Tatalaksana Ikterus Neonatorum PDF
Tatalaksana Ikterus Neonatorum PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Penelusuran literatur dilakukan secara manual dan Data lokal didapatkan dari beberapa rumah sakit
melalui kepustakaan elektronik: Cochrane Library, pendidikan. Data yang diambil antara lain insidens
Pubmed, New England Journal of Medicine, British ikterus neonatorum (kuning yang tampak atau
Medical Journal, Paediatrics, Indian Paediatrics, bilirubin serum total > 5mg/dL), insidens ikterus
Agency for Health Care Research and Quality. pada bayi cukup bulan dan kurang bulan, insidens
Disertakan pula hasil kajian dari HTA Malaysia. hiperbilirubinemia (bilirubin serum total >13 mg/dL)
dan angka kematian terkait hiperbilirubinemia.
Kata kunci yang digunakan:
hyperbilirubinemia, jaundice, neonatal, kernicterus, D. Ruang Lingkup Pembahasan
phenobarbithone, cholestiramine, phototherapy,
exchange transfusion, bilirubinometer, Tata laksana ikterus neonatorum yang dimulai dari
transcutaneous bilirubinometer. diagnosis dan terapi beserta modalitas yang dipilih
untuk berbagai keadaan, alur tata laksana dan
B. Hierarchy of Evidence dan Derajat analisis biaya. Untuk memudahkan satuan
Rekomendasi konsentrasi bilirubin yang digunakan adalah mg/dL.
Hierarchy of evidence:
Ia. Meta-analysis of randomised controlled trials.
Ib. Minimal satu randomised controlled trials.
IIa. Minimal penelitian non-randomised controlled
trials.
IIb. Cohort dan Case control studies
IIIa. Cross-sectional studies
IIIb. Case series dan case report
IV. Konsensus dan pendapat ahli
Derajat rekomendasi :
A. Evidence yang termasuk dalam level Ia dan Ib.
B. Evidence yang termasuk dalam level IIa dan II
b.
C. Evidence yang termasuk dalam level IIIa, IIIb
dan IV.
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 3/22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
IKTERUS NEONATORUM
Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan Insidens ikterus neonatorum di RS Dr.
sel secara umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000
otak. Ensefalopati bilirubin adalah terdapatnya dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang
tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara
otak. Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto
atau kronik. Bentuk akut terdiri atas 3 tahap; tahap Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar
1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia, bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito
kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): menggunakan metode spektrofotometrik pada hari
tangis melengking, hipertonia, epistotonus; tahap 3 ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus
(setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk kronik: berdasarkan metode visual.
pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat.
Sedang setelah tahun pertama didapati gangguan C. Etiologi dan Faktor Risiko
gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.3
1. Etiologi
B. Epidemiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap setiap bayi baru lahir, karena:2
tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus - Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel
yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun darah merah lebih banyak dan berumur lebih
1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir pendek.
mengalami ikterus pada minggu pertama. - Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah
dan fungsi enzim glukuronil transferase,
Di Indonesia, didapatkan data ikterus UDPG/T dan ligand dalam protein belum
neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di hepatosit dan konjugasi.
Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto - Sirkulus enterohepatikus meningkat karena
Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan masih berfungsinya enzim glukuronidase di
prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% usus dan belum ada nutrien.
untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3%
dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 4/22
Bilirubin Karboksi
Sirkulasi hemoglobin
entero
hepatik
BMG
BDG
BMG: bilirubin monoglucuronide CO ekspirasi
BDG: bilirubin diglucuronide
Ekskresi melalui usus dan kandung empedu
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 7/22
2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari
jaundice)7 cahaya (dengan aluminium foil)
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, Beberapa senter menyarankan pemeriksaan
dapat terjadi ikterus yang yang berkepanjangan. bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi
bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor 3. Bilirubinometer Transkutan
risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu
dihentikan dan frekuensi ditambah. Bilirubinometer adalah instrumen
spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya
minum kuat, tidak ada tata laksana khusus dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang
meskipun ada peningkatan kadar bilirubin. dipantulkan merupakan representasi warna kulit
neonatus yang sedang diperiksa.
E. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB)
1. Visual dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi
pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai
Metode visual memiliki angka kesalahan yang menggunakan multiwavelength spectral
tinggi, namun masih dapat digunakan apabila reflectance yang tidak terpengaruh pigmen.3
tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk
pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan
metode visual tidak direkomendasikan, namun Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah
apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh studi observasional prospektif untuk mengetahui
digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102)
skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum
dan tata laksana lebih lanjut. (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di
Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan
WHO dalam panduannya menerangkan cara usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini
menentukan ikterus secara visual, sebagai hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi
berikut: 7 bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB
yang cukup (di siang hari dengan cahaya dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001),
parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan namun interval prediksi cukup besar, sehingga
dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB.
yang kurang. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu
untuk mengetahui warna di bawah kulit dan tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.8
jaringan subkutan.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan
umur bayi dan bagian tubuh yang tampak sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil
kuning. (tabel 1) analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk.
(2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin
2. Bilirubin Serum serum ataupun transkutan secara rutin sebagai
tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya
emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum ensefalopati hiperbilirubin.9
serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih
lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan 4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin
adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar
yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas darah otak. Hal ini menerangkan mengapa
neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada
konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 8/22
Beberapa metode digunakan untuk mencoba Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum7
mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya (WHO)
dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara
ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan
peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi sebagai ikterus berat pada tabel 1.
substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko
bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir sebelum usia
akan lebih terarah.10 kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin
Seperti telah diketahui bahwa pada serum dan hemoglobin, tentukan golongan
pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO darah bayi dan lakukan tes Coombs:
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, o Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai
maka pengukuran konsentrasi CO yang dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sinar.
sebagai indeks produksi bilirubin.3 o Bila kadar bilirubin serum berada pada atau
di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus lakukan terapi sinar
o Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO
Usia Kuning terlihat Tingkat bukan merupakan penyebab hemolisis atau
pada: Keparahan bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga,
Ikterus lakukan uji saring G6PD bila
Hari 1 Bagian tubuh
memungkinkan.
manapuna Berat
Tentukan diagnosis banding
Hari 2 Lengan dan
Tungkaia
Hari 3 dan Tangan dan Kaki 2. Tata laksana Hiperbilirubinemia
seterusnya
Hemolitik
a
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada
hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas
dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara
ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada
kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar . bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku
untuk semua ikterus hemolitik, apapun
F. Tata laksana penyebabnya.7
Indikasi:
Tabel 2. Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum7
Tabel 3. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah11
Berat Badan (gr) Kadar Bilirubin (mg/dL)
< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam pertama
1000 – 1500 7–9
1500 – 2000 10 – 12
2000 – 2500 13 – 15
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 8/22
d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan tali pusat kemudian diukur ke diagram khusus
infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 ukuran kateter tali pusat). Kateter harus diisi
gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin- cairan untuk mencegah emboli udara
bilirubin di dalam darah meningkat sebelum h. Setelah kateter vena umbilikalis terpasang
tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus dilakukan fiksasi dengan jahitan melingkari
menurun, kecuali ada kontra indikasi atau kulit/tali pusat diameter 1,5 cm dengan benang
tranfusi tukar harus segera dilakukan sutra steril
e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar i. Jika kateter gagal dipasang di vena umbilikalis,
antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, tranfusi dapat dilakukan di vena saphena magna
hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin j. Kateter atau abbocath dihubungkan dengan
indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji three way stopcock, bagian depan dengan
coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan selang infus donor dan bagian belakang dengan
enzim eritrosit lainnya serta kultur darah selang infus pembuangan yang telah
f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan dihubungkan dengan botol kosong di bawah
hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar botol tindakan
g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah
sesuai dengan permintaan (cek label darah) Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 – 20
Jumlah Darah Donor yang Dipakai mL atau tergantung berat badan bayi, jangan
Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi
mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150 mL/kgBB dan 200 b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan
mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut- dengan mengatur klep pada three way
turut adalah sebagai berikut: 45%, 70%, 85-85% stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum
dan 90%. lengkap dapat memakai darah ini karena belum
bercampur dengan darah donor
Pemasangan Kateter Vena c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang
Umbilikalis/Abbocath sama secara perlahan-lahan. Kecepatan
a. Bayi diletakkan dalam posisi terlentang. Fiksasi menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2
lengan dan tungkai, dijaga agar tidak banyak mL/kgBB/menit
bergerak (diikat longgar) d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama
b. Pasang alat monitor yang dibutuhkan (neonatal 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi
monitoring). Suhu bayi dipertahankan pada e. Hisap dan masukkan darah berulang kali
suhu optimal atau jika ada meja resusitasi bayi dengan cara yang sama sampai target transfusi
diletakkan di bawah lampu pemanas/sorot tukar selesai
dengan jarak 2 meter f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan
c. Semua tindakan harus dilaksanakan secara yang masuk pada lembaran observasi transfusi
aseptik dan antiseptik, personil yang terlibat tukar
langsung harus memakai gaun, sarung tangan, g. Jika memakai darah dengan pengawet asam
dan masker steril sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap
d. Bersihkan daerah sekitar tali pusat atau tempat tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium
lain yang akan dipasang abbocath dengan glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan.
cairan antiseptik, tutup dengan kain steril yang Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium
berlubang ditengahnya sehingga tampak tali sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadarnya di
pusat/ daerah yang akan dipasangkan abbocath atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu
e. Jika dilakukan melalui vena umbilikalis, diberikan. Pemberian larutan kalsium glukonas
bersihkan dengan betadine 10%, tali pusat harus dilakukan secara perlahan-lahan karena
dipotong kurang lebih 1 cm di atas dasar/kulit bila terlalu cepat dapat mengakibatkan
abdomen dengan skalpel/pisau steril timbulnya bradikardi/ cardiac arest. Beberapa
f. Jika tali pusat kering, lunakkan dengan kompres peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan
NaCl fisiologis selama ½ - 1 jam kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan
g. Vena umbilikalis dicari dan masukkan kateter elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-
vena sesuai ukuran bayi, diisi NaCl fisiologis. tanda hipokalsemia
Kateter dimasukkan sampai (1) tampak ada h. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus
darah mengalir dari tubuh bayi atau (2) pada diawasi dengan neonatal monitoring
posisi aman, yaitu ujung kateter sedikit di atas i. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi
diafragma dan di dalam vena cava inferior diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar
(ukuran sekitar panjang dari bahu kiri/kanan ke
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 12/22
j. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, menempatkan bayi prematur berisiko untuk terkena
lakukan jahitan silk purse string atau ikatan ensefalopati bilirubin.
kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika
kateter dicabut jahitan yang mengelilingi tali Bayi yang selamat setelah mengalami
pusat dikencangkan ensefalopati bilirubin akan mengalami kerusakan
otak permanen dengan manifestasi berupa serebral
G. Efek Hiperbilirubinemia palsy, epilepsi dan keterbelakangan mental atau
hanya cacat minor seperti gangguan belajar dan
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah perceptual motor disorder.
potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel
saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya H. Pencegahan13
juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat
enzim-enzim mitokondria serta mengganggu Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko
sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya.
sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama AAP dalam rekomendasinya mengemukakan
pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia
gejala sisa berupa tuli saraf.3 sebagai berikut:
BAB IV
HASIL DAN DISKUSI
Dari penelusuran kepustakaan didapatkan sebuah panduan klinis terbaru mengenai tata laksana ikterus neonatorum yang dikeluarkan oleh American
Association of Pediatrics pada tahun 2004. Intisari dari panduan tersebut adalah sebagai berikut.13
Bayi baru lahir
ya
Nilai TSB >persentil Tidak Nilai TSB, usia gestasi, dan usia
95 (gambar 5) (dalam jam). Lakukan tindakan Periksa TSB ulang Bayi dapat dipulangkan
apabila telah memenuhi kriteria dengan rencana follow
up
ya
Tidak
Nilai TSB meningkat, melewati
1. Evaluasi penyebab garis persentil
2. Lakukan tindakan apabila telah
memenuhi kriteria (gb.6.7)
ya
3. Ulang pemeriksaan TSB tiap 4-24
jam
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 17/22
Minor
- Hasil pemeriksaan TSB atau TcB pada zone risiko sedang
- Usia gestasi 37-38 minggu
- Ikterus muncul sebelum dipulangkan.
- Saudara kandung mengalami ikterus neonatorum
- Makrosomia dengan ibu diabetes
- Usia ibu > 25 tahun
- Bayi laki-laki
Risiko rendah
- TSB atau TcB pada zone risiko rendah
- Usia gestasi > 41 minggu
- Susu botol eksklusif
- Kulit hitam (ditentukan warna kulit ibu)
- Pulang dari RS setelah 72 jam
Gambar 5. Nomogram
Gambar 5 Nomogram dibuat berdasarkan pemeriksaan 2830 bayi baru lahir usia gestasi 36 minggu atau lebih, dengan berat lahir 2000g
atau lebih; atau 35 minggu atau lebih dengan berat lahir 2500g atau lebih, dari pemeriksaan serum bilirubin tiap jam. Bilirubin serum
diperiksa sebelum bayi dipulangkan.
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 18/22
Gambar 6. Pedoman terapi sinar bagi bayi yang dirawat dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih.
Gunakan bilirubin serum total. Tidak perlu memeriksakan bilirubin bebas maupun bilirubin konjugasi.
Faktor risiko = penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, suhu tubuh tidak stabil, sepsis,
asidosis, albumin < 3.0g/dL.
Untuk bayi sehat dengan usia gestasi 35-36 6/7 minggu, tindakan dilakukan apabila nilai bilirubin serum total
melewati zone risiko sedang. Intervensi dapat dilakukan pada nilai bilirubin serum total lebih rendah untuk bayi
dengan usia gestasi lebih muda.
Dapat pula dilakukan terapi sinar konvensional di RS maupun terapi sinar di rumah, pada nilai bilirubin serum
total 2-3mg/dL (30-35mmol/L) di bawah nilai yang ditentukan. Namun terapi sinar di rumah tidak boleh
dilakukan pada bayi dengan faktor risiko.
Catatan: pedoman ini dibuat berdasarkan bukti ilmiah yang terbatas, dan nilai yang dicantumkan merupakan nilai yang
paling mendekati. Pedoman ini ditujukan untuk terapi sinar intensif apabila nilai bilirubin serum total melewati garis
tindakan bagi tiap kategori. Bayi dimasukkan dalam kelompok risiko tinggi dari potensi efek negatif berdasarkan ikatan
albumin pada bilirubin, sawar darah otak, dan kecenderungan kerusakan sel otak akibat bilirubin.
Terapi sinar intensif merupakan penyinaran menggunakan spektrum biru-hijau (panjang gelombang 430-490 nm)
sebesar 30 µW/cm2 per nm (dinilai pada kulit bayi tepat di pusat unit terapi sinar ) dan diberikan pada permukaan tubuh
bayi sebanyak mungkin.
Apabila bilirubin serum tidak turun atau bahkan terus meningkat dengan terapi sinar, maka sangat mungkin terjadi
hemolisis. Bayi yang menerima terapi sinar dan mengalami peningkatan bilirubin direk atau bilirubin konjugasi (ikterus
kolestasis) sangat mungkin akan mengalami sindroma Bronze-baby.
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 19/22
Gambar 7. Pedoman Transfusi tukar untuk bayi dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih.
Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan adanya rentang yang cukup besar pada kondisi klinis dan
respon terhadap terapi sinar
Tindakan transfusi tukar sangat direkomendasikan apabila bayi menunjukkan tanda-tanda bilirubin ensefalopati
akut (hipertoni, opistotonus, retrocoli, demam, tangis melengking) atau apabila serum bilirubin total > 5mg/dL
(85 µmol/L)
Faktor risiko – penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, temperatur tidak stabil, sepsis,
asidosis.
Periksa albumin serum dan nilai rasio bilirubin / albumin
Gunakan bilirubin serum total, tidak perlu membagi bilirubin direk atau bilirubin bebas.
Apabila bayi sehat dan usia gestasi 35-37 minggu (risiko sedang) dapat dilakukan dibuat nilai acuan individual
berdasarkan usia gestasi aktual.
Perhatikan bahwa pedoman ini merupakan konsensus anggota komite namun bukti ilmiah yang mendasarinya masih
sangat terbatas dan angka yang tercantum adalah nilai yang mendekati. Selama perawatan di RS, transfusi tukar
direkomendasikan apabila bilirubin serum total terus meningkat mencapai level yang tercantum meskipun sudah
mendapatkan terapi sinar intensif. Untuk bayi yang datang kembali, jika bilirubin serum total berada di atas level
transfusi tukar, ulang pemeriksaan bilirubin serum total tiap 2-3 jam dan pertimbangkan tindakan transfusi tukar bila
kadarnya tetap tinggi setelah pemberian terapi sinar intensif selama 6 jam.
Rasio Bilirubin/Albumin (B/A) berikut dapat digunakan bersama dengan kadar bilirubin serum total untuk menentukan
perlu tidaknya tindakan transfusi tukar.
BAB V
ANALISIS BIAYA
Analisis biaya untuk penatalaksanaan ikterus neonatorum di rumah sakit saat ini belum dapat dilakukan.
Untuk menyusun suatu analisis biaya, dibutuhkan tiga komponen biaya, yaitu direct cost, indirect cost dan
intangible cost. Data yang diperoleh tim pengkaji saat ini masih terbatas pada direct cost beberapa rumah
sakit.
Komponen direct cost dalam penatalaksanaan Ikterus Neonatorum di rumah sakit, meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Fototerapi
3. Transfusi tukar
4. Rawat inap
5. Penggunaan inkubator/radiant heater
6. Konsultasi dokter
Tabel 9.
Biaya penatalaksanaan Ikterus Neonatorum di RS Karyadi Semarang, RS Hasan Sadikin Bandung
dan RS Dr. Sardjito, Yogyakarta
DIRECT COST
1 Pemeriksaan Laboratorium
Bilirubin Total 14.000.00 14.000.00 12.500.00
Bilirubin Direk 15.500.00 14.000.00 12.500.00
BAB VI
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka disusun rekomendasi sebagai berikut:
1. Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa, sedangkan
hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL
Rekomendasi C
DAFTAR PUSTAKA
1. Health Technology Assessment Unit Medical Development Division Ministry of Health Malaysia, 2002. Management of
neonatal hyperbilirubinemia.
2. Masukan berdasarkan hasil rapat tim ahli HTA Indonesia.
3. Dennery PA, Seidman DS, Stevenson DK. Neonatal hyperbilirubinemia. N Engl J Med 2001;344:581-90.
4. Suradi R, Situmeang EH, Tambunan T. The association of neonatal jaundice and breast-feeding. Paedatr Indones
2001;41:69-75.
5. Laporan RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
6. Laporan RS Dr. Kariadi Semarang.
7. Managing newborn problems:a guide for doctors, nurses, and midwives. Departement of Reproductive Health and
Research, World Health Organization, Geneva 2003.
8. Briscoe L, Clark S. Yoxall CW. Can transcutaneous bilirubinometry reduce the need for blood tests in jaundiced full
term babies? Arch Dis Child Fetal Neonatal 2002;86:F190-2.
9. Suresh GK, Clark RE. Cost-effectiveness of strategies that are intended to prevent kernicterus in newborn infants.
Pediatrics 2004;114:917-24.
10. Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-
6.
11. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of
Neonatal Care, 5th edition. Philadelphia, Lippincott Williams and Wilkins;2004,185-222.
12. Masukan Dr. Ali Usman, SpA(K)
13. American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant
35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004;114:297-316.
HTA Indonesia_2004_Tatalaksana Ikterus Neonatorum_hlm 23/22
PANEL AHLI
Laurensia Lawintono
Ikatan Bidan Indonesia
Ina Yuniati
Direktorat Binkesmas
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
TIM TEKNIS
Ketua : Prof.Dr.dr. Sudigdo
Sastroasmoro, SpA(K)
Anggota : dr. Santoso Soeroso, SpA(K),
MARS
dr. Ratna Mardiati, SpKJ
dr. Wuwuh Utami N., MKes
dr. Monalisa Nasrul
dr. Mutiara Arcan
dr. Nastiti Rahajeng