Laporan Inversi PDF
Laporan Inversi PDF
Disusun Oleh :
Achmad Mudhofar 3714100001
Benzamin Ikkian Silitonga 3714100021
Bidara Kaliandra 3714100025
Vinca R. Y 3714100044
Adrian Sayoga 3714100067
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Episentrum
2.1.1 Pengertian
Episentrum adalah titik pada permukaan bumi yang terletak tegak lurus di atas pusat
gempa yang ada di dalam bumi. Episenter terletak di atas permukaan bumi, di atas lokasi gempa.
Berlawanan dengan hiposentrum yang menjadi pusat gempa dan yang terjadi di dalam bumi.
Berdasarkan letak episentrumnya, gempa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Ada kalanya gempa di dasar laut dapat mengakibatkan gelombang pasang air laut secara
tiba-tiba. Gelombang pasang semacam ini dinamakan Tsunami. Tinggi gelombang laut saat
terjadi tsunami dapat mencapai puluhan meter, sehingga dalam waktu sesaat gelombang pasang
ini dapat menghancurkan segala sesuatu yang ada di wilayah pantai dan sekitarnya bahkan
merenggut jiwa manusia. Sebagai contoh, tsunami yang menimpa kawasan Nanggroe Aceh
Darussalam dan Pulau Nias tahun 2004.
3
2.1.2 Metode Penentuan Episentrum Gempa
Dalam menentukan lokasi episentrum atau sumber gempa dapat melalui dua metode sebagai
berikut:
Metode Episentral
Episentral adalah jarak antara sumber gempa atau episentrum dan stasiun pengamat gempa.
Untuk menentukan posisi sumber gempa dengan metode ini, diperlukan data waktu kejadian
gempa minimal dari tiga stasiun pengamatan, sehingga kita dapat menghitung jarak episentral
dari setiap stasiun.
Salah satu data yang diperoleh bila kita melakukan pengamatan seismik adalah waktu tiba
gelombang (tobs) di stasiun seismik. Bila gelombang seismik menjalar pada medium yang
homogen dari posisi sumber (x0 , y0 , z0 ), maka waktu tiba gelombangnya, misalnya gelombang
P dapat dihitung di stasiun seismik (Gambar 1), dengan persamaan sebagai berikut
(2.1)
dimana :
vp = kecepatan gelombang P
Dalam menentukan hiposenter memakai metoda di atas, maka langkah yang harus dilakukan
adalah menyusun matriks sesuai dengan persamaan (2.5). Matriks tersebut adalah matriks
berelemen parameter model (mn), matriks Jacobi (Jn), dan matriks berelemen selisih data waktu
tiba dengan waktu tiba perhitungan (Tobs – Tcal). Dalam studi ini diasumsikan kecepatan
4
gelombang P ( vp ) konstan dan waktu terjadi gempa t 0 diketahui dari hubungan data waktu tiba
gelombang P dengan selisih waktu tiba gelombang S dengan P.
(2.2)
Matrik Jacobi J n diperoleh dengan menurunkan persamaan (5) terhadap parameter model
x0 , y0 , z0 , dan disusun dalam bentuk matriks sesuai persamaan (4) unuk n = 0, yaitu :
(2.3)
dengan
(2.4)
Dalam matriks Jacobi tersebut, jumlah baris sama dengan jumlah stasiun dan jumlah kolom
sama dengan jumlah parameter model. Nilai (d - g(m0)) adalah selisih data waktu tiba
pengamatan dengan waktu tiba perhitungan di masing – masing stasiun seismik, dan ditulis
dalam bentuk matriks sebagai berikut :
5
(2.5)
Solusi diperoleh bilamana parameter model memiliki kesalahan terkecil atau kesalahan
dengan kreteria yang diinginkan. Nilai kesalahan (E) dapat dihitung dari jumlah kesalahan
kuadrat :
Metode Homoseista
Secara umum, hubungan antara data dengan parameter model yang tidak linier dapat
dinyatakan dengan persamaan eksplisit yaitu :
d = g(m) (2.7)
dimana :
d adalah data
Parameter model yang tidak linier dapat didekati secara linier dengan memakai ekspansi
Taylor orde pertama g(m) di sekitar model awal m0, maka persamaan (2.7) menjadi
6
d = g(m0) + J0 m0 (2.8)
∂g
dengan komponen berupa turunan parsial fungsi g(m) terhadap setiap elemen parameter model
m yang dievaluasi pada m = m0 dan m0 = [ m - m0].
Persamaan (2.8) tersebut dapat diselesaikan memakai metoda kuadrat terkecil, yaitu
mencari solusi m0 yang menghasilkan (d – (g(m0) + J0 m0) minimum. Artinya kuantitas yang
diminimumkan adalah selisih data pengamatan dengan data perhitungan dengan menggunakan
pendekatan orde pertama ekspansi Taylor. Solusi persamaan (2.8) tersebut adalah
Dengan memperhatikan m0 = [ m - m0], maka solusi tersebut dapat diartikan sebagai suatu
pertubasi terhadap model awal m0 untuk memperoleh model m yang lebih baik, sehingga m =
m0 + m0. Model yang optimum diperoleh melalui proses modifikasi terhadap model awal m0
secara iteratif menggunakan persamaan (2.9). Hubungan antara pertubasi model dengan model
pada dua iterasi yang berurutan, maka model pada iterasi ke n+1, dapat ditulis:
𝑦 = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥 (2.11)
𝑦 = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥1 + 𝑒𝑖 (2.12)
Dimana 𝑒𝑖 disebut error , residual, atau sering juga disebut Misfit atau kesalahan prediksi
(prediction error). Garis regresi tidak akan berhimpit dengan setiap data observasi dan biasanya
untuk kasus inversi seperti ini selalu overdetermined. Secara umum, tipe masalah inversi seperti
7
ini diselesaikan dengan metode least squares. Dengan metode least squares, kita mencoba
meminimalkan error,ei, dengan cara menentukan nilai a0 dan a1sedemikian rupa sehingga
diperoleh jumlah kuadrat error, (S), yang minimal.
Maka sebagai contoh dilakukan sebagai berikut. dengan persamaan sebelumnya artinya akan
dilakukan pendekatan secara linear dimana fungsi pendekatannya adalah sebagai berikut:
(2.13)
Berikut ini merupakan contoh data observasi yang coba digunakan sebagai contoh:
Maka dari data tersebut dapat dilakukan plotting terhadap sumbu x dan sumbu y sebagai berikut:
Gambar 2.3 Hasil plotting data observasi terhadap sumbu x dan sumbu y
Yang menjadi masalah adalah nilai konstanta a1 dan a0 yang mengakibatkan posisi garis paling
mendekati atau bahkan melalui titik data yang telah diplot. Sehingga nilai yi pada persamaan
sebelumnya sama dengan P(xi) sehingga dapat dibentuk persamaan baru sebagai berikut:
(2.14)
8
Dimana jumlah data (m) = 10. Suku pada sebelah kiri disebut fungsi error, yaitu
(2.15)
Fungsi error tidak pernah bernilai nol berdasarkan data yang diperoleh dari eksperimen.
Sehingga tidak pernah ditemui garis yang berhimpit. Akan tetapi fungsi error tetap memiliki
nilai paling kecil atau mendekati nol. Itulah yang akan dicari dengan metode least square ini
dengan sedikit perubahan pada fungsi error sebagai berikut:
(2.16)
(2.17)
Dimana i = 0 dan 1 , karena hanya ada a0 dan a1 maka hanya ada dua penurunan yaitu
(2.18)
dan
(2.19)
dan
(2.21)
Sehingga apabila dimasukkan data eksperimen yang dibuat sebelumnya maka diperoleh nilai
(2.22)
dan
(2.23)
(2.24)
Jadi yang merupakan koefisien regresi adalah nilai a0 (intercept) dan a1 (gradient/slope). Berikut
ini merupakan gambar solusi regresi linear pada semua titik datanya.
10
BAB III
METODOLOGI
Berikut ini merupakan diagram alir hingga didapatkan hasil perhitungan obyektif dan
matching antara posisi episenter dengan model prediksi
11
Berikut ditampilkan script yang digunakan dalam pemodelan inversi non linear yang
digunakan untuk penentuan episenter gempa:
clear all
clc
to=0;
vp=4;
ti=[7;1.2;5;8;10];
x=[20;50;40;10;30];
y=[10;25;50;40;35];
h=length(x);
plot(x,y,'h')
hold on
M=[40;30];
[X,Y]=meshgrid(0:10:80,0:10:80);
plot(X,Y,'.')
xlabel('X');
ylabel('Y');
M1=[];
for n=1:20
gm=to+(1/vp)*(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
dgm_dx=(1/vp)*(-(x-M(1)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
dgm_dy=(1/vp)*(-(x-M(2)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
J=[dgm_dx dgm_dy];
Mo=M;
M=Mo+inv(J'*J)*J'*(ti-gm);
M1=[M1 M];
Mn=M1';
end;
plot(Mn(:,1),Mn(:,2),'o')
hold on
plot(Mn(:,1),Mn(:,2))
t_cal1=to+(1/vp)*sqrt((x(1)-X).^2+(y(1)-Y).^2);
Error1=(t_cal1-ti(1)).^2;
t_cal2=to+(1/vp)*sqrt((x(2)-X).^2+(y(2)-Y).^2);
Error2=(t_cal2-ti(2)).^2;
t_cal3=to+(1/vp)*sqrt((x(3)-X).^2+(y(3)-Y).^2);
Error3=(t_cal3-ti(3)).^2;
t_cal4=to+(1/vp)*sqrt((x(4)-X).^2+(y(4)-Y).^2);
Error4=(t_cal4-ti(4)).^2;
t_cal5=to+(1/vp)*sqrt((x(5)-X).^2+(y(5)-Y).^2);
Error5=(t_cal5-ti(5)).^2;
Erms=sqrt((1/n)*(Error1+Error2+Error3+Error4+Error5));
[cs,h]=contour(X,Y,Erms,[0:0.5:15])
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Melakukan input data berupa kecepatan gelombang gempa yang terekam pada setiap
stasiun. Terdapat tiga komponen penting disini yaitu waktu dan,kecepatan gelombang
dan jarak
clear all
clc
to=0;
vp=4;
ti=[7;1.2;5;8;10];
x=[20;50;40;10;30]
y=[10;25;50;40;35]
h=length(x);
plot(x,y,'h')
hold on
Melakukan tebakan awal, setelah itu dibuatlah Fungsi meshgrid digunakan untuk
membuat jaring-jaring (grid) pada bidang x-y yang diatasnya terdapat permukaan
fungsi. Perintah ini akan mentransformasi vektor x dan y pada domain tertentu menjadi
bentuk array X dan Y yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi dengan dua
variabel dan plot permukaan 3D. Disini meshgrid difungsikan untuk membuat vektor
gempa.
M=[40;30];
[X,Y]=meshgrid(0:10:80,0:10:80);
plot(X,Y,'.')
xlabel(‘X');
ylabel(‘Y');
M1=[];
Metode inversi dengan formulasi linear dan hubungan data dengan parameter model
Nilai d=Gm
d = ti-gm
gm=to+(1/vp)*(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
13
Proses inversi dilakukan dengan menentukan model terlebih dahulu dan juga jacobi dengan
menggunakan script berikut :
for n=1:20
gm=to+(1/vp)*(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
dgm_dx=(1/vp)*(-(x-M(1)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
dgm_dy=(1/vp)*(-(x-M(2)))./(sqrt((x-M(1)).^2+(y-M(2)).^2));
J=[dgm_dx dgm_dy];
Mo=M;
M=Mo+inv(J'*J)*J'*(ti-gm);
M1=[M1 M];
Mn=M1';
end;
Hal ini terjadi karena waktu tempuh t tidak berbanding lurus dengan parameter model
v, melainkan berbanding terbalik. Hubungan ini dinamakan non-linear terhadap v.
Namun demikian, jika kita mendefinisikan parameter model c = 1/v, dimana c adalah
slowness gelombang seismik.
Jika dalam garis regresi dinyatakan sebagai y = a0 + a1x maka data memenuhi relasi yi
= a0 + a1xi + ei, dimana ei disebut error
t_cal1=to+(1/vp)*sqrt((x(1)-X).^2+(y(1)-Y).^2);
Error1=(t_cal1-ti(1)).^2;
Untuk stasiun ke dua hingga ke 5 dilakukan juga perhitungan nilai eror seperti berikut
:
t_cal2=to+(1/vp)*sqrt((x(2)-X).^2+(y(2)-Y).^2);
Error2=(t_cal2-ti(2)).^2;
14
t_cal3=to+(1/vp)*sqrt((x(3)-X).^2+(y(3)-Y).^2);
Error3=(t_cal3-ti(3)).^2;
t_cal4=to+(1/vp)*sqrt((x(4)-X).^2+(y(4)-Y).^2);
Error4=(t_cal4-ti(4)).^2;
t_cal5=to+(1/vp)*sqrt((x(5)-X).^2+(y(5)-Y).^2);
Error5=(t_cal5-ti(5)).^2;
Selanjutnya dilakukan perhitungan Erms dan juga interpolasi antara hasil dengan nilai eror
dengan menggunakan script berikut ini :
Erms=sqrt((1/n)*(Error1+Error2+Error3+Error4+Error5));
[cs,h]=contour(X,Y,Erms,[0:0.5:15])
Gambar di atas memperlihatkan hasil perhitungan objektif yang dinyatakan oleh kesalahan
perhitungan rata-rata (Erms) pada setiap grid 1km x 1km untuk N=20. Terlihat bahwa posisi
episenter gempa yang sebenarnya tidak terlalu match dengan model prediksi, ini mungkin
dikarenakan fungsi error pada setiap stasiun disebabkan oleh noise yang ditambahkan pada data
kalkulasi.
15
BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada percobaan kali ini antara lain:
16
DAFTAR PUSTAKA
Ghozaliq. “Cara menghitung Kekuatan Gempa”. 13 Mei 2016 pukul 18.15.
https://ghozaliq.com/2015/07/09/cara-menghitung-kekuatan-gempa/
Grandis, Hendra. 2009. “Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika” . Jakarta : Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Supryanto, Eng. 2007. “Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi”. Jakarta :
Departemen Fisika Universitas Indonesia
17