Anda di halaman 1dari 100

LAPORAN PENELITIAN KOLEKTIF DIPA UIN 2009

KATA SERAPAN BAHASA INGGRIS


DALAM BAHASA INDONESIA

OLEH:
Dr. Frans Sayogie, M.Pd.
Drs. A. Saeffudin, M.Pd.
Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum.

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat,


hidayah, dan taufiq-Nya kepada kita semua. Salawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw yang telah menuntun
kita ke jalan kebenaran.
Alhamdullilah , dengan dilandasi dedikasi dan semangat keilmuan
yang tinggi, penelitian kolektif dengan judul “ Kata Serapan Bahasa
Inggris dalam Bahasa Indonesia”, telah berhasil diselesaikan dengan
baik.
Tentu saja, keberhasilan penelitian kolektif ini tidak lepas dari
sumbangsih-baik material maupun moral-dari berbagai pihak,
diantaranya:
- Pihak Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
melalui DIPA UIN Syarif Hidayatullah, penelitian ini bisa
terlaksana dengan baik dan lancar.
- Teman-teman sejawat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu di sini. Mereka telah memberi banyak masukan dan
bantuan sehingga penelitian ini bisa rampung dengan bobot
analisis dan telaah yang lebih komprehensif.
Semoga kehadiran riset awal yang masih jauh dari sempurna ini,
mampu memberikan kontribusi positif dan produktif bagi pengayaan
intelektualisme di dunia akademik dan umumnya masyarakat pembaca
dari kalangan mahasiswa dan dosen. Semoga riset ini juga akan memberi
rangsangan bagi peneliti lainnya untuk melakukan riset yang lebih baik
dan mendalam.

Ciputat, September 2009

2
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan Penelitian 5
C. Tujuan Penelitian

6
D. Metodologi Penelitian

6
E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

8
BAB II. KERANGKA TEORETIS
A. Kajian Historis 9
1. Sejarah Kata Serapan Bahasa Indonesia

9
2. Perbendaharaan Kata Serapan

12
3. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

14
4. Kata Serapan sebagai Bagian Perkembangan Bahasa
Indonesia

18
B. Fonologi dan Morfologi Bahasa Indonesia

3
20
1. Sistem Fonologis Bahasa Indonesia

20
2. Sistem Morfologis Bahasa Indonesia

23
3. Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia

28
C. Kata Serapan dan Sistem Ejaan dalam Bahasa Indonesia

30
1. Batasan Kata dan Leksem

30
2. Batasan Serapan

30
3. Bentuk dan Makna Kata Serapan

35
4. Ejaan dalam Kata Serapan

40
5. Perspektif Analogi dan Anomali Kata Serapan

43
D. Makna dan Perubahan Makna

51
1. Defiisi Makna

51
2. Perubahan Makna

4
57
BAB III. PERUBAHAN FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS
KATA SERAPAN BAHASA INGGRIS DALAM
BAHASA INDONESIA 60
A.Penyesuaian Ejaan

61
B. Penyesuaian Huruf Gugus Konsonan Asing

69
C. Penyesuaian Imbuhan Asing

72
BAB IV. ANALISIS PERUBAHAN MAKNA KATA SERAPAN
BAHASA INGGRIS DALAM BAHASA INDONESIA
86
A. Data dan Analisis Data Perubahan Makna Kata Serapan
Bahasa Inggris dalam Bahasa Indonesia

86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

96
A. Kesimpulan

96
B. Saran

97
DAFTAR PUSTAKA

98

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap masyarakat bahasa memiliki cara yang digunakan untuk
mengungkapkan gagasan dan perasaan atau untuk menyebutkan atau
mengacu ke benda-benda di sekitarnya. Hingga pada suatu titik waktu,
kata-kata yang dihasilkan melalui kesepakatan masyarakat itu sendiri
umumnya mencukupi keperluan itu, namun manakala terjadi hubungan
dengan masyarakat bahasa lain, sangat mungkin muncul gagasan, konsep,
atau barang baru yang datang dari luar budaya masyarakat itu. Dengan
sendirinya juga diperlukan kata baru. Salah satu cara memenuhi
keperluan itu, yang sering dianggap lebih mudah, adalah mengambil kata
yang digunakan oleh masyarakat luar yang menjadi asal hal ihwal baru
itu.

6
Bahasa Indonesia, pada saat ini, banyak mengalami kontak bahasa
dengan bahasa daerah dan bahasa asing melalui pengguna bahasa
Indonesia yang berasal dari komunitas bahasa yang berbeda. Hal ini
berimplikasi terhadap banyaknya kata-kata yang diserap atau dipungut ke
dalam bahasa Indonesia untuk mengisi kekosongan semantik bahasa
Indonesia. Weinreich (1953:5) menyebutkan bahwa adanya pengaruh
bahasa lain kepada bahasa tertentu yang dianggap sebagai bentuk difusi
dan akulturasi budaya. Menurut Schuchardt, seperti yang dikutip Haugen
(1992: 198), pengaruh tersebut terlihat pada kosakata yang diserap oleh
bahasa tertentu. Hal itu merupakan ciri kesemestaan bahasa. Tidak ada
satu bahasa pun yang luput dari pengaruh bahasa atau dialek lain.
Bahasa Inggris, misalnya, menyerap tidak kurang dari separuh
kosakatanya dari bahasa Latin, Yunani, Skandinavia, dan Perancis
(Robins, 1991: 438; Gonda, 1973:26). Bahkan bahasa Inggris merupakan
salah satu bahasa yang terbuka terhadap serapan (Jespersen, 1955).
Masalah serapan dalam suatu bahasa biasanya berhubungan dengan
tingkat kebilingualitasan masyarakat yang melakukan serapan itu
(Haugen , 1950;1973; Broselow, 1991: 200-201). Pada awalnya, serapan
terbatas pada penutur bilingual ketika mereka melakukan alih kode dan
campur kode dalam bertutur, dan kemudian diikuti oleh penutur lainnya
(Ruskhan, 2007:2).
Penutur bahasa Indonesia juga menghasilkan dan menggunakan
kata serapan dalam kehidupan berbahasa mereka. Ini dapat dilihat dengan
cukup banyaknya serapan dari berbagai bahasa, baik dari bahasa asing
maupun bahasa daerah (Badudu, 1993:197). Data pada Senarai Kata
Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa)
menyebutkan bahwa bahasa Indonesia menyerap dari bahasa Arab
sebanyak 1.495 kata, bahasa Belanda sebanyak 3.280 kata, bahasa Cina
sebanyak 290 kata, bahasa Hindi sebanyak 7 kata, bahasa Inggris
sebanyak 1.610 kata, bahasa Parsi sebanyak 63 kata, bahasa Portugis

7
sebanyak 131 kata, bahasa Sanskerta-Jawa Kuna sebanyak 677 kata, dan
bahasa Tamil sebanyak 83 kata.
Data tersebut menunjukkan bahwa kata serapan dari bahasa Inggris
cukup dominan. Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata
Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun
ada juga kata-kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan
pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada
saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda..
Kata-kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket, juga badminton, kiper,
gol, bridge.
Salah satu tujuan dari pembentukan kata yang berasal dari kata
serapan bahasa asing adalah upaya untuk memodernisasikan bahasa
Indonesia untuk melengkapi kosakata bahasa Indonesia sebagai bahasa
resmi nasional. Banyaknya istilah-istilah baru diperlukan untuk bidang
industri, ilmu dan teknologi, media massa, pendidikan, hukum, ekonomi,
administrasi pemerintahan, dan lain-lain (Lowanberg, 1983).
Sejak kemerdekaan Indonesia, kosakata bahasa Indonesia telah
jauh dikembangkan dengan cara peminjaman langsung dari bahasa-bahasa
asing dalam jumlah besar. Ali Sjahbana (1976) menyebutkan bahwa lebih
dari 321.00 istilah modern telah masuk menjadi terminologi bahasa
Indonesia dan telah digunakan di berbagai aspek. Hal semacam inilah
yang kemudian menimbulkan kontroversi di antara pakar bahasa
Indonesia untuk menentukan bahasa asing mana yang dapat digunakan
sebagai nara sumber dalam memodernisasikan kosakata bahasa Indonesia
(Marcellino, 1993:205).
Unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua
golongan besar. Pertama, unsur yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock , dan long march.
Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia dan diubah seperlunya sehingga bentuk

8
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Di
samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai
bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan
objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan
objek.
Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD) mengatur kaidah ejaan
yang berlaku bagi unsur-unsur serapan. Beberapa kaidah yang berlaku
misalnya c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k (cubic menjadi
kubik, construction menjadi konstruksi), q menjadi k (aquarium menjadi
akuarium, frequency menjadi frekuensi), f tetap f (fanatic menjadi
fanatik, factor menjadi faktor), ph menjadi f (phase menjadi fase,
physiology menjadi fisiologi).
Akhiran-akhiran asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Misalnya akhiran -age menjadi -ase, -ist
menjadi -is, -ive menjadi -if. Akan tetapi, dengan berbagai kaidah unsur
serapan tersebut, kesalahan penyerapan masih sering kali dilakukan oleh
para pemakai bahasa. Pujiono (2009) menemukan kata sportifitas lebih
banyak muncul di mesin pencari Google dibandingkan kata sportivitas,
demikian pula dengan kata aktifitas dibandingkan dengan kata aktivitas.
Satu hal lagi, bahasa Indonesia memang termasuk luwes dalam menerima
dan menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain. Namun keluwesan ini
hendaknya tidak membuat kita serampangan dalam membentuk istilah
baru dan mengabaikan khazanah bahasa kita.
Satu kelompok pakar bahasa berpendapat bahwa untuk
memodernisasikan kosakata bahasa Indonesia, bahasa Arab dan/atau
bahasa Sansekertalah yang layak menjadi nara sumbernya karena bahasa
ini telah, secara dominan dan tradisional, dipakai di bahasa Indonesia
(Alisjahbanam 1976; Lowenberg, 1983, 1984 dalam Marcellino,
1993:205). Kelompok lain berpendapat bahwa untuk memodernisasi
kosakata bahasa Indonesia sebagai bahasa yang telah berkembang dengan
pesat dalam era modern ini, bahasa-bahasa Baratlah, khususnya bahasa
Inggris yang layak dipakai sebagai nara sumbernya.

9
Menurut Marcellino (1993: 206) dalam menelaah kata pinjaman
atau serapan dari bahasa barat di bahasa Indonesia, pertama-tama yang
perlu diselidiki yaitu alasan atau latar belakang yang menyebabkan si
pembicara mau menerima dan menggunakan kata asing tersebut di dalam
perbendaharaan katanya. Dalam studi ini, seperti disebutkan, ada empat
faktor linguistik utama yang mempengaruhi penggunaan kata asing di
bahasa Indonesia, yaitu: (a) mengisi kekosongan leksikon bahasa
Indonesia, (b) memberi kelengkapan pengertian di bidang semantik, (c)
memenuhi kebutuhan khusus suatu register, dan (d) mempunyai
kemampuan beradaptasi dengan sistem bahasa Indonesia.
Faktor keempat ini, yang telah disebutkan di atas, berkaitan
dengan sistem pembentukan kata serapan bahasa Inggris dalam bahasa
Indonesia baik yang ditinjau secara fonologis, morfologis, dan sintaksis,
dan faktor kedua yang menyangkut perubahan makna kata serapan
bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia dalam mengisi kekosongan
kosakata bahasa Indonesia.
Berpijak dari dasar pemikiran di atas, perlu dilakukan penelitian
tentang kata serapan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia, yang dilihat
dari perubahan aspek fonologis, morfologis dan semantis kata serapan
bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia.

B. Permasalahan Penelitian
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah sistem pembentukan kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia baik secara fonologis Bagaimanakah sistem
pembentukan kata serapan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia baik
secara morfologis? Bagaimanakah sistem pembentukan kata serapan
bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia baik secara sintaksis?
Bagaimanakah bentuk perubahan kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia secara fonologis? Bagaimanakah bentuk perubahan kata
serapan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia secara morfologis?

10
Bagaimanakah bentuk perubahan kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia secara sintaksis? Bagaimanakah makna kata serapan
bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia? Mengapa kata serapan bahasa
Inggris diperlukan dalam bahasa Indonesia ?
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sistem pembentukan kata serapan bahasa Inggris
dalam bahasa Indonesia baik secara fonologis, dan morfologis?
2. Bagaimanakah perubahan makna kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini diarahkan pada kata serapan bahasa Inggris
dalam bahasa Indonesia ditinjau dari sistem pembentukannya baik secara
fonologis, dan morfologis; perubahan makna kata serapan bahasa Inggris
dalam bahasa Indonesia; dan untuk mengetahui mengapa kata serapan
bahasa Inggris diperlukan dalam bahasa Indonesia.

D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Grounded
Theory yang dikemukakan oleh Strauss dan Corbin (1994:273). Grounded
Theory merupakan metode pengembangan teori yang disimpulkan secara
induktif dari data melalui analisis secara sistematis. Metode penelitian
kualitatif ini bersifat deskriptif-konfirmatoris (Aminuddin, 1990:2-3).
Menurut Miles dan Huberman (1984:29), penelitian kualitatif berada
pada garis kontinum antara kajian eksploratoris dan konfirmatoris.
Penelitian eksploratoris merupakan kajian deskriptif yang luas.
Peneliti tidak mengetahui parameter atau dinamika latar penelitian
dengan suatu kepastian. Dengan demikian kerangka acuan yang
dipersiapkan secara ketat atau instrumen tertutup tidak akan memadai.
Pada penelitian konfirmatoris, rumusan masalah penelitian relatif

11
terfokus. Di samping itu, masalah penelitian bisa dibatasi secara baik,
maka kerangka acuan ke arah pemecahan masalah peneltian yang
terstruktur merupakan suatu pilihan yang logis.
Oleh karena itu, pemilihan metode kualitatif konfirmatoris ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, penelitian ini bertujan
antara lain untuk menemukan berbagai bentuk konfigurasi perubahan
bentuk fonologis dan morfologis kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia, dan perubahan makna yang terjadi. Kedua, sumber data
penelitian ini merupakan unsur-unsur linguistik yang merupakan wujud
konkret bahasa tertulis. Pada tahap pengumpulan data, secara praktis
wujud bahasa tertulis ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu korpus
data dan aspek makna kata (Sudaryanto, 1990:74).
Korpus data adalah catatan data kebahasaan yang berwujud kata,
frase, atau kalimat yang dilepaskan dari konteks wacananya, sedangkan
aspek makna data bersifat abstrak yang eksistensinya hanya terdapat
dalam dalam kognisi penelitinya. Dengan demikian, sebagai instrumen
utama pada penelitian kualitatif, hanya peneliti yang mampu memadukan
kembali catatan data dengan aspek makna datanya atau mengaitkan
kembali korpus data dengan konteks wacananya.

2. Pengumpulan Data
Langkah pertama yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah
menyediakan data. Data penelitian ini meliputi berbagai macam kata
serapan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia. Data tersebut sebagian
disediakan dengan cara mengumpulkan kata-kata serapan yang berasal
dari bahasa Inggris yang muncul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008). Kemudian, data diklasifikasikan sesuai dengan persamaan
perubahan bentuk fonologis dan morfologis kata serapan bahasa Inggris
dalam bahasa Indonesia.

3. Analisis Data

12
Setelah data disediakan dengan baik dalam arti telah
diklasifikasikan sesuai dengan persamaan perubahan bentuk fonologis
dan morfologis, tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis. Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-analitis.
Adapun yang dimaksud metode deskriptif analitis adalah cara analisis
yang diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan
mengaitkan dengan data yang diperoleh secara deskriptif. Analisis
dilakukan dengan pendekatan linguistik untuk menganalisis perubahan
bentuk fonologis dan morfologis, dan pendekatan semantik untuk
menganalisis perubahan makna dari kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia.

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian


Sistem pembentukan kata serapan bahasa Inggris dalam bahasa
Indonesia merupakan temuan utama yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengetahui proses pembentukan kata bahasa Indonesia, dan
perubahan makna kata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa asing
lainnya, seperti: bahasa Arab, bahasa Belanda dan bahasa daerah di
Indonesia. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan juga
bermanfaat sebagai acuan dan panduan dalam menyerap kata bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia.

13
BAB II
KERANGKA TEORETIS

A. Kajian Historis
1. Sejarah Kata Serapan Bahasa Indonesia
Telah berabad-abad lamanya nenek moyang penutur bahasa
Indonesia berhubungan dengan berbagai bangsa di dunia. Bahasa
Sanskerta tercatat terawal dibawa masuk ke Indonesia, yakni sejak awal
penanggalan Masehi. Bahasa ini dijadikan sebagai bahasa sastra dan
perantara dalam penyebaran agama Hindu dan Budha. Agama Hindu
tersebar luas di pulau Jawa pada abad ke-7 dan ke-8, lalu agama Buddha
mengalami keadaan yang sama pada abad ke-8 dan ke-9.

14
Beriringan dengan perkembangan agama Hindu itu berlangsung
pula perdagangan rempah-rempah dengan bangsa India yang sebagian
dari mereka penutur bahasa Hindi, sebagian yang lain orang Tamil dari
India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur yang bahasanya menjadi
perantara karya sastra yang subur. Bahasa Tamil pernah memiliki
pengaruh yang kuat terhadap bahasa Melayu.
Hubungan dengan bangsa India ini dilanjutkan hubungan dengan
bangsa Cina. Hubungan ini sudah terjadi sejak abad ke-7 ketika para
saudagar Cina berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Timur, bahkan sampai juga ke Maluku Utara. Pada saat
Kerajaan Sriwijaya muncul dan kukuh, Cina membuka hubungan
diplomatik dengannya untuk mengamankan usaha perdagangan dan
pelayarannya. Pada tahun 922 musafir Cina melawat ke Kerajaan
Kahuripan di Jawa Timur. Sejak abad ke-11 ratusan ribu perantau Cina
meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak bagian Nusantara
(Kepulauan Antara, sebutan bagi Indonesia).
Yang disebut dengan bahasa Cina adalah bahasa di negara Cina
(banyak bahasa). Empat di antara bahasa-bahasa itu yang di kenal di
Indonesia yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan Mandarin. Kontak yang
begitu lama dengan penutur Cina ini mengakibatkan perolehan kata
serapan yang banyak pula dari bahasa Cina, namun penggunaannya tidak
digunakan sebagai perantara keagamaan, keilmuan, dan kesusastraan di
Indonesia sehingga ia tidak terpelihara keasliannya dan sangat mungkin
banyak ia berbaur dengan bahasa di Indonesia. Contohnya anglo, bakso,
cat, giwang, kue/kuih, sampan, dan tahu.
Selain bahasa Cina, penutur bahasa Indonesia juga berhubungan
dengan bahasa Arab. Bahasa Arab dibawa ke Indonesia mulai abad
ketujuh oleh saudagar dari Persia, India, dan Arab yang juga menjadi
penyebar agama Islam. Kosakata bahasa Arab yang merupakan bahasa
pengungkapan agama Islam mula berpengaruh ke dalam bahasa Melayu
terutama sejak abad ke-12 saat banyak raja memeluk agama Islam. Kata-
kata serapan dari bahasa Arab misalnya abad, bandar, daftar, edar, fasik,

15
gairah, hadiah, hakim, ibarat, jilid, kudus, mimbar, sehat, taat, dan
wajah. Karena banyak di antara pedagang itu adalah penutur bahasa
Parsi, tidak sedikit kosakata Parsi masuk ke dalam bahasa Melayu,
seperti acar, baju, domba, kenduri, piala, saudagar, dan topan.
Bahasa Portugis juga menjadi bahasa lain yang diserap ke dalam
bahasa Indonesia. Bahasa Portugis dikenali masyarakat penutur bahasa
Melayu sejak bangsa Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511
setelah setahun sebelumnya ia menduduki Goa. Portugis dikecundangi
atas saingan dengan Belanda yang datang kemudian dan menyingkir ke
daerah timur Nusantara. Meski demikian, pada abad ke-17 bahasa
Portugis sudah menjadi bahasa perhubungan antaretnis di samping bahasa
Melayu. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Portugis seperti
algojo, bangku, dadu, gardu, meja, picu, renda, dan tenda.
Bahasa Belanda juga menyumbangkan kata yang tidak sedikit. Ini
dimulai saat Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad ke-17 ketika
ia mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1606, kemudian ia menuju
ke pulau Jawa dan daerah lain di sebelah barat. Sejak itulah, secara
bertahap Belanda menguasai banyak daerah di Indonesia. Bahasa Belanda
tidak sepenuhnya dapat menggeser kedudukan bahasa Portugis karena
pada dasarnya bahasa Belanda lebih sukar untuk dipelajari, lagipula
orang-orang Belanda sendiri tidak suka membuka diri bagi orang-orang
yang ingin mempelajari kebudayaan Belanda termasuklah bahasanya.
Hanya saja pendudukannya semakin luas meliputi hampir di seluruh
negeri dalam kurun waktu yang lama (350 tahun penjajahan Belanda di
Indonesia). Belanda juga merupakan sumber utama untuk menimba ilmu
bagi kaum pergerakan. Maka itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada
saat negara Indonesia didirikan banyak mengacu pada bahasa Belanda.
Kata-kata serapan dari bahasa Belanda seperti abonemen, bangkrut,
dongkrak, ember, formulir, dan tekor.
Selain bangsa Belanda, bangsa Inggris tercatat pernah menduduki
Indonesia meski tidak lama. Raffles menginvasi Batavia (sekarang
Jakarta) pada tahun 1811 dan beliau bertugas di sana selama lima tahun.

16
Sebelum dipindahkan ke Singapura, dia juga bertugas di Bengkulu pada
tahun 1818. Sesungguhnya pada tahun 1696 pun Inggris pernah mengirim
utusan Ralph Orp ke Padang (Sumatra Barat), namun dia mendarat di
Bengkulu dan menetap di sana. Di Bengkulu juga dibangun Benteng
Marlborough pada tahun 1714-1719. Itu berarti sedikit banyak hubungan
dengan bangsa Inggris telah terjadi lama di daerah yang dekat dengan
pusat pemakaian bahasa Melayu.
Pendudukan Jepang di Indonesia yang selama tiga setengah tahun
tidak meninggalkan warisan yang dapat bertahan melewati beberapa
angkatan. Kata-kata serapan dari bahasa Jepang yang digunakan
umumnya bukanlah hasil hubungan bahasa pada masa pendudukan,
melainkan imbas kekuatan ekonomi dan teknologinya
(http://google.stanford.edu/).

2. Perbendaharaan Kata Serapan


Di antara bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi
menjadi sumber penyerapan kata baru yaitu bahasa Tamil, Parsi, Hindi,
dan Portugis. Kedudukan mereka telah tergeser oleh bahasa Inggris yang
penggunaannya lebih mendunia. Walaupun begitu, bukan berarti hanya
bahasa Inggris yang menjadi rujukan penyerapan bahasa Indonesia pada
masa yang akan datang.
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di
bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial
menjadi sumber penyerapan. Di antara penutur bahasa Indonesia
beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu merupakan
sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi
pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata-kata Sanskerta
sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem
morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Kata-
kata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya
acara, bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri,
perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.

17
Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam
bidang agama Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita
akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke
dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami
pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida
(perkenan) dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir
berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul
sehingga makna (kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak
mengalami perubahan.
Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk
bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi
pertimbangan penyesuaian kata serapan. Umumnya kata serapan
disesuaikan pada lafalnya saja.
Meski kontak budaya dengan penutur bahasa-bahasa itu berkesan
silih berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang
tumpang tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan
berasal dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten
sebagai serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol
yang sebenar asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang
agaknya mengenal kata itu berasal dari bahasa Belanda
(http://polisieyd.blogsome.com/2005/10/26/unsur-serapan/ ).
Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia
umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga
kata-kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan
pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada
saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda..
Kata-kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton, kiper,
gol, bridge.
Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut
sehingga kata-kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda
sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang
lebih dikenal adalah bahasa Inggris.

18
Data pada Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996)
yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang
bernama Pusat Bahasa) menyebutkan bahwa bahasa Indonesia menyerap
dari bahasa Arab sebanyak 1.495 kata, bahasa Belanda sebanyak 3.280
kata, bahasa Cina sebanyak 290 kata, bahasa Hindi sebanyak 7 kata,
bahasa Inggris sebanyak 1.610 kata, bahasa Parsi sebanyak 63 kata,
bahasa Portugis sebanyak 131 kata, bahasa Sanskerta-Jawa Kuna
sebanyak 677 kata, dan bahasa Tamil sebanyak 83 kata.

3. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia


Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula
dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada Kongres
Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Bahasa
Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan)
lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini
sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Beberapa peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan
bahasa Indonesia, seperti yang disebutkan Amran dan Tasai (2003: 6-8)
adalah sebagai berikut:
a. Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A.
van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
b. Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit
buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur
(Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah
menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti
Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam,
penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
c. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling
menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal

19
itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk
perjalanan bahasa Indonesia.
d. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan
muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin
oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
e. Pada tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa
usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
f. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang
Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara.
g. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan
Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang
berlaku sebelumnya.
h. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d.
2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia
untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
i. Pada tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik
Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR
yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
j. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku
di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
k. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting
bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun

20
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
l. Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada
tarikh 21-26 November 1983. Ia diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dapat tercapai semaksimal mungkin.
m. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tarikh 28 Oktober s.d.
3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa
Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan
peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani
dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
n. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tarikh 28 Oktober
s.d. 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa Indonesia.
o. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia,
Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai
berikut.
p. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang
mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.

21
q. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Selain itu, para ahli bahasa Indonesia juga melakukan penyempurnaan
ejaan. Menurut Amran dan Tasai (2003: 170-173) ejaan-ejaan untuk
bahasa Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu
oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
b. Ejaan Soewandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan
ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
c. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena
perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah
peresmian ejaan ini.
d. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

22
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972
oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun,
yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Berikut tabel huruf yang dibakukan itu:

tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sy
j y y
oe* u u

4. Kata Serapan sebagai Bagian Perkembangan Bahasa Indonesia


Soal kata serapan dalam bahasa atau lebih tepatnya antar bahasa
adalah merupakan suatu hal yang lumrah. Setiap kali ada kontak bahasa
lewat pemakainya pasti akan terjadi serap menyerap kata.
Unit bahasa dan struktur bahasa itu ada yang bersifat tertutup dan
terbuka bagi pengaruh bahasa lain. Tertutup berarti sulit menerima
pengaruh, terbuka berarti mudah menerima pengaruh.
Bunyi bahasa dan kosa kata pada umumnya merupakan unsur
bahasa yang bersifat terbuka, dengan sendirinya dalam kontak bahasa
akan terjadi saling pengaruh, saling meminjam atau menyerap unsur
asing. Peminjaman ini dilatar belakangi oleh berbagai hal antara lain
kebutuhan, prestise kurang faham terhadap bahasa sendiri atau berbagai
latar belakang yang lain.
Menurut Suwarto (2004), tidak ada dua bahasa yang sama persis
apalagi bahasa yang berlainan rumpun. Dalam proses penyerapan dari
bahasa pemberi pengaruh kepada bahasa penerima pengaruh akan terjadi
perubahan-perubahan. Ada proses penyerapan yang terjadi secara utuh,
ada proses penyerapan yang terjadi dengan beberapa penyesuaian baik
yang terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Dalam penyesuaian

23
itu akan terjadi, pergeseran baik dalam ucapan maupun ejaan antar
bahasa pemberi dan penerima pengaruh maupun pergeseran semantis.
Bahasa Indonesia dari awal pertumbuhannya sampai sekarang telah
banyak menyerap unsur-unsur asing terutarna dalam hal kosa kata.
Bahasa asing yang memberi pengaruh kosa kata dalam bahasa Indonesia
antara lain : bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab dan bahasa
Inggris. Masuknya unsur-unsur asing ini secara historis juga sejalan
dengan kontak budaya antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa
pemberi pengaruh. Mula-mula bahasa Sansekerta sejalan dengan
masuknya agama Hindu ke Indonesia sejak sebelum bahasa Indonesia
memunculkan identitas dirinya sebagai bahasa Indonesia, kemudian
bahasa Arab karena eratnya hubungan keagamaan dan perdagangan antara
masyarakat timur tengah dengan bangsa Indonesia, lalu bahasa Belanda
sejalan dengan masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia, kemudian
bahasa Inggris yang berjalan hingga sekarang, salah satu faktor
penyebabnya adalah semakin intensifnya hubungan ilmu pengetahuan dan
teknologi antara bangsa Indonesia dengan masyarakat pengguna bahasa
Inggris.
Sikap penutur bahasa Indonesia terhadap bahasa asing sebagai
sumber pungutan berbeda dengan sikapnya terhadap bahasa serumpun
yang juga merupakan sumber pungutan/serapan. Unsur pungutan yang
berasal dari bahasa Jawa,misalnya, tidak dimasukkan ke dalam kategori
yang asing walaupun kedua bahasa itu dari sudut pandang linguistic
digolongkan sebagai dua sistem yang otonom. Karena itu, pemungutan
unsur dari bahasa asing pun berbeda di dalam proses dan penempatannya
di dalam sistem bahasa (Moeliono, 1981:118)
Unsur-unsur asing ini telah menambah sejumlah besar kata ke
dalam bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia mengalami
perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Dan sejalan dengan
perkembangan itu muncullah masalah-masalah kebahasaan. Ada kosa kata
yang diserap secara utuh tanpa mengalami perubahan dan penyesuaian.

24
Dan ada kosa kata yang diserap dengan mengalami penyesuaian-
penyesuaian.

B. Fonologi Dan Morfologi Bahasa Indonesia


1. Sistem Fonologis Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dalam sistem fonologis menganut diasistem,
yaitu adanya dua sistem atau lebih dalam tata bunyi. Gejala diasistem itu
terjadi karena beberapa fonem dalam bahasa Indonesia merupakan
diafonem dalam bahasa daerah atau sebaliknya (Moeliono dan
Dardjowidjojo ( eds.), 1997: 45). Konsep diasistem merupakan suatu
konsep, menurut Moeliono (1981:97) dapat menampung (1) semua varian
fonetis sebagai pewujud fonem yang sama di dalam posisi yang sama;
dan (2) gejala interferensi akibat masuknya unsur pungutan yang
memperoleh tempat yang tetap, dan yang mengubah fonotaksis subsistem
yang baku.
Dengan menerima ancangan diasistem itu, perbedaan anggapan
bahwa fonem vokal Indonesia itu delapan (antara lain Samsuri 1960 dan
Dadjowidjojo 1966) atau enam jumlahnya (antara lain Alisyahbana 1950;
Kahler 1956; Andreev 1957; Wolf 1965; Halim 1972, 1974), sedangkan
menurut Moeliono dan Dardjowidjojo ( eds.) (1997) jumlah fonem vokal
itu enam: /i/, /e/, / /, /a/, /u/, dan /o/.
Gejala diasistem, yang dapat menampung semua varian fonrtis
sebagai pewujud fonem yang sama, di dalam posisi yang sama, dalam tata
bunyi vokal bahasa Indonesia tampak pada realisasi vokal /i/, /e/, /o/,
/u/. Sebagian penutur akan lebih mengenal bunyi [i], [e], [o], [u], yang
lebih tertutup di samping bunyi / /, //, /o/, [u] yang lebih terbuka, tetapi
sebagian lain hanya mengenal kualitas vokal yang terakhir itu.
Perlu dicatat bahwa sistem realisasi fonem vokal bahasa Indonesia
yang tidak termasuk alofon fonem yang bersangkutan akan meimbulkan
kejanggalan dalam pendengaran penutur lain. Jadi, jika fonem / /
direalisasi sebagai [e], akan terasa janggal bagi kebanyakan penutur
bahasa Indonesia (Moeliono dan Dardjowidjojo ( eds.), 1997: 46-47).

25
Keenam vokal bahasa Indonesia dapat menduduki posisi awal,
tengah, atau akhir suku kata. Pada akhir kata fonem / / hanya terdapat
pada kata pungutan dalam bahasa Indonesia.
Tiap-tiap vokal di atas mempunyai alofon. Meskipun dalam
bahasa Indonesia, karena diasistem, terdapat berbagai kemungkinan, pada
umumnya alofon setiap fonem mengikuti pola berikut: lidah yang berada
pada posisi tertentu bergerak ke atas atau ke bawah sehingga posisinya
hampir berhimpitan dengan posisi untuk vokal yang ada di atas atau di
bawahnya. Jika digambarkan dalam bagan, varian fonem itu adalah
sebagai berikut:

Bagan 1. Varian fonem bahasa Indonesia

[i] [u]
/i/ /u/
[I] [U]

[e] [o]
/e/ /o/
[] [Ø]

Kemudian, dalam bahasa Indonesia ada tiga buah diftong, yakni


[ai], [au], dan [oi] yang masing-masing dapat dituliskan secara
fonrmis: /ay/, /aw/, dan /oy/. Kedua huruf vokal pada diftong
melambangkan satu bunyi vokal yang tidak dapat dipisahkan. Hal itu
harus dibedakan dari deretan dua huruf yang melambangkan vokal yang
kebetulan berjejeran, seperti /ai/ pada kata gulai /gulai/ “diberi gula”,
/au/ pada kata mau /mau/ “mau”, dan /oi/ pada kata menjagoi /menjagoi/
“menjagoi”.
Deretan vokal biasa merupakan dua vokal yang masing-masing
mempunyai satu hembusan napas dan karena itu masing-masing termasuk

26
dalam suku kata yang berbeda. Deretan dua vokal yang terdapat dalam
bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
/i u/ /tiup/ tiup
/i o/ /kios/ kios
/i a/ /tiap/ tiap
/e i/ /mei/ Mei
/e a/ /beasiswa/ beasiswa
/e o/ /feodal/ feodal
/a e/ /daerah/ daerah
/a i/ /saingan/ saingan
/a u/ /kaum/ kaum
/o a/ /soal/ soal
/u i/ /kuil/ kuil
/u a/ /dua/ dua
/u e/ /kue/ kue
/u o/ /kuota/ kuota
/ə i/ /səikat/ seikat
/ə e/ /səekor/ seekor
/ə a/ /səutas/ seutas
/ə o/ /səoraN/ seorang
/ə ə/ /kəənam/ keenam
Dari daftar deretan vokal di atas tampak bahwa deretan /i e/, /i ə/,
/e ə/, /e u/, /o e/, /o a/, /o u/, dan /u ə/ tidak terdapat dalam bahasa
Indonesia baku. Kaidah yang mengatur deretan donem yang terdapat
dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik. Kaidah
fonotaktik itulah yang menyebabkan kita dapat merasakan secara intuitif
bentuk mana yang kelihatan seperti kata Indonesia, meskipun belum
pernah kita lihat sebelumnya, dan bentuk mana yang tampaknya asing
(Moeliono dan Dardjowidjojo ( eds.), 1997: 48-53).

2. Sistem Morfologis Bahasa Indonesia

27
Demikian pula sistem konsonon, menurut Moeliono (1981:97-
98), dapat dianggap atas dua subsistem yang berdampingan. Yang satu
berlaku untuk ragam baku, yang lain untuk ragam yang subbaku. Jika
diperhatikan dua bagan inventaris konsonan berikut akan nampak
perbedaannya.

Bagan 1. Subsistem konsonan ragam baku

Letuapan ts. p t c k ?
bs. b d j g
Geletar r
Sengauan m n ň N
Frikatif ts. f s š z h
bs. z
Sampinngan l
Luncuran w y

Labial Dental Alveo- Velar


Glotal
Alveolar Palatal

Bagan 1. Subsistem konsonan ragam subbaku

Letuapan ts. p t c k ?
bs. b d j g
Geletar r
Sengauan m n ň N
Frikatif ts. - s - - h
bs. -
Sampinngan l
Luncuran w y

28
Labial Dental Alveo- Velar
Glotal
Alveolar Palatal

Fonotaktis yang berhubungan dengan struktur suku kata


mencerminkan lagi perbedaan di antara dua ragam bahasa yang bertumpu
pada dua subsistem konsonan yang berbeda itu. Berikut adalah contoh
dari sebelas bentuk kanonik suku kata.
1. V a-nak, a-mal, su-a-tu, tu-a
2. VK ar-ti, ber-il-mu, ka-il
3. KV ra-kit, pa-sar, sar-ja-na, war-ga
4. KVK pin-tu, pak-sa, ke-per-lu-an, pe-san
5. KKV pra-ja, slo-gan, ko-pra
6. KKVK trak-tor, a-trak-si, kon-trak
7. KVKK kon-teks, mo-dern
8. KKKV stra-te-gi, stra-ta
9. KKKVK struk-tur, in-struk-si
10. KKVKK kom-pleks
11. KVKKK korps
Kata bahasa Indonesia dibentuk dari gabungan bermacam-macam
suku kata seperti tercantum di atas. Karena bentuk suku kata yang agak
rumit seperti yang terdapat pada nomor 6 sampai ke 11 pada dasarnya
berasal dari kata asing, banyak orang menyelipkan fonem / ə/ untuk
memisahkan konsonan yang berdekatan. Contoh: slogan, strika, prangko
diubah masing-masing menjadi selogan, setrika, perangko.
Kecuali pada kata pungut, bahasa Indonesia tidak memiliki
konsonan rangkap pada akhir suku. Karena itu, kata asing yang memiliki
ciri itu dan dipakai dalam bahasa Indonesia seringkali disesuaikan
dengan menyisipkan vokal dalam ucapannya atau menghilangkan salah
satu konsonannya. Kata mars dan lift kadang-kadang diubah menjadi
mares dan lif (Moeliono dan Dardjowidjojo ( eds.), 1997: 66-67).
Seperti halnya dengan sistem vokal yang mempunyai diftong dan
deretan vokal yang biasa, sistem konsonan juga memiliki deretan

29
konsonan yang biasa di samping gugus konsonan seperti yang telah
digambarkan di atas. Deretan dua konsonan yang biasa dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut:
/mp/ empat, pimpin, tampuk
/mb/ ambil, gambar, ambang
/nt/ untuk, ganti, pintu
/nd/ indah, pendek, pandang
/ňc/ lancar, kunci, kencang
/ňj/ janji, banjir, panjang
/Nk/ engkau, mungkin, bungkuk
/Ng/ angguk, tinggi, tanggung
/Ns/ insaf, insang,
/ns/ bangsa, angsa, mangsa
/rb/ kerbau, korban, terbang
/rd/ merdeka, merdu, kerdil
/rg/ harga, pergi, sorga
/rj/ kerja, terjang, sarjana
/rm/ permata, cermin, derma
/rn/ warna, purnama, ternak
/rl/ perlu, kerling, kerlip
/rt/ arti, serta, harta
/rk/ terka, perkara, murka
/rs/ bersih, kursi, gersang
/rc/ percaya, karcis, percik
/st/ isteri, pasti, kusta, dusta
/sl/ asli, tuslah, beslit, beslah
/kt/ waktu, dokter, bukti
/ks/ paksa, laksana, saksama
/?d/ takdir
/?n/ laknat, makna, yakni
/?l/ takluk, maklum, taklimat
/?r/ makruf, takrif

30
/?y/ rakyat
/?w/ dakwa, dakwah, takwa
/pt/ sapta, optik, baptis
/ht/ sejahtera, tahta, bahtera
/hk/ bahkan
/hš/ dahsyat
/hb/ sahbandar, tahbis
/hl/ ahli, mahligai, tahlil
/hy/ sembahyang
/hw/ bahwa, syahwat
/sh/ mashur
/mr/ jamrut
/ml/ jumlah, imla
/lm/ ilmu, gulma, palma
/gn/ signal, kognitif
/np/ tanpa
/rh/ gerhana, durhaka
/sb/ asbak, asbes, tasbih
/sp/ puspa, puspita, aspirasi, aspal
/sm/ basmi, asmara, resmi
/km/ sukma
/ls/ palsu, pulsa, filsafat, balsem
/lj/ salju, aljabar
/lt/ sultan, salto, simultan
/bd/ sabda, abdi
/gm/ magma, dogma
/hd/ syahdan, syahdu
Dari pola suku kata dan deretan konsonan di atas dapat
disimpulkan bahwa jejeran konsonan yang berada di luar kedua kelompok
ini akan terasa asing di telinga kita dan akan terucapkan dengan agak
tersendat-sendat. Kata seperti kafka dan aidun kelihatan dan terdengar
aneh bagi kita, karena deretan konsonan /fk/ dan /td/ tidak terdapat

31
dalam pola urutan konsonan bahasa kita meskipun konsonan /f/, /k/, /t/,
dan /d/ masing-masing merupakan fonem bahasa Indonesia (Moeliono
dan Dardjowidjojo ( eds.), 1997: 68-69).

3. Morfofonemik dalam Bahasa Indonesia


Morfofonemik (disebut juga morfonologi atau morfofonologi)
adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan
fonem sebagai akibat adanya proses morfologi, baik proses afiksasi,
proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya, dalam
prsoses pengimbuhan sufiks – an pada dasar hari akan muncul bunyi [y],
yang dalam ortografi tidak dituliskan, tetapi dalam ucapan dibunyikan.
hari + an = [hariyan]
Contoh lain, dalam proses pengimbuhan sufiks- an pada dasar
jawab akan terjadi pergeseran bunyi [b] kebelakang, membentuk suku
kata baru.
jawab + an = [ja.wa.ban]
Dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem dan
bentuk-bentuk morfofonemik pada beberapa proses morfologi. Di
antaranya adalah proses:
1. Pemunculan fonem , yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses
morfologi yang pada mulanya tidak ada. Misalnya, dalam proses
pengimbuhan prefiks me- pada dasar ibaca akan memunculkan bunyi
bunyi sengau {m] yang semula tidak ada.
me + baca = membaca
2. Pelesapan fonem , yakni hilangnya fonem dalam suatu proses
morfologi. Misalnya dalam proses pengimbuhan prefiks pada dasar
renang, maka bunyi [r] yang ada pada prefiks ber- dilesapkan. Juga
dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan pada dasar sejarah, maka
fonem /h/ pada dasar sejarah itu dilesapkan. Contoh lain, dalam proses
pengimbuhan “ akhiran - nda pada dasar anak, maka fonem /k/ pada dasar
itu menjadi lesap atau dihilangkan
ber + renang = berenang

32
sejarah + wan = sejarawan
anak + nda = ananda
Ada juga gejala pelesapan salah satu fonem yang sama yang terdapat
pada akhir kata yang mengalami proses komposisi. Misalnya.
pasar + raya = pasaraya
kereta + api = keretapi
ko + operasi = koperasi
3. Peluluhan fonem , yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan
dengan fone lain dalam suatu proses morfologi. Umpamanya, dalam
pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat, maka fonem /s/ pada kata
sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem nasal /ny/ yang ada
pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses pengimbuhan prefiks pe-.
me + sikat = menyikat
pe + sikat = penyikat
Peluluhan fonem ini tampaknya hanya terjadi pada proses pengimbuhan
prefiks me- dan prefiks pe- pada bentuk dasar yang dimulai dengan
konsonan /s/ lainnya tidak ada.
4. Perubahan fonem , yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi,
sebagai akibat terjadinya proses morfologi. Umpamanya, dalam
pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar terjadi perubahan bunyi,
dimana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/.
ber + ajar = belajar
Contoh lain, dalam prerose pengimbuhan prefiks ter- pada dasar ianjur
terjadi perubahan fonem, di mana fonem /r/ berubahan menjadi fonem /l/.
ter + anjur = terlanjur
5. Pergeseran fonem , yakni berubahnya posisi sebuah fonem dari satu
suku kata ke dalam suku kata yang lainnya. Umpamanya, dalam
pengimbuhan sufiks – i pada dasar lompat, terjadi pergeseran di mana
fonem /t/ yang semula berada pada suku kata pat menjadi berada pada
suku kata ti.
lompat + i = melompati

33
Demikian juga dalam pengimbuhan sufiks- an pada dasar jawab. Di sini
fonem /b/ yang semula berada pada suku kata wab berpindah menjadi
berada pada suku kata ban.
jawab + an = jawaban
makan + an = makanan
minum + an = minuman (Chaer, 2008: 43-45)

C. Kata Serapan dan Sistem Ejaaan dalam Bahasa Indonesia

1. Batasan Kata dan Leksem


Menurut Lyons (1977: 197), kata mengacu ke unit-unit bahasa
terkecil yang sifatnya fonologis atau ortogragis. Lebih lanjut Halliday,
sebagaimana dikutip Kridalaksana (1990:36) menyebutkan bahwa kata
dipandang sebagai satuan yang lebih konkret (cf. Anderson, 1985: 150)
Penggolongan kata, menurut Ramlan (1987), dibagi menjadi bentuk
tunggal dan bentuk kompleks. Demikian pula satuan yang terdiri atas dua
satuan bebas yang juga digolongkan sebagai kata.

2. Batasan Serapan
Menurut Chaer (2008:239), penyerapan adalah proses pengambilan
kosakata dari bahasa asing, baik bahasa asing Eropa (seperti bahasa
Belanda, bahasa Inggris, bahasa Portugis dan sebagainya), maupun
bahasa asing Asia (seperti bahasa Arab, bahasa Parsi, bahasa Sansekerta,
bahasa Cina, dan sebagainya). Termasuk dari bahasa-bahasa Nusantara
(seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Bali, dan
sebagainya).
Apabila terjadi kontak budaya dalam bentuk apapun dan dimana
pun antara penutur-penutur dari berbagai bahasa, penutur akan
menggunakan kata-kata dari bahasa lain untuk mengacu kepada benda,
proses, dan cara berperilaku, berorganisasi, atau berpikir, karena tidak
adanya atau tidak memadainya kata-kata dalam bahasanya sendiri.
Beberapa kata asing yang mula-mula dipakai oleh beberapa orang lama-

34
kelamaan dipakai secara umum, dan dalam proses pemakaian itu, kata-
kata itu mengalami perubahan lafal ke arah bunyi dan pola fonologis
bahasa peminjam. Kata-kata ini dikenal sebagai kata pinjaman atau kata
serapan (loan words, borrowing words ). Setiap kontak budaya yang lama,
terutama dengan penutur dari bahasa yang memiliki kekuasaan politik
atau gengsi di sesuatu bidang, menyebabkan terjadinya banyak sekali
peminjaman atau serapan kosakata dari bahasa tersebut dalam bidang
yang bersangkutan (Robins, 1992: 437-438).
Ada beberapa pendapat mengenai serapan kata yang dapat
dijadikan sebagai dasar acuan selanjutnya. Haugen (1950:212; 1973:521;
1992:197) mengatakan bahwa serapan kata adalah reproduksi yang
diupayakan dalam satu bahasa mengenai pola-pola yang sebelumnya
ditemukan dalam bahasa lain ( the attempted reproduction in one
language of patterns previously found in another ). Labih lanjut lagi,
dapat dikatakan bahwa serapan kata merupakan pengambilan ciri-ciri
linguistik yang digunakan bahasa lain terhadap suatu bahasa (Haugen,
1992:197). Pendapat ini juga didukung oleh Bloomfield (1996: 445) yang
mendefinisikan kata serapan sebagai “kata asing atau daerah yang masuk
ke dalam satu bahasa.
Kata serapan yang masuk ke dalam suatu bahasa setelah selesai
terjadinya perubahan bunyi tidak terkena perubahan itu. Sebaliknya kata
serapan yang masuk sebelum atau selama terjadinya perubahan akan
mengalami perubahan tersebut sebagaimana halnya kata-kata lain yang
mengandung segmen bunyi yang terkena perubahan tersebut.
Perkecualian untuk kesepadanan bunyi mungkin disebabkan penyerapan
yang dilakukan sesudah terjadinya perubahan bunyi. Jadi, kata dental
dalam bahasa Inggris tidak memperlihatkan kesepadanan /t/, /d/ dengan
kata /dent-/ ‘gigi’ dalam bahasa Latin, karena kata dental dipinjam dari
bahasa Latin (Robins, 1992:439).
Biasanya kata serapan disesuaikan dengan kelas bunyi fonetis dan
pola fonologis bahasa peminjam, dan konsonan dan vokal asli diganti
dengan segmen yang semirip mungkin dengan yang terdapat dalam

35
bahasa peminjam. Sesudahnya, secara sinkronis, bentuk kata itu tidak
tampak lagi sebagai kata pinjaman atau kata serapan. Akan tetapi,
kadang-kadang kata-kata tetap dikenal dan dianggap sebagai kata yang
berasal dari bahasa asing, dan orang berusaha untuk mengucapkan kata-
kata tersebut sebagai kata-kata asing. Contohnya, dalam bahasa Inggris,
coupon dan restaurant, bila dilafalkan dengan vokal akhir yang
dinasalisasi, serta rouge dan garage, bila dilafalkan dengan /Z/ akhir,
padahal bunyi /Z/ ini tidak terdapat pada posisi akhir dalam bahasa
Inggris, kecuali dalam beberapa kata pinjaman. Kata-kata demikian
cenderung muncul dalam bentuk kembaran yaitu yang sudah disesuaikan
dengan dan yang belum disesuaikan, tergantung pada sikap atau latar
belakang penutur (Robins, 1992:440).
Di dalam sejarahnya penyerapan kosakata asing berlangsung secara
audial, artinya melalui pendengaran: orang asing mengucapkan kosakata
asing ini, lalu orang Indonesia menirukannya, sesuai dengan yang
didengarnya. Karena sistem fonologi bahasa asing itu berbeda dengan
sistem fonologi bahasa yang dimiliki orang Indonesia, maka bunyi ujaran
bahasa asing ditiru menurut kemampuan lidah melafalkannya. Begitulah
kata bahasa Belanda domme krach dilafalkan menjadi dongkrak, kata
bahasa Sansekerta utpatti dilafalkan menjadi upeti, kata bahasa Arab
mudharat dilafalkan menjadi melarat, dan kata bahasa Portugis almari
dilafalkan menjadi lemari.
Penyerapan kata-kata asing secara audial ini telah berlangsung
lama; dan telah menghasilkan kata-kata yang banyak sekali jumlahnya,
yang kadang-kadang sudah tidak diketahui lagi dari mana asalnya (Chaer,
2008:240).
Berikut ini contoh serapan asing. Kata condominium yang belum
lama terdapat dalam budaya Indonesia diserap ke dalam bahasa Indonesia
dengan penyesuaian ejaan menjadi kondominium. Demikian juga, serapan
kata konsesi, staf, golf, manajemen , dan dokumen. Kata-kata tersebut
diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui penyesuaian ejaan. Namun,
kata laundry sebenarnya tidak diperlukan karena di dalam bahasa

36
Indonesia sudah digunakan kata binatu dan dobi. Perlakuan yang sama
dapat dikenakan pada kata tower karena padanan untuk kata itu sudah ada
di dalam khazanah bahasa Indonesia, yaitu menara atau mercu. Kata
garden yang maknanya sama dengan kata taman atau bustan juga tidak
perlu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Sejalan dengan paparan serapan asing itu, misalnya, bagaimana
dengan kata developer dan builder? Apakah perlu diserap? Kedua kata itu
sudah tidak asing lagi bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang
pengadaan sarana tempat tinggal atau perkantoran. Akan tetapi, apakah
tidak lebih baik jika pengguna bahasa Indonesia berusaha
memasyarakatkan pemakaian kata pengembang untuk padanan developer
dan pembangun untuk padanan builder .
Beberapa nama permukiman baru, seperti Taman Holis Estate dan
Permata Biru Real Estate diganti menjadi Estat Taman Holis dan
Realestat Permata Biru . Real estate dan estate berasal dari bahasa
Inggris dan termasuk istilah bidang properti. Dalam bahasa asalnya, real
estate merupakan kata majemuk yang berarti harta tak bergerak yang
berupa tanah, sumber alam, atau bangunan. Istilah real estate dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi lahan yasan atau
tahan bangunan. Lahan berarti tanah garapan, sedangkan yasan dalam
bahasa Indonesia (yang diserap dari bahasa Jawa) berarti sesuatu yang
dibuat atau didirikan . Penerjemahan itu dilakukan berdasarkan konsep
makna istilah yang dikandungnya, bukan berdasarkan makna kata demi
kata. Contoh penerjemahan serupa terjadi pada kata supermarket yang
dipadankan dengan pasar swalayan . Sementara itu, kata estate dapat
diterjemahkan menjadi bumi, bentala , atau kawasan. Kata mana yang
hendak dipilih sangat ditentukan oleh suatu konteks. Untuk
mengindonesiakan istilah industrial estate , kita dapat memilih kosakata
kawasan industri. Untuk nama perumahan, kita dapat melakukan pilihan
secara lebih leluasa.
Harus diakui bahwa pemadanan kata real estate dilakukan setelah
kata itu banyak digunakan, termasuk padanan kata untuk nama kawasan.

37
Sebagai akibatnya, orang sempat berpikir bahwa kata itu tidak memiliki
padanan. Hal yang lazim terjadi ialah bahwa kata asing yang tidak
berpadanan itu diserap dengan penyesuaian ejaan. Itu sebabnya orang
mengindonesiakan real estate menjadi realestat. Bentuk kata yang
terakhir itulah yang kemudian dipilih oleh para pengusaha di bidang
pembangunan untuk rumah tinggal walaupun kata lahan yasan memiliki
makna konsep yang sama. Yang dijadikan dasar analogi lesapnya fonem e
diakhir kata itu ialah penyerapan accurate, chocolate, conglomerate , dan
dictate yang masing-masing menjadi akurat, cokelat, konglomerat, dan
diktat.
Lafal realestat sama dengan lafal pada kata akurat, cokelat,
konglomerat, dan diktat, tidak dilafalkan [ akuret], [coklet],
[konglomeret ], dan [diktet ]. Selanjutnya, realestat ditulis menjadi satu
kata (berbeda dari bentuk asalnya) karena mengacu pada serapan kudeta
dari kata coup d'etat , dan prodeo dari pro deo.
Jika kata realestat itu digunakan untuk nama permukiman,
susunannya perlu diperhatikan agar sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
Misalnya :
Realestat Sukamenak bukan Sukamenak Realestat
Berdasarkan batasan di atas dapat diketahui bahwa serapan kata
merupakan proses pengambilan atau pinjaman dari bahasa lain dan
kemudian sedikit banyaknya disesuaikan dengan kaidah bahasa yang
menyerap. Untuk menjelaskan hal itu, bagan prosedur pembentukan
istilah berikut juga patut diperhatikan.

3. Bentuk dan Makna Kata Serapan


Serapan kata selalu melibatkan dua bahasa, yaitu bahasa yang
diserap dan bahasa yang menyerap. Dua bahasa itu di dalam komunitas
bahasa dapat mengubah kedistingtifan butir asing, baik perubahan
kandungan budaya, kandungan makna, fungsi gramatikal, dan
fonologisnya (Mackey: 1977: 580). Perubahan gramatikal dan makna

38
akan mengakibatkan integrasi butir asing itu dengan bahasa yang
menyerap.
Salah satu segi gramatikal yang terjadi pada kata serapan adalah
perubahan fonol ogi s. Menurut Keraf (1984: 80-84), ada dua m acam perubahan
fonol ogi s pada kat a- kat a serapan, yai t u:
a) B erdasarkan Ti pe- ti pe P erubahan Fonet i s
1. P enyerapan l i near
Penyerapan sebuah fonem dalam satu bahasa ke bahasa lainnya
dengan t et ap m em pert ahankan ci ri -ci ri fonet i s fonem asal nya.
2. P enyerapan dengan perubahan at au penyesuai an
Penyerapan dengan perubahan atau penyesuaian terjadi bila fonem
asal nya m engal am i perubahan at au penyesuai an dengan fonem pada bahasa penyerap.
3. P enyerapan dengan penghi l angan
Suatu tipe perubahan fonem di mana fonem pada kata yang di serap
m cnghil ang ket i ka sudah m enj adi kat a dari bahasa yang m enyerap.
4. P enyerapan dengan penam bahan
Yang dimaksud dengan penyerapan dengan penambahan adalah
suatu proses perubah an berupa munculnya satu fonem baru dalam bahasa
yang menyerap.
5. Penanggalan parsial
Yang dimaksud dengan penanggalan parsial atau penghilangan
sebagi an adal ah suat u proses penyerap an dim ana sebagi an dari fonem yang ada pada
kat a yang diserap m enghil ang ket i ka m asuk ke dal am bahasa yang m enyerap,
sedangkan sebagi an l ai n dari ci ri fonem t ersebut bert ahan dal am bahasa yang
m enyerap.
6. Perpaduan (merger)
Perpaduan atau merger adalah suatu proses perubahan bunyi di
mana dua fonem at au l ebi h pada kat a yang di serap berpadu m enj adi sat u fonem
baru.
7. Pembelahan (split)
P em bel ahan at au spl it adal ah suat u poses perubahan fonem di m ana sat u
fonem pada kat a yang di serap m em bel ah di ri m enj adi dua fonem baru at au l ebi h, at au

sat u fonem t ersebut m em ant ul kan sej um l ah fonem yang belainan dalam bahasa
yang menyerap.
b) B erdasark an Macam - Macam P erubahan B unyi

39
1. Asi m il asi
Asimilasi artinya situasi di mana terdapat dua bunyi yang
sintagmatik, atau linier hubungan keduanya, sehingga bunyi satu lebih
mirip dengan yang lain .
2. Di si m i l asi
Disimilasi adalah dimana bunyi yang berubah menjadi kurang
mirip dengan yang lain disekitarnya. Jadi, bila asimilasi terjadi karena
usaha penyederhanaan, maka sebaliknya disimil asi terjadi karena rasa
kelegaan.
3. P erubahan B erdasarkan Tem pat
Berdasarkan te mpatnya dapat diperoleh beberapa macam perubahan
bunyi, yaitu:
a. Metatesis merupakan suatu proses perubahan bunyi yang berujud
pertukaran tempat dua fonem.
b. Aftresis adalah proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat
berupa penghilangan sebuah fonem pada awal sebuah kata.
c. Sinkop yaitu proses perubahan bunyi antara bahasa kera bat
berupa penghilangan sebuah fonem di tengah kata.
d. Apokop merupakan perubahan bunyi berupa menghilangnya
sebuah fonem pada akhir kata.
e. Protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan
sebuah fonem pada awal kata.
f. Epentesis atau mesogog adalah proses perubahan kata berupa
penambahan sebuah fonem di tengah kata.
g. Paragog yaitu bila sebuah kata mengalami perubahan fonem
berupa penambahan di akhir kata.
h. Perubahan -perubahan lain
Yang termasuk perubahan ini adalah monoftongisasi yaitu bila
suatu proses merger terjadi pada dua vokal dan mengubah kedua vokal
tersebut menjadi sebuah vokal tunggal dan diftongisasi adalah sebaliknya
bila fonem tunggal berubah sehingga menghasilkan dua vokal.
Segi gramatikal yang terjadi pada kata serapan adalah segi
morfologisnya, yang ditunjukan bagaimana butir asing itu dapat menjadi

40
bagian bahasa yang menyerap sehingga secara morfologis dapat
menyesuaikan dengan ciri gramatikal bahasa yang menyerap itu (Heah
Lee Hsia, 1989: 143-148; cf. Kridalaksana, 1984:76 dalam Ruskhan,
2007: 29).
Pada perubahan makna dari kata serapan bahasa Inggris dalam
bahasa Indonesia akan terjadi penyesuaian makna kata bahasa Inggris
dalam bahasa Indonesia ketika terjadi integrasi serapan. Perubahan
makna yang terjadi akibat adanya integrasi antara bahasa yang diserap
dan bahasa yang menyerap, menurut Lyons (1977:1960), meliputi
perubahan makna sebagai berikut:
1. Generalisai atau Perluasan
Adalah suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus
ke yang lebih u mum, atau dari yang lebih sempit ke yang lebih luas.
2.Spesialisasi atau Penyempitan
Proses spesialisasi atau pengkhususkan, penyempitan mengacu
kepada suatu perubahan yang mengakibatkan mekna kata menjadi lebih
khusus atau lebih sempit dalam aplikasinya. Kata tertentu pada suatu
waktu dapat diterapkan pada kelompok umum, tetapi belakangan
mungkin saja semakin terbatas atau kian sempit dan khusus dalam
maknanya. Dengan kata lain , cakupan makna pada masa lalu lebih luas
daripada pada masa kini.
3. Ameliorasi atau Peninggian
Kata ameliorasi (yang berasal dari bahasa Latin meteor `lebih
baik') berarti ‘membuat menjadi lebih baik, lebih tinggi, lebih anggun,
lebih halus’. Dengan kata lain. perubahan ameloratif mengacu pada
peningkatan makna kata; makna baru dianggap lebih baik atau lebih
tinggi nilainya daripada makna yang lama.

4. Peyorasi atau Penurunan


Menurut Tarigan (1985: 85), peyorasi adalah suatu proses
perubahan makna kata menjadi lebih jelek atau lebih rendah dar ipada
makna semula.

41
5. Sinestesia atau Pertukaran
Yaitu perubanan makna yang terjadi karena pertukaran tanggapan
dua indera yang berlainan. Contoh kata-katanya mani s. Kata manis
sebenarnya dipakai perasa tetapi dipakai untuk indera pendengar.
6. Asosiasi atau Persamaan
Yaitu perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat.
Menurut Finoza (2003: 82), k ata amplop berarti kertas pembungkus surat,
dan sering juga dipakai sebagai pembungkus uang, berdasarkan
persamaan tersebut dipakai untuk pengertian memberi sogokan.
Selain itu, Haugen (1950; 1992:198; cf. Heah Lee Hsia, 1989: 23
dalam Ruskhan, 2007: 27) berpendapat bahwa semua tipe serapan
meliputi dua kutub proses, yakni proses pemasukan ( importation ) dan
proses penyulihan ( substitution ). Haugen (1950: 212) menyebutkan
bahwa proses pemasukan adalah pemungutan yang sama dengan model—
yakni bahasa sumber—sehingga diterima oleh penutur sebagai pemilik
bahasanya, sedangkan proses penyulihan adalah pemungutan yang
menghasilkan model yang bukan berupa pemasukan, melainkan berupa
penggantian pola yang sama dari bahasa yang menyerap. Berdasarkan
proses serapan itu, serapan dapat dibagi menjadi (1) serapan kata
(loanwords), (2) serapan padu ( loanblends ), dan serapan geser
(loanshifts).
Apa yang disebutkan Haugen diperkuat oleh Bloomfield (1996:
444-461) membagi kata serapan ke dalam lima kelompok: (1) kata
serapan budaya [ cultural borrowing ]; (2) kata serapan mesra [ intimate
borrowing ]; (3) bahasa tinggi dan bahasa rendah; (4) adaptasi; (5)
adopsi. Kata serapan budaya (Bloomfield, 1996: 444) adalah kata-kata
asing yang masuk ke dalam kosakata suatu bahasa melalui perdagangan,
ilmu pengetahuan, dan agama. Kata serapan mesra (Bloomfield, 1996:
461) adalah dua bahasa yang dipakai dalam suatu daerah yang secara
topografis dan politis merupakan suatu komunitas. Hal ini dapat terjadi
karena penjajahan atau migrasi. Bahasa tinggi (Bloomfield, 1996: 461)
adalah suatu bahasa yang dipergunakan oleh kelas sosial yang dominan

42
dalam suatu masyarakat, sementara bahasa rendah adalah sebaliknya.
Adaptasi (Bloomfield, 1996: 447-457) adalah kata serapan yang
diselaraskan dalam suatu bahasa baik secara fonologis, morfologis,
sintaksis, atau penyelarasan dalam bentuk. Adopsi (Bloomfield, 1996:
447-457) adalah kosakata yang diserap ke dalam suatu bahasa dengan
terjadi perubahan konsep dan arti.

4. Ejaan dalam Kata Serapan


4.1 Ejaan Fonemik
Ej aan fonem i k berart i hanya sat u bunyi yang berfungsi dal am bahasa Indonesi a yang
dil am bangkan dengan huruf, sepert i :
presi den bukan presi dent
st andar bukan st andard

4.2 E jaan E ti mol ogi


Unt uk m enegaskan m akna yang berbeda, kat a serapan yang hom onim dengan kat a
l ai n dapat di t uli s dengan m em pert i m bangkan et im ol ogi nya, yakni sej arahnya,
sehi ngga bent uknya berl ai nan wal aupun l afal nya m ungki n sam a, sepert i :
bank dengan bang

4.3 Tran sl i terasi


P engej aan kat a serapan dapat j uga di l akukan m enurut at uran t ransl i t erasi , yakni
penggant i an huruf dem i huruf dari abj ad yang sat u ke abj ad yang l ai n, l epas dari
bunyi l afal yang sebenarnya. Hal it u, m i sal nya, di t erapkan m enurut anj uran
Int ernat i onal Organi zat i on f or St andardi zati on (IS O) ) pada huruf Arab
(rekom endasi IS O-R 233), Yunani (rekom endasi IS O -R 315), Si ri l (R usi n)
(rekom endasi IS O- R 9) yang di al i hkan ke huruf Lat i n.

4.4 Ejaan Nama Diri


Ej aan nam a di ri , t erm asuk m erek dagang, yang di dal am bahasa asl i nya di t ul i s
dengan huruf Lat i n, ti dak di ubah, sepert i Baekehi nd, C anni zaro, Aquadug, Dacron.
Nam a di ri yang bent uk asl i nya dit ul i s dengan huruf l ai n di ej a m enurut rekom endasi
IS O, ej aan Inggri s yang l ati n, at au ej aan Pi nyi n (Gi na), sepert i K eops, Sokrat es,
Di nit f i Ivanovi c,11 endel l ev, Ant on C ekhov, Muo Z edong Bei j i ng.

4.5 Pen yesu ai an E jaan


Dal am perkem bang annya bahasa Indonesi a m enyerap unsur pel bagai bahasa l ai n, bai k

43
dari bahasa daer ah m aupun bahasa asi ng, sepert i S an skert a, Arab, P ort ugi s, B el anda,
dan Inggri s. B erdasarkan t araf int eg rasi nya unsur serapan dal am bahasa Indonesi a
dapat di bagi at as ti ga go l ongan besar.
Pert ama , unsur- unsur yang sudah l am a t erserap ke dal am bahasa Indonesi a
yang t i dak perl u l agi di ubah ej aannya, sepert i ot onomi dan aki . K edua , unsur asi ng
yang bel um sepenuhnya t erserap ke dal am B ahasa Indonesi a, sepert i shut t l e cock,
real est at e . Unsur- unsur i ni di pakai di dal am kont eks bahasa Indonesi a, t et api
pengucapannya m asi h m engi kut i cara asi ng. K eti ga , unsur yang pengucap annya dan
penul i sannya di sesuai kan dengan kai dah bahasa Indonesi a. Dal am hal i ni di usahakan
agar ej aan bahasa asi ng di ubah seperl unya sehi ngga bent uk Indonesi anya m asi h dapat
di bandi ngkan dengan bent uk asl i nya. C ont oh beri kut pat ut di perhat i kan:
synonym si nonim
ecol ogy ekol ogi
syl l abus si l abus
accu aki
ef f ect efek
commi ssi on kom i si
t et api :
mass m enj adi massa (l awan masa)

4.6 Penyesuaian Huruf Gugus Konsonan Asing


Huruf gugus konsonan pada kata asing yang tidak diterjemahkan dan
diterima ke dalam bahasa Indonesia, sedapat-dapatnya dipertahankan
bentuk visualnya. Kaidah penyesuaian ejaan yang diuraikan di atas tetap
berlaku dalam pelambangan huruf gugus konsonan itu . Contoh berikut
patut diperhatikan:
bl - bl ast ul a bl - bl ast ul a
br- bromi de br- brom i da
cl - cl i ni c, nucl eus kl - kl i ni k, nukl eus
chi - chl orophyl l kl - kl orofi l
cr- cri cket kr- kri ket

4.7 Pen yesu ai an Imb uh an Asi n g


4.7.1 Pen yesu ai an Ak h i ran
Di samping pegangan untuk pen yesuaian huruf istilah asing tersebut di
atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta
penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai

44
bagian ita yang utuh. Kat a seperti standardisasi, implementasi, dan
objektif diserap secara utuh , di samping kata standar, implemen, dan
objek.

4.7.2 Penyesuaian Awalan


Awalan asing yang bersumber dari bahasa Indo-Eropa dapat dipertim -
bangkan pemakaiannya di dalam peristilahan Indonesia setelah disesuai -
kan ejaannya. Awalan-awalan asing itu antara lain sebagai berikut.
aberrat i on aberasi abst ract abst rak
anemi a anem i a, aphasi a afasi a
adhesion adhesi
accul t urat i on akul t urasi
ambi val ence am bi val ensi amput ati on am put asi

5. Perspektif Analogi dan Anomali Kata Serapan


5.1 Perspektif Analogi
Analogi adalah keteraturan bahasa, suatu satuan bahasa dapat
dikatakan analogis apabila satuan tersebut sesuai atau tidak menyimpang
dengan konvensi-konvensi yang telah berlaku. Pembicaraan mengenai
kata serapan apabila bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan
atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi tentu dilakukan dengan
memperbandingkan antara bahasa pemberi pengaruh dengan bahasa
penerima pengaruh. Untuk membicarakan kata serapan ke dalam bahasa
Indonesia tentu dilakukan dengan memperbandingkan kata-kata sebelum
masuk ke dalam bahasa Indonesia dan setelah masuk ke dalam bahasa
Indonesia.
Akan tetapi dalam pembicaraan kata serapan yang dikaitkan
dengan analogi bahasa , justru dilakukan dengan memperbandingkan
unsur-unsur intern bahasa penerima pengaruh itu sendiri. Artinya suatu
kata serapan perlu dilihat aslinya hanya sekedar untuk mengetahui bahwa
kata tersebut benar-benar kata serapan, tanpa harus mengetahui
bagaimana proses perubahan atau penyesuaian yang terjadi, yang lebih
proporsional perlu dilihat adalah bagaimana keadaan setelah masuk ke

45
dalam bahasa Indonesia, kemudian diperbandingkan dengan konvensi-
konvensi yang lazim yang berlaku sekarang ini. Karena analogi berbicara
mengenai keteraturan bahasa yang berkaitan dengan konvensi bahasa,
tentu saja disini lebih banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa,
bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur bahasa.

5.1.1 Analogi dalam Sistem Fonologi


Banyak sekali kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia yang
ternyata telah sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia baik
melalui proses penyesuaian atau tanpa melalui proses penyesuaian,
seperti kata aksi yang berasal dari kata bahasa Inggris action, kata
boling yang diserap dari kata bahasa Inggris bowling (Inggris).
Fonem-fonem /a/, /b/, /d/, /e/, /f/, /g/, /h/, /i/, /k/, /l/, /m/, /n/, /
0/, /r/, /s/, dan /t/ yang digunakan dalam kata-kata sebagaimana tersebut
di atas adalah fonem-fonem yang sesuai dengan sistem fonologi dalam
bahasa Indonesia, dengan demikian termasuk pada kriteria yang analogis,
artinya yang sesuai dengan fonem yang lazim dalam bahasa Indonesia.
Tentu contoh-contoh tersebut masih merupakan sebagian fonem dalam
bahasa Indonesia selain fonem-fonem tersebut tentu juga masih ada
fonem-fonem yang lain yang lazim dalam sistem fonologi dalam bahasa
Indonesia, yaitu: /c/, /j/, /p/, /q/, /v/, /w/, /x/, /y/, /z/, /kh/, /sy/, /u/
dan /a/.
Apabila dikaitkan dengan kenyataan historis ternyata ada
kenyataan yang menarik untuk dicermati yaitu misal fonem /kh/ dan /sy/
kedua fonem ini diakui sebagai fonem lazim dalam sistem fonologi
bahasa Indonesia ( Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, 1994:15). Namun apabila diselidiki lebih teliti secara
historis, ternyata kedua fonem ini bukan fonem asli Indonesia, ini bisa
dibuktikan bahwa semua kata-kata yang menggunakan fonem /kh/ dan
/sy/ masih bisa dilacak aslinya berasal dari bahasa Arab.
Kalau kedua fonem /kh/ dan /sy/ ini bukan asli Indonesia tentu
saja. Pada awal munculnya dalam bahasa Indonesia bisa dianggap sebagai

46
gejala penyimpangan atau gejala yang anomalis, tetapi setelah demikian
lama berlangsung serta dengan frekuensi kemunculan yang cukup tinggi
lama-kelamaan akan dianggap sebagai gejala yang wajar, tidak lagi
dianggap gejala penyimpangan dengan demikian dapat dikatakan sebagi
gejala yang analogis.
Dari kenyataan historis ini memperlihatkan bahwa ada suatu
peristiwa perubahan-perubahan dimana suatu gejala bahasa yang pada
awalnya kemungkinan dianggap anomalis, setelah berlangsung terus
menerus dengan frekwensi yang tinggi maka hal yang dianggap anomalis.
tersebut bisa berubah kondisinya sehingga dianggap analogis.
Fonem-fonem yang lain yang juga merupakan fonem serapan-
serapan lain adalah : /f /, /q/, /v/, dan /x/.

5.1.2 Analogi dalam Sistem Ejaan


Sistem ejaan adalah hal yang berhubungan dengan pembakuan.
Tentu saja pembicaraan mengenai analogi bahasa di sini disandarkan
pada ejaan yang berlaku sekarang, yaitu ejaan yang disempurnakan
(EYD) bahasa Indonesia. Mengenai hal ini ada pembicaraan yang khusus
yaitu tentang penulisan unsur serapan ( Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan , 1994: 38).
Menurut taraf integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa lonesia
dapat dibagi ke dalam dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang
belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti kata
reshuffle , shuttle cock . Unsur-unsur seperti ini dipakai dalam konteks
bahasa Indonesia tetapi penulisan dan pengucapannya masih mengikuti
cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan tulisannya telah
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia ( Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan , 1994:38).
Tentu saja yang termasuk kriteria analogi bahasa adalah kategori
kedua yaitu unsur serapan yang telah disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia baik dalam pengucapan maupun dalam penulisan.

47
Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
telah tersusun kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan. Contoh
berikut patut diperhatikan:

Indonesia Inggris
kaustik caustic
sentral central
akomodasi accomodation
aksen accent
kolera cholera
efek effect
idialis idealist
fase phase
akuarium akuarium
Contoh-contoh di atas hanya merupakan sebagian kecil dari contoh yang
telah dikemukakan dalam pedoman tersebut, dan untuk selengkapnya bisa
dilihat langsung dari pedoman yang telah ada yang ternyata aturan-
aturannya tidak cukup mudah dihafal, karena meliputi seperangkat aturan
berjumlah 56 point.

5.2 Perspektif Anomali


Anomali adalah penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Suatu
satuan dapat dikatakan anomalis apabila satuan tersebut tidak sesuai atau
menyimpang dengan konvensi-konvensi yang berlaku.
Metode yang digunakan untuk menentukan anomali bahasa pada
kata-kata serapan dalam bahasa Indonesia disini adalah sama dengan
metode yang digunakan untuk menetapkan analogi bahasa yaitu dengan
memperbandingkan unsur intern dari bahasa penerima pengaruh, suatu
kata yang tampak sebagai kata serapan dibandingkan atau dilihat dengan
kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Apabila kata tersebut

48
ternyata tidak menunjukkan kesesuaian dengan kaidah yang berlaku
berarti kata tersebut masuk kata yang anomalis. Sama seperti pada kata
yang analogis, kata-kata yang anomalis juga bisa dalam bentuk fonologi,
ejaan, maupun struktur.

5.2.1 Anomali dalam Ejaan


Semua kata-kata yang asing yang masih diserap secara utuh tanpa melalui
penyesuaian dengan kaidah di dalam penulisan, pada umumnya
merupakan kata-kata yang anomalis di dalam bahasa Indonesia. Contoh
kata-kata tersebut antara lain adalah:
Indonesia Inggris
bank bank
intern intern
modem modem
Kata-kata seperti tersebut di atas temasuk anomali bahasa karena tidak
sesuai dengan kaidah di dalam bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak
sesuai disini adalah : <nk>, <m>, dan <rn>. Ejaan-ejaan ini tidak sesuai
dengan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata asing yang diserap ke
dalam bahasa Indonesia dan ditulis sebagaimana aslinya, tetapi untuk
muncul sebagai gejala anomalis karena secara kebetulan kata-kata
tersebut tidak menyimpang dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.
Contoh kata-kata ini antara lain adalah:
Indonesia Inggris
era era
label label
formal formal
edit edit
etalase etalase

5.2.2 Anomali dalam Fonologi

49
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh
tanpa mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk
dibaca bagaimana aslinya, sehingga menyebabkan timbulnya anomali
dalam fonologi. Contoh-contoh anomali dalam fonologi antara lain
adalah:
Indonesia Inggris
ekspor export
ekspos expose
eksodus exodus

5.2.3 Anomali dalam Struktur


Karena pembicaraan kita adalah tentang kata maka yang dimaksud disini
adalah juga struktur tentang kata. Kata adakalanya terdiri dari satu
morfem, tetapi adakalanya tersusun dari dua morfem atau lebih.
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah
kata-kata sebagai satu satuan utuh baik terdiri dari satu morfem, dua
morfem atau lebih. Contoh berikut patuh diperhatikan:
Indonesia Inggris
federalisme federalism
bilingual bilingual
dedikasi dedication
edukasi education
eksploitasi exploitation
Kata-kata seperti tersebut dalam contoh, proses penyerapannya dilakukan
secara utuh sebagai satu satuan. Jadi kata federalisme tidak diserap
secara terpisah, yaitu federal dan isme. Kata bilingual tidak diserap bi,
lingua dan al. Kata dedikasi tidak diserap dari dedicate dan tion
demikian seterusnya kata edukasi tidak diserap dari educate dan tion.
Kata serapan dari bahasa Inggris yang aslinya berakhir dengan tion
yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan mengalami penyesuaian
sehingga berubah menjadi si di akhir kata berlangsung dengan frekwensi
sangat tinggi. kenyataan ini melahirkan masalah kebahasaan yaitu

50
munculnya akhiran sasi yang melekat pada kata-kata yang tidak berasal
dari bahasa Inggris sehingga timbul kata-kata seperti:
islamisasi = islam + sasi
neonisasi = neon + sasi
polarisasi = pola + sasi
jawanisasi = jawa + sasi
Menurut Suwarto (2004), proses pembentukan seperti ini dalam
linguistik lazim disebut “anologi” (bedakan istilah analogi dalam
linguistik dengan istilah dalam filsafat bahasa). Penggunaan istilah
anologis ini memang wajar karena maksudnya adalah menggunakan
bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. Artinya, penggunaan
struktur neonisasi didasar kata pada kata: mekanisasi dan sejenisnya
yang telah ada.
Akan tetapi, apabila kita bandingkan dengan kaidah gramatikal
khususnya yang berkaitan dengan struktur morfologi kata, sebenarnya
akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal
ini termasuk gejala anomali bahasa. Namun masalah selanjutnya adalah
tinggal masalah pengakuan dari para pakar yang memiliki legalitas di
dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini dianggap resmi atau tidak di
dalam bahasa Indonesia, kalau dianggap tidak resmi berarti akhiran (sasi)
ini benar murupakan gejala anomali. Tetapi kalau akhiran (sasi) ini sudah
bisa diterima sebagai akhiran yang lazim dalam bahasa Indonesia, maka
ada perubahan dari anomali menjadi analogi.
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada proses penyerapan dari
bahasa Inggris, tetapi ternyata terjadi juga pada bahasa Arab, yaitu
adanya akhiran (i), (wi), (ni). Pada awalnya akhiran ini memang melekat
langsung pada kosa kata bahasa Arab yang diserap secara utuh ke dalam
bahasa Indonesia. Contoh berikut patut diperhatikan:
Indonesia Arab
insan insani
duniawi duniawi
ruhani ruhani

51
Diserap secara utuh dari bahasa Arab, akhirnya akhiran (i), (wi) dan (ni)
ini digunakan di dalam bahasa Indonesia, dilekatkan pada kata-kata yang
tidak berasal dari bahasa Arab, seperti pada contoh-contoh berikut:
gerejani = gereja + ni
ragawi = raga + wi
Kasus akhiran (ni) dan (wi) dalam bahasa Indonesia ini sama seperti
kasus akhiran (sasi) hanya saja berbeda dari sudut frekuensinya yakni
frekuensi akhiran (wi) dan (ni) lebih jarang dibandingkan dengan akhiran
(sasi).

D. Makna dan Perubahan Makna


1. Definisi Makna
Istilah makna mengacu pada pengertian yang sangat luas. Ullmann
(1972) menyatakan bahwa makna adalah salah satu istilah yang paling
kabur dan kontroversial dalam teori bahasa. Ogden dan Richard dalam
bukunya The Meaning of Meaning (1923) mendaftar enam belas rumusan
pengertian makna yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Dalam
hal ini Ulmann (1972) mengemukakan bahwa ada dua aliran dalam
linguistik pada masa kini, yaitu pendekatan analitik dan referensial yang
mencari esensi makna dengan cara memisah-misahkannya menjadi
komponen-komponen utama.Yang kedua, pendekatan operasional yang
mempelajari kata dalam operasinya, yang kurang memperhatikan
persoalan apakah makna itu, tetapi lebih tertarik pada persoalan
bagaimana kata itu bekerja. Memang, persoalan makna sangat kompleks
walaupun makna adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaitan dan
keterikatannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat,
khususnya yang berkaitan dengan bahasa dan pikiran.
Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure (1916)
mengemukakan mengenai apa yang disebut dengan tanda linguistik.

52
Setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu: (1) yang diartikan
(Perancis: Signifi é; Inggris; Signified ) dan (2) yang mengartikan
(signifiant , signifier ). Yang diartikan sebenarnya tidak lain dari konsep
atau makna dari suatu tanda bunyi, sedangkan yang mengartikan itu
adalah tidak lain dari bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem
bahasa yang bersangkutan. Jadi, tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi
dan unsur makna. Kedua unsur ini merupakan unsur dalam bahasa
(intralingual ) yang biasanya merujuk/mengacu kepada suatu acuan yang
merupakan unsur luar bahasa.
Grice dan Bolinger dalam Aminudin (1988) memberikan batasan
pengertian makna yaitu hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang
telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling
dimengerti. Dari batasan ini, dapat diketahui ada tiga unsur pokok yang
tercakup di dalamnya, yaitu:
(1) makna ialah hasil hubungan antara bahasa dan dunia luar;
(2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pengguna
bahasa;
(3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi sehingga dapat saling dimengerti.
Bagaimana bentuk hubungan antara makna dengan dunia luar? Ada
tiga pandangan filosofis yang berbeda yaitu: (1) realisme, (2)
nominalisme, dan (3) konseptualisme. Realisme berpendapat bahwa
terhadap wujud dunia luar manusia selalu memiliki jalan pikiran dan
gagasan tertentu. Makna kata dengan wujud yang dimaksud selalu
mempunyai hubungan yang hakiki.
Menurut kaum nominalis, hubungan antara makna kata dengan
dunia luar semata-mata bersifat arbitrer, walaupun dilatari oleh konvensi.
Oleh karena itu, kaum nominalis menolak anggapan bahwa antara kata
dengan wujud luar terdapat hubungan. Hal ini diperkuat dalam
konseptualisme bahwa pemaknaan sepenuhnya ditentukan oleh adanya
asosiasi dan konseptualisasi pengguna bahasa, lepas dari dunia luar yang
diacunya.

53
Dalam hal ini, Hurford dan Heasley (1983) mengemukakan bahwa
pemahaman tentang makna dan pengacuan adalah inti kajian makna. Ide
pengacuan mudah dimengerti, tetapi ide makna lebih sulit. Sebagai
contoh kata electricity , kita semua dapat menggunakannya dan
membicarakannya dalam berbagai cara, tanpa kita ketahui sebenarnya
hakikat electricity itu.
Dalam hubungan makna dan pengacuan, acuan suatu ungkapan
sering berbentuk benda atau orang, sedangkan makna ungkapan bukanlah
benda samasekali. Kenyataanya sulit dikatakan maujud macam apa makna
itu. Lebih mudah menyatakan apakah dua ekspresi itu memiliki makna
yang sama atau tidak. Makna suatu ekspresi adalah suatu abstraksi. Bila
seorang tahu apa yang dikatakan padanya, berarti ia tahu makna ekspresi
yang ia dengar. Makna ekspresi bisa dipikirkan atau diperkirakan sebagai
jumlah kekayaan makna dan relasi makna. Kekayaan makna kalimat yang
analitik, sintetik dan kontradiksi.
Setiap ungkapan yang mempunyai arti, pasti mempunyai makna,
tetapi belum tentu mempunyai acuan. Contoh: kata dan, jika, mungkin,
karena, hampir , tidak mempunyai acuan walaupun mempunyai makna.
Alston dalam Aminudin (1988) menyebutkan adanya tiga
pendekatan dalam teori makna, yaitu pendekatan (1) referensial, (2)
ideasional, dan (3) behavioral. Dalam pendekatan referensial, makna
diartikan sebagai label yang berada dalam kesadaran manusia untuk
menunjuk dunia luar. Pendekatan ini mengaitkan makna dengan masalah
nilai serta proses berpikir manusia dalam memahami realitas lewat
bahasa secara benar. Pendekatan ideasional mengaitkan makna dengan
kegiatan menyusun dan menyampaikan gagasan lewat bahasa.Pendekatan
behavioral mengaitkan makna dengan fakta pemakaian bahasa dalam
konteks sosial-situasional. Apabila pendekatan referensial lebih berpusat
pada masalah bagaimana mengolah makna suatu realitas secara benar,
maka kajian semantik lewat pendekatan ideasional lebih menekankan
pada masalah bagaimana menyampaikan bahasa lewat struktur

54
kebahasaan secara benar tanpa mengabaikan keselarasan hubungannya
dengan realitas.
Ogden dan Richards (1923) dalam segitiga semantiknya
menunjukkan bahwa pikiran sebagai unsur yang mengadakan signifikansi
sehingga menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan
langsung dengan referen atau acuan. Contoh, anjing dalam bahasa
Indonesia dan dog dalam bahasa Inggris.

THOUGHT OR REFERENCE

SYMBOL REFERENT

Gambar . Segitiga Semantik


Simbol dalam konsep Ogden dan Richards ialah elemen
kebahasaan, baik berupa kata, ataupun kalimat yang secara sewenang-
wenang mewakili objek dunia luar maupun dunia pengalaman masyarakat
pemakainya. Berdasarkan diagram ini, referensi sebagai unsur yang
mengadakan signifikansi sehingga menghadirkan makna tertentu
memiliki hubungan langsung dengan lambang dan juga memiliki
hubungan langsung dengan referen. Sedangkan antara lambang dengan
referen terdapat hubungan tidak langsung karena keduanya memiliki
hubungan arbriter. Dari sifat arbriter ini sebuah referen yang sama dapat
diberi lambang yang berbeda. Lambang dalam diagram ini, secara
sewenang-wenang mewakili objek dunia luar maupun dunia pengalaman
masyarakat penggunanya. Sementara referensi ialah hasil konseptualisasi
hubungan antara lambang dengan referen yang diacu. Segitiga semantik
ini mengandung kelemahan, karena hanya terbatas pada bahasa fakta dan
tidak dapat menjelaskan atau menggambarkan hal-hal yang bersifat

55
abstrak. Referen yang bagi Ullmann (1972) tidak perlu disentuh karena
unsur itu adalah unsur nonbahasa yang pengkajian maknanya sehubungan
dengan upaya konseptualisasi, yang lebih tepat dilakukan dalam studi
filsafat di luar wilayah kekuasaan para linguis.
Ullmann menggunakan istilah yang lebih praktis dan sederhana,
yaitu: name (nama), sense (makna atau pengertian), dan thing (benda).
Name yaitu bentuk fonetis suatu kata, bunyi-bunyi yang membentuk
kata, termasuk unsur-unsur suprasegmental lain seperti intonasi dll.
Sense dipakai dalam arti yang umum tanpa mengaitkan dengan sesuatu
doktrin psikologis, sedangkan thing merupakan unsur atau peristiwa
nonbahasa yang dibicarakan. Antara name dan sense ada hubungan
resiprokal yang disebut dengan makna. Jika seorang berpikir tentang dog
(anjing), ia akan berpikir tentang anjing dan ia akan paham apa yang
disampaikan oleh penutur. Jika seorang berpikir tentang anjing, maka ia
akan mengucapkan kata anjing. Jadi ada hubungan timbal balik antara
name dan sense.
Ada tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan filsuf dalam
usahanya menjelaskan makna dalam bahasa manusia: (a) dengan
memberikan definisi hakikat makna kata, (b) dengan mendefinisikan
hakikat makna kalimat, dan (c) dengan menjelaskan proses komunikasi.
Pada cara yang pertama, makna kata diambil sebagai konstruk, yang
dalam konstruk itu makna kalimat dan komunikasi dapat dijelaskan; pada
cara yang kedua, makna kalimatlah yang diambil sebagai dasar, dengan
kata-kata dipahami sebagai penyumbang yang sistematik terhadap makna
kalimat; dan cara yang ketiga, baik makna kalimat maupun makna kata
dijelaskan dalam batas-batas penggunaannya pada tindak komunikasi.
Ketiganya diistilahkan sebagai makna leksikal, makna gramatikal, dan
makna kontekstual (Kempson, 1995:9).
Makna gramatikal bertentangan dengan makna leksikal. Makna
gramatikal berhubugan dengan fungsi dan macam-macam kalimat yang
berupa proposisi, pertanyaan, perintah, dan permintaan.

56
Makna kata yang masih menunjuk pada acuan dasarnya sesuai
dengan konvensi yang telah disepakati disebut makna denotatif. Makna
denotatif adalah makna harfiah. Denotasi dapat juga diartikan sebagai
hubungan antara kata atau bentuk maujud yang ada dan kegiatan di luar
sistem bahasa. Makna denotasi ini lazim diberi penjelasan sebagai makna
yang sesuai dengan hasil konvensi.
Denotasi makna suatu kata, selain dapat merujuk pada referensi
yang diacu, juga dapat merujuk pada hasil konseptualisasinya. Denotasi
makna kata yang masih merujuk pada referen dasar sesuai dengan
berbagai fakta maupun ciri yang dimilikinya, disebut makna referensial,
misalnya kata kursi yang merujuk sebagai tempat duduk.
Istilah referensi sering dipertentangkan dengan sense. Menurut
(1989), perbedaan keduanya terletak pada asosiasi hubungan makna yang
ditampilkan. Apabila referensi berkaitan dengan penampilan asosiasi
makna yang dibuahkan dari adanya hubungan antara bahasa dengan dunia
luar, maka sense ialah gambaran makna yang ditimbulkan oleh adanya
hubungan antara masing-masing unsur kebahasaan itu sendiri secara
internal.
Makna dan pengacuan pun harus dibedakan. Pada umumnya orang
menyamakan makna dengan arti atau lebih khusus lagi, yaitu arti kognitif
dan arti deskriptif. Dalam hal ini perbedaan antara pengacuan dan makna
kadang-kadang dirumuskan sebagai perbedaan pengacuan dan arti.
Contoh: Megawati Soekarnoputri adalah Presiden Republik Indonesia.
Proposisi ini memiliki pengacuan yang sama yaitu mengacu pada orang
yang sama, tetapi maknanya berbeda. Dua ungkapan yang memiliki
pengacuan yang sama apabila dapat saling menggantikan tanpa mengubah
kebenarannya.
Lyons (1981: 30-31) mengemukakan enam teori yang berkaitan
dengan makna kata ( word-meaning), makna kalimat ( sentence-meaning ),
dan makna ujaran ( utterance-meaning ), yaitu (1) teori referensial ( the
referential theory ), bahwa makna suatu ekspresi adalah apa yang diacu
oleh ekspresi itu atau apa yang menjadi arti dari ekspresi yang

57
digunakan; (2) teori ideasional atau teori mentalistik ( the ideational or
mentalistic theory ), bahwa makna suatu ekspresi adalah gagasan atau
konsep yang berasosiasi dengan makna yang ada dalam pikiran seorang
penutur; (3) teori behavioris ( the behaviorist theory ), bahwa makna suatu
ekspresi merupakan stimulus atau respon atau gabungan keduanya, pada
saat mengujarkannya; (4) teori kegunaan makna ( the meaning-is-use
theory), bahwa makna suatu ekspresi ditentukan dalam penggunaannya
dalam bahasa; (5) teori verifikasionis ( the verificationist theory ), bahwa
makna suatu ekspresi ditentukan oleh adanya pembenaran makna dalam
kalimat atau proposisi; dan (6) teori kondisional-kebenaran ( the truth-
conditional theory ), bahwa makna suatu ekspresi merupakan suatu
kontribusi terhadap kondisi-kebenaran makna yang terkandung dalam
kalimat.

2. Perubahan Makna
Perubahan makna bisa disebabkan oleh berbagai sebab.Ada sebab-
sebab yang mungkin unik untuk suatu kasus, yang hanya bisa dibangun
hanya dengan merekonstruksi keseluruhan latar belakang sejarahnya,
tetapi bisa pula karena sebab-sebab umum. Contoh klasik tentang
perubahan yang unik ialah kata asli bahasa Latin moncta yang melahirkan
kata Inggris mint money; money ‘uang’ ini masuk melalui bahasa Prancis
monnaie. Moncta berasal dari verba moneo’menasihati; mengingatkan’,
tetapi selintas pandang sulitlah membayangkan hubungan antara dua
gagasan tersebut. Berikut ini dikemukakan enam sebab adanya perubahan
makna.
1. Sebab yang bersifat kebahasaan.
Breal mengemukakan adanya proses penularan ( contagion ), dalam
arti makna sebuah kata mungkin dialihkan kepada kata yang lain hanya
karena kata-kata itu selalu hadir bersama-sama dalam banyak konteks.
2. Sebab historis

58
Sebab perubahan historis terkait dengan mempertahankan makna
tradisi dan kesinambungannya dalam hal yang menyangkut benda,
lembaga, gagasan, konsep ilmiah dll.
3. Sebab sosial
Sebuah kata yang semula dipakai dalam arti umum kemudian
dipakai dalam bidang yang khusus, misalnya dipakai sebagai istilah
perdagangan atau kelompok terbatas yang lain, kata itu cenderung untuk
memperoleh makna terbatas. Sebaliknya, kata-kata yang dipinjam dari
bahasa kelompok lalu menjadi pemakaian umum akan memperoleh
perluasan makna . Karena itu ada dua kecenderungan berdasarkan kondisi
yang berkembang ke arah yang saling bertentangan: mengkhusus
(spesialisasi ) dan mengumum ( generalisasi), atau menyempit dan
meluas.
4. Sebab Psikologis
Perubahan sering berakar pada keadaan jiwa penutur atau pada
unsur yang agak permanen pada mentalnya. Ada dua perubahan mendasar
dari perubahan makna oleh sebab psikologis, yaitu faktor emotif dan
faktor tabu.
5. Sebab pengaruh asing
Banyak perubahan makna disebabkan oleh pengaruh suatu unsur
asing. Contoh-contoh mengenai hal ini sudah banyak dijumpai dalam
polisemi. Dalam bahasa Indonesia pengertian “asing” dapat mencakup
bahasa daerah dan dialek-dialeknya.
6. Sebab kebutuhan akan makna baru.
Manakala sebuah nama baru diperlukan untuk menunjuk objek
atau benda atau gagasan baru, maka dapat dipilih salah satu dari tiga
pilihan berikut: membentuk kata baru dari unsur-unsur yang sudah ada;
meminjam istilah dari bahasa asing atau sumber lain; atau memilih
makna sebuah kata lama. Jeaslah bahwa kebutuhan akan nama baru
adalah penyebab sangat penting bagi perubahan makna (Ulmann,
2007:251-262).

59
BAB III
PERUBAHAN FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS
KATA SERAPAN BAHASA INGGRIS
DALAM BAHASA INDONESIA

Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur


pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa Asing
seperti Bahasa Inggris. Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat
berupa bentuk dasar atau bentuk turunan. Pada prinsipnya dipilih bentuk
tunggal (singular), kecuali jika konteksnya condong pada bentuk jamak
(plural). Pemilihan bentuk tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
(1) konteks situasi dan ikatan kalimat, (2) kemudahan belajar bahasa, (3)
kepraktisan dalam melafalkan sesuai dengan bunyi yang ada, baik
konsonan dan vokal, dalam bahasa Indonesia.
Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah
Inggris yang pemakaiannya sudah mendunia, yakni dilazimkan oleh para

60
ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah itu sedapat-dapatnya dilakukan
dengan mengutamakan ejeaannya dalam bahasa sumber tanpa
mengabaikan segi lafal. Sedangkan, istilah asing yang sudah diserap dan
sudah lazim dipergunakan sebagai istilah Indonesia masih dapat dipakai
sungguhpun bertentangan dengan salah satu kaidah pembentukan istilah
yang sudah dibakukan. Demi kemudahan pengalihan antarbahasa dari
keperluan masa depan, pemasukan istilah asing, yang bersifat
internasional, melalui proses penyerapan dapat dipertimbangkan jika
salah satu syarat atau lebih yang berikut ini dipenuhi, yaitu (a) Istilah
serapan yang dipilih cocok karena konotasinya; (b) Istilah serapan yang
dipilih lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya;
(c) Istilah serapan yang diplih lebih singkat dapat mempermudah
tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya.
Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi atas tiga golongan besar. Pertama, unsur yang
sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia yang tidak perlu lagi
diubah ejaannya. Kedua, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap
ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, real estate. Unsur itu
dipakai di dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih
mengikuti cara asing. Ketiga, unsur asing yang pengucapannya dan
penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini
diusahakan agar ejaan bahasa asing hanya diubah seperlunya sehingga
bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk aslinya.
Crowley ( 1987:25-47) menyebutkan beberapa tipe perubahan
bunyi pada kata serapan, yakni (a) lenisi ( lenition ) yang terdiri dari
penghilangan gugus konsonan ( cluster reduction ), apokope (apocope),
sinkope (sincope), hapiologi ( haplology ), dan kompresi ( compression);
(b) penambahan bunyi ( sound addition ) yang terdiri dari: anaptiksis
(anapthysis), epentesis (epenthesis ), protesis (prothesis); (c) metatesis
(methatesis); (d) fusi (fusion); (e) pemisahan ( unpacking ); (f) pemecahan
vokal (vowel breaking ); (g) asimilasi ( assimilation ); (h) disimilasi

61
(dissimilation ); (i) perubahan suara yang tidak biasa ( abnormal sound
change).

A. Penyesuaian Ejaan
Kaidah penyesuaian ejaan bagi unsur serapan dalam bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut:
ae jika tidak bervariasi dengan e, tetap ae
aerobe aerob
aerolit aerolit
aerosol aerosol
ae jika bervariasi dengan e menjadi e
anaemia, anemia anemia
haematite, hematite hematit
haemoglobin, hemoglobin hemoglobin
ai tetap ai
caisson kaison
tailer trailer
au tetap au
autotrophe autotrof
caustic kaustik
hydraulic hidraulik
c di muka a, o, u, dan konsonan menjadi k
calomel kalomel
vocal vokal
construction konstruksi
cubic kubik
classification klasifikasi
c di muka e,i, oe, dan y menjadi s
central sentral
circulation sirkulasi
coelom selom
cylinder silinder

62
cc di muka o, u,dan konsonan menjadi k
accommodation akomodasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
ch dan cch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
charisma karisma
cholera kolera
chromosome kromosom
technique teknik
saccharin sakarin
ch yang lafalnya c menjadi c
charter carter
check cek
China Cina
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon eselon
chiffon sifon
machine mesin
e tetap e
atmosphere atmosfer
system sistem
synthesis sintesis
e yang tidak diucapkan, ditanggalkan
phoneme fonem
sulphite sulfit
zygote zigot
ea tetap ea
idealist idealis

63
oleander oleander
realist realis
ea jika lafalnya i, tetap i
team tim
ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
pleistocene pleistosen
eo tetap eo
geometry geometri
stereo stereo
zeolite zeolit
eu tetap eu
eugenol eugenol
euphony eufoni
neutron neutron
f tetap f
factor faktor
fossil fosil
infuse infus
g tetap g
energy energi
gene gen
geology geologi
gh menjadi g
sorghum sorgum
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus iambus
ion ion
iota iota
ie (Inggris), jika lafalnya bukan i, tetap ie
hierarchy hierarki

64
patient pasien
variety varietas
iu tetap iu
calsium kalsium
premium premium
stadium stadium
ng tetap ng
congress kongres
contingent kontingen
linguistics linguistik
oi (Inggris) tetap oi
exploitation eksploitasi
oo yang lafalnya u menjadi u
cartoon kartun
pool pul
proof pruf
oo (vokal ganda) tetap oo
coordination koordinasi
oolite oolit
zoology zoologi
ou, jika lafalnya u, menjadi u
contour kontur
coupon kupon
group grup
route rute
ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
spectograph spektograf
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri

65
psychosomatic psikosomatik
pt tetap pt
pteridology pteridologi
pterosaur pterosaur
ptyalin ptialin
q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
quantity kuantitas
rh menjadi r
rhapsody rapsodi
rhetoric retorik
rhombus rombus
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium skandium
scotopia skotopia
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography senografi
scintilation sintilasi
scyphistome sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholastic skolastik
t di muka i, jika lafalnya s, menjadi s
action aksi
ratio rasio
th menjadi t
orthography ortografi
theocracy teokrasi
thiopental tiopental
u tetap u

66
institute institut
structure struktur
unit unit

ua tetap ua
adequate adekuat
aquarium akuarium
quantum kuantum
ue tetap ue
consequent konsekuen
duet duet
questionnaire kuesioner
ui tetap ui
conduite konsuite
equinox ekuinoks
uo tetap uo
fluorescent fluoresen
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
continuum kontinum
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v
television televisi
vitamin vitamin
vocal vokal
x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
x pada posisi lain menjadi ks

67
executive eksekutif
latex lateks
taxi taksi
xc di muka e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excision eksisi
excitation eksistasi
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
excursive ekskursif
y, jika lafalnya y, tetap y
yangonin yangonin
yoga yoga
yuccaganin yukaganin
y, jika lafalnya i, menjadi i
synonym sinonim
ecology ekologi
syllabus silabus
yttrium itrium
z tetap z
zenith zenit
zirconium zirkonium
zodiac zodiak
Konsonan kembar menjadi satu huruf konsonan kecuali jika terdapat
pasangan yang dapat menimbulkan kekeliruan makna.
accu aki
effect efek
commission komisi
solfeggio solfegio
(Moeliono dan Dardjowidjojo, 1997:441-448)

68
B. Penyesuaian Huruf Gugus Konsonan Asing
Huruf gugus konsonan pada istilah asing yang tidak diterjemahkan
dan diterima ke dalam bahasa Indonesia, sedapat-dapatnya dipertahankan
bentuk visualnya.
a. Huruf gugus konsonan di awal atau di tengah
bd- : bdelium menjadi bd- : bdelium
bl- : blastula bl- : blastula
br- :bromide br- : bromid
cl- : clinic kl- : klinik, nukleus
chl- : chliriphyll kl- : klorofil
cr- : cricket kr- :kriket
chr- : chromium kr- : kromium
cz- : czardas cz- : czardas
dr- : drama dr- : drama
fl- : flexible fl- : fleksibel
fr- : frequency, affricate fr- :frekensi, afrikat
gh- : spaghetti g- : spageti
gl- : glottis gl- : glotis
gn- : gnomon gn- : gnomon
gr- : gradation gr- : gradasi
kl- : kleptomania kl- : kleptomania
kn- : knebelite kn- : knebelit
phl- : phlegmatic fl- : flegmatik
phr- : schizophrenia fr- : skizofrenia
phth- : phthalein ft- : ftalein
pl- : plastic pl- : plastik
pn- : pneumonia pn- : pneumonia
pr- : prefix pr- : prefiks
ps- : psychology ps- : psikologi
pt- : pteridology pt- : pteridologi

69
rh- : rheumatic r- : reumatik
sc- : scabies sk- : skabies
sch- : schema sk- : skema
scl- : sclerosis skl- : sklerosis
scr- : scrotum skr- : skrotum
sk- : sketch sk- : sketsa
sl- : slidometer sl- : slidometer
sm- : smaragdite sm- : smaragdit
sn- : snobism sn- : snobisme
sp- : spaghetti sp- : spageti
sph- : spherulite sf- : sferulit
spl- : splenectomy spl- : splenektomi
spr- : sprint sp- : sprin
sq- : squadron sk- : skuadron
st- : stabile st- : stabil
sth- : sthenia st- : stenia
str- : strategy str- : strategi
sv- : svedberg sv- : svedberg
sw- : swastika sw- : swastika
th- : theology t- : teologi
tm- : tmesis tm- : tmesis
tr- : tragedy tr- : tragedi

b. Huruf gugus konsonan akhir


-ck : block menjadi -k : blok
-ct : contract -k : kontrak
-lc : talc -lk : talk
-ft : lift -ft : lift
-lf : golf -lf : golf
-lm : film -lm : film
-lp : pulp -lp : pulp
-ls : wals -ls : wals

70
-lt : basalt -lt : basalt
-mb : bomb -m : bom
-ph : limph -mf : limf
-nd : dividend -n : dividen
-nk : bank -nk : bank
-ns : ons -ns : ons
-nt : gradient -n : gradien
-ps : gips -ps : gips
-pt : concept -p : konsep
-rb : rhubarb -rb : rubarb
-rch : patriarch -rk : patriark
-rd : fjord -rd : fyord
-rm : isotherm -rm : isoterm
-rp : schizocarp -rp : skizocarp
-rph : amorph -rf : amorf
-rt : introvert -rt : introvert
-rtz : hertz -rtz : hertz
-sk : obelisk -sk : obelisk
-st : contrast -s : kontras
-xt : context -ks : konteks

c. Huruf gugus konsonan akhir pada kata yang bersuku satu


-ct : fact menjadi -kta : fakta
-ns : lens -nsa : lensa
-rb : verb -rba : verba
-rm : norm -rma : norma
-rp : harp -rpa : harpa
-sm : plasm -sma : plasma
-sp : cusp -spa : kuspa
(Moeliono dan Dardjowidjojo, 1997:448-451)

C. Penyesuaian Imbuhan Asing

71
1. Penyesuaian Akhiran
Berikut ini adalah akhiran asing serta penyesuaiannya dalam
bahasa Indonesia.
able, -ble menjadi –bel
variable variabel
flexible fleksibel
-ac menjadi –ak
demoniac demoniak
maniac maniak
cardiac kardiak
almanac almanak
-acy, -cy menjadi –asi, -si
accountancy akuntansi
celibacy selibasi
idiocy idiosi
-age menjadi –ase
percentage persentase
-air, -ary menajadi –er
complementary komplementer
primary primer
secondary sekunder
-al menjadi –al
credential kredensial
minimal minimal
national nasional
vital vital
-ance, -ence yang tidak bervariasi dengan –ancy, -ency, menjadi –ans,
-ens
reference referens
performance performans
conductance konduktans
-ance, -ence yang bervariasi dengan –ancy, -ency , menjadi –ansi, -ensi

72
efficiency efisiensi
frequency frekuensi
constancy konstansi
-anda, -end, -andum, -endum menjadi –anda, -en, -andum, -endum
propaganda propaganda
dividend dividen
memorandum memorandum
referendum referendum

-ant menjadi –an


accountant akuntan
informant informan
dominant dominan
-ar menjadi –ar
polar polar
solar solar
-air menjadi –er
populair populer
-archie, -archy, menjadi –arki
anarchy anarki
oligarchy oligarki
monarchy monarki
-asm menjadi –asme
enthusiasm antusiasme
sarcasm sarkasme
pleonasm pleonasme
-ase,-ose menjadi –ase, -osa
Amylase amilase
Lactase laktase
Dextrose dekstrosa
-ate menjadi –at
emirate emirat

73
protectorate protektorat
triumvirate triumvirat
advocate advokat
sulphate sulfat
nitrate nitrat
accurate akurat
private privat
-(a)tion menjadi –(a)si
action aksi
publication publikasi
production produksi
-al menjadi –al
formal formal
ideal ideal
material material
normal normal
rational rasional
structural struktural
-ein tetap –ein
casein kasein
protein protein
-et, -ete –ette menjadi –et
clarinet klarinet
complete komplet
cigarette sigaret

-or menjadi –ur


conductor kondektur
director direktur
inspector inspektur
-ic, -ique menjadi –ik

74
allergic alergik
analgesic analgesik
electronic elektronik
unique unik
-icle menjadi –ikel
article artikel
particle partikel
-ics menjadi –ik, -ika
athletics atletik
tactics taktik
electronics elektronik
mechanics mekanika
-id, -ide menjadi –id, -ida
chrysalid krisalida
oxide oksida
chloride klorida
-ive menjadi –if
demonstrative demonstratif
descriptive deskriptif
-ic, -ics, -ique menjadi –ik, -ika
dialectics dialektika
logic logika
phonetics fonetik
physics fisika
technique teknik

-ile, -le menjadi –il


percentile persentil
quartile kuartil
stable stabil
-ific menjadi –ifik
honorific honorifik

75
specific spesifik
-ine menjadi –in, -ina
cocaine kokain
aniline anilina
doctrine doktrin
dicipline disiplin
quarantine karantina
-ic menjadi –ik
ballistic balistik
electronic elektronik
mechanic mekanik
-ical menjadi –is
economical ekonomis
practical praktis
-ism menjadi –isme
terrorism terrorisme
patriotism patriotisme
expressionism ekspresionisme
capitalism kapitalisme
egoism egoisme
modernism modernisme
-ist menjadi –is
extremist ekstremis
journalist jurnalis
receptionist resepsionis
pessimist pesimis
optimist optimis
-ite menjadi –it
favourite favorit
-ity menjadi –itas, -iti
activity aktivitas
facility fasilitas

76
intensity intensitas
commodity komoditi
security sekuriti
-ive menjadi –if
expansive ekspansif
cohesive kohesif
relative relatif
-logy menjadi –logi
analogy analogi
physiology fisiologi
technology teknologi
-logue menjadi –log
catalogue katalog
dialogue dialog
-oid tetap –oid
anthropoid antropoid
metalloid metaloid
-or tetap –or
corrector korektor
dictator diktator
-ot tetap –ot
ballot balot
golliot goliot
pivot pivot
-ous ditanggalkan
amorphous amorf
polysemous polisem
synchronous sinkron
-sion, -tion menjadi –si
television televisi
conversion konversi
fusion fusi

77
tradition tradisi
composition komposisi
-sis, -sy menjadi –sis, -si
analysis analisis
paralysis paralisis
autopsy autopsi
-ty menjadi –tas
quality kualitas
university universitas
-ter, -tre menjadi –ter
diameter, diametre diameter
theater, theatre teater
meter, metre meter
-ure menjadi –ur
procedure prosedur
culture kultur
structure struktur
-y menjadi –i
monarchy monarki
philosophy filosofi
deputy deputi
(Moeliono dan Dardjowidjojo, 1997:451-458)

2. Penyesuaian Awalan
Awalan asing yang bersumber dari bahasa Indo-Eropa (khususnya
Inggris) dapat dipertimbangkan pemakaiannya di dalam peristilahan
Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Awalan-awalan itu antara lain
sebagai berikut.
a-, ab-, abs- tetap a-, ab-, abs-
aberration aberasi
abstract abstrak
a-, an- tetap a-, an-

78
anemia anemia
aphasia afasia
ad-, ac- menjadi ad-, ak-
adneral adneral
adhesion adhesi
acculturation akulturasi
am-, amb- tetap am-, amb-
anabolism anabolisme
anatropus anatrop
ante- tetap ante-
antedeluvian antedeluvian
anterior anterior
anti-, ant- tetap anti-, ant-
anticatalyst antikatalis
anticlinal antiklinal
apo- tetap apo-
apochromatic apokromatik
apocrine apokrin
auto- tetap auto
autodyne autodine
bi- tetap bi-
biconvex bikonveks
bisexual biseksual
cata- menjadi kata-
cataclinal kataklimal
catalist katalis
co-, com-,con- menjadi ko-, kom-, kon-
cohesion kohesi
commission komisi
concentrate konsentrat
contra- menjadi kontra
contradiction kontradiksi

79
contraindication kontraindikasi
de- tetap de-
dehydration dehidrasi
devalution devaluasi
di- tetap di-
dichloride diklorida
dichromatic dikromatik
dia- tetap dia-
diagonal diagonal
diapositive diapositif
dis- tetap dis-
disequilibrium disekuilibrium
disharmony disharmoni
ec-, eco- menjadi ek-, eko-
ecology ekologi
ecospecies ekospesies
en-, em- tetap en-, em-
emphaty empati
enzootic enzootik
endo- tetap endo-
endoskleleton endoskeleton
endothermal endostermal
epi- tetap epi-
epigone epigon
epiphyte epifit
ex- menajdi eks-
exclave eksklave
ex-president eks-presiden
exo-, ex- menjadi ekso-, eks-
exoergic eksoergik
exogamy eksogami
exodermis eksodermis

80
extra- menjadi ekstra
extracellular ekstraselular
extraterrestrial ekstraterrestrial
hemi- tetap hemi-
hemihedral hemihedral
hemisphere hemisfer
hemo- tetap hemo-
hemoglobin hemoglobin
hemolysis hemolisis
hepta- tetap hepta-
heptameter heptameter
heptane heptana
hetero- tetap hetero-
heterodox heterodox
heterophylous heterofil
hexa- menjadi heksa-
hexacloride heksaklorida
hexagon heksagon
hyper- menjadi hiper-
hyperemia hiperemia
hypersensitive hipersensistif
hypo- menjadi hipo-
hypoblast hipoblas
hypochondria hipokondria
im-, in- tetap im-, in-
immigration imigrasi
inactive inaktif
induction induksi
infra- tetap infra-
infrasonic infrasonik
infraspesific infraspesifik
infrastructure infrastruktur

81
inter- tetap inter-
interference interferensi
international internasional
intra- tetap intra-
intradermal intradermal
intramolecular intramolekular
intro- tetap intro-
introjection introjeksi
introvert introvert
iso- tetap iso-
isoagglutinin isoaglutinin
isoenzyme isoenzim
meta- tetap meta-
metamorphosis metamorfosis
metanephros metanefros
mono- tetap mono-
monodrama monodrama
monoxide monosikda

pan-, pant-, panto tetap pan-, pant-, panto-


panacea panasea
panleukopenia panleukopenia
pantograph pantograf
para- tetap para-
paraldehyde paraldehida
parathyroid paratiroid
penta- tetap penta-
pentahedron pentahedron
pentane pentane
peri- tetap peri-
perihelion perihelion
perineurium perinerium

82
poly- menjadi poli-
polyglotism poliglatisme
polyphagia polifagia
pre- tetap pre-
preabdomen preabdomen
precambrian prekambrium
premature prematur
pro- tetap pro-
prothalamion protalamion
prothorax protoraks
proto- tetap proto-
protolithic protolitik
protoxylem protoksilem
pseudo-, pseud- tetap pseudo-, pseud-
pseudaxis pseudaksis
pseudomorph pseudomorf
quasi- menjadi kuasi-
quasi-historical kuasi-historis
quasi-legislative kuasi-legislatif
re- tetap re-
reflection refleksi
rehabilitation rehabilitasi
retro- tetap retro-
retroflex retrofleks
retroperitoneal retroperitoneal
semi- tetap semi-
semiellipse semielips
semipermanent semipermanen
semiporcelain semiporselain
sub- tetap sub-
subfossil subfosil
submucose submukosa

83
super-, sur- tetap super-, sur-
superlunar superlunar
supersonic supersonik
surealism surealisme
supra- tetap supra-
supramolecular supramolekular
suprasegmental suprasegmental
syn-, menjadi sin-
syndesmosis sindemosis
synesthesia sinestesia
tele- tetap tele-
telephaty telepati
telephone telepon
trans- tetap trans-
transcontinental transkontinental
transduction transduksi

tri- tetap tri-


trichomat trikomat
tricuspid trikuspid
ultra- tetap ultra-
ultramicroscopic ultramikroskopik
ultramodern ultramodern
ultraviolet ultraviolet
uni- tetap uni-
unicellular uniselular
unilateral unilateral
(Moeliono dan Dardjowidjojo, 1997:458-463)

84
BAB IV
ANALISIS PERUBAHAN MAKNA
KATA SERAPAN BAHASA INGGRIS
DALAM BAHASA INDONESIA

Perubahan makna kata serapan bahasa Inggris dalam bahasa


Indonesia akan ditinjau dari segi: (1) Generalisai atau Perluasan, yaitu
suatu proses perubahan makna kata dari yang lebih khusus ke yang lebih
umum, atau dari yang lebih sempit ke yang lebih luas; (2) Spesialisasi
atau Penyempitan. Proses spesialisasi atau pengkhususkan, penyempitan
mengacu kepada suatu perubahan yang mengakibatkan mekna kata
menjadi lebih khusus atau lebih sempit dalam aplikasinya. Kata tertentu
pada suatu waktu dapat diterapkan pada kelompok umum, tetapi
belakangan mungkin saja semakin terbatas atau kian sempit dan khusus
dalam maknanva. Dengan kata lain , cakupan makna pada masa lalu lebih
luas daripada pada masa kini; (3) Am eliorasi atau Peninggian. P erubahan

85
ameloratif mengacu pada peningkatan makna kata; makna baru dianggap
lebih baik atau lebih tinggi nilainya daripada makna yang lama; (4)
Peyorasi atau Penurunan adalah suatu proses perubahan makna kata
menjadi lebih jelek atau lebih randah dar ipada makna semula; (5)
Asosiasi atau Persamaan yaitu perubahan makna yang terjadi karena
persamaan sifat.

A. Data dan Analisis Data Perubahan Makna Kata Serapan Bahasa


Inggris ke dalam Bahasa Indonesia
Data yang dianalisis terkait dengan perubahan makna kata serapan
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 40 kata bahasa
Inggris dan maknanya, dan beserta bentuk serapannya dalam bahasa
Indonesia dan maknanya. Selanjutnya, dianalisis untuk dilihat perubahan
maknanya, seperti: generalisasi atau perluasan, spesialisasi atau
penyempitan, ameliorasi atau peninggian, peyorasi atau penurunan,
sinestesia, dan asosiasi atau persamaan. Tabel di bawah ini
mendeskripsikan data dan analisisnya.

No Asal Kata Makna Bentuk Makna Perubahan


Serapan Makna
1. actual 1. used to emphasize sth aktual 1. sesuatu (peristiwa) generalisasi
that is real or exists in fact; yang sungguh-sungguh
2. used to emphasize the terjadi; 2. dikatakan
most important part of sth. kepada berita yang masih
hangat, yang dibicarakan
orang ketika itu; 3.
tentang berita yang baru
saja terjadi

2. acesss 1.access (to sth) a way of akses 1. jalan masuk; terusan; asosiasi
entering or reaching a 2. pencapaian berkas
place; pada disket untuk
2.access (to sth) the penulisan atau
opportunity or right to use pembacaan data.
sth or to see sb/sth.

3. action 1.[U] the process of doing aksi 1. gerakan; 2. tindakan; spesialisasi


sth in order to make sth 3. sikap; 4. elok sekali
happen or to deal with a
situation; 2[C] a thing that
sb does; 3[C, U] a legal
process to stop a person or

86
company from doing sth,
or to make them pay for a
mistake; 4[U] fighting in a
battle or war; 5[U] the
events in a story, play, etc.
6[U] exciting events;
7[U] action of sth (on sth)
the effect that one
substance or chemical has
on another:
8[U, C] (technical) the
way a part of the body
moves or
functions;9[sing.] the
mechanical parts of a
piano, gun, clock, etc. or
the way the parts move

4. accumulattion 1. to gradually get more akumulasi 1. penumpukan, generalisasi


and more of sth over a pengumpulan,
period of time; 2 to penghimpunan; 2.
gradually increase in tambahan periodik dari
number or quantity over a bunga atau tambahan lain
period of time pada suatu dana;
tambahan laba neto pada
laba yang ditahan.

5. actor a person who performs on aktor 1. pria yang melakonkan generalisasi


the stage, on television or cerita di atas pentas
in films / movies, (drama) , di radio,
especially as a profession televisi, atau film; 2.
pelaku; orang yang
berperan di suatu
kejadian atau peristiwa
penting.

6 articulation 1.[U] (formal) the artikulasi dasar ucapan; tempat di spesialisasi


expression of an idea or a dalam mulut dan bibir di
feeling in words; mana fonem dibunyikan;
2[U] (formal) the act of juga berarti lafal, ucapan.
making sounds in speech
or music;.3[U, C, usually
sing.] (technical) a joint or
connection that allows
movement

7. balance 1.[U, sing.] balance balans 1. neraca (timbangan); 2. spesialisasi


(between A and B) a keseimbangan; 3. daftar
situation in which different perhitungan laba rugi,
things exist in equal, utang piutang
correct or good amounts;
2[U] the ability to keep
steady with an equal
amount of weight on each
side of the body;
3[C, usually sing.] the

87
amount that is left after
taking numbers or money
away from a total; 4.
[C, usually sing.] an
amount of money still
owed after some
payment has been
made; 5.[C] an
instrument for
weighing things, with
a bar that is supported
in the middle and has
8. barter dishes hanging from barter perdagangan yang asosiasi
each end. dilakukan dengan saling
mempertukarkan barang.
to exchange goods,
property, services, etc. for
other goods, etc. without
9. business bisnis 1. usaha dagang; 2. spesialisasi
using money:
bidang usaha

1.[U] the activity of


making, buying, selling or
supplying goods or
services for money
SYN commerce, trade;
2[U] work that is part of
your job; 3[U] the amount
of work done by a
company, etc.; the rate or
quality of this work; 4[C] a
commercial organization
such as a company, shop /
store or factory; 5[U]
something that concerns a
particular person or
organization; 6[U]
important matters that
need to be dealt with or
10. border discussed; 7. matter, an border batas pengaman, spesialisasi
event or a situation; sempadan

1.the line that divides two


countries or areas; the land
near this line:.2a strip
around the edge of sth
such as a picture or a piece
of cloth; 3.(in a garden) a
strip of soil which is
11. boss planted with flowers, bos majikan, kepala, atasan asosiasi
along the edge of the
grass.

1a person who is in charge

88
of other people at work
and tells them what to do;
12. briefing 2(informal) a person who brifing taklimat; arahan; santiaji; asosiasi
is in charge of a large petunjuk secara lisan
organization. untuk melaksanakan
suatu tugas atau
1[C] a meeting in which pekerjaan.
people are given
instructions or
information;2[C, U] the
13. capable detailed instructions or kapabel mampu; cakap; pandai; asosiasi
information that are given sanggup.
at such a meeting.

1.capable of sth / of doing


sth having the ability or
14. cash qualities necessary for kas 1. tempat menyimpan generalisasi
doing sth;.2. having the uang; 2. tempat
ability to do things well. membayar dan menerima
uang; 3. keluar masuknya
1. money in the form of uang.
coins or notes / bills;
15. cognition 2.money in any form. kognisi 1. kemampuan generalisasi
pemerolehan
pengetahuan; 2. proses
pemerolehan
(psychology) the process pengetahuan; 3 sas.
by which knowledge and proses pengenalan dan
understanding is penafsiran lingkungan
developed in the mind oleh seseorang.

16. coherence koheren berhubungan, saling asosiasi


bergantung, bersangkut-
paut.

the situation in which all


the parts of sth fit together
17. cohesion well kohesi 1. keadaan tarik-menarik generalisasi
antara molekul-molekul
sejenis sehingga menjadi
satu kesatuan yang padu;
1. (formal) the act or state 2. bentuk yang
of keeping together; berhubungan erat, dan
2(physics, chemistry) the padu antara kalimat-
force causing molecules of kalimat di satu paragraf.
the same substance to stick
18. conduction together konduksi bantaran dari bagian asosiasi
benda lainnya atau dari
satu benda lain tanpa
perpindahan partikel atau
[U] (physics) the process zat
by which heat or
19. commercial electricity passes through a komersial 1. bersifat dagang, spesialisasi
material. berhubungan dengan
perniagaan; dimaksudkan
untuk diperdagangkan; 3.
1. connected with the bernilai dagang atau
buying and selling of niaga tinggi; menjadikan

89
goods and services; sesuatu sbg barang
2.making or intended to dagangan (untuk mencari
make a profit; . 3 keuntungan).
(disapproving) more
concerned with profit and
being popular than with
quality;4(of television or
radio) paid for by the
money charged for
broadcasting
20. composition advertisements. komposisi 1. susunan; 2. tata susun; spesialisasi
3. mus. Gubahan, baik
instrumental maupun
vokal; 4. teknik
1[U] the different parts menyusun karangan agar
which sth is made of; the diperoleh cerita yang
way in which the different indah dan selaras; 5. sen.
parts are organized; integrasi warna, garis,
2[C] a piece of music or dan bidang untuk
art, or a poem; 3[U] the act mencapai kesatuan yang
of composing sth; harmonis.
4[U] the art of writing
music; 5[C] a short text
that is written as a school
exercise; a short essay
21. commitment 6[U] (art) the arrangement komitmen perjanjian untuk spesialisasi
of people or objects in a melaksanakan sesuatu
painting or photograph

1.[C, U] commitment (to


sb/sth) | commitment to do
sth a promise to do sth or
to behave in a particular
way; a promise to support
sb/sth; the fact of
committing yourself; 2.[U]
commitment (to sb/sth) the
willingness to work hard
and give your energy and
time to a job or an activity;
.3[C] a thing that you have
promised or agreed to do,
or that you have to do;
4. [U, C] commitment (of
22. compilation sth) (to sth) agreeing to use kompilasi satuan atau kumpulan asosiasi
money, time or people in yang tersusun secara
order to achieve sth. teratur tentang karangan
atau daftar informasi.
1[C] a collection of items,
especially pieces of music
or writing, taken from
23. comprehension different places and put komprehensi kemampuan menerima spesialisasi
together;2. [U] the process (menangkap) dengan
of compiling sth. baik.

1. [U] the ability to


understand; .2[U, C] an
24. communication exercise that trains komunikasi 1. hubungan, kontak, spesialisasi

90
students to understand a pengiriman, dan
language. penerimaan pesan atau
berita antara dua orang
1[U] the activity or atau lebih sehingga pesan
process of expressing ideas yang dimaksud dapat
and feelings or of giving dipahami.
people information; 2. [U]
(also com·mu·ni·ca·tions
[pl.]) methods of sending
information, especially
telephones, radio,
computers, etc. or roads
25. conditional and railways; .3. [C] kondisional bersyarat; kalimat spesialisasi
(formal) a message, letter subordinatif dengan anak
or telephone call. kalimat berketerangan
syarat.
1. depending on sth; 2.
expressing sth that must
happen or be true if
another thing is to happen
or be true; 3. a sentence or
clause that begins with if
or unless and expresses a
26. convention condition; 4. the form of a konvensi 1. perubahan dari suatu asosiasi
verb that expresses a sistem pengetahuan ke
conditional action. sistem yang lain; 2.
perubahan pemilikan atas
1. the way in which sth is suatu benda; 3.
done that most people in a perubahan bentuk
society expect and (wujud, rupa) dari yang
consider to be polite or the satu ke yang lain.
right way to do it;.2. a
large meeting of the
members of a profession, a
political party, etc.
3. an official agreement
between countries or
leaders; 4 a traditional
27. concentration method or style in konsentrasi 1. pemusatan perhatian, spesialisasi
literature, art or the pikiran; 2. pemusatan
theatre. tenaga, kekuatan,
pasukan.
1.the ability to direct all
your effort and attention
on one thing, without
thinking of other things; 2.
concentration (on sth) the
process of people directing
effort and attention on a
particular thing; 3.
concentration (of sth) a lot
of sth in one place; 4. the
28. corruption amount of a substance in a korupsi perbuatan yang asosiasi
liquid or in another merusakkan; atau,
substance. penyelewengan dengan
memakai utk
1. dishonest or illegal kepentingan sendiri
behaviour, especially of barang atau uang yang

91
people in authority;.2 the ada di bawah
act or effect of making sb pengawasannya;
change from moral to menerima sogokan atau
immoral standards of menggelapkan.
behaviour;.3 the form of a
29. credit word or phrase that has kredit 1. pinjaman uang dari spesialisasi
become changed from its bank; 2. dengan cara
original form in some way. mengutang dan
membayarnya secara
1. an arrangement that you mengangsur.
make, with a shop / store
for example, to pay later
for sth you buy; 2. money
that you borrow from a
bank; a loan; 3. the status
of being trusted to pay
back money to sb who
lends it to you; 5. a sum of
30. community money paid into a bank komunitas kesatuan yang terdiri atas spesialisasi
account; a record of the individu-individu
payment. masyarakat.

1. all the people who live


in a particular area,
country, etc. when talked
about as a group; 2. a
group of people who share
the same religion, race,
job; 3. the feeling of
sharing things and
belonging to a group in the
place were you live; 4.
(biology) a group of plants
31. design and animals growing or desain 1. rancangan, kerangka spesialisasi
living in the same place or bentuk; 2. motif, pola,
environment. corak.

1. the general arrangement


of the different parts of sth
that is made, such as a
building, book, machine;
2. the art or process of
deciding how sth will look,
work, etc. by drawing
plans, making models; 3. a
drawing or plan from
which sth may be made; 4.
32. department an arrangement of lines departemen 1. bagian atau cabang generalisasi
and shapes as a decoration; dari suatu dinas; 2.
5.a plan or an intention. kementerian; 3. bagian
dari fakultas yang
a section of a large dipimpin ketua jurusan;
organization such as a 4. bagian dari suatu
government, business, perhimpunan,
university. perkumpulan.

33. destination destinasi tempat tujuan. asosiasi

92
34. developer developer pengembang; pengusaha spesialisasi
a place to which sb/sth is yang menyediakan lahan
going or being sent. untuk rumah-rumah
hunian.
1. a person or company
that buys land or buildings
in order to build new
houses, shops / stores, etc.,
or to improve the old ones,
and makes a profit from
doing this;
2. a person or a company
that designs and creates
new product; 3. a
35. effective chemical substance that is efektif 1. mempunyai efek, generalisasi
used for developing pengaruh atau akibat; 2.
photographs from a film. memberikan hasil yang
memuaskan; 3
1. producing the result that memanfaatkan waktu dan
is wanted or intended; cara dengan sebaik-
producing a successful baiknya; 4. mulai berlaku
result: untuk undang-undang; 5.
2. in reality, although not berhasil guna; mangkus.
officially intended; 3.
36. efficient (formal) (of laws and efisien berdaya guna, asosiasi
rules) coming into use. memberikan hasil yang
baik dalam bekerja
dengan tidak
doing sth well and menghambur-hamburkan
thoroughly with no waste uang, waktu, dan tenaga;
of time, money, or energy. sangkil.

37. elevator elevator alat untuk menaikkan dan generalisasi


menurunkan orang
berbentuk tangga
berjalan di gedung-
1. a place for storing large gedung bertingkat
quantities of grain; 2. a pertokoan atau untuk
part in the tail of an menurunnaikkan barang-
aircraft that is moved to barang dari dan ke kapal.
make it go up or down.
38. essay esai karangan yang spesialisasi
membahas suatu masalah
secara tidak terlalu
mendalam dari sudut
1. a short piece of writing pandang penulis sendiri.
by a student as part of a
course of study; 2. essay
(on sth) a short piece of
writing on a particular
subject, written in order to
39. entry be published; 3. essay (in entri lema; kata pokok atau spesialisasi
sth) (formal) an attempt to frase di kamus yang
do sth. diberikan arti maknanya.

1. an act of going into or


getting into a place; 2. the

93
right or opportunity to
enter a place; 3. the right
or opportunity to take part
in sth or become a member
of a group; 4. something
that you do, write or make
to take part in a
competition, for example
answering a set of
questions; .5. the act of
taking part in a
competition, race;.6. the
total number of people
who are taking part in a
competition, race; 7. an
item, for example a piece
of information, that is
written or printed in a
dictionary, an account
book, a diary; 8. the act of
recording information in a
computer, book; 9. a door,
gate or passage where you
40. error enter a building; an eror 1. kesalahan yang terjadi generalisasi
entrance hall. secara teratur dalam
pemerolehan bahasa; 2.
huk. Kesesatan yang
error in sth / in doing sth a dapat menimbulkan
mistake, especially one batalnya suatu perjanjian.
that causes problems or
. affects the result of sth:

Dapat disimpulkan bahwa perubahan makna kata serapan bahasa


Inggris ke dalam bahasa Indonesia terjadi karena proses menerjemahkan,
menyerap, dan menyerap sekaligus menerjemahkan istilah asing ke dalam
bahasa Indonesia. Perubahan makna pada istilah-istilah tertentu
(khususnya bidang keilmuan) tidak terlalu jauh, karena penyerapan
makna katanya dilakukan secara utuh.
Dalam penerjemahan istilah asing tidak selalu diperoleh, dan tidak
selalu perlu, bentuk berimbang arti satu-lawan-satu. Yang pertama-tama
harus diikhtiarkan ialah kesamaan dan kepadanan konsep, bukan
kemiripan bentuk luarnya atau makna harfiahnya. Dalam pada itu, medan
makna (semantic field) dan ciri makna istilah bahasa asing masing-
masing perlu diperhatikan.

94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari analisis perubahan fonologis dan morfologis, serta analisis


perubahan makna kata serapan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa setiap bahasa yang hidup tidak akan bisa lepas
dari pengaruh bahasa asing. Bahkan menyerap bahasa asing menjadi
bagian yang sangat menentukan bagi berlangsungnya setiap bahasa.
Demikian halnya dengan bahasa Indonesia yang banyak mengambil kosa
kata bahasa Inggris sebagai peristilahan. Dalam hal penyerapan kosa kata
tersebut telah terjadi perubahan di sana-sini pada kosa kata yang diserap
dimaksud. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada fonetik, fonologi,
dan morfologinya, bahkan terjadi juga perubahan pada maknanya.
Perubahan makna bahasa dapat disimpulkan kepada: meluas, menyempit,
berubah sama sekali, membaik dan memburuk.

95
Dalam proses penyerapan kata bahasa Inggris ke dalam bahasa
Indonesia dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih yang
berikut ini dipenuhi, yaitu (a) Istilah serapan yang dipilih cocok karena
konotasinya; (b) Istilah serapan yang dipilih lebih singkat jika
dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya; (c) Istilah serapan yang
diplih lebih singkat dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika
istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya.

Berdasarkan taraf integrasinya unsur serapan dalam bahasa


Indonesia dapat dibagi atas tiga golongan besar. Pertama, unsur yang
sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia yang tidak perlu lagi
diubah ejaannya. Kedua, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap
ke dalam bahasa Indonesia. Unsur itu dipakai di dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Ketiga,
unsur asing yang pengucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaan bahasa
asing hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih
dapat dibandingkan dengan bentuk aslinya.

B. Saran

Sebagai tindaklanjut dari penelitian ini, terdapat beberapa saran


yang perlu disampaikan. Disarankan kepada pengguna bahasa Indonesia
agar selalu memperhatikan perubahan-perubahan pada kata serapan, baik
perubahan fonologis, morfologis ataupun makna, yang harus disesuaikan
dengan pedoman pembentukan istilah dan pedoman ejaan bahasa
Indonesia. Hal ini diperlukan agar adanya keseragaman dalam berbahasa
Indonesia dalam menggunakan kata serapan bahasa asing, khususnya
bahasa Inggris. Selain itu, dikarenakan penelitian ini mempunyai
kelemahan dan keterbatasan tertentu, disarankan agar diadakan penelitian
lanjutan tentang bentuk-bentuk kata serapan asing lainya yang digunakan
dalam bahasa Indonesia.

96
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1976. Language Planning for Modernization:


the Case of Indonesian and Malaysian. The Hague: Mouton.

Alwi, H. 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia : Kalimat.


Depdiknas: Jakarta.

Aminuddin (ed.), “Pendahuluan”, dalam Pengembangan Penelitian


Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: Yayasan Asah,
Asih, Asuh, 1990.

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Grounded Theory Methodology: An


Overview, dalam Dezin Norman K dan Lincoln Yuoma S (ed),
Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publication,
Inc, 1994

Aminuddin (ed.), “Pendahuluan”, dalam Pengembangan Penelitian


Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. (Malang: Yayasan
Asah, Asih, Asuh, 1990

Badudu, J.S. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. PT. Gramedia: Jakarta.

97
______. 1993 “Pengaruh Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia” dalam
Harimurti Kridalaksana (ed.). Penyelidikan Bahasa dan
Perkembangan Wawasannya II. . Jakarta: Masyarakat Linguistik
Indonesia.

Broselow, Ellen. 1992. “Loanword Phonology”, dalam William Bright


(ed.). Oxford: Oxford University Press.

Chaer, A. dan L. Agustina. 1995. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses ).


Jakarta: Rineka Cipta

Corder, S.P. 1975. Introducing Applied Linguistics. Pinguin Books Ltd:


Hermondsworth Middlesser England.

Crowley, Terry. 1987. An Introduction to Historical Linguistics .


University of Papua New Guinea Press: University of the South
Pacific Papua New Guinea.

Fromkin, V., R. Rodman, P. Collins, dan D. Blain. 1983. An Introduction


tolanguage (Australian Edition) Harcourt Brace Javanovich
Group (Australia) Pty Limited: Hongkong.

Gleason, H.A. 1986. An Introduction to Descriptive Linguistics. (Revised


Edition). Holt Renehart and Winston: New York.

Gonda, J. 1973. Sanskrit in Indonesia. Edisi ke-2. New Delhi:


International Academy of Indian Culture.

Halim, A. (ed). 1976. Politik Bahasa Nasional 1. Pusat Pengembangan


dan Pembinaan Bahasa: Jakarta.

____________. 1984. Politik Bahasa Nasional 2. PN Balai Pustaka:


Jakarta.

Halliday, M.A.K. dkk. 1996. The Linguistic Sciences and Language


Teaching.The English Language Book Society and Longman
Group: London.

Haugen, Einar. 1950. “The Analysis of Linguistic Borrowing” dalam


Language, 26 (hlm. 210-231).

______, 1973. “Bilingualism, Language Contact, and Immigrant


Languages in the United States: Report 1956-1970. dalam
Thomas A. Sebeok (ed.). Current Trends in Linguistics. Jilid 10.
The Hague: Mouton (hal. 505-591).

98
______, 1992. “Borrowing: An Overview”, dalam William Bright.

Heah Lee Hsia, Carmel. 1989. The Influence of English on the Lexical
Expansion of Bahasa Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka.

Jespersen, Otto. 1955. Growth and Structure of the English Language .


New York: Doubley Anchor Book.

Kridalaksana, H. 1980. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Nusa Indah:


Ende-Flores.

_________, 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia . Jakarta:


Gramedia.

Lowenberg, Peter H. 1983. “Lexical Modernization in Bahasa Indonesia;


Functional Allocation and Variation in Borrowing.” Studies in the
Linguistic Sciences, 13.2, 73-85.

Marcellino, M. 1993. “Kata Pinjaman Bahasa Barat di Bahasa Indonesia:


Suatu Telaah antardisiplin dalam Harimurti Kridalaksana (ed.).
Penyelidikan Bahasa dan Perkembangan Wawasannya II. .
Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis


A Sourcebook of New Method (London: Sage Publications, Ltd,
1984

Miles, Matthew B. and A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis


A Sourcebook of New Method. London: Sage Publications, Ltd,
1984.

Moeliono, A.M. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan


Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Disertasi. Seri ILDEP
Penerbit Djambatan: Jakarta.

Pateda, M. 1988. Linguistik (sebuah Pengantar). Angkasa: Bandung

Razak, A. 1988. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya, dan Variasi. PT


Gramedia: Jakarta.

Robins, R.H. 1989. ‘Linguistik Umum’: sebuah pengantar. Terjemahan


oleh Soenarjati Djajanegara, 1992. Yogyakarta: Kanisius.

Ruskhan, Abdul Gaffar. 2007. Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia:


Kajian tentang Pemungutan Bahasa. Jakarta: PT. Grasindo.

99
Sudaryanto, “Data dalam Penelitian Kebahasaan secara Linguistis:
Pokok-pokok Pikiran, dalam Aminuddin (ed.)m Pengembangan
Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (Malang:
Yayasan Asah, Asih, Asuh, 1990

Tarigan, Henry G. 1993 Pengajaran Semantik. Bandung: Penerbit


Angkasa.

Ullmann, Stephen. 2007. Pengantar Semantik . Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Varhaar, J.W.M. 1992. Asas-asas Linguistik Umum . Gajah Mada


University Prees: Yogyakarta.

Weinreich, Uriel. 1953. Languages in Contact: Findings and Problems.


The Hague: Mouton.

Yasin, S. 1987. Tinjauan Deskriptif seputar Morfologi, Usaha Nasional:


Jakarta.

100

Anda mungkin juga menyukai