Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PRODUKSI

2.1 Fish Bone Analysis

(ta ini isiin tulangnyaPRODUKSI


ya ta?
2.2 CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik)
Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting
untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan
keamanan.Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan
sistem jaminan mutu dan keamanan.Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang
menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen
memperoleh produk yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Oleh karena itu
dalam proses produksi sediaan kosmetika wajib menerapkan selurus aspek CPKB. Adapun
aspek-aspek CPKB adalah sebagai berikut:
2.1.1 Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang
cukup.Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan
kepadanya.Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan produksi harus dilatih
dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang
Baik.Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan
material berbahaya.
2.1.2 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan hendaklah memenuhi persyaratan konstruksi sesuai peraturan yangberlaku
seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta sarana dan prasarana yangdiperlukan,
termasuk sarana keamanan.Perlu dilakukan upaya untuk mencegah cemaran pabrik ke
lingkungansekitarnya.Bila terjadi kebocoran ataupun tumpahnya bahan baku/produk
ruahan, harus segera dilokalisir agar tidak meluas.Ruangan-ruangan yang
direkomendasikan oleh ASEAN GMP untuk kosmetik, yaitu :
a. Ruang penerimaan bahan awal dan pengemas
b. Ruang pengambilan sampel
c. Ruang penimbangan atau pencampuran
d. Kamar ganti
e. Ruang penyimpanan untuk bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi yang
sudah disetujui
f. Ruang karantina dan barang reject
g. Ruang proses
h. Laboratorium kontrol kualitas (Lab QC)
i. Ruang pencucian alat
j. Ruang penyimpanan peralatan berat yang kering
k. Ruang penilaian produk ruahan
l. Ruang pengemasan dan pelabelan
m. Ruang penyimpanan peralatan bersih
2.1.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki rancangan
yang tepat, ukuran memadai dan sesuai dengan ukuran bets yang dikehendaki. Peralatan
tidak boleh bereaksi dengan bahan/produk, mudah dibersihkan/disanitasi serta diletakkan
di lokasi yang tepat, sehingga terjamin keamanan dan keseragaman mutu produk yang
dihasilkan serta aman bagi personil yang mengoperasikan.
Tingkat pemeliharaan peralatan dan frekuensi kalibrasi untuk alat ukur tergantung
pada tipe alat, frekuensi penggunaan, dan tingkat kepentingannya dalam proses produksi.
Industri kosmetik harus memiliki jadwal untuk melakukan pemeliharaan, pembersihan,
dan pengaturan peralatan, dimana kegagalan dalam melakukan hal ini dapat memberi
akibat buruk pada kerja alat yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas produk.
2.1.4 Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan higiene bertujuan untuk menghilangkan semua sumber
potensialkontaminasi dan kontaminasi silang di semua area yang dapat berisiko pada
kualitas produk.Pada setiap aspek produk kosmetika harus dilakukan upaya untuk
menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.Sumber
pencemaran dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu.
2.1.5 Produksi
Dalam proses produksi hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
tervalidasi yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPKB yang menjamin bahwa
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan
izin pembuatan dan izin edar (notifikasi).
2.1.6 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan
konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.Hendaknya diciptakan Sistem
Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan
jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap.
2.1.7 Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya, dipergunakan sebagaitolok
ukur penilaian penerapan pelaksanaan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.Sistem
dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap setiap tahap kegiatan produksi
sampai dengan distribusinya sehingga dapat ditelusuri kembali produk dari setiap batch
yang dikehendaki.
2.1.8 Audit Internal
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian
dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem
mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim
internal yang dirancang oleh manajem untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal
dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu.Laporan harus dibuat
pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
2.1.9 Penyimpanan
Area penyimpanan digunakan untuk menyimpan bahan awal, maupun produk
jadi.Area penyimpanan perlu diperhatikan karena dapat mempengaru stabilitas dari
sediaan.area penyimpanan hendaklah mengikuti aturan yang tertera dalam CPKB.Area
penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjaminkondisi penyimpanan
yang baik.Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik.Bila diperlukan area dengan
kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknyadisediakan, diperiksa dan dipantau
fungsinya.
2.1.10 Kontrak Produksi dan Pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan,
disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran di
kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau
pekerjaan.Guna mencapai mutu produk yang memenuhi standard yang disepakati,
hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada
dokumen kontrak.Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak
dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab
masing-masing pihak.
2.1.11 Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk
Dalam penanganan keluhan, personil bertanggungjawab untuk menangani
keluhandan menentukan upaya pengatasannnya. Dalam penanganan keluhan harus
dilakukan evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapatdilakukan
tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk. Untuk melakukan
penarikan produk harus dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk
yang diketahui atau diduga bermasalah.
(BPOM, 2003).

2.3 GLP (Good Laboratory Practice)


GLP (Good Laboratory Practice) merupakan suatu penggunaan laboratoriumuntuk
pengujian, fasilitas, tenaga kerja dan kondisi yang dapat menjamin agar pengujian dapat
dilaksanakan, dimonitor, dicatat dan dilaporkan sesuai standar nasional/internasional serta
memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan.Dengan menggunakan sistem GLP
dapat menghindari terjadinya kekeliruan atau kesalahan yang mungkin timbul, sehingga
menghasilkan data yang tepat, akurat dan tak terbantahkan, yang pada akhirnya dapat
dipertahankan secara ilmiah maupun secara hukum. Dalam proses produksi sediaan
kosmetika penerapan GLP penting dilakukan untuk mencapai:
 Perencanaan dan pelaksanaan yang benar (Good Planning and execution)
 Praktek pengambilan sampel yang baik (Good Sampling Practice)
 Praktek melakukan analisa yang baik(Good Analytical Practice)
 Praktek melakukan pengukuran yang baik (Good Measurement Practice)
 Praktek mendokumentasikan hasil pengujian/data yang baik (Good Dokumentation
Practice)
 Praktek menjaga akomodasi dan lingkungan kerja yang baik (Good Housekeeping
Practice).
(BPOM, 2012).
2.4 Kodeks Kosmetika Indonesia
Kodeks Kosmetika Indonesia merupakan sebuah pedoman yang memuat spesifikasi
bahan yang digunakan sebagai zat aktif ataupun zat tambahan pada pembuaatn sediaan
kosmetika.Spesisifikasi yang tercantum berupa monografi masing-masing bahan,
karakteristik fisika, karakteristik kimia, dan persyaratan mutu.Kodeks Kosmetika dalam
pembuatan sediaan kosmetik juga digunakan sebagai acuan untuk melalukan pengujian
umum bahan baku, untuk mengetahui proses pengujian dan mengetahui peralatan yang
digunakan untuk melalukan proses pengujian (Depkes RI, 2012).
2.5 Work Flow Proses Produksi Sediaan Kosmetika
2.2.1 Bahan Awal
Bahan awal merupakan semua bahan yang termasuk bahan baku dan bahan
pengemas yang akan digunakan dalam proses produksi. Berikut ini merupakan alur dari
penerimaan bahan awal:

IPC : Pengujian spesifikasi bahan


awal IPC : kontrol kualitas bahan
Bahan Awal baku awal dan bahan
Uji Spesifikasi: pengemas
• Pengujian identifikasi
Pemerian Diverifikasi secara Fisik:
• Pemeriksaan kadar bahan baku Gudang Karantina  Indentitas bahan baku
awal  Jenis dan jumlah bahan awal
• Uji kandungan  Tersedia sertifikat analisis dan
• Karakteristik fisika Uji Spesifikasi produsen bahan awal
• Karakteristik kimia bahan
• Standar mikrobiologi

Memenuhi Tidak memenuhi


spesifikasi spesifikasi

Label pelulusan Label penolakan

Suplier Gudang
penyimpanan

Gambar 1. Alur Penerimaan Bahan Awal


Dari gambar diatas, dapat dilihat alur penerimaan bahan awal yang akan digunakan
dalam proses produksi. Ketika bahan awal diterima, segera dikarantina sampai diluluskan
untuk digunakan dalam proses produksi. Setiap bahan awal diverifikasi secara fisik yaitu,
identitas pemasok, jenis dan jumlah bahan awal, kondisi kemasan apakah bocor, rusak,
atau kotor (untuk bahan pengemas), dan dicek apakah tersedia sertifikat analisis dari
produsen bahan awal.Untuk bahan baku, dilakukan pengujian sesuai dengan spefikasi
masing-masing bahan(mengacu pada Kodeks Kosmetika), seperti uji identifikasipemerian
(organoleptis, warna, bau), karakteristik fisika (uji titik leleh/titik lebur lemak,malam serta
uji berat jenis), karakteristik kimia (uji logam berat, uji bilangan asam), dan standar
mikrobiologi.Setelah dilakukan pengujian tersebut, masing-masing bahan awal diberikan
penandaan status (diluluskan, dikarantina atau ditolak).Pelulusan ataupun penolakan harus
dibuat secara tertulis dan dikomunikasikan kepada bagian terkait, misalnya produksi,
pembelian, logistik dan sebagainya.Tanda pelulusan atau penolakan diberikan pada
kemasan bahan tersebut dan dicatat pada sistem dokumen yang digunakan (BPOM, 2010).

(a)

(b)
Gambar 2. Label diluluskan (a) dan lebel ditolak (b) (BPOM, 2010).
Bahan awal yang telah dinyatakan lulus disimpan pada gudang. Penandaan pada
bahan yang telah diluluskan berupa label berwarna hijau. Pada label tersebut berisikan
tulisan “DILULUSKAN” dan berisi identitas bahan yaitu, nomor kode produk, nomor
bets, jumlah produk, tanggal penerimaan bahan awal, nama pemasok, tanggal kedaluwarsa
bahan (bila ada) dan paraf penerima. Bahan awal yang ditolak diberikan label berwarna
merah dengan tulisan “DITOLAK” dan diikuti proses administrasi yaitu pengurangan dari
stok bahan apabila bahan tersebut sudah tercatat dalam stok. Kemudian bahan awal yang
ditolak dipindahkan ke area khusus untuk diproses lebih lanjut berupa pengembalian ke
pemasok ataupemusnahan bahan. POB untuk proses penolakan harus tersedia dan
dipahami olehbagian yang terkait. Keputusan penolakan dilakukan olehBagian
Pengawasan Mutu.Bahan tersebut ditolah dapat disebabkan karena tidak memenuhi
spesifikasi, tidak sesuai dengan pesanan, bocor, kotor atau tercemar dan kedaluwarsa
(BPOM, 2010).

2.2.2 Proses Produksi Sediaan Kosmetika


Sebelum proses produksi ruang pengolahan hendaklahdibebaskan dari bahan atau
dokumen yang tidak diperlukan, kondisi ruang produksi dipantau dan dikendalikan sampai
tingkat yang disyaratkan, semua peralatan diperiksa sebelum digunakan, kebersihan
peralatan harus dinyatakan secara tertulis dan operator harus memahami semua tahapan
kegiatan yang akan dilaksanakan. Misalnya dalam proses produksi sediian kosmetika
lipstik tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Formula Sidiaan Lipstik
No. Nama Bahan Persentase Fungsi Bahan
Formula
(%)
Fase A
1 Candelilla wax 5,85 Basis Lipstik
2 Carnauba wax 144 Basis Lipstik
3 Ceresin wax 4,66 Stiffness agent
4 Ozokerit 0,67 Basis Lipstik
5 Minyak jarak (Fase A) 9,87 Emolien
6 Lanolin anhidrat 0,63 Basis Lipstik
7 Metil paraben 0,11 Pengawet
8 Propil Paraben 0,08 Pengawet
9 BHT (Butylated Hydrotoluena) 4,69 Antioksidan
10 Isopropil miristat 3,85 Emolien
11 Diisostearil malat 3,85 Emolien, mencegah
sweating
12 PVP / Hexadecene copolymer 3,95 Suspending agen
13 Oktildodekanol 3,95 Emulsifier, emolien
Fase B
14 CI77891,CI 77861,Aluminium(III) Oxide 5 Pewarna
15 CI 77891 3,41 Pewarna
16 CI 15850 : 1 1,08 Pewarna
17 CI 15850 : 2 0,83 Pewara
18 Minya jarak (Fase B) 21,31 Emolien

b. Prosedur Kerja Pembuatan Lipstik


• Masing-masing bahan yang dibutuhkan ditimbang secara seksama
• Candelila wax, Carnauba wax, Ceresin wax, Base wax Ozokerit, Lanolin anhidrat
dilelehkan di dalam GOLDSTPK Lipstick Mixing Machine suhu 86ºC. Setelah lilin
meleleh, kemudian dimasukkan Stearalkonium hektorit pada suhu 86ºC disertai
dengan pengadukan
• Minyak jarak, Isopropil miristat, Diisostearil malat, Oktildodekanol, dan
PVP/Hexadecene copolymer dimasukkan ke dalam GOLDSTPK Lipstick Mixing
Machine pada suhu 86ºC
• Ditambahkan Metil paraben, Propil paraben, Mika dan BHT
• Pewarna (CI 77891, CI 15850:1, CI 15850:2) yang telah didispersikan homogen
dalam minyak jarak (1:4) ditambahkan kedalam GOLDSTPK Lipstick Mixing
Machine
• Ditambahkan Premix, CI 77891, CI 77861, Aluminium (III) Oxide dan D-α-
Tokoferil asetat ditambahkan kedalam campuran tersebut, disertai dengan
pengadukan
• Setelah homogen lipstick dicetak dengan Nozzle Lipstick Machine Seri ZH-C.

c. Alur Produksi Sediaan Lipstik

Bahan baku siap pakai

IPC: kalibrasi timbanagan,


Penimbangan dan
dokumentasi hasil
pengukuran bahan penimbangan

IPC : Kontrol suhu


peleburan 86°C
Peleburan basis

IPC : Homogenitas
Pencampuran campuran

IPC : Warna terdispersi


Pewarnaan
merata

IPC : Pengujian mutu


Produk ruahan produk

Pencetakan

Gambar 3. Alur Produksi Sediaan Lipstik


Produksi sediaan lipstik dilakukan dalam sekala indusrti dengan bobot satu sediaan
5 gram. Dalam 1 batch produksi dapat memproduksi 3000 lipstik. Proses produksi sediaan
lipstik diawali dengan penyiapan bahan baku. Bahan baku siap pakai yang akan ditimbang
harusmempunyai label identitas yang jelas serta sudah berstatus diluluskan.Penimbangan
bahanbaku lipstik mengunakan alat timbang digital Platform Scale FORTUNO JKS 150P
Pengemasan primer

dan wadah yang sesuai dengan bentuk dari masing-masing bahan. Proses penimbangan
harus dilakukan oleh personil yang terlatih dan berkompeten serta diberi tugas untuk
melakukan penimbangan. Dalam melakukan penimbangan harus dilakukan oleh minimal
dua orang personil, untuk memastikan kebenaran serta ketepatan identitas dan jumlah
bahan.Semua hasil penimbangan harus dicatat sebagai dokumentasi.Setelah semua bahan
baku ditimbang dilakukan proses peleburan basis lipstik (candelilla wax, carnauba wax,
ozokerit dan lanolin anhidrat) pada suhu 86°C. Kemudian dilakukan pencampuran bahan-
bahan lainnyadengan menggunakan alat GOLDSTPK Lipstick Mixing Machinedengan
kapasitas 15 L. Dalam alat tersebut dilengkapi alat pengaduk dan pemanasan. Parameter
yang perlu diperhatikan dalam proses pencampuran adalah homogenitas dari semua bahan.
Setelah semua bahan tercampur secara homogen, dilanjutkan dengan proses pewarnaan.
Dalam proses pewarnaan dipastikan warna telah terdispersi secara merata. Apabila semua
proses produksi tersebut telah selesai, produk ruahan yang diperoleh di evaluasi. Uji
evaluasi yang dilakukan meliputi pengujian titik leleh menggunakan Melting Point Meter
Digital seri WRS-100, uji homogenitas, uji kekerasan menggunakan Tensile Strength
Tester Ut-2060, uji keseragaman bobot lipstik menggunakan Sartorius sercura 225D-1
semi microbalance, uji pH menggunakan pH controller PHCN-961, uji oles, dan uji
cemaran mikroba. Produk ruahan yang diperoleh dicetak dengan menggunakan alat Nozzle
Lipstick Machine Seri ZH-C.

(a) (b) (c)


Gambar 4.Timbangan digital Platform Scale FORTUNO JKS 150P (a), GOLDSTPK
Lipstick Mixing Machine (b) dan Nozzle Lipstick Machine Seri ZH-C (c).

2.2.3 Pelabelan dan Pengemasan

Produk ruahan
Pengemasan sekunder dan
pelabelan

Pengemasan tersier

Produk jadi

Produk release Produk reject Produk pertinggal

Karantina produk
jadi

Gudang produk
jadi
Gambar 5. Alur Proses Pelabelan dan Pengemasan
Sebelum proses pengemasan dipastikan peralatan/mesin pengemasan harus dalam
keadaan baik dan bersih, ditandai dengan adanya label bersih.Mesin yang digunakan dalam
pengemasan lipstick adalah Cartoner CVC 1600 Machine.Dari gambar diatas dapat dilihat
produk ruahan yang telah diperoleh dikemas dengan pengemas primer. Kemasan primer
untuk produk lipstik ini berupa tabung roll plastik dengan kapasitas sediaan 5 gram.
Setelah proses pengemasan primer diperhatikan pelabelan yang ada pada kemasan (merk,
produsen, netto, nomer batch) agar tidak luntur atau terkelupas serta dicek kerusakan
kemasan.Selanjutnya kemasan primer dimasukkan ke kemasan sekunder.Dalam kemasan
sekunder terdapat logo produk, merk, produsen, netto, komposisi, nomor notifikasi nomor
batch, tanggal kadaluarsa, layanan konsumen. Setelah proses pengemasan sekunder
diperhatikan pelabelan apakah luntur, tidak terbaca, lem terkelupas, atau pemasangan
miring dan dicek kerusakan kemasan sekunder. Selanjutnya dilakukan pengemasan tersier.
Setelah proses pengemasan selesai akan diperoleh produk jadi. Kemudian produk jadi
diujii oleh bagian pengawasan mutu, untuk mengetahui produk tersebut apakah telah boleh
release atau reject. Baik produk yang telah boleh release atau reject masing-masing diberi
label dengan jelas. Bila produk tidak lulus uji, harus segera diberi tanda sebagai produk
ditolak dan dipisahkan secara fisik untuk ditindaklanjuti. Bila produk lulus uji atau boleh
release, maka produk disimpan di gudang produk jadi. Selain produk yang telah boleh
release atau reject terdapat juga produk pertinggal yang akandigunakian untuk uji stabilitas
(BPOM, 2010).

Gambar 6. Mesing Pengemas Cartoner CVC 1600 Machine.

2.6 Tupoksi Apoker di Bagian Produksi Kosmetika


Sebagai seorang apoteker yang bekerja pada bagian produksi di industri kosmetika
berperan sebagai kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu.Hal ini
dinyatakan pada bagian personlia dalam CPKB. Berikut ini merupakan tanggung jawab
apoteker sebagai kepala bagian produksi:
a. Mengatur perencanaan dan pengendalian produksi untuk memenuhi
permintaanpelanggan agar stok bahan baku maupun produk jadi seimbang sesuai
kebijakanperusahaan.
b. Memimpin dan mengarahkan bawahan dalam semua pelaksanaan tugas pengolahan
danpengemasan, baik secara teknis maupun administrasi.
c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi.
d. Menjalin jejaring kerja dengan instansi pemerintah terkait.
e. Mengevaluasi hasil kerja bagian produksi, melakukan perbaikan secara
berkesinambungandan membuat laporan bulanan.
f. Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan produk kosmetik yang
memenuhipersyaratan mutu yang telah ditetapkan, mulai dari penimbangan,
pengolahan,pengemasan sampai pengiriman ke Gudang Produk Jadi.
g. Bertanggung jawab atas ketersediaan Prosedur Operasional Baku (POB) di Bagian
Produksi.
h. Bertanggung jawab untuk memeriksa Catatan Pengolahan Bets dan Catatan
PengemasanBets serta menjamin semua tahapan produksi dilaksanakan sesuai
dengan POB Pengolahandan POB Pengemasan.
i. Bertanggung jawab agar peralatan dan mesin produksi tepat desain, tepat
ukuran,digunakan secara benar dan terjamin kebersihannya.
j. Bertanggung jawab atas kebersihan di seluruh daerah produksi.
k. Bertanggung jawab untuk pengembangan dan pelatihan karyawan bawahannya,
menjagadisiplin, memelihara motivasi kerja dan melakukan evaluasi terhadap
karyawanbawahannya.
Berikut ini merupakan tanggung jawab apoteker sebagai kepala bagian pengawasan
mutu:
a. Mengawasi pelaksanaan semua POB apakah telah dijalankan dengan benar sesuai
dengan ketentuan yang dibuat.
b. Menganalisa kegagalan produksi, mendiskusikannya dengan bagian-bagian terkait
serta mencari sebab-sebab dan jalan keluarnya.
c. Mengevaluasi dan menetapkan stabilitas produk/bahan dan menetapkan standar
sesuai dengan data-data yang ada.
d. Menjalin jejaring kerja dengan instansi pemerintah terkait.
e. Membuat laporan berkala dan laporan-laporan lain yang diminta oleh atasan atau
bagianbagian lain.
f. Bertanggung jawab atas ketersediaan spesifikasi dan metode uji bahan awal, produk
antara, produk ruahan, produk jadi serta POB pengawasan selama proses produksi.
g. Bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan seluruh aktifitas Bagian
PengawasanMutu mencakup pelaksanaan tugas di laboratorium fisika kimia,
mikrobiologi, pelaksanaanpengawasan selama proses produksi.
h. Bertanggung jawab atas keputusan meluluskan atau menolak bahan awal.
i. Bertanggung jawab atas keputusan meluluskan, menolak, atau memproses ulang
produkyang diproduksi maupun menghentikan proses produksi bila diperlukan.
j. Bertanggung jawab untuk memeriksa Catatan Pengolahan Bets dan Catatan
PengemasanBets.
k. Bertanggung jawab untuk pengembangan dan pelatihan karyawan bawahannya,
menjagadisiplin, memelihara, memotivasi kerja dan melakukan evaluasi terhadap
karyawanbawahannya.
(BPOM, 2010).

Daftar Pustaka

BPOM. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.3870. Jakarta: BPOM.
BPOM. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
IndonesiaNomor: HK. 03.42.06.10.4556. Jakarta: BPOM.
BPOM. 2012. Pedoman Cara Berlaboratorium yang Baik. Jakarta: BPOM.
Depkes RI. 2012. Kodeks Kosmetika Indonesia. Edisi II, Volume III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai