Anda di halaman 1dari 4

PRINSIP-PRINSIP DASAR ISLAM

6. IMAN KEPADA NABI MUHAMMAD SAW


A. MUHAMMAD RASULULLAH SAW

Beliau adalah Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muthallib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf bin
Qhussay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Luayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan, dan ‘Adnan adalah
salah satu putera Nabiyullah Isma’il bin Ibrahim al-Khalil-salam terlimpah atas Nabi kita dan atas
keduanya.

Beliau adalah penutup para Nabi dan Rasul, serta utusan Allah kepada seluruh manusia. Beliau adalah
hamba yang tidak boleh disembah, dan Rasul yang tidak boleh didustakan. Beliau adalah sebaik-baik
makhluk, makhluk yang paling utama dan paling mulia dihadapan Allah Ta’ala, derajatnya paling tinggi,
dan kedudukannya paling dekat kepada Allah.

Beliau diutus kepada manusia dan jin dengan membawa kebenaran dan petunjuk, yang diutus oleh Allah
sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana Allah berfirman,

‫َو َم ٓا َاْر َس ْلٰن َك ِااَّل َر ْح َم ًة ِّلْلٰع َلِم ْيَن‬


“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh
alam”. ( QS. Al-Anbiyaa’ : 107 )

Ahlus Sunnah wal-Jama’ah mengimani bahwa Allah Ta’ala mendukung ( menguatkan ) Nabi-Nya SAW
dengan mukjizat-mukjizat yang nyata dan ayat-ayat yang jelas.

Di antara mukjizat-mukjizat tersebut dan yang terbesar adalah Al-Qur-an yang dengaannya Allah
mengemukakan tantangan kepada ummat yang paling fasih dan paling mendalam ( bahasanya ) seta
paling mampu bermanthiq ( berlogika ).

Mukjizat terbesar setelah Al-Qur-an yang dengannya Allah menguatkan Nabi-Nya adalah mukjizat Isra’
dan Mi’raj, yaitu dibawanya Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril pada satu malam dari Mekkah ke
Baithul Maqdis kemudian ke langit sampai ke Sidratul Muntaha. Dan beliau melakukan Isra’ dan Mi’raj
dengan ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar. Juga Mukjizat-Mukjizat lainnya.

B. KEYAKINAN AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH TENTANG MUHAMMAD RASULULLAH SAW

1. Keumumam risalah Nabi Muhammad SAW


Bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah ke muka bumi untuk segenap jin dan manusia
dengan membawa kebenaran, petunjuk dan cahaya yang terang. Dalil tentang keumumam risalah
beliau adalah firman Allah SWT,

‫َو َم ٓا َاْر َس ْلٰن َك ِااَّل َك ۤا َّفًة ِّللَّناِس َبِش ْيًرا َّو َنِذ ْيًرا َّو ٰل ِكَّن َاْكَثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم ْو َن‬
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” ( QS. Saba’ : 28 )

Rasulullah SAW bersabda, “ Aku dianugerahi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada
seorang pun dari Rasul-Rasul sebelumku, yaitu (1) aku diberikan pertolongan dengan takutnya
musuh mendekatiku dari jarak sebulan perjalanan, (2) dijadikan bumi bagiku sebagai tempat shalat
dan bersuci ( untuk tayammum ), maka siapa saja dari ummatku yang mendapati waktu shalat,
maka hendaklah ia shalat, (3) dihalalkan harta rampasan perang bagiku dan tidak dihalalkan
kepada seorang Nabi pun sebelumku, (4) dan aku diberikan syafa’at ( dengan izin Allah ), (5) Nabi-
Nabi diutus hanya untuk kaumnya saja sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia”.

2. Ahlus Sunnah meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para Nabi.
Setiap orang yang mendakwahkan adanya kenabian sesudah Nabi Muhammad SAW, maka yang
demikian itu adalah sesat dan kufur. Allah SWT berfirman,

‫َم ا َك اَن ُمَحَّم ٌد َاَبٓا َاَحٍد ِّم ْن ِّر َج اِلُك ْم َو ٰل ِكْن َّر ُسْو َل ِهّٰللا َو َخ اَتَم الَّنِبّٖي َۗن َو َك اَن ُهّٰللا ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِلْيًم ا‬
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan
penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. ( QS. Al-Ahzaab : 40 )

Nabi SAW bersabda,


“ Aku memiliki lima nama : (1) aku Muhammad ( yang terpuji ), (2) aku adalah Ahmad ( yang banyak
memuji ), (3) aku adalah al-Maahi ( penghapus ) dimana melalui perantaraan-ku Allah menghapus
kekufuran. (4) aku adalah al-Haasyir ( pengumpul ) yang mana manusia akan dikumpulkan
dihadapanku. (5) aku juga mempunyai nama al-Aaqib ( belakangan/penutup ) – tidak ada lagi Nabi
yang datang sesudahku”.

3. Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW tidak mengetahui masalah yang ghaib semasa
hidupnya kecuali yang diajarkan oleh Allah SWT apalagi setelah beliau wafat.
Kalau Rasulullah SAW tidak mengetahui masalah yang ghaib, maka apalagi orang lain. Karena yang
mengeathui masalah yang ghaib hanya Allah SWT semata.
Firman Allah SWT,

‫ُقْل اَّل َيْع َلُم َم ْن ِفى الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِض اْلَغْيَب ِااَّل ُهّٰللاۗ َو َم ا َيْش ُعُرْو َن َاَّياَن ُيْبَع ُثْو َن‬
“Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” ( QS. An-
Naml : 65 )

4. Wajibnya Mencintai dan Mengagungkan Nabi Muhammad SAW serta Larangan Ghuluw
( Berlebih-lebihan ).
Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat tentang wajibnya mencintai dan mengagungkan Nabi
Muhammad SAW melebihi kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk Allah SWT. Akan
tetapi dalam mencintai dan mengagungkan beliau tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan
syari’at, karena bersikap ghuluw ( berlebih-lebihan ) dalam seluruh perkara agama akan
menyebabkan kebinasaan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintainya
melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia”.

C. KONSEKUENSI DAN TANDA-TANDA CINTA KEPADA RASULULLAH SAW

1. Mencintai Rasulullah SAW mengharuskan adanya pengagungan, memuliakan, meneladani beliau


dan mendahulukan sabda beliau atas segala ucapan makhluk serta mengagungkan Sunnah-
sunnah beliau.
2. Mentaati apa yang Rasulullah SAW perintahkan.
3. Membenarkan apa yang beliau sampaikan.
4. Menahan diri dari apa yang dilarang dan dicegah oleh beliau SAW.
5. Beribadah sesuai dengan apa yang beliau syari’atkan, atau dengan kata lain wajib ittiba’ kepada
beliau SAW.
6. Anjuran Bershalawat kepada Nabi SAW.
Allah SWT berfirman,
‫ٰۤل‬
‫ِاَّن َهّٰللا َو َم ِٕىَكَتٗه ُيَص ُّلْو َن َع َلى الَّنِبِّۗي ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‬
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan
kepadanya”. ( QS. Al-Ahzaab : 56 )

Mengucapkan shalawat untuk Nabi SAW diperintahkan oleh syari’at pada waktu-waktu yang
dipentingkan, baik yang hukumnya wajib atau sunnah mu-akkadah. Dalam kitab Jalaa-ul
Afhaam, Ibnul Qayyim menyebutkan 41 waktu ( tempat ). Beliau memulai dengan sesuatu yang
paling penting yakni ketika shalat di akhir tasyahhud. Di waktu tersebut para ulama sepakat
tentang disyari’atkannya bershalawat untuk Nabi SAW. Di antara waktu lain yang beliau
sebutkan adalah diakhir Qunut, kemudian saat khutbah, seperti khutbah jum’at, hari raya dan
istisqa’, kemudian setelah menjawab adzan, ketika berdo’a, ketika masuk dan keluar masjid,
juga ketika menyebut nama beliau SAW.

Rasulullah SAW bersabda, “ Perbanyaklah kalian membaca shalawat untukku pada hari dan
malam jum’at. Barangsiapa yang bershalawat untukku sekali niscaya Allah bershalawat
untuknya sepuluh kali”.

Kemudian Ibnul Qayyim menyebutkan beberapa manfaat dari mengucapkan shalawat untuk
Nabi SAW, dimana beliau menyebutkan diantara manfaat itu adalah :
1. Shalawat merupakan bentuk ketaatan kepada perintah Allah.
2. Mendapatkan 10 kali shalawat dari Allah bagi yang bershalawat sekali untuk Nabi SAW.
3. Diharapkan dikabulkannya do’a apabila didahului dengan shalawat tersebut.
4. Shalawat merupakan sebab mendapatkan syafa’at dari Nabi SAW, jika ketika mengucapkan
shalawat diringi dengan permohonan kepada Allah agar memberikan wasilah ( kedudukan
yang tinggi kepada beliau SAW pada hari Kiamat.
5. Shalawat merupakan sebab diampuninya dosa-dosa.
6. Shalawat merupakan sebab Nabi SAW menjawab orang yang mengucapkan shalawat dan
salam kepadanya.

D. LARANGAN GHULUW ( BERLEBIH-LEBIHAN ) DALAM MEMUJI NABI MUHAMMAD SAW

Ghuluw artinya melampaui batas. Allah SWT berfirman,

‫اَل َتْغ ُلْو ا ِفْي ِد ْيِنُك ْم‬....... ……………………..


“Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu” ( QS. An-Nisaa’ : 171 )

Rasulullah SAW bersabda, “ Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw ( berlebih-lebihan ) dalam agama,
karena sesungguhnya sikap ghuluw ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian”.

Salah satu sebab yang membuat seseorang menjadi kufur adalah sikap ghuluw dalam beragama,
baik kepada orang shalih atau orang yang dianggap wali, maupun ghuluw kepada kuburan para wali,
hingga mereka minta dan berdo’a kepadanya padahal ini adalah perbuatan syirik akbar ( syirik
besar ).
Nabi SAW telah melarang berlebih-lebihan dalam memujinya melalui sabda beliau :
“ Janganlah kaliah berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah
berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, “
Abdullah wa Rasuuluhu ( hamba Allah dan Rasul-Nya ).

Anda mungkin juga menyukai