An-Nahl: 125
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk."
(QS. An-Nahl: 125)
Arti per-Ayat:
Dialah lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah lebih mengetahui
Metode Dakwah.
Pertama, yaitu Metode bil hikmah artinya bin-nash wal ‘aqli (menggunakan nash dan akal),
Dakwah tetap mengacuh kepada nash (al-Qur’an dan Sunnah) tapi menggunakan akal dlaam
menentukan pemilihan terhadap nash mana yang akan disampaikan lebih dahulu (menyangkut
tahapan dan silabi dakwah), bagaimana menyampaikannya (media dan cara yang digunakan) yang
sesuai dengan keadaan sasaran dakwah.
Kedua, Metode ma’uidhah hasanah yaitu berdakwah dengan nasehat-nasehat yang baik yang
diungkapkan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat dan berdasarkan realitas kehidupan
masyarakat yang dikemas dalam bahasa yang santun dan menyentuh hati masyarakat.
Ketiga, Metode berdebat yaitu berdakwah dengan cara berdebat, ini dilakukan terutama bagi
kalangan intelektual atau orangorang terdidik yang berfikiran logis. Maka ajaran Islam harus bisa
dijelaskan dengan argumentasi-argumentasi yang logis dan rasional. Islam menuntunkan
hendaknyadalam berdebat itu dilakukan dengan cara-cara yang baik dan penuh kesantuan tanpa
ada tendensi menyerang lawan dialog. Tujuanya adalah menjelaskan kebenaran dan mencari
kebenaran berdasarkan tuntunan Allah Swt.
Untuk itu, yang perlu diperhatikan dalam menentukan tahapan dakwah, misalnya sebagian ahli
membagi lima tahapan dakwah:
1). Tahapan penyampaian pesan (marhalah tablîgh)
2). Tahapan pengajaran (marhalah ta’lîm)
3). Tahapan pembinaan (marhalah takwin)
4). Tahapan pengornasiaan (marhalah tanzhîm)
5) Tahapan pelaksanaan (marhalah tanfizh)
Q.S Al-Muddatsir Ayat 1-6
Arti per-Ayat:
Kandungan Surah:
Ketika Rasulullah saw pulang dari gua Hira, beliau mendengar sesuatu dan mencarinya,
namun tak dijumpainya, maka dengan segera beliau meminta isterinya untuk menutupinya dengan
selimut. Kemudian turunlah surat al-Muddatsir yang secara singkat dapat diungkap sebagai
berikut:
Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya dan bergegas
menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam, khusunya untuk melaksanakan
hal-hal berikut:
Mengagungkan nama Allah.
Mensucikan diri lahir dan batin.
Menjauhi perbuatan dosa dan noda.
Memperbanyak sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
Memperteguh tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam mengabdi dan
menyembah Allah.
Hari Kiamat merupakan saat yang sulit, khusunya bagi orang-orang kafir.Maka biarkanlah
mereka sibuk menumpuk harta, membanggakan anak dan keturunannya seraya menentang ajaran
Islam dan munudh Nabi saw sebagai tukang sihir. Dan sesungguhnya mereka itu akan
dimasukkan ke dalam neraka saqar. Setiap insan itu tidak akan dapat terbebas dari cacatan amal
perbuatan selama hidupnya, dan sesungguhnya siapa yang suci dari dosa, maka dia akan
memperoleh kebahagiaan di surga, sedangkan orang-orang yang tidak mau melaksankan shalat
serta tidak mau beramal shalih dan mereka mengucapkan kata-kata kotor serta mendustakan
agama, maka sesungguhnya mereka itu akan masuk ke dalam neraka saqar. Pada masa jahiliyah,
masyarakat Arab memiliki suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan
kehendak Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang rendah
kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan minum minuman
keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan berbagai kemungkaran lainnya. Namun,
meskupun zaman Jahiliyah terkenal dengan berbuatan yang jelek,toh sebenarnya masa itu terdapat
beberapa kepercayaan dan kebiasaan yang baik, seperti menghormati bulan-bulan haram,
menghormati Ka’bah, melakukan haji, bermurah hati dalam menghormati tamu dan lain-lain.
Qs.Ali Imran:15-17
Artinya:
Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian
itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan
(mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami,
sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah
kami dari siksa neraka,” (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta`at,
yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.
(Qs.3:15-17)
Arti per-Kata:
Katakanlah Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
demikian itu Untuk orang-orang yang bertakwa pada sisi Tuhan mereka
Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya orang-orang yang yang berdo`a
Ya Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman maka ampunilah untuk kami
segala dosa kami siksa neraka orang-orang yang sabar dan orang-orang yang benar
Ayat ke 16-17:
Dua ayat ini menjelaskan kekhususan-kekhususan pemikiran, akhlak dan prilaku
orang-orang yang bertakwa, sehingga terjelas siapakah yang berhak dan layak masuk
surga.
Ayat pertama menjelas taubah dan inabah orang-orang yang bertakwa yang
senantiasa meminta ampun dari Allah. Pada dasarnya, jalan untuk sampai kepada takwa
adalah iman dan bersikap seimbang (i'tidal) kepada keberadaan Allah. Selagi manusia
tidak menyakini bahwa semua perbuatannya diawasi, maka mereka tidak akan mengontrol
diri.
Akan tetapi arti takwa bukanlah tersucikan dari dosa, melainkan dengan artian
menahan diri. Orang-orang yang bertakwa mungkin saja terjatuh ke dalam perbuatan dosa,
namun beda mereka dengan pendosa lain ada 2 hal; pertama dosa bukan bagian dari
kebiasaan mereka, akan tetapi mereka berbuat dosa karena khilaf dan lupa. Kedua, jika
mereka berdosa, langsung mereka terpikir untuk taubat sehingga dirinya bisa terlepas dari
kesan-kesan dosa di dunia dan akhirat.
Ayat berikutnya menjelaskan 5 sifat penting dari dampak positif takwa bagi orang-
orang yang bertakwa. Kesabaran dan ketabahan di jalan kebenaran dan bertahan dalam
melawan bujukan-bujukan batil dan setan merupakan sifat yang paling mendasar.
Kejujuran dalam akidah, perkataan dan tindakan merupakan sifat-sifat lain orang-orang
yang bertakwa dan sifat-sifat ini memelihara manusia dari segala bentuk kemunafikan,
riya, kebohongan dan penipuan.
Demikian pula ketaatan mereka dari perintah Allah disertai dengan tunduk dan
kerendahan diri serta menerima hukum Allah dengan sepenuh jiwa. Di samping taat
kepada Allah, mereka juga memikirkan makhluk dan menginfakkan sebagian harta mereka
untuk orang-orang yang memerlukan.
Namun dengan melakukan perbuatan baik ini, bukan berarti mereka jadi sombong, bahkan
mereka selalu merasa masih banyak kekurangan dalam mengabdi dan membantu manusia-
manusia yang lemah dan mereka senantiasa beristighfar dan meminta ampunan atas segala
kesalahan dan kekurangan.
Dari ayat ini kita petik pelajaran bahwa takwa bukan berarti mengucilkan diri, melainkan
disamping menghindari dosa, kita harus menghidupkan sifat-sifat baik (hasanah) pada diri
kita dan berusaha memberikan pengabdian kepada umat manusia.