Anda di halaman 1dari 4

A.

ISLAM AGAMA RAHMAT BAGI SELURUH ALAM

Islam rahmatan lil alamin adalah konsep islam yang penuh dengan kasih sayang. Kata
rahmat bermakna sangat luas sehingga dapat menjangkau seluruh alam semesta. Kata rahmat
juga merupakan salah satu nama Allah yang agung, sebagaimana yang difirmankan oleh
Allah swt. di dalam al-Quran surat al-Anbiya ayat 107.

Kata "wa" dalam al-Quran bukan saja bermakna "dan", tetapi juga bisa bermakna
sesungguhnya, karena fungsinya untuk menguatkan atau menegaskan kalimat selanjutnya.
Wama dan tidaklah arsankana kami mengutus kamu, bisa bermakna sesungguhnya tidaklah
kami mengutus kamu, lalu ayat selanjutnya illa kecuali rahmatan lil alamin rahmat bagi
seluruh alam.

Jadi Rosulullah SAW sebagaimana pada ayat di atas, di utus ke muka bumi ini sebagai
rahmat bagi seluruh manusia, jin, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Risalah yang
disamapaikannya tidak saja menjangkau manusia tetapi juga menjangkau makhluk gaib
seperti jin. Dalam beberapa riwayat menguraikan bahwa jin dibagi menjadi dua yaitu ada jin
Islam dan ada jin kafir. Jin Islam ini mengenal ajaran Allah melalui Rosulullah, bahkan
sebagian dari mereka pakar dalam masalah Islam.

Kata Rahmat bermakna kasih sayang, sehingga Islam datang sebagai agama kasih sayang,
bukan agama teror yang dituduhkan oleh sebagian orang. Dalam Islam tidak ada ajaran yang
mengajarkan tentang kekerasan, lebih banyak ayat-ayat al-Quran berbicara tentang
kelembutan. Banyak pula hadis-hadis rosulullah yang berbicara tentang kasih sayang.

Pemahaman Yang Salah Kaprah

Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini secara serampangan, bermodal
pemahaman bahasa dan logika yang dangkal. Atau berusaha memaksakan makna ayat agar
sesuai dengan hawa nafsunya. Diantaranya pemahaman tersebut adalah:

1. Berkasih sayang dengan orang kafir

Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu membenci
mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau bahkan
menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil dengan ayat:

ِ ِ
َ ‫ناك ِإالَّ َرمْح َةً ل ْلعالَم‬
‫ني‬ َ ‫َوما َْأر َس ْل‬
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam
semesta” (QS. Al Anbiya: 107)

Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala menjadikan Islam sebagai rahmat
bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan berkasih
sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat
bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu.
Inilah bentuk kasih sayang Allah terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat Ibnu Abbas
Radhiallahu’anhu.

2. Berkasih sayang dalam kemungkaran

Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat, membiarkan


pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di depan umum bahkan
membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka karena khawatir
para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian berkata : “Islam khan
rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Sungguh aneh.

Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam sebagai rahmat Allah
bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran dan membiarkan mereka
dalam kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya di atas,
“Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan
orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.

Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka
petunjuk untuk menjalankan perinta-perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh
Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan
sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan
mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal
kebaikan.

3. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama

Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk bid’ah, syirik dan
khurafat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah
perbedaan pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata: “Biarkanlah kami
dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”.
Sungguh aneh.

Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan toleransi
terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran yang sangat
jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian.

Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah
diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan orang
yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak
berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan
tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu
yang sesuai dengan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qayyim
mengatakan tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang mengikuti beliau,
dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus”. Artinya, Islam adalah bentuk kasih
sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang mau mengikuti
ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami’ hanya
berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:

‫َأعبُ ُد َواَل َأنَا َعابِ ٌد َما َعبَدْمُتْ َواَل َأْنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما‬ ِ
ْ ‫َأعبُ ُد َما َت ْعبُ ُدو َن َواَل َأْنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما‬
ْ ‫قُ ْل يَا َُّأي َها الْ َكافُرو َن اَل‬
‫َأعبُ ُد لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َويِل َ ِدي ِن‬
ْ
“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku‘”

4. Menyepelekan permasalahan aqidah

Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan dan enggan mendakwahkan
aqidah yang benar. Karena mereka menganggap mendakwahkan aqidah hanya akan
memecah-belah ummat dan menimbulkan kebencian sehingga tidak sesuai dengan prinsip
bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.

Renungkanlah perkataan Ash Shabuni dalam menafsirkan rahmatan lil ‘alamin: “Beliau
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya
berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya
berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat bagi seluruh manusia karena beliau
membawa ajaran tauhid. Karena manusia pada masa sebelum beliau diutus berada dalam
kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan selain Allah, walaupun mereka
menyembah kepada Allah juga. Dan inilah inti ajaran para Rasul. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala:

ِ ‫ولََق ْد بع ْثنَا يِف ُك ِّل َُّأم ٍة رسواًل َِأن ْاعب ُدوا اللَّه و‬
َ ُ‫اجتَنبُوا الطَّاغ‬
‫وت‬ ْ ََ ُ َُ ََ َ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut’ ” (QS. An Nahl: 36)

Kesimpulannya, justru dakwah tauhid, seruan untuk beraqidah yang benar adalah bentuk
rahmat dari Allah Ta’ala. Karena dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat Allah, maka bagaimana mungkin menjadi sebab
perpecahan ummat.

Pemahaman Yang Benar

Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya, beberapa faedah yang dapat
kita ambil dari ayat ini adalah:
1. Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam sebagai Rasul Allah
adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.
2. Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama Islam.
3. Hukum-hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah bentuk kasih sayang
Allah Ta’ala kepada makhluk-Nya.
4. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallam
5. Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang beriman kepada ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam
6. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallam.
7. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallam, membenarkan beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
8. Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, yaitu dengan diwajibkannya perang
melawan mereka. Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan
menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak.
9. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum musliminjuga mendapat rahmat
dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Yaitu dengan
dilarangnya membunuh dan merampas harta mereka.
10. Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam berupa dihindari dari adzab yang menimpa umat-umat
terdahulu yang menentang Allah. Sehingga setelah diutusnya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, tidak akan ada kaum kafir yang diazab dengan cara
ditenggelamkan seluruhnya atau dibenamkan ke dalam bumi seluruhnya atau diubah
menjadi binatang seluruhnya.
11. Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun ingkar di dalam hati juga
mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga dan kehormatan
mereka. Mereka pun diperlakukan sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam
hukum waris dan hukum yang lain. Namun di akhirat kelak Allah akan menempatkan
mereka di dasar neraka Jahannam.
12. Pengutusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat karena
beliau telah memberikan pencerahan kepada manusia yang awalnya dalam kejahilan
dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya berada dalam kesesatan
berupa peribadatan kepada selain Allah.
13. Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini diberikan juga kepada orang kafir
namun mereka menolaknya. Sehingga hanya orang mu’min saja yang
mendapatkannya.
14. Sebagain ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini hanya diberikan orang mu’min.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, yang dengan
sebab rahmat-Nya tersebut kita dikumpulkan di dalam Jannah-Nya.

Anda mungkin juga menyukai