Hal ini disebabkan dalam
definisinya, FASB mengabaikan faktor exchangeability, yang artinya suatu pos dapat
dipisahkan dari entitas dan memiliki nilai jual yang terpisah. Mac Neal (1939)
mengatakan bahwa suatu barang yang kehilangan faktor exchangeability berarti

6
kehilangan nilai ekonomi karena pembelian atau penjualannya tidak memungkinkan
untuk dilakukan sehingga tidak ada nilai pasar yang melekat pada barang tersebut.

2.1.4. Karakteristik Pendukung

FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung selain karakteristik yang


tersebut di atas, yaitu :

1. Melibatkan kos

Pemerolehan aset pada umumnya melibatkan kos sebagai penghargaan sepakatan.


Bila kos terjadi karena pemerolehan suatu objek terjadi akibat pertukaran atau pembelian,
objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai aset. Akan tetapi, tiadanya kos tidak
membatalkan suatu objek sebagai aset. Suatu aset dapat diperoleh misalnya dari hadiah
yang tidak melibatkan pengeluaran sumber ekonomik. Walaupun demikian, kos objek
tersebut harus tetap ditentukan atau ditaksir secara layak sebagai dasar pencatatan
pertama kali.

2. Berwujud

Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, itu memang lebih kuat
disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan bukan kriteria untuk mendefinisikan aset.
Objek-objek seperti hak paten, goodwill, hak cipta, dan merek dagang dapat dimasukkan
sebagai aset.
Most mengajukan tiga tes (kriteria) untuk memasukkan suatu pos ke dalam aset
tak berwujud yaitu :
(1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak independen?
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penilaian lebih atas aset tak berwujud.
(2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang diharapkan diidentifikasi? Dapat
diidentifikasi artinya dapat dikaitkan dengan kemampuan perusahaan
mendatangkan laba di masa datang. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan
bahwa objek tak berwujud memenuhi kriteria utama aset.

7
(3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos aset lain yang diperoleh?
Misalnya suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin yang secara khusus
dirancang oleh perusahaan lain melalui riset dan pengembangan.

3. Tertukaran

Beberapa penulis mengajukan gagasan bahwa untuk memenuhi syarat sebagai aset,
suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat
ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat sumber ekonomik akan menjadi cukup pasti
dan terukur kalau suatu sumber ekonomik mempunyai nilai tukar. Syarat argumen ini
disanggah karena manfaat ekonomik tidak hanya terletak pada nilai tukar tetapi juga dari
daya guna suatu objek untuk produksi.

4. Terpisahkan

Syarat ini diajukan berkaitan dengan ketertukaran. Untuk dapat ditukarkan suatu
sumber ekonomik harus dapat dipisahkan dengan sumber ekonomik yang lainnya. Syarat
ini diajukan dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan dengan pengukuran
nilai berbagai aset dan kewajiban secara individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai
kriteria aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai aset.
Chrambers dan MacNeal mengajukan syarat ini karena tidak setuju goodwill dimasukkan
dalam kategori aset dengan alasan bahwa pengukuran goodwill sangat subjektif dan
hipotesis. Alasan lain jga tujuan penyajian neraca adalah melaporkan nilai bersih aset dan
bukan nilai perusahaan secara keseluruhan.

5. Berkekuatan hukum

Hak atas aset tidak harus didukung secara yuridis formal. Klaim seperti piutang tidak
harus didukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk
memenuhi definisi aset. Pada umumnya, kemampuan suatu entitas untuk menguasai
manfaat ekonomik timbul akibat hak-hak hukum. Meskipun demikian, hak paksa yang
melekat pada hak-hak hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya
aset kalau suatu entitas dapat memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain.

8
2.2. Pengukuran

Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefinisikan aset tetapi merupakan


kriteria pengukuran set. Salah satu kriteria pengukuran aset adalah ketertukaran manfaat
ekonomik masa datang. Yang dimaksud pengukuran di sini adalah penentuan jumlah
rupiah yang harus diletakkan pada suatu objek aset pada saat terjadinya yang akan
dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Dengan konsep kotinuitas
usaha, sumber ekonomik akan mengalami 3 (tiga) tahap perlakuan sejalan dengan
kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan, pengolahan, dan penjualan/penyerahan.
Secara akuntansi, aliran fisis suatu sumber ekonomik harus direpresentasi dalam
jumlah rupiah sehingga hubungan antarobjek bermakna sebagai informasi. Kos menjadi
data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik suatu badan usaha. Sebagai
aliran informasi, kos juga mengalami 3 (tiga) tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran
fisis, yaitu:
1. Pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi pertama kali pada saat terjadinya. Untuk
selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran.
2. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisi aset berupa alokasi,
distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal. Untuk selanjutnya seluruh
kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran.
3. Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode yang akan datang. Kos
yang belum menjadi beban pendapatan akan melekat pada objek menjadi aset badan
usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan.

Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukuran sedangkan aset atau biaya
adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada aset atau biaya
sehingga kos, aset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan. Kerancuan dapat timbul
karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat dibebankan atau didebetkan ke aset atau
biaya pada saat terjadinya.
Gambar Hubungan Kos, Aset, dan Biaya

9
Bila suatu pengeluaran langsung dicatat sebagai biaya, secara konseptual di anggap
bahwa kos objek bersangkutan dicatat sebagai aset dan kemudian pada saat yang sama
kos tersebut langsung dipindah ke biaya. Dengan kata lain, secara konsptual kos semua
sumber ekonomik yang diperoleh dianggap telah diperlakukan sebagai aset walaupun
hanya sesaat.
Karena kos merepresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai aset,
kos itu disebut dengan kos belum habis artinya kos yang belum habis atau
takterhabiskan dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomik
telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos aset yang
merepresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos terhabiskan dan
menjadi pengukur biaya.

2.2.1. KOS Sebagai Pengukur dan Bahan Oleh Akuntansi

Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur asset pada


saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam
transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak

10
(arm’s length barganing). Dalam arti luas kos mempunyai makna sebagai agregat
harga (price agregat) dalam perolehan suatu asset

Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen menjadi


dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalkan
untuk mendekati/ mengaproksimasi nilai sebenarnya (true value) atau nilai wajar
(fair value) suatu objek pada saat transaksi. Kos yang didasarkan atas
penghargaan sepakatan lebih terandalkan karena penyebarannya lebih terpusat
atau variansi (variance) lebih kecil atau sempit daripada kos yang didasarkan atas
penilaian secara subjektif atau selain penghargaan sepakatan. Dengan kata lain,
kos atas dasar sepakatan lebih akurat (accurate) daripada atas dasar yang lain.

2.2.2. Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti

Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadkan landasan menentukan kos yang


terandalkan karena penghargaan sepakatannya didasarkan atas mekanisme pasar yang
bebas sehinggga dia menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam
mekanisme pasar sempurna (perfect market). Mekanisme pasar bebas menjamin dan
menghendaki agar:

a) Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan atau


ancaman

b) Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi


secara bebas

c) Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup


banyak di pasar bebas. Dengan kata lain, cukup banyak penjual dan
pembeli sehingga tak seorangpun cukup kuat untuk mempengaruhi harga

Kondisi (a) menghindari adanya transaksi sepihak. Transaksi-transaksi seperti


merger, likuidasi, dan akuisisi internal sering dilakukan secara sepihak atas
kehendak pihak yang lebih berkuasa. Demikian juga,. Gaji staf yang ditentukan

11
oleh perusahaan yang dikuasai dan dimiliki oleh staf itu sendiri mungkin tidak
mencerminkan harga pasar yang berlaku untuk jasa tenaga kerja.

Kondisi (b) menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar merefleksi


nilai wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling objektif. Bila pihak yang
bertransaksi tidak mempunyai pengetahuan dan informasi sama (terjadi asimetri
informasi) penghargaan sepakatan mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar.

Kondisi (c) dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas dasar


penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam tawar-menawar
anatara pihak yang bebas biasanya menunjukkan nilai wajar yang berlaku pada
saat transaksi. Hal ini benar khususnya untuk barang atau jasa yang bersifat
standar dan relative mudah diperoleh

Jadi bila kondis-kondisi di atas tidak dipenuhi, penghargaan sepakatan yang


terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur kos yang objektif.
Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar relativitas bukti (veriviable
objective evidence) dapat dianggap bahwa penghargaan yang akhirnya dicapai
merupakan bukti yang terbaik diperoleh (best obtainable) sebagai dasar penentuan
kos.

2.2.3. Pengukuran KOS

Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi begitu
saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serangkaian kegiatannya misalnya,
menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang,
mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan
barang tersebut. Kos yang melekat pada suatu objek ditentukan oleh batas kegiatan
pemerolehan dan jenis penghargaan.

2.2.3.1. Batas Kegiatan

Secara konseptual pembentukan kos suatu aset (baik berwujud atau tidak) adalah
semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau diperlukan akibat

12
kegiatan pemerolehan suatu aset sampai dia ditempatkan pada kondisi siap dipakai atau
berfungsi sesuai dengan pemerolehannya.

2.2.3.2. Jenis Penghargaan

Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam sistem akuntansi.
Penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. Bila transaksi terjadi dalam
mekanisme pasar bebas antara pihak independen, kos tunai (cash cost) adalah pengukur
aset yang paling valid dan objektif.

Kalau sumber ekonomik nonkas merupakan penghargaan yang digunakan


dalam transaksi, pengukur yang ideal untuk menentukan kos asset yang diperoleh
adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diperoleh seandainya sumber
ekonomik tersebut dijual dulu secara tunai kepada umum. Jumlah rupiah melekat
ini disebut jumlah setara tunai (money or cash equivalent) atau kos tunai
terkandung atau implicit (implied cash cost) dari penghargaan yang diserahkan
oleh pemeroleh asset.

Kos Dalam Barter. Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan asset adalah
pemerolehan asset (biasanya asset berwujud atau nonmoneter) dengan
penghargaan berupa asset berwujud atau nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi,
pengukuran asset yang diperoleh bergantung pada apakah asset yang
dipertukarkan sejenis (similar) atau taksejenis (dissimilar). Asset sejenis artinya
asset yang fungsinya sama dan tidak harus asset yang identik.

Bila suatu usaha menukarkan asset sejenis, secara konseptual dianggap


bahwa perusahaan tersebut melakukan pemeliharaan atau pemertahanan capital
(daya produksi) dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan asset dan
penyerahan asset dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan transaksi
penjualan. Dengan demikian, fungsi asset dalam memberi kontribusi untuk
pembentukan pendapatan belum berhenti atau habis. Jadi, proses pembentukan
pendapatan oleh fungsi asset tersebut belum selesai oleh karena itu kalau terjadi
untung (gain) tidak selayaknyalah untung tersebut diakui karena cara konseptual

13
untung tidak dapat timbul dari transaksi pemeliharaan atau pembelian; untung
hanya timbul dari transaksi penjualan.

Bila kesatuan usaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual


dianggap transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan
pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset yang
diserahkan secar tunai kemudian seketika itu pula menggunakan seluruh kas yang
diterima untuk membeli asset yang diterima (baru).

Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok (boot) baik dari pihak
kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam barter asset sejenis tombok
diberikan oleh lawan barter, maka barter tersebut tidak murni sejenis tetapi
campuran. Artinya, asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset sejenis
dan sebagian dengan kas. Oleh karena itu, bagian untung yang timbul dari
penjualan tunai dapat diakui sebagai untung yang masuk dalam statement laba-
rugi. Utung yang dapat diakui adalah proporsional antara tombok dan harga pasar
asset yang diterima kesatuan usaha.

Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disarikan prinsip-prinsip
penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.

1. Pertukaran taksejenis, tanpa pembayaran tombok : asset yang diterima


dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan atau nilai wajar
asset yang diterima, mana yang lebih mudah atau jelas ditentukan. Untung
atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.

2. Pertukaran taksejenis, dengan pembayaran tombok : asset yang diterima


dicatat sebesar nilai wajar/pasar asset yang diserahkan ditambah tombok
atau nilai wajar asset yang diterima, dalam hal ini nilai pasar asset yang
diserahkan menunjukan kas yang akan diterima seandainya asset tersebut
dijual. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.

3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayran tombok : asset yang diterima dicatat


sebesar nilai buku atau nilai pasar asset yang diserahkan, mana yang lebih

14
rendah. Ini berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui
dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.

4. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok: asset yang diterima


dicatat sebasar nilai buku asset yang diserahkan ditambah tombok atau
nilai pasar asset yang diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih
rendah. Ini juga berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak
diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat
transaksi.

5. Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok:

Bila terjadi rugi: asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar asset
yang diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini Berarti rugi yang terjadi
diakui semua pada saat terjadinya transaksi.

Bila terjadi untung: asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku asset
yang diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan yang
dianggap dijual (ditukar dengan kas). Atau, nilai pasar/wajar asset yang
diterima dikurangi untung tangguhan (deferred gain).

Pertukaran sejenis dengan penerimaan tombok sebanarnya merupakan


transaksi campuran yaitu asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset
sejenis dan sebagaian yang lain ditukar dengan asset taksejenis (kas). Oleh karena
itu, bila terjadi untung, hanya untung yang berasal dari pertukaran taksejenis (kas)
yang dapat diakui dan sisa untung diperlakukan sebagai untung tangguhan yang
melekat pada (mengurangi kos) asset yang diterima.

Untung total = nilai pasar aset diserahkan – nilai buku aset diserahkan

Untung diakui = tombok (kas diterima) x untung total

Tombok + nilai pasar aset diterima

15
Untung tangguhan = nilai pasar aset diterima x untung total

Tombok + nilai pasar aset diterima

Porsi nilai buku sejenis = nilai pasar aset diterima x nilai buku aset diserahkan

Tombok + nilai pasar aset diterima

Porsi nilai buku taksejenis = tombok (kas diterima) x nilai buku aset diserahkan

Tombok+nilai pasar aset diterima

Saham Sebagai Penghargaan

Merupakan salah satu bentuk pemerolehan aset dengan barter. Dalam


beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan sebagai
penghargaan untuk barang dan jasa yang diperoleh, nilai nominal ataupun
nilainyataan (stated value) untuk tiap saham tidak dapat merepresentasi kos yang
sebenarnya (true value) pada saat transaksi. Pengukur yang tepat untuk
menentukan kos dalam situasi semacam itu adalah rupiah uang tunai yang akan
diterima oleh perusahaan seandainya perusahaan menerbitkan saham-saham yang
digunakan untuk penghargaan diatas. Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai
saham dapat dicari dengan membandingkan harga tunai jenis saham yang sama
untuk memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan
penyerahan saham untuk memperoleh aset bersangkutan.

Kos Dalam Reorganisasi

Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama


kemudian mengalami reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak
mempunyai data kos yang memadai untuk menentukan kos aset yang dikuasainya.
karena tujuan reorganisasi biasanya adalah menentukan nilai perusahaan pada saat
tersebut, diperlukan taksiran nilai yang wajar seluruh aset perusahaan dengan
mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu.

Hadiah atau Hibah

16
Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas
mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh perusahaan tanpa kos yang
berarti atau dengan kos yang tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang yang
diperoleh. Gedung dan tanahnya yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan
atau hibah adalah contoh pemerolehan aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan
kos yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba yang biasanya ditunjukkan oleh tingkat kembalian
investasi.

Temuan

Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau
dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran
yang sebenarnya untuk memperolehnya. Misalnya, tambang minyak yang sangat
berharga ditemukan dengan pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup
rendah dibandingkan dengan hasilnya). Demikian juga suatu peralatan atau teknik
pemrosesan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin
dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran yang
sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi yang khusus seperti
ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas dasar jumlah tunai implisit.
Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti diperlukan untuk
memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya keduanya
sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan.

Kos Dalam Pembelian Kredit

Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting
dalam mengukur kos yang sebenarnya (true cost). kos yang sebenarnya dalam
transaksi kredit bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa
kali angsuran tetapi berapa kos yang sebenarnya pada transaksi. Dalam transaksi
kontrak pembelian dengan harga kontrak tertentu, harga kontrak yang disepakati
mungkin melebihi harga pembelian tunai. Pada umumnya, perusahaan tidak
berusaha untuk menentukan harga tunai efektif baik dengan cara menanyakan

17
langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara mendiskun nilai kontrak
dengan tarip bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya dalah bahwa
kos tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak
pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti sehingga
nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk
mencatat kos.

Potongan tunai dan Keringanan

Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai (cash disount) dan
keringanan-keringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara
teknis, pembukuan memang dimuungkinkan untuk sementara mendebit harga
faktur bruto ke dalam akun aset yang bersangkutan dan nantinya harus dilakukan
penyesuaian untuk mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah
setara tunai.potongan yang dimanfaatkan oleh pembeli sering dianggap sebagai
laba. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang mendasarinya yaitu bahwa laba
tidak diperoleh melaui proses pembelian atau pemerolehan potensi jasa.
Pembelian semata-mata merupakan langkah pertama dalam upaya (effort) untuk
menghasilkan pendapatan laba. Dalam perusahaan yang dikelola dengan baik,
melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan rugi. Rugi
bukan sumber ekonomik dan kerananya tidak selayaknya kalau dicatat sebagai
aset. Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti berapa harga yang sesungguhnya
harus dibayar dalam suatu transaksi.

2.2.4. Rugi Dalam Perolehan Aset

Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasikan


oleh biaya, kos mengalami penghimpunan, penggabungan, dan reklasifikasi. Kos yang
terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset tersebut belum dikeluarkan
sebagai biaya. Akan tetapi, karena suatu kondisi tertentu dapat terjadi bahwa suatu
potensi jasa tertentu tidak lagi mempunyai kemampuan untuk menghasikan pendapatan.
Dalam kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa manfaat ekonomik telah hangus dan
merupakan rugi.

18
2.3. Penilaian

Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan


karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur
makna ekonomik suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam
akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk
objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses
penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen
keuangan pada saat penyajian. Jadi, penilaian merupakan penentuan jumlah rupiah yang
harus dilekatkan pada suatu pos aset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam
statemen keuangan pada periode tertentu.

2.3.1. Tujuan Penilaian Aset


Tujuan dari penilaian aset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos aset yang
berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang
sesuai. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat
membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat, dan ketidakpastian aliran kas
bersih ke badan usaha. Singkatnya, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan
pelaporan keuangan.
2.3.2. Nilai Masukan

Nilai masukan di dasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghasilan lainnya (non
kas) yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa
tertentu yang masuk dalam unit usaha (perusahaan). Ada beberapa dasar penilaian yang
masuk ke dalam kategori nilai masukan, yaitu :
2.3.2.1. Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah atau harga pertukaran yang telah tercatat
dalam sistem pembukuan pada saat terjadinya transaksi. Prinsip kos historis menghendaki
digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya.
Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh
kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi
pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat
terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ektern, baik yang menyangkut aktiva, utang,
modal dan transaksi lainnya.

19
1. Kos Bijaksana, yaitu semua pengeluaran yang dikeluarkan secara hati-hati dan
bijaksana untuk memperoleh fasilitas fisik (aktiva tetap berwujud). Jadi, jika ada
rugi/inefisiensi pada proses perolehan fasilitas fisik itu bukan merupakan kos.
2. Kos Standar, yaitu kos produksi per unit yang seharusnya terjadi untuk waktu
tertentu dengan asumsi bahwa produksi dilakukan dalam kondisi normal.
3. Kos Asli, yaitu kos fasilitas fisik (aktiva tetap berwujud) yang terjadi pertama kali
dan diakui oleh perusahaan yang pertama kali menggunakan fasilitas fisik itu juga.

2.3.2.2. Kos Pengganti


Kos pengganti merupakan jumlah rupiah / harga pertukaran yang diperlukan
sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama sejenis. Atau biaya
penggantian aktiva milik perusahaan dengan aktiva lain yang sejenis atau sama
fungsinya.
1. Nilai Penaksiran, yaitu nilai taksiran kos sekarang yang ditentukan dengan prosedur
dan analisis secara sistematik oleh pihak independen yang kompeten dibidangnya.
2. Nilai Wajar, yaitu jumlah rupiah yang dapat diterima untuk suatu objek,
menggambarkan harga dimana aset dapat dibeli atau dijual dalam transaksi kini antar
pihak secara sukarela, tanpa paksaan.
3. Nilai terealisasi bersih dikurangi harga normal, yaitu nilai yang diharapkan
merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos pengganti tidak
tersedia.

2.3.3.3. Kos Harapan


Kos harapan suatu aset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa mendatang,
seandainya jasa aset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian (tidak sekaligus), atau
nilai sekarang untuk pembayaran kas dimasa mendatang.

2.3.4. Nilai Keluaran

Nilai keluaran didasarkan pada jumlah rupiah kas atau penghargaan lainnya (non
kas) yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa akhirnya keluar
dari unit usaha melalui proses pertukaran atau konversi.

20
Penilaian ini lebih berpaut dengan aset yang tujuannya adalah untuk dijual atau
dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk kegiatan produksi. Ada beberapa
dasar penilaian yang masuk ke dalam kategori nilai keluaran, yaitu:
2.3.4.1. Harga Jual Masa Lalu
Harga jual masa lalu sebenarnya menunjukan kas yang cukup pasti akan diterima
dari pertukaran/konversi suatu pos aset yang timbul karena adanya suatu transaksi di
masa lalu.

2.3.4.2. Harga Jual Sekarang


Harga jual sekarang didasari oleh konsep setara tunai sekarang. Harga ini
menunjukan jumlah rupiah kas atau daya beli yang dapat direalisasi dengan cara menjual
aset dipasar bebas dalam kondisi perusahaan melikuidasi atau menjual asetnya secara
normal. Harga ini biasanya diukur berdasarkan harga pasar kutipan barang bekas sejenis
dengan kondisi yang sama. Secara teoritis, setara kas sekarang merupakan atribut atau
properitas yang relevan untuk semua aset. Kelemahannya adalah tidak semua aset
mempunyai pasar dan harga pasar kutipan.
2.3.4.3. Nilai Terealisasi Harapan
Nilai terealisasi harapan suatu aset adalah penerimaan kas atau potensi jasa
masa datang yang jumlah dan waktunya cukup pasti. Contohnya : investasi dalam
obligasi, deposito berjangka dan piutang wesel jangka panjang.

Dasar penilaian ini lebih bermanfaat dan valid untuk menilai investasi tunggal
atau perusahaan secara keseluruhan dari sudut pandang investor. Untuk penilaian
aset secara individual, dasar penilaian ini mengandung beberapa kelemahan yaitu:

1. Kalau tidak ada pasar untuk aset bersangkutan, penentuan aliran kas masa
datang bersifat subjektif sehingga sulit diverifikasi.
2. Pemilihan tarif yang cukup representatif untuk merefleksi risiko tiap aset
sangat problematik.
3. Aliran kas ke perusahaan dihasilkan oleh seluruh aset sebagai satu kesatuan
dalam menghasilkan produk yang akhirnya dijual untuk mendatangkan kas.

21
4. Memperkuat alasan 3 diatas, beberapa aset memang tidak terpisahkan
(severable) sehingga nilai sekarang seluruh aset (the value of the firm) tidak
akan sama dengan penjumlahan semua kas masa datang diskonan tiap pos aset.

2.3.5. Kos atau Pasar yang Lebih Rendah


Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah merupakan kombinasi nilai
masukan dan nilai keluaran karena pengertian pasar dalam hal ini dapat berarti pasar
barang masukan atau keluaran. Untuk sediaan barang, pasar mengacu ke nilai masukan
karena barang biasanya dijual pada pasar yang berbeda dengan harga yang lebih
tinggi. Untuk surat-surat berharga, mengacu pada nilai keluaran karena surat berharga
dijual belikan pada pasar yang sama sehingga kos dan harga jual keduanya dipandang
sebagai nilai atau harga keluaran.
Konsep penilaian ini didasari pada dasar konservatisma, artinya ketika dalam kondisi
ketidakpastian, kreditor secara historis mendasarkan keputusannya pada nilai konversi
aset yang terendah, sehingga penyajian aset dalam neraca juga rendah.
Nah, karena adanya penurunan nilai aset (khususnya pasa sediaan barang) pada akhir
periode ini diakibatkan turunnya harga atau selera maka otomatis laba bersih akan
menjadi lebih kecil. Sehingga penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah
mempunyai banyak kelemahan sehingga banyak mengundang kritik.
Penilaian berdasarkan pada konservatisma ini dianggap lemah karena alasan
berikut :
1. Konservatisma cenderung merendahkan aset total.
2. Lebih rendahnya sediaan akhir pada suatu periode akan berakibat lebih
rendahnya biaya (dalam bentuk kos barang terjual) pada periode berikutnya
sehingga laba menjadi lebih tinggi. Lebih tingginya laba ini diakibatkan oleh
untung yang terrealisasi bersamaan dengan terjualnya sediaan barang.
3. Terjadi inkonsistensi penilaian baik dalam suatu tahun atau anatar periode.
4. Salah satu argumen digunakannya metode KAPYLR adalah bila terjadi
penurunan manfaat akibat kerusakan, keusangan, perubahan harga atau
kemampuan mendatangkan laba maka selayaknya bahwa kos juga harus
diturunkan.

22
2.3.6. Penilaian Menurut FASB

Tujuan penilaian pos aset tertentu, tiap dasar penilaian mempunyai keunggulan
dan kelemahan masing-masing. Tanpa memperhatikan sifat masukan dan keluaran, FASB
menyarankan untuk tetap menggunakan makna penilaian yang sekarang dipraktikkan.
FASB mengidentifikasi 5 (lima) makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan
dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas
sebagai berikut:

1. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan


sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya
yang dikorbankan untuk memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan
jumlah bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi.
2. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau
penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau
aset tertentu diperoleh sekarang.
3. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas
dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh
kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal
(tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk aset yang
kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.
4. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang
disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang
akan diterima (tanpa didiskun) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos)
yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
5. Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan investasi jangka
panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa mendatang sampai
piutangterlunasi (dengan tarif diskun implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang
mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut.

2.4. Pengakuan

Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi,


kejadian, atau keadaan yang mempebgaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset,

23
kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut
Sterling, Belkaoui (1993) menunjukkan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup
(sufficient) yang merupakan penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut,
yaitu:

1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada
transaksi yang menandai timbulnya asset
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test).
Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang
langka, dibutuhkan dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset,
kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek
harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui
aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal
neraca).
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung
untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.

Yang dikemukakan Belkoui di atas sebenarnya adalah apa yang disebut dengan
kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur
untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recogniton criteria) FASB yaitu definisi,
keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria
pengakuan sifatnya konseptual atau umum. Penerapan kaidah pengakuan di atas
sebenarnya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos dikapitalisasi atau di biayakan.
Bila kaidah pengakuan diatas tidak dipenuhi, kos harus diperlakuakn menjadi beban
pendapatan sebagai biaya atau rugi.

2.4.1. Beban Tangguhan

Kos yang mempunyai karakteristik unik sehingga menimbulkan masalah


penangguhan pembebanan misalnya adalah yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau
keadaan berikut:

24
1. Sewaguna
2. Bunga selama masa konstruksi asset tetap
3. Riset dari pengembangan
4. Eksploitasi minyak dan gas bumi
5. Eksplorasi minyak valuta asing
6. Sumber daya manusia
7. Kos organisasi

2.4.2. Sewa Guna

Sewaguna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan aset karena


di Amerika pada mulanya sewa guna digunakan sebagai sarana pemerolehan aset
tetap atau fasilitas fisis tanpa harus menunjukkan utang yang timbul dari
pemerolehan tersebut.

Oleh karena itu, dengan konsep dasar substansi diatas bentuk (Substance
Over Form), FASB mewajibkan untuk mengakui dan melaporkan kewajiban yang
timbul dari sewaguna dan mengakui (mengkapitalisasi) fasilitas yang disewaguna
sebagai aset perusahaan kalau secara substantif perjanjian sewaguna tersebut
sebenarnya merupakan pembelian angsuran. Yang menjadi masalah adalah apa
kriteria yang harus dipenuhi agar suatu sewaguna dapat dinyatakan sebagai
pembelian angsuran. FASB mengajukan empat kriteria berikut ini (SFAS No. 13,
prgf. 7):

a. Kontrak sewaguna menyebutkan adanya transfer hak milik barang atau


properitas (property) kepada tersewaguna (lessee) pada akhir jangka sewaguna.
b. Kontrak sewaguna memuat pasal bahwa tersewaguna boleh pilih untuk
membeli pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka sewaguna dengan harga
yang ditetapkan dan harga tersebut cukup murah sehingga dapat dipastikan di
muka bahwa tersewaguna akan memilih membeli properitas bersangkutan.
Pasal semacam ini disebut Bargain Purchase Option.
c. Jangka sewaguna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomis taksiran
properitas sewagunaan sejak penandatanganan kontrak. Bila sisa umur

25
ekonomik mulai dari penandatanganan kontrak kurang dari 25% umur
ekonomik total, kriteria ini tidak berlaku.

2.4.3. Kos Bunga

Bila kesatuan usaha membangun sendiri fasilitas fisis dengan dana pinjaman dan
pembangunannya memakan waktu yang cukup lama, masalahnya adalah apakah kos
bunga selama masa pembangunan/konstruksi dapat dikapitalisasi.

2.4.3.1. Argument pendukung

Beberapa argumen diajukan untuk mendukung kapitalisasi kos bunga. Argumen-


argumen tersebut sebagai berikut:

a. Dengan kesiapan pemakaian atau penggunaan sebagai batas kegiatan pengukuran kos
asset, kos bunga jelas merupakan unsur kos asset
b. Bila kesatuan usaha tidak membangun sendiri fasilitas fisis bersangkutan,
penghargaan sepakatan sebagai kos pemerolehan pada umumnya termasuk pula
bunga yang harus dibayar kontrakator selama pembangunanya.
c. Pembebanan kos bunga langsung pendapatan selama masa konstruksi akan
mendistorsi laba terutama kalau konstruksi didanai dari pinjaman khusus untuk
keperluan tersebut. Dengan kata lain pembebanan langsung menyimpang dari konsep
penandingan yang tepat.
d. Kos bunga selama masa pembangunan bukan merupakan kos pendanaan karena kalau
pembangunan didanai dari penerbitan ekuitas baru, kos pendanaan secara konseptual
tetap terjadi dan di geser ke pemegang saham dalam bentuk dividen yang
pembayaranya mungkin di tunda sampai pembangunan selesai
2.4.2.2. Argument Penolakan

Beberapa argumen menolak dikapitalisasinya bunga. Penolakan tersebut didasarkan


atas argumen-argumen berikut:

a. Bunga lebih merupakan kos pendanaan dari pada unsur kos asset karena perusahaan
sebenarnya dapat menghindari bunga tersebut dengan memilih alternative pendanaan
dalam ekuitas. Hal ini dibantah dengan argument pendukung nomor 4.

26
b. Dengan konsep nilai setara tunai atau nilai sekarang aliran kas diskunan dalam
mengukur kos suatu asset, kos pemerolehan suatu fasilitas fisis seharusnya tidak
dipengaruhi oleh kebijakan pemilihan cara pendanan pembangunanya
c. Dengan konsep kesatuan usaha bunga lebih bermakna sebagai pembagian laba
daripada sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan.
d. Karena merupakan kos pendanaan yang terpisah dengan kos pemerolehan asset,
alokasi kos bunga ke semua asset non moneter hanya akan kecil pengaruhnya terhadap
laba periodic karena jumlah yang di kapitalisasi dalam suatu perioda akan
dikompensasi dengan amortisasi bunga

2.4.2.3. Aset Memenuhi Syarat


Dalam keadaan tertentu kapitalisasi bunga tidak perlu dilakukan. Standar akuntansi
menentukan aset yang memenuhi syarat (cukup disebut aset memenuhi) untuk dilekati
kos bunga (qualifying assets) yang dalam PSAK No.26 disebut aset tertentu. FASB (SFAS
No.34, prg.9) menetapkan bahwa kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan hanya aset
yang memenuhi syarat:

a. Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri oleh perusahaan
(termasuk aset yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain atas pesanan
perusahaan dan untuk pesanan/kontrak tersebut perusahaan melakukan
pembayaran uang muka atau pembayaran bertahap atas dasar kemajuan pekerjaan
pembangunan aset bersangkutan)
b. Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai suatu unit atau
projek yang berdiri sendiri terpisah dari orijek atau kegiatan operasi lainnya (misalnya
kapal, kawasan industri, estat real, jembatan, atau semacamnya)
c. Investasi jangka panajang (ekuitas, pinjaman, dan penanaman kas) yang diperlakukan
dengan metoda ekuitas sementara terinvestasi (investee) sedang melaksanakan
kegiatan pembangunan fasilitas fisis asalkan kegiatan tersebut menggunakan dana
investasi itu untuk memperoleh fasilitas fisis tersebut.
Manfaat informasioanal tambahan yang diperoleh dari kapitalisasi tersebut tidak
sepadan dengan tambahan kos akuntansi dan administrasinya. Karakteristik lain suatu
aset yang tidak dapat menjadi objek kapitalisasi adalah:

27
a. Aset yang sudah digunakan atau yang sudah siap digunakan sesuai dengan tujuan
penggunaan dalam operasi menghasilkan pendapatan.
b. Aset yang belum digunakan dalam kegiatan menghasilkan pendapatan perusahaan
dan juga tidak mengalami penyelesaian/perbaikan atau kegiatan lain yang diperlukan
untuk menjadikan aset tersebut siap digunakan dalam operasi. Jadi, kalau kegiatan
konstruksi berhenti, bunga selama berhentinya kegiatan tidak dapat dikapitalisasi.
c. Aset yang tidak dimasukkan dalam neraca konsolidasian perusahaan induk dan
perusahaan-perusahaan anaknya.
d. Investasi yang diperlukan dengan metoda ekuitas setelah kegiatan operasi utama
yang direncanakan oleh terinvestasi dimulai.
e. Investasi dalam perusahaan regulasian (regulated investees) yang mengkapitalisasi
baik kos utang maupun ekuitas (cost of debt and equity capital).
f. Aset yang diperoleh dengan dana hadiah atau hibah yang dibatasi penggunaanya
oleh penghadiah atau penghibah semata-mata untuk pemerolehan aset tersebut.
2.4.2.4. Besarnya Kapitalisasi Bunga
Besarnya bunga yang dikapitalisasi secara teoritis adalah tambahan bunga yang
diperkirakan terjadi selama satu periode akibat adanya konstruksi. Bunga tersebut adalah
bunga yang dapat dihindari seandainya konstruksi tidak dilaksanakan. Besar tarif
kapitalisasi ditentukan sebagai berikut :
1. Apabila dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi tidak melebihi dana pinjaman,
maka tarif yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman untuk konstruksi tersebut.
2. Apabila dana rata-rata tertanam dalam konstruksi melebihi besarnya dana pinjaman
untuk konstruksi tersebut, maka tarif kapitalisasi untuk kelebihan dana yang tertanam
tersebut adalah rata-rata tertimbang dari tingkat bunga sumber dana lainnya.
2.4.2.5. Periode Kapitalisasi
Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan setiap periode selama ketiga syarat berikut
dipenuhi :
1. Uang muka untuk konstruksi telah dibayar
2. Kegiatan konstruksi tetap berlangsung dan tidak terhenti cukup lama selama periode
bersangkutan
3. Cost bunga telah terhimpun atau terjadi bersamaan dengan berjalannya pembangunan
konstruksi.

28
2.4.2.6. Pengungkapan
Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi tentu saja akan ada sebagian
informasi bunga hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan tentang hal ini sehingga
statemen keuangan tidak menyesatkan. Standar akuntansi kapitalisasi bunga juga
menentukan informasi tambahan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Agar
statemen keuangan tetap informatif hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai
penjelasan statemen keuangan:
1. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi selama periode
dan dibebankan sebagai biaya periode tersebut.
2. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan bagian yang
dikapitalisasi.

2.5. Penyajian

Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman
penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:

a. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di bagian atas
dalam neraca berformat laporan.

b. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan aset tetap.

c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling
lancar dicantumkan pada urutan pertama.

d. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan


(misalnya metode depresiasi aset tetap dan dasar penilaian sediaan barang.

Kalau suatu kontrak sewaguna memuat pasal – pasal atau ketentuan –


ketentuan yang memenuhi salah satu atau lebih kriteria diatas maka sewaguna
tersebut harus diperlakukan sebagai kontrak pembelian angsuran dan properitas
yang terlibat harus dikapitalisasi.

29
IAI juga mengeluarkan standar untuk mengkapitalisasi sewaguna.kriteria
yang diajukan adalah (PSAK No.30,bab II prg.3 )

a. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aset yang
disewagunausahakan pada akhir masa masa sewa guna usaha dengan harga
yang disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha.
b. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang
modal yang disewagunakan serta bunganya,sebagai keuntungan perusahaan
sewa guna usaha
c. Masa sewa guna usaha minimum 2 tahun.

Jadi kriteria kapitalisasi menurut PSAK No 30 adalah lemah bahkan kosong


dengan makna kesubstanfan transaksi sebagaipembelian sehingga kalau suatu
sewa memenuhi ketiga kriteria kapitalisasi tersebut akan bersifat arbirer.

Kos bunga

Dalam FASB menyebutkan bahwa tujuan mengkapitalisasi kos bunga adalah


untuk mendapatkan angka kos pemerolehan yang paling merefleksi investasi total
kesatuan usaha dalam aset dan untuk membebankan suatu kos yang berkaitan
dengan memperoleh suatu sumber ekonomik yang akan memberi manfaat dimasa
datang untuk ditandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan oleh maanfaat
tersebut.

Ada berapa argumen pendukung dan penolak dikapitalisasinya bunga dan


akhirnyamenghasilkan berbagai kemungkinan perlakuan kos bunga selama masa
pembangunan.beberapa alternatif perlakuan adalah.

1. Bunga tidak dikapitalisasikan dan diperlukan sebagai biaya perioda.


2. Bunga dikapitalisasi dan dimasukan sebagai bagian dari kos fasilitas fisis yang
dibangun sendiri.jumlah yang dikapitalisasi dapat sebesar :
a. Jumlah rupiah sesungguhnya dibayar atau terjadi untuk dana yang khusus
dipinjam untuk pembangunan.

30
b. Jumlah rupiah semua bunga yang sesungguhnya dibayar atau terjadi untuk
semua dana pinjaman yang ada.ini dilakukan apabila tidak ada dana khusus
yang disediakan untuk pembangunan aset bersangkutan.
c. Bunga dikapitalisasi sebesar jumlah rupiah bunga implisit dana yang
tertanam dalam perusahaan tanpa memperhatikan sumbernya.
3. Bunga dikapitsalisasi tetapi tidak termasuk sebagai elemen kos fasilitas fisis
yang dibangun sendiri.

31
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Aset merupakan elemen neraca pembentuk informasi semantik berupa posisi
keuangan dan merepresentasi potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan badan
usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Secara resmi aset didefinisi sebagai manfaat
ekonomik masa datang yang cukup pasti yang dikuasai oleh suatu entitas sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.
Manfaat ekonomik aset ditunjukkan oleh potensi jasa atau utilitas yang melekat
padanya yaitu suatu daya atau kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha
dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik yaitu
konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Penugasan harus didahului oleh transaksi atas kejadian ekonomik. Bahwa aset harus
timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Manfaat ekonomik dan penugasan atau hak atas
manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha
untuk dilaporkan via statemen keuangan. Kriteria pengakuan yang lain harus dibedakan
dengan pengakuan aset. Kriteria manfaat masa datang yang cukup pasti dalam definis aset
menjadikan terjadinya pengeluaran yang menjadi kos mengalami masalah teknis yaitu
dicatat sebagai aset atau biaya.
Penentuan kos suatu objek pada saat pemerolehan merupakan hal yang sangat kritis
karena penentuan ini akan mempengaruhi pengukuran aset dan biaya selanjutnya
khususnya pada tahap pembebanan. Pengukuran aset pada saat pemerolehan yang paling
objektif adalah penghargaan sepakatan. Kos yang melekat pada suatu aset ditentukan oleh
batas kegiatan pemerolehan dan jenis penghargaan. Secara konseptual, pembentuk kos
suatu aset adalah semua pengeluaran yang terjadi atau yang diperlakukan akibat kegiatan
pemerolehan suatu aset sampai ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi
sesuai dengan tujuan pemerolehannya.
Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu pos aset
pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada tanggal tertentu.
Tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan
tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Penilaian
dapat didasarkan pada nilai masukkan atau keluaran bergantung pada tujuan

32
merepresentasikan aset. Oleh karena itu, tiap dasar penilaian mempunyai keunggulan dan
kelemahan serta kondisi keterterapannya.
Pengakuan dan penyajian aset biasanya ditentukan dalam standar akuntansi yang
mengatur tiap pos aset. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan biasanya
berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam
transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi ketiga.


Yogyakarta: BPFE, 2014

34

Anda mungkin juga menyukai