Anda di halaman 1dari 65

Search...

AL-QURAN TAFSIR

Islam, Rahmatan Lil ‘Alamin


Yulian Purnama 13 January 2010 87 Comments

 Share on Facebook
 Share on Twitter


Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin.


Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada
pemahaman-pemahaman yang salah kaprah. Sehingga
menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan
dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.
Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil
‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,

َ‫ناك إِلا َر ْح َمةً ِل ْلعالَ ِمين‬


َ ‫س ْل‬
َ ‫َوما أ َ ْر‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan


sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan


membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin,
Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.

Secara bahasa,

‫ف‬ ُّ َ‫الرقاةُ والتاع‬


ُ ‫ط‬ ِ :‫الر ْحمة‬
‫ا‬

rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba


(Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur). Atau dengan kata
lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk
kasih sayang Allah kepada seluruh manusia.

Penafsiran Para Ahli Tafsir


1. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim:

“Pendapat yang lebih benar dalam menafsirkan ayat ini adalah


bahwa rahmat disini bersifat umum. Dalam masalah ini, terdapat
dua penafsiran:

Pertama: Alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan


diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia
dan akhirat sekaligus.

Orang kafir yang memerangi beliau, manfaat yang mereka


dapatkan adalah disegerakannya pembunuhan dan maut bagi
mereka, itu lebih baik bagi mereka. Karena hidup mereka hanya
akan menambah kepedihan adzab kelak di akhirat. Kebinasaan
telah ditetapkan bagi mereka. Sehingga, dipercepatnya ajal lebih
bermanfaat bagi mereka daripada hidup menetap dalam kekafiran.

Orang kafir yang terikat perjanjian dengan beliau, manfaat bagi


mereka adalah dibiarkan hidup didunia dalam perlindungan dan
perjanjian. Mereka ini lebih sedikit keburukannya daripada orang
kafir yang memerangi Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Orang munafik, yang menampakkan iman secara zhahir saja,


mereka mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta,
keluarga dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan
sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris dan
hukum yang lain.

Dan pada umat manusia setelah beliau diutus, Allah Ta’ala tidak
memberikan adzab yang menyeluruh dari umat manusia di bumi.
Kesimpulannya, semua manusia mendapat manfaat dari
diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Kedua: Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang


yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di
dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya.
Sehingga bagi orang kafir, Islam tetap dikatakan rahmat bagi
mereka, namun mereka enggan menerima. Sebagaimana jika
dikatakan ‘Ini adalah obat bagi si fulan yang sakit’. Andaikan fulan
tidak meminumnya, obat tersebut tetaplah dikatakan obat”

2. Muhammad bin Ali Asy Syaukani dalam Fathul Qadir:

“Makna ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai


Muhammad, dengan membawa hukum-hukum syariat, melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh manusia tanpa ada keadaan atau
alasan khusus yang menjadi pengecualian’. Dengan kata lain,
‘satu-satunya alasan Kami mengutusmu, wahai Muhammad,
adalah sebagai rahmat yang luas. Karena kami mengutusmu
dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan di
akhirat’ ”

3. Muhammad bin Jarir Ath Thabari dalam Tafsir Ath Thabari:

“Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ayat ini, tentang
apakah seluruh manusia yang dimaksud dalam ayat ini adalah
seluruh manusia baik mu’min dan kafir? Ataukah hanya manusia
mu’min saja? Sebagian ahli tafsir berpendapat, yang dimaksud
adalah seluruh manusia baik mu’min maupun kafir. Mereka
mendasarinya dengan riwayat dari Ibnu
Abbas radhiallahu’anhu dalam menafsirkan ayat ini:

‫ ومن لم يؤمن باهلل‬, ‫من آمن باهلل واليوم اآلخر كتب له الرحمة في الدنيا واآلخرة‬
‫ورسوله عوفي مما أصاب األمم من الخسف والقذف‬

“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ditetapkan
baginya rahmat di dunia dan akhirat. Namun siapa saja yang tidak
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka
adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat
terdahulu, seperti mereka semua di tenggelamkan atau di terpa
gelombang besar”

dalam riwayat yang lain:

‫ ومن لم يؤمن به عوفي مما أصاب األمم‬, ‫تمت الرحمة لمن آمن به في الدنيا واآلخرة‬
‫قبل‬

“Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang


yang beriman kepada Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang
yang enggan beriman, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan
tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu”

Pendapat ahli tafsir yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud


adalah orang-orang beriman saja. Mereka membawakan riwayat
dari Ibnu Zaid dalam menafsirkan ayat ini:

‫ والعالمون‬. ‫ وقد جاء األمر مجمال رحمة للعالمين‬, ‫فهو لهؤلء فتنة ولهؤلء رحمة‬
‫ من آمن به وصدقه وأطاعه‬: ‫هاهنا‬

“Dengan diutusnya Rasulullah, ada manusia yang mendapat


bencana, ada yang mendapat rahmah, walaupun bentuk
penyebutan dalam ayat ini sifatnya umum, yaitu sebagai rahmat
bagi seluruh manusia. Seluruh manusia yang dimaksud di sini
adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah,
membenarkannya dan menaatinya”

Pendapat yang benar dari dua pendapat ini adalah pendapat yang
pertama, sebagaimana riwayat Ibnu Abbas. Yaitu Allah mengutus
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam sebagai rahmat
bagi seluruh manusia, baik mu’min maupun kafir. Rahmat bagi
orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab
diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan orang-orang
beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap
ajaran Allah. Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak
disegerakannya bencana yang menimpa umat-umat terdahulu
yang mengingkari ajaran Allah” (diterjemahkan secara ringkas).

4. Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi

“Said bin Jubair berkata: dari Ibnu Abbas, beliau berkata:

‫ ومن‬, ‫كان محمد صلى هللا عليه وسلم رحمة لجميع الناس فمن آمن به وصدق به سعد‬
‫لم يؤمن به سلم مما لحق األمم من الخسف والغرق‬

“Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah rahmat bagi


seluruh manusia. Bagi yang beriman dan membenarkan ajaran
beliau, akan mendapat kebahagiaan. Bagi yang tidak beriman
kepada beliau, diselamatkan dari bencana yang menimpa umat
terdahulu berupa ditenggelamkan ke dalam bumi atau
ditenggelamkan dengan air”

Ibnu Zaid berkata:

‫أراد بالعالمين المؤمنين خاص‬

“Yang dimaksud ‘seluruh manusia’ dalam ayat ini adalah hanya


orang-orang yang beriman” ”

5. Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir

“Maksud ayat ini adalah ‘Tidaklah Kami mengutusmu, wahai


Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh makhluk’.
Sebagaimana dalam sebuah hadits:
‫إنما أنا رحمة مهداة‬

“Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)”


(HR. Al Bukhari dalam Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman 2/596. Hadits ini di-shahih-kan Al Albani
dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam Shahih Al Jami’,
2345)

Orang yang menerima rahmat ini dan bersyukur atas nikmat ini, ia
akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘rahmatan lilmu’minin‘, namun


mengatakan ‘rahmatan lil ‘alamin‘ karena Allah Ta’ala ingin
memberikan rahmat bagi seluruh makhluknya dengan diutusnya
pemimpin para Nabi, Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
Beliau diutus dengan membawa kebahagiaan yang besar. Beliau
juga menyelamatkan manusia dari kesengsaraan yang besar.
Beliau menjadi sebab tercapainya berbagai kebaikan di dunia dan
akhirat. Beliau memberikan pencerahan kepada manusia yang
sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah
kepada menusia yang sebelumnya berada dalam
kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh
manusia. Bahkan orang-orang kafir mendapat manfaat
dari rahmat ini, yaitu ditundanya hukuman bagi mereka. Selain itu
mereka pun tidak lagi ditimpa azab berupa diubah menjadi
binatang, atau dibenamkan ke bumi, atau ditenggelamkan dengan
air”

Pemahaman Yang Salah Kaprah


Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini
secara serampangan, bermodal pemahaman bahasa dan logika
yang dangkal. Atau berusaha memaksakan makna ayat agar
sesuai dengan hawa nafsunya. Diantaranya pemahaman tersebut
adalah:

1. Berkasih sayang dengan orang kafir

Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang


kafir, tidak perlu membenci mereka, mengikuti acara-acara
mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau bahkan
menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan
berdalil dengan ayat:

َ‫اك إِلا َر ْح َمةً ِل ْلعالَ ِمين‬


َ ‫س ْلن‬
َ ‫َوما أ َ ْر‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan


sebagai rahmat bagi alam semesta” (QS. Al Anbiya: 107)

Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala


menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, namun
bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan berkasih sayang
kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir,
bahwa bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa
musibah besar yang menimpa umat terdahulu. Inilah bentuk kasih
sayang Allah terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat Ibnu
Abbas Radhiallahu’anhu.

Bahkan konsekuensi dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya


adalah membenci segala bentuk penyembahan kepada selain
Allah, membenci bentuk-bentuk penentangan terhadap ajaran
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, serta membenci orang-
orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

‫سولَهُ َولَ ْو َكانُوا آبَا َء ُه ْم‬


ُ ‫اآلخ ِر يُ َوادُّونَ َم ْن َحادا هللاَ َو َر‬ ِ ‫لَ ت َِجد ُ قَ ْو ًما يُؤْ ِمنُونَ بِاهللِ َو ْاليَ ْو ِم‬
‫ِيرت َ ُه ْم‬
َ ‫عش‬َ ‫أ َ ْو أ َ ْبنَا َء ُه ْم أ َ ْو إِ ْخ َوانَ ُه ْم أ َ ْو‬

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada


Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-
orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-
orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)

Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus


membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam tafsir beliau di
atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang
tidak boleh dilukai.

Menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai dalil pluralisme


agama juga merupakan pemahaman yang menyimpang. Karena
ayat-ayat Al Qur’an tidak mungkin saling bertentangan. Bukankah
Allah Ta’ala sendiri yang berfirman:

‫اإلسْال ُم‬ ‫إِ ان الدِينَ ِع ْندَ ا‬


ِ ِ‫َّللا‬

“Agama yang diridhai oleh Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19)

Juga firman Allah Ta’ala:

َ‫اآلخ َرةِ ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬


ِ ‫ْالم دِينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َو ُه َو فِي‬
ِ ‫اإلس‬ َ ِ‫َو َم ْن يَ ْبت َغ‬
ِ ‫غي َْر‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al Imran: 85)

Orang yang mengusung isu pluralisme mungkin menafsirkan


‘Islam’ dalam ayat-ayat ini dengan ‘berserah diri’. Jadi semua
agama benar asalkan berserah diri kepada Tuhan, kata mereka.
Cukuplah kita jawab bualan mereka dengan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam:

‫اإلسالم أن تشهد أن ل إله إل هللا وأن محمدا رسول هللا وتقيم الصالة وتؤتي الزكاة‬
‫وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيال‬

”Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada


sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan
mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu
melakukannya” (HR. Muslim no.8)

Justru surat Al Anbiya ayat 107 ini adlalah bantahan telak


terhadap pluralisme agama. Karena ayat ini adalah dalil bahwa
semua manusia di muka bumi wajib memeluk agama Islam.
Karena Islam itu ‘lil alamin‘, diperuntukkan bagi seluruh manusia
di muka bumi. Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnul Qayyim di
atas: “Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang
yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di
dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya”.

2. Berkasih sayang dalam kemungkaran


Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan
shalat, membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita
membuka aurat mereka di depan umum bahkan membiarkan
praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka
karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika
dinasehati, kemudian berkata : “Islam khan rahmatan lil’alamin,
penuh kasih sayang”. Sungguh aneh.

Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini.


Islam sebagai rahmat Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan
kepada pelaku kemungkaran dan membiarkan mereka dalam
kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath Thabari dalam
tafsirnya di atas, “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah
memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi
Wa sallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga
dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”.

Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah


dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perinta-
perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah,
sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita
juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang
melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan
mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya
untuk melakukan amal kebaikan.

Dan sikap rahmat pun diperlukan dalam mengingkari maksiat.


Sepatutnya pengingkaran terhadap maksiat mendahulukan sikap
lembut dan penuh kasih sayang, bukan mendahulukan sikap
kasar dan keras. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam bersabda:

‫ ول ينزع من شيء إل شانه‬. ‫إن الرفق ل يكون في شيء إل زانه‬

“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan


menghiasnya. Tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali
akan memperburuknya” (HR. Muslim no. 2594)

3. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama

Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai


bentuk bid’ah, syirik dan khurafat. Karena mereka menganggap
bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah perbedaan
pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata:
“Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik
kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”. Sungguh aneh.

Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih


sayang dan toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada
kaum muslimin, adalah penafsiran yang sangat jauh. Tidak ada
ahli tafsir yang menafsirkan demikian.

Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah


fakta, dan sudah diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan orang yang
mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya
dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang mengatakan
semua agama sama. Diantara bermacam golongan tersebut tentu
ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti
yang benar, yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi Shallallahu
‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul Qayyim mengatakan
tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang
mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat
sekaligus”. Artinya, Islam adalah bentuk kasih sayang Allah
kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang
mau mengikuti ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.

Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan


mengusik kami’ hanya berlaku kepada orang kafir.
Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun:

‫عبَدْت ُ ْم‬ َ ‫عابِد ُونَ َما أ َ ْعبُد ُ َو َل أَنَا‬


َ ‫عابِد ٌ َما‬ َ ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها ْال َكافِ ُرونَ َل أ َ ْعبُد ُ َما ت َ ْعبُد ُونَ َو َل أ َ ْنت ُ ْم‬
‫ِين‬
ِ ‫يد‬ َ ‫عابِد ُونَ َما أ َ ْعبُد ُ لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم َو ِل‬َ ‫َو َل أ َ ْنت ُ ْم‬

“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah


apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku‘”

Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan


wajib menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan.
Yang dinasehati pun sepatutnya lapang menerima nasehat.
Bukankah orang-orang beriman itu saling menasehati dalam
kebaikan?

ِ ‫ص ْوا بِ ْال َح‬


‫ق‬ َ ‫ت َوت ََوا‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫سانَ لَ ِفي ُخسْرإِ ال الاذِينَ آ َمنُوا َو‬
‫ع ِملُوا ال ا‬ ْ َ‫َو ْالع‬
ِ ْ ‫ص ِر إِ ان‬
َ ‫اإل ْن‬
‫صب ِْر‬
‫ص ْوا بِال ا‬
َ ‫َوت ََوا‬

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam


kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”
(QS. Al ‘Ashr: 1 – 3)

Dan menasehati orang yang berbuat menyimpang dalam agama


adalah bentuk kasih sayang kepada orang tersebut. Bahkan orang
yang mengetahui saudaranya terjerumus ke dalam penyimpangan
beragama namun mendiamkan, ia mendapat dosa. Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam:

‫ ومن غاب‬. ‫إذا عملت الخطيئة في األرض كان من شهدها فكرهها كمن غاب عنها‬
‫ كان كمن شهدها‬، ‫عنها فرضيها‬

“Jika engkau mengetahui adanya sebuah kesalahan (dalam


agama) terjadi dimuka bumi, orang yang melihat langsung lalu
mengingkarinya, ia sama seperti orang yang tidak melihat
langsung (tidak dosa). Orang yang tidak melihat langsung namun
ridha terhadap kesalahan tersebut, ia sama seperti orang yang
melihat langsung (mendapat dosa)” (HR. Abu Daud no.4345,
dihasankan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)

Perselisihan pendapat pun tidak bisa dipukul-rata bahwa semua


pendapat bisa ditoleransi. Apakah kita mentoleransi sebagian
orang sufi yang berpendapat shalat lima waktu itu tidak wajib bagi
orang yang mencapai tingkatan tertentu? Atau sebagian
orang kejawen yang menganggap shalat itu yang penting ‘ingat
Allah’ tanpa harus melakukan shalat? Apakah kita mentoleransi
pendapat Ahmadiyyah yang mengatakan bahwa berhaji tidak
harus ke Makkah? Tentu tidak dapat ditoleransi. Jika semua
pendapat orang dapat ditoleransi, hancurlah agama ini. Namun
pendapat-pendapat yang berdasarkan dalil shahih, cara berdalil
yang benar, menggunakan kaidah para ulama, barulah dapat kita
toleransi.

4. Menyepelekan permasalahan aqidah

Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan


dan enggan mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka
menganggap mendakwahkan aqidah hanya akan memecah-belah
ummat dan menimbulkan kebencian sehingga tidak sesuai
dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.

Renungkanlah perkataan Ash Shabuni dalam


menafsirkan rahmatan lil ‘alamin: “Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam memberikan pencerahan kepada manusia yang
sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah
kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan.
Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmatbagi
seluruh manusia karena beliau membawa ajaran tauhid. Karena
manusia pada masa sebelum beliau diutus berada dalam
kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan selain
Allah, walaupun mereka menyembah kepada Allah juga. Dan
inilah inti ajaran para Rasul. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

‫وت‬
َ ‫غ‬ ‫اجتَنِبُوا ا‬
ُ ‫الطا‬ ‫ول أ َ ِن ا ْعبُد ُوا ا‬
ْ ‫َّللاَ َو‬ ُ ‫َولَقَدْ بَعَثْنَا فِي ُك ِل أ ُ امة َر‬
ً ‫س‬

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat


(untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah
Thaghut’ ” (QS. An Nahl: 36)
Selain itu, bukankah masalah aqidah ini yang dapat menentukan
nasib seseorang apakah ia akan kekal di neraka atau tidak?
Allah Ta’ala berfirman:

‫صار‬ ُ ‫علَ ْي ِه ْال َجناةَ َو َمأ ْ َواهُ النا‬


‫ار ۖ َو َما ِل ا‬
َ ‫لظا ِل ِمينَ ِم ْن أ َ ْن‬ َ ُ ‫َّللا‬ ‫ناهُ َم ْن يُ ْش ِر ْك بِ ا‬
‫اَّللِ فَقَدْ َح ار َم ا‬

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)


Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72)

Oleh karena itu, adakah yang lebih urgen dari masalah ini?

Kesimpulannya, justru dakwah tauhid, seruan untuk beraqidah


yang benar adalah bentuk rahmat dari Allah Ta’ala. Karena
dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi Wa sallamadalah rahmat Allah, maka bagaimana mungkin
menjadi sebab perpecahan ummat? Justru kesyirikanlah yang
sebenarnya menjadi sebab perpecahan ummat. Sebagaimana
firman Allah Ta’ala:

‫َو َل ت َ ُكونُوا ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكينَ ِمنَ الاذِينَ فَ ارقُوا دِينَ ُه ْم َو َكانُوا ِشيَعًا ۖ ُك ُّل ِح ْزب بِ َما لَدَ ْي ِه ْم‬
َ‫فَ ِر ُحون‬

“Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan


Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan
mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Ar
Ruum: 31-32)

Pemahaman Yang Benar


Berdasarkan penafsiran para ulama ahli tafsir yang terpercaya,
beberapa faedah yang dapat kita ambil dari ayat ini adalah:

1. Di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa


sallam sebagai Rasul Allah adalah bentuk kasih sayang
Allah kepada seluruh manusia.
2. Seluruh manusia di muka bumi diwajibkan memeluk agama
Islam.
3. Hukum-hukum syariat dan aturan-aturan dalam Islam adalah
bentuk kasih sayang Allah Ta’alakepada makhluk-Nya.
4. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam
5. Rahmat yang sempurna hanya didapatkan oleh orang yang
beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam
6. Seluruh manusia mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
7. Orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, membenarkan
beliau serta taat kepada beliau, akan mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
8. Orang kafir yang memerangi Islam juga mendapat rahmat
dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam, yaitu dengan diwajibkannya perang melawan mereka.
Karena kehidupan mereka didunia lebih lama hanya akan
menambah kepedihan siksa neraka di akhirat kelak.
9. Orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum
musliminjuga mendapat rahmat dengan diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Yaitu dengan
dilarangnya membunuh dan merampas harta mereka.
10. Secara umum, orang kafir mendapat rahmat dengan
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam berupa dihindari dari adzab yang menimpa umat-
umat terdahulu yang menentang Allah. Sehingga setelah
diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam,
tidak akan ada kaum kafir yang diazab dengan cara
ditenggelamkan seluruhnya atau dibenamkan ke dalam bumi
seluruhnya atau diubah menjadi binatang seluruhnya.
11. Orang munafik yang mengaku beriman di lisan namun
ingkar di dalam hati juga mendapat rahmatdengan diutusnya
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Mereka
mendapat manfaat berupa terjaganya darah, harta, keluarga
dan kehormatan mereka. Mereka pun diperlakukan
sebagaimana kaum muslimin yang lain dalam hukum waris
dan hukum yang lain. Namun di akhirat kelak Allah akan
menempatkan mereka di dasar neraka Jahannam.
12. Pengutusan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa
sallam menjadi rahmat karena beliau telah memberikan
pencerahan kepada manusia yang awalnya dalam kejahilan
dan memberikan hidayah kepada manusia yang awalnya
berada dalam kesesatan berupa peribadatan kepada selain
Allah.
13. Sebagian ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini
diberikan juga kepada orang kafir namun mereka
menolaknya. Sehingga hanya orang mu’min saja yang
mendapatkannya.
14. Sebagain ulama berpendapat, rahmat dalam ayat ini
hanya diberikan orang mu’min.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya


kepada kita semua, yang dengan sebab rahmat-Nya tersebut kita
dikumpulkan di dalam Jannah-Nya.

Alhamdulillahiladzi bini’matihi tatimmush shalihat..

Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih


lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira

TOPICS: ISLAM BENAR, JIL, KEMUDAHAN ISLAM, LIBERAL, NATAL, TAFSIR, TOLERANSI
BERAGAMA

 Share on Facebook
 Share on Twitter


PREVIOUS

Panduan Praktis Tata Cara Wudhu

NEXT

Angin, Antara Nikmat dan Adzab

ABOUT AUTHOR
Yulian Purnama
Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Ilmu Komputer UGM, kontributor web
Muslim.or.id dan Muslimah.or.id

View all posts by Yulian Purnama »


ARTIKEL TERKAIT

Waktu Terbaik Untuk Tadabbur Al-Qur’an


15 July 2018
Shalat Sambil Membaca Mushaf Al-Qur’an
6 July 2018

Benarkah Al-Quran Turun Tanggal 17 Ramadhan?


2 June 2018
Meninggalkan yang Haram, Apakah Berpahala?
12 February 2019

Siapakah Harut Dan Marut?


17 January 2019
Isyarat Al-Qur’an untuk Mempelajari Ilmu Duniawi yang Bermanfaat
24 December 2018

Hukum Membakar yang Ada Tulisan Lafadz Allah dan Al-Quran


26 October 2018
Bolehkah Orang Junub Berdzikir dari Al Quran?
28 September 2018

Bolehkah Meletakkan Mushaf Al-Qur’an di Bawah Bantal untuk Mengusir Jin?


27 August 2018
Tafsir Ayat: “Manusia Diciptakan Lemah”
2 August 2018

87 COMMENTS

1.

catatan febri 13 January 2010

saya mempunyai beberapa pertanyaan mengenai artikel ini.


sebenarnya islam itu rahmatan lil ‘alamin ataukah lil muslimin

banyak umat non muslim yang tidak merasakan bagaimana posisi Islam
sebagai rahmat bagi semesta alam. contohnya dengan adanya aksi
terorisme, korupsi yang sebagian besar di lakukan oleh orang yang mengaku
beragama Islam, dsb.

mungkin para pengurus blog atau web ini mempunyai jawaban???


REPLY

2.
abu hanifah alim 13 January 2010

artikelnya bagus.. ana idzin nyontek..


jazakumullahu khairan
REPLY

3.

djanut 14 January 2010

ass, punten akh numpang ngopy untuk disampaikan kepada saudara2 yang
lain.syukran
REPLY

4.

abu umair al-baganiy 14 January 2010

Bismillah. afwan ana izin meng-copy file ini. mari pelajari Islam dari Al-
Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman salafush shalih agar kita selamat
dunia dan akhirat. Barokallahufikum

REPLY

5.

amirulhuda romadhoni 15 January 2010

Hadirilah

Kajian Ilmiah Penggugah Jiwa

Tema: Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan Bagimu!

Pemateri: Al Ustadz Abu Umair, Lc. (Ma’had Al Irsyad, Salatiga)

Insya Allah akan diselenggarakan pada:


Hari/ tanggal: Rabu, 20 Januari 2010

Waktu: Pukul 19.30 WIB s.d. Selesai

Tempat: Masjid Al Akhlak, Klentang, Gemolong, Sragen

(100 meter sebelah utara perempatan Klentang, Gemolong)

Gratis, Terbuka Untuk Umum (Khusus Putra)

Informasi:

Joni Widodo 081329933469

Aboe Zaid 08999499464

Diselenggarakan bersama oleh:

Takmir Masjid Al Akhlak, Klentang

FKM (Forum Kajian Masyarakat) Gemolong

REPLY

6.

ummu azka 15 January 2010

Ya Allah smg bnyk saudaraku membaca tulisan ini. Amin.


REPLY

7.

abdurrahman 23 January 2010

bismillah..
ana ijin mengkopi artikel dari website ini utk dakwah menuju manhaj ini..
boleh?jazakumullah..
REPLY
o

Muslim.Or.Id 23 January 2010

@ Abdurrahman
Silakan, semoga bermanfaat untuk yang lainnya.
REPLY

8.

di-an 5 February 2010

tidak jauh berbeda dengan saudara febri…saya mohon pengurus blog atw
web ini bisa memberikan artikel-artikel yang disertai dengan contoh yang
realistis yang teraplikasi dalam kehidupan sehari-sehari, sehingga dapat
menjadi pencerahan dan contoh perbuatan yang dipahami secara lebih
gamblang dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Islam rahmatan lil’alamin tidak akan terwujud sempurna jika umatnya sendiri
tidak dapat memberikan contoh yang baik dalam kehidupannya. Sehingga
dengan keislaman yang teraplikasi dalam perilaku dan ucapan dapat
menjadikan islam sebagai rahmat bagi penganutnya dan penganut agama
lain.

Bagaimana kita dapat mengajak saudara-saudara kita yang belum


menemukan jalan Allah untuk bersama-sama mecintai Allah, sementara
masih banyak anarkisme yang dipertontonkan oleh sebagian saudara2 kita
yang tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan dan ketakutan bagi
penganut agama lain tapi juga bagi umat islam itu sendiri.

Ya Allah….

REPLY

9.

Kneza 9 February 2010


bagus banget artikelnya, afwan q izin menukil ya…
Syukron Katsiron

REPLY

10.

Yulian Purnama 9 February 2010

#Catatan Febri
“sebenarnya islam itu rahmatan lil ‘alamin ataukah lil muslimin?”
jawabannya ada pada artikel, silakan dibaca dengan cermat.

Mengenai hubungan antara Rahmatan lil alamin dengan adanya terorisme


dan muslim yang korupsi, saya mencermati dua hal:

Pertama, jika merujuk pada penjelasan para ahli tafsir ttg ayat ini, maka hal
tersebut TIDAK BERHUBUNGAN. Karena Islam sebagai rahmatan lil’alamin
artinya semua makhluk mendapat manfaat dengan datangnya Islam, baik
mukmin maupun kafir, dan bukan maknanya harus berkasih sayang dengan
semua orang secara mutlak.
Silakan baca lagi artikel diatas dengan cermat.

Kedua, teroris dan koruptor itu tidak menjalankan ajaran Islam dengan benar.
Maka tentunya mereka tidak bisa jadi orang yang mencerminkan bagaimana
sih Islam itu.

REPLY

11.

Serdadu Salafi 23 May 2010

@ catatan febri Silahkan antum pelajari ajaran islam (Al Quran dan Sunnah)
secara kaffah (keseluruhan) jangan secara parsial insya Alloh antum dapati
Islam agama yang rohmatan lil’alamin. Jangan lihat perilaku orang islam
sebagai tolok ukurnya karena perilakunya beda2 ada yg sholeh ada yg
nggak, simak dan pelajari ajaran islam yang baku (Al Quran dan Sunnah).
Mohon maaf bila kurang sopan dan berkenan di hati Antum.

REPLY
12.

imam 2 August 2010

askum
ada amalan2 gag

REPLY

13.

sugeng prjadi 1 September 2010

Ya Allah Berikanlah kami Rahmat, Taufiq & Hidayah_Mu agar kami termasuk
orang-orang yang beruntung di Dunia & Akhirat, Amiiiiiiiiin !

Ya Robbal ‘Alamiin

REPLY

14.

muhamad nurchoyin 4 October 2010

assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh…..


maha suci Allah atas segala kesempurnaannya. memang manusia diciptaan
di bumu ini sebagai kholifah, dan islam sebagai payung dan wadah
mewujudkannya, sebagai mana misi islam adalah rohmatan al-‘alamin. oleh
karena itu islam bukanlah dengan mengadakan perang atau kerusakan
tetapi islam sebagai tali pemersatu seluruh umat. oleh karena itu Allah
memiliki sifat rohman yang akan selalu memberi riski dan kasih sayang
baagi seluruh alam, tetapi Allah juga mempunyai sifat rohim, yang hanya
akan didapatkan oleh orang mu’min sejati, yang selalu berpegang teguh
terhadap syari’at dan norma-norma islam yang bersandarkan pada al-Qur’an
dan hadits nabi.agama islam hanya 1 tidak ada perpecahan di dalamnya,
karna Allah menyuruh manusia masuk kedalam agama islam secara
sempurna, tidak saling menyalahkan atau menganggap ajaran yang ia anut
paling benar, karna yang paling benar adalah orang yang selalu berpedoman
pada kedua hal tersebut.
REPLY

Yulian Purnama 5 October 2010

#muhammad nurchoyin
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Saya
setuju pada beberapa poin dari komentar anda, tapi
tafsiran anda terhadap ‘rahmatan lil alamin’ tidak sejalan
dengan tafsiran para ahli tafsir yang saya uraikan di atas.
Mohon kembalikan urusan kepada ahlinya.

REPLY

15.

yochie 14 October 2010

terimakasih ya,…artikel nya bgs,..sangat membantu saya dlm


menyelesaikan tugas2 mata kuliah ke agamaan saya,…terimakasih banyak.
REPLY

16.

bayu 20 October 2010

maaf q ikut ngopy war referensi materi islam rahmatal li’alamin

REPLY

17.

ari 17 December 2010


ass. afwan ust dengan kerendahan hati, maaf saya ingin mengerti tafsiran
dari ad-din dan al-islam,dan knapa ayat tentang rahmatal lil’alamiin itu di
letakkan di surat al-anbiya’? syukron kastiir
REPLY

Yulian Purnama 1 January 2011

#ari
Coba anda simak artikel:
https://muslim.or.id/aqidah/islam-anda-sudah-paham.html

REPLY

18.

Dewi Ariyani 3 January 2011

Islam wajib hukumnya melaksanakan yg wajib, jd pandangan sy tdk ada


alasan utk tdk melaksanakan kewajiban kt sbg seorang muslimin, larangan
ya dilarang, tergantung amalan kt kpd Allah, mungkin ini yg bs sy tanggapi,
klu salah sy mohon dikoreksi,,,,

REPLY

19.

Kalijogo 9 February 2011

saya setuju dg pendapat sdr Febri & Dian…,

Selama ini mengapa kita lebih banyak mempertontonkan kekerasan. Citra


yang timbul di mata khalayak umum adalah Islam (penganut agama Islam)
dekat atau senang dengan kekerasan. Ini justru yang sangat merugikan kita
sebagai umat Muslim..

Saya juga setuju dengan pendapat dr Sdr Serdadu Salafi, bahwa dalam
mempelajari Islam (Al Quran & Sunnah) seharusnya secara utuh. Persoalan
& kenyataan di lapangan, masih banyak perilaku dari saudara-saudara kita
sesama Muslim yang menunjukkan perilaku sebaliknya. Bahkan beberapa
organisasi massa yang mengatasnamakan Islam, justru menggunakan Islam
sebagai tameng untuk bertindak anarkis… Ini menjadi keprihatinan kita
bersama, dan menodai Islam sebagai agama yang Rahmatan lil’alamin…

REPLY

20.

Arin 14 February 2011

subhanallah…
syukron ilmu nya manteb banngetttt….

REPLY

21.

Jank 19 February 2011

Ass…Bismillahirrahmanirrahim, alhamdullah sangat-sangat bagus


artikelnya…semoga bermanfaat utk qta semua..amiiiin

REPLY

22.

Doel 19 February 2011

Islam jelas Rahmatan lil ‘alamin bukan lil mu’minin. Secara syariat Rukun
Islam ada 5, namun sayangnya banyak umat islam hanya melaksanakannya
sekedar utk menjalankan syariatnya saja, sebab jika mereka memahami
hakikatnya, nyatalah bahwa islam akan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Satu contoh yg paling konkrit adalah rukun islam yg ke 2, “mendirikan sholat”.


Banyak yg kurang memahami sebenarnya utk apa sholat itu??

Di Alqur’an sebenarnya sudah sangat jelas ditegaskan bahwa Sholat itu


untuk mencegah perbuatan keji dan munkar. So.. kalo kita melihat ada umat
islam yg anarkis, korupsi, dan menjadi teroris, sebenarnya kita cukup
mengingatkan mereka untuk memahami sholatnya, karena banyak yg
mengira sholat itu untuk menegakkan agama, padahal sholat itu untuk
mencegah orang yg mendirikannya dari perbuatan keji dan munkar.

Jadi, kalo ini aja bener2 dipahami uleh umat islam, udah pasti akan
membawa rahmat bagi seluruh alam.

wassalam
REPLY

23.

jaya wiguna 2 May 2011

apakah benar smua umat muslim akan masuk surga. saya pernah dengar
sbuah hadist” jangalah kamu mati selain dari agama islam”

lalu bagaimana untuk pendosa besar yg seumur hidupnya tidak pernah


melakukan kebajikan, tetapi ia beragama islam?

REPLY

Yulian Purnama 28 June 2011

#jaya wiguna
kutipan tersebut adalah terjemah dari ayat Qur’an bukan
hadits. Jika seseorang tidak pernah melakukan shalat
maka ia kafir menurut pendapat yang rajih.

REPLY

24.

Abu Hanifah 11 May 2011

alhamdulillah artkelnya mumtaz. izin copy ya.


REPLY

25.

marza 16 May 2011

terikasih…artikel anda bagus,,semoga allah swt memberi pahala yg sesuai


dg kerja dan pikiran anda dlm megerjakan artikel ini,dan semoga umat islam
yg haus dg ilmu allah swt dapat menambah ilmunya amin..

REPLY

26.

Mudjiono 29 September 2011

Ass wrwb
Alhamdulillah semoga umat Islam dapat membuktikan diri menjadi rahmat
bagi alam semesta. Kalau disimak lebih dalam Qur’an surat Al Anbiya’ ayat
107 itu terkait langsung dengan keberadaan alam semesta ini. Ajaran Tauhid
adalah kunci penentu keselamatan alam semesta. Risalah Islam yang
diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw pada intinya untuk
menghambat kehancuran alam semesta atau kiamat. Semakin banyak orang
menyebut tahlil, takbir, tahmid dan asma Allah maka alam semesta ini akan
berada dalam keseimbangan dan semakin lambat gerak mengembangnya.
Saat ini tampaknya alam semesta dalam kondisi kritis mulai terganggu
keseimbangannya, karena kalimat-kalimat Tauhid tidak terpancar dengan
murni. Sebagian umat Islam sibuk dalam urusan dunia seperti kekuasaan,
politik, dan melakukan teror. Bentangan wilayah berpenduduk muslim dari
Merauke Papua di timur sampai Marokko di barat saat ini dalam kekacauan,
sehingga alam semesta pun guncang. Amerika Serikat dan Eropa harus
memahami azas keseimbangan ini, jangan memaksa globalisasi budaya
barat. Agama-agama besar lain diharapkan tidak melakukan gerakan
menghambat perkembangan Islam karena senyatanya semua manusia di
bumi ini membutuhkan bergemanya kalimat takbir, tahlil dan tahmid demi
menjaga kelangsungan alam semesta. Lebih detil saya telah menulis buku
Kosmologi yang Sebenarnya, Penciptaan Alam Semesta dalam Enam Masa
yang terbit secara self publishing. Semoga bermanfaat.
Wassalam.
REPLY
27.

Dwijani 9 December 2011

Selama ini saya mengira bahwa makna ‘rahmatan lil alami’ ialah bahwa
kehadiran seorang Muslim di dunia ini seharusnya menjadi rahmat bagi
dunia. Bila ia seorang pimpinan maka ia menjadi pimpinan yang membawa
kesejahteraan dan kedamaian bagi bawahan dan relasinya, jika ia seorang
guru/dosen maka ia akan mengajrkan kebaikan yang membawa anak
didiknya menjadi pribadi yang baik, sabar, jujur dan kasih sayang jika dia
seorang pegawai maka dimanapun dia berada dia akan menyenangkan
lingkungannya, membawa kedamaian, membawa kebaikan dengan bekerja
keras, jujur, penolong dsb. Muslim dimanapun dia berada dengan
memegang teguh ajaran Islam akan menyebarkan kedamaian dengan kasih
sayang, ilmu dan ahlaq yang baik.

REPLY

28.

Andi - Rumbai 31 January 2012

Izin copas ya, pak.


jazakumullah khairan.
REPLY

29.

suroto 23 March 2012

artikelnya luar biasa…


rumah buku

REPLY

30.
Saryulis 29 March 2012

terimakasih
REPLY

31.

Purnomo Betul Herry 26 April 2012

yang saya pahami,rahmatan lilalamin mestinya menjadi rahmat bagi sekalian


alam yang berarti juga selain bagi manusia, hewan, tumbuhan dan yang lain.
persoalan muncul ialah, siapa yang telah benar2 memeluk dan
mengamalkan ajaran islam (muslim), sudahkah mereka menggunakan
lisannya, berbuat secara dhahir dan bathin (hati)nya, secara islami ?.
Disinilah pangkal persoalannya, karena memang tidak banyak orang yang
mampu mencapai tingkatan seperti ini seperti ini.
Disisi lain dikait2kan dengan orang kafir, lantas siapakah orang kafir itu ?
apa definisinya, adakah orang kafir (secara mutlak) pada saat/zaman
sekarang ini ? yang pasti yang munafik banyak banget !
saya meyakini, bahwa orang yang berilmu (agama),yang fanatik dengan
agamanya, yang hatinya bersih (suci), dia justru akan semakin toleran
kepada sesama, bahkan kepada semua mahluk.
mari kita terus belajar dan senantiasa bersihkan hati kita masing2, semoga
Allah meridhai upaya kita semua, amien.

REPLY

Yulian Purnama 26 April 2012

#Purnomo
Orang kafir adalah setiap orang di luar Islam. Munafik
terkadang tidak sampai kafir. Toleran kepada orang kafir
ada batasannya.
REPLY

32.
nbeys 22 May 2012

sangat luas untuk diartikan,,. belum tentu seorang muslim dapat


mencerminkan rahmatan lil alamin,,. memang benar islam adalah agama yg
sangat2 indah, dan menurut saya apabila kamu bisa mendamaikan/tentram
semua unsur yang ada disekitarmu dengan berpedoman pada ajaran islam
mungkin itulah yang dikatakan rahmatan lil alamin, intix tergantung pada
indifidual apakah mampu mencapaix? tanya mengapa,,.
REPLY

33.

nice posting 4 November 2012

makasih penjabarannya

REPLY

34.

Kaka 8 November 2012

assallamuallaikum wr wb, ijin kopas ya admin buat nambah wawaean ttg


tafsir Al Quran, syukron

REPLY

35.

Hakikat Islam 30 November 2012

KTP saya bertuliskan Islam.


Tetapi saya masih “Kafir”. Saya belum menjalankan islam secara
sepenuhnya.
saya belum menjadi muslim yang rahmatan lil alamin, saya belum dapat
membunuh sifat setaniyah dalam diri, saya belum bisa menjadi manusia
yang total selalu sabar dan pasrah kepada ALLAH seperti yang Nabi
umpamakan dengan ibadah Haji.
Bahkan ketika saya komentar pada web2x ini, ada sifat sombong (setaniyah)
yang terpancar dalam diri saya yang seharusnya tidak boleh dikeluarkan.
Akan tetapi saya gatal untuk tidak berkomentar.

Nasrani mengajarkan agama kasih,


Hindu-Buda mengajarkan agama budi darma
Islam mengajarkan agama yang pasrah.

Yang paling baik adalah memang Islam yang mengajarkan tentang


kepasrahan, rahmatan lil alamin. yaitu agama yang mencakup semua itu,
kasih sayang, baik akal dan budi sehingga mencapai kepasrahan total pada
Allah SWT.

Semoga kita bisa benar-benar dalam jalan yang lurus.


amin

REPLY

36.

Khoirul majid 19 December 2012

Jadi Islam yang rahmatan lil ‘alamin menghalalkan membenci orang kafir ya
tadz,
subhanallah indah sekali…
REPLY

Yulian Purnama 19 December 2012

#Khoirul majid
Ada yang tidak beres dengan iman seseorang jika tidak
benci ketika Rabb-nya yang menciptakan dia dan memberi
dia nikmat dipersekutukan dan dikatakan ada sesembahan
yang lebih layak dari-Nya.
REPLY
37.

Abu Daffa 11 April 2013

Assalamualaikum
ijinkan ana menyampaikan, Benar Islam itu rahmat ke seluruh alam.
mari kita coba belajar dakwahkan Islam itu rahmatan lil Alamiin..
mulai dari rukun islam…
1. syahadat, harusnya mencegah kita berbuat syirik dan beribadah hanyalah
kepada Allah dan beribadah sesuai tuntunan sunnah nabi

2. Shalat kita selain di masjid juga dibawa diluar masjid..tetap ingat dan
berdzikir kepada Allah. dengan tidak melakukan kemungkaran seperti
korupsi, zina, menyakiti dengan lisan, menepati janji dan banyak lainnya
perintah2 dan larangan yang disampaikan Nabi SAW

3.Zakat kita kelola dengan optimal dan amanah. termasuk di dalamnya


adalah sedekah. Jangan hanya mengumumkan jumlah saldo rekening waktu
shalat jumat..
tapi juga umumkan sudah berapa banyak orang susah yang dibantu dengan
dana itu.
Sudah berapa banyak anak yatim yang disekolahkan.
sudah berapa banyak orang yang berhutang dilepaskan hutangnya dengan
dana itu.
sudah berapa banyak orang yang tidak mampu berobat, bisa berobat
dengan dana itu
sudah berapa banyak orang yang harus memakamkan anak, istri dan ayah
bundanya yang kita bantu biaya pemakamannya dengan dana itu
bukan berbangga dengan nominal saldo..tapi bersyukur dengan banyak
orang susah yang dibantu menggunakan dana itu.
ana yakin..tiap tiap jiwa yang telah dilepaskan dari kesusahan hidupnya itu,
akan merasakan rahmat Allah, bahwa kesusahan mereka telah diobati
dengan dana zakat dan infak kaum muslimin.
di moment itulah, bagi setiap insan itu, merasakan bahwa islam rahmatan lil
‘alamiin
(alhamdulillah cara pengelolaan zakat infak tsb telah istiqomah kami
laksanakan di masjid kami)

4. Puasa. harusnya mencegah syahwat yang merusak seperti zina, berkata


keji, berdusta. setiap orang yang selamat darinya, akan merasakan bahwa
agama islam itu rahmat bagi semesta alam..tidak ada orang yang disakiti
dengan anak-istri atau ibunya dizinahi, hatinya disakiti, dan janjinya diingkari..
Saat itu terjadi, itulah Islam..rahmatan lil ‘alamiin
5 Naik haji (ana belum) jadi belum bisa komentar :)

intinya ana mau bersaksi, bahwa Islam itu benar rahmat bagi semesta Alam.
dengan menghidupkan setiap ayat yang tertulis semampu kita..
menghidupkan sunnah sunnah yang tertulis di kitab hadist..
perlahan satu persatu semampu kita..
Khotib yang dakwah di mimbar pun berharap..segala ilmu yang dia
sampaikan di mimbar akan bermanfaat bagi manusia yg mendengarnya
dengan mau diamalkan..

Barakallahu lii walakum fiil Quraanil Adziim


wa nafa’aani wa iyyakum bimaa fiihii al ayaati wa dzikril hakim
wa quuluu qoulii haadza wastagfirullah hal adziim lii walakum

REPLY

38.

Genbu 3 August 2013

Haduh… bahkan di artikel yang seperti ini pun masih saja terdapat pendapat
yang menyalahgunakan “rahmatan lil alamin”. Apakah mereka sudah
membacanya secara keseluruhan atau memang manusia jaman sekarang
benar-benar LEBIH BAIK pemahamannya dari para ulama ahli tafsir? Miris….
gimana bisa rahmatan lil alamin terwujud jika pengikutnya tidak mau
mengikuti sesuatu yang dibawa oleh rahmatan lil alamin itu….

REPLY

39.

deden 6 August 2013

assalamualaikum ….
mau tanya tadz ??
di artikel di atas , ada kalimat-kalimat ”nabi muhammad memberikan hidayah”
apakah benar nabi muhammad dapat memberikan hidayah … ??
bukannya hanya ALLAH saja yang dapat memberikan hidayah … ??
terimakasih tadz ….
wassalam …
REPLY
o

Yulian Purnama, S.Kom. 6 August 2013

#deden
Hidayah ada 2: hidayah irsyad dan hidayah taufiq.
Hidayah irsyad itu berupa pengajaran, penyampaian ilmu,
nasehat.
Hidayah taufiq ini adalah hidayah yang di tangan Allah.
REPLY

40.

deden 7 August 2013

Oo … terimaksih jawabannya ustadzah ….


jazakumullahu khairan ……

REPLY

41.

sahid 7 August 2013

Islam adalah agama rahmatan lil’alamin sesuai apa yang ada di Al-Qur’an.
Rahmat bagi muslim maupun kafir, bagi muslim mendapat rahmat dunia dan
akhirat, bagi kafir mendapat rahmat di dunia dengan tidak ditimpa musibah
yang menghancurkan umat terdahulu.
Tetapi ada satu hal yang layak diperhatikan, yaitu Islam tidak menafikan
yang namanya JIHAD FI SABILILLAH, bahkan Jihad adalah salah satu
sebab Islam dapat terbentang dari timur sampai ke barat. Dalam Jihad pun
terdapat cermin bahwa Islam adalah rahmatan lil’alamin, contohnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh wanita dan anak-anak,
serta berlebih-lebihan dalam membunuh.
Jadi tolong jangan menyingkirkan syari’at Islam yang juga penting, yaitu
Jihad Fi Sabilillah hanya karena berpendapat bahwa Islam adalah agama
damai dsb.
Jazzakumullah khairan.
REPLY

42.

dedi-ns 14 August 2013

Artikelnya bagus, mohon ijin ikut ngopi ya. Menurut sy yg awam (“muslim”
turunan), salah satu bukti dari Islam itu rahmat bagi seluruh alam bisa kita
lihat pada saat bulan Ramadhan. Setiap hari di bulan Ramadhan kita lihat
semua usaha restoran dan jualan makanan menjelang berbuka puasa selalu
laris. Padahal si penjual/ pemilik usaha belum tentu muslim. Subhanallah,
inilah bukti janji Allah bahwa Islam membawa berkah dan rahmat bagi
seluruh manusia/alam. Karena itu,alangkah indahnya jika seluruh umat
muslim dapat menerapkan tugasnya setiap hari- tidak hanya di bulan
Ramadhan, sebagai khalifah pembawa rahmat bagi seluruh alam. Mungkin
hal itu bisa dimulai dari tindakan-tindakan kecil dan sederhana seperti
bersikap ramah- sering memberi senyum dan tidak beringas kepada
tetangga/ lingkungan rumah/kerja kita; selalu berkata jujur dan menolak
praktek uang “haram”; saling mengingatkan untuk menolak barang/ uang
yang bukan haknya; saling mengingatkan sesama muslim untuk sabar;
memelihara kebersihan lingkungan dan tidak buang sampah sembarangan;
mengurangi polusi asap rokok di ruangan;dsb. Jika setiap muslim bisa
melakukan hal-hal kecil tsb thd lingkungannya, maka sy pikir insya Allah kita
akan membawa rahmat bagi lingkungan kita sehingga dihormati dan
dijadikan teladan oleh seluruh anggota masyarakat. Insya Allah kita
perlahan-lahan nantinya bisa mengangkat harkat kehidupan manusia supaya
tidak merugi dari waktu ke waktu. Aamiin ya Rabb.

REPLY

43.

rangga 6 September 2013

sangat menuntun sy yg sedang ingin mendalami tentang islam, meskipun sy


sorang muslim sejak lahir dan sudah kerap mendapatkan pelajaran ttg
agama sy. namun ada sedikit pertanyaan nih, apakah kekayaan (harta, tahta,
jabatan) dan kemuliaan seorang kafir itu juga salah satu bentuk rahmat dr
diutusnya nabi Muhammad ke dunia?

thanks sharingnya.
REPLY

Yulian Purnama 11 October 2013

#rangga
Simak:
http://muslimah.or.id/nasehat-ulama/kaya-dan-kuatnya-orang-
kafir.html
https://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/muslim-nampak-miskin-
kafir-hidup-kaya.html

REPLY

44.

henry 14 September 2013

apakah yang dimaksudkan dengan membenci kaum kafir disini adalah


membenci sifat kekufurannya bukan orangnya.. soalnya banyak kita
temukan disiroh nabawi bahwa Rasulallah SAW tetap menjunjung tinggi
aklaq islam meskipun bermuamalah dengan orang kafir

REPLY

Yulian Purnama 14 September 2013

#henry
Membenci kekufurannya dan juga orangnya. Namun
membenci itu tidak mesti menyakiti atau menzhaliminya.
Bahkan kita berusaha mengajak mereka untuk masuk
Islam. Adapun akhlak mulia itu wajib diterapkan kepada
semua orang, bahkan kepada binatang sekalipun.
Demikian juga kejujuran dan profesionalisme dalam
muamalah. Hanya saja kepada orang kafir tidak boleh
menunjukkan rasa sayang dan loyalitas.
Lebih jelasnya silakan simak artikel-artikel berikut:
https://muslim.or.id/aqidah/pertemanan-dengan-non-
muslim.html
https://muslim.or.id/tafsir/menjadikan-orang-kafir-sebagai-
auliya.html
https://muslim.or.id/aqidah/larangan-loyal-pada-orang-kafir.html
https://muslim.or.id/aqidah/contoh-loyalitas-pada-orang-
kafir.html

REPLY

45.

henry 14 September 2013

mohon pertanyaan sy diatas ustad jawab


‫هللا يبارك فيك‬

REPLY

46.

Moh. nurfauzi 16 September 2013

coba kirimkan judul makala islam agama paripurna dan rahmatan lil alamin
REPLY

47.

nurus syarifatul ngaeni 27 September 2013

penjelasannya lengkap ,,,, so,, bisa buat referensi kuliah

REPLY

48.
Bambang Sujatmiko 29 September 2013

penulisan kalimat ayat yang salah untuk [QS 21:107] yg terdapat di bagian
paling atas tulisan ini:

َ‫ِل ْلعالَ ِمين‬

terdapat huruf ‘Alif setelah huruf ‘Ain – padahal yang aslinya adalah seperti
ini:

َ‫ِلِّ ْل َٰعَلَ ِمين‬

tidak ada huruf ‘Alif setelah huruf ‘Ain.

mungkin hal ini guna menunjukkan perpanjangan bacaan huruf ‘Ain tersebut
secara mahraj/mahroj nya saja; namun hukum yang jauh lebih tinggi yaitu:

tidak diperkenankan menambah ataupun mengurangi jumlah huruf Al-Qur’an

ini telah antum langgar !!.

hujjah antum cukup panjang, namun dengan 1 kekurangan yang cukup vital
ini saja sudah cukup pula meragukan hujjah-hujjah berikutnya ditinjau dari
sisi kejujuran atau minimal ketelitian si penulisnya.

REPLY

Yulian Purnama 30 September 2013

#Bambang Sujatmiko
1. Dalam Al Qur’an yang ada di maktabah Syamilah
memang tertulis dengan alif. Dalam Qur’an cetakan
Madinah memang tanpa alif namun ada mad badal, jadi
panjang dan artinya sama.
2. Tentu saja tidak ada niatan kami sengaja menambah
huruf, jangan su’uzhan
3. Andaipun salah ketik, maka hendaknya jangan mencari-
cari alasan dan kesalahan-kesalahan untuk menolak
kebenaran.
REPLY
49.

Irma Aprilianti 4 October 2013

Assalamu’alaikum Wr,Wb…
izin mengcopy… Semoga Allah merahmati akhi…

REPLY

50.

Habibie 2 November 2013

Subhanallah, artikel yang mencerahkan. Ada pertanyaan ya ustadz.


Bagaimana menurut antum sikap Ahlussunnah terhadap Syiah dan Khawarij
karena saya melihat ada beberapa saudara kita yang akidahnya mengarah
ke sana. Kemudian, bagaimana menurut antum atas tragedi di Suriah saat
ini, benarkah Mujahidin disuply senjata dari Amerika yang notabene Kafir,
bahkan beberapa Mujahidin terlalu berlebihan dalam membunuh kaum Syiah?
Jazakumullah khaer katsiran atas jawabannya ….

REPLY

51.

Meliana Menawan Hati 5 June 2014

sepakat dg itu… Islam is Rahmatan lil alamin :)

REPLY

52.

Yulian Purnama 10 June 2014

Nabi Muhammad yang membawa syariat Islam, jadi hakekatnya sama


REPLY

Al-fakir ilallah 12 June 2014

Jika Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin, maka seharusnya


tidak ada adzab yang turun secara langsung kepada
kaum-kaum durhaka seperti Tsamud, Aad, Sadum,
Madyan, dsb; atau person seperti Fir’aun dan Qarun.
Bukankah semua utusan Allah membawa risalah Islam
(tauhid)? Kalau menurut saya yang lebih tepat adalah
Muhammad Rahmatan lil ‘Alamin. Wallahu a’lam.
REPLY

Yulian Purnama 13 June 2014

Islam yang dibawa para Rasul sebelum


Muhammad khusus untuk kaumnya. Sedangkan
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad untuk
seluruh umat manusia.
REPLY

53.

Yulian Purnama 19 June 2014

Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam


bersabda: “Aku diberi lima kekhususan yang tidak diberikan oleh Allah Ta’ala
kepada para Nabi sebelumku… ”

diantaranya :
ً‫الناس عامة‬
ِ ‫ وبُ ِعثتُ إلى‬، ً‫قومه خاصة‬ ُ َ‫ي يُبع‬
ِ ‫ث إلى‬ ُّ ‫وكان النب‬
“para Nabi terdahulu di utus kepada kaumnya secara khusus, adapun aku di
utus untuk seluruh manusia”
(HR. Al Bukhari 335)

jadi hanya Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam yang diutus untuk


seluruh manusia hingga akhir zaman.

REPLY

Al-fakir ilallah 28 June 2014

Bukan itu maksud saya. Kalau terkait yg Antum tulis, saya


sepakat 100%. Maksud saya, adakah dalil yg menyatakan
bahwa Islam yg dibawa nabi terdahulu beda dengan Islam
yang dibawa Nabi Muhammad sehingga rahmatan lil
alamin itu ada pada Islam yang beliau bawa. Karena salah
satu klausulnya azab disegerakan dan ditunda, sedang
kita tahu banyak kaum yg diazab meski Islam ada di
tengah2 mereka, Aad, Tsamud, dll.
REPLY

Yulian Purnama 28 June 2014

Mungkin ana perjelas lagi, Islam yang berlaku


untuk seluruh alam (lil ‘alamin) adalah Islam yang
dibawah oleh Muhammad Shallallahu’alaihi
Wasallam, sedangkan para Nabi sebelum beliau,
tidak.

Oleh karena itu boleh kita memutlakkan


perkataan “Islam rahmatan lil ‘alamin” terhadap
perkataan “Muhammad rahmatan lil ‘alamin”.

Ana kira sudah cukup jelas, tidak perlu


berpanjang-panjang dalam masalah ini. Silakan
direnungkan kembali artikel di atas dan
komentar2 yang dengan hati yang bersih. Nabi
Muhammad Shallallahu*’alaihi Wasallam *pun
menasehati kita untuk menjauhi debat kusir.

2014-06-28 11:47 GMT+07:00 Disqus :


REPLY

Al-fakir ilallah 30 June 2014

Maaf, jika terkesan seperti debat kusir.


Tapi, niat saya hanya ingin tahu adakah
dalil terkait hal itu. Terima kasih sudah
berkenan menjawab. Antum monggo dgn
pendapat antum, tapi saya pribadi lebih
sreg menyebutnya Muhammad rahmatan
lil Alamin sebagaimana dalam riwayat
Imam Muslim, “Sesungguhnya aku
(Muhammad) tidak diutus sebagai orang
yang melaknat. Aku diutus hanyalah
sebagai rahmat.” Wassalam.

REPLY

54.

Ipunk Lee 11 November 2014

kenapa ya kesehatan gak begitu dipedulikan dalam Islam. Kenapa ya di


negara2 maju (non islam) umur rata2 org seblom meninggal jauh lebih tinggi
dibanding negara2 yang mayoritas penduduknya Islam?? Kenapa ya
inovasi2 dunia modern ni muncul dari USA dan negara2 barat? Kenapa cikal
bakal laptop, HP, dan any other computing system skrg ni ditemukan oleh
orang yang non Islam dan dia itu seorang gay? Kenapa ya orang2 islam
kebanyakn jd pemakai alias consumen , dan buakn produsen…………….
REPLY
o

Muhammad Abduh Tuasikal 12 November 2014

Ini semakin memacu Anda dan kita untuk terus belajar.

2014-11-11 23:30 GMT+07:00 Disqus :


REPLY

55.

Iqbal Tawakal Sina 12 December 2014

Bagaimana hukumnya bila memulai dahulu berjabat tangan kepada orang


kafir dengan tanpa mengucap salam? Apakah masih dikategorikan memberi
salam?
Mohon penjelasannya…

Jazakumullah khoiron katsiira …

REPLY

Muhammad Abduh Tuasikal 13 December 2014

Yang dilarang adl membeli salam lbh dahulu.


REPLY

LEAVE A REPLY
Submit Comment

7 ARTIKEL TERBARU

 Tauhid sebagai Sebab Penggugur Dosa (Bag. 3)


 Shalat Malam Adalah Kebiasaan Orang Shalih
 Tauhid sebagai Sebab Penggugur Dosa (Bag. 2)
 Tidak Boleh Meyakini Kafirnya Orang Yahudi dan Nashrani?
 Tauhid sebagai Sebab Penggugur Dosa (Bag. 1)
 Peringatan dari Rambut Uban
 Apakah Orang Kafir Terkena Kewajiban Syariat? (Bag. 2)

CARI TENTANG APA?

MUSLIM.OR.ID

Tentang Kami
Kontributor
Donasi Dakwah
Pasang Iklan

YPIA.OR.ID

Tentang YPIA
Program YPIA
Donasi Dakwah
Kontak Kami

ALAMAT KAMI
Pogung Rejo No. 412, RT 14/RW 51, kelurahan Sinduadi, kecamatan Mlati,
kabupaten Sleman, kode pos: 55284
Kontak: +62 857-4952-5735
E-mail: muslim.or.id[at]gmail.com

Copyright 2019 Muslim.Or.Id. All Rights Reserved.


Hakikat Islam
Secara harfiah, islam berarti ‘damai’, ‘selamat’, ‘aman’, atau ‘tenteram’, (Lihat Ismail bin
Hammad Al-Jauhari, As-Shihhah: Tajul Lughah Washihahul Arabiyyah, [Beirut, Darul Ilmi: 1990
M], cetakan keempat, halaman 1951) yang semua itu mengacu pada situasi yang sangat
didambakan setiap orang.

Situasi ini tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh semua umat manusia di mana pun,
bahkan hewan dan tumbuhan sekalipun. Kemudian, secara konseptual, Islam merupakan agama
yang mengajarkan monoteisme tauhid yang harus diwujudkan dalam bentuk kepasrahan diri dan
ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya sebagai utusan pembawa rahmah guna meraih
kebahagiaan dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat (Surat Al-Baqarah ayat 201).

Namun, kebahagiaan itu tidak akan pernah terwujud tanpa kedamaian dan kasih sayang di
antara sesama.Intinya, dengan membawa misi damai dan kasih sayang itulah risalah Islam
diturunkan ke seluruh alam (Surat Al-Anbiya ayat 107).

Secara tekstual, Al-Qur’an juga mengajarkan kepada kita agar senantiasa mengamalkan nilai-
nilai kedamaian secara total. Bahkan, salah satu ayatnya menyebutkan, “Masuklah kalian ke
dalam Islam secara utuh,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Jika kita mengacu pada Islam yang berarti ‘damai’, maka sesungguhnya ayat itu ingin
mengatakan, “Masuklah kalian ke dalam kedamaian secara total.” Totalitas dalam pengertian,
tidak saja memberikan kedamaian kepada orang yang sekelompok, seormas, atau seakidah
dengan kita, tetapi kepada sesama manusia yang berlainan keyakinan, hatta kepada sesama
ciptaan-Nya.

Sementara Islam dalam pengertian ‘selamat’ dapat kita baca dalam sabda Rasulullah SAW yang
menyatakan bahwa Muslim sejati adalah yang komitmen sepenuh hati menjaga keselamatan
saudaranya. (Lihat selengkapnya hadits tersebut yang menyebutkan, “Muslim sejati adalah
Muslim yang orang Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya,” (HR Al-Bukhari dan
Muslim).

Sebaliknya, orang yang yang paling buruk adalah yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan
justru ditakuti keburukannya. (Dalam hadits dimaksud, dikatakan, “Orang yang terburuk di antara
kalian adalah yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru orang lain tidak bisa dirasa
aman dari keburukannya,” (HR Tirmidzi). Sungguh sebuah ajaran luhur dan mulia yang telah
diajarkan Rasulullah SAW kepada kita.

Ajaran Islam Sarat dengan Damai


Selama ini, damai masih dipahami sebagai hidup rukun berdampingan antara dua pihak atau
dua kekuatan besar yang semula berseteru. Padahal, nyatanya tidaklah demikian. Dalam Islam,
jiwa dan individu umat pun diciptakan sedemikian rupa agar damai dan tenteram, dan keduanya
merupakan situasi mendasar.

Ketika beraktivitas atau melaksanakan ritual ibadah, kita kerap diperintah melakukannya dengan
cara tenang dan damai. Bahkan, dalam beberapa hal, tujuan ritual itu sendiri adalah ketenangan
dan kedamaian.
Dalam berinteraksi dengan Sang Pencipta (hablum minallah), misalnyakita diperintahkan berzikir
mengingat Allah, yang salah satu tujuannya adalah menjalin kedekatan (taqarrub) sekaligus
menciptakan jiwa yang damai dan tenteram(Surat Ar-Ra’du ayat 28).

Kemudian, ketika menunaikan shalat, kita diwajibkan melakukannya dengan tuma’ninah alias
tenang dan tidak tergesa-gesa.Di akhir shalat,kita diharuskan mengucap salam. Setelahnya, kita
dianjurkan berdoa, di antara doa yang kita panjatkan adalah doa selamat dan doa khusus
kedamaian, allahumma antassalam waminkassalam.... Dan masih banyak lagi tradisi yang tidak
dapat dilepaskan dari semangat perdamaian dan keselamatan.

Bahkan, kelak di akhirat, yang dipanggil oleh Yang Maha Kuasa untuk bergabung dengan
kelompok hamba-hamba-Nya dan masuk ke dalam surga-Nya adalah jiwa-jiwa yang damai dan
tenang (Surat Al-Fajr ayat 27-30).

Selanjutnya, dalam bermuamalah dengan sesama (hablum minannas), dua insan laki-laki dan
perempuan disatukan dalam tali pernikahan yang bertujuan untuk membina keluarga yang
sakinah, mawaddah,wa rahmah, alias keluarga yang penuh ketenangan, kecintaan, dan kasih
sayang (Surat Ar-Rum ayat 21).

Lantas, sesama Muslim diwajibkan membangun persaudaraan agar terbangun kedekatan,


kekuatan, dan keharmonisan (Surat Al-Hujurat ayat 10). Dan dalam lingkup lebih luas, kita juga
diajarkan saling menghormati dan menghargai keyakinan orang lain agar tercipta kerukunan di
antara sesama umat beragama (Surat Al-Kafirun ayat 6).

Masih dalam rangka hablum minnas, Islam juga mengajarkan kepada kita menebarkan salam
alias as-salamu ‘alaikum, baik sewaktu bertamu, bertegur sapa, berjabat tangan, maupun
mengawali dan mengakhiri pembicaraan formal, setidaknya kepada sesama Muslim.

Pentingnya menebarkan salam di antara sesama Muslim bukan tanpa dasar dalil yang jelas. Hal
itu dapat kita lihat dalam salah satu hadits, “Demi Dzat Yang menggenggam jiwaku, kalian tidak
akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling
mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang membuat kalian jadi saling
mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian,” (HR Muslim).

Dalam hadits lain, disebutkan, “Orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Zat Yang
Maha Penyayang. Karenanya, sayangilah siapa pun yang ada di muka bumi, niscaya akan
disayang oleh yang di langit,” (HR Abu Dawud).

Keselamatan adalah sebuah tradisi yang telah berlangsung lama dalam tubuh umat Muslim.
Namun, mengapa tradisi itu seolah sirna dari semangat dan substansi yang sesungguhnya, yaitu
sebuah doa dan pengharapan yang terpanjatkan untuk kedamaian dan keselamatan orang-
orang yang disapa.

Berbicara ajaran, rujukannya tentu Al-Quran dan Sunnah. Dalam Al-Quran sendiri, kata salam
atau kata salm,dengan segala derivasinya, disebutkan tidak kurang dari 120 kali,
(Lihat Fathurrahman Li Thalibil Quran, [Semarang, CV Diponegoro: tt], halaman 218) yang salah
satunya menjadi asma Allah, As-Salam yang berarti zat pemberi keselamatan dan kedamaian.

Ini menunjukkan, Allah adalah sumber kedamaian dan keselamatan, yang mengharuskan para
hamba-Nya meraih keduanya. Alhasil, berlandaskan keimanan dan kasih sayang, Islam begitu
menekankan pentingnya menyayangi sesama manusia, bahkan sesama makhluk, agar tercipta
kedamaian dan keselamatan di dunia dan akhirat. Wallahu a‘lam. (Tatam Wijaya)

Hakikat Islam
Secara harfiah, islam berarti ‘damai’, ‘selamat’, ‘aman’, atau ‘tenteram’, (Lihat Ismail bin
Hammad Al-Jauhari, As-Shihhah: Tajul Lughah Washihahul Arabiyyah, [Beirut, Darul Ilmi: 1990
M], cetakan keempat, halaman 1951) yang semua itu mengacu pada situasi yang sangat
didambakan setiap orang.

Situasi ini tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh semua umat manusia di mana pun,
bahkan hewan dan tumbuhan sekalipun. Kemudian, secara konseptual, Islam merupakan agama
yang mengajarkan monoteisme tauhid yang harus diwujudkan dalam bentuk kepasrahan diri dan
ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya sebagai utusan pembawa rahmah guna meraih
kebahagiaan dan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat (Surat Al-Baqarah ayat 201).

Namun, kebahagiaan itu tidak akan pernah terwujud tanpa kedamaian dan kasih sayang di
antara sesama.Intinya, dengan membawa misi damai dan kasih sayang itulah risalah Islam
diturunkan ke seluruh alam (Surat Al-Anbiya ayat 107).

Secara tekstual, Al-Qur’an juga mengajarkan kepada kita agar senantiasa mengamalkan nilai-
nilai kedamaian secara total. Bahkan, salah satu ayatnya menyebutkan, “Masuklah kalian ke
dalam Islam secara utuh,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Jika kita mengacu pada Islam yang berarti ‘damai’, maka sesungguhnya ayat itu ingin
mengatakan, “Masuklah kalian ke dalam kedamaian secara total.” Totalitas dalam pengertian,
tidak saja memberikan kedamaian kepada orang yang sekelompok, seormas, atau seakidah
dengan kita, tetapi kepada sesama manusia yang berlainan keyakinan, hatta kepada sesama
ciptaan-Nya.

Sementara Islam dalam pengertian ‘selamat’ dapat kita baca dalam sabda Rasulullah SAW yang
menyatakan bahwa Muslim sejati adalah yang komitmen sepenuh hati menjaga keselamatan
saudaranya. (Lihat selengkapnya hadits tersebut yang menyebutkan, “Muslim sejati adalah
Muslim yang orang Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya,” (HR Al-Bukhari dan
Muslim).

Sebaliknya, orang yang yang paling buruk adalah yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan
justru ditakuti keburukannya. (Dalam hadits dimaksud, dikatakan, “Orang yang terburuk di antara
kalian adalah yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru orang lain tidak bisa dirasa
aman dari keburukannya,” (HR Tirmidzi). Sungguh sebuah ajaran luhur dan mulia yang telah
diajarkan Rasulullah SAW kepada kita.

Ajaran Islam Sarat dengan Damai


Selama ini, damai masih dipahami sebagai hidup rukun berdampingan antara dua pihak atau
dua kekuatan besar yang semula berseteru. Padahal, nyatanya tidaklah demikian. Dalam Islam,
jiwa dan individu umat pun diciptakan sedemikian rupa agar damai dan tenteram, dan keduanya
merupakan situasi mendasar.

Ketika beraktivitas atau melaksanakan ritual ibadah, kita kerap diperintah melakukannya dengan
cara tenang dan damai. Bahkan, dalam beberapa hal, tujuan ritual itu sendiri adalah ketenangan
dan kedamaian.

Dalam berinteraksi dengan Sang Pencipta (hablum minallah), misalnyakita diperintahkan berzikir
mengingat Allah, yang salah satu tujuannya adalah menjalin kedekatan (taqarrub) sekaligus
menciptakan jiwa yang damai dan tenteram(Surat Ar-Ra’du ayat 28).

Kemudian, ketika menunaikan shalat, kita diwajibkan melakukannya dengan tuma’ninah alias
tenang dan tidak tergesa-gesa.Di akhir shalat,kita diharuskan mengucap salam. Setelahnya, kita
dianjurkan berdoa, di antara doa yang kita panjatkan adalah doa selamat dan doa khusus
kedamaian, allahumma antassalam waminkassalam.... Dan masih banyak lagi tradisi yang tidak
dapat dilepaskan dari semangat perdamaian dan keselamatan.
Bahkan, kelak di akhirat, yang dipanggil oleh Yang Maha Kuasa untuk bergabung dengan
kelompok hamba-hamba-Nya dan masuk ke dalam surga-Nya adalah jiwa-jiwa yang damai dan
tenang (Surat Al-Fajr ayat 27-30).

Selanjutnya, dalam bermuamalah dengan sesama (hablum minannas), dua insan laki-laki dan
perempuan disatukan dalam tali pernikahan yang bertujuan untuk membina keluarga yang
sakinah, mawaddah,wa rahmah, alias keluarga yang penuh ketenangan, kecintaan, dan kasih
sayang (Surat Ar-Rum ayat 21).

Lantas, sesama Muslim diwajibkan membangun persaudaraan agar terbangun kedekatan,


kekuatan, dan keharmonisan (Surat Al-Hujurat ayat 10). Dan dalam lingkup lebih luas, kita juga
diajarkan saling menghormati dan menghargai keyakinan orang lain agar tercipta kerukunan di
antara sesama umat beragama (Surat Al-Kafirun ayat 6).

Masih dalam rangka hablum minnas, Islam juga mengajarkan kepada kita menebarkan salam
alias as-salamu ‘alaikum, baik sewaktu bertamu, bertegur sapa, berjabat tangan, maupun
mengawali dan mengakhiri pembicaraan formal, setidaknya kepada sesama Muslim.

Pentingnya menebarkan salam di antara sesama Muslim bukan tanpa dasar dalil yang jelas. Hal
itu dapat kita lihat dalam salah satu hadits, “Demi Dzat Yang menggenggam jiwaku, kalian tidak
akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling
mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang membuat kalian jadi saling
mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian,” (HR Muslim).

Dalam hadits lain, disebutkan, “Orang-orang yang penyayang akan disayang oleh Zat Yang
Maha Penyayang. Karenanya, sayangilah siapa pun yang ada di muka bumi, niscaya akan
disayang oleh yang di langit,” (HR Abu Dawud).

Keselamatan adalah sebuah tradisi yang telah berlangsung lama dalam tubuh umat Muslim.
Namun, mengapa tradisi itu seolah sirna dari semangat dan substansi yang sesungguhnya, yaitu
sebuah doa dan pengharapan yang terpanjatkan untuk kedamaian dan keselamatan orang-
orang yang disapa.

Berbicara ajaran, rujukannya tentu Al-Quran dan Sunnah. Dalam Al-Quran sendiri, kata salam
atau kata salm,dengan segala derivasinya, disebutkan tidak kurang dari 120 kali,
(Lihat Fathurrahman Li Thalibil Quran, [Semarang, CV Diponegoro: tt], halaman 218) yang salah
satunya menjadi asma Allah, As-Salam yang berarti zat pemberi keselamatan dan kedamaian.

Ini menunjukkan, Allah adalah sumber kedamaian dan keselamatan, yang mengharuskan para
hamba-Nya meraih keduanya. Alhasil, berlandaskan keimanan dan kasih sayang, Islam begitu
menekankan pentingnya menyayangi sesama manusia, bahkan sesama makhluk, agar tercipta
kedamaian dan keselamatan di dunia dan akhirat. Wallahu a‘lam. (Tatam Wijaya)

Prinsip toleransi yang ditawarkan Islam dan ditawarkan sebagian kaum muslimin
sungguh sangat jauh berbeda. Sebagian orang yang disebut ulama mengajak umat
untuk turut serta dan berucap selamat pada perayaan non muslim. Namun Islam
tidaklah mengajarkan demikian. Prinsip toleransi yang diajarkan Islam adalah
membiarkan umat lain untuk beribadah dan berhari raya tanpa mengusik mereka.
Senyatanya, prinsip toleransi yang diyakini sebagian orang berasal dari kafir Quraisy di
mana mereka pernah berkata pada Nabi kita Muhammad,

“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian
(muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala
permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik
(menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya,
apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus
mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425).

Prinsipnya sama dengan kaum muslimin saat ini di saat non muslim mengucapkan
selamat Idul Fitri, mereka pun balik membalas mengucapkan selamat natal. Itulah tanda
akidah yang rapuh.

Toleransi dalam Islam vs JIL


Siapa bilang Islam tidak mengajarkan toleransi? Justru Islam menjunjung tinggi
toleransi. Namun toleransi apa dulu yang dimaksud. Toleransi yang dimaksud adalah bila
kita memiliki tetangga atau teman Nashrani, maka biarkan ia merayakan hari besar
mereka tanpa perlu kita mengusiknya. Namun tinggalkan segala kegiatan agamanya,
karena menurut syariat islam, segala praktek ibadah mereka adalah menyimpang dari
ajaran Islam alias bentuk kekufuran.

Satu kesalahan besar bila kita turut serta merayakan atau meramaikan perayaan
mereka, termasuk juga mengucapkan selamat. Sebagaimana salah besar bila teman kita
masuk toilet lantas kita turut serta masuk ke toilet bersamanya. Kalau ia masuk toilet,
maka biarkan ia tunaikan hajatnya tersebut. Apa ada yang mau temani temannya juga
untuk lepaskan kotorannya? Itulah ibarat mudah mengapa seorang muslim tidak perlu
mengucapkan selamat natal. Yang kita lakukan adalah dengan toleransi yaitu kita
biarkan saja non muslim merayakannnya tanpa mengusik mereka. Jadi jangan tertipu
dengan ajaran toleransi ala orang-orang JIL (Jaringan Islam Liberal) yang “sok intelek”
yang tak tahu arti toleransi dalam Islam yang sebenarnya.

Toleransi dalam Islam


Allah Ta’ala berfirman,

‫ار ُك ْم أ َ ْن تَبَ ُّرو ُه ْم‬


ِ َ‫ِين َولَ ْم يُ ْخ ِر ُجو ُك ْم ِم ْن ِدي‬ ِ ‫ع ِن الاذِينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الد‬ ‫َل يَ ْن َها ُك ُم ا‬
َ ُ‫َّللا‬
ِ ‫ع ِن الاذِينَ قَاتَلُو ُك ْم فِي الد‬
‫ِين‬ ‫) ِإنا َما يَ ْن َها ُك ُم ا‬8( َ‫ِطين‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫َّللاَ يُ ِحبُّ ْال ُم ْقس‬ ُ ‫َوت ُ ْق ِس‬
‫طوا ِإلَ ْي ِه ْم ِإ ان ا‬
‫اج ُك ْم أ َ ْن ت َ َولا ْو ُه ْم َو َم ْن يَت َ َولا ُه ْم فَأُولَئِ َك ُه ُم‬
ِ ‫علَى ِإ ْخ َر‬
َ ‫ظاه َُروا‬ ِ َ‫َوأ َ ْخ َر ُجو ُك ْم ِم ْن ِدي‬
َ ‫ار ُك ْم َو‬
)9( َ‫الظا ِل ُمون‬‫ا‬

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada
lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non
muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang
lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang
yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath
Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku
kepada setiap agama. Lihat Tafsir Ath Thobari, 14: 81.

Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal
pada non muslim yang jelas adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7:
248.

Bentuk Toleransi atau Berbuat Baik dalam Islam


Bagaimana toleransi atau bentuk berbuat baik yang diajarkan oleh Islam?

1- Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun


orang yang sakit.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ‫فِى ُك ِل َك ِبد َر‬


‫طبَة أَجْ ٌر‬
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR.
Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli
sesama.

2- Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non
muslim.
Allah Ta’ala berfirman,

‫اح ْب ُه َما فِي الدُّ ْنيَا‬


ِ ‫ص‬َ ‫ْس لَ َك بِ ِه ِع ْل ٌم فَال ت ُ ِط ْع ُه َما َو‬َ ‫على أ َ ْن ت ُ ْش ِر َك ِبي َما لَي‬ َ َ‫َو ِإ ْن َجا َهد‬
َ ‫اك‬
‫َم ْع ُروفًا‬
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Dipaksa syirik, namun
tetap kita disuruh berbuat baik pada orang tua.

Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku
pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan
membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap
jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah
mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,

ِ ‫ع ِن الاذِينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِى الد‬


‫ِين‬ ‫لَ يَ ْن َها ُك ُم ا‬
َ ُ‫َّللا‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu ….” (QS. Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978).

3- Boleh memberi hadiah pada non muslim.


Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi
mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

َ‫ع فَقَا َل ِللنا ِب ِى – صلى هللا عليه وسلم – ا ْبت َ ْع َه ِذ ِه ْال ُحلاة‬ ُ ‫علَى َر ُجل تُبَا‬ َ ً‫ع َم ُر ُحلاة‬ ُ ‫َرأَى‬
‫س َهذَا َم ْن لَ َخالَقَ لَهُ فِى‬ ُ َ‫ فَقَا َل « ِإنا َما يَ ْلب‬. ُ‫ت َ ْلبَ ْس َها يَ ْو َم ْال ُج ُمعَ ِة َو ِإذَا َجا َء َك ْال َو ْفد‬
ُ ‫س َل ِإلَى‬ َ ‫َّللاِ – صلى هللا عليه وسلم – ِم ْن َها ِب ُحلَل فَأ َ ْر‬ ُ
‫ع َم َر‬ ‫سو ُل ا‬ ُ ‫ى َر‬ َ ِ‫ فَأت‬. » ِ‫اآلخ َرة‬ ِ
‫س َها‬ َ َ‫س َك َها ِلت َ ْلب‬
ُ ‫ت قَا َل « ِإنِى لَ ْم أ َ ْك‬ َ ‫ت فِي َها َما قُ ْل‬ َ ‫س َها َوقَ ْد قُ ْل‬ُ َ‫ْف أ َ ْلب‬ ُ ‫ فَقَا َل‬. ‫ِم ْن َها ِب ُحلاة‬
َ ‫ع َم ُر َكي‬
‫ع َم ُر ِإلَى أَخ لَهُ ِم ْن أ َ ْه ِل َم اكةَ قَ ْب َل أ َ ْن يُ ْس ِل َم‬ ُ ‫س َل بِ َها‬ َ ‫ فَأ َ ْر‬. » ‫سوهَا‬ ُ ‫ ت َ ِبيعُ َها أ َ ْو ت َ ْك‬،
“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari
Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan
mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada
‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau
tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di
akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan
pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual
saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut
kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari
no. 2619). Lihatlah sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan
memberi pakaian pada saudaranya yang non muslim.
Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin
Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan ibadah dan perayaan non muslim,
bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat. Karena Islam mengajarkan
prinsip,

‫ِين‬
ِ ‫يد‬َ ‫لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم َو ِل‬
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).

Prinsip di atas disebutkan pula dalam ayat lain,

‫علَى شَا ِكلَ ِت ِه‬


َ ‫قُ ْل ُك ٌّل يَ ْع َم ُل‬
“Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al
Isra’: 84)

َ‫أ َ ْنت ُ ْم بَ ِريئُونَ ِم اما أ َ ْع َم ُل َوأَنَا بَ ِري ٌء ِم اما ت َ ْع َملُون‬


“Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

‫لَنَا أ َ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم أ َ ْع َمالُ ُك ْم‬


“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)

Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian
agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian
pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama
tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku
selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke
agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).

Toleransi yang Ditawarkan oleh Non Muslim


Bertoleransi yang ada saat ini sebenarnya ditawarkan dari non muslim. Mereka sengaja
memberi selamat kepada kita saat lebaran atau Idul Fitri, biar kita nantinya juga
mengucapkan selamat kepada mereka. Prinsip seperti ini ditawarkan oleh kafir Quraisy
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa silam. Ketika Al Walid bin Mughirah, Al
‘Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan pada beliau,
، ‫ ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله‬، ‫ وتعبد ما نعبد‬، ‫ هلم فلنعبد ما تعبد‬، ‫يا محمد‬
. ‫ وأخذنا بحظنا منه‬، ‫ كنا قد شاركناك فيه‬، ‫فإن كان الذي جئت به خيرا مما بأيدينا‬
‫ وأخذت بحظك منه‬، ‫ كنت قد شركتنا في أمرنا‬، ‫وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك‬
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian
(muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala
permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik
(menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya,
apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus
mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425)

Itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam, hingga Allah
pun menurunkan ayat,

َ ‫ َو َل أَنَا‬.ُ‫عا ِبدُونَ َما أ َ ْعبُد‬


‫عا ِبدٌ اما‬ َ ‫ َو َل أَنت ُ ْم‬. َ‫ َل أ َ ْعبُدُ َما ت َ ْعبُدُون‬. َ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها ْال َكافِ ُرون‬
‫ِين‬
ِ ‫يد‬ َ ‫ لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم َو ِل‬.ُ‫عا ِبدُونَ َما أ َ ْعبُد‬
َ ‫ َو َل أَنت ُ ْم‬.‫عبَدت ُّ ْم‬
َ
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir,
aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6)

Jangan heran, jika non muslim sengaja beri ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri
yang kita rayakan. Itu semua bertujuan supaya kita bisa membalas ucapan selamat di
perayaan Natal mereka. Inilah prinsip yang ditawarkan oleh kafir Quraisy di masa silam
pada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi toleransi seperti itu?
Tentu seperti prinsip yang diajarkan dalam ayat, lakum diinukum wa liya diin, bagi
kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Sudahlah biarkan mereka beribadah dan
berhari raya, tanpa kita turut serta dalam perayaan mereka. Tanpa ada kata ucap
selamat, hadiri undangan atau melakukan bentuk tolong menolong lainnya.

Jangan Turut Campur dalam Perayaan Non Muslim


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan
non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam
kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar
bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

‫ل تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم‬
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan
mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”

Umar berkata,

‫اجتنبوا أعداء هللا في أعيادهم‬


“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.” Demikian apa yang disebutkan oleh
Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.

Juga sifat ‘ibadurrahman, yaitu hamba Allah yang beriman juga tidak menghadiri acara
yang di dalamnya mengandung maksiat. Perayaan natal bukanlah maksiat biasa, karena
perayaan tersebut berarti merayakan kelahiran Isa yang dianggap sebagai anak Tuhan.
Sedangkan kita diperintahkan Allah Ta’ala berfirman menjauhi acara maksiat lebih-lebih
acara kekufuran,

‫ور َوإِذَا َم ُّروا بِاللا ْغ ِو َم ُّروا ِك َرا ًما‬ ُّ َ‫َوالاذِينَ َل يَ ْش َهدُون‬


َ ‫الز‬
“Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon:
72). Yang dimaksud menghadiri acara az zuuradalah acara yang mengandung maksiat.
Jadi, jika sampai ada kyai atau keturunan kyai yang menghadiri misa natal, itu suatu
musibah dan bencana.

Wallahu waliyyut taufiq.

Selesai disusun di pagi hari penuh berkah di Pesantren Darush Sholihin, Panggang,
Gunungkidul, 22 Safar 1435 H

Oleh akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page
Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Segera pesan Buku Mengenal Bid’ah Lebih Dekat (harga: Rp.13.000,-), buku terbaru
karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. Kirimkan format pemesanan via sms ke no
0852 0017 1222 atau via PIN BB 2AF1727A: Buku Bid’ah#Nama#Alamat#no HP. Nanti
akan diingatkan ketika buku sudah siap untuk dikirim dan akan diperintah untuk
ditransfer.

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/5673-toleransi-dalam-islam.html

Bangunan persatuan antar suku, agama, ras budaya dan kelompok di


Indonesia tidak lepas dari ajaran Islam. Agama Islam, yang dianut mayoritas
penduduk Indonesia selalu mengajarkan mengenai persatuan dan kesatuan
antar sesama manusia. Ketika rasulullah berinteraksi dengan sesama
manusia yang berbeda suku, agama, budaya, dan kelompok, beliau selalu
mengedepankan kasih sayang, kesantunan, perdamaian, dan persatuan. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang tertuang dalam surat Al-Anbiya’ 107 yang
artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”. Pesan rahmatan lil ‘alamin dari Allah tersebut
diimplementasikan oleh rasulullah, yang secara konkrit dituangkan dalam
Piagam Madinah dan diamalkan melalui kegiatan sehari-hari.
Semangat persatuan tersebut saat ini dapat diimplementasikan di manapun
dan kapanpun umat Islam berada. Di Indonesia, semangat persatuan yang
diajarkan oleh Islam telah merasuk ke tubuh para pejuang Indonesia,
sehingga mereka meneruskan trend positif dalam membangun dan
mengukuhkan persatuan seperti yang pernah diperjuangkan oleh rasulullah.

Namun kini persatuan di Indonesia telah diusik oleh oknum-oknum yang


munafik terhadap dirinya sendiri. Mereka menebar isu-isu kontradiktif dan
provokatif kepada khalayak masyarakat, dengan tujuan agar antar sesama
mereka saling menumbuhkan dendam, menuding dan melempar kesalahan,
mengklaim kafir, mengklaim murtad, mengklaim bodoh, dan lain sebagainya.
Isu provokatif tersebut pada kenyataannya seringkali direspon secara serius
oleh sebagian masyarakat Indonesia, yang kemudian memunculkan sikap
sinis terhadap sesamanya.

Problem sosial seperti ini dapat dinisiasi oleh kelompok-kelompok tertentu


yang tidak menyukai proses di Indonesia, baik dalam hal politik, agama,
budaya, maupun ekonomi. Kelompok radikal terorisme dalam hal ini
menjadi icon provokator dalam menebarkan isu provokatif untuk mengusik
dan bahkan memecah belah persatuan Indonesia. Gerakan simbolik yang
mengatasnamakan Islam tidak lagi menampakkan wajah Islam yang ramah
seperti yang diajarkan rasulullah. Gerakan mereka telah tertutupi ideologi
radikalnya yang dapat mengusung para pelaku teroris di Indonesia.
Dalam tataran inilah Islam rahmatan lil ‘alamin harus dikuatkan untuk
mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Persatuan di
Indonesia bukan saja ajaran Islam, namun juga menjadi prinsip utama
bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan. Sila ketiga dari Pancasila
merupakan bukti konkrit dari cita-cita para pahlawan kita dulu untuk
membangun dan melestarikan kehidupan yang menjunjung tinggi persatuan.

Manusia sebagai Aktor Rahmatan Lil ‘Alamin


Aktor Islam rahmatan lil ‘alamin dalam surat al-Anbiya’ 107 adalah rasul
Muhammad Saw. Sedangkan posisi kita saat ini adalah generasi penerus
perjuangan rasulullah dalam mengimplementasikan Islam rahmatan lil
‘alamin. Jadi, aktor Islam rahmatan lil ‘alamin pada saat ini adalah umat
Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.

Aktor merupakan pelaku utama dalam hal-hal tertentu sesuai dengan


ranahnya. Dalam ranah ini, aktor merupakan pelaku utama dalam
menunjukkan konsepsi Islam rahmatan lil ‘alamin secara nyata. Jadi manusia
dalam hal ini ialah aktor pemikir sekaligus pelaksana utama, ia merupakan
satu-satunya makhluk Allah yang dibekali kemampuan lebih untuk menjadi
aktor.

Mengukuhkan Persatuan
Peran aktor dalam mengaktualisasikan Islam rahmatan lil ‘alamin sangat
dibutuhkan, karena dengan aktor-aktor yang handal, sebuah konsepsi Islam
rahmat dapat diaktualisasikan dalam mengukuhkan persatuan bangsa
Indonesia. Kukuhnya persatuan di Indonesia sangat tergantung dengan
bagaimana aktor mengaktualisasikan Islam rahmatan lil ‘alamin di Indonesia.

Dalam mengukuhkan persatuan di Indonesia, aktor-aktor ini harus


menunjukkan prinsip-prinsip yang jelas, yaitu prinsip keterbukaan, dialog,
toleransi, saling menghormati, jujur, adil, cinta tanah air, demokratis, dan
tanggung jawab. Prinsip-prinsip tersebut dapat mewakili Islam rahmatan
lil’alamin, sehingga kehidupan penduduk di Indonesia tidak mudah
terpengaruh dengan isu-isu kontradiktif dan provokatif.

Oleh karena itu, wujud persatuan dan kesatuan di Indonesia dapat


melebarkan sayapnya dalam berbagai ranah, baik politik, agama, budaya,
maupun ekonomi. Dengan harapan, persatuan dan kesatuan di Indonesia
dapat kukuh ditegakkan bersama oleh umat Islam khususnya, dan umumnya
oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai