Anda di halaman 1dari 118

KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI

PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN


BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI
PENGOLAHAN

SEPTANTY DIAH BAYU WITRY

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Produksi Hasil Tangkapan
Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi
sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan adalah karya saya sendiri dengan arahan
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi
ini.

Bogor, Januari 2011


Septanty Diah Bayu Witry
ABSTRAK

SEPTANTY DIAH BAYU WITRY, C44051476. Kajian Produksi Hasil


Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten
Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan. Dibimbing oleh ERNANI
LUBIS dan THOMAS NUGROHO.

PPP Muncar merupakan pelabuhan perikanan di Kabupaten Banyuwangi dengan


daerah penangkapan ikan berpotensi tinggi. Sebagian besar hasil tangkapannya
diolah kembali di Muncar sehingga Muncar berkembang ke dalam sektor industri
pengolahan ikan, maka ketersediaan bahan bakunya harus kontinyu dan
kualitasnya harus terjamin. Penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi
tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan dan pendistribusiannya,
mengetahui kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan, serta
mendapatkan besaran proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP
Muncar tahun 2011-2020. Metode penelitian ini adalah metode kasus dengan
aspek yang diteliti adalah aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai
bahan baku industri. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa volume
dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar cenderung
meningkat masing-masing sebesar 43,86% dan 33,62% pada tahun 1999-2008.
Jenis ikan yang paling banyak dibutuhkan oleh industri pengolahan ikan di
Muncar adalah lemuru, layang, dan tongkol. Bahan baku industri pengolahan di
wilayah Muncar 89% berasal dari PPP Muncar. Pendistribusian hasil tangkapan
langsung ditujukan kepada industri dan konsumen atau melalui perantara ke
wilayah Muncar dengan menggunakan truk, sepeda motor, becak motor, dan
becak, serta daerah Pulau Jawa dan Bali. Hasil proyeksi untuk volume produksi
ikan lemuru dan layang menunjukkan peningkatan pada tahun 2011-2020,
sedangkan ikan tongkol menunjukkan penurunan. Alternatif untuk ikan tongkol
yang hasil proyeksi produksinya menurun dan tidak mencukupi kebutuhan
industri, dapat didatangkan dari luar daerah, yaitu dari wilayah Bali dan Jawa
Timur, atau dengan menggunakan ikan jenis lain.

Kata kunci: bahan baku, industri pengolahan ikan, produksi hasil tangkapan,
proyeksi, PPP Muncar
© Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
KAJIAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI
PELABUHAN PERIKANAN PANTAI MUNCAR KABUPATEN
BANYUWANGI SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI
PENGOLAHAN

SEPTANTY DIAH BAYU WITRY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP


DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Kajian Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai Muncar Kabupaten Banyuwangi sebagai
Bahan Baku Industri Pengolahan
Nama : Septanty Diah Bayu Witry
NRP : C44051476
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si


NIP: 19561123 198203 2 002 NIP: 19700414 200604 1 020

Mengetahui:
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc


NIP: 19621223 198703 1 001

Tanggal lulus: 14 Januari 2011


KATA PENGANTAR

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada


Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Kajian Produksi Hasil
Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten
Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan. Penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2009 yang bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Ernani Lubis, DEA dan Thomas Nugroho S.Pi, M.Si. selaku dosen
pembimbing atas segala saran dan arahan selama penelitian;
2. Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen penguji tamu atas saran dan
arahannya;
3. Dr.Ir. Mohammad Imron, M.Si. selaku Ketua Komisi Pendidikan;
4. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku Ketua Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan;
5. Kedua orang tua dan kakak yang tak henti-hentinya memberikan doa dan
motivasi;
6. Staf UPT PPP Muncar, staf TPI Pelabuhan, dan Staf Dinas Perikanan dan
Kelautan Banyuwangi;
7. Seluruh dosen dan staf Departemen PSP yang telah memberikan arahan dan
dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini;
8. Teman-teman PSP 42 untuk dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripi ini masih jauh dari sempurna sehingga
diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011


Septanty Diah Bayu Witry
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tarakan pada tanggal 17


September 1987 dari Bapak Diyono dan Ibu Juriah. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Pada tahun 1991 penulis mengawali pendidikan di
Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari Tarakan. Pada
tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di
Sekolah Dasar Negeri Batu Ampar 05 dan melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 49 Jakarta. Pada
tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 62 Jakarta.
Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa
Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi, antara lain pernah menjabat
sebagai anggota Departemen Kewirausahaan HIMAFARIN periode 2006-2007
dan menjabat sebagai anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan
Keprofesian HIMAFARIN periode 2007-2008.
Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian yang berjudul "Kajian
Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar
Kabupaten Banyuwangi sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan" sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan
Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Permasalahan.................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan ............................... 4
2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan ........................................... 4
2.1.2 Pengertian pelabuhan perikanan pantai ................................. 5
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan ............................................................. 6
2.3 Produksi Hasil Tangkapan ................................................................ 8
2.3.1 Pengertian produksi hasil tangkapan..................................... 8
2.3.2 Faktor-faktor produksi.......................................................... 8
2.4 Distribusi/Pemasaran ....................................................................... 10
2.5 Industri Pengolahan Ikan ................................................................. 12
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 15
3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ....................................... 15
3.3 Analisis Data ................................................................................... 19
3.3.1 Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan
dan pendistribusiannya ........................................................ 19
3.3.2 Analisis kebutuhan bahan baku industri pengolahan
ikan di dalam dan sekitar PPP Muncar ................................ 20
3.3.3 Analisis proyeksi produksi hasil tangkapan
selama 10 tahun (2011-2020) ............................................. 20
IV KEADAAN UMUM
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi ......................................... 23
4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk ........... 23
4.1 2 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi ............ 25
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar .................................. 28
4.2.1 Letak PPP Muncar ............................................................. 28
4.2.2 Potensi perairan laut ........................................................... 30
4.2.3 Unit penangkapan ikan ....................................................... 30
4.2.4 Produktivitas unit penangkapan ikan .................................. 36

vii
4.2.5 Aktivitas di PPP Muncar .................................................... 37
4.2.6 Fasilitas PPP Muncar ......................................................... 51
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Produksi Hasil Tangkapan dan Pendistribusiannya ......................... 60
5.1.1 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan ........................ 61
5.1.2 Pendistribusian hasil tangkapan .......................................... 66
5.2 Kebutuhan Bahan Baku Utama Industri Pengolahan Ikan
di Dalam dan di Sekitar PPP Muncar .............................................. 68
5.2.1 Asal bahan baku kebutuhan industri ................................... 70
5.2.2 Keberlanjutan ketersediaan bahan baku .............................. 71
5.3 Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Sepuluh Tahun ke Depan ........ 72
5.3.1 Proyeksi produksi hasil tangkapan
(lemuru, layang, dan tongkol) ............................................. 73
5.3.2 Model proyeksi dekomposisi multiplikatif .......................... 85
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 88
6.2 Saran .............................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 90
LAMPIRAN .................................................................................................. 94

viii
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan
Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 .......................................................... 24
2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi
tahun 2006-2007 ....................................................................................... 26
3 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007 ...................... 26
4 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007 ................... 27
5 Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten
Banyuwangi tahun 2006-2007 .................................................................. 27
6 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di
PPP Muncar tahun 1999-2008 .................................................................. 30
7 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 1999-2008 ....... 33
8 Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2008 ............................... 35
9 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 1999-2008 ............... 36
10 Jenis fasilitas PPP Muncar ........................................................................ 59
11 Jenis, volume, dan nilai produksi ikan dominan PPP Muncar
tahun 2008 ............................................................................................... 60
12 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPP Muncar
tahun 1999-2008 ...................................................................................... 61
13 Volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi
tahun 1999-2008 ...................................................................................... 64
14 Kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku industri pengolahan
ikan di wilayah.Muncar, Januari-Agustus 2008 ......................................... 69
15 Bahan baku yang diperoleh industri pengolahan ikan di
Kecamatan Muncar, Januari-Agustus 2008 ................................................ 69
16 Kontinuitas jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar
selama 12 bulan tahun 2008 ..................................................................... 72
17 Proyeksi jumlah hasil tangkapan 3 jenis dominan tahun 2011-2020 ........... 73
18 Proyeksi produksi ikan lemuru tahun 2011-2020 ....................................... 76
19 Tingkat mutu ikan lemuru sebagai bahan baku industri
pengolahan ikan ........................................................................................ 78
20 Proyeksi produksi ikan layang tahun 2011-2020 ........................................ 81
21 Proyeksi produksi ikan tongkol tahun 2011-2020 ...................................... 84

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 15
2 Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun 2008 ........................................... 29
3 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di
PPP Muncar tahun 1999-2008 .................................................................. 31
4 Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun 2008 ............. 32
5 Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun 1999-2008 .... 34
6 Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun 2008 ......................... 34
7 (i) Pendaratan hasil tangkapan kapal purse seine tahun 2009 ................. 38
(ii) Pengangkutan hasil tangkapan dari kapal tahun 2009 ........................ 38
8 (i) Penjualan ikan di TPI tahun 2009 ...................................................... 39
(ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah dalam keranjang di TPI
tahun 2009 ....................................................................................... 39
9 (i) Alat timbangan milik pedagang di TPI tahun 2009 ............................ 42
(ii) Becak angkut tahun 2009 .................................................................. 42
10 Pemindahan alat tangkap purse seine tahun 2009 ..................................... 44
11 Pengangkutan es dengan truk tahun 2009 ................................................. 45
12 Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun 2008 ..................................... 47
13 (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun 2009 ......................................... 52
14 Dermaga (i) di sebelah Barat tahun 2009 ................................................. 53
(ii) jetty/pier di sebelah Timur tahun 2009 ................................ 53
15 (i) Pendangkalan kolam pelabuhan tahun 2009 ....................................... 53
(ii) Kapal bertambat di luar kolam tahun 2009 ......................................... 53
16 Breakwater tipe timbunan tahun 2009 ....................................................... 54
17 Perbengkelan di PPP Muncar tahun 2009 .................................................. 55
18 Perkembangan volume dan nilai produksi PPP Muncar
tahun 1999-2008 ...................................................................................... 65
19 Alur distribusi hasil tangkapan di PPP Muncar tahun 2009 ........................ 68
20 Perkembangan produksi per bulan ikan lemuru di PPP Muncar
tahun 1999-2008 ....................................................................................... 75
21 Perkembangan produksi per bulan ikan layang di PPP Muncar
tahun 1999-2008 ....................................................................................... 80
22 Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol di PPP Muncar
tahun 1999-2008 ....................................................................................... 83

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Lay out PPP Muncar tahun 2009 .............................................................. 94
2 Foto fasilitas PPP Muncar ......................................................................... 95
3 Foto aktivitas-aktivitas di PPP Muncar ...................................................... 97
4 Data volume produksi jenis ikan dominan di PPP Muncar
tahun 1999-2008 ...................................................................................... 99
5 Dekomposisi rasio terhadap rata-rata bergerak 3 bulan ............................. 102
6 Penghitungan indeks musim ..................................................................... 111
7 Proyeksi volume produksi hasil tangkapan PPP Muncar
tahun 2011-2020 ...................................................................................... 114

xi
DAFTAR ISTILAH

Anak Buah Kapal (ABK) adalah orang yang bekerja di kapal yang bertugas
mengemudikan kapal atau membantu dalam operasi, perawatan, atau pelayanan
dari sebuah kapal.

Ambaan atau cegatan adalah istilah di Banyuwangi yang diartikan sebagai uang
jaminan yang diberikan oleh pedagang ikan atau pengelola industri pengolahan
ikan kepada nelayan sebelum melaut yang bertujuan agar hasil tangkapan nelayan
dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan tidak dijual kepada pedagang
lain.

Belantik adalah istilah lokal bagi pedagang ikan atau pedagang kecil.

Bollard adalah suatu bentuk konstruksi di dermaga yang berfungsi untuk


menambatkan kapal.

Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan


yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai
terhadap pengaruh gelombang laut.

Cold storage adalah ruangan penyimpanan ikan yang mempunyai temperatur


sekitar -30, -45, sampai -60°C sehingga ikan menjadi beku.

Fishing base adalah pangkalan pendaratan tempat hasil tangkapan didaratkan.

Fishing ground adalah daerah penangkapan ikan.

Gillnet atau jaring insang adalah alat penangkap ikan berupa selembar jaring
berbentuk empat persegi panjang, berukuran mata jaring sama di seluruh bagian
jaring yang menangkap ikan dengan cara terjerat pada bagian insang.

Gross tonnage (GT) adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak di
bawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di
atas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang
terletak di atas geladak paling atas (superstructure).

Hasil tangkapan (HT) adalah komponen ikan yang ditangkap dengan alat tangkap
tertentu.

Industri Kepelabuhanan Perikanan (IKP) adalah industri perikanan yang berada di


wilayah pelabuhan perikanan.

Indian Ocean Dipole Mode (IODM) adalah suatu pola variabilitas di Samudera
Hindia, dimana suhu permukaan laut (SPL) yang lebih rendah dari biasanya
ditemukan di lepas pantai barat Sumatera dan SPL yang lebih hangat terdapat di

xii
sebagian besar barat Samudera Hindia, yang diikuti oleh anomali angin dan
presipitasi.

IODM positif adalah peristiwa IODM yang terjadi dengan angin zonal yang
bertiup kencang dari arah timur dan kekuatan anginnya lebih tinggi daripada saat
IODM negatif.

Kudung adalah istilah lokal untuk keranjang besar yang terbuat dari bambu dan
berkapasitas 125 kg yang digunakan sebagai wadah ikan.

Manol adalah istilah lokal bagi buruh yang mengangkut hasil tangkapan, es balok,
atau mesin kapal, yang bekerja di pelabuhan.

Over fishing adalah kondisi dimana jumlah ikan yang tertangkap melebihi jumlah
ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan; jumlah upaya
penangkapan yang melebihi upaya maksimum.

Pelabuhan Perikanan (PP) adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan
dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan
dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan
didistribusikan, serta berfungsi untuk berlabuh dan bertambatnya kapal yang
hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi bahan perbekalan melaut.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) adalah tempat berlabuh atau bertambatnya


perahu-perahu penangkapan ikan tradisional dengan hasil tangkapan yang
didaratkan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal, dan memiliki kriteria
tersedianya lahan seluas 10 Ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <30
GT, melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/hari, jumlah ikan yang didaratkan
≥10 ton/hari, dekat dengan pemukiman nelayan, serta tersedianya fasilitas
pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah pelabuhan perikanan yang


diperuntukkan bagi nelayan yang beroperasi di perairan pantai, yang memiliki
kriteria tersedianya lahan seluas 10-30 Ha, diperuntukkan bagi kapal-kapal
perikanan <50 GT, melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/hari, jumlah ikan yang
didaratkan 50 ton/hari, serta tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana
pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah anggaran pendapatan yang berasal dari
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lainnya.

Pengambeg adalah istilah lokal bagi pedagang perantara, pihak yang menjualkan
hasil tangkapan nelayan kepada pihak industri.

Pengepul adalah istilah lokal pedagang pengumpul yang menerima penjualan hasil
tangkapan dari nelayan kecil atau belantik dan menjualnya kepada pihak industri.

xiii
Pengujur atau alang-alang adalah istilah lokal yang berarti orang yang meminta
sedikit hasil tangkapan kepada nelayan secara gratis atau memungut hasil
tangkapan yang terjatuh.

Perishable adalah barang-barang yang tidak tahan lama dapat/mudah menjadi


busuk, umumnya berupa makanan.

R2 adalah kemampuan data untuk menginterpretasikan data dengan keadaan nyata


di lapangan.

Single Side Band (SSB) adalah salah satu unit radio telekomunikasi.

Slipway adalah tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal.

Trend adalah gambaran perilaku data dalam jangka panjang yang dapat bersifat
menaik, menurun, atau tidak berubah.

Sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan di suatu wilayah.

Upwelling adalah penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan
permukaan yang membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi,
dan zat-zat hara.

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) adalah jalur laut sepanjang 200 mil
laut yang diukur dari garis pangkal pulau terluar Indonesia.

xiv
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan laut sangat penting untuk dikonsumsi karena merupakan sumber
protein yang berguna bagi kesehatan. Ikan juga berfungsi sebagai bahan baku
industri pengolahan. Peluang pasar hasil tangkapan dari laut pun masih terbuka
lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus
pasar global yang dapat menambah devisa negara. Menurut Bappeprop Jatim
(2009), volume ekspor hasil perikanan nasional pada tahun 2007 adalah 217 ribu
ton dengan nilai USD 580 juta atau memberikan kontribusi 25,7 persen dari total
ekspor hasil laut nasional. Kontribusi nilai ekspor dari Laboratorium
Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Perikanan
Jatim, pada tahun 2007 sebesar Rp13 milyar (PAD) dengan volume 98 ribu ton.
Pelabuhan perikanan merupakan tempat pendaratan hasil tangkapan dan
awal pemasarannya. Produksi hasil tangkapan dapat mempengaruhi fungsionali-
sasi dari suatu pelabuhan perikanan. Kajian mengenai produksi hasil tangkapan di
suatu pelabuhan juga sangat penting dilakukan untuk menentukan sejauh mana
industri perikanan dapat berkembang, baik yang berlokasi di dalam pelabuhan
maupun di luar/sekitar pelabuhan.
Salah satu pelabuhan perikanan di Kabupaten Banyuwangi adalah PPP
Muncar yang memiliki daerah penangkapan ikan yang relatif dekat, yaitu di
perairan sekitar Banyuwangi. Perairan Banyuwangi masih memiliki peluang
potensi perikanan yang amat besar untuk dioptimalkan. Peluang ini terlihat dari
peningkatan hasil tangkapan dari beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004
perairan Banyuwangi telah berkontribusi sebesar 27.489.772 kg dengan nilai Rp
59,3 milyar, lalu pada tahun 2006 naik menjadi 62.294.281 kg dengan nilai 93,2
milyar (Martadi, 2009). Menurut Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya
Ikan Laut atau KNPSSDIL, perairan Banyuwangi termasuk di dalam sebagian
wilayah pengelola perikanan (WPP) Samudera Hindia yang meliputi perairan
selatan Jawa dan Selat Bali. Perairan Selatan Jawa dan Selat Bali memiliki
potensi lestari sumber daya ikan sebesar 743,83 ribu ton per tahun (Anonymous
1998a, vide Wijaya, 2002). Daerah penangkapan nelayan Muncar berada di
Perairan Selat Bali yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dimana
potensi sumber daya ikannya masih dapat dimanfaatkan dan berkualitas ekspor.
Menurut Indrawati (2000), Perairan Selat Bali merupakan fishing ground bagi
armada penangkapan ikan yang tersebar di Jawa Timur bagian Timur, dimana
Selat Bali merupakan salah satu daerah penangkapan ikan di perairan Indonesia
yang mempunyai potensi sumber daya yang cukup besar dalam bidang perikanan.
Sebagian besar produksi ikan hasil tangkapan di Muncar diproses atau diolah
kembali di daerah Muncar. Sektor perikanan laut di Muncar dapat mendukung
pengembangan industri pengolahan ikan sehingga selain ketersediaan bahan
bakunya harus kontinyu, kualitasnya juga harus terjamin.
Muncar merupakan daerah yang mempunyai produksi perikanan terbesar di
daerah Banyuwangi, dimana lebih dari 90% seluruh produksi perikanan
Banyuwangi didaratkan di Muncar (Rasyid, 2008). Beberapa waktu lalu
diterbitkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun
2008. Ketentuan tersebut mewajibkan semua ikan yang ditangkap di perairan
Indonesia dibongkar dan diolah di wilayah negara ini. Artinya, tidak ada lagi
ekspor ikan segar atau gelondongan, kecuali 14 jenis ikan, seperti tuna dan kerapu
bebek, untuk keperluan sashimi (Wawa, 2007).
Penelitian mengenai kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP
Muncar belum pernah dilakukan. Penelitian lain yang pernah dilakukan antara
lain tentang pendugaan hasil tangkapan ikan lemuru dan pendataan hasil
tangkapan yang dilakukan saat PPP Muncar masih berstatus pangkalan pendaratan
ikan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang kajian produksi hasil tangkapan didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur.

1.2 Permasalahan
Belum diketahui secara jelas mengenai produksi hasil tangkapan yang
digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan di PPP Muncar dan
sekitarnya serta pendistribusiannya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
(1) Mendapatkan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan di
......PPP Muncar dan pendistribusiannya.
(2) Mengetahui kebutuhan bahan baku utama industri pengolahan ikan di dalam
......dan di sekitar PPP Muncar.
(3) Mendapatkan besaran proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP
Muncar tahun 2011-2020.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah:
(1) Memberikan informasi tentang produksi hasil tangkapan yang didaratkan bagi
......pihak-pihak yang membutuhkan, antara lain pihak pengelola pelabuhan dan
..... para investor industri pengolahan ikan.
(2) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengembangan
produksi pelabuhan perikanan bagi Ditjen Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, dan Pengelola PPP Muncar.
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan


2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan
Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah
pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat baik dilihat dari
aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya. Menurut Deptan dan
Dephub, pelabuhan perikanan sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat
nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan
ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan
sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh,
bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran
hasil perikanan (BAPPENAS, 2008).
Lubis (2006) mengemukakan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu
wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai
pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan, serta berfungsi untuk berlabuh
dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau
mengisi bahan perbekalan melaut. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994),
pelabuhan perikanan merupakan prasarana yang mendukung peningkatan
pendapatan nelayan juga sekaligus mendorong investasi di bidang perikanan.
Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan bahwa pelabuhan perikanan merupakan
pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan
dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional, maupun internasional. Menurut
Direktorat Jenderal Perikanan (1994), aspek-aspek tersebut adalah:
1) Produksi, yaitu bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan
perbekalan melaut sampai membongkar hasil tangkapannya.
2) Pengolahan, yaitu bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana
yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.
3) Pemasaran, yaitu bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan
dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.
5

Pengembangan ekonomi perikanan tersebut hendaknya ditunjang oleh industri


perikanan baik hulu maupun hilir dan pengembangan sumber daya manusia
khususnya masyarakat nelayan (Lubis, 2006).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Perikanan dibagi
menjadi 4 kategori utama, yaitu PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera), PPN
(Pelabuhan Perikanan Nusantara), PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai), dan PPI
(Pangkalan Pendaratan Ikan). Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas
dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk menangani kapal yang datang
dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan (Direktorat Pelabuhan Perikanan,
2005b).

2.1.2 Pengertian pelabuhan perikanan pantai


Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah pelabuhan perikanan yang
diperuntukkan bagi nelayan yang beroperasi di perairan pantai, mempunyai
perlengkapan untuk menangani dan/atau mengolah ikan sesuai dengan
kapasitasnya (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, 2004 vide BAPPENAS,
2008).
Karakteristik pelabuhan perikanan pantai berdasarkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 antara lain memiliki kriteria
PP sebagai berikut:
1) Daerah operasional kapal ikan yang dilayani: perairan pedalaman, perairan
kepulauan, laut teritorial, wilayah ZEEI.
2) Fasilitas tambat/labuh kapal: 10-30 GT.
3) Panjang dermaga dan kedalaman kolam: 100-150 m dan >2 m.
4) Kapasitas menampung kapal: >300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal
berukuran 10 GT).
5) Ekspor ikan: tidak ada.
6) Luas lahan: 5-15 ha.
7) Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan: tidak ada.
8) Tata ruang (zonasi) pengolahan/pengembangan industri perikanan: ada.
(Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005b).
6

Selanjutnya dikatakan dalam Kebijakan, Strategi dan Program Kerja


Pengembangan Sentra-Sentra Perikanan, DKP tahun 2002, bahwa tanggung jawab
pengelolaan pelabuhan perikanan pantai (Ps. 22. UU. Desentralisasi th.1999)
dipegang oleh propinsi. Peraturan untuk pelabuhan perikanan pantai ini antara
lain Ijin Tonage Kapal (PP No. 141 th. 2000) sebesar 10-30 GT, Ijin Mesin Kapal
(PP No. 141 th. 2000) sebesar >30-90 HP, dan Ijin Daerah Tangkapan sejauh 4-12
mil laut (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, 2004 vide BAPPENAS, 2008).
Menurut Lubis (2006), lokasi pelabuhan perikanan pantai dicirikan oleh
kondisi:
1) Daerah yang sudah berkembang dan mempunyai daya serap tinggi terhadap
jumlah ikan yang didaratkan;
2) Pelabuhan perikanan tumbuh menjadi tempat pemusatan produk ikan dari
berbagai daerah sekitar perkampungan nelayan (fisheries community) untuk
didistribusikan ke hinterland atau interinsuler, dalam bentuk ikan segar atau
ikan olahan melalui darat atau laut;
3) Volume ikan yang didaratkan mencapai skala ekonomis bagi pengembangan
usaha perikanan tangkap, perdagangan dan industri pengolahan pasca panen;
4) Kapal ikan telah menggunakan tingkat teknologi maju yang beroperasi di
perairan sekitar lokasi (lebih 4 mil s/d 12 mil) atau wilayah perikanan lainnya.
Karakteristik kapal akan didominasi pada ukuran yang lebih besar (>10 GT).

2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan


Salah satu fungsi umum pelabuhan ialah fungsi untuk menangani barang-
barang yang pusat penggerak sirkulasinya ada di hinterland. Fungsi ini terbagi
menjadi fungsi transit dan fungsi industri. Fungsi industri dapat terjadi karena
pelabuhan memberikan pelayanan terhadap pabrik-pabrik industri yang terletak di
wilayah pelabuhan. Keuntungan dari pabrik-pabrik industri yang berlokasi di
pelabuhan bahwa barang-barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut bila akan
didistribusikan melalui transportasi laut, pengangkutannya tidak memerlukan
perantara atau biaya transportasi dari pabrik ke pelabuhan (Lubis, 2006).
Menurut Lubis et al. (2010), fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi
aktivitasnya secara khusus adalah merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan
7

baik ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, maupun pemasaran. Aspek


tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1) Aspek produksi
Dalam hal ini pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana
dan kegiatan produksi antara lain: tempat pemusatan armada penangkapan
untuk mendaratkan hasil tangkapan, menyediakan tempat berlabuh yang aman,
menjamin kelancaran membongkar hasil tangkapan, menyediakan suplai
logistik.
2) Aspek pengolahan
Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta
pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap.
3) Aspek pemasaran
Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang
menguntungkan nelayan. Dengan demikian struktur pemasaran dari tempat
pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur.
Menurut Nugroho (2008), ditinjau dari aspek sosial ekonomi nelayan,
keberadaan pelabuhan perikanan dan pemanfaatannya mendorong tumbuhnya
industri pengolahan ikan. Faktor yang mendorong tumbuhnya industri
pengolahan ikan antara lain ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas yang
terjamin, peluang pasar yang ditandai oleh tingginya permintaan masyarakat
terhadap produk olahan perikanan, dan dukungan pemerintah. Selain itu
pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagai pusat pemasaran dan distribusi hasil
tangkapan nelayan diindikasikan dengan adanya tempat pelelangan ikan dan pasar
ikan. Tempat pelelangan ikan menjadi tempat pertemuan antara nelayan dengan
calon pembeli. Melalui mekanisme pelelangan, pemasaran hasil tangkapan
nelayan lebih terjamin. Pasar ikan dapat berkembang di sekitar pelabuhan
perikanan yang merupakan tempat pertemuan antara nelayan, pedagang, dan calon
konsumen atau calon pembeli.
Fungsi pelabuhan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah
tempat:
1) Tambat-labuh kapal perikanan
2) Pendaratan ikan
8

3) Pemasaran dan distribusi ikan


4) Pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan
5) Pengumpulan data tangkapan
6) Pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan
7) Memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan.

2.3 Produksi Hasil Tangkapan


2.3.1 Pengertian produksi hasil tangkapan
Dalam pengertian ekonomi, produksi dan distribusi (marketing) adalah
kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan daripada
barang dan jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Menurut Lubis et al. (2010)
produksi hasil tangkapan merupakan aspek penting di pelabuhan perikanan yang
harus diperhatikan karena produksi sebagai salah satu indikasi tingkat
fungsionalisasi suatu pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan
(PPI). Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pengelola PP/PPI dari aspek produksi
perikanan adalah jumlah, jenis dan ukuran, serta kualitasnya.

2.3.2 Faktor-faktor produksi


Menurut Pane (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan di
pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan adalah:
1) Ikan yang didaratkan, antara lain:
(1) Jenis ikan, yaitu pelagis atau demersal dan ikan dikelompokkan menurut
kelompok sumber daya ikan. Jenis ikan mempengaruhi penangkapan,
seleksi, dan cara penanganan, harga ikan, serta kegiatan jenis pengolahan
di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan (pabrik yang
dibangun).
(2) Ukuran ikan, yang akan mempengaruhi penanganan ikan, yaitu pada
seleksi, bentuk penanganan (ukuran keranjang), jumlah es dan garam yang
dipakai, harga ikan, pengaturan tata ruang cool room, serta transportasi
ikan (ukuran dan pengaturan ruang transportasi).
(3) Volume pendaratan, yaitu mempengaruhi fasilitas, aktivitas, dan
manajemen pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan.
9

2) Faktor kepelabuhanan perikanan, yang mempengaruhi produksi:


(1) Kondisi, jumlah, dan jenis fasilitas yang ada.
(2) Kemampuan pengelolaan pelabuhan perikanan, yaitu: pelabuhan perikanan
(Perum, UPT); tempat pelelangan ikan (TPI); fasilitas komersial dan non
komersial; serta kebijakan.
(3) Pengelolaan unit-unit kegiatan dan transportasi.
(4) Organisasi dan penunjang lainnya seperti perbankan, serta asosiasi buruh
dan nahkoda.
3) Faktor penangkapan ikan, yang mempengaruhi produksi:
(1) Kondisi kenelayanan atau usaha penangkapan ikan;
(2) Kondisi armada (unit penangkapan);
(3) Kondisi alam perairan;
(4) Kemampuan pengelolaan operasi penangkapan: nelayan dan pengusaha
atau perusahaan.
4) Persaingan antar pelabuhan perikanan
(1) Harga yang lebih tinggi;
(2) Pelayanan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan;
(3) Kebutuhan jenis ikan tertentu di suatu pelabuhan perikanan;
(4) Fasilitas yang lebih baik dan lengkap;
(5) Keterkaitan hubungan dengan pemilik modal.
5) Kebijakan pemerintah tentang:
(1) Peraturan sumber daya ikan;
(2) Peraturan penangkapan;
(3) Lain-lainnya: fasilitas pelabuhan perikanan, harga ikan, pengolahan
pelabuhan perikanan dan TPI.
Menurut Lubis et al. (2010), usaha-usaha pengolahan/industri perikanan
akan kekurangan bahan baku ikan bila produksi sedikit atau volume produksi
yang didaratkan belum mencapai target klasifikasi pelabuhan, sehingga usaha-
usaha pengolahan/industri perikanan harus mencari ikan ke tempat lain di luar
PP/PPI tersebut. Oleh karena itu pihak pengelola pelabuhan harus dapat
menyediakan produksi ikan secara kontinyu untuk menarik masyarakat perikanan
dalam memanfaatkan pelabuhan. Sebaliknya apabila produksi banyak/melimpah,
10

maka dapat terjadi ketidakseimbangan antara volume produksi dengan jumlah


pembeli sehingga harga ikan turun. Hal-hal yang harus diantisipasi oleh
pengelola suatu PP/PPI bila produksi hasil tangkapan yang didaratkan sedikit
antara lain pihak pelabuhan harus cepat tanggap dengan cara menganalisis
penyebab produksi sedikit dan/atau menurun, dari mana produk bisa didapatkan
kembali, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar kapal mau datang ke
PP/PPI. Sebaliknya apabila produksi hasil tangkapan yang didaratkan banyak,
maka pengelola pelabuhan harus mencari ide untuk dapat memanfaatkan produksi
yang melimpah dalam bentuk olahan atau menyimpannya dalam cold storage.
Produksi perikanan yang didaratkan di suatu pelabuhan menurun, antara
lain karena harga ikan di PP/PPI tidak layak, lokasi PP/PPI berjauhan dengan
lokasi perumahan nelayan (untuk perikanan skala kecil), daerah pemasarannya
jauh atau terdapat permasalahan dalam pendistribusian ikan setelah didaratkan di
PP/PPI, potensi perikanan di fishing ground-nya sudah menurun, tidak
terdapatnya fasilitas yang diperlukan dan atau beberapa fasilitas yang ada sudah
rusak, serta tidak terdapatnya pengorganisasian aktivitas yang baik di PP/PPI
(Lubis et al., 2010).
Peningkatan produksi secara tidak langsung dapat meningkatkan
kesejahteraan nelayan. Hal ini tergantung pada mekanisme pasar apakah dapat
mewujudkan harga yang menguntungkan bagi nelayan dan masih berada dalam
jangkauan pembeli (Direktorat Jenderal Perikanan, 1981 vide Aziza, 2000).

2.4 Distribusi/Pemasaran
Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan
mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang.
Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke
konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah
kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan
harga yang layak khususnya bagi nelayan. Proses pemasaran berawal dari ikan-
ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat
jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau
basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan dicatat hasil transaksinya.
11

Namun sering terjadi pada banyak pelabuhan di Indonesia, penyortiran telah


dilakukan di atas kapal sehingga setelah ikan sampai di tempat pelelangan, ikan
tidak perlu disortir lagi. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang
telah dilelang atau dibeli secara cepat, kemudian ikan diberi es untuk
mempertahankan mutunya. Selanjutnya ikan dipasarkan dalam bentuk segar dan
diangkut dengan truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka dan/atau mobil-mobil
yang telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin
(Lubis, 2006).
Dalam pendistribusian hasil tangkapan dari pelabuhan perikanan ke
hinterland-nya dapat melalui transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi
darat sendiri dapat menggunakan mobil maupun kereta api (Lubis et al., 2010).
Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah
rusak (perishable), oleh karena itu pengangkutannya perlu dilaksanakan dengan
alat pengangkutan yang dilengkapi dengan alat atau mesin pendingin (Hanafiah
dan Saefuddin, 2006).
Menurut Misran (1985) yang diacu dalam Aziza (2000), sistem rantai
pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan atau pangkalan
pendaratan ikan di Indonesia, yaitu:
1) TPI → pedagang besar → pedagang lokal → pengecer → konsumen.
2) TPI → pedagang besar → pedagang lokal → konsumen.
3) TPI → pengecer → konsumen.
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) yang diacu dalam Yundari (2005),
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran pemasaran atau penyaluran
hasil perikanan adalah:
1) pembongkaran ikan dari perahu atau kapal tidak berjalan lancar,
2) macam-macam pungutan yang dibebankan kepada nelayan dan pedagang ikan,
3) penyampaian informasi pasar yang sangat minim, dan
4) banyaknya barang subtitusi yang relatif murah.
Pemasaran produk perikanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang
memindahkan produk dari sektor produksi ke sektor konsumsi yang umumnya
melibatkan berbagai lembaga pemasaran di pelabuhan perikanan. Mulai dari
proses awal pemindahan ikan dari kapal ke darat yang melibatkan institusi bakul,
12

kemudian transaksi jual beli ikan yang dilakukan antara nelayan/pemilik kapal
dengan pedagang pengumpul, distribusi ikan ke luar pelabuhan yang juga
melibatkan eksportir, hingga perusahaan jasa pendukung seperti penyewaan cold
storage, truk, dan sejenisnya (Direktorat Pelabuhan Perikanan, 2005a).
Menurut Lubis et al. (2010), kualitas pemasaran produksi perikanan
merupakan hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan suatu pelabuhan
perikanan karena kualitas pemasaran ini akan berkaitan dengan harga. Untuk
mengetahui apakah kualitas pemasaran hasil tangkapan bagus atau tidak
dibandingkan dengan rata-rata kualitas pemasaran di tingkat propinsi atau
nasional, dapat dilakukan melalui pendekatan indeks relatif nilai produksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks relatif nilai produksi hasil tangkapan
adalah bergantung pada banyak variabel, antara lain metode penangkapan, tipe
pemasaran (lokal, nasional, ekspor), tipe spesies ikan hasil tangkapan, penanganan
hasil tangkapan di kapal dan di pelabuhan.

2.5 Industri Pengolahan Ikan


Di dalam suatu pelabuhan perikanan yang besar umumnya terdapat aktivitas
industri, yaitu industri penangkapan dan industri pengolahan ikan. Industri
pengolahan terkait dengan aktivitas-aktivitas pengolahan ikan seperti
pemindangan, pengasinan, pembuatan terasi, pembekuan ikan, dan aktivitas-
aktivitas terkait lainnya (Hanafiah dan Saefudin, 1983 vide Sumiati, 2008).
Menurut Pane (2007), aktivitas-aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan
dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok, yaitu:
1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, antara lain
aktivitas penanganan, pendaratan, pemasaran atau pelelangan ikan dan
pendistribusiannya.
2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan, antara lain
aktivitas pembekuan ikan, pengolahan ikan, serta pemasaran dan distribusi hasil
olahan.
3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan.
4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut.
5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif.
13

Pelaku aktif di sini adalah nelayan atau pengusaha penangkapan, ABK,


nahkoda, pengolah ikan, pedagang, pembeli, buruh pengangkut, dan lainnya.
6) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan penunjang
pelabuhan perikanan.
7) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan
perikanan.
Selanjutnya dikatakan bahwa industri perikanan di pelabuhan perikanan,
disebut industri kepelabuhanan perikanan (IKP), terdiri atas tiga kelompok, yaitu
industri penangkapan ikan, industri pengolahan ikan, dan industri tambahan atau
pendukung. Batasan dari industri pengolahan ikan adalah kelompok usaha di
pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat terkait langsung dengan upaya
menghasilkan produk olahan ikan (dalam arti luas: ikan, krustasea, moluska,
binatang air lainnya dan tumbuhan air dari hasil tangkapan atau eksploitasi alami
dan hasil budidaya) dalam jumlah besar. Aktivitas dari industri pengolahan ikan
terdiri atas pembekuan ikan (ikan, udang, dan lain-lain) dan pengolahan ikan.
Pengolahan ikan dalam arti luas terdiri atas: (a) pengolahan tradisional, seperti
pemindangan ikan, pengeringan ikan, pengasapan ikan, fermentasi ikan (terasi,
petis, kecap ikan, dan lain-lain), kerupuk ikan, dan lain-lain; (b) pengolahan semi
modern, seperti pengalengan ikan, filet ikan, pembuatan makanan jadi berbahan
ikan (bakso ikan, fish nugget, supi, dan lain-lain), dan lain-lain; (c) pengolahan
modern, seperti surimi, industri tingkat tiga dari rumput laut (bahan kosmetik,
kesehatan, obat-obatan, dan lain-lain).
Jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan perikanan Indonesia
kecuali Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Jakarta, masih bersifat tradisional
dan kiranya belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan
yang baik antara lain jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan. Jenis
industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti
pengalengan ikan, kerupuk, dan terasi (Lubis, 2006).
Menurut Pane (2007), penetapan jenis industri di suatu pelabuhan perikanan
dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Bahan baku utama, antara lain ikan basah segar dan ikan basah tidak segar
.....(kurang sampai tidak segar).
14

2) Jenis ikan yang tersedia.


3) Ukuran ikan yang tersedia.
4) Prasarana atau infrastruktur serta jenis sarana yang tersedia dan yang akan
dibangun di pelabuhan perikanan dan/atau di sekitar pelabuhan perikanan.
5) Bahan-bahan penunjang atau tambahan yang tersedia, seperti kaleng dan tomat
(untuk industri ikan kaleng), serta es (pabrik es) untuk filet ikan.
6) Pelayanan yang tersedia di pelabuhan perikanan, mencakup jenis dan cara
pelayanan bahan baku industri, jenis dan cara pelayanan fasilitas, serta
pelayanan pengurusan kemudahan perijinan (ekspor dan sebagainya).
Selanjutnya dikatakan bahwa penetapan jenis industri di suatu pelabuhan
perikanan sangat penting karena akan berdampak kepada ketertarikan investor
untuk masuk ke pelabuhan perikanan dan kepada pengembangan industri di
pelabuhan perikanan. Prinsip menarik investor berinvestasi di pelabuhan
perikanan antara lain menyediakan kebutuhan industri sesuai dengan kebutuhan
industri, biaya-biaya sewa dan biaya-biaya pelayanan yang terjangkau dan
kompetitif dengan pelabuhan lain, serta memberikan kemudahan yang
keseluruhannya mampu memberikan atau menciptakan daya saing yang tinggi
bagi industri di pelabuhan perikanan. Penetapan lokasi industri di dalam
pelabuhan perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan jenis industri atau
pabrik yang akan dibangun, luasan rata-rata atau skala per jenis industri yang akan
dibangun, luas lahan pelabuhan yang tersedia, kedekatan lokasi industri dengan
bahan baku utama dan tambahan, kedekatan lokasi industri dengan fasilitas-
fasilitas pelabuhan yang ada, serta kedekatan lokasi industri dengan pelayanan-
pelayanan pelabuhan perikanan.
Jenis industri pengolahan ikan yang sudah berkembang di Muncar adalah
industri pengalengan, pindang, gaplek ikan, tepung ikan, minyak ikan, dan
kerupuk ikan. Kondisi ini menunjukkan sudah berkembangnya kegiatan agro-
industri pengolahan ikan hasil tangkapan baik dalam bentuk pengolahan
tradisional maupun modern (Mira, Sari YD, dan Koeshendrajana S, 2007).
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian bertempat di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi
Jawa Timur (Gambar 1).

°BT °BT

°LS °LS

PPP Muncar
Lokasi penelitian

°LS °LS

°BT °BT

Gambar 1 Peta lokasi penelitian.

3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kasus dengan
aspek yang diteliti yaitu aspek produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebagai
bahan baku industri di dalam dan di sekitar PPP Muncar. Data yang dikumpulkan
adalah data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini data primer
dikumpulkan melalui:
1) Pengamatan dan pencatatan
Pengamatan dan pencatatan dilakukan di PPP Muncar yang meliputi
aktivitas pendaratan, jenis dan volume produksi ikan yang didaratkan, unit-unit
16

penangkapan ikan, jenis dan jumlah industri pengolahan ikan, serta pemasaran
ikan dan pendistribusiannya.
2) Wawancara dan pengisian kuesioner
Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap sejumlah
responden yang ditentukan secara purposive sampling, yaitu ditujukan kepada
pihak-pihak yang mewakili tujuan penelitian dan terkait dengan produksi hasil
tangkapan, antara lain:
(1) Pengelola PPP Muncar
Jumlah responden pengelola PPP Muncar adalah sebanyak 2 orang untuk
memperoleh informasi mengenai rata-rata hasil tangkapan yang didaratkan di
PPP Muncar per hari, kapasitas PPP Muncar, upaya PPP Muncar dalam
meningkatkan produksi hasil tangkapan, perkembangan volume dan nilai
produksi tahun 1999-2008, pendistribusian hasil tangkapan untuk industri
pengolahan ikan di dalam dan sekitar pelabuhan, serta pelayanan yang
diberikan kepada nelayan.
(2) Petugas TPI Pelabuhan
Responden berjumlah 2 orang untuk memperoleh informasi mengenai
perkembangan volume dan nilai produksi 10 tahun terakhir, tujuan dan sarana
distribusi hasil tangkapan untuk luar PPP Muncar, penanganan ikan saat
didistribusikan, serta fungsi dan peranan TPI dalam pendataan dan pemasaran
hasil tangkapan.
(3) Nelayan
Jumlah responden nelayan adalah sebanyak 8 orang untuk mengetahui
jenis dan ukuran alat tangkap, jenis kapal dan ukuran GT, lama trip, jenis dan
jumlah ikan dominan yang didaratkan dan diperjualbelikan di setiap musim,
harga ikan per kilogram untuk setiap jenis, tujuan pendistribusian, sarana dan
penanganan ikan saat pendistribusian, kendala kendala dalam melakukan
operasi penangkapan dan mendaratkan hasil tangkapan, serta tempat dimana
nelayan mendaratkan hasil tangkapannya.
(4) Pedagang ikan
Jumlah responden pedagang ikan adalah sebanyak 10 orang untuk
mendapatkan informasi tentang jenis dan jumlah ikan dominan yang
17

diperjualbelikan, harga ikan per jenis, sumber ikan diperoleh, daerah dan
saluran pemasaran, serta penanganan dan sarana distribusi.
(5) Pengelola industri pengolahan ikan
Responden berjumlah 10 orang untuk mendapatkan informasi mengenai
jenis produk, jenis olahan, jenis ikan bahan baku, kebutuhan bahan baku dan
periodenya, asal bahan baku dan jumlahnya, kapasitas produksi, daerah tujuan
dan sarana hasil olahan, penanganan hasil olahan selama didistribusikan,
kendala dalam mendapatkan bahan baku, kendala dalam pemasaran produk dan
cara mengatasinya, dan pengembangan industri, serta upaya dalam menghadapi
kendala-kendala tersebut.
3) Pengambilan foto atau gambar
Foto atau gambar yang diambil antara lain hasil tangkapan yang
didaratkan, unit penangkapan ikan, serta fasilitas dan aktivitas di pelabuhan.
Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari instansi-instansi terkait,
antara lain:
1) Data dari Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, berupa:
(1) Volume dan nilai produksi per bulan PPP Muncar tahun 1999-2008.
(2) Volume dan nilai produksi per jenis ikan per bulan PPP Muncar tahun
1999-2008.
(3) Jumlah hasil tangkapan PPP Muncar yang didistribusikan ke industri
pengolahan ikan di sekitar pelabuhan.
(4) Jenis dan jumlah kebutuhan ikan bagi industri pengolahan ikan.
(5) Jenis dan jumlah industri yang ada di PPP Muncar.
(6) Jumlah unit penangkapan ikan yang ada di PPP Muncar.
(7) Jenis, jumlah, dan kapasitas fasilitas di PPI Muncar.
2) Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi:
(1) Potensi perikanan.
(2) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis lokasi penelitian
(topografi, luas, dan batas wilayah), keadaan penduduk dan keadaan
perikanan secara umum.
18

(3) Kondisi perikanan tangkap (jumlah armada penangkapan, alat tangkap,


dan nelayan) di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi tahun 1999-
2008.
(4) Kondisi perikanan tangkap di PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi
tahun 1999-2008.
(5) Data volume dan nilai produksi ikan di PPP Muncar dan Kabupaten
Banyuwangi tahun 1999-2008.
(6) Peta lokasi penelitian.
Pengelompokkan data dan informasi berdasarkan kepentingannya dibedakan
menjadi data utama dan data tambahan. Data utama meliputi:
1) Data utama primer
(1) Foto ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar
(2) Foto-foto unit penangkapan ikan (kapal dan alat tangkap)
(3) Pemasaran ikan di TPI
(4) Pendistribusian ikan (sarana, tujuan, dan penanganan hasil tangkapan)
(5) Jenis dan jumlah ikan kebutuhan industri
(6) Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan
2) Data utama sekunder
(1) Data bulanan volume dan nilai produksi berdasarkan jenis ikan yang
didaratkan selama 10 tahun terakhir
(2) Jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan untuk industri pengolahan
(3) Jenis dan jumlah industri pengolahan ikan
Data tambahan yang dikumpulkan meliputi data tambahan sekunder dan data
tambahan primer.
1) Data tambahan primer (PPP Muncar)
(1) Letak geografis lokasi penelitian dan kependudukan
(2) Potensi perairan laut
(3) Aktivitas dan fasilitas di PPP Muncar
2) Data tambahan sekunder (Kabupaten Banyuwangi)
(1) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis dan topografis
daerah penelitian, keadaan iklim, serta kependudukan
(2) Keadaan perikanan secara umum
19

3.3 Analisis Data


Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik
setelah dilakukan identifikasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tujuan
penelitian.

3.3.1 Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan dan


pendistribusiannya
Analisis terhadap produksi hasil tangkapan didaratkan di PPP Muncar
dilakukan untuk mengetahui perkembangan volume dan nilai produksi serta
informasi lainnya berdasarkan data volume dan nilai produksi ikan tahun 1999-
2008. Analisis ini dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik.
Analisis pendistribusian hasil tangkapan dilakukan dengan mengetahui tujuan atau
daerah distribusi, sarana distribusi yang digunakan, serta penanganan ikan selama
pendistribusian sejak ikan didaratkan.
Metode yang digunakan sebagai analisis produksi hasil tangkapan adalah
dengan mengetahui kualitas pemasaran ikan yang dipasarkan melalui pendekatan
indeks relatif nilai produksi. Indeks tersebut membandingkan antara volume
produksi dan nilai produksi perikanan dimana pelabuhan itu berada. Selanjutnya
dicari persentase volume dan persentase nilai yang disajikan dalam grafik (Lubis
et al., 2010). Rumus indeks relatif nilai produksi adalah:

Np x 100
I = Nt N
Qp x 100
Qt

Keterangan: Np = nilai produksi perikanan di PPP Muncar


Nt = nilai produksi perikanan Kabupaten Banyuwangi
Qp = quantitas/volume produksi perikanan di PPP Muncar
Qt = quantitas/volume produksi perikanan Kabupaten Banyuwangi
Indeks tersebut dapat menggambarkan nilai relatif produksi PPP Muncar
terhadap nilai produksi Kabupaten Banyuwangi. Bila I=1, maka nilai relatif
produksi perikanan pelabuhan adalah sama dengan nilai rata-rata kabupaten. Bila
I>1, maka nilai relatif produksi perikanan pelabuhan adalah lebih besar dari nilai
rata-rata produksi kabupaten, yang berarti bahwa produksinya mempunyai
20

kualitas pemasaran baik. Bila I<1, maka nilai relatif produksi perikanan
pelabuhan adalah lebih kecil dari nilai rata-rata produksi kabupaten, yang berarti
bahwa produksi pelabuhan tersebut memiliki kualitas pemasaran yang kurang baik
dibandingkan dengan kabupaten.

3.3.2 Analisis terhadap kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di


dalam dan sekitar PPP Muncar
Analisis untuk mencari informasi mengenai kebutuhan bahan baku industri
pengolahan ikan adalah dilakukan secara deskriptif terhadap parameter-parameter
sebagai berikut:
1) Jenis ikan dan volume ikan yang didaratkan di PPP Muncar
Analisis terhadap jenis ikan dan volume produksi yang didaratkan di PPP
Muncar dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik pada
jenis-jenis ikan dominan dan volumenya yang didaratkan di PPP Muncar yang
dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan.
2) Kebutuhan bahan baku
Analisis terhadap kebutuhan bahan baku dilakukan dengan
membandingkan antara produksi perikanan PPP Muncar dengan kebutuhan
bahan baku industri pengolahan ikan di sekitar PPP Muncar. Perkembangan
jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar disajikan selama 10
tahun terakhir. Selain itu ketersediaan bahan baku dianalisis secara deskriptif
untuk jenis-jenis ikan tertentu yang selalu ada setiap tahun dalam jumlah yang
cukup sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan ikan.
3) Asal bahan baku
Analisis terhadap asal bahan baku dilakukan secara deskriptif apakah ikan-
ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku olahan hanya diperoleh dari
PPP Muncar saja atau juga dari tempat lain.

3.3.3 Analisis proyeksi produksi HT selama 10 tahun (2011-2020)


Proyeksi jumlah hasil tangkapan lemuru, layang, dan tongkol yang
didaratkan di PPP Muncar sepuluh tahun ke depan dilakukan dengan
menggunakan metode peramalan model dekomposisi multiplikatif (Gasperz,
1992). Model persamaannya adalah sebagai berikut:
21

Yt = It x Tt x Ct x Et
dimana: Yt = Nilai deret waktu (data aktual) pada periode t
It = Komponen atau indeks musiman pada periode t
Tt = Komponen trend pada periode t
Ct = Komponen siklik pada periode t
Et = Komponen galat pada periode t
Langkah-langkah untuk penyelesaian terhadap fungsi di atas berdasarkan model
dekomposisi multiplikatif adalah:
1) Penggunaan metode grafik untuk mengetahui bentuk awal kurva produksi
lemuru yang didaratkan, bentuk awal kecenderungan, dan model penduga
produksi yang akan digunakan.
2) Pengidentifikasian pengaruh trend (Tt) sesuai dengan perilaku data deret waktu
dengan metode kuadrat terkecil seperti pada model regresi. Model penduga trend
produksi yang digunakan adalah trend linear:
Tt = a + bt
Dimana Tt = kecenderungan (trend) pada periode t
t = indeks waktu (x)
a, b = nilai-nilai penduga parameter model
3) Faktor musim (It) dapat ditentukan dengan cara:
(1) Dari data aktual (Yt), ditentukan rata-rata bergerak (moving average) 3
bulan untuk setiap bulannya (Mt). Nilai M2 ditempatkan pada bulan Februari
1999, M3 pada bulan Maret 1999, dan seterusnya.

Y1 + Y2 + Y3 Y2 + Y3 + Y4
M2 = M3 =
3 3

Begitu seterusnya untuk bulan-bulan berikutnya.


(2) Menentukan rasio data hasil tangkapan (Yt) terhadap rata-rata bergerak
(Mt) dengan cara membagi data hasil tangkapan dengan nilai rata-rata
bergerak.
Y2
Misal: R2 (%) = x 100%
M2

Begitu seterusnya untuk bulan berikutnya.


22

(3) Tahap penghilangan pengaruh galat rasio, yaitu merata-ratakan nilai pada
bulan yang sama setiap tahun dengan menggunakan analisis rata-rata medial.
Rata-rata medial adalah nilai rata-rata setelah nilai terbesar dan terkecil tidak
dihitung.
(4) Indeks musim produksi dapat ditentukan dari nilai rata-rata medial setelah
dikalikan dengan faktor koreksi.

1200
Faktor koreksi =
Total rata-rata medial 12 bulan

4) Untuk memperoleh komponen siklik (Ct), maka dilakukan penentuan


rasio antara Mt dan Tt :
Y2
Ct (%) = x 100%
M2

5) Untuk keperluan peramalan, digunakan ketiga komponen yang telah dipisahkan


tersebut (It, Tt, Ct), sebagai berikut:
Ŷ = It x Tt x Ct
4 KEADAAN UMUM

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi


4.1.1 Keadaan geografis, topografis, iklim, dan penduduk
1) Geografis dan topografis
Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7°43’-
8°46’ Lintang Selatan dan 113°53’-114°38’ Bujur Timur serta merupakan bagian
yang paling Timur dari wilayah Propinsi Jawa Timur dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut (BPS Kab. Banyuwangi, 2008):
(1) sebelah utara : Kabupaten Situbondo dan Bondowoso
(2) sebelah timur : Selat Bali
(3) sebelah selatan : Samudera Hindia
(4) sebelah barat : Kabupaten Jember dan Bondowoso
Wilayahnya yang berbatasan langsung dengan dua perairan yang berpotensi
tinggi, yaitu perairan Selat Bali dan Samudera Hindia, menjadikan Kabupaten
Banyuwangi daerah yang potensial di bidang perikanan dan merupakan salah satu
daerah perikanan utama di Jawa Timur.
Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km
yang membujur sepanjang batas Selatan dan Timur Kabupaten Banyuwangi serta
dengan jumlah pulau sebanyak 10 buah. Luas wilayah Kabupaten Banyuwangi
adalah 5.782,5 km2 yang dibagi dalam 24 wilayah kecamatan, 28 kelurahan, 189
desa, 2.827 Rukun Warga (RW), dan 10.532 Rukun Tetangga (RT) (BPS Kab.
Banyuwangi, 2008).
Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0-1000 meter di atas
permukaan laut yang merupakan dataran rendah dan mempunyai lereng dengan
kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang
mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dataran
tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang
berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso, dan Jember, sedangkan
bagian Timur dan Selatan sekitar 75% merupakan dataran rendah persawahan
(Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
24

2) Keadaan iklim
Daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata
25°C-30°C. Curah hujan terjadi pada bulan November sampai April. Musim
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Setiap tahun dijumpai periode
bulan basah dan bulan kering dimana bulan basah dengan curah hujan di atas 180
mm, yaitu bulan Desember, Januari, dan Februari dengan rata-rata hari hujan 18
dan 25 hari. Bulan kering terjadi pada bulan Agustus, September, dan Oktober
dimana hari hujan pada bulan kering antara 0-5 hari per bulan. Suhu maksimum
tertinggi terjadi pada bulan November, yaitu 29,9°C dan suhu minimum terendah
terjadi pada bulan Agustus, yaitu 25,3°C (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008).
3) Keadaan penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2007 adalah
sebesar 1.669.437 jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pem-
budidaya ikan dan nelayan adalah sebanyak 27.172 jiwa atau 1,58% (Tabel 1).

Tabel 1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian sektor perikanan Kabu-


paten Banyuwangi tahun 2007
No Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Nelayan perairan umum 1.923 0,11
2 Pembudidaya ikan 5.284 0,32
3 Nelayan penangkap ikan di laut 19.965 1,20
4 Lain-lain 1.642.265 98,37
Jumlah 1.669.437 100,00
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008

Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan berada di


sepuluh kecamatan berpantai, yakni Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo,
Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Siliragung, Rogojampi, dan
Tegaldelimo. Pembudidaya tambak (payau) dan pembenihan (hatchery) berada di
delapan kecamatan, namun yang masih beroperasi hanya berada di dua
kecamatan, yaitu Wongsorejo dan Kalipuro. Pembudidayaan ikan air tawar
terdapat di hampir semua kecamatan wilayah Kabupaten Banyuwangi (Dinas
Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
25

4.1.2 Keadaan umum perikanan Kabupaten Banyuwangi


Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah potensi perikanan dan kelautan
yang meliputi wilayah laut di Selat Bali seluas 1500 mil2 dengan potensi lestari
66.000 ton per tahun dan didominasi ikan permukaan (pelagis), serta Samudera
Hindia seluas 2000 mil2 dengan potensi lestari 212.500 ton per tahun dan
didominasi ikan dasar (demersal) di samping ikan pelagis. Wilayah pesisir dan
pantai sepanjang 175 km juga dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, yang
merupakan lahan potensial bagi budidaya air payau atau tambak dan pembenihan
udang windu. Selain itu terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai
735 km yang berfungsi antara lain untuk pertanian, perikanan, dan air minum.
Beberapa sungai tersebut bermuara di Selat Bali, yaitu Sungai Lo, Sungai Setail,
Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang, dan Sungai Kempit. Selain sungai juga
terdapat tujuh waduk dengan luas mencapai 4 ha serta dua rawa yang luasnya
mencapai 1,5 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).
Selanjutnya dikatakan bahwa sesuai dengan potensi sumberdaya perikanan
yang tersedia, maka peningkatan kontribusi sub sektor Perikanan dan Kelautan di
Kabupaten Banyuwangi dilaksanakan melalui peningkatan usaha-usaha yang
meliputi usaha penangkapan di laut, budidaya air tawar, budidaya air payau, dan
penangkapan di perairan umum, serta rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu
karang. Pengembangan produksi tersebut dilakukan untuk memenuhi konsumsi
dan bahan baku industri dalam negeri, sedangkan komoditas-komoditas yang
mempunyai pasaran baik di luar negeri diarahkan untuk ekspor.
Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial
dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat
tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gillnet, pancing rawai, dan mini
purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor.
Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan teknis
penangkapan dan penggunaan beberapa jenis alat tangkap pada setiap unit
penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008).
26

Tabel 2 Perkembangan armada perikanan Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-


2007
2006 2007
No Kecamatan
PTM PMT PTM PMT
1 Muncar 121 1.074 96 1.401
2 Pesanggaran 54 596 54 596
3 Purwoharjo 45 408 45 408
4 Wongsorejo 36 411 36 411
5 Kalipuro 48 516 48 516
6 Banyuwangi 40 445 40 445
7 Kabat 17 345 17 345
8 Rogojampi 50 265 50 265
9 Tegaldlimo 30 355 30 355
Jumlah 441 4.415 416 4.742
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008

Armada perikanan Kabupaten Banyuwangi mengalami perkembangan


sebesar 6,2% pada tahun 2007, yaitu bertambah 302 unit dari tahun 2006. Jumlah
armada perikanan terbanyak terdapat pada Kecamatan Muncar. Jumlah perahu
tanpa motor (PTM) di Muncar berkurang 25 unit, sedangkan perahu motor tempel
(PMT) bertambah 327 unit. Jumlah armada untuk kecamatan lainnya di
Kabupaten Banyuwangi cenderung tetap.

Tabel 3 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007


Jenis alat tangkap
N
Kecamatan Purse Pa- Jaring Ra- Pan- Bagan Lain- Jumlah
o Sero
seine yang insang wai cing tancap lain
1 Muncar 185 44 255 181 395 129 142 617 1.948
2 Pesanggaran 4 30 162 48 337 - - - 581
3 Purwoharjo 11 22 157 35 63 - - - 288
4 Wongsorejo - 16 116 - 125 - - 154 411
5 Kalipuro - 30 80 - 315 - - 91 516
6 Banyuwangi - 24 82 - 275 - - 64 445
7 Kabat - 16 38 - 256 - - 35 345
8 Rogojampi - - 62 - 175 - - 30 267
9 Tegaldlimo - - 85 - 75 - 45 148 353
Jumlah 200 182 1.037 264 2.016 129 187 1.139 5.154
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008

Alat tangkap yang paling dominan di Kabupaten Banyuwangi adalah alat


tangkap pancing dengan jumlah 2.016 unit atau 39,1% dari jumlah keseluruhan
alat tangkap. Berdasarkan hasil wawancara, pancing merupakan alat tangkap
yang paling digemari oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi karena
27

penggunaannya yang mudah dan harganya yang relatif murah dibandingkan alat
tangkap lainnya.

Tabel 4 Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006-2007


No Kecamatan 2006 2007
1 Muncar 11.685 12.762
2 Pesanggaran 1.026 1.026
3 Purwoharjo 2.691 1.464
4 Wongsorejo 1.148 918
5 Kalipuro 357 357
6 Banyuwangi 771 192
7 Kabat 132 132
8 Rogojampi 1.602 1.602
9 Tegaldlimo 405 285
Jumlah 19.817 18.738
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008

Jumlah nelayan di Kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan mengalami


perkembangan -5,4% pada tahun 2007, yaitu berkurang sebesar 1.079 jiwa dari
tahun 2006. Berkurangnya jumlah nelayan tersebut dijelaskan oleh petugas
setempat dikarenakan berkurangnya nelayan pendatang, yaitu nelayan yang
bersifat musiman dan berasal dari daerah luar Banyuwangi seperti dari Madura.

Tabel 5 Perkembangan volume produksi hasil tangkapan Kabupaten Banyuwangi


tahun 2006-2007
2006 2007
Volume Nilai Volume Nilai
No Kecamatan
produksi produksi produksi produksi
(kg) (Rp x 1000) (kg) (Rp x 1000)
1 Muncar 58.730.442 86.017.378,5 59.884.951 82.402.023,7
2 Pesanggaran 2.572.122 4.520.367,6 1.171.200 1.705.059,3
3 Purwoharjo 408.788 325.598,0 260.432 338.910,4
4 Wongsorejo 159.794 963.758,1 151.229 994.011,0
5 Kalipuro 130.982 311.277,4 137.300 418.800,0
6 Banyuwangi 19.313 58.608,5 8.904 35.032,5
7 Kabat 31.962 190.377,8 25.739 165.111,0
8 Rogojampi 133.053 667.571,4 150.347 853.800,0
9 Tegaldlimo 17.825 105.105,0 11.275 79.085,0
Jumlah 62.204.281 93.179.042,3 61.801.431 86.988.832,9
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008
28

Nilai produksi penangkapan ikan di laut Kabupaten Banyuwangi mengalami


penurunan sebesar 6,6% atau Rp6.190.209.350. Hal tersebut seiring dengan
penurunan volume produksinya yang sebesar 0,6% atau 402.850kg. Menurut
petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, penurunan tersebut
merupakan dampak dari kenaikan harga BBM yang menyebabkan biaya
operasional melaut semakin tinggi.

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Muncar


4.2.1 Letak PPP Muncar
Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar terletak di Desa Kedungrejo,
Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Kecamatan
Muncar terletak di tepi pantai (Selat Bali) pada posisi 8°24’-8°30’ Lintang Selatan
dan 114°15’38"-114°21’5" ssBujur Timur yang memiliki teluk bernama Teluk
Pangpang, serta mempunyai panjang pantai yang mencapai 13 km dengan
pendaratan ikan sepanjang 4,5 km (UPT PPP Muncar, 2009).
Jarak PPP Muncar dengan pusat Kecamatan Muncar adalah 2 km atau
sekitar 10 menit, dengan kota kabupaten Banyuwangi sejauh 37 km dengan lama
perjalanan sekitar 1,5-2 jam, serta dengan ibukota propinsi adalah 332 km yang
dapat ditempuh antara 8-9 jam. Kecamatan Muncar mempunyai penduduk
sebanyak 132.052 jiwa dan masyarakatnya terutama dari segi struktur budaya
nelayan terdiri dari suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis (UPT PPP Muncar,
2009).
Dari total penduduk di Muncar, hanya sedikit yang memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan, yaitu 11.341 jiwa (8,59%). Selebihnya penduduk
Kecamatan Muncar bekerja di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan lain
sebagainya. Terdapat empat tempat pendaratan ikan (TPI) di PPP Muncar untuk
membantu mendaratkan ikan dan pemasarannya, yaitu TPI Kalimoro, TPI
Sampangan, TPI Tratas, dan TPI Pelabuhan (Gambar 2). Namun TPI yang masih
beroperasi hingga saat ini hanya TPI Pelabuhan dan TPI Kalimoro. Tempat
pelelangan ikan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah TPI Pelabuhan.
29

114°15'38" BT 114°20' BT

8°24' LS

Desa Sumbersewu
Kec. Srono

S
E
L
A
Desa T
Blambangan
Desa B
Tembokrejo A
L
I

PPI Kalimoro
Desa Tapanrejo PPI Sampangan
Desa
PPP Muncar
Kedungkrejo

PPI Tratas
Desa Tambakrejo Desa
Kedungringin

Desa Sumberberas

Desa
Ringin
Kec. Tegaldelimo Putih

SKALA 1:52.000

8°30' LS
114°15'38" BT 114°20' BT

Sumber: UPT PPP Muncar, 2009


Gambar 2 Peta wilayah Kecamatan Muncar tahun 2008.
30

4.2.2 Potensi perairan laut


Selat Bali memiliki potensi lestari untuk ikan pelagis yang dominan, yaitu
lemuru (Sardinella lemuru) sebesar 46.400 ton per tahun. Tingkat pengusahaan
sumberdaya perikanan dan kelautan di Selat Bali sudah dilakukan secara intensif
sehingga dinyatakan padat tangkap. Dalam pengembangan produksi penangkapan
ikan di laut, bagi daerah-daerah perairan pantai yang telah padat tangkap atau
krisis sumberdaya diupayakan untuk tidak ada penambahan usaha baru (Dinas
Perikanan dan Kelautan Banyuwangi, 2008).

4.2.3 Unit penangkapan ikan


1) Kapal/perahu penangkapan ikan
Kapal/perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu jenis kapal motor (KM), perahu motor
tempel (PMT), dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor sendiri terdiri dari
kapal motor kurang dari 5 GT, 5-10 GT, dan 10-30 GT. Jumlah armada
penangkapan ikan yang berada di PPP Muncar selama periode tahun 1999-2008
dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3.

Tabel 6 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar


tahun 1999-2008
KM
Jumlah Perkembangan
Tahun PTM PMT <5 5-10 10-30
Jumlah (unit) (%)
GT GT GT
1999 76 1.306 0 0 0 0 1.382 -
2000 48 1.284 267 334 786 1.387 2.719 96,7
2001 48 1.151 547 258 746 1.551 2.750 1,1
2002 29 1.112 533 258 198 989 2.130 -22,6
2003 48 1.208 566 253 198 1.017 2.273 6,7
2004 215 1.070 566 319 193 1.078 2.363 4,0
2005 121 1.070 566 319 185 1.070 2.261 -4,3
2006 121 1.074 566 319 189 1.074 2.269 0,4
2007 96 1.401 566 319 189 1.074 2.571 13,3
2008 96 1.401 566 319 189 1.074 2.571 0,0
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)

Jumlah kapal atau perahu perikanan yang beroperasi di PPP Muncar pada
kurun waktu 1999-2008 mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan total rata-rata
31

sebesar 10,6% per tahun. Jumlah kapal atau perahu penangkapan tersebut
didominasi oleh jenis perahu motor tempel. Perahu motor tempel lebih diminati
oleh nelayan Muncar karena dapat menempuh fishing ground yang lebih jauh
daripada perahu tanpa motor dan juga harganya yang lebih murah dibandingkan
dengan kapal motor. Selain itu keuntungan yang diperoleh juga lebih besar
dibandingkan jenis armada lainnya. Jumlah perahu yang paling sedikit jumlahnya
adalah perahu tanpa motor. Nelayan yang menggunakan perahu jenis ini biasanya
merupakan nelayan kecil atau berasal dari golongan bawah.

1600
1400
Jumlah armada (unit)

1200
1000
800
600
400
200
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun

PTM PMT KM

Gambar 3 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar


tahun 1999-2008.

Keberadaan armada kapal motor di tahun 2000 disebabkan adanya program


motorisasi dari pemerintah. Selain itu, bersamaan dengan jumlah perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel yang menurun menunjukkan bahwa nelayan-
nelayan yang mengoperasikan alat tangkap dengan menggunakan perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel beralih ke kapal motor.
Perkembangan perahu motor tempel pada periode tahun 1999-2008
berfluktuasi cukup besar terutama periode tahun 2000-2001, 2003-2004, dan
2006-2007. Pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada periode tahun 2006-2007,
yaitu 30,45% atau sebesar 327 unit, sedangkan pertumbuhan negatif terbesar
terjadi pada periode tahun 2003-2004, yaitu turun sebanyak 11,42% atau sebesar
138 unit. Penurunan jumlah perahu motor tempel pada tahun 2001 dan 2004
32

diimbangi dengan berkurangnya jumlah nelayan, sedangkan pertambahan jumlah


perahu motor tempel pada tahun 2007 diimbangi dengan bertambahnya jumlah
nelayan sekitar 9% dari 11.685 menjadi 12.762. Pada tahun 2007 jumlah perahu
motor tempel meningkat 30,93% menjadi 1.401 unit. Pada tahun yang sama
jumlah perahu tanpa motor berkurang 20,66% menjadi 96 unit, sedangkan jenis
perahu lainnya tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan
perubahan jumlah kedua perahu tersebut dapat disimpulkan bahwa nelayan
Muncar mulai beralih pada perahu motor tempel. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan pendapatan para nelayan yang mampu memiliki perahu motor
tempel.

1500
Jumlah armada (unit).

1250

1000

750

500

250

0
PTM PMT KM < 5 GT KM 5-10 GT KM 10-30 GT
Jenis kapal/perahu

Gambar 4 Jumlah kapal/perahu perikanan berdasarkan jenisnya tahun 2008.

Pada tahun 2008, jenis armada dengan jumlah terendah adalah jenis perahu
tanpa motor, yaitu sebesar 96 unit (3,7%). Hal ini dikarenakan setelah adanya
program motorisasi dari pemerintah, jumlah perahu tanpa motor menurun atau
lebih sedikit dibandingkan perahu jenis lainnya. Jenis armada dengan jumlah
tertinggi adalah perahu motor tempel, yaitu 1.401 unit (54,5%), seperti telah
dijelaskan sebelumya, karena perahu motor tempel lebih diminati oleh nelayan.
Armada jenis lainnya, yakni kapal motor <5 GT memiliki jumlah sebesar 566 unit
(22,0%), kapal motor 5-10 GT berjumlah 319 unit (12,4%) dan kapal motor 10-
30 GT sebanyak 189 unit (7,4%).
33

2) Alat tangkap
Jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan di wilayah PPP Muncar yaitu
purse seine, payang, gillnet, rawai hanyut, pancing ulur, bagan tancap, dan sero.
Perkembangan jumlah alat tangkap per jenis selama 10 tahun terakhir dapat dilihat
pada Tabel 7 dan Gambar 5.

Tabel 7 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 1999-2008


Alat penangkapan ikan Perkem-
Tahun Purse Pa- Gill- Rawai Pancing Bagan Lain- Jumlah bangan
Sero (%)*
seine yang net hanyut ulur tancap lain
1999 190 93 356 356 528 146 132 147 1.948 -
2000 190 93 102 102 528 146 132 387 1.680 -13,76
2001 190 94 102 102 305 142 138 454 1.527 -9,11
2002 190 94 102 102 304 174 149 455 1.570 2,82
2003 190 93 102 102 305 174 149 455 1.570 0,00
2004 190 93 276 102 305 174 149 455 1.744 11,08
2005 142 112 276 181 342 174 142 894 2.263 44,14
2006 166 112 276 181 442 174 142 1.017 2.510 10,91
2007 185 44 255 181 395 129 142 617 1.948 -22,39
2008 185 44 255 181 395 129 142 793 2.124 9,03
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)

Jumlah alat tangkap yang beroperasi mengalami fluktuasi setiap tahunnya


dan mengalami rata-rata perkembangan sebesar 2,41% per tahun. Jumlah alat
tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 2.510 unit, sedangkan
jumlah alat tangkap terendah terjadi pada tahun 2001, yaitu 1.527 unit.
Penurunan terbanyak jumlah alat tangkap terjadi pada tahun 2007, yaitu
turun 22,39% menjadi 1.948 unit. Secara keseluruhan, jenis alat tangkap yang
mengalami penurunan jumlah antara lain payang, gillnet, pancing ulur, dan bagan
tancap. Pada tahun yang sama jumlah alat tangkap yang mengalami pertambahan
jumlah adalah purse seine. Hal ini menunjukkan bahwa banyak nelayan di
Muncar yang beralih ke jenis alat tangkap purse seine karena lebih
menguntungkan daripada jenis alat tangkap lainnya.
34

600
500

Jumlah (unit)
400
300
200
100
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun

Pancing ulur Gill net Purse seine

Gambar 5 Perkembangan alat tangkap dominan di PPP Muncar tahun 1999-


........ 2008.

Jumlah seluruh alat tangkap yang dioperasikan di PPP Muncar pada tahun
2008 berjumlah 2.124 unit dengan didominasi oleh alat tangkap pancing ulur
sebanyak 395 unit (18,60%) disusul oleh gillnet sebanyak 255 unit (12,01%), dan
purse seine sebanyak 185 unit (8,71%). Pancing ulur memiliki jumlah terbanyak
karena harganya yang murah dibandingkan jenis alat tangkap lain. Diantara alat-
alat tangkap tersebut, purse seine, payang, dan gillnet adalah alat tangkap yang
paling produktif terutama untuk menangkap jenis ikan dominan di Muncar seperti
lemuru, layang, dan tongkol. Hal ini dapat dilihat dari jumlah hasil tangkapan
ketiga alat tangkap tersebut di PPP Muncar pada tahun 2008, yaitu jumlah hasil
tangkapan purse seine sebesar 24.795.556 kg (69,35%), payang sebesar 1.347.581
kg (3,77%) dan gillnet sebesar 539.032 kg (1,51%).

800
700
Jumlah (unit)

600
500
400
300
200
100
0
Purse seine Payang Gillnet Rawai Pancing ulur Bagan Sero Lain-lain
hanyut tancap

Jenis alat tangkap

Gambar 6 Jumlah alat tangkap per jenis di PPP Muncar tahun 2008.
35

Jenis armada purse seine termasuk ke dalam perahu motor tempel. Dalam
melakukan operasi penangkapan, nelayan purse seine menggunakan dua buah
perahu kayu yang berukuran 15-30 GT. Jenis armada gillnet menggunakan kapal
kayu dengan mesin tempel. Kapal tersebut memiliki ukuran sebesar 3-5 GT.
Fishing ground ketiga alat tangkap tersebut antara lain perairan Bomo,
Karangente, Pengambengan, Senggrong, Tanjung Pasir, Teluk Pangpang, dan
Wringin. Selain itu armada purse seine dapat beroperasi ke daerah yang lebih
jauh, yaitu di sebelah Utara seperti perairan Celukan Bawang, Jangkar, Pandean,
dan Pondokimbo. Perkembangan ketiga jenis alat tangkap dominan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 6.

3) Nelayan
Nelayan di PPP Muncar terdiri atas nelayan asli dan nelayan andon.
Nelayan asli adalah nelayan yang bertempat tinggal di sekitar Muncar dan seluruh
waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan
andon adalah nelayan pendatang yang berasal dari luar Muncar dan biasanya
bersifat sementara yang jumlahnya bertambah pada saat musim ikan. Biasanya
nelayan andon tersebut berasal dari Jawa Timur, terutama Madura, dan Bali.

Tabel 8 Jenis dan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2008


Jumlah nelayan (jiwa) Perkembangan*
Jenis nelayan
Tahun 2007 Tahun 2008 (%)
Nelayan asli 12.229 11.874 -2,90
Nelayan andon 533 383 -28,14
Jumlah 12.762 12.257 -3,96
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)

Tabel 8 di atas menunjukkan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun


2008, yaitu sebesar 12.257 jiwa. Jumlah terbanyak adalah nelayan asli, yaitu
sebesar 11.341 jiwa (92,53%), yang merupakan penduduk asli Muncar ataupun
pendatang yang telah menetap di Muncar. Nelayan sambilan berjumlah 533 jiwa
(4,35%) dan yang terakhir adalah nelayan andon yang berjumlah 383 jiwa
(3,12%). Jumlah nelayan asli di Muncar merupakan jumlah terbanyak di wilayah
36

Kabupaten Banyuwangi, yaitu sekitar 60% dari jumlah seluruh nelayan di


Kabupaten Banyuwangi.

Tabel 9 Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 1999-2008


Nelayan (jiwa)
Tahun
Jumlah Perkembangan* (%)
1999 10.516 -
2000 11.973 13,86
2001 11.818 -1,29
2002 12.251 3,66
2003 12.233 -0,15
2004 11.958 -2,25
2005 11.300 5,50
2006 11.685 3,41
2007 12.762 9,22
2008 12.257 -3,96
Sumber: UPT PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)

Perkembangan jumlah nelayan di PPP Muncar pada tahun 1999 sampai


tahun 2008 sangat berfluktuatif (Tabel 9). Jumlah nelayan di PPP Muncar selama
kurun waktu 1999-2008 cenderung meningkat dengan rata-rata perkembangan
total sebesar 1,89%. Penurunan yang terjadi pada tahun 2001 diiringi dengan
menurunnya jumlah alat tangkap.

4.2.4 Produktivitas unit penangkapan ikan


Produktivitas unit penangkapan ikan merupakan kemampuan suatu alat
tangkap untuk menangkap atau menghasilkan ikan. Menurut Depdiknas (2002),
produkstivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu atau daya
produksi.
Selain alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet, alat tangkap bagan juga
merupakan alat tangkap produktif yang menangkap ketiga jenis ikan dominan,
yaitu lemuru, layang, dan tongkol. Jumlah trip alat tangkap bagan pada tahun
2008 adalah 20 trip per bulan, sama dengan jumlah trip alat tangkap payang dan
gillnet, sedangkan jumlah trip alat tangkap purse seine adalah 19 kali trip per
bulan. Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata
37

12,1 ton per unit per bulan, payang 4,5 ton per unit per bulan, gillnet 0,4 ton per
unit per bulan, dan bagan 0,2 ton per unit per bulan.

4.2.5 Aktivitas di PPP Muncar


Aktivitas-aktivitas yang terjadi di PPP Muncar antara lain kelompok
aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan, pengolahan ikan, unit
penangkapan ikan, penyediaan kebutuhan melaut, dan pengelolaan pelabuhan
perikanan.

1) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan


(1) Pendaratan hasil tangkapan
Proses pertama yang dilakukan dalam pendaratan hasil tangkapan adalah
pembongkaran hasil tangkapan oleh anak buah kapal (ABK) masing-masing
armada penangkapan. Di saat inilah dilakukan penyortiran hasil tangkapan
berdasarkan jenis dan mutu ikan. Proses pembongkaran hasil tangkapan di PPP
Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan. Namun ada juga yang melakukan
proses tersebut di luar dermaga pelabuhan seperti di sisi luar dermaga pelabuhan,
di tepi pantai sekitar pelabuhan, atau di perairan jauh dari dermaga pelabuhan,
karena kolam pelabuhan mengalami pendangkalan akibat sedimentasi sehingga
diperlukan biaya tambahan menyewa ojek perahu untuk mengangkut hasil
tangkapan ke dermaga pelabuhan.
Hasil tangkapan didaratkan antara malam sampai pagi hari dan dilakukan
sesuai dengan keadaan terangnya bulan di perairan Muncar. Bila bulan purnama
muncul pada malam hari, maka nelayan menghentikan operasi penangkapan dan
mendaratkan hasil tangkapannya pada malam hari. Semakin pagi bulan muncul
semakin pagi pula hasil tangkapan didaratkan.
Pendaratan hasil tangkapan dilakukan oleh buruh angkut atau yang lebih
dikenal dengan sebutan manol serta para bakul atau yang lebih dikenal dengan
sebutan belantik. Para belantik tersebut membeli ikan dengan cara langsung
mendatangi palkah kapal atau menunggu di dermaga. Lamanya pendaratan
tergantung dari banyaknya hasil tangkapan, jumlah ABK yang membongkar hasil
tangkapan, dan jumlah buruh angkut, biasanya berkisar antara satu sampai dua
38

jam. Semakin banyak hasil tangkapan semakin lama pula proses pembongkaran
yang dilakukan dan semakin banyak tenaga kerja semakin cepat proses
pembongkaran dilakukan. Keranjang-keranjang bambu yang berisi hasil
tangkapan tersebut diangkut oleh para buruh ke dermaga dan langsung dinaikkan
ke truk untuk selanjutnya dibawa ke pabrik industri.
Alat bantu yang digunakan untuk membongkar dan mendaratkan hasil
tangkapan antara lain sekop, keranjang bambu yang biasa disebut kudung,
keranjang plastik, tali tambang kecil, bambu sepanjang 1,5-2 m, jembatan kayu
yang berfungsi menghubungkan kapal dengan dermaga, serta ember. Kapasitas
keranjang bambu adalah 125 kg dengan tingkat kebersihan rendah, sedangkan
kapasitas keranjang plastik adalah 60 kg dengan kondisi kebersihan sedang, dan
ember/timba berkapasitas 20 kg dengan tingkat kebersihan sedang. Kondisi
kebersihan rendah adalah kondisi dimana peralatan bantu yang digunakan tersebut
kotor, sedangkan kondisi kebersihan sedang adalah kondisi dimana peralatan
bantu yang digunakan tidak kotor namun tidak higienis karena masih tersisa
sedikit kotoran pada alat tersebut. Dalam proses pendaratan ini biasanya terdapat
alang-alang atau pengujur yang sudah menunggu di darmaga untuk meminta hasil
tangkapan atau memungut hasil tangkapan yang terjatuh.

(i) (ii)
Gambar 7 (i) Pendaratan hasil tangkapan (ii) Pengangkutan hasil tangkapan
........ kapal purse seine tahun 2009. dari kapal tahun 2009.

(2) Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan


Pelelangan di PPP Muncar tidak berjalan, sehingga pemasaran hasil
tangkapan dilakukan sendiri oleh pihak yang menjual hasil tangkapan, yaitu
39

nelayan kepada pedagang pengumpul, supplier, atau pihak industri langsung.


Biasanya nelayan juragan atau pemilik alat tangkap yang mendapat hasil
tangkapan banyak seperti pada alat tangkap purse seine, menjual hasil
tangkapannya dengan melalui pihak perantara atau pengambeg. Nelayan juragan
tersebut hanya menerima hasil penjualan ikannya dan memberi upah kepada pihak
perantara.
Pelelangan tidak berjalan karena pihak nelayan dan pihak industri yang
menolak diadakannya pelelangan disebabkan hasil tangkapan yang diperoleh
sangat banyak, terutama untuk jenis lemuru. Dengan adanya lelang menyebabkan
hasil tangkapan yang diterima pembeli mengalami penurunan mutu karena harus
antre sekian banyak untuk dilelang.

(i) (ii)
Gambar 8 (i) Penjualan ikan di TPI (ii) Penimbangan lemuru berkualitas rendah
tahun 2009. dalam keranjang di TPI tahun 2009.

Hasil tangkapan yang berjumlah banyak dapat dijual kepada pihak industri
di sekitar Muncar secara langsung ataupun melalui pihak perantara, sedangkan
hasil tangkapan yang berjumlah sedikit biasanya dijual kepada para bakul/belantik
yang sudah menunggu di dermaga dan TPI saat hasil tangkapan didaratkan.
Pedagang kecil/belantik yang menunggu di dermaga menjual hasil tangkapan
langsung ke pabrik tanpa perantara atau menjual hasil tangkapan ke pedagang
besar/pengumpul. Pada umumnya nelayan memiliki hubungan khusus dengan
belantik atau pengusaha industri, yaitu belantik/pedagang ikan atau pengusaha
industri olahan ikan memberi uang yang dikenal dengan cegatan atau ambaan
kepada nelayan sebelum melaut. Besarnya cegatan yang dibayarkan berbeda-
40

beda, tergantung kemampuan belantik dan pemilik industri serta ukuran kapal atau
keahlian nelayan dalam mendapatkan ikan. Cegatan atau ambaan ini dilakukan
agar hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak yang membayar cegatan dan
tidak dijual kepada pedagang lain. Hasil wawancara dengan pedagang besar
adalah cegatan sebesar Rp50-75 juta untuk perahu besar dengan peralatan baik
dan Rp5 juta untuk perahu kecil. Sedangkan pedagang kecil memperoleh hasil
tangkapan dari kapal-kapal besar dengan membayar cegatan atau ambaan kepada
nelayan sebesar Rp500.000,00.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pedagang ikan atau belantik di
PPP Muncar, cukup banyak kendala yang ada dalam pemasaran, antara lain
pembayaran dari pihak pabrik yang seringkali terlambat, ikan tidak habis terjual
pada saat musim ikan karena kebutuhan pabrik sudah dipenuhi oleh pedagang
ikan lainnya, ikan yang tidak habis terjual pada hari ikan didaratkan dibiarkan
begitu saja sehingga mengalami penurunan mutu dan harga bila dijual keesokan
harinya. Namun sebagian pedagang lebih memilih menjual ikan di hari yang
sama pada saat ikan didaratkan dan ikan yang mutunya turun dijual ke industri
penepungan dengan harga rendah, yaitu dari Rp3.000,00 per kilogram menjadi
Rp1.500,00 per kilogram atau berkurang hingga 50%. Selain itu ikan yang dijual
ke pabrik ditimbang kembali dan dipotong 5-7% sebagai pengganti berat air. Ada
pula harga ikan yang dipotong oleh pihak industri Rp100,00 per kilogram untuk
berat es. Bagi pedagang yang memperoleh ikan dari nelayan dan langsung
menjual ikan dagangannya kepada konsumen, kendala dalam pemasaran adalah
letak pasar yang cukup jauh sehingga memerlukan biaya transportasi, yaitu bahan
bakar untuk sepeda motor pribadi, serta diperlukan es lebih banyak.
(3) Pendistribusian hasil tangkapan
Proses distribusi dimulai dari hasil tangkapan yang telah disortir didaratkan
ke dermaga dan dibawa ke tempat pembeli yang telah menunggu di sekitar
dermaga atau di TPI. Hasil tangkapan yang diperjualbelikan di dermaga tidak
ditimbang terlebih dahulu, tetapi beratnya diketahui dari ukuran wadah yang
sudah biasa dipakai, yaitu timba/ember cat yang berkapasitas 20 kg dan keranjang
bambu/kudung yang berkapasitas 100-125 kg. Sebaliknya pedagang yang berada
di TPI melakukan penimbangan hasil tangkapan yang telah dibeli dari beberapa
41

nelayan dan pedagang kecil dengan timbangan milik mereka sendiri. Kemudian
dilakukan transaksi penjualan dengan harga yang sesuai dengan mutu ikan. Ikan
yang telah selesai diperdagangkan dibawa ke tempat industri.
Sebelum keluar dari pelabuhan, ikan yang diangkut tersebut dicatat oleh
petugas TPI di dua pos yang tersebar di pintu keluar bagi kendaraan pengangkut
tersebut bila akan keluar pelabuhan. Jumlah retribusi untuk ikan yang berjumlah
minimal sekitar 10 kwintal dan diangkut dengan menggunakan truk atau beberapa
becak motor, ditentukan dengan cara melihat jenis ikan dan menghitung jumlah
keranjang atau kudung yang diangkut tersebut. Selanjutnya dilakukan pencatatan
data pemilik alat tangkap, jenis ikan, dan jumlah ikan. Pemilik dari alat tangkap
atau nelayan juragan tersebut dapat diketahui dengan cara melihat tanda atau ciri-
ciri yang terdapat di bagian luar keranjang, biasanya berupa gambar, tulisan, atau
warna cat. Maka petugas TPI harus hapal dengan tanda kepemilikan tersebut agar
penagihan uang retribusi tidak tertukar dengan nelayan juragan lainnya.
Kesepakatan yang terjalin diantara nelayan dan petugas TPI dalam penarikan
retribusi bahwa satu keranjang yang kapasitasnya penuh atau 100-125 kg
dianggap berisi 80 kg. Dengan demikian didapat jumlah hasil tangkapan yang
dikenakan retribusi sebesar jumlah keranjang penuh dikalikan dengan 80 kg.
Keranjang yang berisi ¾ ikan dihitung 60 kg, ½ keranjang dihitung sebanyak 40
kg, dan ¼ keranjang dihitung sebanyak 20 kg. Selanjutnya petugas TPI menagih
uang retribusi sebesar 2% dengan cara mendatangi kediaman para nelayan juragan
satu per satu. Hasil tangkapan yang berjumlah sedikit dan diangkut dengan
menggunakan becak, becak motor, atau sepeda motor, besarnya retribusi
ditentukan dengan cara mengambil hasil tangkapan sebanyak satu sampai dua
buah piring per keranjang. Ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan dan dijual
dengan harga yang layak. Hasil penjualan tersebutlah yang akan menjadi nilai
retribusi.
Cara pengambilan retribusi dengan menggunakan piring tersebut dapat
merusak hasil tangkapan karena benturan yang terjadi antara piring dengan ikan.
Untuk mengurangi kerusakan fisik pada ikan seharusnya ikan yang diambil untuk
retribusi sudah dipisahkan oleh nelayan, atau petugas TPI hanya mengambil ikan
retribusi dari satu wadah saja dan tidak mengambil ikan pada setiap wadah.
42

(i) (ii)
Gambar 9 (i) Alat timbangan milik pedagang (ii) Becak angkut
di TPI tahun 2009. tahun 2009.

(4) Penanganan ikan


Penanganan ikan dilakukan sejak ikan ditangkap dengan cara disimpan di
dalam palkah kapal dan diberi es. Sebelum terisi oleh hasil tangkapan, palkah
dijadikan tempat untuk menyimpan es sejak dilakukan persiapan perbekalan.
Pada kapal purse seine terdapat 6 palkah untuk menyimpan es atau hasil
tangkapan. Palkah-palkah tersebut diberi nomor secara berurut. Pengisian palkah
dilakukan secara berurut dari nomor satu dan seterusnya. Fungsi dari tindakan ini
adalah agar mutu hasil tangkapan tidak tercampur pada setiap tahap penangkapan.
Semakin akhir hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan, tentu mutunya
lebih bagus dibandingkan mutu hasil tangkapan pada operasi penangkapan
pertama kali apabila tidak diberi penanganan yang baik.
Saat hasil tangkapan didaratkan, penanganan ikan dilakukan hanya dengan
menambah es bila dianggap perlu atau bila es sudah mencair. Hal tersebut hanya
dilakukan oleh pedagang. Supplier atau perantara tidak melakukan penanganan
khusus pada hasil tangkapan tersebut, tetapi hanya dengan segera mengantarkan
hasil tangkapan ke industri begitu pendaratan selesai dilakukan.
Hasil tangkapan cenderung diperlakukan dengan tidak hati-hati sehingga
menyebabkan ikan rusak. Selain itu terdapat kesalahan dalam hal penanganan
ikan yang dilakukan oleh pedagang, seperti menambahkan air kolam pelabuhan ke
dalam wadah hasil tangkapan, membolak-balik atau mengaduk-aduk hasil
tangkapan di dalam wadah, memindahkan hasil tangkapan dari wadah yang satu
43

ke wadah yang lainnya dengan tidak hati-hati atau sedikit dibanting, menyeret
hasil tangkapan yang berukuran besar, dan lain sebagainya.
Pada beberapa nelayan bagan, penanganan hasil tangkapan dilakukan
dengan cara membiarkan hasil tangkapan untuk tetap hidup di dalam jaring yang
masih mengapung di perairan pada saat hauling terakhir. Hasil tangkapan
tersebut baru diangkat saat akan kembali menuju fishing base, sedangkan yang
dilakukan nelayan gillnet dalam mempertahankan mutu hasil tangkapannya adalah
dengan cara menambahkan air laut ke dalam box hasil tangkapan.

2) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan


Aktivitas yang termasuk kelompok ini adalah pembekuan ikan dan
pengolahan ikan. Kedua aktivitas tersebut tidak dilakukan oleh pihak pelabuhan,
tetapi dilakukan oleh pihak industri. Aktivitas pembekuan ikan dilakukan oleh
industri yang berlokasi di luar pelabuhan, sedangkan aktivitas pengolahan ikan
dilakukan oleh industri baik yang berlokasi di dalam pelabuhan, yaitu industri
ubur-ubur dan pengasinan, maupun industri yang berlokasi di luar pelabuhan,
seperti industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, penepungan, dan terasi,
yang berjarak paling dekat 20 meter dari gerbang pelabuhan.

3) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan


(1) Tambat
Tambat di PPP Muncar dilakukan di dermaga pelabuhan, di dermaga sisi
luar pelabuhan, di tepi pantai sekitar pelabuhan, dan di luar kolam pelabuhan.
Kapal yang ditambatkan di luar dermaga pelabuhan dikarenakan kolam pelabuhan
yang dangkal sehingga untuk kapal motor tempel yang berukuran besar tidak
dapat bertambat labuh di dalam kolam pelabuhan. Nelayan menambatkan
kapalnya antara lain pada bollard, tiang listrik di dermaga, batu besar pada
breakwater, dan pasak di tepi pantai.
(2) Perbaikan kapal dan mesin
Perbaikan kapal biasanya dilakukan di area kolam pelabuhan. Namun ada
juga perahu-perahu kecil yang diperbaiki di tepi pantai. Perbaikan mesin dapat
dilakukan di bengkel pelabuhan.
44

(3) Pembuatan kapal


Proses pembuatan kapal dilakukan di lahan dock yang terletak di sebelah
pom bensin pelabuhan. Dock tersebut hanya berfungsi sebagai tempat pembuatan
kapal, bukan tempat untuk memperbaiki kapal. Lahan dock tersebut dapat
menampung tiga buah kapal berukuran 30 GT. Lahan sekitar dock yang tidak
terpakai digunakan sebagai tempat parkir truk.
(4) Perbaikan alat tangkap
Perbaikan alat tangkap dapat dilakukan di sebelah kantor UPT pelabuhan
dan di TPI. Biasanya alat tangkap yang diperbaiki di TPI ini adalah jenis alat
tangkap purse seine. Sebelum diperbaiki, nelayan memeriksa keadaan alat
tangkap apakah ada kerusakan atau tidak pada saat pendaratan hasil tangkapan.
Alat tangkap tersebut dipindahkan dari perahu sedikit demi sedikit ke atas truk
dan dari atas truk sudah menunggu beberapa orang nelayan yang memeriksa
keadaan jaring sambil menyusun jaring tersebut. Perahu disandarkan dengan sisi
lambung perahu menyentuh dermaga dan truk diparkir sejajar dengan perahu di
tepi dermaga untuk mempermudah proses perpindahan alat tangkap.

Gambar 10 Pemindahan alat tangkap purse seine tahun 2009.

4) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut


(1) Penyediaan air
Air bersih di PPP Muncar diperoleh dengan menggunakan enam unit alat
pompa yang pengadaannya dilakukan secara berangsur sejak tahun 1997.
Sebelumnya, yaitu pada tahun 1994 sudah ada pengadaan alat pompa air laut yang
45

berjumlah dua unit dan menara air, namun alat tersebut sudah rusak. air bersih
yang digunakan di TPI bersumber dari PDAM, sedangkan air bersih yang
digunakan nelayan untuk perbekalan melaut dibeli di mushola pelabuhan atau di
pabrik sekitar pelabuhan dengan menggunakan dirigen seharga Rp1.000,00 per
becak. Biaya tersebut masuk ke kas mushola atau pabrik untuk membayar listrik.
(2) Penyediaan es
Penyediaan es untuk kebutuhan melaut dilakukan oleh pihak KUD, swasta,
dan pemerintah. KUD memiliki pabrik es yang terletak di luar pelabuhan yang
berjarak sekitar 300 meter dari pelabuhan, sedangkan lima pabrik es milik swasta
terletak di Kecamatan Muncar, serta pabrik es milik pemerintah yang terletak di
luar Kecamatan Muncar. Terdapat sebuah bangunan kecil di dalam area
pelabuhan yang merupakan milik pengecer dan digunakan sebagai tempat
penjualan dan penyimpanan atau persediaan es untuk sementara waktu sebelum es
dijual kepada nelayan. Ada pula es yang diangkut dengan menggunakan truk dan
selanjutnya langsung dibawa ke perahu.
Harga es per balok adalah Rp5.500,00 untuk pelanggan tetap, sedangkan
harga bagi pembeli yang tidak berlangganan adalah Rp6.000,00 per balok.
Besarnya kebutuhan es pada saat musim ikan dapat mencapai 7.000 balok per
hari, namun bila sedang tidak musim ikan bisa saja tidak ada satu pun balok yang
diperlukan karena tidak ada nelayan yang melaut.

Gambar 11 Pengangkutan es dengan truk tahun 2009.

(3) Penyediaan BBM


Di dalam PPP Muncar terdapat pom bensin milik Pertamina yang terletak di
bagian utara pelabuhan. Harga solar adalah Rp4.500,00 per liter untuk pembelian
46

secara tunai, sedangkan harga untuk pembelian dengan hutang adalah Rp5.000,00
per liter. Satu unit tangki BBM berkapasitas 50.000 liter dapat digunakan oleh
pengguna pelabuhan, sedangkan persedian solar yang diberikan kepada nelayan
berkisar antara 600-700 ton per hari. Jumlah ini tentu saja tidak mencukupi
kebutuhan seluruh nelayan Muncar untuk melaut, oleh karena itu nelayan
membeli solar ke dua pom bensin yang terletak di Kecamatan Muncar.
(4) Penyediaan kebutuhan konsumsi
Jenis trip yang biasa dilakukan oleh nelayan di PPP Muncar adalah one day
fishing, sehingga tidak memerlukan konsumsi khusus untuk perbekalan melaut
dan nelayan menyiapkan persediaan makanan masing-masing. Namun di area
pelabuhan juga banyak terdapat warung makanan dan perbekalan yang dapat
digunakan nelayan dan pengunjung.

5) Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan


perikanan
(1) Pengelola fasilitas non komersial (UPT)
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1990 yang
menetapkan Pangkalan Pendaratan Ikan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
Dinas Perikanan Daerah, maka dibentuk suatu organisasi pengelola yang diberi
nama Badan Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI). Selanjutnya
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
12/MK/2004, Muncar ditingkatkan statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) (UPT PPP Muncar, 2009).
Tugas pokok UPT Pelabuhan Perikanan Pantai adalah sebagai berikut:
 Melaksanakan teknis pengelolaan PPP, memberikan bimbingan dan
pembinaan kepada nelayan atau bakul, pengolah hasil perikanan, serta
menyusun statistik dengan petunjuk dan kebijaksanaan yang diberikan oleh
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Melaksanakan kegiatan PPP sesuai dengan uraian tugas dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
47

 Melaksanakan pengamanan, pengawasan, dan pengendalian teknis atas


pelaksanaan tugas dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur.
Jumlah pegawai yang bekerja di UPT pada tahun 2008 adalah sebanyak 15
orang. Sebagian besar pegawai yang bekerja tersebut menempuh pendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederajat, yaitu berjumlah 9 orang.
Dari keseluruhan karyawan, 3 orang memiliki latar belakang pendidikan Strata 1
(S1), 2 orang diantaranya berasal dari jurusan perikanan, sedangkan 1 orang
lainnya berasal dari jurusan pertanian. Selanjutnya 1 orang berlatar belakang
pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan 2 orang berpendidikan
Sekolah Dasar (SD). Struktur organisasi PPP terdiri dari tiga unsur, antara lain
unsur pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas sebagai Kepala Pelabuhan
Perikanan Pantai; unsur pembantu pemimpin, yaitu seseorang yang diserahi tugas
sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang bertanggungjawab kepada Kepala
PPP; dan unsur pelaksana, yaitu beberapa orang yang diserahi tugas sebagai
Kepala Seksi, diantaranya Kepala Seksi Kenelayanan, Seksi Pengusahaan Jasa,
dan Kepala Seksi Sarana, bertanggung jawab kepada Kepala PPP.
Struktur organisasi UPT PPP Muncar dapat dilihat pada Gambar 12.

Kepala Dinas Perikanan


dan Kelautan

Kepala Pelabuhan

Sub Bagian
Tata Usaha

Seksi Kenelayanan Seksi Pengusahaan Jasa Seksi Sarana

Sumber: UPT PPP Muncar, 2009


Gambar 12 Struktur organisasi UPT PPP Muncar tahun 2008.
48

Kegiatan operasional yang dilakukan oleh UPT, yaitu:


1) Kegiatan penarikan pas masuk dan parkir
Kegiatan penarikan pas masuk dilakukan di pos jaga gerbang pelabuhan.
Penarikan pas masuk tersebut meliputi pas masuk untuk orang, sepeda, becak,
kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat atau lebih. Sesuai dengan kondisi
PPP Muncar yang terletak di antara dua dusun, yaitu Dusun Sampangan dan
Dusun Kalimati, maka penarikan pas masuk dapat dilakukan apabila yang
bersangkutan membawa ikan baik terhadap masyarakat luar atau pun masyarakat
yang bersangkutan. Kendaraan roda empat dengan tujuan rekreasi, sales dan
study tour dapat dipungut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan
penarikan parkir meliputi parkir untuk kendaraan roda empat atau lebih (truk ikan)
dan sepeda nelayan yang dititipkan ketika sedang melaut. Biaya untuk truk satu
kali masuk adalah Rp1.500,00, untuk bus dan kendaraan roda 4 adalah Rp1.000,
sedangkan untuk sepeda, becak, dan motor dikenakan biaya Rp500,00.
2) Kegiatan penarikan tambat labuh
Kegiatan penarikan tambat labuh diberlakukan dua kelas tertentu, yaitu
kapal berukuran 10-20 GT dan >20 GT. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan
dengan melakukan penarikan biaya secara door to door saat nelayan sedang tidak
melaut, biasanya pada saat terang bulan. Besarnya biaya adalah sebesar
Rp20.000,00 untuk kapal 10-20 GT dan Rp50.000 untuk kapal >20 GT.
3) Kegiatan penarikan sewa lahan dan gedung
Kegiatan penarikan sewa lahan dilakukan terhadap lahan industri di dalam
pelabuhan dan lahan docking. Kegiatan sewa gedung dilakukan terhadap pemakai
gedung pemerintah di PPP kecuali yang dipergunakan oleh instansi terkait, Sat
POL AIR, KUD Mino Blambangan, Petugas Syahbandar, Balai Pengobatan, dan
Mushola. Biaya sewa lahan yang diberlakukan adalah sebesar Rp3.000 per m2 per
bulan, sedangkan untuk sewa gedung adalah Rp10.000 per m2 dan Rp2.500 per
m2 untuk penyewaan gedung tanpa pemakaian listrik dan air. Bila gedung
digunakan untuk acara sosial maka biaya sewa ditiadakan dan hanya perlu
membayar biaya kebersihan sebesar Rp50.000.
49

4) Kegiatan penarikan jasa terhadap penggunaan alat


Kegiatan penarikan jasa ini dilakukan bila terdapat peralatan PPP yang
disewakan, misalnya box untuk menyimpan hasil tangkapan dan alat-alat
perbaikan mesin, serta mesin pompa. Harga sewa box adalah Rp750 per buah per
hari, sedangkan alat perbaikan mesin kapal dan mesin pompa adalah Rp5.000 per
bulan.
5) Kegiatan penarikan lain-lain
Kegiatan lain-lain yang dikenakan fee adalah penjualan es batu yang masuk
ke pelabuhan. Biaya yang diberlakukan adalah Rp50 per balok es yang dibayar
oleh pihak pabrik es.

(2) Pengelola TPI


Penyelenggaraan pelelangan ikan diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Banyuwangi Nomor 32 Tahun 2003. Maksud dari penyelenggaraan pelelangan
ikan, yaitu mendapatkan kepastian hukum, dan stabilitas harga yang layak bagi
nelayan atau petani ikan maupun konsumen. Selain itu maksud dari
penyelenggaraan pelelangan ikan adalah sebagai sarana pengumpulan data
statistik perikanan dan sebagai pusat pembinaan nelayan atau petani ikan. Tujuan
dari penyelenggaraan pelelangan ikan antara lain peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan nelayan atau petani ikan, peningkatan pengetahuan dan kemampuan
nelayan atau petani ikan, pemberdayaan masyarakat nelayan atau petani ikan,
serta peningkatan PAD.
Ketentuan pidana untuk pelanggaran terhadap pasal 2, 4, 5, 7, dan 10 Perda
32 Tahun 2003, yaitu dikenakan pidana kurungan paling lama enam bulan atau
denda paling banyak lima juta rupiah (Dinas Perikanan dan Kelautan
Banyuwangi, 2008). Rincian pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 2: Maksud dan tujuan
Pasal 4: (1) Semua ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual secara lelang di TPI.
(2) Penjualan secara dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dapat diberlakukan
juga terhadap hasil budidaya petani ikan.
(3) Pengecualian terhadap ketentuan dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
hanya dilakukan atas izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
50

Pasal 5: Penyelenggara pelelangan ikan harus menolak untuk menjual ikan yang
ternyata beracun dan berbahaya.
Pasal 7: (1) Untuk menyelenggarakan pelelangan ikan, penyelenggaraan lelang
harus mendapat izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Izin dimaksud pada ayat (1) pasal ini diberikan atas permohonan
penyelenggara pelelangan ikan.
Pasal 10: (1) Penyelenggara pelelangan ikan wajib melaporkan kepada Bupati
atau pejabat yang ditunjuk mengenai pelaksanaan tugasnya, baik
teknis maupun administratif.
(2) Tata cara dan bentuk laporan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 33 Tahun
2003 tentang retribusi pelelangan ikan di Kabupaten Banyuwangi, retribusi TPI
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan dan atau
penyediaan Tempat Pelelangan Ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Wajib retribusi TPI adalah orang pribadi atau badan yang mendapat jasa
pelayanan dan atau jasa tempat pelelangan ikan. Obyek retribusi adalah
pelayanan penyediaan pelelangan ikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Subjek retribusi adalah orang atau badan yang menggunakan fasilitas berupa
tempat pelelangan ikan.
Prinsip dan sasaran penetapan struktur serta besarnya tarif retribusi
didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak dan pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien berorientasi
pada harga pasar. Berdasarkan Perda No.33 Tahun 2003 dan SK. Bupati No.28
Tahun 2004, besarnya tarif retribusi ditetapkan 4% dari harga transaksi penjualan
hasil lelang pada saat itu, dengan rincian 2% dipungut dari nelayan atau petani
ikan atau penjual dan 2% dipungut dari pedagang atau bakul atau pembeli.
Rincian penggunaan hasil retribusi adalah 50% untuk Pemerintah
Kabupaten (disetor ke kas daerah) dan 50% untuk penyelenggaraan,
pemeliharaan, dan pembinaan pelelangan ikan. Rincian penggunaan hasil
retribusi dari TPI milik propinsi diatur menurut kesepakatan kedua belah pihak
(Pemkab dan Pemprop).
51

Selanjutnya dikatakan bahwa biaya penyelenggaraan, pemeliharaan, dan


pembinaan pelelangan ikan sebesar 50% dimaksud setelah dijadikan 100%
penggunaannya diatur sebagai berikut:
1) 50% untuk biaya penggajian karyawan penyelenggara lelang
2) 10% untuk biaya ongkos kantor, dengan rincian:
(1) 5% untuk biaya pengadaan alat tulis kantor, pembayaran langganan
listrik, telepon, dan air, serta biaya pengadaan perlengkapan kerja dan
biaya perjalanan;
(2) 5% untuk biaya perawatan gedung, kebersihan, keindahan, dan
keamanan TPI, serta biaya biaya timbal balik jasa pemanfaatan
fasilitas TPI;
3) 20% untuk biaya kesejahteraan nelayan/petani ikan dan keluarganya,
meliputi biaya kematian, bantuan biaya kecelakaan, bantuan saat paceklik,
biaya pendidikan anak nelayan/petani ikan, dan biaya kesehatan;
4) 5% untuk keuntungan bagi penyelenggara pelelangan ikan;
5) 10% untuk biaya pembinaan dan bimbingan nelayan; serta
6) 5% untuk biaya pembinaan dan bimbingan penyelenggaraan pelelangan
ikan.

4.2.6 Fasilitas PPP Muncar


Fasilitas yang terdapat di PPP Muncar terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas
fungsional, dan fasilitas penunjang.
1) Fasilitas pokok
(1) Lahan pelabuhan
Lahan PPP Muncar seluas 55000 m2 merupakan lahan yang terdiri dari
13800 m2 PPI lama dan 41200 m2 tambahan lahan dari hasil reklamasi masing-
masing tahun 1965 dan 1994. Penggunaan lahan oleh para pemilik industri di
dalam area pelabuhan dilakukan dengan cara menyewa lahan kepada pihak
pengelola pelabuhan. Di wilayah yang terpisah dari pelabuhan, terdapat sebuah
TPI yang bernama TPI Kalimoro yang merupakan hasil reklamasi dengan luas
1525 m2. Lahan yang digunakan oleh para pemilik industri di dalam pelabuhan,
52

yaitu pengasin dan pengolah ubur-ubur, dikenakan biaya sewa yang dibayarkan
kepada pengelola pelabuhan.

(i) (ii)
Gambar 13 (i) dan (ii) Lahan penjemuran ikan tahun 2009.

(2) Dermaga
Dermaga di PPP Muncar memiliki luas sebesar 6193 m2. Selain itu terdapat
jetty atau pier, yaitu tipe dermaga yang letaknya lebih menonjol ke laut dan
biasanya dibangun untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan serta kedua
sisinya yang dapat digunakan kapal untuk bertambat (Lubis et al., 2010). Luas
jetty/pier tersebut adalah 800 m2. Selain di dermaga, nelayan biasa menambatkan
perahu yang berukuran kecil di sepanjang pantai sebelah utara pelabuhan.
Fasilitas di dermaga yang digunakan untuk tambat adalah bollard yang terbuat
dari kayu dan beton, serta tiang listrik. Cara kapal merapat di dermaga PPP
Muncar adalah memanjang dimana sisi kapal sejajar dengan dermaga, cara tegak
dimana haluan kapal menempel pada dermaga, dan cara miring dimana sisi depan
kapal yang menempel pada dermaga. Keadaan dermaga di malam hari cukup
gelap karena fasilitas lampunya sudah rusak, hanya beberapa saja yang masih bisa
digunakan. Proses pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan
di malam hari tidak diterangi oleh lampu dermaga, melainkan dari lampu perahu
yang melakukan pembongkaran, sedangkan untuk distribusi ikan dari dermaga
sampai ke luar pelabuhan diterangi oleh lampu kendaraan.
53

(i) (ii)
Gambar 14 Dermaga (i) di sebelah Barat, (ii) jetty/pier di sebelah Timur, tahun
2009.

(3) Kolam pelabuhan


Kolam pelabuhan di PPP Muncar memiliki luas sebesar 19751 m2. Saat
penelitian dilakukan, kolam tersebut tidak berfungsi secara optiimal karena terjadi
pendangkalan di sebagian wilayah kolam, sehingga hanya kapal-kapal atau
perahu-perahu berukuran kecil yang dapat bertambat labuh di dalam kolam
pelabuhan. Kapal-kapal berukuran besar (KM 10-30 GT) biasanya bertambat
labuh di bagian tepi alur pelayaran atau ditambatkan di luar kolam pelabuhan
dengan menggunakan jangkar.

(i) (ii)
Gambar 15 (i) Pendangkalan kolam (ii) Kapal bertambat di luar kolam
pelabuhan tahun 2009. tahun 2009.

(4) Breakwater
Breakwater atau penahan gelombang di PPP Muncar memiliki panjang total
sebesar 170 meter yang terdiri dari breakwater di sisi kanan sepanjang 100 meter
dan sisi kiri sepanjang 70 meter. Ditinjau dari bentuk bangunannya, breakwater
54

di PPP Muncar termasuk tipe breakwater timbunan, yaitu breakwater yang


disusun dari lapisan batu pecah yang ditempatkan secara tidak beraturan.

Gambar 16 Breakwater tipe timbunan tahun 2009.

(5) Turap atau revetment


Turap atau revetment yang dimiliki PPP Muncar memiliki luas 500 m2.
Turap atau plengsengan tersebut berfungsi sebagai penahan tekanan air dan
menahan tanah agar tidak longsor.
(6) Jalan komplek pelabuhan
Panjang jalan komplek dalam area pelabuhan mencapai 560 m dengan lebar
bervariasi mulai dari 4 m sampai 7 m. Jalan tersebut terbuat dari konstruksi beton
sehingga memudahkan lalu-lintas dalam pendistribusian hasil tangkapan dan
pengoperasian pelabuhan.

2) Fasilitas Fungsional
(1) Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Gedung TPI milik PPP Muncar ada tiga, yaitu TPI Pelabuhan seluas 1450
m2, TPI Kalimoro seluas 200 m2, dan TPI Tratas seluas 200 m2. TPI Pelabuhan
dan TPI Kalimoro masih beroperasi sampai sekarang, sedangkan TPI Tratas sudah
tidak beroperasi lagi.
(2) Kantor administrasi pelabuhan
Kantor administrasi pelabuhan terdiri dari kantor UPT PPP Muncar, kantor
KUD Mino, kantor BRI, kantor resort perikanan, kantor LPPMHP, dan
syahbandar. Kantor KUD Mino dan kantor BRI memiliki luas masing-masing
34,5 m2 dan 62 m2.
55

(3) Menara air dan instalasi


PPP Muncar memiliki satu unit menara air berkapasitas 35 m3 dan dua unit
pompa air laut, namun sayangnya menara dan kedua unit pompa tersebut dalam
keadaan rusak. Pompa air laut berada di dalam rumah pompa seluas 30 m2 yang
berjumlah 2 unit. Sumber air bersih yang bisa diperoleh di pelabuhan saat ini
dengan menggunakan empat unit mesin pompa air, satu unit pompa air merek
Honda, dan tiga unit jet pump. Pada TPI, air bersih yang digunakan bersumber
dari PDAM.
(4) Tangki BBM
Terdapat satu unit tangki BBM berkapasitas 50.000 liter. Tangki tersebut
masih berfungsi sampai sekarang. Selain itu terdapat 1 unit rumah tangki BBM
seluas 50 m2.
(5) Listrik dan instalasi
Sumber listrik di PPP Muncar bersumber dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Tersedia dua unit genzet untuk mengantisipasi listrik yang padam.
Genzet tersebut disimpan dalam rumah genzet seluas 36 m2 yang berjumlah 1
unit.
(6) Bengkel
Satu buah unit perbengkelan seluas 110 m2 dibangun di dekat kantor
pelabuhan. Bengkel tersebut masih dapat digunakan walaupun terdapat beberapa
kerusakan pada langit-langit bangunan.

Gambar 17 Perbengkelan di PPP Muncar tahun 2009.


56

(7) Sarana komunikasi


Sarana komunikasi yang dimiliki PPP Muncar antara lain satu unit alat
komunikasi SSB (Single Side Band) dan telepon. SSB dan telepon tersebut masih
dapat berfungsi dengan baik dan terletak di dalam kantor pelabuhan untuk
digunakan oleh para pegawai pelabuhan.
(8) Gedung peralatan
Gedung peralatan dengan luas 300 m2 berjumlah 1 unit terletak di sebelah
TPI Pelabuhan. Selain itu juga terdapat gedung tempat keranjang yang berjumlah
10 unit seluas 56 m2.
(9) Slipway
Slipway yang dimiliki PPP Muncar berjumlah 3 unit dengan luas 360 m2.
Slipway tersebut dalam kondisi kurang baik karena terdapat kerusakan di
permukaan slipway, namun slipway tersebut masih dapat digunakan untuk
menurunkan kapal dari lahan tempat pembuatan kapal.
(10) Pabrik es
Pabrik es yang memenuhi kebutuhan es bagi nelayan untuk melaut terletak
di luar pelabuhan. Terdapat sebuah bangunan kecil dalam pelabuhan yang disewa
oleh pengecer es untuk menyediakan es bagi nelayan agar lebih mudah dan dekat
dalam pendistribusian. Bangunan berjumlah satu unit tersebut berkapasitas 60 ton
per hari dan terletak di dekat dermaga sebelah timur (jetty).
(11) Pagar keliling
Pagar keliling yang ada di PPP Muncar berada dalam kondisi rusak, bahkan
sebagian kecil telah hilang dan tidak terpasang dengan tegak. Pagar tersebut
memiliki panjang 710 m.
(12) Jembatan penghubung desa
Terdapat satu unit jembatan seluas 82 m2 di PPP Muncar. Jembatan
tersebut menghubungkan PPP Muncar dengan Desa Kalimati yang merupakan
desa tempat tinggal nelayan, bakul, dan pengolah ikan. Jembatan terbuat dari
bambu dan hanya bisa dilewati oleh orang, sepeda, becak, gerobak, dan sepeda
motor. Pihak yang melewati jembatan tersebut tidak dipungut bayaran, sehingga
siapa saja bebas keluar masuk pelabuhan dengan atau tanpa membawa hasil
tangkapan.
57

(13) Alat bantu navigasi


Alat bantu navigasi di PPP Muncar adalah dua buah rambu navigasi
berwarna hijau berbentuk kerucut dan warna merah berbentuk tabung yang
digunakan sebagai tanda alur keluar masuk kolam pelabuhan pada bagian ujung
breakwater.

3) Fasilitas penunjang
(1) Rumah dinas
Fasilitas rumah dinas PPP Muncar terdiri dari dua unit rumah dinas masing-
masing seluas 122 m2. Selain itu terdapat rumah nelayan yang berjumlah satu unit
seluas 42 m2. Rumah nelayan tersebut digunakan untuk polairud. Di wilayah
pelabuhan juga terdapat rumah dinas LPPMHP dan guest house yang terletak di
dekat kantor LPPMHP. Seluruh rumah dinas tersebut masih dapat dipergunakan
dan dalam kondisi baik.
(2) Gedung aula
Aula yang dimiliki PPP Muncar berjumlah satu unit dengan luas 104,5 m2.
Aula tersebut digunakan sebagai barak nelayan. Selanjutnya terdapat satu unit
kantor PPP aula gedung serba guna, yang memiliki luas 1.450 m2.
(3) Balai kesehatan
Balai kesehatan di PPP Muncar berjumlah satu unit dan memiliki luas 154
2
m . Kondisi bangunan balai kesehatan ini cukup baik dan masih dapat beroperasi
sampai saat ini, namun balai kesehatan tersebut jarang dimanfaatkan oleh
penduduk sekitar karena penduduk lebih memilih pergi ke dokter, rumah sakit,
atau ke puskesmas yang fasilitasnya lebih lengkap.
(4) Mushola
PPP Muncar memiliki fasilitas mushola seluas 56 m2 yang berjumlah 1 unit.
Mushola tersebut sering digunakan oleh nelayan sebagai tempat memperoleh air
bersih untuk kebutuhan melaut. Mushola tersebut terletak di depan guest house
dekat gerbang pelabuhan.
(5) Pos keamanan
Pos keamanan atau pos jaga di PPP Muncar berjumlah satu unit yang
terletak di gerbang/pintu masuk pelabuhan. Luas pos tersebut adalah 28 m2. Pos
58

tersebut digunakan oleh petugas pelabuhan sebagai tempat untuk menarik biaya
bagi kendaraan yang masuk ke pelabuhan.
(6) MCK
PPP Muncar dilengkapi dengan dua unit fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus)
dengan luas total 110 m2. MCK tersebut terletak di sebelah gudang peralatan.
Kondisi fasilitas tersebut cukup bersih dan berfungsi dengan baik.
(7) Gedung saprokan
Saprokan merupakan singkatan dari sarana produksi perikanan. Gedung
saprokan berjumlah 28 unit. Delapan unit diantaranya berukuran 152 m2 dan 20
unit yang lain berukuran 120 m2.
Selengkapnya ukuran, kondisi, tahun pengadaan, dan asal dana
pembangunan fasilitas yang terdapat di PPP Muncar dapat dilihat pada Tabel 10.
59

Tabel 10 Jenis fasilitas PPP Muncar


Jumlah Tahun Asal dana
Jenis fasilitas Ukuran Kondisi
(unit) Pengadaan Pembangunan
I Fasilitas pokok
Lahan pelabuhan 1 55000 m2 1994 Pemkab Baik
Lahan TPI Kalimoro 1 1525 m2 1998 Pemkab Baik
Dermaga 1 6193 m2 1968 APBN Sedang
Jetty/pier 1 800 m2 1996 Pemkab Sedang
Kolam pelabuhan 1 19751 m2 1968 APBN Sedang
Breakwater I (kanan) 1 100 m. 1968 APBN Baik
Breakwater II (kiri) 1 70 m. 1968 APBN Baik
Turap/revetment/plengsengan 1 500 m2 1994 APBN Baik
Jalan dalam komplek pelabuhan - 3000 m2 1968 APBN Baik
Tembok penahan tanah - 800 m2 1968 APBN Baik
Jembatan penghubung desa 1 82 m2 1997 APBD Sedang
II Fasilitas fungsional
Gedung TPI Pelabuhan 1 1450 m2 1994 APBN Baik
Gedung TPI Kalimoro 1 200 m2 1979 APBD I Baik
Gedung TPI Tratas 1 200 m2 1979 APBD I Baik
Menara air 1 11,5 m2 1978 APBN Rusak
Rumah pompa 2 30 m2 1994 APBN Baik
Tangki BBM 1 50.000 liter 1978 APBN Sedang
Rumah tangki BBM 1 50 m2 1994 APBN Baik
Genset dan instalasi 2 - 1994 APBN Sedang
Rumah genzet 1 36 m2 1994 APBN Baik
Bengkel 1 110 m2 1978 APBN Sedang
Alat komunikasi SSB 1 - 1994 APBN Baik
Gedung peralatan 1 300 m2 1994 APBN Baik
Slipway 3 360 m2 1997 APBD Sedang
Pabrik es 1 104,5 m2 1977 APBN Sedang
Pagar keliling 1 710 m. 1994 APBN Rusak
III Fasilitas penunjang
Kantor KUD Mino 1 34,5 m2 1977 APBN Baik
Kantor BRI 1 62 m2 1977 APBN Baik
Rumah dinas 2 122 m2 1969 APBN Baik
Rumah nelayan 1 42 m2 1977 APBN Baik
Gedung aula 1 104,5 m2 1994 APBN Sedang
Balai kesehatan 1 154 m2 1977 APBN Sedang
Mushola 1 56 m2 1985 APBD Baik
Pos keamanan 1 28 m2 1997 APBN Baik
MCK 2 110 m2 1994 APBN Baik
Gedung saprokan 20 120 m2 2001 APBN Baik
Gedung saprokan 8 152 m2 2001 APBN Baik
Sumber: UPT PPP Muncar, 2009
60

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Produksi Hasil Tangkapan


Berdasarkan data statistik PPP Muncar tahun 2008, terdapat 34 jenis ikan
yang didaratkan di PPP Muncar. Tiga jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP
Muncar adalah lemuru (Sardinella lemuru), layang (Decapterus spp.), dan tongkol
(Euthynnus spp.). Volume dan nilai produksi dari tiga jenis ikan dominan
tersebut di PPP Muncar disajikan pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11 Jenis, volume, dan nilai produksi ikan dominan PPP Muncar tahun 2008
Volume produksi Persentase* Nilai produksi Persentase*
Jenis ikan
(kg) (%) (x 1000 rupiah) (%)
Lemuru/sempenit 27.833.004 77,8 69.325.617,0 61,5
Layang 2.879.767 8,0 15.964.704,5 14,1
Tongkol 2.629.699 7,4 11.573.024,0 10,3
Jenis lainnya 2.414.166 6,8 15.860.681,0 14,1
Jumlah 35.756.636 100,0 112.724.026,5 100,0
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009 (*diolah kembali)

Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa jenis ikan lemuru atau
sempenit merupakan hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar dengan
jumlah terbesar. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase volumenya yang
mencapai 77,84 %. Sempenit adalah sebutan lokal untuk ikan lemuru yang masih
kecil. Selanjutnya disusul oleh jenis ikan layang dan tongkol yang masing-masing
memiliki persentase sebesar 8,05 % dan 7,35 %. Tingginya volume produksi
ketiga jenis ikan tersebut terkait dengan unit penangkapan ikan di PPP Muncar
yang didominasi oleh jenis alat tangkap pancing ulur, gillnet, purse seine, dan
payang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap lemuru antara lain jenis
alat tangkap purse seine, payang, gillnet, dan bagan. Alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap layang adalah purse seine dan payang. Selanjutnya
alat tangkap yang digunakan untuk menangkap tongkol adalah purse seine,
payang, dan gillnet.
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa indikator harga jenis ikan
lemuru adalah Rp2.491,00/kg, layang Rp5.543,00/kg, dan tongkol Rp4.400,00/kg.
61

Diantara ketiga jenis ikan dominan tersebut, lemuru memiliki indikator harga
terendah. Namun lemuru tetap bernilai terpenting di PPP Muncar karena
jumlahnya yang paling dominan dan sangat dibutuhkan dalam jumlah besar oleh
industri-industri pengalengan ikan di sekitar Muncar. Selain itu lemuru
menyumbangkan nilai produksi terbesar, yaitu 61,50% dari total nilai produksi
PPP Muncar pada tahun 2008.
PPP Muncar adalah pelabuhan perikanan yang berlokasi di pantai Timur
Jawa, dimana daerah penangkapan ikannya berada di Selat Bali dan Samudera
Hindia yang memiliki potensi lemuru yang sangat besar. Kondisi tersebut
memberikan peluang berkembangnya industri perikanan yang berbahan baku
ikan lemuru seperti industri pengalengan, pengasinan, penepungan, dan
pembekuan ikan.

5.1.1 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan


Perkembangan volume dan nilai produksi suatu pelabuhan perikanan sangat
penting untuk dikaji sebagai pedoman bagi industri-industri yang menggunakan
bahan baku dari pelabuhan perikanan tersebut. Begitu pula dengan perkembangan
volume dan produksi di PPP Muncar yang sangat mempengaruhi keberlangsungan
proses produksi bagi industri-industri di sekitarnya.

Tabel 12 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan PPP Muncar tahun 1999-
2008
Volume produksi Perkembangan Nilai produksi Perkembangan
Tahun
(kg) (%)* (x 1000 rupiah) (%)*
1999 11.813.231 - 42.174.125,3 -
2000 11.678.748 -1,1 41.188.561,7 -2,3
2001 14.996.972 28,4 40.092.998,2 -2,7
2002 23.150.543 54,4 52.550.045,2 31,1
2003 34.058.841 47,1 60.110.214,9 14,4
2004 23.777.539 -30,2 49.257.591,9 -18,1
2005 12.150.863 -48,9 21.887.458,1 -55,6
2006 58.730.442 383,3 89.577.385,1 309,3
2007 59.884.951 2,0 87.494.873,2 -2,3
2008 35.756.636 -40,3 112.724.026,5 28,8
Sumber: TPI PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)
62

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa perkembangan volume dan nilai


produksi PPP Muncar pada tahun 1999-2008 cenderung meningkat dengan rata-
rata pertumbuhan volume sebesar 43,86% dan nilai sebesar 33,62%. Volume
produksi pada tahun 2001 sampai tahun 2003 terus mengalami peningkatan.
Begitu pula volume produksi tahun 2006 yang meningkat 383,34% menjadi
58.730.442 kg dan tahun 2007 yang meningkat lagi 1,97% menjadi 59.884.951
kg.
Volume produksi yang meningkat jauh terjadi pada tahun 2006 dan 2007.
Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa produksi yang meningkat pada tahun 2006
terjadi pada bulan November, dan volume produksi tahun 2007 yang meningkat
jauh terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Menurut Nababan (2009),
hal ini terjadi karena adanya anomali positif konsentrasi klorofil-a di perairan
Selat Bali pada bulan November 2006 sampai dengan Maret 2007. Peristiwa ini
disebabkan oleh fenomena Indian Ocean Dipole Mode (IODM) positif yang
diketahui ada selama bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan
upwelling terjadi lebih intensif dan lebih lama.
Perkembangan nilai produksi PPP Muncar pada tahun 1999-2008 tidak
berbeda jauh dengan volume produksinya, yaitu meningkat dengan rata-rata
perkembangan sebesar 33,62%. Perbedaan yang signifikan terjadi pada tahun
2007 dan 2008. Pada tahun 2007 volume produksi di PPP Muncar sangat tinggi
di antara 10 tahun terakhir, namun nilainya justru menurun. Hal ini antara lain
disebabkan harga lemuru jatuh pada saat itu. Diketahui bahwa harga rata-rata
lemuru tahun 2007 adalah Rp1.021,00/kg, turun 10,83% dari tahun 2006, yaitu
Rp1.145,00/kg. Berdasarkan hasil wawancara kepada nelayan dan petugas TPI
setempat, pada tahun 2007, banyak hasil tangkapan yang terbuang percuma akibat
tidak ada lagi tempat yang bisa menampung hasil tangkapan tersebut dan tidak
semua dari produksi tersebut mampu diserap oleh industri dan konsumen di
sekitar Muncar, sedangkan pihak pengelola PPP Muncar tidak melakukan upaya
apapun untuk mengatasi produksi yang melimpah tersebut. Oleh karena itu nilai
produksi di tahun 2007 berbanding terbalik dengan volume produksi. Sesuai
dengan Lubis et al. (2010) yang mengatakan bahwa apabila produksi banyak atau
63

melimpah, maka dapat terjadi ketidakseimbangan antara volume produksi dengan


daya serap sehingga harga ikan turun.
Sebaliknya pada tahun 2008, volume produksi PPP Muncar semakin
menurun, berbanding terbalik dengan nilai produksinya yang semakin meningkat
pada tahun 2008. Hal tersebut dikarenakan harga ikan yang melambung akibat
permintaan industri yang semakin bertambah dan berkurangnya hasil tangkapan
yang didaratkan di PPP Muncar. Nilai produksi tersebut sangat dipengaruhi oleh
harga lemuru, layang, dan tongkol.
Pada tahun 2007, harga rata-rata lemuru adalah Rp1.650,00, kemudian
meningkat 68% menjadi Rp2.417,00 pada tahun 2008. Lemuru yang merupakan
ikan paling dominan, walaupun produksinya menurun drastis, namun harga
jualnya terus meningkat, sehingga nilai produksi ikan lemuru sangat
mempengaruhi nilai produksi secara keseluruhan di PPP Muncar. Kisaran harga
lemuru adalah Rp800,00-Rp2.000,00 pada tahun 2007, kemudian meningkat
menjadi Rp1.900,00-Rp5.000,00 pada tahun 2008.
Jenis ikan dominan yang kedua adalah ikan layang. Harga rata-rata ikan
layang adalah Rp4.625,00 pada tahun 2007 dan meningkat 82% menjadi
Rp5.625,00 pada tahun 2008. Kisaran harga layang Rp3.500,00-Rp5.000,00 pada
tahun 2007, meningkat menjadi Rp4.000,00-Rp6.500,00 pada tahun 2008. Selain
harga ikan layang yang meningkat, produksinya pun bertambah, sehingga hal
tersebut mempengaruhi kenaikan nilai produksi PPP Muncar.
Selanjutnya, jenis ikan dominan yang ketiga adalah ikan tongkol. Pada
tahun 2007, harga rata-rata tongkol adalah Rp4.792,00, kemudian turun 1%
menjadi Rp4.750,00 pada tahun 2008. Kisaran harga tongkol adalah Rp4.000,00-
Rp6.000,00 pada tahun 2007, kemudian turun menjadi Rp3.000,00-Rp6.000,00
pada tahun 2008. Produksi tongkol bertambah 48% dari 1.264,1 ton menjadi
2.629,7 ton pada tahun 2008. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
meskipun harga rata-rata dan kisaran harga tongkol turun, nilai produksinya tetap
bertambah karena produki tongkol yang meningkat sebesar 48% tersebut.
64

Tabel 13 Volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten Banyuwangi
tahun 1999-2008
Produksi hasil tangkapan Produksi hasil tangkapan
Kabupaten Banyuwangi PPP Muncar Volume Nilai
Tahun Nilai (Nt) Nilai (Np) produksi produksi Indeks*
Volume Volume
(x1000 (x1000 (%)* (%)*
(Qt; kg) (Qp; kg)
rupiah) rupiah)
1999 58.497.601 144.581.547,5 57.247.298 136.550.998,3 97,9 94,4 0,97
2000 33.023.481 100.948.939,0 31.304.989 93.714.967,0 94,8 92,8 0,98
2001 35.831.400 74.701.770,3 33.115.300 69.041.285,5 92,4 92,4 1,00
2002 36.906.340 77.023.531,6 33.960.560 71.083.261,7 92,0 92,3 1,00
2003 36.991.200 72.712.460,6 33.896.220 62.291.694,8 91,6 85,7 0,93
2004 27.489.772 59.304.264,1 25.484.423 52.385.375,7 92,7 88,3 0,95
2005 20.357.270 40.467.459,3 17.383.680 31.186.931,1 85,4 77,1 0,90
2006 62.204.281 93.179.042,3 58.730.442 86.017.378,5 94,4 92,3 0,98
2007 61.801.431 86.988.832,9 59.884.951 82.402.023,7 96,9 94,7 0,98
2008 40.231.854 123.170.943,3 37.630.389 116.144.074,5 93,5 94,3 1,01
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi 2009 (*diolah kembali)

Data yang digunakan untuk penghitungan indeks relatif nilai produksi


adalah data per tahun volume dan nilai produksi PPP Muncar dan Kabupaten
Banyuwangi selama 10 tahun, yaitu tahun 1999-2008. Data tersebut diperoleh
dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. Terdapat perbedaan
data volume dan nilai produksi perikanan PPP Muncar antara data yang diperoleh
dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi dengan data yang
diperoleh dari TPI Pelabuhan PPP Muncar. Hal tersebut diindikasikan adanya
data produksi yang didatangkan melalui jalur darat atau produksi yang
didatangkan dari pelabuhan perikanan terdekat (Bali) melalui transportasi laut
(armada penangkapan atau perahu ojek) yang tercatat di Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Banyuwangi.
Pada tahun 1999, 2000, dan 2003-2007 (Tabel 13), indeks relatif nilai
produksi yang diperoleh adalah kurang dari 1, maka pada tahun-tahun tersebut
nilai relatif produksi ikan di PPP Muncar lebih kecil dari nilai relatif produksi
ikan di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut berarti bahwa produksi ikan di PPP
Muncar mempunyai kualitas pemasaran yang kurang baik dibandingkan dengan
kualitas pemasaran produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi.
65

100

80

Persentase (%)
60

40

20

0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Volume produksi Nilai produksi

Gambar 18 Perkembangan volume dan nilai produksi PPP Muncar tahun 1999-
2008.

Indeks relatif nilai produksi yang bernilai sama dengan satu terjadi pada
tahun 2001 dan 2002, maka nilai relatif produksi ikan di PPP Muncar adalah sama
dengan nilai relatif produksi ikan di Kabupaten Banyuwangi. Makna dari indeks
yang bernilai satu tersebut adalah kualitas pemasaran ikan di PPP Muncar yang
sama baiknya dengan kualitas pemasaran ikan di Kabupaten Banyuwangi. Pada
tahun tersebut, PPP Muncar memberikan kontribusi yang seimbang antara volume
dan nilai hasil tangkapan, yaitu 92% hasil tangkapan dan 92% nilai.
Keseimbangan persentase volume dan nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 19.
Indeks relatif nilai produksi yang bernilai lebih dari satu selama periode
1999-2008 hanya terjadi pada tahun 2008. Artinya, nilai relatif produksi ikan PPP
Muncar adalah lebih besar dari nilai relatif produksi ikan di Kabupaten
Banyuwangi, yang berarti bahwa produksi ikan di PPP Muncar mempunyai
kualitas pemasaran yang lebih baik dari kualitas pemasaran ikan di Kabupaten
Banyuwangi. Pada tahun tersebut, PPP Muncar memberikan 94,3% dari total
nilai untuk 93,5% volume hasil tangkapan.
Indeks relatif nilai produksi ikan di PPP Muncar terhadap produksi ikan di
Kabupaten Banyuwangi selama periode tahun 1999-2000 secara keseluruhan
memiliki rata-rata I<1. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pemasaran ikan
yang didaratkan di PPP Muncar kurang baik dibandingkan dengan kualitas
pemasaran ikan di Kabupaten Banyuwangi.
66

5.1.2 Pendistribusian hasil tangkapan


Proses distribusi berawal dari hasil tangkapan yang telah disortir di atas
kapal kemudian didaratkan ke dermaga tempat pembeli yang telah menunggu,
atau dibawa ke TPI untuk dijual kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya
dilakukan transaksi dengan harga yang sesuai dengan mutu ikan.
Ikan yang telah terjual diberi es oleh bakul untuk mempertahankan
mutunya. Ada pula pedagang yang memberi es pada ikan setelah ikan dibeli dari
nelayan keesokan harinya. Terkadang para bakul menambahkan air kolam
pelabuhan ke dalam wadah hasil tangkapan. Mereka berpendapat bahwa
menambahkan air kolam ke dalam wadah dapat mempertahankan mutu ikan dan
untuk mengambil air dari kolam tidak memerlukan waktu yang lama. Hal ini
tentunya tidak benar karena menambahkan air kolam pelabuhan yang tidak bersih
justru akan semakin mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan. Di Eropa,
tahap-tahap penanganan hasil tangkapan tersebut telah diatur dalam Peraturan Uni
Eropa yang berisi tentang peraturan kesehatan bagi nelayan di kapal, kondisi
untuk penanganan ikan di kapal, kondisi untuk penanganan saat pendaratan, serta
kondisi untuk pengolahan dan pengepakan (Le Ry, 2007).
Hasil tangkapan yang sudah rusak atau rendah mutunya setelah didaratkan
di PPP Muncar dijual ke pabrik penepungan, baik skala modern maupun
tradisional. Tidak dilakukan penanganan terhadap jenis hasil tangkapan tersebut.
Bahkan terkadang pedagang tidak menggunakan wadah untuk ikan tersebut,
hanya diletakkan di lantai dermaga atau langsung dimasukkan ke truk bila
jumlahnya banyak. Sebaiknya hasil tangkapan yang kondisinya rusak tersebut
tidak didaratkan di PPP agar tidak menimbulkan bau busuk melainkan langsung
masuk ke pabrik penepungan seperti di negara-negara Eropa, misalnya Prancis
(Lubis 2010, komunikasi pribadi).
Proses selanjutnya, yaitu hasil tangkapan yang kualitasnya baik diangkut ke
tempat industri dengan menggunakan becak, becak motor, sepeda motor, atau
truk. Dalam menaikkan ikan ke truk, digunakan alat bantu tangga yang terbuat
dari kayu dan menyerupai tanjakan untuk mempermudah dan mempercepat proses
pemindahan hasil tangkapan. Kendaraan jenis becak dan becak motor adalah
kendaraan yang banyak beroperasi dan disewa di pelabuhan. Menurut Lubis et al.
67

(2010), jenis angkutan yang digunakan harus memenuhi syarat antara lain tidak
boleh terkena sinar matahari, sedangkan kendaraan-kendaraan di PPP Muncar
yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan tidak memiliki pendingin
ataupun atap sebagai pelindung hasil tangkapan agar tidak terkena cahaya
matahari langsung, oleh karena itu pembongkaran dan pendaratan hasil tangkapan
dilakukan pada malam dan pagi hari.
Pendistribusian hasil tangkapan ke luar kota dilakukan dengan meng-
gunakan truk jenis container yang berpendingin. Daerah tujuan distribusi tersebut
antara lain Jakarta, Surabaya, Magelang, Madura dan Bali. Menurut Lubis et al.
(2010), prasarana transportasi yang digunakan cukup menggunakan styrofoam
untuk daerah distribusi yang berjarak kurang dari 50 km, sedangkan untuk tujuan
nasional atau lebih jauh dari 50 km maka jenis angkutan yang digunakan adalah
angkutan berpendingin agar ikan tetap segar.
Salah satu karakteristik pelabuhan perikanan pantai berdasarkan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 adalah tidak ada
ekspor ikan. PPP Muncar tidak melakukan ekspor ikan segar, sebaliknya
melakukan ekspor ikan olahan oleh industri besar yang berada di wilayah sekitar
pelabuhan. Negara tujuan ekspor tersebut antara lain ke Jepang, Thailand, Korea
dan Cina.
Terdapat beberapa cara pendistribusian ikan di PPP Muncar, yaitu:
1) Nelayan menjual hasil tangkapan langsung ke industri tanpa melalui perantara.
2) Nelayan menjual hasil tangkapan melalui perantara atau supplier, yang
kemudian dijual ke industri, selanjutnya pihak industri menjual ke konsumen
yang dipasarkan baik secara lokal, nasional, maupun ekspor.
3) Nelayan menjual hasil tangkapan ke pedagang kecil atau ”belantik”, kemudian
belantik menjualnya ke konsumen, pedagang besar atau ”pengepul”, supplier,
atau langsung ke industri.
4) Nelayan menjual hasil tangkapannya langsung ke pedagang besar atau
pengepul, kemudian pedagang besar menjualnya ke industri.
5) Nelayan menjual hasil tangkapannya langsung ke konsumen.
Secara detail, alur distribusi hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 20.
68

(5)
Nelayan
(1) (3)
(2) (2) (4)

Perantara Supplier Pedagang besar/pengepul

Industri/perusahaan perikanan Pedagang kecil/belantik

Konsumen

Gambar 19 Alur distribusi hasil tangkapan di PPP Muncar tahun 2009.

Kendala yang terjadi dalam pendistribudian hasil tangkapan ke luar PPP


Muncar antara lain rusaknya prasarana jalan di sekitar pelabuhan, terutama di
depan gerbang pelabuhan sampai puluhan meter jaraknya. Hal ini mempersulit
kendaraan yang harus melewati jalan tersebut dan proses distribusi hasil
tangkapan ke luar pelabuhan menjadi kurang lancar.

5.2 Kebutuhan Bahan Baku Utama Industri Pengolahan Ikan di Dalam.dan


di Sekitar PPP Muncar

Jenis industri yang terdapat di dalam kompleks pelabuhan antara lain


industri ubur-ubur dan pengasinan ikan. Selebihnya industri pengolahan ikan
terletak di luar wilayah pelabuhan yang berjarak antara 20 meter sampai 4 km dari
lokasi PPP Muncar. Industri pengolahan ikan yang berada di luar wilayah PPP
Muncar adalah umumnya industri pengalengan ikan, pemindangan, penepungan,
petis, terasi, pengesan ikan, dan cold storage. Sampai pada tahun 2008, jumlah
industri di PPP Muncar adalah 201 unit. Kapasitas produksi perusahaan
perikanan di wilayah Muncar dan bahan baku yang diperoleh pada tahun 2008
disajikan pada Tabel 14. Data yang diperoleh hanya delapan bulan saja, yaitu dari
bulan Januari sampai Agustus.
69

Tabel 14 Kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku industri pengolahan ikan di
Wilayah .Muncar, Januari-Agustus 2008
Jumlah Kapasitas Bahan baku yang diperoleh*
Jenis usaha perusahaan produksi Rata-rata Jumlah
(unit) (kg/hari) (kg/bulan) (kg)
Pengalengan 8..... . 160.000 275.076. . 2.200.609
Pemindangan 22..... . 115.000 175.151. . 1.401.208
Penepungan mesin 34..... . 1.700.000 633.591. . 5.068.730
Penepungan tradisional 18..... . 90.000 26.695. . 186.864
Petis 6..... . 3.000 81.517. . 652.133
Terasi 4..... . 400 2.668. . 21.342
Pengesan ikan 26..... . 13.000 186.258. . 1.490.061
Cold storage 30..... . 300.000 548.549. . 4.388.389
Pengasinan 53..... . 26.500 52.726. . 421.807
Jumlah 201..... . 2.407.900 1.978.893. . 15.831.143
Produksi PPP Muncar 2.171.439. . 17.371.514
Sumber: TPI PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)

Jenis industri yang menggunakan bahan baku paling banyak adalah


penepungan ikan (modern), sedangkan jenis industri yang memasok bahan baku
paling sedikit adalah industri terasi yang hanya menggunakan udang sebagai
bahan baku. Bahan baku utama industri penepungan adalah ikan lemuru,
selebihnya bahan baku yang digunakan adalah potongan-potongan ikan atau ikan
yang telah rusak dan hancur dari berbagai jenis ikan. Jumlah kebutuhan bahan
baku industri selama delapan bulan pada tahun 2008 disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Bahan baku yang diperoleh industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar,
Januari-Agustus 2008
Jenis Bahan baku yang diperoleh (ton)
Usaha Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Pengalengan 479,8 110,5 231,0 225,1 542,9 202,8 164,5 244,0
Pemindangan 92,3 91,2 788,5 117,0 116,4 57,7 55,8 82,3
Penepungan
1.144,5 237,3 519,6 622,0 1.227,1 434,6 345,9 537,8
Mesin
Penepungan
- 12,5 27,3 32,7 64,6 22,9 10,2 16,6
Tradisional
Petis 112,0 72,0 95,0 87,0 134,0 50,0 41,1 61,0
Terasi 3,3 2,2 3,0 3,9 2,6 2,0 1,8 2,6
Pengesan
229,6 247,2 291,0 148,2 222,0 117,8 92,8 141,4
ikan
Cold storage 812,5 101,1 1.003,6 490,1 918,7 345,8 283,1 433,6
Pengasinan 86,8 32,1 50,1 54,6 108,1 29,8 23,9 36,3
Jumlah 2.960,8 906,1 3.009,1 1.780,6 3.336,4 1.263,4 1.019,1 1.555,6
Produksi PPP
2.869,5 964,8 3.183,7 2.889,1 3.143,9 1.395,6 1.150,9 1.774,1
Muncar
Produksi
100,0 93,9 94,5 61,6 100,0 90,5 88,6 87,7
terserap* (%)
Sumber: TPI PPP Muncar 2009 (*diolah kembali)
70

Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa bahan baku yang diperoleh
industri-industri pengolahan ikan di wilayah Kecamatan Muncar dapat terpenuhi
seluruhnya dari produksi PPP Muncar seperti pada bulan Februari, Maret, April,
Juni, Juli, dan Agustus tahun 2008. Ada pula saat-saat dimana produksi di PPP
Muncar bernilai lebih sedikit dibandingkan bahan baku yang diperoleh industri-
industri pengolahan ikan di Muncar seperti pada bulan Januari dan Mei.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola industri tersebut, bahan baku
yang diperoleh dapat didatangkan dari luar daerah apabila produksi di PPP
Muncar tidak mencukupi. Bahan baku tersebut dapat didatangkan dari Grajagan,
Tuban, dan Puger. Selain itu, kurangnya bahan baku dapat diantisipasi oleh pihak
industri dengan cara mengganti bahan baku jenis ikan tertentu dengan jenis ikan
lain yang sesuai dengan kebutuhan industri tersebut.
Berdasarkan data delapan bulan yang diperoleh, rata-rata sekitar 89% dari
produksi PPP Muncar dapat terserap oleh industri di sekitarnya. Hal tersebut
membuktikan bahwa Muncar merupakan wilayah berdaya serap tinggi terhadap
jumlah hasil tangkapan yang didaratkan. Sisa produksi PPP Muncar yang tidak
terserap oleh industri sekitar bulan Februari, Maret, April, Juni, Juli, dan Agustus
tahun 2008, biasanya disalurkan ke konsumen di luar Kecamatan Muncar ataupun
di luar Kabupaten Banyuwangi, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bali.

5.2.1 Asal bahan baku kebutuhan industri

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar berasal dari nelayan yang
melakukan penangkapan di wilayah Selat Bali dan Samudera Hindia. Data
produksi yang tercatat di TPI Pelabuhan berasal dari dua buah TPI yang masih
aktif hingga sekarang, yaitu TPI Pelabuhan itu sendiri dan TPI Kalimoro. Kedua
TPI tersebut masih berada dalam satu wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan
Muncar.
Pihak pengelola PPP Muncar tidak mendatangkan hasil tangkapannya dari
daerah lain, namun pihak industrilah yang mendatangkan bahan baku dari luar
daerah. Berdasarkan hasil wawancara dari pengelola industri pengolahan ikan,
mereka mendatangkan bahan baku dari luar daerah bila produksi di PPP Muncar
tidak mencukupi, bahkan terkadang impor dari Cina atau Taiwan. Namun bila
71

produksi di PPP Muncar memenuhi kebutuhan bahan baku, mereka lebih


mengutamakan memasok bahan baku dari PPP Muncar dengan alasan mudah
didapat dan jaraknya dekat, sehingga tidak memerlukan biaya transportasi yang
mahal dan waktunya relatif singkat dibandingkan mendatangkan bahan baku dari
luar daerah.
Muncar adalah wilayah penghasil ikan dan merupakan lokasi industri
perikanan, sehingga harga ikan cukup murah dan terjangkau. Selain itu mulai dari
proses penangkapan ikan (one day fishing) dan pendaratan hasil tangkapan,
sampai pada pendistribusian ikan ke industri dilakukan dengan cepat sehingga
kualitas ikan masih terjaga. Bagi industri pembekuan ikan, bahan baku yang
diperoleh di PPP Muncar memiliki mutu yang baik dengan kadar garam rendah
sehingga bagus untuk proses pembekuan. Jenis ikan yang dibekukan tersebut
antara lain ikan lemuru, layang, dan tongkol. Pada saat tidak sedang musim ikan,
pihak industri biasanya memasok bahan baku dari cold storage sekitar pelabuhan,
sedangkan industri cold storage memperoleh bahan baku dengan cara menstok
ikan pada saat musim ikan, atau dengan mendatangkan ikan dari luar daerah bila
stok industri tersebut mulai menipis. Beberapa industri skala besar, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, terkadang mendatangkan bahan baku dari luar
Muncar, seperti dari daerah Grajagan, Tuban, Puger, dan Bali. Menurut
Joesidawati MI, Purwanto, dan Asriyanto (2005), pengambeg terikat pada
perusahaan untuk kebutuhan ikan lemuru selama satu tahun penuh, jika kebutuhan
ikan tidak terpenuhi mereka mendatangkan ikan lemuru dalam bentuk beku dari
luar daerah, seperti Madura, Bima, dan Tuban.

5.2.2 Keberlanjutan ketersediaan bahan baku

Selain perkembangan volume produksi, ketersediaan yang kontinu jenis


ikan di pelabuhan sebagai bahan baku industri pengolahan ikan perlu diperhatikan
untuk keberlanjutan industri perikanan tersebut. Kontinuitas jenis-jenis ikan
dominan yang didaratkan di PPP Muncar pada tahun 2008 disajikan pada Tabel
16 berikut.
72

Tabel 16 Kontinuitas jenis-jenis ikan dominan yang didaratkan di PPP Muncar


selama 12 bulan tahun 2008
No Jenis ikan Rata-rata produksi (kg)
1 Lemuru/sempenit 2.319.417
2 Layang 239.981
3 Tongkol 219.142
4 Tuna 28.046
5 Cucut 23.733
6 Layur 20.594
7 Kerang-kerangan 19.983
8 Cakalang 16.616
9 Pari 10.655
10 Cumi-cumi 9.443
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009

Berdasarkan volume produksi dan ketersediaan jenis ikan per bulan pada
tahun 2008, sepuluh jenis ikan dominan di PPP Muncar selalu tersedia setiap
bulannya, yaitu lemuru, layang, tongkol, tuna, cucut, layur, kerang-kerangan,
cakalang, pari, dan cumi-cumi. Kesepuluh jenis ikan tersebut dapat dijadikan
bahan baku industri pada saat musim ikan ataupun musim paceklik. Pada saat
musim ikan, produksi PPP Muncar yang berlebih akan ditampung di perusahaan-
perusahaan cold storage. Pada saat musim paceklik yang berkisar antara satu
sampai tiga bulan, industri di PPP Muncar dapat memasok bahan baku dari cold
storage bila produksi dari pelabuhan tidak mencukupi.
Sejak tahun 2000 hingga tahun 2004 tercatat 10 unit cold storage yang
berada di Kecamatan Muncar. Pada tahun 2005 jumlahnya meningkat menjadi 19
unit, kemudian meningkat lagi pada tahun 2006 dan 2007 dengan jumlah masing-
masing 25 dan 30 unit. Berdasarkan jumlah cold storage yang meningkat sejak
tahun 2005 hingga tahun 2007, maka dapat diketahui bahwa produksi di PPP
Muncar sangat tinggi dan mampu menarik pihak-pihak yang ingin mengembang-
kan usaha perikanannya di wilayah Muncar.

5.3 Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Sepuluh Tahun ke Depan


Sebagai pelabuhan perikanan yang menjadi sumber bahan baku utama
industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar maka volume produksi ikan PPP
Muncar harus selalu tersedia agar keberlanjutan industri sekitar Muncar dapat
73

terjamin keberlangsungannya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan


kepercayaan pihak industri terhadap suplai bahan baku ikan dari PPP Muncar
sehingga perlu diketahui proyeksi produksi pada jangka panjang. Proyeksi
produksi hasil tangkapan suatu pelabuhan diperlukan agar dapat memperkirakan
jumlah hasil tangkapan yang sedikit atau berkurang jumlahnya di tahun-tahun
mendatang sehingga dapat diperkirakan kondisi dan keberlanjutan suatu industri
di wilayah pelabuhan tersebut.

5.3.1 Proyeksi produksi hasil tangkapan (lemuru, layang, dan tongkol)


Proyeksi dilakukan pada volume produksi tiga jenis ikan dominan dengan
menggunakan 120 titik data, yaitu data volume produksi per bulan selama 10
tahun (1999-2008) yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Selanjutnya ditentukan
produksi rata-rata bergerak 3 bulanan (Mt). Tujuan dari tahapan ini adalah untuk
memperoleh dugaan dari trend (Tt) dan siklik (Ct). Tabel 17 berikut
menunjukkan hasil proyeksi tiga jenis ikan dominan di PPP Muncar, yaitu lemuru,
layang, dan tongkol.

Tabel 17 Proyeksi jumlah hasil tangkapan 3 jenis dominan tahun 2011-2020


Proyeksi volume hasil tangkapan (ton)
Tahun
Lemuru Layang Tongkol
2011 32.245.035 3.327.899 2.046.186
2012 34.391.346 3.475.035 1.852.777
2013 36.537.658 3.622.170 1.659.368
2014 38.683.969 3.769.306 1.465.960
2015 40.830.280 3.916.441 1.272.551
2016 42.976.591 4.063.576 1.079.142
2017 45.122.903 4.210.712 885.733
2018 47.269.214 4.357.847 692.324
2019 49.415.525 4.504.983 498.915
2020 51.561.837 4.652.118 305.506

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa ikan lemuru dan layang cenderung


mengalami peningkatan di setiap tahunnya, sedangkan ikan tongkol cenderung
mengalami penurunan produksi. Peningkatan jumlah lemuru dan layang, serta
penurunan produksi tongkol pada hasil proyeksi dipengaruhi trend dari data aktual
tahun 1999-2008. Sumberdaya ikan pada proyeksi hasil tangkapan yang
74

didaratkan di PPP Muncar tersebut diasumsikan tetap. Keadaan yang terjadi di


masa lalu dianggap sama dengan kondisi di masa mendatang.

1) Lemuru
Ikan lemuru merupakan jenis ikan pelagis yang sangat dominan di perairan
Selat Bali dengan rata-rata produksi di PPP Muncar mencapai 21.246,8 ton per
tahun. Alat tangkap yang paling produktif di PPP Muncar dalam menangkap
lemuru adalah purse seine sedangkan alat tangkap lainnya yang menangkap
lemuru adalah payang, gillnet, dan bagan. Alat tangkap purse seine mampu
menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per unit alat tangkap per bulan
dengan komposisi jenis ikan lemuru rata-rata mencapai 83,1%, payang mampu
menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 50,7%, gillnet
mampu menghasilkan 0,5 ton per unit per bulan dengan komposisi lemuru 41,6%,
serta bagan yang mampu menghasilkan 0,2 ton per unit per bulan dengan
komposisi lemuru 76,4%.
Ikan lemuru yang diperdagangkan di PPP Muncar terdiri dari dua jenis
antara lain lemuru segar, yaitu lemuru yang baru didaratkan dengan mutu baik dan
bentuk ikan masih utuh, serta lemuru tepung, yaitu lemuru yang telah didaratkan
lebih dari satu hari dengan mutu rendah atau belum lama didaratkan tetapi
fisiknya telah rusak dan biasanya digunakan untuk bahan baku industri
penepungan ikan. Pada tahun 2008, harga lemuru segar berkisar antara
Rp1.900,00/kg-Rp5.000,00/kg sedangkan harga lemuru tepung berkisar antara
Rp1.500,00/kg-Rp2.100,00/kg. Ikan lemuru di PPP Muncar didistribusikan ke
industri pengalengan ikan, pemindangan, pengasinan, dan penepungan yang
selanjutnya dipasarkan di sekitar Muncar, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, dan
Malang dan ke wilayah Jawa Tengah seperti Pekalongan.
Trend yang diperoleh untuk produksi per bulan ikan lemuru adalah semakin
meningkat selama tahun 1999-2008 dengan persamaan y = 9860,7032x +
281358,5472 dan R2 = 0,3402. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks
musim. Fluktuasi musiman secara khas ditemukan dalam data triwulan, bulanan,
atau mingguan. Variasi musiman menunjuk pada sebuah pola perubahan yang
kurang lebih stabil yang tampak dan berulang dari tahun ke tahun. Pola musiman
60

y = 9.860,7032x + 281.358,5472
2500
R² = 0,3402

2000
Volume produksi (ton)

1500

1000

500

0
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120

Bulan

Volume produksi (ton) Linear (Volume produksi (ton))

Gambar 20 Perkembangan produksi per bulan ikan lemuru di PPP Muncar tahun 1999-2008.

75
76

terjadi karena pengaruh cuaca, atau karena peristiwa yang berhubungan dengan
penanggalan seperti hari libur nasional (Hanke, 2005). Indeks musim diperlukan
untuk mengetahui saat-saat dimana banyak hasil tangkapan yang didaratkan agar
ketersediaannya dapat menunjang produksi industri pengolahan ikan. Dari hasil
penghitungan, besarnya indeks musim ikan lemuru berkisar antara 80,64 pada
bulan Juni hingga 131,66 pada bulan Mei. Nilai indeks musiman >100 terjadi
pada bulan Mei, Agustus, November, dan Desember, yang berarti pada bulan-
bulan tersebut sedang terjadi musim puncak pendaratan.
Berdasarkan proyeksi sebagaimana disajikan pada Gambar 20 dan Tabel 18
yang menunjukkan bahwa produksi lemuru di PPP Muncar pada tahun 2011-2020
akan mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase pertumbuhan sebesar
5,36%. Kemampuan produksi mencapai 32.245 ton pada tahun 2011 dan
kemudian meningkat hingga mencapai 51.562 ton pada tahun 2020. Peningkatan
volume produksi tersebut tentunya akan meningkatkan aktivitas di pelabuhan dan
berdampak positif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah
Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan lemuru, seperti
industri pengalengan, pemindangan, pengasinan, dan penepungan. Peningkatan
aktivitas tersebut sebaiknya diimbangi dengan daya dukung PPP Muncar dengan
cara memperbaiki dan mengoptimalkan penggunaan fasilitas yang telah ada atau
menambah kapasitas fasilitas, serta dengan memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada para pengguna pelabuhan khususnya nelayan.

Tabel 18 Proyeksi produksi ikan lemuru tahun 2011-2020


Volume produksi (ton)*
Waktu
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Januari 1.599 1.709 1.820 1.930 2.041 2.152 2.262 2.373 2.483 2.594
Februari 1.532 1.637 1.743 1.848 1.953 2.059 2.164 2.269 2.375 2.480
Maret 1.613 1.724 1.834 1.944 2.054 2.165 2.275 2.385 2.496 2.606
April 2.093 2.235 2.378 2.520 2.662 2.805 2.947 3.089 3.231 3.374
Mei 3.140 3.353 3.565 3.777 3.989 4.202 4.414 4.626 4.838 5.051
Juni 1.436 1.533 1.629 1.726 1.822 1.919 2.015 2.112 2.208 2.305
Juli 1.042 1.111 1.181 1.250 1.320 1.390 1.459 1.529 1.599 1.668
Agustus 2.552 2.722 2.891 3.061 3.231 3.400 3.570 3.740 3.909 4.079
September 3.103 3.308 3.513 3.718 3.923 4.128 4.333 4.538 4.744 4.949
Oktober 4.515 4.811 5.108 5.405 5.702 5.998 6.295 6.592 6.889 7.186
November 6.493 6.917 7.342 7.766 8.191 8.615 9.040 9.464 9.889 10.313
Desember 3.128 3.331 3.534 3.738 3.941 4.144 4.348 4.551 4.755 4.958
Jumlah 32.245 34.391 36.538 38.684 40.830 42.977 45.123 47.269 49.416 51.562
*Angka pembulatan
77

Pada tahun 2011, hasil penghitungan jumlah produksi lemuru yang


berjumlah 2.687 ton per bulan tersebut dapat mencukupi kebutuhan industri
pengalengan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan bahan
baku sekitar 275 ton per bulan (Tabel 14). Pada saat produksi lemuru
diperkirakan rendah seperti pada bulan Juli, maka kebutuhan bahan baku industri-
industri tersebut yang tidak dapat dipenuhi oleh PPP Muncar dapat dipasok dari
perusahaan cold storage yang banyak terdapat di sekitar pelabuhan, atau
mendatangkan lemuru dari tempat pendaratan ikan di wilayah Bali.
Peningkatan produksi ikan lemuru sangat dipengaruhi oleh jumlah unit
penangkapan purse seine yang merupakan alat tangkap paling produktif dalam
menangkap lemuru. Namun untuk meningkatkan volume produksi lemuru di PPP
Muncar tidak mungkin ditempuh dengan cara penambahan jumlah alat tangkap
tersebut karena jumlah penggunaan alat tangkap tersebut telah dibatasi oleh
Pemda I Jawa Timur dan Bali, yaitu maksimum 190 unit. Pada tahun 2008,
jumlah alat tangkap purse seine di PPP Muncar adalah 185 unit yang berarti
hanya bisa dilakukan penambahan sebanyak 5 unit. Langkah lain yang dapat
ditempuh adalah dengan peningkatan jumlah alat tangkap selain purse seine, yaitu
payang, gillnet, dan bagan. Namun demikian jumlah alat tangkap tersebut perlu
upaya pembatasan seperti pada alat tangkap purse seine agar tidak terjadi over
fishing.
Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi (2008), Selat Bali
memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil
ikan yang dominan, yaitu lemuru (Sardinella lemuru) sebesar 46.400 ton per
tahun. Sehubungan dengan peningkatan produksi lemuru tersebut, pihak PPP
Muncar perlu memperhatikan potensi penangkapan maksimum lestari di Selat
Bali dan perlu mengkaji kembali MSY terkini Selat Bali agar tidak terjadi over
fishing seperti hasil proyeksi pada tahun 2018-2020. Pada tahun tersebut perlu
dilakukan upaya pembatasan penangkapan melalui pengurangan jumlah trip
dan/atau jumlah armada yang melaut.
Mutu ikan lemuru yang didaratkan beraneka ragam, mulai dari mutu baik
sampai yang sudah rusak, baik mutu maupun fisiknya. Penanganan mutu ikan
hanya dilakukan dengan menambahkan es pada ikan agar ikan tetap segar, namun
78

tidak dilakukan penanganan dalam menjaga keutuhan fisik ikan. Hal tersebut
dikarenakan sangat banyaknya lemuru yang didaratkan sehingga perlu dilakukan
pendistribusian dengan cepat agar kesegaran ikan tetap terjaga. Selain itu industri
di sekitar Muncar sangat banyak membutuhkan bahan baku dengan mutu berbeda-
beda. Semua jenis mutu ikan dapat diserap di industri sekitar seperti disajikan
pada Tabel 19. Oleh karena tingginya daya serap industri sekitar, perlakuan
terhadap lemuru kurang diperhatikan. Hal tersebut perlu diperbaiki agar ikan
lemuru yang dijual menjadi lebih layak baik dalam bentuk segar maupun olahan.

Tabel 19 Tingkat mutu ikan lemuru sebagai bahan baku indutrsi pengolahan ikan
No Jenis industri Mutu ikan
1 Pengalengan terbaik
2 Pemindangan baik
3 Pengasinan cukup baik
4 Penepungan rendah sampai baik
Sumber: Dinas Perikanan Dati I Propinsi Jawa Timur, 2000

Menurut Sukarsa (2007), kisaran kriteria kesegaran ikan menurut uji


organoleptik biasanya dibagi tiga, yaitu segar, agak segar, dan tidak segar. Hasil
tangkapan dapat dikatakan:
segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 7-9,
agak segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 5-6,
tidak segar : jika kisaran nilai rata-rata uji organoleptik antara 1-4.
Ikan dengan mutu terbaik disalurkan ke industri pengalengan sesuai dengan
jumlah permintaan industri tersebut. Pada saat produksi ikan di PPP Muncar
sangat banyak, ikan yang tidak terserap oleh industri pengalengan disalurkan ke
industri yang membutuhkan ikan dengan mutu setingkat di bawah industri
pengalengan. Begitu pula dengan industri pengasinan dan penepungan. Ikan
yang sudah tak tertampung di industri pemindangan akan disalurkan ke industri
pengasinan atau penepungan walaupun mutunya masih baik.
Menurut Moeljanto (1982) lemuru dapat dijadikan bahan baku pada industri
pengalengan ikan, sedangkan Adawyah (2008) mengungkapkan bahwa ikan
lemuru dapat digunakan sebagai bahan baku ikan pindang. Selain itu lemuru
dapat dijadikan sebagai bahan baku olahan abon ikan dan dendeng ikan.
79

2) Layang

Ikan layang merupakan jenis ikan pelagis. Ikan layang di PPP Muncar
ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine dan payang. Alat
tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton per
unit per bulan dengan komposisi jenis ikan layang 9,5%, sedangkan payang
mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi layang 11,9%.
Produksi ikan layang di PPP Muncar rata-rata mencapai 2.239,3 ton per
tahun. Pada tahun 2008, harga ikan layang di PPP Muncar berkisar antara
Rp4.000,00/kg-Rp6.500,00/kg dan didistribusikan ke industri pemindangan,
pengasinan, pembekuan, dan penepungan, kemudian dipasarkan di sekitar
Muncar, Jember, Malang, Surabaya, Tulungagung, Bondowoso, Semarang,
Jakarta, Bandung, Bali, dan Yogyakarta. Perkembangan volume produksi per
bulan ikan layang selama tahun 1999-2008 disajikan pada Gambar 22.
Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa trend yang diperoleh selama tahun
1999-2008 untuk ikan layang adalah cenderung meningkat dengan persamaan y =
858,7805x + 104081,7074 dan R2 = 0,1101. Langkah-langkah penghitungan
proyeksi selengkapnya disajikan pada Lampiran 5-7. Hasil proyeksi produksi
layang tahun 2011-2020 disajikan pada Tabel 20.
Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks musim. Indeks musim berkisar
antara 68,33 pada bulan Juli hingga 134,30 pada bulan Agustus. Musim puncak
pendaratan terjadi pada bulan Januari, Maret, Mei, Agustus, dan Oktober sampai
November.
76

y = 858,7805x + 104.081,7074
450 R² = 0,1101

400

350

300
Volume produksi (ton)

250

200

150

100

50

0
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120

Bulan

Volume produksi (ton) Linear (Volume produksi (ton))

Gambar 21 Perkembangan produksi per bulan ikan layang di PPP Muncar tahun 1999-2008.

80
81

Tabel 20 Proyeksi produksi ikan layang tahun 2011-2020


Volume produksi (ton)*
Waktu
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Januari 187 196 204 213 221 230 238 247 255 264
Februari 218 228 237 247 257 267 276 286 296 306
Maret 403 421 439 457 475 493 511 529 547 565
April 380 397 414 431 447 464 481 498 515 532
Mei 424 442 461 480 499 518 537 555 574 593
Juni 279 291 303 316 328 340 353 365 377 390
Juli 167 175 182 189 197 204 212 219 226 234
Agustus 329 344 358 373 387 401 416 430 445 459
September 221 230 240 250 259 269 279 288 298 308
Oktober 258 270 281 292 303 315 326 337 348 360
November 240 250 260 271 281 292 302 312 323 333
Desember 223 232 242 251 261 271 280 290 300 309
Jumlah 3.328 3.475 3.622 3.769 3.916 4.064 4.211 4.358 4.505 4.652
*Angka pembulatan

Rata-rata persentase pertumbuhan ikan layang pada tahun 2011-2020 adalah


3,79%. Pada tahun 2011, kemampuan produksi adalah 3.328 ton, kemudian pada
tahun 2020 meningkat sebesar 4.652 ton. Peningkatan volume produksi tersebut
tentunya akan memberikan dampak positif bagi produktivitas industri pengolahan
ikan di wilayah Muncar yang menggunakan ikan layang sebagai bahan baku
utama, seperti industri pemindangan, pengasinan, pembekuan, dan penepungan.
Bagi pihak industri tersebut, peningkatan produksi ikan layang di PPP Muncar
dapat berarti perluasan atau peningkatan usaha karena adanya penambahan bahan
baku. Hal tersebut dapat ditempuh dengan cara penambahan jumlah produksi dan
perluasan daerah pemasaran produk olahan ikan.
Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi layang yang
berjumlah rata-rata 277,3 ton per bulan tersebut dapat mencukupi kebutuhan
industri pemindangan ikan dan pengasinan di wilayah Muncar yang memiliki rata-
rata kebutuhan bahan baku masing-masing sekitar 175,1 ton per bulan dan 52,7
ton per bulan (Tabel 14). Menurut Adawyah (2008), industri pengolahan ikan
yang dapat menggunakan ikan layang sebagai bahan baku adalah industri
pemindangan. Selain itu, ikan layang juga dapat digunakan sebagai bahan baku
kecap ikan layang (Cucu, 2010). Chairita (2008) mengemukakan bahwa ikan
layang adalah ikan yang potensial untuk diolah menjadi surimi, yaitu bahan baku
untuk produk-produk fish jelly, seperti bakso ikan.
82

3) Tongkol

Ikan tongkol merupakan jenis ikan pelagis. Ikan tongkol di PPP Muncar
ditangkap dengan menggunakan alat tangkap purse seine, payang, dan gillnet.
Alat tangkap purse seine mampu menghasilkan hasil tangkapan rata-rata 12,1 ton
per unit per bulan dengan komposisi jenis ikan tongkol sebesar 7,4%, payang
mampu menghasilkan 4,5 ton per unit per bulan dengan komposisi tongkol
sebesar 23,6%, dan gillnet mampu menghasilkan 0,5 ton per unit per bulan
dengan komposisi tongkol sebesar 24,2%.
Selama tahun 1999-2008, produksi rata-rata ikan tongkol di PPP Muncar
mencapai 1.927,4 ton per tahun. Alat tangkap di PPP Muncar yang dominan
menangkap tongkol adalah alat tangkap purse seine. Ikan tongkol di PPP Muncar
memiliki harga yang berkisar antara Rp3.000,00-Rp6.000,00/kg. Ikan tongkol di
PPP Muncar didistribusikan untuk kebutuhan bahan baku industri pemindangan
dan pembekuan ikan, selanjutnya dipasarkan ke daerah sekitar Muncar, Jember,
Malang, Surabaya, Tulungaggung, Bondowoso, Jakarta, Bali, dan Yogyakarta.
Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol selama 10 tahun disajikan pada
Gambar 22.
Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa trend yang dihasilkan selama tahun
1999-2008 untuk ikan tongkol adalah menurun dengan persamaan y = -625,9915x
+ 172651,0008 dan R2 = 0,2184. Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks
musim. Indeks musim yang digunakan berkisar antara 83,20 pada bulan April
hingga 127,31 pada bulan Maret. Musim puncak pendaratan terjadi pada bulan
Maret, Mei, Juli, Oktober, dan November. Hasil proyeksi produksi tongkol
disajikan pada Tabel 21.
81

y = -625,9915x + 172.651,0008
300 R² = 0,2184

250

200
Volume produksi (ton)

150

100

50

0
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120
Bulan

Volume Produksi (ton) Linear (Volume Produksi (ton))

Gambar 22 Perkembangan produksi per bulan ikan tongkol di PPP Muncar tahun 1999-2008.

83
84

Tabel 21 Proyeksi produksi ikan tongkol tahun 2011-2020


Volume produksi (ton)*
Waktu
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Januari 84 76 69 61 53 46 38 30 22 15
Februari 431 391 352 312 272 232 192 152 112 72
Maret 577 524 470 416 362 308 255 201 147 93
April 356 323 289 256 222 189 156 122 89 55
Mei 52 47 42 37 32 27 22 17 13 8
Juni 33 30 27 23 20 17 14 11 8 5
Juli 36 32 29 25 22 19 15 12 8 5
Agustus 49 44 39 34 30 25 20 16 11 6
September 64 58 52 46 39 33 27 20 14 8
Oktober 132 119 106 93 80 67 54 41 28 15
November 139 126 112 98 84 70 56 42 29 15
Desember 92 83 74 65 55 46 37 28 18 9
Jumlah 2.046 1.853 1.659 1.466 1.273 1.079 886 692 499 306
*Angka pembulatan

Berdasarkan proyeksi seperti yang telah disajikan pada Gambar 23 dan


Tabel 21, dapat dilihat bahwa produksi tongkol di PPP Muncar akan mengalami
penurunan produksi sebesar 18,49% pada tahun 2011-2020. Pada tahun 2011,
kemampuan produksi mencapai 2.046 ton dan kemudian menurun hingga 306 ton
pada tahun 2020. Penurunan volume produksi tersebut tentunya akan
berpengaruh pada aktivitas dan nilai produksi di pelabuhan karena ikan tongkol
merupakan jenis ikan ekonomis penting. Selain itu, penurunan produksi akan
berdampak negatif bagi perkembangan industri pengolahan ikan di wilayah
Muncar yang menggunakan bahan baku utama berupa ikan tongkol, seperti
industri pemindangan.
Pada tahun 2011, hasil penghitungan proyeksi produksi tongkol yang
berjumlah rata-rata 170,5 ton per bulan tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan
industri pemindangan ikan di wilayah Muncar yang memiliki rata-rata kebutuhan
bahan baku sekitar 175,1 ton per bulan (Tabel 14). Sebagai pencegahan
penurunan produktivitas industri, industri tersebut dapat mendatangkan ikan
tongkol dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan alternatif jenis ikan
lainnya sebagai pengganti ikan tongkol agar industri tersebut tidak mengalami
penurunan produktivitas saat produksi ikan tongkol di PPP Muncar menurun.
Industri yang dapat dikembangkan dengan menggunakan ikan tongkol antara lain
pengasinan dan pemindangan (Adawyah, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa
85

ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri pengasinan antara lain
ikan teri, kembung, kakap, dan tenggiri, sedangkan untuk pemindangan adalah
ikan selar, layang, dan cakalang.

5.3.2 Model proyeksi dekomposisi multiplikatif


Model proyeksi dekomposisi multiplikatif merupakan model peramalan
yang sering digunakan selama ini. Model dekomposisi pada umumnya mencoba
mengidentifikasikan tiga komponen secara terpisah sebagai pola dasar yang
menggambarkan karakteristik sistem industri sepanjang waktu tertentu (Gasperz,
1992).
Ketiga komponen yang digunakan dan dicari pada penghitungan data
produksi hasil tangkapan untuk peramalan pertama-tama secara berurutan adalah
komponen trend, selanjutnya komponen siklik, dan yang terakhir adalah
komponen musim. Lalu peramalan produksi hasil tangkapan dapat dihitung.
Gasperz (1992) menyatakan bahwa trend menggambarkan perilaku data dalam
jangka panjang yang dapat bersifat menaik, menurun, atau tidak berubah.
Selanjutnya Gasperz juga menyatakan bahwa faktor siklik menggambarkan naik-
turunnya ekonomi atau industri, sedangkan faktor musiman berkaitan dengan
fluktuasi periodik yang relatif konstan dan disebabkan oleh faktor-faktor seperti
temperatur, curah hujan, bulan-bulan tertentu dalam setahun atau yang berkaitan
dengan hari raya, upacara keagamaan, dan sebagainya.
R2 adalah kemampuan data untuk menginterpretasikan data dengan keadaan
nyata di lapangan. Dalam penentuan model pada rata-rata bergerak 3 bulanan,
digunakan R2 yang bernilai lebih besar. Pada ketiga proyeksi jenis ikan dominan
di PPP Muncar, diperoleh nilai R2 yang kecil. Berdasarkan nilai R2 yang kecil
tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kesalahan pada data volume produksi
yang digunakan untuk keperluan peramalan, sehingga hasil penghitungan proyeksi
mendatang tersebut kurang dapat dijadikan sebagai nilai acuan pada kondisi nyata
di lapangan.
Kecilnya nilai R2 tersebut dapat terjadi karena terdapat beberapa data hasil
tangkapan yang bernilai ekstrim pada tahun 2006 dan 2007. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya pada sub-sub bab 5.1.1, data hasil tangkapan yang bernilai
86

ekstrim tersebut terjadi karena adanya anomali positif konsentrasi klorofil-a di


perairan Selat Bali pada bulan November 2006 sampai dengan Maret 2007.
Peristiwa ini disebabkan oleh fenomena IODM positif yang diketahui ada selama
bulan September-November 2006 dan yang menyebabkan upwelling terjadi lebih
intensif dan lebih lama (Nababan, 2009).
Selain itu, nilai R2 bernilai kecil disebabkan oleh data produksi yang
tercatat di pelabuhan kurang sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Hal
tersebut dikarenakan proses pencatatan hasil tangkapan yang tidak disertai dengan
penimbangan terlebih dahulu. Pendataan hasil tangkapan dilakukan pada saat
kendaraan yang membawa hasil tangkapan melewati tempat penjagaan petugas
TPI. Banyaknya hasil tangkapan yang diangkut kendaraan tersebut adalah jumlah
keranjang yang terdapat dalam kendaraan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya
pada Bab Keadaan Umum, satu keranjang penuh berisi hasil tangkapan yang
beratnya bisa mencapai 100-125 kg dianggap berisi 80 kg. Selisih yang
dihasilkan cukup besar sehingga memungkinkan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai R2. Selain itu, penyebab R2 bernilai kecil diduga adanya perbedaan
proses pencatatan data antara bulan yang satu dengan bulan yang lainnya.
Produksi ikan yang jauh berbeda dibandingkan dengan bulan lainnya dapat terjadi
karena ikan yang didaratkan pada bulan tersebut tidak seluruhnya murni hasil
penangkapan nelayan, tetapi ikan yang didatangkan dari luar daerah yang
diangkut dengan menggunakan armada penangkapan. Ikan yang didatangkan dari
luar daerah tersebut umumnya berasal dari Bali.
Data produksi hasil tangkapan selama sepuluh tahun terakhir yang diperoleh
di PPP Muncar sangat berfluktuatif dan dapat sangat berbeda antara bulan yang
satu dengan bulan berikutnya. Menurut nelayan dan petugas pelabuhan setempat,
musim ikan di perairan Selat Bali mulai sulit diprediksi dan tidak menentu sejak
beberapa tahun terakhir. Hal ini antara lain karena ada pengaruh perubahan iklim,
seperti yang terjadi di Maluku. Di wilayah tersebut, nelayan amat sulit
memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola
iklim yang berubah (Karim, 2009). Selain itu, jumlah ikan terkadang sedikit dan
terkadang sangat melimpah pada saat tertentu. Petugas pelabuhan juga
menambahkan bahwa jumlah ikan di perairan Selat Bali dapat melonjak tajam
87

setiap delapan tahun hingga sepuluh tahun sekali, namun setelah itu produksi ikan
dapat menurun drastis dan belum diketahui sebabnya. Hal tersebut didukung pula
oleh Dinas Perikanan Dati I Propinsi Jawa Timur (2000) yang menyatakan bahwa
adanya penurunan produksi terendah pada tahun 1986 dan tahun 1996 yang
berjarak 10 tahun. Hal tersebut dimungkinkan adanya faktor perubahan lokasi
ruaya lemuru. Menurut Whitehead (1985) vide Muntoha (1998), ikan lemuru
tersebar di lautan lndia bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai
sebelah selatan Jawa Timur dan Bali; Australia sebelah barat, dan lautan Pasifik
sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Philipina, Hongkong, Pulau Taiwan
sampai Jepang bagian selatan).
VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
(1) Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar pada tahun
2008 adalah 35.756.636kg dan nilai produksi Rp112.724.026.500.
Pendistribusian hasil tangkapan langsung ditujukan kepada industri dan
konsumen atau melalui perantara dengan daerah tujuan wilayah Muncar dan
Banyuwangi, serta Jakarta, Surabaya, Magelang, Madura, dan Bali. Sarana
distribusi yang digunakan antara lain truk, sepeda motor, becak motor, dan
becak. Penanganan ikan selama pendistribusian adalah dengan menambahkan
es ke dalam wadah hasil tangkapan.
(2) Kebutuhan bahan baku ikan selama 8 bulan dari industri pengolahan ikan yang
berjumlah 201 unit adalah 15.831,1 ton dengan rata-rata 1.978,9 ton pada
tahun 2008. Jenis ikan dominan dan tersedia selama 12 bulan dalam setahun
di PPP Muncar adalah lemuru dengan produksi 27.833.004 kg (77,84%),
layang dengan produksi 2.879.767 kg (8,05%), dan tongkol dengan produksi
2.629.699 kg (7,35%) pada tahun 2008. Bahan baku yang digunakan oleh
industri-industri pengolahan ikan di wilayah Muncar 89% berasal dari PPP
Muncar, namun pada saat pendaratan hasil tangkapan sangat sedikit, pihak
industri memasok bahan baku dari cold storage di sekitar pelabuhan,
mendatangkan dari luar daerah seperti Grajagan, Tuban, dan Puger, serta
dengan mengimpor bahan baku ikan dari Cina dan Taiwan.
(3) Besaran proyeksi untuk volume produksi ikan lemuru dan layang menunjuk-
kan peningkatan pada tahun 2011-2020, sedangkan ikan tongkol menunjukkan
penurunan. Alternatif untuk ikan tongkol yang hasil proyeksi produksinya
menurun dan tidak mencukupi kebutuhan industri, dapat didatangkan dari luar
daerah, yaitu dari wilayah Bali dan Jawa Timur, atau dengan menggunakan
ikan jenis lain.
89

6.2 Saran
(1) Pengelola PPP Muncar perlu meningkatkan pelayanan terhadap pengguna
pelabuhan (dalam hal ini nelayan, pedagang, dan pihak industri) dengan
memperbaiki dan mengoptimalkan fasilitas yang ada atau meningkatkan
kapasitas fasilitas agar proses distribusi hasil tangkapan menjadi lancar.
(2) Bagi para investor dan pemilik industri pengolahan ikan, pengembangan usaha
pengolahan ikan yang berbahan baku ikan lemuru dan layang masih dapat
ditingkatkan, sedangkan jenis olahan yang belum ada seperti abon ikan dan
dendeng ikan yang berbahan baku ikan lemuru dapat mulai dirintis di wilayah
Muncar.
(3) Dinas Perikanan dan Kelautan hendaknya lebih meningkatkan peranannya
dalam pembinaan dan pengawasan pada nelayan dan industri pengolahan ikan
terhadap penanganan mutu ikan di PPP Muncar.
90

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Cetakan ketiga.


Jakarta: Bumi Aksara. 159 halaman.
Aziza L. 2000. Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Labuan
Maringgai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang
Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. 77 halaman.
BAPPENAS. 2008. Data Base Pembangunan Kelautan dan Perikanan.
http://ditkp.com/?prov=0&sub=13 [10 Januari 2009].
Bappeprop Jawa Timur. 2009. Pokok-Pokok Pikiran Forum Masyarakat Kelautan
dan Perikanan Jawa Timur: Rangkuman Hasil Diskusi Forum Masyarakat
Kelautan dan Perikanan Jawa Timur Bersama Stakeholder Kelautan dan
Perikanan; Auditorium Bappeda Jawa Timur, 7 Maret 2009.
http://www.bappeprop-jatim.go.id/fpk.pdf [15 April 2009].
[BPS Kab. Banyuwangi] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. 2008.
Geografi Kabupaten Banyuwangi. http://www.banyuwangikab.go.id/
geografi-kabupaten-banyuwangi/geografi-kabupaten-banyuwangi.html [2
Maret 2009].
Chairita. 2008. Karakteristik Bakso Ikan dari Campuran surimi Ikan Layang
(Decapterus spp) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp) pada Penyimpanan
Suhu Dingin. http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11963/6/2008
cha_abstract.pdf [15 Desember 2010].
Cucu R. 2010. Pengaruh Lama Hidrolisis dan Jumlah Nanas terhadap Jumlah
Protein Terlarut pada Pembuatan Kecap Ikan Layang (Decapterrus
russelli). [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan IPA, Universitas
Negeri Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/1665/ [15 Desember 2010]
[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 1382 halaman.
Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur. 2000. Perikanan Lemuru
Selat Bali oleh Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur
(Lemuru Fishery In Bali Strait by The Fisheries Service of The Province
East Java). Fishcode Management. Roma: .hal 53-62.
ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/006/x7578e/X7578E0.pdf [7 Oktober 2009].
Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 2008. Laporan Tahunan Tahun 2007.
Banyuwangi: Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 70 halaman.
Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi. 2009. Laporan Produksi Perikanan
Air Laut Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008. Banyuwangi: Dinas
Perikanan dan Kelautan Banyuwangi.
91

Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Pelabuhan Perikanan: Wahana Penyaluran


Investasi Usaha. Jakarta: Departemen Pertanian.
Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005a. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan:
Pemasaran dan Investasi. Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia. http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/
pemasaran_investasi_index.html [4 April 2009].
Direktorat Pelabuhan Perikanan. 2005b. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan:
Profil Pelabuhan Perikanan Indonesia. Ditjen Perikanan Tangkap
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
http://www.pipp.dkp.go.id/pipp2/pelabuhan_index.html [4 April 2009].
Gasperz V. 1992. Analisis Sistem Terapan: Berdasarkan Pendekatan Tehnik
Industri. Bandung: Tarsito. 270 halaman.
Hanafiah AM dan AM Saefuddin. 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta:
UI Press. 208 halaman.
Hanke JE dan DW Wichern. 2005. Business Forecasting. Internasional edition.
Eight edition. United States of America: Pearson Prentice Hall. 535 hal.
Indrawati A. 2000. Studi Tentang Hubungan Suhu Permukaan Laut Hasil
Pengukuran Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella
lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Joesidawati MI, Purwanto, dan Asriyanto. 2005. Alternatif Pengelolaan Perikanan
Lemuru di Selat Bali. Jurnal Pasir Laut, 1 (1). pp. 1-19. ISSN 1858-1684.
eprints.undip.ac.id/view/year/2005.type.html [12 Mei 2010].
Karim M. 2009. Perubahan Iklim Global Ancam Perikanan Kita.
http://www.dkp.go.id/index.php/ind/news/989/perubahan-iklim-global-
ancam-perikanan-kita [12 April 2010].
Le Ry JM. 2007. Cornouaille Fishing Harbours in France. Di dalam: Lubis E
dan AB Pane, editor. International Seminar Proceeding Dynamic
Revitalisation of Java Fishing Port and Capture Fisheries on Promoting
The Indonesian Fishery Development; Auditorium Rektorat Institut
Pertanian Bogor, 6-7 Juni 2005. Bogor: IPB Press. Hal 83.
Lubis E. 2006. Buku I: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Bagian
Pelabuhan Perikanan. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Lubis E, I Solihin, T Nugroho, R Muninggar. 2010. Diktat Pelabuhan Perikanan.
Bogor: Bagian Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan Pengelolaan.
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
92

Lubis E. 2010. Komunikasi Pribadi. Dosen Pelabuhan Perikanan. Departemen


Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Martadi RB. 2009. Emas Vs Potensi Agraris Banyuwangi, Sebentuk
Kanibalisasi antar-potensi. http://www.jatam.org/content/view/313/21/ [8
Januari 2009].
Mira, YD Sari dan S Koeshendrajana. 2007. Efisiensi Ekonomi dan Dampak
Kebijakan Pemerintah terhadap Usaha Penangkapan Lemuru di Muncar
Jawa Timur. Dinamika Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan. Bunga Rampai Hasil-Hasil Riset. Jakarta: Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal 101-
114.
Muntoha, M. 1998. Pola Musim dan Karakteristik Oseanografi Selat Bali serta
Hubungan Produk Ikan Lemuru yang Didaratkan di PPI Muncar,
Banyuwangi [Skripsi]. Program Studi Ilmu dan Teknonlogi Kelautan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
141 Halaman.
Moeljanto. 1982. Pengalengan Ikan. Jakarta: PT Penebar Swadaya. 37 halaman.
Nababan, MCMN. 2009. Hubungan Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Selat Bali
dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) yang Didaratkan di TPI
Muncar, Banyuwangi [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Nugroho T. 2008. Bahan Kuliah m.a. Teknik Perencanaan Pembangunan dan
Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Laboratorium Pelabuhan Perikanan.
Pane AB. 2007. Dasar-Dasar Industri Kepelabuhanan Perikanan (IKP). Bahan
Kuliah m.a. Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Pelabuhan
Perikanan. Jurusan Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Rasyid A. 2008. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan
Lemuru (Sardinella sp). Di dalam: Prosiding Seminar Riptek Kelautan
Nasional; Pusat Penelitian Oseanografi LIPI; 3 September 2008. Jakarta.
http://www.barunajaya.com/dwld/docs/20080903924-MAK2-3.PDF [15
April 2009].
[UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar.
2007. Laporan Produksi Ikan Basah. Banyuwangi: UPT PPP Muncar. 12
halaman.
[UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar.
2009. Laporan Tahunan Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Muncar. Banyuwangi: UPT PPP Muncar. 45 halaman.
93

Wawa JE. 2007. Industri Perikanan: Perlu Terobosan untuk Bangkit. Kompas
Cetak.http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/05/01053059/perlu.terob
osan.untuk.bangkit [15 April 2009].
Wijaya H. 2002. Pendataan Hasil Tangkapan Ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan
Muncar Kabupaten Banyuwangi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 117 halaman.
Yundari D. 2005. Perbandingan Produksi PPN Palabuhanratu dengan
Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat Berkaitan dengan Kualitas
Perdagangan Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 115 halaman.
LAMPIRAN
94

Lampiran 1 Lay out PPP Muncar tahun 2009

2
10
11 34
4
12
5 13
6 3
7
8 14 Keterangan:
9 15 1. Pintu gerbang
18 2. Pos jaga/satpam
16
19 3. Toilet umum
17 4. Mushola
20 22 5. Balai kesehatan
6. Syahbandar
21
7. Komplek KUD
8. Unit simpan pinjam
9. Pos polairud
29 10. Kantor resort perikanan
11. Guest house
23 12. BPP
13. Rumah dinas
14. Taman
15. Gedung aula
16. Kantor UPT BP PPP
24
17. Gedung serbaguna
18. Gedung es
25 19. Kantin nelayan
26 20. Perbengkelan
21. Tangki BBM
27 22. Tempat parkir
23. Tandon air tawar
24. Cold storage
28 25. Genzet
26. Pompa air asin
3 27. TPI baru
28. Gedung peralatan
30 31 29. Perkampungan nelayan
30. Aliran sungai
31. Kolam pelabuhan
32. Industri hulu
33. Breakwater
34. Selat Bali
● Tiang listrik

32

34

33

Skala = 1 : 7000
95

Lampiran 2 Foto fasilitas PPP Muncar


1 Fasilitas fungsional

a. Gedung TPI Pelabuhan, 2009. b. Ruang kantor UPT PPP Muncar, 2009.

c. Kantor KUD Mino Blambangan, 2009. d. Menara air, 2009.

e. Pom bensin di PPP Muncar, 2009. f. Alat bantu navigasi, 2009.

g. Slipway, 2009.
96

Lanjutan Lampiran 2
2 Fasilitas penunjang

a. Rumah dinas, 2009. b. Gedung pertemuan, 2009.

c. Balai kesehatan, 2009. d. Mushola, 2009.


97

Lampiran 3 Foto aktivitas-aktivitas di PPP Muncar


1 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan hasil tangkapan

a Pendaratan hasil tangkapan b Pengangkutan ikan lemuru dari


purse seine, 2009. dermaga ke industri, 2009.

c Penyusunan ikan layur dalam peti kayu dan kondisinya setelah diberi es, 2009.

d Penambahan air kolam ke dalam wadah yang berisi ikan lemuru, 2009.
98

2 Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan ikan

a Pengikatan tali kapal pada bollard dan tiang listrik ketika akan bertambat, 2009.

b Perbaikan alat tangkap purse c Pembuatan kapal purse seine,


seine, 2009. 2009.
Lampiran 4 Data volume produksi jenis ikan dominan di PPP Muncar tahun 1999-2008
(1) Lemuru
Volume Produksi (kg)
Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 73.492 305.210 412.025 360.568 3.530.785 4.205.678 152.610 242.700 10.236.240 2.340.860
Februari 69.385 215.406 523.254 310.635 1.321.580 1.872.485 285.284 360.485 27.730.554 542.620
Maret 258.473 269.364 134.216 360.800 836.350 820.360 1.531.171 310.512 8.470.685 1.168.615
April 198.725 388.674 129.379 407.255 652.145 427.150 702.821 564.105 715.420 2.228.615
Mei 140.418 265.348 415.826 835.632 970.560 1.701.043 885.776 683.730 683.730 2.478.564
Juni 86.228 105.215 125.070 621.575 1.120.550 870.751 634.665 436.720 423.615 997.520
Juli 114.635 178.264 110.060 330.240 622.515 830.406 790.271 672.951 652.743 789.650
Agustus 237.420 327.830 1.672.845 832.420 2.325.170 1.245.339 1.164.126 897.686 186.012 1.264.160
September 306.195 318.264 910.680 560.115 2.862.430 1.108.945 671.432 863.230 215.730 2.955.428
Oktober 234.276 348.836 1.421.785 1.275.260 4.230.520 1.348.515 924.716 1.270.530 386.875 3.942.056
November 241.304 833.346 520.136 5.680.150 3.465.780 864.452 586.160 20.315.238 3.287.427 4.708.315
Desember 219.044 464.552 405.930 4.256.425 3.680.575 638.402 691.638 24.718.625 924.365 4.416.601
Jumlah 2.179.595 4.020.309 6.781.206 15.831.075 25.618.960 15.933.526 9.020.670 51.336.512 53.913.396 27.833.004
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009

99
(2) Layang
Volume Produksi (kg)
Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 30.012 61.826 284.352 32.140 152.200 1.814.650 176.850 54.210 145.720 167.860
Februari 23.419 51.340 298.462 51.230 105.400 650.825 6.125 78.256 268.350 134.560
Maret 42.147 64.820 214.230 58.150 210.615 578.200 74.975 126.340 112.820 361.425
April 38.265 85.412 122.289 62.470 105.310 327.600 19.035 101.250 104.540 381.425
Mei 117.632 64.710 162.315 115.270 135.230 235.420 42.750 74.300 74.300 396.314
Juni 136.234 83.635 120.203 101.410 460.310 16.200 22.695 60.420 58.603 198.527
Juli 87.430 62.478 83.268 82.200 113.450 18.175 31.863 94.650 91.809 164.480
Agustus 112.674 165.337 434.656 226.450 563.250 84.706 46.234 211.540 106.510 274.520
September 136.725 218.678 215.324 201.230 474.650 65.363 32.520 115.250 135.250 199.435
Oktober 127.416 198.975 123.415 436.150 325.230 80.829 120.615 657.280 224.108 187.864
November 63.708 388.667 64.210 260.200 460.470 52.702 64.150 736.405 378.620 217.614
Desember 54.152 204.372 53.468 136.400 623.940 61.437 81.610 382.110 125.650 195.743
Jumlah 969.814 1.650.250 2.176.192 1.763.300 3.730.055 3.986.107 719.422 2.692.011 1.826.280 2.879.767
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009

100
(3) Tongkol
Volume Produksi (kg)
Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 101.216 286.475 270.384 85.330 120.658 230.525 10.345 20.530 64.550 95.472
Februari 186.712 194.618 357.758 76.428 105.350 115.210 13.250 125.630 152.475 157.480
Maret 125.742 185.020 205.670 108.270 112.528 130.625 32.840 528.245 110.464 1.503.210
April 224.648 176.216 163.216 124.618 57.264 115.548 4.035 215.236 120.620 80.200
Mei 273.955 128.615 252.785 256.255 63.248 87.264 3.713 130.605 130.605 62.415
Juni 315.865 136.384 126.638 162.450 78.820 27.416 5.240 72.545 70.367 37.156
Juli 285.482 254.520 98.921 96.732 85.460 16.475 12.530 55.416 53.751 46.080
Agustus 81.525 246.150 115.620 218.430 72.264 54.775 14.280 32.716 32.470 50.168
September 1.248.642 240.185 106.238 174.760 54.268 16.500 18.168 82.850 41.371 97.760
Oktober 1.291.835 238.172 112.207 262.164 134.356 23.688 26.320 234.650 145.330 146.812
November 396.625 305.648 84.210 210.785 112.042 18.720 20.515 262.475 256.115 183.428
Desember 317.300 213.235 72.445 150.520 164.645 12.684 17.825 82.355 85.942 169.518
Jumlah 4.849.547 2.605.238 1.966.092 1.926.742 1.160.903 849.430 179.061 1.843.253 1.264.060 2.629.699
Sumber: TPI PPP Muncar, 2009

101

Anda mungkin juga menyukai